Pastor Boo | Kematian Kristus (15) |

Mari kita baca Roma 6, kita akan membaca dari ayat 1 sampai 14.

1 Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? 
2 Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? 
3 Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematiannya? 
4 Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
5 Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematiannya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitannya. 
6 Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. 
7 Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. 
8 Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan dia.
9 Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas dia. 
10 Sebab kematiannya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupannya adalah kehidupan bagi Allah. 
11 Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. 
12 Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. 
13 Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. 
14 Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.

Di dalam 14 ayat tersebut, hal yang mengejutkan adalah pemilahan yang bersifat “hitam-putih”. Anda tidak bisa menjadi seorang hamba Kristus sekaligus hamba dosa pada saat yang bersamaan. Anda tidak bisa memiliki Allah, serta kebenaran-Nya, dan dosa mengatur hidup anda secara bersamaan. Dari ayat 12 dan selanjutnya, kita juga tak dapat menyerahkan anggota tubuh kita kepada Allah dan dosa pada waktu yang sama. Anda tak dapat memiliki keduanya. Urusannya tidak berjalan seperti itu. Itu sebabnya Paulus membuat pemilahan yang bersifat hitam-putih; anda berada dalam situasi di mana yang menjadi pengendali hidup anda ialah dosa atau kebenaran Allah, tidak bisa keduanya sekaligus.

Nah, kata dosa di dalam kutipan ini memakai kata yang bersifat tunggal. Paulus tidak memakai kata ‘dosa-dosa’ yang bersifat jamak. Dia tidak sedang membicarakan perbuatan dosa tertentu seperti pencurian, pembunuhan, dan berbagai perbuatan lainnya. Fakta bahwa anda tidak melakukan salah satu dari perbuatan itu bukan berarti bahwa anda telah mati terhadap dosa. Paulus memakai kata dosa yang bersifat tunggal untuk membahas kendali dosa. Ini adalah kuasa yang menjadi pendorong di dalam hidup kita. Kuasa ini bisa muncul dalam berbagai wujud. Sama seperti orang Farisi, kita tidak bisa berkata, “Nah, aku bukan pemungut cukai. Karena dia menjalankan semua jenis dosa itu, sedangkan aku tidak, dengan demikian aku ini orang benar.” Demikianlah, Yesus dengan keras memberitahu kita bahwa dosa adalah kuasa yang bekerja di dalam hidup kita. Kuasa ini mungkin tidak memperlihatkan wujud tindakannya, tetapi masih mengendalikan hati dan pikiran kita.

Paulus menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk meruntuhkan kuasa dosa adalah bahwa kita harus mati bersama Kristus dan bangkit juga dengan dia ke dalam hidup yang baru. Roma 6 adalah ajaran dasar tentang keselamatan karena yang kita bahas adalah peristiwa rohani yang terjadi pada saat baptisan. Ada banyak orang yang sudah menjalani baptisan, tetapi sayangnya mereka tidak mengalami peristiwa rohani ini. Salah satu penyebabnya adalah karena pemimpin gereja tidak menjelaskan makna dari peristiwa mati bersama Kristus. Di zaman sekarang ini, syarat untuk menerima keselamatan hanya sekadar menerima Yesus dan mempercayai bahwa dia telah mati bagi-dosa-dosa anda. Sebagai akibatnya, kita memang dibebaskan dari tekanan rasa bersalah dari dosa. Selama kita diampuni, maka kita mendapat jaminan keselamatan.

Lalu, di mana ajaran tentang mati bersama Kristus? “Oh! Ajaran yang itu terlalu drastis! Kami tidak ingin membicarakannya!” adalah jawaban yang lazim terdengar. Kita sudah mengencerkan ajaran Injil dan membuat keselamatan menjadi barang murahan. Namun, jika anda perhatikan isi Roma 6, kita akan sadari bahwa Paulus tidak berkompromi di sini. Jika anda tidak mengalami peristiwa mati bersama Kristus serta bangkit bersama dia, maka itu berarti anda tidak memiliki hidup yang baru. Hal itu jelas terlihat sejak ayat 4. Jika anda tidak memiliki hidup baru, maka anda tidak memiliki hidup yang kekal! Roma 6:23. Lalu, mengapa kita tidak memakai Roma 6 sebagai standar bagi mereka yang ingin datang kepada Kristus? Saya rasa salah satu alasannya adalah karena kita tidak mengalami peristiwa rohaninya. Jika anda baca buku-buku tafsiran, para penulisnya cenderung membahasnya sebagai pilihan antara dua hal. Pertama, apakah pokok ini merupakan suatu pengalaman ‘mistis’? Perhatikan kata ‘mistis’! Atau apakah ini sekadar uraian tentang kewajiban moral? Pengalaman mistis berarti ada suatu peristiwa yang bersifat spiritual, sayangnya, para penulis buku itu tidak bisa menjelaskannya. Jadi, sebagian pakar cenderung berkata, “Ini adalah uraian tentang kewajiban moral.” Kewajiban moral berarti mulai sekarang anda tidak melakukan hal-hal yang jahat lagi; anda bertekad untuk melakukan yang baik.

Inikah hal yang sedang disampaikan oleh Paulus? Apakah dia sedang menguraikan urusan perubahan moral? Dengan kata lain, dulu saya pencuri, tetapi sekarang saya tidak mencuri lagi. Dulu saya penipu; sekarang saya selalu berusaha untuk jujur. Kebiasaan lama saya bisa saja muncul kembali, tetapi secara keseluruhan, saya terus berusaha untuk tidak berbohong lagi karena saya ingat bahwa saya sudah mati bersama Kristus. Akan tetapi, untuk uraian semacam itu, Paulus tidak perlu memakai kata ‘mati’. Dia hanya perlu berkata, “Ubahlah perilakumu”, atau, kalimat yang lebih baik mungkin berbunyi, “Berkomitmenlah untuk mengubah perilakumu.”

Akan tetapi, yang dikatakan oleh Paulus adalah, “Mati bersama Kristus.” Bahasa yang digunakan sangat keras. Pertanyaan yang masih menggantung adalah apakah kita memang harus mengalami mati itu? Ini karena kematian adalah hal yang nyata. Ada waktunya bagi kita semua untuk mati. Dan ketika kita sudah mati, maka kita tahu bahwa nyawa kita sudah pergi. Kita mengalami kenyataan itu. Dengan demikian, kata yang digunakan oleh Paulus ini memiliki arti yang jelas, bukan sesuatu yang masuk kategori mistis. Tentu saja, yang dimaksudkan oleh Paulus bukanlah kematian tubuh. Akan tetapi, pengalaman yang datang dari Allah itu memang bisa membuat kita berkata, “Benar manusia lama saya sudah mati.” Sebagai contoh, mari kita lihat isi Roma 8, saya berusaha untuk tetap menggunakan kitab Roma untuk pembahasan ini, kita akan membaca ayat 2.

Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.

Ketika Roh Allah masuk ke dalam hidup anda, ia mematikan manusia lama supaya kita bebas dari hukum atau prinsip-prinsip landasan dosa. Dosa, sebagai suatu prinsip landasan, bekerja di dalam hidup kita, mendorong kita untuk bertindak sesuai tujuannya. Sekalipun kita mungkin saja tidak ingin melakukannya, ternyata kita melakukan juga pada akhirnya. Mari kita baca Roma 8:13,

Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.

Kita hanya bisa menang atas dosa oleh Roh Allah. Tanpa Roh Allah, tak akan ada hal yang terjadi, kita akan tetap tinggal di dalam dosa. Kita mengenal Roh Allah yang telah membangkitkan Yesus dari antar orang mati, tentu juga akan membangkitkan kita dari antara orang mati, yakni mati dalam dosa. Itu sebabnya mengapa Paulus sanggup berkata bahwa keselamatan itu adalah hasil dari kuasa Allah. Kita akan pelajari sekilas 1 Korintus 12:12-13

12 Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. 
13 Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.

Perhatikan kalimat, “Dalam satu Roh kita semua dibaptis menjadi satu tubuh.” Yang membaptis itu adalah Roh Allah. Oleh karenanya, di dalam Roma 6, anda melihat ada banyak pemakaian kalimat pasif: “dibaptis dalam Kristus,” di ayat 3; “dikuburkan bersama-sama dengan dia,” dalam ayat 4; “manusia lama kita telah turut disalibkan,” dalam ayat 6; dan kemudian di ayat 7, “Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa.” Kta tidak bisa berkata, “Nah, aku hanya perlu berubah, dan karena aku sudah berubah, berarti aku sudah mati bersama dengan dia.” Tidak bisa demikian, ucapan semacam itu berbentuk kalimat aktif. Di Roma 6, kebanyakan kata kerja yang terdapat di sana memakai bentuk pasif, ini berarti bahwa berbagai peristiwa itu merupakan tindakan Roh Allah di dalam hidup kita. Roma 8:2 memberitahu kita bahwa Roh Allah-lah yang membebaskan kita. Kita tidak bisa membebaskan diri sendiri, dan Paulus tidak sedang menguraikan masalah perubahan mral. Dia menekankan pokok tentang kuasa Roh Allah yang bekerja di dalam hidup kita.

Masih ada satu pokok pembahasan lagi. Banyak pakar yang mempersoalkan ungkapan “bersama-sama dengan”. Bagaimana cara kita memahami ungkapan ini? Ini karena Yesus telah mati 2000 tahun yang lalu. Apakah kita harus kembali ke zaman itu? Tentu saja tidak? Ketika Paulus berbicara tentang Kristus yang telah bangkit, dia sedang menunjuk kepada Yesus sebagai “Yang telah disalibkan.” Kita akan baca itu di dalam 1 Korintus 1:23

Tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan,

Dalam bahasa Yunani, kata “disalibkan” ditulis dengan memakai bentuk perfect tense (sudah terjadi tetapi masih berlangsung). Pemakaian bentuk perfect tense menunjukkan bahwa dia sudah disalibkan 2000 tahun yang lalu, tetapi dia masih berada dalam keadaan tersalib sampai dengan sekarang. Dengan kata lain, saat kita menatap Kristus yang hidup, dia tetap berada dalam keadaan tersalibkan. Jika kita akhirnya bertemu dia, kita akan melihat bekas tanda-tanda penyaliban itu pada tubuhnya. Itu sebabnya disebutkan bahwa jika kita mati bersama dia, berarti kita disatukan dengan Kristus yang telah disalibkan. Maknanya bagi kita adalah matinya manusia lama itu terjadi agar kita bisa berbagi hidup dengan Kristus yang telah dibangkitkan. Ini adalah masalah pengalaman pribadi. Setiap orang akan mendapatkan pengalaman pribadi yang nyata tentang runtuhnya kuasa dosa di dalam hidup mereka. Di masa lalu anda, anda sudah berjuang keras, dan anda tetap kalah melawan dosa. Anda coba lagi dengan cara yang berbeda, mungkin dengan mengandalkan buku-buku tentang cara mengubah diri sendiri, dan ternyata anda masih tak bisa mengalahkan dosa. Saya rasa masalah yang paling banyak dialami orang adalah urusan pengendalian emosi. Sungguh sangat sukar untuk dikendalikan, bukankah demikian? Kita mengalaminya setiap hari karena akan selalu ada orang yang menyinggung perasaan kita setiap hari. Orang lain berbeda dengan diri anda. Mereka tidak selalu bersimpati dan bisa memberi anda kesukaran. Lalu, kita berusaha untuk mengendalikan emosi. Kita bahkan tak bisa berbicara tentang hal mengasihi orang itu!

Itu sebabnya ketika Roh Allah masuk ke dalam hidup kita, seperti yang disampaikan Paulus dalam 2 Korintus 5:14-15, maka kasih Kristus mengendalikan kita. Dengan cara itulah kita tahu bahwa kita telah mati. Di dalam ayat itu, kata Paulus, Kristus telah mati; oleh karenanya, kita semua juga ikut mati. Lalu. siapa yang mati? Tentu saja mereka yang disatukan dengan Kristus, atau yang bergabung dengannya di dalam kematiannya. Selanjutnya mereka dibangkitkan dari kematian dan dipenuhi oleh kasih Allah. Perhatikan hal yang disampaikan oleh Paulus: Kasih Kristus mengendalikan kami. Bukan dosa lagi yang mengendalikan diri kita melainkan kasih Kristus.

Jadi urusan ini bukan sekadar masalah pengendalian diri. Kita tahu kelemahan dan kegagalan diri kita serta berbagai masalah watak kita yang memaksa kita untuk bergumul mengatasinya. Kita berusaha menahan, akan tetapi upaya menahan saja tidaklah cukup, karena tak peduli seberapa kuat kita berusaha untuk menahannya, pada akhirnya kita menyerah juga kepada dosa. Mengapa? Karena memang begitulah watak alami kita. Mari kita kembali ke Roma 6:6

Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.

Satu-satunya jalan bagi kita untuk dibebaskan dari kuasa dosa adalah dengan disalibkannya manusia lama kita bersama Yesus. Tubuh dosa adalah tubuh yang berada di bawah kuasa dosa atau mengikuti dorongan dosa. Melalui peristiwa ini, tubuh dosa dibuat menjadi tidak efektif. Di sana anda menemukan kalimat pasif lagi. Jadi kuasa apakah yang membuat tubuh dosa hilang kuasanya? Yang melumpuhkan tubuh dosa adalah Roh Allah yang menguatkan kita. Itu sebabnya kita bisa mengasihi, dan kita akan terkejut melihat kenyataan bahwa kita bisa mengasihi orang yang biasanya menyinggung perasaan kita. Roh Allah selalu memberi kita kejutan. Itu sebabnya kita tahu bahwa peristiwa ini terjadi bukan karena kekuatan kita. Saat hal itu terjadi pada diri saya, saya bahkan tidak perlu berusaha melakukannya. Saya hanya perlu belajar untuk mati bersama Kristus, memohon Yahweh untuk membawa kematian itu pada diri saya dan membangkitkan saya bersama Kristus. Dan selanjutnya, saya mengalami arti mengasihi. Jika hal itu terjadi dalam diri setiap jemaat di sini, maka kita akan melihat perwujudan dari visi tentang Gereja Perjanjian Baru.

Saya harap kita semua bisa mulai memahami makna peristiwa ini. Saya berkata ‘mulai’ karena sebagian besar peristiwa ini terkait dengan hal mengalami Allah, dan dimulai dari saat baptisan. Selanjutnya, kita akan tahu apa artinya melangkah bersama Kristus yang telah dibangkitkan, seperti yang sudah dikatakan Yesus dalam Yohanes 15, “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak.” Akan tetapi, landasan atau kuasa dosa harus dihancurkan dulu. Jika anda tidak mengalami kemenangan atau tidak pernah mengalami kemenangan, maka tentu saja anda tahu bahwa anda masih di dalam dosa.

Mari kita lanjutkan dengan cepat. Manusia lama ini sebenarnya terkait dengan Adam. Paulus sudah membahas hal ini di dalam pasal sebelumnya. Dia menguraikan pokok tentang Adam sebelum masuk ke pasal 6. Dia berkata bahwa kita semua sama seperti Adam. Apa masalah Adam? Dia tidak taat. Ini bukan berarti bahwa Adam melakukan perzinahan, atau memukuli Hawa, atau bermabuk-mabukan di taman Eden. Kita cenderung membayangkan dosa-dosa dalam wujud tindakan semacam itu. Adam tidak berperilaku buruk. Dia adalah orang yang baik, tetapi persoalan Adam adalah bahwa dia tidak taat kepada Allah. Saat Hawa menjadi tidak taat, Adam tidak mengoreksinya. Dia ikut serta dengan Hawa. Mengapa? Karena buah itu memang memikat hati keduanya. Allah berkata, “Jangan makan buah itu,” tetapi mereka memakannya. Jadi kita bisa melihat hakekat dari dosa: dia senantiasa menentang Allah. Mari kita lihat Roma 8:6-8

6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. 
7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. 
8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

Di dalam ayat 7-8, keinginan daging adalah maut. Keinginan daging selalu berada dalam perseteruan dengan Allah. Kita tahu hal itu dari pengalaman. Saat kita mendengarkan Firman Allah, mengapa kita merasa tidak nyaman atau bahkan marah? Entah karena kita menganggap bahwa hal ini sebagai omong kosong belaka dan pasti ada jalan keluar yang lebih baik, atau karena kita merasa sepeti sedang ditegur atau dipermalukan. Contoh lainnya ada di dalam 1 Korintus 2:14

Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.

Paulus berkata, “Manusia duniawi”; dia tidak berkata, “Manusia penuh dosa.” Itu sebabnya kita membutuhkan kelahiran baru, hidup baru yang dianugerahkan Allah kepada kita. Yang lama harus berlalu karena yang lama itu bertentangan dengan Allah. Manusia lama tidak akan menerima hal-hal yang berasal dari Allah. Paulus menjelaskan alasannya: “Hal itu baginya adalah suatu kebodohan.” Manusia lama tidak akan dapat memahami logika Allah. Ini alasan mengapa di dunia ini banyak sekali orang yang menentang Allah. Jika Allah itu adalah kasih, lalu mengapa semua hal yang buruk itu bisa terjadi? Mengapa Allah tidak memaksakan keadilan di dunia ini? Kita ingin memberitahu Allah tentang hal yang perlu Dia lakukan, akan tetapi kita langsung menolak hal-hal yang Dia ingin agar kita lakukan.

Kita perlu memahami bahwa “penerimaan” ini bukan penerimaan secara intelektual. Kita harus menerima hal-hal yang dari Allah ke dalam hidup kita; kita harus benar-benar melakukannya. Kita melihatnya, memahaminya, dan kemudian kita menjalankannya. Anda tentu bisa memahami seberapa kuat penolakan itu: penolakan itu sungguh sangat kuat sampai tega menyalibkan Yesus. Itu sebabnya mengapa kita perlu mati bersama Kristus untuk mengatasi manusia lama ini. Jika kita menatap ke arah Kristus yang telah bangkit, lubang di lambungnya, serta di kedua tangannya, maka kita akan mengerti apa yang sudah dilakukan oleh manusia duniawi kepada dia. Hal semacam inilah yang dapat dilakukan oleh manusia yang mengarahkan pikirannya kepada hal-hal duniawi terhadap manusia yang mengarahkan pikirannya kepada hal-hal dari Roh. Mati dan hidup bersama Kristus atau dilahirkan kembali dan berdiam di dalam Kristus adalah hal yang sangat menentukan dalam keselamatan kita. Jika kita menyimpang darinya, maka kita bisa menjadi orang yang menganiaya umat Allah dan melakukan pembunuhan, sambil mengira bahwa kita sedang melayani Allah, hal yang diuraikan oleh Yesus dalam Yohanes 16.

Itu sebabnya mengapa saya selalu mengatakan: Kita harus putuskan masalah ini; pilihan hanya satu dari dua. Jika kita menginginkan keduanya, akan muncul ketegangan, peperangan batin yang akan mengoyak diri kita sendiri. Untuk memiliki kedamaian sejati, kita harus biarkan Roah Allah mematkan manusia lama. Hanya dengan itu kita bisa mengetahui apa artinya dibebaskan.

Baiklah, sekarang ini saya sedang berpacu dengan waktu. Jika anda letakkan masalah ini ke dalam konteks Yahudi, anda akan ingat bahwa Yesus merayakan hari Paskah bersama murid-muridnya, peristiwa yang disebut sebagai perjamuan terakhir. Banyak pakar yang menyimpulkan bahwa Yesus adalah Musa yang baru. Dengan kata lain, Yesus datang untuk membebaskan kita dari angkatan yang jahat, dengan mewujudkan Kerajaan Allah, pemerintahan Allah di dalam hidup kita dan memberi kita hidup yang baru. Sebagaimana yang disebutkan mengenai jemaat awal, “Mereka berada di dunia ini tetapi tidak berasal dari dunia ini.” Jadi, yang sedang kita bahas ini adalah pergerakan rohani. Hal ini tidak ada kaitannya dengan tindakan bertapa di berbagai biara.

Yang ingin saya lakukan adalah membandingkan peristiwa perjamuan terakhir dengan Roma 6, yakni mati bersama Kristus. Dan kita tahu bahwa makna keduanya berhubungan dengan peristiwa keluaran dari Mesir. Mari kita baca 1 Korintus 10:1-4

1  Sebab, aku tidak mau kamu tidak mengetahuinya, Saudara-saudara, bahwa para nenek moyang kita, semuanya berada di bawah awan dan semuanya melewati laut.
Mereka semua dibaptis dalam Musa, di dalam awan dan di dalam laut.
Mereka semua makan makanan rohani yang sama,
dan semuanya minum minuman rohani yang sama. Sebab, mereka minum dari Batu rohani yang ikut bersama mereka, dan Batu itu adalah Kristus.

Perhatikan kata-kata yang mengejutkan di ayat 2. Di sini anda temukan istilah “dibaptis dalam Musa”. Bandingkan dengan istilah di Roma 6:3, “dibaptis dalam Kristus.” Paulus juga berkata, “Dalam awan,” yang berarti hadirat Yahweh. Laut melambangkan perlintasan atau penyeberangan, yang berarti baptisan air. Dengan demikian, kesimpulannya adalah bahwa baptisan di dalam Kristus, Musa yang baru, dan di dalam hadirat Allah. Itu semua adalah karya dari Roh Yahweh. Anda bisa melihat kesejajarannya sekarang.

Hidup lama bangsa Israel adalah di Mesir. Mereka menjadi budak di sana; mereka tak punya pilihan lain kecuali patuh dan taat kepada majikan Mesir mereka. Entah mereka suka atau tidak, mereka harus melakukannya. Sama seperti dosa yang memegang peran sebagai majikan, mungkin anda tidak ingin melakkannya, tetapi pada akhirnya akan melakukannya juga. Inilah hal yang disampaikan oleh Paulus di segenap Roma pasal 7.

Dan mereka juga bergantung pada majikan Mesir mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mereka punya makanan, dan makanan mereka cukup baik. Mereka memiliki pakaian dan rumah tinggal. Jadi, dapat dikatakan bahwa mereka memiliki penghidupan yang baik. Tentu saja, mereka juga terjamin keamanannya, karena pasukan Mesir yang kuat melindungi negeri itu. Akan tetapi, kehidupan mereka sangat berat. Mereka harus bekerja sangat keras, mungkin masih lebih baik daripada mati. Seperti itulah kehidupan lama mereka di Mesir. Kehidupan yang sangat berat! Akan tetapi, pemenuhan kebutuhan hidup mereka tergolong cukup baik.

Nah, ketika mereka disatukan dengan Musa, hal yang oleh Paulus disebut dengan istilah “dibaptis dalam Musa”, hal apakah yang terjadi? Mereka tinggalkan semua yang pernah mereka nikmati di Mesir. Namun, dalam hal pengorbanan, mereka tidak berkorban sebesar Musa. Musa meninggalkan Mesir selama 40 tahun sebelumnya. Dia meninggalkan hal-hal yang jauh lebih berharga dan terhormat dibandingkan dengan yang ditinggalkan oleh bangsa Israel. Dia pernah menikmati hal-hal yang terbaik di tanah Mesir, dan peluang untuk mencapai prestasi besar ada di dalam jangkauannya. Dia pernah menjadi seorang pangeran di Mesir, suatu kedudukan yang sangat tinggi. Jika kita berbicara tentang hal mengorbankan yang lama, sudah tentu Musa sudah berkorban banyak. Hal-hal semacam itu sudah membuat begitu banyak orang tidak mau berkorban. Silakan baca Ibrani 11:24-26.

Saat kita berbicara tentang hidup yang lama, banyak orang hanya berpikir, “Oh, aku perlu hentikan beberapa kebiasaan buruk.” Nah, itu adalah bagian yang mudah karena hal-hal itu banyak membawa kesusahan. Ketika anda bertambah tua dan mengenang hal yang sudah lalu, anda tahu bahwa anda sering melakukan kesalahan. Kita berharap untuk bisa memutar-balik waktu dan mengoreksi berbagai kesalahan tersebut. Dapat dipahami jika kita perlu membuang berbagai kebiasaan buruk dan meminta maaf untuk semua kagagalan kita. Setiap orang memiliki hal-hal yang mereka sesali dan beban rasa bersalah. Namun, bisa anda lihat bahwa beban penyesalan dan rasa bersalah justru merupakan bagian yang paling mudah dibuang. Meninggalkan kesenangan dan berbagai kenikmatan yang anda nikmati selama ini adalah bagian yang berat. Itu sebabnya manusia lama menolak untuk mati. Mengapa? Karena manusia lama, atau manusia duniawi kita, mengambil peran utama dalam menentukan hal-hal yang akan ditinggalkan. Di sanalah letak persoalannya. Masalah ini membuat urusan menyatu dengan Kristus menjadi nyaris mustahil. “Yesus, aku ingin bersatu denganmu, tetapi aku ingin mempertahankan hal-hal menyenangkan bersamaku. Aku akan meninggalkan hal-hal yang buruk saja.” Masalahnya tidak selesai dengan cara ini.

Musa telah meninggalkan segalanya. Ibrani 11:24-26 menjelaskan hal itu. Dia memilih menderita bersama umat Allah daripada menikmati segala kesenangan di Mesir. Lalu, hidup baru macam apa yang dimiliki oleh bangsa Israel? Nah, hidup baru di padang gurun. Mereka berakhir di padang gurun. Apa? Inikah hidup baru itu? Jika anda amati keadaan jasmaninya, maka hidup baru ini jauh lebih berat daripada Mesir. Akan tetapi, dalam hal kekayaan rohaninya, mengalami hadirat Yahweh setiap hari, ini sama seperti suatu acara jamuan makan malam sorgawi yang mewah. Jika kita pelajari riwayat bangsa Israel, kita diberitahu bahwa Israel berada dalam kondisi yang paling murni ketika sedang berada di padang gurun. Dengan kata lain, Israel berada dalam kerohanian yang terbaik karena mereka harus bergantung kepada Yahweh untuk penghidupan mereka. Yahweh memerintahkan Musa untuk menanyakan bangsa Israel apakah, setelah 40 tahun, kasut dan pakaian mereka rusak. Ini jelas suatu keajaiban! Nah sebagian dari kita mungkin tidak begitu menyukainya karena kita cenderung ingin mengubah koleksi pakaian kita serta mengikuti perkembangan mode terbaru. Kita begitu cerewet tentang merek dan bahan pakaian yang kita kenakan.

Yang sedang diajarkan oleh Yahweh kepada umat adalah agar mereka tahu apa artinya melangkah bersama Dia, untuk bersukacita di dalam hadirat-Nya dan mengalami perubahan internal melalui Firman, yang diberikan dalam Taurat dan sepuluh perintah. Bahkan Yesus mengutip kalimat ini, “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”

Bahkan dalam hal keamanan, mereka bergantung kepada Yahweh. Ketika pasukan musuh menyerang mereka, Yahweh memberi mereka kemenangan. Jadi, sekalipun secata jasmani mereka berada di tengah padang gurun, secara rohani, mereka memiliki potensi untuk mengalami Taman Eden rohani. Akan tetapi, jika anda baca catatan di dalam kitab Keluaran dan Bilangan, mereka tidak menghargai hal itu. Tidak ada kesetiaan kepada Yahweh. Mereka selalu mengeluh, menggerutu dan bertengkar dengan Musa. Banyak pengajar Kristen yang mengatakan, “Secara jasmani, mereka telah meninggalkan Mesir, akan tetapi hati mereka masih di Mesir.” Allah sudah membawa mereka keluar dari Mesir, tetapi Allah masih harus mengeluarkan Mesir dari [hati] mereka! Jadi, di titik kegagalan Israel, Yesus memberi setiap orang kesempatan baru, yang diawali dari dalam hati kita. Apakah kita siap untuk hal ini? Sambil  kita tutup, mari kita lihat Roma 6:16-17

16 Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? 
17 Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu.

Di ayat ini kita melihat ungkapan, “dengan segenap hati telah mentaati.” Anda tidak sekedar melakukan ketaatan eksternal, yakni berusaha sebaik mungkin untuk menjadi orang baik. Kita tidak sedang membahas suatu bentuk kekristenan melainkan manusia batin di mana kebenaran Allah memerintah di dalam hati kita. Satu-satunya cara agar hal itu bisa terwujud adalah karya Roh Allah, yang menyatukan manusia lama bersama Kristus dalam kematiannya.

Perhatikan bahwa di dalam Roma 6:10-11, “Sebab kematiannya adalah kematian terhadap dosa.” Ketika kita mati bersama dia, kita mati terhadap dosa dan dijadikan hidup untuk Allah di dalam Kristus Yesus. Jadi, saya harap anda terima tantangan unutk masuk ke dalam hidup yang baru, mengalami kuasa Allah yang membebaskan kita dari kuasa dosa. Kita menyadari bahwa keduanya “yang baik dan yang buruk” harus kita tinggalkan. Dengan kata lain, manusia lama sudah tidak memegang peranan lagi. Yang penting adalah pemerintahan dan kebenaran Allah.

 

Berikan Komentar Anda: