Pastor Eric Chang | Lukas 17:5-10 |

Hari ini kita kembali akan mempelajari Firman yang indah dan yang tidak pernah gagal itu. Kita akan membahas pengajaran Yesus dari Lukas 17:5-10. Ini merupakan ayat-ayat yang sangat penting. Kita sedang mempelajari perumpamaan-perumpamaan dari Injil Lukas, dan perumpamaan ini terdapat di Lukas 17:7-10. Akan tetapi, kita tidak dapat mengabaikan dua ayat sebelum perumpamaan itu karena perumpamaan ini pada dasarnya adalah penjelasan kepada kedua ayat tersebut. Perikop ini sangatlah penting. Perumpamaan ini kadang diberi judul, “Perumpamaan Tentang Hamba-hamba Yang Tidak Berguna”. Kadang-kadang memang terasa susah untuk menemukan judul yang tepat untuk sebuah perumpamaan.

Perhatikan kata “Tuan” (Lord) saat kita membaca Lukas 17:5-10. Di “Perumpamaan Tentang Orang Kaya Dan Lazarus”, kita melihat bahwa tema utama dari ajaran Yesus adalah Kerajaan Allah, tentang Yesus sebagai Penguasa, bukan sekadar sebagai Juruselamat. Dalam perumpamaan kali ini, Yesus secara konsisten disebut dengan panggilan “Tuan”. Tentu saja, Yesus adalah Juruselamat kita. Tidak perlu disangsikan lagi bahwa Yesus adalah Juruselamat kita, tetapi Yesus adalah Juruselamat bagi orang-orang yang menerima dia sebagai Tuan.

5 Kata rasul-rasul itu kepada Tuan, “Tambahkanlah iman kami!”
6 Jawab Tuan kepada mereka, “Jika kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat mengatakan kepada pohon murbei ini, ‘Tercabutlah dari tanah dan tertanamlah di laut,’ dan pohon itu akan taat kepadamu.”
7 “Siapakah dari antara kamu yang mempunyai hamba, yang sedang membajak atau menggembala, akan berkata kepada hambanya itu ketika ia kembali dari ladang, ‘Mari, duduklah dan makan’?
8 Bukankah ia malah akan berkata kepada hambanya itu, ‘Siapkanlah makanan untukku dan berpakaianlah yang layak untuk melayaniku selagi aku makan dan minum. Sesudah itu, barulah kamu boleh makan dan minum’?
9 Apakah ia akan berterima kasih kepada hambanya itu karena melakukan yang diperintahkannya?
10 Begitu juga dengan kamu. Apabila kamu sudah melakukan semua yang diperintahkan kepadamu, hendaklah kamu berkata, ‘Kami adalah hamba yang tidak berharga. Kami hanya melakukan apa yang wajib kami lakukan.’”


Para rasul meminta penambahan iman

Apa yang sedang diajarkan oleh Yesus? Di ayat 5, Yesus sedang bercakap-cakap dengan para rasul di sini. Pada sebagian besar peristiwa, Yesus biasanya berbicara kepada murid-muridnya, tetapi kali ini ia berbicara secara khusus kepada kedua belas rasul itu.  Kita biasanya mengira kedua belas rasul itu merupakan kelompok elit, orang-orang hebat, golongan atas di dalam lingkungan para murid. Namun, mereka meminta, “Tambahkanlah iman kami.”

Dalam menjawab permintaan tersebut, Yesus menjelaskan tentang betapa pentingnya memiliki iman dan apa yang dapat dilakukan oleh iman. Tentunya, para rasul cukup memahami hal ini.  Itu sebabnya mereka meminta tambahan iman. Jika iman itu tidak penting, tentunya tidak berguna meminta tambahan iman. Mereka menyadari pentingnya peningkatan iman. Akan tetapi, Yesus membawa topik ini lebih dalam lagi. Sesudah menyatakan betapa pentingnya memiliki iman, Yesus lalu menyampaikan perumpamaan ini. Apa hubungan iman dengan perumpamaan ini? Apakah jawaban Yesus terhadap permintaan untuk menambahkan iman itu? Itulah tepatnya hal yang perlu kita pelajari sekarang.

Pertama-tama, mari kita perhatikan kalimat, “tambahkanlah iman kami”. Tentu saja, jika Anda tidak memiliki iman, tentunya tidak ada yang bisa ditambahkan. Jika Anda tidak memiliki uang tabungan di bank, Anda tidak akan dapat mengharap adanya peningkatan jumlah tabungan. Anda tidak dapat menambahkan sesuatu yang tidak ada. Jika para rasul itu tidak memiliki iman, mereka tidak akan meminta tambahan iman. Mereka pasti akan berkata, “Berikanlah kami iman. Kami belum memiliki iman.” Anda baru bisa meminta tambahan iman kalau Anda sudah memiliki iman. Harus ada tunas yang hidup terlebih dahulu sebelum kita bisa melihat adanya pertumbuhan. Demikianlah, kita baru bisa berbicara tentang pertumbuhan jika sebelumnya sudah ada kehidupan. Tanpa adanya kehidupan, maka tidak akan ada pertumbuhan. Jadi, kita dapat melihat bahwa para rasul itu sudah memiliki iman, dan mereka meminta iman mereka ditumbuhkan. Hal ini penting untuk diperhatikan dan dipahami.  Ini bukanlah sebuah pengakuan bahwa para rasul tidak memiliki iman, melainkan pengakuan bahwa iman mereka tidak cukup besar.


Iman yang dapat bertumbuh harus lengkap dengan kehidupan dari Allah

Apa jawaban Yesus? Ia menjawab, “Jika kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja…” Apakah iman para rasul itu bahkan tidak sebesar biji sesawi? Di ayat sebelumnya, mereka menyimpulkan bahwa mereka memiliki sedikit iman. Namun, Yesus berkata, “Jika kamu mempunyai iman…”, sebuah pernyataan hipotetis yang berasumsikan bahwa mereka bahkan tidak mempunyai iman yang seperti itu. Yesus berkata, “Kamu tidak mempunyai iman sebesar biji sesawi.” Pernyataan ini sangat membingungkan. Apakah itu berarti iman para rasul tidak sebesar biji sesawi? Apakah itu berarti seseorang dapat menjadi rasul sekalipun ia tidak memiliki iman sebesar biji sesawi?

Biji sesawi adalah benih tanaman yang paling kecil di antara semua benih yang ditanam oleh petani di Palestina. Namun, biji sesawi sebenarnya bukanlah benih yang paling kecil di dunia. Ada benih lain yang lebih kecil lagi, yaitu benih tanaman poppy (pohon apiun). Namun, ini bukanlah persoalan penting karena para petani di Palestina tidak menanam poppy, jadi mereka tidak mengenalnya saat itu. Yang penting adalah di dalam pemahaman para petani di Palestina saat itu, biji sesawi merupakan benih yang terkecil yang mereka kenal. Jika Anda pernah melihat biji sesawi, Anda akan setuju betapa kecilnya benih tersebut. Sukar dilihat karena ukurannya yang sangat kecil. Namun, kembali pada persoalan utama kita, apakah itu berarti para rasul ini imannya bahkan tidak sampai sebesar biji sesawi? Jika Anda berpikir dari segi ukuran, Anda telah keliru dalam memahami maksud ajaran Yesus. Benih sesawi memang berukuran sangat kecil, tetapi ia memiliki isi yang lengkap (komplit). Yang penting bukanlah ukurannya, melainkan kelengkapannya (completeness). Demikianlah, jika Anda berpikir tentang ukuran, Anda telah salah jalur.

Iman tidak dinilai berdasarkan ukuran atau kuantitas. Iman dinilai berdasarkan kualitasnya. Tidak ada gunanya memiliki sesuatu yang sangat besar, tetapi mati seperti batu. Apa gunanya memiliki iman sebesar gunung karang di Selat Gibraltar? Gunung karang adalah benda mati. Ia tidak akan pernah bertumbuh lagi. Anda tidak akan dapat menumbuhkan gunung karang Gibraltar, karena yang sudah mati tidak akan bisa bertumbuh. Para rasul berbicara tentang pertumbuhan dan Yesus menjelaskan bahwa yang bisa bertumbuh hanyalah sesuatu yang dilengkapi dengan kehidupan. Sebiji benih memiliki kehidupan. Sebiji benih memang sangat kecil, tetapi sempurna. Pernahkah Anda memperhatikan kesempurnaan sebiji benih? Jika ia tidak sempurna, ia tidak akan bertumbuh. Jadi, Anda dapat melihat sekarang bahwa Yesus dengan sangat indah dan sempurna memberikan jawaban atas pertanyaan mereka.

Ia menjawab, “Imanmu masih kurang lengkap, kurang sempurna. Apakah kamu ingin menumbuhkan iman? Satu-satunya jalan untuk itu adalah dengan pertama-tama memastikan kesempurnaannya. Iman yang kamu miliki, jika tidak sempurna, ia tidak akan bertumbuh. Kamu meminta agar aku menambahkan imanmu. Imanmu itu akan bertumbuh jika ia lengkap, sempurna. Biji sesawi memang sangat kecil,  tetapi ia sempurna. Ia memang kecil, tetapi sudah lengkap, tidak kekurangan apa-apa. Jika kamu ingin memiliki iman yang bertumbuh, imanmu itu harus sempurna. Yang tidak sempurna tidak akan bertumbuh. Ada sesuatu yang kurang dari imanmu, sesuatu yang membuat imanmu sama dengan benda mati, karena itu ia tidak bisa bertumbuh. Kamu tidak memiliki jenis iman yang dapat bertumbuh karena tidak dilengkapi dengan kehidupan yang berasal dari Allah.”


Mengapa menanam sebatang pohon di laut?

Demikianlah, Yesus berkata, “Sekiranya kamu memiliki iman sebesar biji sesawi saja, tetapi dilengkapi dengan hidup Allah di dalamnya, sempurna tanpa cacat seperti halnya biji sesawi, kamu akan bisa berkata kepada pohon murbei ini, “Tercabutlah dari tanah dan tertanamlah di laut, dan pohon itu akan taat kepadamu”. Pohon murbei terdiri dari jenis murbei hitam dan murbei putih. Pohon murbei biasanya bertumbuh sangat besar, sangat kuat dengan akar yang sangat dalam. Orang-orang Tionghua tentunya tahu apa itu pohon murbei, dalam bahasa Mandarin disebut shuang shu. Saya biasa memakai daun murbei untuk memberi makan ulat sutera. Memelihara ulat sutera dan menyaksikan pertumbuhan mereka menjadi kepompong dan akhirnya keluar sebagai kupu-kupu sangatlah mengasyikkan. Akan tetapi, di Israel, bukan jenis murbei seperti itu yang ditanam karena orang Israel tidak memproduksi kain sutera. Yang ada di Israel adalah jenis murbei hitam yang ditanam untuk diambil buahnya. Buahnya terlihat seperti blackberry, tetapi terasa lebih enak, seperti raspberry.

Jadi, dengan jenis iman yang tepat, Anda bisa berkata kepada pohon murbei yang besar itu, “Tercabutlah dari tanah dan tertanamlah di laut”, bukannya “terlempar” ke dalam laut. Perhatikan baik-baik bahwa yang dikatakan adalah “tertanamlah di laut”. Sejak kapan sebuah pohon ditanam di laut? Kita tentunya menanam pohon di tanah kering. Pernahkah Anda mendengar tentang pohon yang ditanam di laut? Yesus sedang menyampaikan sesuatu yang luar biasa di sini. Jika Anda memiliki iman, atas perintah Anda, sebatang pohon bisa tercabut dari tanah dan tertanam, bukannya terjatuh, di dalam laut. Di Kanada, kadang-kadang kita bertemu sebatang pohon yang tergeletak di tepian sungai, dan daun-daunnya masih tampak hijau. Mungkin pohon tersebut baru saja rubuh diterjang banjir. Pohon itu terjatuh, bukannya ditanam. Kata “tertanam” adalah kata yang memiliki makna pertumbuhan. Jadi, di sini Yesus sedang berkata, “Kalian meminta pertambahan, tetapi Aku akan berbicara tentang pertumbuhan, tentang kehidupan.”

Perlu saya jelaskan di sini bahwa kata yang diterjemahkan dengan kata “laut” adalah kata yang biasa dipakai untuk menyebut Danau Galilea. Kata “laut” sering dipakai untuk mengacu pada Danau Galilea di dalam Injil. Jadi, Yesus tidak sedang berbicara tentang samudera raya. Pembahasan makna laut ini memang tidak terlalu menentukan makna perumpamaan ini. Penjelasan ini hanya untuk menjaga keakuratan saja, yaitu agar kita selalu ingat bahwa yang dimaksud dengan “laut” di sini adalah Danau Galilea. Jadi, kita tidak sedang berbicara tentang menanam pohon di air asin.

Namun, kita perlu menanyakan pertanyaan ini: apa tujuan dari menanam pohon di laut? Apakah hanya untuk memamerkan kuasa gaib? Atau, sekadar untuk menunjukkan seberapa besar kuasa yang dimiliki? Jika ada orang yang memiliki kuasa seperti itu, tentu Yesuslah orangnya. Namun, pernahkah Anda membaca bahwa ia pernah menanam pohon di laut? Atau, memindahkan gunung ke laut? Apa gunanya melakukan hal-hal seperti itu? Tampaknya seperti pameran sia-sia. Sangat tidak berguna. Dapatkah Anda membayangkan situasi di mana Anda perlu berkata, “Baiklah, mari kita pindahkan pohon ini ke laut dan biarkan ia tumbuh di sana”? Apa gunanya?


Yesus berbicara secara rohaniah

Ingatlah selalu bahwa setiap kali Yesus menyampaikan sesuatu, ia sedang berbicara secara rohaniah. Bukan berarti seorang hamba Allah tidak dapat memindahkan pohon ke laut jika memang dibutuhkan. Suatu hari nanti, Anda mungkin harus memberikan tanda sebagai seorang nabi Allah, dan mukjizat bisa menjadi sebuah tanda. Namun biasanya, hal-hal seperti itu tidak perlu dilakukan. Selain itu, ada makna yang jauh lebih indah di dalam kalimat tersebut ketimbang makna harfiahnya. Apa makna rohani dari kalimat itu? Dengan mencari makna rohaninya, kita akan dapat melihat apa yang sedang disampaikan oleh Yesus. Jika Anda sudah akrab dengan gaya parabolik dari Alkitab, Anda akan dapat memahami apa yang sedang Yesus sampaikan.


Pohon di dalam Alkitab adalah lambang bagi manusia

Pohon sering dipakai sebagai lambang bagi manusia di dalam Alkitab. Manusia seringkali diibaratkan seperti sebatang pohon. Sebagai contoh, Hakim-hakim 9:7-15 atau Mazmur 1:3, mazmur terkenal yang menyebutkan tentang orang benar yang seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, atau Yesaya 56:3, atau Lukas 23:31.

Ia seperti sebuah pohon yang ditanam di tepi aliran-aliran air… (Mzm 1:3)
“Sesungguhnya, aku hanyalah sebatang pohon kering.” (Yes 56:3)
“Sebab, apabila mereka melakukan hal-hal ini ketika pohon masih hidup, apa yang akan terjadi ketika pohon itu kering?” (Luk 23:31)

Semua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia seringkali dilambangkan sebagai sebatang pohon, hutan, atau yang sejenisnya, tergantung apakah yang ditunjuk adalah seseorang atau sebuah bangsa. Jika mencakup banyak orang, gambaran yang dipakai adalah hutan. Jika hanya satu, atau beberapa orang, mungkin cukup dengan sebatang atau beberapa pohon. Hal ini sangat perlu kita perhatikan. Jadi, Yesus sedang berbicara tentang manusia di sini.

Anda tentu ingat bahwa di dalam Perumpamaan tentang Penabur di Matius 13, “dapat berakar” mempunyai arti mampu berpegang dan masuk lebih jauh ke dalam sesuatu. Ini juga merupakan suatu bahasa perlambangan.

Juga di Yudas ayat 12, Yudas membandingkan orang yang mendua hati dengan pohon yang tercabut sampai ke akarnya. Mereka “tercabut, dan benar-benar mati”.

Mereka seperti pohon-pohon yang tidak berbuah pada musimnya, mati dua kali, dan dicabut seakar-akarnya.

Jadi kita dapat melihat bahwa Alkitab sering memakai pohon sebagai lambang bagi manusia.


Pencangkokan adalah gambaran untuk keselamatan

Dalam perumpamaan ini, kita melihat pohon yang dicabut dari tempat ia biasa bertumbuh ke tempat yang sama sekali baru baginya, tempat yang bukan habitat biasanya. Ini merupakan hal yang sangat penting untuk kita perhatikan.

Apa yang terjadi dengan Anda ketika Anda diselamatkan? Apa yang terjadi dengan Anda ketika Anda menjadi orang Kristen sejati? Ketika seseorang menjadi seorang Kristen sejati, terjadi pencangkokan. Anda dipindahkan, menurut Petrus di 1 Petrus 2:9, “keluar dari kegelapan menuju kepada terang-Nya yang ajaib”. Paulus juga berkata di dalam Kolose 1:13,

Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita kepada Kerajaan Anak-Nya yang terkasih.

Pencangkokan atau pemindahan merupakan gambaran dari keselamatan di dalam Alkitab. Jika Anda masih belum dipindahkan, jika Anda masih belum dicangkokkan, berarti Anda masih belum diselamatkan. Namun, setiap orang yang diselamatkan dengan mengakui kepenguasaan dan kejuruselamatan Kristus pasti dipindahkan keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, ke dalam kerajaan-Nya. Ini adalah gambaran yang sangat indah, sangat luar biasa.


Dicabut dari kebiasaan berpegang pada dunia kepada hidup baru di dalam kerajaan Allah

Di sini kita juga melihat bahwa sama seperti akar sebuah pohon mencengkeram lumpur dan tanah, begitu pula halnya dengan manusia duniawi mencengkeram dunia ini. Manusia duniawi tidak rela melepaskan dunia ini. Seperti akar, hatinya memeluk erat dunia ini.

Namun, ketika Anda menjadi seorang Kristen, Anda akan tercabut dari tanah dan dicangkokkan ke dalam lingkungan baru yang bukan merupakan lingkungan alami Anda, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus di Roma 11:17. Kita dicangkokkan, ditanam ke dalam suasana yang baru, seperti cabang zaitun liar yang dicangkokkan ke pohon zaitun sejati. Perpindahan ini memang bertentangan dengan kodrat alam. Diselamatkan berarti masuk dalam hidup yang bertentangan dengan kodrat alam. Anda dicabut dari tanah tempat Anda biasanya menjalani hidup ini, yaitu kehidupan duniawi, lalu dicangkokkan ke dalam hidup baru di dalam kerajaan Allah. Tentu saja, Anda akan mendapati bahwa kehidupan di dalam Kerajaan Allah sangat asing bagi Anda. Kehidupan di Kerajaan Allah adalah kehidupan rohani. Sekarang Anda masuk ke dalam terang Allah yang ajaib. Selama ini, Anda menjalani hidup dalam kegelapan. Itulah tempat yang akrab dengan diri Anda. Anda tahu apa itu kegelapan, tetapi Anda tidak tahu apa itu terang. Ketika Anda menjadi seorang Kristen, Anda dipindahkan ke dalam terang-Nya yang ajaib.


“Laut” adalah simbol kehidupan rohani dan pembersihan

Di dalam Alkitab, air seringkali menjadi gambaran tentang kehidupan rohani. “Marilah kepada-Ku, kamu yang kehausan,” demikian kata Firman. Akan tetapi, keadaan kering, ketidaksuburan, gersang adalah gambaran dari maut. Namun, di mana ada air, maka di situ ada kehidupan. Danau Galilea (kata yang diterjemahkan dengan “laut” merujuk pada Danau Galilea) adalah tempat yang penuh dengan kehidupan. Ada berbagai jenis ikan yang hidup di sini. Danau ini sangat subur, berbeda dengan Laut Mati yang mematikan. Tidak ada ikan yang bisa hidup di sini karena pekatnya kandungan mineral di danau ini. Akan tetapi, Danau Galilea merupakan tempat yang penuh kehidupan. Itulah gambaran air di sini.

Namun, ada hal yang lebih penting lagi. Di Raja-raja 7:23, kita membaca tentang laut yang terletak di depan Bait Allah. Sebenarnya itu adalah sebuah kolam besar air pembasuhan. Kolam besar itu juga disebut “laut”. Laut yang ini berfungsi untuk membersihkan. Kolam ini dipakai oleh para imam untuk membersihkan diri dan juga peralatan yang dipakai dalam upacara kurban. Jadi, laut dapat memiliki makna pembersihan dan juga kehidupan.

Yang luar biasa, di Wahyu 4:6 kita juga melihat bahwa di hadapan takhta Allah ada laut yang bening seperti kristal. Begitu murni, begitu transparan, melambangkan kemurnian laut yang membersihkan. Rasul Yohanes tidak menyebutnya lautan kristal, tetapi lautan kaca karena ia tidak tahu bagaimana menjelaskan kemurniannya yang sempurna itu.


Bagaimana memperoleh kuasa?

Jadi, hal yang sedang disampaikan oleh Yesus adalah, “Jika kamu memiliki iman, kamu akan dapat berkata kepada sebatang pohon untuk tercabut dan tertanam di tempat lain.” Perhatikan bahwa ini semua dikerjakan oleh kata-kata. Jadi, iman tidak membuat Anda menjadi sekuat Simson dan Anda lalu mencabut pohon itu sampai ke akarnya, menancapkannya di laut dan berkata, “Kamu tinggal di situ!” dan pohon itu menurut. Tidak. Anda bahkan tidak usah bergerak. Kata-kata Andalah yang mengerjakan semuanya. “Kamu dapat mengatakan kepada pohon murbei ini…” Kata-kata yang terucaplah yang memiliki kuasa itu. Sungguh luar biasa!

Ada dua jenis pengkhotbah. Pertama adalah pengkhotbah yang berbicara dan berbicara tanpa terjadi sesuatu apa pun. Yang kedua adalah  yang membicarakan sesuatu dan sesuatu terjadi. Apa bedanya? Apakah karena pengkhotbah yang satunya lebih baik? Apakah karena ia telah menjalani pelatihan yang lebih banyak ketimbang yang lainnya? Apakah karena dia berpendidikan sekolah Alkitab dan banyak belajar tentang cara berkhotbah? Tidak. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan itu semua. Ada sangat banyak pengkhotbah yang lihai berpidato, ahli khotbah yang tidak pernah menghasilkan perubahan apa pun. Lalu, tampil seseorang yang rendah hati dan tidak menguasai teknik berkhotbah yang baik, pada saat berbicara ia seperti sulit mengeluarkan kata-kata, tetapi ketika ia berbicara, Allah mengizinkan banyak hal terjadi.

Kadang-kadang ketika John Wesley berkhotbah, ia hanya sekadar membaca naskah khotbahnya. Akan tetapi, begitu banyak orang yang berlutut dan menangis di hadapan Allah, padahal ia berkhotbah tanpa ekspresi apa pun. Itulah kuasa dari Firman yang diucapkan! Inilah hal yang sangat penting.

Yang Yesus sampaikan adalah, “Jika sekiranya kamu memiliki iman seperti benih sesawi yang kecil, tetapi lengkap, dibentuk dengan sempurna berikut kehidupan yang fungsional, tanpa ada yang kurang, kamu akan bisa berkata kepada pohon murbei yang besar itu dan ia akan menuruti kamu.” Mengapa bisa begitu? Apakah karena Anda telah menjadi tukang sihir? Tidak. Melainkan karena hidup Allah telah bekerja di dalam iman Anda dan kuasa Allah akan bekerja melalui diri Anda. Yang terjadi adalah kuasa Allah sedang menggenapi tujuan-Nya. Jika Anda hidup di dalam persekutuan kasih seperti ini dengan Allah, di dalam hubungan yang berserah sepenuhnya dan secara sempurna kepada Dia ⸺ dan inilah yang disebut iman ⸺ lalu saat Anda menyampaikan Firman-Nya, maka akan segera terjadi banyak hal. Orang-orang akan mulai berubah. Orang-orang akan banyak yang dilahirkan kembali. Akan banyak orang yang dipindahkan dari kegelapan masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib, dari kerajaan dunia ke dalam kerajaan Anak-Nya. Sungguh indah!

Jika Anda ingin memberitakan Injil, sampaikanlah dengan penuh kuasa. Apa gunanya memberitakan Injil tanpa kuasa? Kuasa itu tidak akan Anda dapatkan dari sekolah Alkitab. Bukan dari sekolah tinggi ilmu teologia. Perhatikanlah kata-kata saya. Saya sudah melalui jenjang pendidikan tersebut dan saya tidak mendapatkan kuasa itu dari sana. Saya memang tidak sekolah di seminari, melainkan di Fakultas Ilmu Ketuhanan (Faculty of Divinity) di sebuah universitas umum, yang tentunya sama saja. Anda tidak akan mendapatkan kuasa dari lingkungan seperti ini.

Dari mana Anda akan memperoleh kuasa itu? Dari Allah sendiri. Bagaimana cara memperoleh kuasa dari Allah? Dengan jalan memiliki iman yang sama seperti sebiji benih sesawi. Betapa kita merindukan kuasa ini, ketika kita menyampaikan firman Tuhan, firman tersebut ditaati! Orang-orang akan dikeluarkan dari kerajaan kegelapan menuju kerajaan Anak-Nya yang kekasih. Bagaimana mendapatkan kuasa ini? Inilah pertanyaan yang perlu kita bahas.

Tanyalah diri Anda sendiri, “Dapatkah saya menyampaikan Firman Allah berikut kuasanya?” Jawaban atas pertanyaan itu sangat bergantung pada jawaban atas pertanyaan ini: Apakah saya benar-benar telah menundukkan diri kepada Yesus sebagai Penguasa (Lord)? Apakah Yesus telah menjadi Tuan dalam setiap segi kehidupan saya? Apakah Anda dapat dengan jujur mengakui bahwa Yesus adalah Penguasa dan Tuan atas segala segi kehidupan Anda? Adakah bagian dari hidup Anda yang tidak Anda tempatkan di bawah kepenguasaan-Nya? Itulah makna sesungguhnya dari komitmen total. Itulah makna sesungguhnya dari pemerintahan dan kedaulatan Kristus. Jika Yesus sekarang ini menyuruh Anda pergi ke suatu tempat, apakah Anda akan segera pergi tanpa ragu-ragu, dan tanpa membantah? Apakah Anda akan melakukan segala kehendaknya? Apakah Anda bersedia untuk “membunuh” segala “berhala” (benda atau manusia) yang telah menggusur kedudukan Yesus sebagai Penguasa atas hidup Anda, seperti Abraham yang bersedia mengorbankan Ishak?

Apakah Anda akan menaruh segala harapan dan keamanan Anda pada Tuhan, dan bukannya pada pernikahan, keluarga, uang, kedudukan, pendidikan, profesi, pekerjaan ataupun gaya hidup Anda? Apakah Anda bersedia untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah dan hanya mengerjakan kehendak-Nya saja dan bukan kehendak pribadi Anda? Itulah pertanyaannya. Jika tidak ada kesediaan dari Anda, itu berarti Anda akan begitu terikat dengan keinginan dan berhala Anda. Anda akan hidup tanpa arah dan tujuan, di dalam kekosongan dan penyesalan. Anda sedang mengarah pada kebinasaan. Anda tidak akan mampu melayani Dia dengan kuasa. Anda tidak akan mengalami kuasa-Nya dalam hidup Anda.


Tidak semua hamba Allah berkomitmen total

Perhatikan lagi, kepada siapa Yesus menyampaikan ucapannya ini? Kepada para rasul. Para rasul ini sudah meninggalkan segalanya untuk mengikut Yesus. Mestinya mereka ini adalah orang-orang yang berkomitmmen total. Namun, sayang sekali, jangan menganggap setiap penginjil sebagai orang yang berkomitmen total. Jauh dari bayangan seperti itu! Jangan pernah berpikir bahwa semua pengkhotbah adalah orang yang berkomitmen total. Kebanyakan malah tidak! Jangan pernah memandang setiap pekerja Kristen sebagai orang yang berkomitmen total. Tidak selalu begitu. Jangan pernah menganggap para misionari punya komitmen total. Bisa jadi tidak demikian. Banyak orang yang menjadi pendeta, misionaris dan hamba Tuhan bukan karena komitmen yang total. Kita jelas bersyukur kepada Allah bagi mereka yang berkomitmen total. Akan tetapi, ada banyak orang yang menjadi pendeta karena alasan lain, dan sayangnya, cukup banyak yang menjadi pendeta karena mereka gagal di bidang pekerjaan yang lain. Mereka gagal masuk universitas; tidak lulus saringan; jadi mereka tidak bisa bersekolah di perguruan umum. Lalu, kemana mereka bisa pergi? Jelas ke sekolah Alkitab. Standarnya lebih rendah di sana, dan mereka bisa diterima sekalipun kualitas akademik mereka mengecewakan. Jadi, mereka memilih untuk jadi pendeta karena pekerjaan apa lagi yang bisa mereka dapatkan? Tentu saja, saya tidak bermaksud untuk menyamaratakan dan mempermalukan semua pendeta. Akan tetapi, Anda tentu tahu bahwa banyak hal yang seperti ini terjadi, dan kita tidak boleh menutupi kenyataan ini. Pilihan mereka tidak dilandasi oleh komitmen yang total. Sejujurnya, banyak yang masuk sekolah Alkitab karena tidak diterima di sekolah lain. Sesederhana itu. Saya pernah bertemu dengan beberapa pendeta yang bercerita sejujurnya tentang hal ini kepada saya.

Saya bertanya kepadanya, “Mengapa Anda menjadi pendeta?”

Jawabnya, “Yah, ketika saya lulus sekolah, saya tidak diterima di Hong Kong University, dan saya juga tidak diterima di Chinese University (di Hong Kong). Jadi, ke mana lagi saya bisa belajar selain di sekolah Alkitab?”

Sangat memalukan memang jika alasan seseorang untuk menjadi pendeta adalah karena hanya itu lowongan pekerjaan yang bisa diisinya. Sayangnya, ada cukup banyak orang yang seperti itu. Jadi, jangan Anda kira bahwa setiap pelayan full-time pasti orang yang berkomitmen total kepada Allah.

Anda mungkin berkata, “Tentunya para rasul itu punya niat yang mulia!” Jika Anda membaca catatan Injil dengan teliti, Anda akan melihat bahwa motivasi mereka tidak semuanya terpuji. Apa motivasi beberapa dari antara mereka? Ingatkah hal yang dimintakan oleh Yakobus dan Yohanes kepada Yesus?

“Izinkan seorang dari kami duduk di sebelah kanan-Mu, dan yang satunya di sebelah kiri-Mu, dalam kemuliaan-Mu.” (Mrk 10:37)

Mungkin mereka sedang membayang diri mereka sebagai menteri luar negeri dan menteri keuangan, atau sebagai orang penting di dalam kerajaan Allah. Apa yang mendorong mereka mengikut Yesus? Yesus akan menjadi Raja. Dia adalah Mesias. Mesias di dalam pemahaman orang Yahudi berarti Orang Yang Diurapi. Yesus adalah Yang Diurapi, Sang Raja. Jadi mereka membayangkan, “Jika Yesus nanti menjadi Raja, paling tidak saya akan menjadi menteri luar negeri, atau menjadi menteri keuangan. Kalau ia berkenan pada saya, mungkin saya bisa menjadi perdana menteri! Siapa tahu!” Itukah alasan mereka menjadi rasul? Sayang sekali, memang itu. Kita cenderung terlalu meninggikan mereka, padahal Injil dengan tegas mengungkapkan kejujuran itu. Catatan Injil menyebutkan bahwa Yakobus dan Yohanes datang meminta kedudukan tinggi di dalam Kerajaan Allah. Mereka memang bersedia untuk berkorban demi kedudukan itu. Mereka bersedia meminum cawan penderitaan untuk itu. Namun, selama hasil akhirnya bagus, mengapa takut? Motivasi mereka memang tidak terlalu memuaskan. Dengan kata lain, mereka melayani Yesus dengan niat untuk mendapatkan kemuliaan dan kekayaan sendiri. Yang mereka pikirkan adalah, “Apa yang bisa saya dapatkan?” Jadi, bukan hal yang luar biasa jika Anda bertemu dengan orang yang menjadi pendeta karena alasan yang memalukan. Apakah Anda membawa motif yang memalukan ini ketika menjadi seorang Kristen atau ketika masuk ke dalam pelayanan full-time?

Mungkin Anda masih berkeras, “Tentulah para rasul itu memiliki iman yang sempurna seperti benih sesawi itu.” Mereka memang memiliki iman. Yakobus dan Yohanes jelas memiliki iman terhadap Yesus. Sekalipun ia belum menyatakan diri sebagai Raja pada saat itu, mereka sudah percaya bahwa ia akan menjadi Raja. Hal ini memang membutuhkan iman. Mereka harus memiliki kepercayaan bahwa Yesus akan berhasil nantinya walaupun para penguasa (para imam, orang Saduki dan orang Farisi) menolak dia. Pada saat itu, Yesus hanya seorang Rabi, guru yang mengajar sambil berkeliling di Palestina, tetapi mereka percaya bahwa suatu hari nanti Yesus akan menjadi Raja. Mereka percaya bahwa Yesuslah Mesias. Jelas mereka punya iman. Akan tetapi, iman mereka berupa iman yang mengharap untuk bisa mendapatkan keuntungan dengan mengikut Yesus.

Yakobus dan Yohanes mengalami transformasi. Yohanes kemudian menjadi seorang rasul yang sangat luar biasa dan paling berpikiran-rohani karena ia mengalami “pencangkokan”. Pada saat menyampaikan permintaannya untuk kedudukan tinggi, Yohanes memang belum mengalami pencangkokan. Saat itu ia masih belum memiliki iman yang sempurna seperti benih sesawi itu. Namun, perubahan yang terjadi kemudian sangat luar biasa. Yohanes belakangan menyadari bahwa ia harus sepenuhnya dilahirkan kembali. Seluruh cara berpikirnya harus diubah. Ia harus berhenti berpikir dengan cara yang lama. Belakangan ia menulis Injil Yohanes, Injil yang paling rohani. Begitulah besarnya perubahan yang terjadi!

Tetapi Yudas tidak mengalami transformasi. Ia menjadi murtad karena ia mengikut Yesus untuk alasan yang salah sejak awalnya. Sangatlah berbahaya jika kita melayani Allah dengan niat yang salah.


Bagaimana memiliki iman yang dilengkapi kehidupan yang dari Allah

Sekarang kita sampai kepada isi perumpamaan ini, dan kita perlu mengajukan pertanyaan: Apakah iman Anda lengkap? Apakah iman Anda sempurna? Anda mungkin bertanya, apa kaitan pertanyaan itu dengan perumpamaannya? Keempat ayat dari perumpamaan Yesus ini akan menjelaskan kepada kita bagaimana caranya membuat iman dilengkapi dengan kehidupan yang dari Allah, supaya ia dapat bertambah.

Ada satu kata sambung dalam bahasa Yunani yang tidak diterjemahkan yang menghubungkan ayat 6 dan 7. Ini adalah kata sandang yang bisa diterjemahkan dengan kata ‘dan’ atau ‘tetapi’ atau ‘bagaimanapun’. Jadi, ayat 7 akan berbunyi seperti ini,

Akan tetapi, siapakah dari antara kamu yang mempunyai hamba, yang sedang membajak atau menggembala, akan berkata kepada hambanya itu ketika ia kembali dari ladang, ‘Mari, duduklah dan makan’?

Apakah Anda akan mengatakan hal seperti itu? Lalu Yesus melanjutkan perumpamaannya.


Hamba adalah budak yang dibeli oleh tuannya

Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah kata “hamba”. Jika Anda memiliki hamba yang sedang bekerja di ladang dan hamba itu pulang ke rumah, apakah Anda akan melayani dia atau apakah dia masih harus melayani Anda? Yang mana jawaban yang benar? Tentu saja, hal melayani itu adalah pekerjaan si hamba. Si majikan tentunya tidak akan melayani hambanya.

Kata yang diterjemahkan dengan “hamba” dalam beberapa terjemahan adalah kata Yunani untuk menyebut “budak”. Yang sedang dibicarakan adalah seorang budak, dan ini perlu kita perhatikan karena seorang budak adalah orang yang telah dibeli. Ia menjadi milik majikan atau tuannya. Kita juga, seperti yang dikatakan oleh Paulus di 1 Korintus 6:20 (dan 7:23),

Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar.

Kita adalah milik Tuhan. Kita semua adalah budak-budak Tuhan karena kita telah dibeli. Ini adalah hal penting lain yang perlu diperhatikan.

Apakah Anda sudah dibeli? Apakah Anda ini milik Tuan? Jika Anda adalah milik Tuan berarti Anda sekarang wajib melayani Tuan. Komitmen total atau melayani adalah sikap wajar seorang budak kepada Tuannya. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, Anda harus memberikan kepada Allah ibadah yang sejati, yaitu ibadah yang selayaknya, di Roma 12:1, karena Anda telah dibeli. Jika Anda telah dibeli, Anda telah menjadi milik-Nya. Jika Anda adalah milik-Nya, Anda adalah hamba-Nya, atau budak-Nya. Apa yang dikerjakan oleh seorang budak? Ia melayani.

Saya tidak memahami Kekristenan yang diajarkan belakangan ini, yang tampaknya memberi kesan bahwa Yesus datang untuk melayani kita dan bukannya kita melayani dia. Setiap orang Kristen yang sejati adalah hamba Allah. Mengapa? Karena setiap orang Kristen yang sejati telah dibeli dan kita adalah milik Allah. Di dalam Alkitab tidak ada gelar yang lebih mulia selain sebagai “hamba” atau “budak”. Paulus bermegah di dalam gelar ini. Perhatikanlah bahwa ia membuka suratnya dengan salam dari “Paulus, hamba Yesus Kristus.” Ia tidak menghendaki gelar yang lain. Bagi dia, itulah gelar yang terindah. Inilah poin pertama yang perlu Anda pegang dari perumpamaan ini. Kita berbicara tentang seorang budak yang menjadi milik majikannya.

Apa kerja seorang budak? Pekerjaannya adalah melayani majikannya. Kita baca di ayat 7 tentang hamba yang “membajak atau menggembalakan ternak”. Tidak semua hamba memiliki tugas yang sama. Ada yang membajak ada pula yang menggembalakan ternak. Menggembalakan domba adalah tugas para pendeta. Kata pastor artinya “gembala”. Jadi, tugas saya adalah menggembalakan domba-domba. Orang lain mungkin bertugas menggarap ladang, menghasilkan banyak buah.


Komitmen total berarti melayani secara konstan

Hal lain yang perlu diamati adalah di dalam bahasa aslinya, tugas-tugas tersebut ditulis dalam bentuk sekarang (present partciple). Bentuk present participle ini menunjukkan bahwa kegiatan membajak dan menggembalakan itu berlangsung terus menerus, tidak sekadar untuk waktu sesaat saja, atau setengah jam. Si hamba mengerjakan itu sepanjang hidupnya. Pelayanan bukanlah pelayanan yang sejati jika tidak dilakukan secara tetap. Seorang budak tidak melayani untuk sementara waktu, melainkan untuk sepanjang hidupnya, setiap hari dan setiap saat. Gembala dan penggarap ladang berangkat pagi buta, dan menjelang malam mereka pulang. Saat yang tepat untuk menikmati makanan dan beristirahat, bukankah begitu? Jadi, apakah ia akan pulang untuk menikmati makanan dan saat istirahatnya? Tidak! Pekerjaannya masih belum selesai sesampainya di rumah. Memang berat kehidupan seorang budak, seorang hamba. Ia bekerja sepanjang hari di ladang, dan ketika pulang, ia masih harus melayani majikannya. Si majikan tentunya tidak akan bertindak melayani budaknya, bukan? Ia tidak akan berkata, “hambaku, sudah kusiapkan hidangan malam buatmu, jadi masuklah dan nikmati makan malammu.” Apa yang akan dikatakan si majikan? Tidak ada majikan di dunia ini yang akan berkata seperti itu. Tetap merupakan tugas si hamba untuk melayani di rumah ketika ia pulang sesudah bekerja seharian di ladang.

Apa makna rohani dari ini semua? Yesus di sini sedang berkata, “Kalian bertanya apa arti komitmen total itu? Nah, itulah maksud dari total komitmen. Kamu akan melayani sepanjang waktu. Tidak ada saat untuk berhenti melayani.”

Perhatikan pembedaan yang dibuat Yesus dalam perumpamaan ini. Ketika si hamba membajak ladang atau menggembalakan ternak, apakah ia mengerjakan itu semua bagi Tuannya? Ya, ia mengerjakan itu semua bagi Tuan itu. Akan tetapi, ia tidak melakukannya langsung kepada Tuannya. Ia sedang melakukan sesuatu bagi Tuannya. Ketika ia pulang untuk melayani makan malam buat majikannya, itulah saat ia melayani Tuannya secara langsung. Ini adalah gambaran yang sangat menarik. Ada orang yang melayani Tuannya dari bidang yang kelihatannya tidak langsung berhubungan dengan Tuannya, tetapi melakukan sesuatu bagi Tuannya. Yang lain pula, melayani secara langsung dengan memasak hidangan serta menyajikannya kepada dia.

Hal ini membuat saya berpikir tentang dua macam pekerjaan yang sering kita jalani. Keduanya memang untuk Tuhan, tetapi dengan cara yang berbeda. Jika Anda sedang bekerja di kantor, atau di mana saja, apakah Anda melakukan pekerjaan itu bagi Tuhan? Ada kesejajaran yang menarik dengan para hamba yang bekerja di ladang dan di penggembalaan. Jika Anda seorang Kristen, kerjakanlah segala sesuatu itu bagi Tuhan. Anda mungkin bertanya, “Apa hubungan antara pekerjaan saya dengan Tuhan?” Sekalipun tidak secara langsung melayani Dia, Anda melakukannya bagi Dia. Tentunya Anda melakukannya bagi Dia karena Anda adalah milik-Nya. Jadi, karena Anda akan melakukannya bagi Dia, lakukanlah bagi kemuliaan-Nya. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata di 1 Korintus 10:31,

… apa saja yang kamu lakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.

Ini adalah hal yang sangat penting.

Ketika Anda pulang ke rumah pada malam hari, kebanyakan orang akan berkata, “Nah, cukup sudah segala kesibukan hari ini. Aku sudah bekerja delapan jam hari ini, jadi aku perlu menikmati saat istirahatku.” Sebenarnya, para petani di Palestina bekerja lebih dari delapan jam sehari. Pada zaman sekarang ini, kita sudah merasa bekerja keras dengan delapan jam sehari, sebagian besar waktu dihabiskan di kantor untuk bersantai dan minum kopi. Namun, pada zaman dulu, tidak ada acara minum kopi di ladang. Jika si budak kembali setelah bekerja seharian di tengah terik matahari, apakah ia akan berkata, “Itu saja! Pekerjaan saya untuk hari ini sudah selesai”? Tidak. Ia masih harus menyiapkan hidangan malam dan melayani majikannya. Jadi, seorang hamba Tuhan yang sejati akan berkata, “Sekarang saatnya untuk menikmati persekutuan dengan Tuhan.” Yaitu, melakukan pelayanan langsung kepada Tuhan. Ya, seorang hamba Tuhan yang sejati akan berkata, “Sekarang saatnya melayani Tuhan secara langsung.” Saya lihat ada banyak di antara Anda yang melakukan hal ini. Beberapa dari antara Anda melakukan pekerjaan rutin di kantor sepanjang hari, dan pada malam harinya mengerjakan buletin gereja karena Anda merupakan anggota tim warta gereja. Dengan cara ini, Anda mengerjakan pelayanan langsung kepada Tuhan. Baik di kantor, maupun di rumah, Anda mengabdikan semua waktu Anda untuk Tuhan.

Saya ingin agar Anda tidak pernah lagi berbicara tentang “pekerjaan sekuler” Anda sebagai hal yang bukan untuk Tuhan. Apa pun hal yang sedang Anda kerjakan, entah sebagai seorang dokter gigi atau pun sebagai pengacara atau perawat, atau apa pun itu, jika Anda adalah seorang Kristen yang sejati, Anda akan mengerjakannya bagi Tuhan, bagi kemuliaan-Nya. Karena Anda sekarang mengetahui bahwa sekalipun tidak secara langsung, pekerjaan itu tetap merupakan pekerjaan bagi Tuhan. Namun, pada saat Anda sedang mengerjakan pelayanan langsung kepada  Tuhan, maka Anda seperti si hamba yang sedang melayani tuannya di rumah.


Semua: membayar kembali hutang kita kepada Allah dengan melayani sepenuhnya

Selanjutnya, mari kita lihat apa yang tertulis di ayat 10:

“Apabila kamu sudah melakukan semua yang diperintahkan kepadamu,…”

Perhatikan kata “semua”. Pada bagian awal tadi, kita katakan bahwa benih sesawi itu lengkap dan sempurna, dan saya jabarkan dengan memakai kata “total”. Kata semuabermakna “total”. Dari sanalah kata “komitmen total” berasal. Alkitab berkata di Ulangan 6:5 dan Mrk 12:30,

Kasihilah YAHWEH Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap pikiranmu, dan dengan segenap kekuatanmu.’

Alkitab tidak berkata, “…segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatanmu,” tetapi setiap bagian diawali dengan kata “segenap”, untuk menekankan totalitas, keutuhan dari komitmen tersebut.

 
“Tidak Berharga”?

Perhatikan lagi ayat 10, “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu…” Anda mungkin berkata, “Apabila saya telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepada saya, maka saya sesungguhnya orang kudus. Saya sempurna.” Sayang sekali. Anda masih belum menjadi seorang yang spesial. Ayat 10 dilanjutkan seperti ini,

“…hendaklah kamu berkata, ‘Kami adalah hamba yang tidak berharga. Kami hanya melakukan apa yang wajib kami lakukan.’”

Kata yang diterjemahkan dengan ungkapan “tidak berharga” atau “tidak berguna” pada dasarnya memiliki arti “tidak memberi keuntungan” (unprofitable). Apa artinya itu? Itukah tanda kerendahan hati yang dijelaskan oleh Yesus, “Nah, jalan untuk memiliki iman yang sempurna adalah dengan terus berkata, ‘Saya sangat tidak layak, tidak berguna, tidak bisa memberi keuntungan apa-apa.'” Itukah jalan untuk menjadi hamba Allah yang sangat baik? Tidak. Bukan itu maksudnya. Seseorang tidak akan menjadi rendah hati hanya karena berkata seperti itu. Di dalam kehidupan Kristen, satu-satunya jalan untuk menjadi rendah hati adalah dengan menerima fakta yang ada bahwa kita memang adalah hamba.

Lalu apa arti “tidak berharga” atau “tidak berguna”? Kata yang diterjemahkan dengan “apa yang wajib kami lakukan” berasal dari kata Yunani yang bermakna “membayar kembali hutang kami”. Artinya adalah bahwa para budak menanggung hutang. Sekarang Anda dapat melihat bahwa tidak ada milik kita yang tidak berasal dari Tuhan. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, “Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima?” (1 Kor 4:7). Segala keberadaan kita adalah berkat kasih karunia dari Allah. Segala yang kita miliki adalah berkat kasih karunia dari Allah. Tidak ada satu pun yang terdapat pada diri saya yang tidak merupakan pemberian dari Allah. Segala yang saya miliki berasal dari Allah. Jadi, segala yang saya miliki merupakan hutang saya kepada Allah.

Jika Anda memberi pinjaman sebanyak lima dolar kepada seseorang dan orang itu mengembalikan lima dolar, apa keuntungan Anda? Tidak ada. Anda sekadar menerima apa yang memang hak Anda. Ketika saya mengembalikan kepada Allah segala yang saya terima dari-Nya, keuntungan apa yang diperoleh Allah dari saya? Tidak ada. Segala yang diterima-Nya adalah apa yang telah diberikan-Nya kepada saya sebelumnya. Ia memberi saya kehidupan; waktu; kekuatan; dan segala-galanya. Segala sesuatu yang saya berikan pada-Nya, adalah milik-Nya yang pernah diberikan kepada saya. Lalu, keuntungan apa yang diterima oleh Allah? Nihil. Segala yang diterima-Nya adalah hal-hal yang Ia berikan sebelumnya.

Jadi, ketika saya berkata, “Saya hanyalah seorang hamba yang tidak menguntungkan,” bukan berarti saya tidak berguna bagi Allah. Sebaliknya, saya sangat berharga di mata Allah.

Bukan dalam arti Allah mendapat keuntungan dari saya. Kita tidak punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh Allah. Apakah Allah akan bertambah kaya karena Anda telah mempersembahkan lima dolar? Apakah Ia akan bertambah bijak karena Anda telah memberi satu atau lima jam waktu milik Anda? Kita selalu merasa bahwa kita telah memberikan sesuatu buat Allah. Kita berpikir, “Allah tentu bertambah kaya sekarang karena saya.” Jika Anda terus berpikir seperti ini, Anda benar-benar belum memahami apa itu kehidupan rohani. Allah tidak bertambah kaya hanya karena saya telah mempersembahkan $100 atau $1.000. Apakah persembahan itu akan membuat Allah bertambah kaya $100 dolar atau $1.000 dolar? Apakah rekening tabungan Allah bertambah besar? Rekening tabungan gereja memang bertambah besar, tetapi Allah tidak menjadi tambah kaya karena itu. Apakah Allah membutuhkan persembahan $1.000 dolar atau berapa pun yang dapat saya berikan? Bukannya kita tidak bisa memberi keuntungan kepada gereja atau orang lain, tetapi sekarang ini kita sedang berbicara tentang ketidakmampuan kita untuk memberi keuntungan bagi Allah. Sumbangan apa yang bisa dibanggakan manusia di hadapan Allah? Sumbangan apa yang bisa kita banggakan? Sekali lagi, perumpamaan ini tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa Anda tidak berharga di mata Allah. Anda sangatlah berharga di mata Allah; yang paling berharga. Namun, hal itu bukan karena Anda telah memberikan sesuatu kepada Allah.

Sebagai contoh, anak gadis saya sangat berharga bagi saya. Apakah itu karena saya menerima banyak uang darinya? Saya tidak menerima uang sepeser pun dari dia. Malahan saya harus banyak keluar uang. Ia menjadi sumber biaya terbesar dalam keluarga saya. Kadang-kadang saya tergoda untuk berpikir, kalau saja saya tidak punya anak, tentunya akan banyak uang yang bisa saya hemat. Apakah karena ia memberi banyak waktunya buat saya? Tidak, ia justru menyita banyak waktu saya. Jadi, atas alasan apa dia menjadi sangat berharga buat saya? Saya tidak menjadi semakin kaya, tidak juga memiliki waktu yang lebih banyak. Apa yang saya dapatkan? Cobalah pikirkan, karena saya tidak yakin apakah saya telah mendapat sesuatu dari keberadaannya. Saya memiliki dia, tetapi ia menjadi beban keuangan bagi saya. Saya memiliki dia, tetapi ia menghabiskan banyak waktu saya. Saya memiliki dia, tetapi apa hasilnya? Tidak ada keuntungan apa pun yang saya peroleh dari dia.

Jika Anda renungkan hal ini, Anda akan segera menyadari situasi yang dihadapi oleh Allah. Apa yang Allah dapatkan dari kita? Anda mungkin berkata, “Kami memberi-Nya sukacita.” Namun, kita juga memberi-Nya banyak sakit hati. Anak gadis saya memang memberi banyak sukacita, tetapi dia juga memberi saya banyak sekali sakit hati, terutama jika ia sedang nakal. Jauh lebih banyak kejengkelan yang saya dapat ketimbang sukacita pada tahapan sekarang ini. Saya harap, keadaan akan berubah nanti. Setiap orang yang pernah memiliki anak kecil akan tahu bahwa dalam kebanyakan kasus, anak Anda menghabiskan banyak sekali uang Anda, menyita sebagian besar waktu Anda, memberi Anda banyak masalah, dan sering sekali bertengkar dengan Anda atas berbagai macam hal.

Sebagai contoh, anak saya berkata, “Kenapa saya tidak boleh makan permen? Apa salahnya makan permen?”

Jadi, saya mulai menjelaskan lagi, untuk kesekian ratus kalinya, tentang akibat buruk dari permen terhadap gigi.

Lalu ia menyahut, “Saya tidak peduli kalau gigi saya nanti rusak.”

Saya menjawab, “Nah, saya peduli, sebab saya yang harus bayar ongkos dokter giginya.” Dia tidak peduli karena dia tidak menanggung biaya pengobatan itu. Saya membatin, “Bertengkar seperti ini tidak akan ada hasilnya. Logika saya tidak cocok dengan logikanya. Omongan saya dianggapnya tidak masuk akal.” Nah, bukankah ia membuat pusing saya?

Kita selalu berpikir, “Betapa beruntungnya Allah mendapatkan saya. Lihat, betapa besar sukacita yang saya berikan kepada Allah!” Betapa besar sakit kepala yang Anda berikan kepada Allah merupakan kenyataan yang sesungguhnya! Seberapa sering Anda mendukakan Roh Allah? Jadi, di dalam pengertian ini, kita perlu memahami bahwa kita memang tidak memberi keuntungan apa-apa buat Allah, bahwa Allah menyelamatkan kita bukan untuk mengejar keuntungan dari kita. Ia menyelamatkan kita benar-benar demi kepentingan kita, karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita. Saya mengasihi anak saya, saya tidak melihat adanya alasan rasional bagi kasih saya kepadanya kecuali karena dia adalah anak saya. Saya tidak tahu adakah alasan yang rasional dalam mengasihi anak. Mungkin Anda punya penjelasan yang bagus bagi dasar kasih terhadap anak. Mungkin Anda dapat mencerahkan pikiran saya dengan penjelasan Anda. Mungkin saya harus belajar sesuatu dari sini. Namun, sekalipun mungkin kita bisa memperoleh keuntungan dari keberadaan anak kita, tidak demikian halnya dengan Allah. Hal apa yang dapat kita berikan dan tidak pernah dimiliki oleh Allah sebelumnya.


Yesus akan melayani kita pada Hari itu!

Jadi, apa pokok utama dari perumpamaan ini? Yesus sedang mengajarkan kita bahwa sudah merupakan urusan kita sehari-hari sebagai seorang Kristen, sebagai seorang murid, untuk menjadi hamba yang melayani Tuhan sepenuhnya tanpa mengeluh atau bersungut-sungut.

Apakah para hamba itu kembali ke rumah dan berkata, “Hei, saya akan mogok. Saya telah diperlakukan tidak adil. Coba lihat keringat ini. Saya sudah bekerja seharian di ladang. Ketika sampai di rumah, engkau masih menyuruh saya memakai celemek dan memasak makanan untukmu. Apakah kamu tidak punya nurani? Saya sudah bekerja seharian di ladang. Pakai perasaan sedikit! Ini bertentangan dengan peraturan pemerintah. Jam kerja maksimal hanya boleh delapan jam sehari sekarang ini. Engkau tidak boleh menyuruhku mengerjakan hal yang lain saat saya pulang ke rumah. Saya akan mogok kerja! Saya mau ikut serikat buruh!”

Saya tidak akan terkejut kalau banyak orang Kristen yang berpikir seperti itu sekarang ini. Akan tetapi, kebanyakan dari kita di sini melayani Tuhan setiap hari, menabur tanpa peduli musim, pagi, siang, sore ataupun tengah malam, kapan saja. Kita di sini harus melayani setiap saat dan memandang hal itu sebagai sebuah penghargaan, sebuah hak yang istimewa. Adakah Anda melihat para hamba di perumpamaan itu menggerutu? Tidak, mereka tidak menggerutu. Mereka melayani dengan setia, setulus hati dan sampai tuntas. Kita harus selalu ingat bahwa kita diselamatkan untuk melayani.

Namun, perlu diperhatikan bahwa Yesus tidak sedang berkata, “Aku akan memperlakukanmu sebagaimana halnya para majikan di dunia ini memperlakukan budak-budaknya.” Yesus tidak memperlakukan kita seperti itu. Ini adalah hal yang luar biasa. Sebenarnya, dari gambaran di luar perumpamaan ini, Yesus akan melayani kita jika kita melayani dia. Lukas 12:37 merupakan ayat yang sangat menyentuh hati saya. Adakah Tuan hamba yang bersedia melayani hambanya? Namun, itulah hal yang Yesus lakukan. Di Lukas 12:37 Yesus berkata,

Diberkatilah hamba-hamba, yang didapati tuannya bersiap sedia, ketika ia datang. Aku mengatakan kepadamu, sesungguhnya, ia akan mengikat pinggangnya untuk melayani dan mempersilakan pelayan-pelayannya untuk duduk makan. Ia akan datang dan melayani mereka.

Sang Tuan kepada para hamba itu yang akan melayani para hambanya jika Anda melayani seperti para “hamba yang tidak berguna” itu. Yesus bukanlah pemilik hamba yang gemar membebani para hambanya, sambil meneriakkan perintah kesana-kemari. Tidak. Ingatlah selalu pada apa yang dilakukan oleh Yesus dalam Perjamuan Terakhir, betapa ia berlutut di hadapan para muridnya dan membasuh kaki mereka.


Jangan memerintahkan hal yang Anda sendiri tidak lakukan

Yesus tidak pernah menyuruh kita untuk melakukan hal-hal yang ia sendiri tidak lakukan. Apa pun yang ia perintahkan kepada kita, ia mengerjakannya juga. Ini merupakan hal yang paling luar biasa yang dapat kita amati. Ketika ia mengerjakan pelayanannya di dunia ini, Yesus melayani Bapa dengan cara seperti itu, pagi, siang dan malam. Rata-rata 12 jam sehari Yesus melayani Bapa dengan setia sepanjang 12 jam itu, tanpa keluhan, dan Yesus tetap setia sampai mati. Bukan sekadar melayani Bapa, di Lukas 12:37 Yesus berkata kepada kita bahwa pada Hari itu, ia yang akan melayani kita. Sungguh Tuan hamba dan Penguasa yang luar biasa! Perlakuan istimewa macam apa yang bisa melebihi penghargaan untuk melayani Tuan seperti ini, sementara para majikan di dunia justru gemar menindas dan selalu siap menekan Anda. Ingatlah selalu: jangan memberikan perintah mengenai hal yang Anda sendiri tidak siap untuk melakukannya. Ini adalah prinsip final dalam perumpaamaan ini.


Iman yang sempurna: melayani sampai kekuatan terakhir Anda

Satu poin lagi. Iman yang sempurna melayani dengan sepenuhnya. Kita dapat berkata, “Saya memiliki komitmen total”, tetapi apa artinya itu? Komitmen saya belumlah total jika saya tidak mau melayani sampai kekuatan yang terakhir saya terkuras. Apakah Anda berkomitmen total? Jika benar, berikanlah bukti dengan ikut mengerjakan apa yang Anda suruhkan kepada orang lain. Barangsiapa tidak mau ikut mengerjakan apa yang ia perintahkan kepada orang lain, tidak akan pernah menerima otoritas dari Allah. Jenderal yang terbaik adalah prajurit yang terbaik, prajurit dengan ketaatan dari dalam hati. Hanya orang yang taat yang memiliki hak untuk memberi perintah. Orang yang tidak pernah taat, tidak berhak untuk memerintah. Yesus memiliki hak untuk memerintah sebagai Tuan dan Penguasa karena ia sendiri sudah membuktikan diri taat sampai mati. Itulah rahasia mendapatkan kuasa. Itu jugalah makna dari komitmen total.

Sekarang kita akan merangkum pengajaran Yesus yang sangat penting ini. Jika kita benar-benar mengasihi Tuan kita, kita semua akan memanjatkan doa yang sama dengan para rasul ini, “Tambahkanlah iman kami.” Namun, apakah kita siap untuk menerima syarat bagi pertumbuhan iman? Jawaban Yesus bagi permintaan para rasul adalah, “Apakah kalian benar-benar ingin menumbuhkan iman kalian? Jika benar begitu, Aku akan memberitahu kalian tentang perumpamaan ini.”

Jalan untuk meningkatkan iman Anda adalah dengan menundukkan setiap aspek kehidupan Anda kepada Tuhan, mati terhadap kehendak dan keinginan Anda, melayani tanpa keluhan, dari pagi hingga malam dan tidak pernah berkata, “Ini terlalu berat. Saya tidak sanggup lagi. Saya hanya mau sampai di sini saja.”

Kadang-kadang, ketika merasa sangat letih, saya berkata, “Aku telah berkorban terlalu banyak,” tetapi seketika saya merasa sangat malu. Bagaimana mungkin saya bisa berkorban terlalu banyak? Itu hal yang mustahil, karena tidak sesuatu pun yang tidak berasal dari Tuhan, baik itu kemampuan atau pun kekuatan saya; apa pun yang saya miliki pada dasarnya adalah milik Tuhan. Hanya jika kita sudah sampai pada sikap seperti ini, barulah kita tahu apa itu komitmen total. Tidak pernah ada pengorbanan yang terlalu banyak bagi Tuhan. Baik itu waktu atau pun uang, atau apa pun juga, tidak pernah ada istilah terlalu banyak, dan saya tidak pernah layak untuk berkata, “Saya ini hamba yang membawa keuntungan kepada Tuhan. Ia telah menerima banyak keuntungan dari saya.”

Saya harap Anda mau mengerti sikap ini karena kita sekarang ini hidup pada zaman di mana gereja tidak memiliki kuasa. Saya berdoa supaya oleh anugerah Allah, kita semua, sebagai jemaat Allah akan memiliki kuasa. Satu-satunya jalan menuju kuasa dari Allah adalah jalan melalui pelayanan total. Kalau Anda sudah mengerjakan semua yang diperintahkan kepada Anda untuk dikerjakan, bukan sebagian atau bahkan hampir semua, dan Anda masih dapat berkata, “Saya ini hamba yang tidak memberi keuntungan,” maka Anda akan memperoleh kuasa untuk berkata kepada pohon murbei, “Tercabutlah dan tertanamlah di laut”, pohon itu akan menuruti Anda. Ini adalah firman Allah yang dapat diuji. Kemuliaan Injil bukan pada pengetahuan yang diajarkan tanpa bisa diuji kebenarannya. Saya sudah membuktikan kebenaran Injil dan saya sudah melihat bukti itu. Sudah banyak saya saksikan jiwa yang tercabut dari lingkungan duniawi dan dicangkokkan ke dalam kerajaan Allah.

Belakangan ini, kita teringat pada seorang saudara kita yang terkasih. Perhatikan betapa saudara ini sudah tercabut, betapa ia sudah menyangkal dunia. Tadinya ia memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang sangat besar, dan pada puncak karir duniawinya, ia justru berpaling dari itu semua. Ia tercabut dari kehidupan duniawi dan masuk ke dalam pelatihan pelayan full-time untuk melayani Tuhan. Lalu, ia tercabut lagi, untuk dicangkokkan dalam pengertian jasmani untuk melayani Tuhan di Hong Kong. Ia meninggalkan rumah dan segala kekayaannya di Montreal. Semua ini hanya bisa terjadi karena ia sudah tercabut dari kegelapan dosa dan dicangkokkan ke dalam kerajaan Allah.

Pernahkah Anda melihat mukjizat seperti ini? Itulah yang disebut orang Kristen: pohon yang tertanam di laut, air kehidupan Allah. Pernahkah Anda melihatnya? Orang Kristen adalah makhluk ajaib bagi orang dunia. Orang Kristen selalu membuat orang dunia pusing. Siapa yang dapat memahami orang yang memiliki gaji sangat besar, tetapi mendadak berpaling dari karir yang cerah itu, dan memilih untuk memberitakan Injil, menempatkan dirinya dalam keadaan tanpa uang dan masa depan? Sungguh ajaib! Tidak heran jika bosnya berkata, “Saya tidak mengerti apa maumu. Saya tidak paham. Kamu punya pekerjaan yang bagus, karirmu sukses, tapi semua itu kamu tinggalkan! Kamu mau masuk pelatihan selama dua tahun? Bukan hanya tidak dapat uang, kamu bahkan akan kehabisan uang selama ikut pelatihan. Apa-apaan ini?” Dan sekarang, saudara kita ini berangkat ke Hong Kong untuk memberitakan Injil. Orang Kristen selalu membingungkan orang dunia. Mereka tidak dapat memahami apa yang dilakukan orang Kristen. Dalam pandangan orang dunia, tertanam di dalam laut jelas sangat tidak menjamin masa depan. Namun, bagi seorang anak Allah, tertanam di laut, air kehidupan dari Allah, justru merupakan jaminan masa depan yang lebih pasti dibandingkan dengan asuransi mana pun. Orang dunia menganggap air kehidupan Allah justru merusak jaminan masa depan. Orang dunia melihat ke arah laut itu dan berkata, “Aku tidak mau tertanam di laut. Sangat riskan.” Hal itu membuat Anda menjadi makhluk ajaib bagi dunia, hal yang mengherankan di mata dunia.

Saya harap semua orang Kristen di sini menjalani hidupnya dalam komitmen yang total, yaitu menjadikan Tuhan sebagai Penguasa dan Pemilik Anda sepenuhnya yang mengendalikan kehendak dan keinginan Anda. Dengan pengabdian total seperti ini kepada Kristus, Anda akan menjadi keajaiban bagi dunia. Itulah saatnya Anda menjadi terang dunia. Kita bersinar atas dunia ketika mereka terheran melihat kita dan berkata, “bagaimana mungkin ada pohon yang ditanam di laut, tetapi justru tumbuh subur di sana?” Memang merupakan keajaiban. Tangan Allah yang mengerjakan keajaiban itu. Logika dibungkam karena ini adalah pekerjaan Allah. Lebih jauh lagi, orang akan berkata, “Sungguh hebat kuasa yang dimiliki oleh orang ini, ketika ia membicarakan Injil, ada begitu banyak kehidupan orang yang diubahkan! Besar sekali iman orang ini kepada Allahnya! Sungguh besar kasihnya kepada Allahnya.” Saya berdoa kiranya Anda dapat menghayati firman yang indah ini sedalam-dalamnya. Yesus menantang kita untuk membuktikan kuasa Allah. Orang yang telah melakukannya akan tahu bahwa firman itu benar adanya.

 

 

Berikan Komentar Anda: