Pastor Eric Chang | Lukas 16:19-31 |

Hari ini, kita sampai kepada perumpamaan di Lukas 16:19-31. Perumpamaan ini sering disebut dengan judul Perumpamaan tentang Orang Kaya dan Lazarus. Si orang kaya itu kadang kala dinamai “Devas”, yang sebenarnya adalah istilah dalam bahasa Latin yang berarti ‘orang kaya’. Jadi, perumpamaan ini sering diberi judul Perumpamaan tentang Devas dan Lazarus.

Perumpamaan ini sangat kaya akan makna sehingga, terus terang saja, saya sendiri agak kesulitan untuk menentukan mau memulai pembahasan dari mana. Akan tetapi, dalam kesempatan ini, kita hanya akan memusatkan perhatian pada satu unsur penting dari perumpamaan ini.

Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.

Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.

Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.

Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.

Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.

Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.

Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.

Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.


Kunci pemahaman ajaran Yesus dan Perjanjian Baru: Kerajaan Allah

Perumpamaan ini sangatlah kaya akan makna sehingga saya rasa tidak akan sulit untuk membahas sekitar empat atau lima pokok bahasan yang berbeda dengan bersumber pada perumpamaan ini saja! Akan tetapi, hari ini kita akan berfokus pada satu pertanyaan saja: Apa tujuan dari perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus ini? Hal apa yang sedang disampaikan melalui perumpamaan ini? Apakah dengan perumpamaan ini Yesus sedang memberikan ajaran moral agar kita bersikap baik kepada para pengemis? Apakah kita sedang diminta, “Ayo bertindak, berbuat baiklah kepada orang-orang miskin”? Hal itukah yang sedang diajarkan oleh Yesus di sini? Jika memang benar hal itu yang sedang diajarkan, maka kita akan menghadapi masalah yang cukup rumit karena di Montreal ini kita sangat jarang bisa bertemu dengan pengemis. Dengan begitu, hanya sedikit kesempatan bagi kita untuk mempraktikkan ayat ini. Anda barangkali akan berkata, “Di belahan bumi timur memang ada banyak pengemis, tetapi di sini sedikit sekali. Lalu bagaimana kita bisa menerapkan ajaran ini?” Apakah Yesus sekadar menyuruh kita untuk bersikap baik kepada orang miskin? Memang penting hal itu, akan tetapi itu bukanlah inti yang utama dari perumpamaan ini.

Apa sebenarnya pokok yang sedang dibahas oleh Yesus? Untuk bisa memahami ajaran dari Yesus, kita harus memahami ajaran yang sentral dari seluruh ajarannya. Kita tidak boleh keluar jalur dan mengira bahwa Yesus sekadar menyuruh kita berbuat baik kepada orang miskin dalam perumpamaan ini, hal itu memang penting tetapi bukan pokok yang utama. Hanya di dalam konteks tema sentral itulah seluruh ajarannya dapat dipadukan dengan serasi karena, seperti semua pemberita kebenaran, segala yang Yesus katakan mengarah kepada satu pokok bahasan.

Apakah pokok yang utama tersebut? Apa tema sentral dari seluruh ajaran Yesus? Apakah Anda memahami apa kunci pemahaman bagi seluruh ajaran Yesus sesudah sekian banyak perumpamaan yang kita bahas selama ini. Jika Anda harus menyampaikan jawaban secara singkat, kira-kiranya apakah inti ajaran Yesus itu? Cobalah renungkan jawaban Anda. Apakah Anda sudah menemukan jawaban? Apa tujuan atau sasaran yang mau dicapai oleh Yesus dalam setiap ajarannya? Jika Anda tidak tahu jawabannya, maka Anda tidak akan mampu memahami apa rantai yang menyatukan semua mutiara di suatu kalung; jika Anda bayangkan setiap satu perumpamaan yang Yesus ajarkan sebagai sebutir mutiara, lalu apa rantai yang merangkai seluruh mutiara itu menjadi satu? Atau, apakah semua perumpamaan itu seperti kumpulan mutiara yang tidak terangkai?

Di dalam satu perumpamaan Yesus berkata, “bersikap baiklah kepada orang miskin.” Di dalam perumpamaan yang lain lagi, dia berkata, “Hendaklah kamu setia.” Dan di dalam perumpamaan yang lainnya lagi, katanya, “Jika kamu tersesat, maka Allah akan segera mencari dan mengembalikanmu.” Apakah semua perumpamaan itu tidak berhubungan satu dengan yang lainnya? Apa satu tema sentral yang menyatukan seluruh perumpamaan dan ajarannya? Kita harus tahu tema itu. Ajaran Yesus dapat dirangkum di dalam satu kata atau istilah. Tahukah Anda apa itu? Istilah yang merangkum seluruh ajaran Yesus adalah, “Kerajaan Allah,” atau dengan satu kata saja, “Kerajaan.” Setiap sarjana Perjanjian Baru pasti atau semestinya tahu bahwa “Kerajaan Allah” adalah tema sentral dalam ajaran Yesus.


Kerajaan Allah berarti bahwa Allah adalah Raja

Pertanyaannya adalah, “Apa arti kerajaan itu?” Apa itu Kerajaan Allah? Karena mengabaikan pokok inilah maka gereja sekarang banyak yang mengalami masalah. Dan Anda juga akan mengalami banyak masalah dengan hidup Anda jika tidak memahami arti “kerajaan Allah”.

Saya akan memakai sedikit data statistik untuk menunjukkan kepada Anda arti penting tema ‘Kerajaan Allah’. Tahukah Anda berapa kali istilah kerajaan ini muncul di dalam Injil Matius saja? Hanya di dalam Matius saja sudah tercatat sebanyak 55 kata “kerajaan”. Atau di dalam catatan Injil Markus, yang secara relatif terdapat lebih sedikit ajaran Yesus? Di sana pun tercatat kemunculan kata “kerajaan” sebanyak 20 kali. Berapa banyak jumlah kemunculannya di dalam Injil Lukas? Di sana tercatat jumlah kemunculan sebesar 46 kali. Yesus berbicara tentang “Kerajaan Allah” sebanyak 121 kali.

Bagaimana Anda bisa memahami ajaran Yesus jika Anda tidak mengerti arti “Kerajaan Allah”, padahal ini adalah tema sentralnya? Ingatkah Anda bagaimana Yesus memulai pelayanannya? Hal apa yang pertama kali disampaikan ketika Yesus mulai mengabarkan Injil di Galilea? “Bertobatlah sebab kerajaan Allah sudah dekat.” Itulah hal pertama yang diberitakannya. Kalimat ini memberi kita petunjuk tentang isi khotbah-khotbahnya sesudah itu. Mengapa kita harus bertobat? Alasannya adalah karena kerajaan Allah sudah dekat. Lalu apa artinya kerajaan Allah itu?

Secara ringkas dapat kita katakan bahwa kata yang sekarang ini diterjemahkan sebagai kerajaan sebenarnya memiliki makna kedaulatan Allah, pemerintahan Allah, pengaturan oleh Allah, Allah sebagai Raja. Dengan kata lain, ajaran Yesus semuanya menekankan pada satu hal, Allah adalah Raja dan pemerintahanNya sedang mendatangi kita. Jadi, bertobatlah, karena Anda akan segera menghadap takhta Raja Besar. Pemerintahan Allah adalah pokok yang paling penting. Kita baru mempelajari kata ‘kerajaan’, dan belum masuk ke pembahasan tentang kata ‘raja’. Kita dapat melihat bahwa di Matius 5:35, Yesus berkata tentang Yerusalem sebagai kota Raja Besar, yaitu Allah. Pemerintahan Allah adalah titik pusat dari seluruh ajaran dari Yesus.


Yohanes, Paulus dan Lukas memakai kata “Lord”

Jika kita teliti Injil Yohanes dan surat-surat Paulus, Anda akan segera melihat bahwa kata “kerajaan” sangat jarang muncul. Saya yakin, Anda semua tentu tahu akan hal ini. Dari semua surat yang ditulis oleh Paulus, kata “kerajaan” hanya muncul sebanyak 14 kali. Mengapa? Apakah tema “kerajaan” ini hanya penting bagi Yesus tetapi tidak penting bagi Paulus? Anda keliru jika berpikir seperti itu karena Paulus sebenarnya hanya memakai istilah yang berbeda untuk tema “kerajaan”. Dan memang sering terjadi, ketika kita mengkhotbahkan Injil, kita menggunakan kata-kata lain yang bermakna sama, untuk menghindari lunturnya makna sebuah kata akibat terlalu sering diucapkan. Sebagai contoh, saya yakin sekarang ini kata “kerajaan” tidak memiliki makna yang mendalam di hati Anda karena kita semua hidup di zaman demokrasi, kita tidak diperintah oleh raja lagi. Jadi Anda harus mencari kata lain sebagai padanan bagi kata “kerajaan” dan memiliki makna yang sama. Dan itulah tepatnya hal yang dilakukan oleh Paulus.

Dan itu pula alasan mengapa saya, sebagai pengkhotbah, sering melakukan hal yang sama. Sebagai contoh, saya harus memakai kata yang berbeda untuk “iman” karena kata “iman” ini belakangan sudah mulai luntur maknanya dan menjadi tidak berarti lagi di mata banyak orang. Banyak orang yang bingung bagaimana mengartikan kata “iman”? Sangat kabur dan sangat tidak pasti di dalam pandangan mereka. Itu sebabnya, saya memakai kata “komitmen total” yang maknanya adalah iman dengan definisi yang tidak mungkin diserongkan. Alasan yang sama juga telah mendorong A.W.Tozer memakai kata “komitmen total”. Tozer mendapati bahwa ungkapan ini paling tepat menjelaskan ajaran Perjanjian Baru. Sangat mudah untuk menunjukkan lewat semua ajaran yang alkitabiah bahwa komitmen total adalah tema utamanya.

Kata apa yang dipakai oleh Paulus di dalam tulisan-tulisannya? Ia memakai kata “Lord” (atau yang lebih tepat diterjemahkan sebagai “Tuan”). Ia tidak memakai kata “raja” atau “kerajaan”, akan tetapi ia menyebut Yesus sebagai “Lord“. Itu sebabnya sekalipun ia hanya memakai kata “kerajaan” sebanyak 14 kali, akan tetapi ia memakai kata “Lord” sebanyak 275 kali. (Berbeda dengan Yesus yang memakai kata “kerajaan” sampai lebih dari 100 kali karena penekanan di dalam ajaran Yesus adalah pada “kerajaan Allah”.) Sedangkan Paulus mendapati bahwa kata “raja” atau “kerajaan” bisa memberi makna yang simpang-siur di kalangan pendengarnya. Mereka mungkin akan membayangkan raja seperti kaisar Roma, jadi Paulus menghindari pemakaian kata “kerajaan” atau “raja”, dan sebagai gantinya ia memakai kata “Lord‘. Dalam beberapa kesempatan, Paulus berkata, “Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu” (Kol. 3:11). Dan kata apa yang dapat merangkum semua itu dengan baik selain kata “lord“?

Kata “lord” juga hadir cukup sering di dalam Injil Yohanes, sekalipun tidak sesering seperti yang ada dalam tulisan-tulisan Paulus. Yohanes juga tidak banyak memakai kata ‘kerajaan’. Kenyataannya, ia hanya memakainya sebanyak 5 kali saja. Sebaliknya, perhatikan betapa ia memakai kata “lord” sampai 52 kali. Sama seperti rasul Paulus, Yohanes juga memakai istilah yang berbeda. Ia tidak berkata tentang “kerajaan Allah”, tetapi ia menyampaikannya lewat tema ‘ketuanan atau kepenguasaan Kristus (Lordship of Christ).’ Yesus adalah Lord karena kerajaan itu datang di dalam diri Yesus. Jika Anda ingin menerima Allah sebagai Raja Anda, maka Anda harus menerima Yesus sebagai Tuan atau Penguasa (Lord) Anda. Yohanes telah memberlakukan ajaran ini.

Hal yang sama juga tercatat dalam Kisah Para Rasul. Sebagai  contoh, kata ‘kerajaan’ hanya muncul sebanyak 8 kali tetapi kata “lord” muncul sebanyak 107 kali. Jika Anda perhatikan data statistiknya, pada kitab yang hanya sedikit memuat kata ‘kerajaan’, maka akan terdapat kata “lord” dalam jumlah yang banyak. Demikianlah keseimbangan tema itu tetap terjaga.

Jika kita sudah memahami hal ini, maka kita tidak sekadar akan memahami apa tema sentral dari ajaran Yesus, tetapi kita juga akan memahami apa tema sentral dari seluruh Perjanjian Baru. Tema utamanya adalah ketuanan atau kepenguasaan Kristus (the Lordship of Christ). Kristus adalah Lord. Sekarang Anda dapat melihat mengapa komitmen total-lah yang kami maksudkan setiap kali kami membahas tentang iman karena iman itu ditujukan kepada Yesus sebagai Tuan dan Raja kita. Jika Anda percaya kepadanya, maka Ia harus menjadi Penguasa atas hidup Anda. Bukankah itu adalah suatu komitmen total?


Yesus tidak akan menjadi Juruselamat tanpa menjadi  Tuan atas Anda

Kelemahan yang menghantam gereja-gereja sekarang ini adalah karena mereka telah menggeser titik sentral tema ini. Itu sebabnya mengapa kami berdoa dan berseru, “Bangkitkanlah kami kembali.” Kita harus dibangkitkan lagi. Penekanan kita telah bergeser jauh dari penekanan Injil. Sekarang ini, Anda dengarkan bagaimana para pengkhotbah terus saja berbicara tentang Yesus sebagai Juruselamat. Saya tantang Anda untuk membuka buku konkordansi Anda dan melihat berapa banyak jumlah pemakaian kata “juruselamat (savior)” di dalam Perjanjian Baru, maka Anda akan terkejut melihat hasilnya. Inilah data statistik bagi pemakaian kata “juruselamat”. Di dalam Matius, kata ini tidak terdapat sama sekali, demikian pula di dalam Markus. Anda terkejut? Jadi, kata “juruselamat” justru tidak banyak dipakai di kedua Injil itu. Ia tampil sebanyak 2 kali di dalam Lukas, sekali di dalam Yohanes, 2 kali di dalam Kisah Para Rasul dan 12 di dalam tulisan-tulisan Paulus. Paulus membicarakan Yesus sebagai “Juruselamat” hanya sebanyak 12 kali di dalam semua surat-suratnya, namun ia membicarakan Yesus sebagai ‘Tuan (Lord) sebanyak 275 kali. Anda tidak perlu menjadi ahli statistik untuk bisa melihat apa arti perbedaan tersebut.

Sudah terlihatkah oleh Anda bahwa para pengkhotbah itu telah menurunkan standar kerajaan? Mereka telah mengencerkan Injil. Mereka mengoceh tentang juruselamat. Padahal, sejauh yang dipahami oleh Paulus, Yesus Kristus tidak akan pernah menjadi Juruselamat bagi Anda kalau dia tidak menjadi Tuan dan Penguasa atas diri Anda. Kenyataannya, jika Paulus menyebut, “Tuan dan Juruselamat (Lord and Saviour),” urutannya selalu seperti itu. Paulus tidak mau memisahkan kata ‘Juruselamat’ secara tersendiri. Malahan, di dalam ke-12 rujukan yang membicarakan Yesus sebagai Juruselamat, ia selalu menyebut dengan, “Yesus Kristus, Tuan dan Juruselamat”. Ia tidak pernah menyatakan dalam urutan “Juruselamat dan Tuan (Savior and Lord)”.

Di zaman sekarang ini, di dalam pengajaran kita, kita cenderung berkata, “Pertama-tama, terimalah Yesus sebagai Juruselamat, dan kemudian – belakangan nanti – jika Anda suka, atau jika Anda berada dalam kesulitan, maka Anda boleh menerimanya sebagai Lord. Akan lebih baik tentunya dengan jaminan ganda, bukankah demikian?” Memiliki Yesus sebagai Juruselamat tampaknya masih kurang menentramkan hati. Dan Anda kelihatannya perlu untuk melanjutkan dengan menerimanya sebagai Lord. Mengapa ada orang yang mau beralih kedudukan dari Juruselamat menjadi Tuan? Saya tidak tahu. Tetapi itu bukanlah ajaran Paulus, itu bukanlah ajaran yang alkitabiah. Jika Anda ingin mengarang sendiri Injil versi Anda, boleh-boleh saja. Anda mungkin akan mengajar begini, “Pertama-tama, terimalah Yesus sebagai Juruselamat. Dan suatu hari nanti, mungkin Anda merasa sudah saatnya untuk menerima Yesus sebagai Lord, maka hal itu akan lebih baik lagi.”

Jika Anda mengajar seperti itu, maka itu berarti bahwa Anda masih belum memahami arti Perjanjian Baru. Anda masih belum mengerti isi Alkitab. Anda tidak akan dapat memiliki Yesus sebagai Juruselamat kalau Anda tidak menerimanya sebagai Lord. Tentunya kita buta jika kita tidak memahami apa yang kita baca di dalam Alkitab. Pernahkah Anda perhatikan bagaimana Paulus memakai kata “Juruselamat”? Ia menyebutkan dengan urutan “Tuan (Lord) dan Juruselamat”. Yesus baru bisa menjadi Juruselamat Anda jika dia sudah menjadi Tuan Anda. Pada saat saya berkhotbah tentang ini di gereja-gereja Tionghoa, mereka mengira bahwa saya sedang mengajarkan sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang lain dari biasanya. Saudaraku, sudah saatnya kita untuk membaca dan menanggapi pesan dari Alkitab.

Anda akan melihat bahwa Yesus sendiri bahkan tidak memakai kata “Juruselamat”. Kata ini tidak muncul di dalam Matius dan Markus. Yang ditekankan oleh Yesus hanyalah tentang Pemerintahan Allah. Allah akan menjadi Raja atas hidup Anda atau Ia tidak menjadi apa-apa di dalam hidup Anda, tidak ada pilihan lain. Inilah ajaran yang alkitabiah. Ini bukanlah ajaran pribadi saya. Ajaran saya tidak mempunyai nilai sama sekali. Ini adalah hal yang disampaikan oleh Yesus, dan juga disampaikan oleh Paulus.

Lalu bagaimana dengan kata “keselamatan (salvation)”? Barangkali Anda akan berkata, “Hanya kata “juruselamat” saja yang dihitung. Mungkin kalau kata “keselamatan” dihitung juga, maka hasilnya pasti berbeda.” Baiklah, saya tunjukkan kepada Anda data statistik untuk kata “keselamatan”. Kata “keselamatan” tidak muncul di dalam Matius dan Markus. Apakah Anda terkejut? Selama ini kita selalu berbicara tentang keselamatan di gereja, seolah-olah hanya ini bahan pembicaraan yang ada. Keselamatan memang sungguh indah, namun Anda mesti mengerti bahwa tanpa pemerintahan Allah di dalam hidup Anda, Anda tidak akan memperoleh keselamatan. Mengerti dan menjalaninya, bukankah itu suatu komitmen total? Itu adalah alasan mengapa kami memakai istilah tersebut. Izinkan saya melanjutkan penyajian data statistik ini kepada Anda. Injil Lukas mencatat pemakaian yang paling banyak untuk kata “keselamatan’, namun itu pun hanya sebanyak 4 kali. Injil Yohanes mencatat sebanyak 1 kali. Buku Kisah Para Rasul mencatat sebanyak 6 kali, dan Surat-surat Paulus hanya membahas kata “keselamatan” ini sebanyak 18 kali saja. Sungguh mengagetkan. Bahkan di dalam Surat Roma, surat yang tema utamanya adalah tentang keselamatan, hanya ada 4 rujukan ayat yang menyebut tentang “keselamatan”. Dan ingatlah sekali lagi, rujukan tentang Yesus sebagai Lord atau Tuan muncul sebanyak 275 kali hanya di dalam tulisan-tulisan Paulus saja. Apa lagi jika ditambah dengan rujukan dari seluruh Perjanjian Baru. Yang kita hitung baru di dalam tulisan Paulus saja.  Sekarang ini, saya benar-benar berharap bahwa Anda telah memahami apa tema sentral dari ajaran Yesus.


Yesus tidak dapat memerintah sebagai Raja jika Anda masih menginginkan dunia

Jika kita sudah dapat memahami dengan jelas, maka kita akan siap untuk memahami apa arti perumpamaan ini. Hal apa yang sedang dibicarakan dalam perumpamaan ini? Ia membahas tentang hal-hal yang menghalangi kita dari menerima pemerintahan Allah di dalam hidup ini. Mengapa sulit sekali bagi kita untuk menerima Yesus sebagai Tuan dan Penguasa dari hidup ini? Apa persoalannya? Mengapa Anda begitu ketakutan mendengar kata “komitmen total”? Hal apa yang menimbulkan rasa takut itu? Apakah Anda takut menerima Yesus sebagai Tuan dan Penguasa atas diri Anda? Apakah Anda mengira bahwa dengan menerima Yesus sebagai Raja atas kehidupan Anda maka hidup ini akan berubah menjadi sangat mengerikan bagi Anda? Jika bukan, maka seharusnya komitmen total tidak menjadi masalah buat Anda. Namun, jika menerima Yesus sebagai Raja atas diri Anda itu merupakan masalah buat Anda, maka komitmen total juga akan Anda tolak. Namun apa yang membuat iman, atau kepenguasaan Kristus sebagaimana yang dijelaskan dalam Alkitab itu menjadi sulit untuk dijalankan? Apa yang menjadi penghalangnya?

Kasih kita kepada dunia ini-lah yang selalu menjadi penghalang itu. Dan perumpamaan ini secara sederhana dapat kita katakan membahas masalah itu. Mengapa sangat sulit bagi Anda untuk menerima Yesus, Juruselamat yang ajaib ini, sebagai Tuan dan Penguasa Anda? Itu semua karena Anda mengasihi dunia ini. Itulah diagnosa yang diberikan oleh Yesus. Sesederhana itu, atau mungkin sesukar itu, tergantung cara Anda melihatnya. Dan mengapa saya sangat mengasihi dunia? Saya mempertahankan dunia karena saya ingin memuaskan keinginan saya, dan saya merasa bahwa dunia lebih memberi kepuasan kepada saya. Kita secara bodoh sering berpikir seperti itu, sama seperti si orang kaya yang bodoh ini yang kemudian mendapati bahwa ini adalah suatu kesalahan fatal namun terlambat menyadarinya.

Jika Anda dapat melihat betapa fananya dunia ini, jika Anda dapat melihat betapa sia-sianya memiliki kekayaan, jika Anda dapat memahami bahwa meletakkan hati dan jiwa di dalam hal-hal tersebut hanya akan menghasilkan kebinasaan, pilihan lain apa yang segera terpikirkan oleh Anda? Apa alternatifnya? Apa lagi kalau bukan Yesus? Dan Anda tidak akan dapat memiliki Yesus kalau Anda tidak menerima dia sebagai Tuan dan Penguasa Anda. Ia tidak akan datang ke dalam hidup Anda sebagai pelayan, bukankah begitu? Apakah Anda bermaksud untuk menyewa Raja segala raja sebagai pelayan yang akan membawa Anda dalam tamasya ke surga? Tidak! Ia akan datang menjadi Tuan dan Penguasa Anda atau tidak datang sama sekali.


Yesus memakai kontras antara yang kaya dan yang miskin

Jika kita dapat memahami prinsip tersebut, maka makna dari perumpamaan ini akan segera terbuka bagi kita. Pengertiannya akan segera menjadi sangat jelas. Dengan berpegang pada pandangan tersebut, kita akan masuk ke dalam pembahasan makna perumpamaan ini. Perumpamaan ini mengungkap satu kenyataan bahwa dunia adalah penghalang bagi kita di dalam memasuki atau menerima kerajaan Allah. Dunia adalah penghalang dan gambarannya disajikan dalam bentuk kontras antara orang yang sangat kaya dengan orang yang sangat miskin. Yesus di dalam perumpamaan ini memakai gaya hiperbola, cara penyampaian dengan memakai perbandingan yang sangat berlebih-lebihan antara dua hal, supaya bahan pembicaraannya dapat dengan jelas dipahami melalui kontras ini. Yesus adalah Guru yang mahir, sangat ahli di dalam hal pengajaran. Setiap orang yang ingin menjadi pengajar yang ahli, pelajari saja ajaran Yesus. Ia dapat menyajikan suatu pokok bahasan secara sangat jelas dengan memakai kontras yang sangat menyolok.

Di perumpamaan ini si orang kaya itu berbaju ungu. Para ahli menjelaskan bahwa kain ungu sangatlah mahal di zaman itu, nilainya sama dengan upah seorang pekerja selama dua tahun. Jika Anda membayangkannya dalam pengertian zaman sekarang, dengan upah rata-rata seorang pekerja sebesar $10.000 per tahun, maka harga bajunya berkisar $20.000. Suatu harga yang sangat mahal untuk sehelai pakaian. Di zaman sekarang ini, si orang kaya itu dapat kita samakan dengan para konglomerat di ibu kota, yang di Inggris dapat dikatakan dalam golongan mobil mewah “Jaguar” atau “Rolls Royce”. Atau kalau di Amerika Utara yang tergolong dalam “mobil mewah kelas Cadillac”. Si orang kaya ini setiap harinya mengadakan pesta, dan ia selalu dilayani oleh para hambanya. Pada zaman itu, bahkan orang yang termasuk golongan berkecukupan juga tidak dapat sering-sering makan daging, akan tetapi orang kaya ini setiap harinya berpesta, menunjukkan kepada kita betapa kayanya orang ini. Yesus menggambarkan situasi ini bagi kita.

Dan kontrasnya ditunjukkan dengan menampilkan orang miskin yang duduk di gerbang rumah si kaya, dalam keadaan yang melarat dan sedih. Si kaya membalut tubuhnya dengan kain ungu, sementara si miskin tubuhnya terbalut oleh borok. Tubuhnya dipenuhi oleh borok sehingga ia terlihat seperti sedang berpakaian borok, dan anjing-anjing menjilat boroknya. Di dalam kelaparannya, ia sangat ingin memakan sisa-sisa makanan yang jatuh dari meja orang kaya itu. Anjing-anjing peliharaan si orang kaya tentu saja dapat memakan remah-remah yang terjatuh itu, akan tetapi Lazarus tidak dapat melakukannya. Ia hanya dapat memandang dari luar gerbang rumah yang mewah ini, melihat orang-orang tertawa ria, duduk dan berpesta, mereka menjilati jari jemarinya (karena mereka makan langsung dengan tangan) sambil berceloteh tentang bisnis dan cuaca. Si orang kaya larut dalam kenikmatan hidupnya, ia tidak punya waktu untuk memperhatikan keadaan si miskin yang semakin parah di pintu gerbangnya.

Sangatlah penting untuk diperhatikan bahwa pada zaman dahulu, seseorang menjadi pengemis tidak selalu karena ia malas, namun bisa karena terkena penyakit. Sangat menyedihkan nasib orang-orang yang terserang penyakit berat, yang menjadi lumpuh di masa itu, karena riwayat mereka segera tamat. Menjadi pengemis merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia buat mereka, itu pun kalau mereka masih mampu melakukannya. Jadi kita tidak boleh meremehkan pengemis karena mungkin saja ia dulunya orang yang besar.

Ketika saya masih kecil, di masa perang China-Jepang, suatu kali saya sedang melintasi jalan utama, Nanjing Lu, di Shanghai, dan saya melihat seorang pengemis di sana. Kondisi orang ini sangat menyedihkan. Akan tetapi ada satu hal yang di dalam dirinya yang membuat saya melihatnya tidak seperti seorang pengemis. Ada wibawa di dalam dirinya. Sekalipun di dalam kondisi yang parah, yang sangat menderita, saya dapat melihat dari cara duduk, dan cara berperilakunya yang menunjukkan bahwa ia pernah menjadi orang yang berhasil dalam hidupnya, dan sekarang ini ia dipaksa oleh keadaan untuk menjadi pengemis. Tidak ada orang yang bisa memberinya pekerjaan di tengah masa perang. Dari mana ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya? Di zaman itu, mayat-mayat yang mengapung di sungai Huang Pu adalah pemandangan yang lazim bagi kami. Ada orang yang mati kedinginan, ada pula yang mati bunuh diri karena tak kuat menanggung derita. Jangan pernah meremehkan seorang pengemis, apa lagi di masa-masa perang. Mungkin mereka sesungguhnya adalah orang-orang terampil yang tidak dapat bekerja lagi karena mengalami cacat akibat perang,.


Yesus juga menyajikan kontras dalam hal kualitas kepribadian

Ada satu hal lagi yang perlu kita perhatikan dari Lazarus ini. Saya ingin tahu apakah Anda dapat melihat sesuatu yang pantas diperhatikan dari Lazarus ini? Saat ia gemetar kelaparan, ia menatap ke arah orang kaya yang sedang berpesta di dalam. Apa yang akan Anda lakukan jika Anda berada pada posisi Lazarus ini? Saya tidak akan terkejut jika sebagian besar orang akan mengutuk saat dalam keadaan seperti ini, “Dasar orang kaya berhati busuk! Kalian orang-orang kejam yang tidak berbudi!” Atau lebih buruk lagi, kelihatannya akan banyak orang yang mulai mengutuk Allah, “Ya Allah, mengapa Engkau menempatkan saya dalam keadaan seperti ini? Apa salah saya sehingga saya harus menanggung semua ini? Masih adakah keadilan di bumi dan di surga?” Di kalangan orang Tionghoa, sikap ini disebut mai yuan Shang Di. Ada cukup banyak orang yang mengalami hal yang belum seburuk Lazarus, namun mereka giat menuduh Allah atas segala peristiwa itu dan berkata, “Mengapa semua ini terjadi pada saya? Mengapa saya harus menerima nasib yang paling sial?” Ketika saya mengamati keadaan mereka, sebenarnya keadaan mereka jika dibandingkan dengan Lazarus masih jauh lebih baik. Dilihat dari sudut pandang Lazarus, keadaan mereka mungkin masih seperti keadaan orang di dalam “surga”. Namun orang-orang ini hanya sibuk mengasihani diri mereka sendiri dan sibuk menuduh Allah dan orang-orang lain. Pernahkah Anda memperhatikan bahwa dari mulut Lazarus ini ternyata tidak pernah keluar sepatah keluhan pun? Ini adalah hal yang sangat menyentuh hati saya. Tidak ada keluhan, tidak ada kekecewaan atau pun tanda-tanda kepahitan dalam diri Lazarus sekalipun ia berada dalam keadaan yang paling parah jika dibandingkan dengan orang lain: ia sakit parah, tidak punya uang, tidak ada tempat tinggal, kelaparan, dan hanya ditemani oleh anjing-anjing. Bahkan para anjing itu punya nasib yang lebih baik dari pada dia karena mereka bisa menikmati makanan yang jatuh dari meja si orang kaya. Akan tetapi tidak ada satu pun keluhan yang keluar dari mulut Lazarus.

Hal apa yang memberinya kekuatan? Kata Lazarus memiliki arti Allah pertolonganku. Itulah petunjuknya. Di dalam perumpamaan kali ini, Yesus menyatakan bahwa Lazarus adalah orang yang saleh melalui petunjuk namanya karena, biasanya, Yesus tidak menamai orang-orang di dalam perumpamaannya. Dari mana kita bisa tahu tentang kesalehan orang miskin ini? Di mana kita bisa melihat adanya pemerintahan Allah dalam perumpamaan ini? Dalam diri seseorang yang berada dalam kemiskinan, di dalam penderitaan seperti ini, tanpa mengeluarkan keluhan sepatah kata pun. Ia pasti yakin akan satu hal, “Allah adalah pertolonganku. Dialah Allah dan Rajaku. Ia yang akan membela perkaraku. Di dalam Dia saja aku meletakkan kepercayaanku. Aku akan menyerahkan perkaraku kepada-Nya, seperti sang pemazmur yang berkata, ‘Aku tidak akan mengeluh dalam kepahitan” (Mazmur 64).

Saya dapat melihat pemerintahan atau kedaulatan Allah dalam diri seorang Kristen dengan mengamati cara dia berperilaku di dalam kesulitan dan penderitaan. Pemerintahan Allah terlihat dari perilaku dan kualitas kepribadian Anda. Ia tidak akan terlihat dari kata-kata yang keluar dari mulut Anda, misalnya Anda berkata, “Baiklah, mulai sekarang Yesus adalah Raja dalam hidup saya.” Semua orang bisa berkata seperti itu. Ketika tekanan dan aniaya mulai mengelilingi Anda, kita semua akan dapat melihat apakah Yesus adalah Raja Anda. Saya akan memberi satu kesaksian. Sekarang ini kesehatan saya sudah jauh merosot. Dulu saya adalah orang yang gemar berolah raga, sanggup berlari kesana-kemari tanpa lelah, sangat kuat dan sehat. Sekarang ini, berbagai macam penyakit seperti tidak pernah bosan untuk menghinggapi tubuh saya, mulai dari batuk, sesak nafas, rematik dan yang lain-lainnya. Akan tetapi, dalam keadaan seperti ini saya tetap bisa berkata dengan penuh semangat, “Terima kasih, ya Allah!” Itulah tanda pemerintahan Allah dapat dilihat.

Saya mendapat kesan bahwa Yesus dengan sengaja bermaksud membandingkan Lazarus dengan Ayub, tokoh dari Perjanjian Lama, satu-satunya orang selain Lazarus yang tercatat dalam Alkitab sebagai orang yang tubuhnya diselimuti borok. Ayub, yang tadinya adalah orang yang sangat kaya, kemudiaan harus duduk di atas debu dengan tubuh yang dipenuhi oleh borok, mulai dari ujung kaki sampai ke ujung kepala (Ayb.2:7). Anak-anaknya terbunuh, harta kekayaannya, ternak dan semua hambanya dirampok dan dijarah, lebih dari itu, ia sendiri terkena penyakit kulit yang sangat parah. Istrinya berkata, “Kalau seperti itu cara Allah memperlakukanmu. Kutukilah Allahmu dan mati sajalah.” (Lazarus juga mestinya mengalami godaan yang sama.) Lalu, bagaimana reaksi Ayub? Ia berkata, “Tuhan (perhatikan kata ‘Lord’) yang memberikan, Tuhan pulalah yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan.” Itulah contoh pemerintahan Allah di dalam praktik. Ketika Anda menundukkan diri pada kedaulatan Allah, maka setiap pujian Anda pasti bukan pujian yang murahan. Jika Anda mampu berkata sama dalam keadaan seperti itu, itu berarti bahwa Anda sudah memahami arti kedaulatan Kristus dalam hidup Anda. Sama seperti Ayub, Lazarus juga kehilangan segalanya. Ia tidak punya istri dan anak, dan ia harus duduk mengemis, tubuhnya dipenuhi borok, dan ia duduk di atas debu. Ia menjadi sangat tidak berarti. Dan sama juga seperti Ayub, Lazarus tidak sudi mengeluh. “Tuhan yang memberi, Tuhan jugalah yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan.” Saya harap Anda dapat melihat kualitas karakter mereka.

Saya juga berharap agar Anda memperhatikan betapa angkuhnya si orang kaya ini ketika meminta Abraham agar menyuruh Lazarus mengerjakan berbagai hal buatnya, seolah-olah Lazarus adalah hambanya: Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini… Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh… Ini adalah contoh perbedaan kualitas karakter. Si kaya ini tidak merasa malu untuk meminta. Ia tidak berpikir bahwa ia sendiri tidak pernah berbuat sesuatu buat Lazarus, apa haknya untuk menyuruh Lazarus melakukan berbagai hal buat dia? Ia tidak pernah memberi apapun kepada Lazarus, tetapi sekarang ia menyuruh Lazarus menaruh air di lidahnya! Dapatkah Anda melihat perbedaan kualitas karakter antara keduanya? Yang kita lihat di sini memang bukan sekadar perbedaan antara yang miskin dan yang kaya, tetapi juga perbedaan kualitas kepribadian di antara keduanya.


Sekali anak tetap anak?

Si orang kaya yang dimasukkan ke Hades, neraka, memanggil Abraham dengan sebutan ‘Bapa’. Perhatikan bahwa Abraham mengakuinya dan memanggil si kaya ini dengan sebutan ‘Anak’. Ia mengakui si kaya ini sebagai anak, sekalipun si anak berada di neraka. Nah, tentunya Anda pernah mendengar ajaran yang berkata, “Sekali anak tetap anak.” Ajaran itu memang benar sekali! Si kaya ini tetaplah anak walaupun ia berada di neraka. Abraham berkata, “Anak. Aku tidak dapat menyeberang untuk menolongmu. Engkau juga tidak mungkin bisa sampai ke sini. Jurang ini tidak dapat diseberangi.” Persoalan yang perlu diperhatikan adalah bahwa menjadi anak itu tidak menjamin dia untuk masuk ke surga.

Sama seperti banyak orang Kristen, orang-orang Yahudi juga melakukan kesalahan dengan mendasarkan keselamatan mereka pada kedudukan sebagai anak Abraham. Anda dapat melihat pandangan mereka itu dalam percakapan yang tertulis di Yohanes 8:39 dst. “Bapa kami adalah Abraham, jadi kami pasti oke-oke saja.” Itu adalah perwujudan dari pandangan ‘sekali anak tetap anak”. Perhatikan bahwa orang kaya ini telah mati, namun ia tetap diakui sebagai anak. Pembicaraan yang ia lakukan berlangsung di dunia lain. Abraham tidak menyangkal bahwa dia adalah anaknya. Namun kedudukan sebagai anak ternyata tidak membantunya sama sekali. Perhatikan juga kepribadian Abraham yang sangat berbelas kasih. Ia tidak berkata kepada orang ini, “Jangan berbicara kepada saya. Kamu tidak mempunyai hak untuk berbicara kepada saya. Kamu telah menerima apa yang kamu layak terima sekarang.” Abraham tidak berbicara seperti itu. Mereka yang mengenal Allah sebagai Raja adalah orang yang sangat pengasih. Ia berkata, “Anak,…di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.” Dengan kata lain, Abraham sedang berkata, “Maaf, nak. Aku tidak dapat menolongmu.”

Pahami dengan baik bahwa jurang antara kerajaan Allah dengan neraka itu tak terseberangi. Yesus memperingatkan kita bahwa jika kita ingin menyeberang, maka kita harus melakukannya sekarang. Sekarang atau tidak sama sekali. Pada hari penghakiman, Anda tidak akan dapat melintasi jembatan apapun karena jurang itu tidak terseberangi. Tidak ada jalan untuk menyeberang. Lakukan penyeberangan di dalam hidup ini atau Anda tidak dapat menyeberang sama sekali. Saya mohon Anda sekalian agar memahami hal ini dengan baik. Tidak ada kesempatan kedua. Tidak ada acara menyeberang jembatan nanti, dan tidak ada juga purgatori (api pencucian.) Seorang sarjana ternama, Jeremias, menyatakan dalam bukunya yang berjudul The Parables (Perumpamaan-perumpamaan,), “Sangat jelas bahwa menurut perumpamaan ini Yesus tidak mengenal adanya purgatori.” Jurang itu tak terseberangi. Anda tidak akan pernah bisa keluar dari satu sisi dan menyeberang ke sisi yang lain, tidak ada acara pencucian dosa di neraka untuk kemudian menikmati sisa hidup di surga. Menyeberanglah sekarang juga, di dalam hidup ini, jika tidak, maka Anda akan berakhir selamanya di dalam neraka. Jurang itu sudah ditetapkan dan akan terus ada sampai selama-lamanya. Ini adalah ajaran alkitabiah yang sangat penting untuk dipahami.


Akan duduk di takhta kehormatan di kerajaan Allah atau siksaan di Hades?

Cobalah untuk mengerti hal apa yang menjadi penghalang bagi pemerintahan Allah. Di dalam dunia ini, kita mengagumi orang yang kaya. Tidakkah Anda mengagumi orang-orang yang berkendaraan mewah? Orang itu mungkin memiliki tiga atau empat garasi. Semakin banyak garasinya, semakin tinggi status seseorang. Saya bahkan tidak punya garasi, apa lagi banyak, hanya ada satu atap tambahan untuk melindungi mobil. Secara umum, rata-rata setiap rumah punya satu garasi, dan cukup banyak pula yang punya dua garasi. Ketika saya melakukan khotbah keliling di bagian barat Kanada tahun lalu, saya melihat banyak rumah dengan tiga garasi. Saya bingung, mana yang lebih besar – rumahnya atau garasinya? Semakin kaya seseorang, semakin tinggi statusnya, semakin dunia mengaguminya.

Kita rindu untuk bisa seperti ini – berpakaian jubah ungu. Saya tidak tahu apa padanan yang sebanding dengan jubah ungu untuk zaman sekarang ini. Saya tidak tahu pakaian seperti apa yang bernilai paling tinggi. Mungkin mantel bulu binatang (mink coat)? Para lelaki zaman sekarang juga mulai gemar memakai mantel bulu binatang. Dari koran-koran yang saya baca, harga mantel-mantel tersebut paling murah berkisar antara $2.000 sampai $3.000! Saya tidak berani melangkah di jalanan dengan mantel seharga itu. Entah apa yang akan terjadi pada saya jika saya keluyuran dengan baju semahal itu. Lagi pula, untuk bisa memiliki baju semahal itu, saya harus mengorbankan semua harta saya! Kebanyakan orang tidak pernah punya uang sampai sebanyak $2.000 di dalam rekening banknya, apa lagi memiliki mantel bulu seharga itu! Akan tetapi kita di dunia ini cenderung menggandrungi orang kaya seperti si kaya dalam perumpamaan ini.

Namun Yesus berkata, “Jika pikiranmu seperti itu, maka engkau tidak layak bagi kerajaan Allah. Engkau masih belum mengerti arti kerajaan Allah. Cinta pada kekayaan telah menghalangi langkahmu dalam menerima pemerintahan Kristus di dalam hidup Anda.” Akan tetapi siapa yang mau mengalami keadaan seperti si Lazarus ini? Itulah persoalannya! Hal apa yang menghalangi Anda dalam menerima kerajaan Allah? Hal apa yang menghalangi Anda dalam menerima Yesus sebagai Tuan dan Penguasa di dalam hidup Anda? Hal apa yang menjadi penghalang bagi komitmen total Anda? Itulah pertanyaan yang diajukan oleh Yesus kepada Anda. Dan Yesus sendiri yang memberi jawaban, yaitu, “Kasihmu kepada dunia, kepada kekayaan, itulah penghalangnya.”

Kiranya Allah berkenan membuka pengertian kita untuk dapat melihat betapa kekayaan itu hanya bersifat sementara saja, supaya kita tidak bernasib sama dengan si orang kaya ini, yang terlambat menyadari kekeliruannya. Sesudah menjadi penghuni tetap di tempat yang salah, baru ia tersadar, “Hei, saya rugi besar! Si Lazarus sekarang malah duduk di paangkuan Abraham!” Berada di pangkuan seseorang di dalam masyarakat Yahudi berarti duduk bersampingan dengan orang tersebut. Pada zaman itu, jika ada pesta perjamuan, maka tamu kehormatan akan duduk paling dekat dengan tuan rumah, dan posisi itu disebut dengan istilah “duduk di pangkuan tuan rumah.” Sekadar ungkapan untuk menyatakan bahwa posisi itu sangat terhormat. Dan di dalam kerajaan Allah, Lazarus telah mendapat tempat yang terhormat.


Mengalami mukjizat bukan jaminan bahwa seseorang akan berkomitmen secara total kepada Tuhan

Yang terakhir, perhatikan bahwa si orang kaya ini masih mencoba untuk berdalih. Ia berkata, “Jika saya berkesempatan untuk melihat orang yang bangkit dari kematian, pasti saya akan percaya. Tetapi saya tidak mendapat kesempatan itu. Sudikah Bapa menyuruh Lazarus datang kepada saudara-saudara saya? Dengan kesaksian dari orang yang bangkit dari kematian, mereka pasti akan percaya.” Tetapi Abraham menjawab, “Sekalipun didatangi oleh orang yang dibangkitkan dari kematian, mereka tidak akan percaya.” Karena persoalannya bukan terletak pada apakah Anda telah melihat mukjizat atau belum, persoalannya terletak pada hubungan antara Anda dengan dunia. Pahamilah poin ini baik-baik.

Sebagaimana biasanya, Yesus melakukan hal yang indah di dalam membuktikan pandangannya. Di dalam Yohanes pasal 11, Yesus benar-benar membangkitkan seseorang yang bernama Lazarus dan membuktikan bahwa sekalipun ia telah membangkitkan orang mati, orang-orang tetap saja tidak mau percaya. Yesus telah memberi bukti. Ketika Lazarus dibangkitkan dari dalam kubur, apakah orang-orang Yahudi menjadi percaya? Ternyata tidak, dan hal ini menguatkan pandangan Yesus. Akan tetapi, jika Yesus tidak membangkitkan seseorang dari kematian, orang banyak akan segera berkomentar, “Engkau tidak boleh berkata bahwa kesaksian orang yang bangkit dari kematian tidak memiliki pengaruh karena engkau sendiri tidak punya bukti akan hal itu.” Dan tindakan Yesus dalam membangkitkan Lazarus dari kematian adalah bukti nyata yang mendukung pendapatnya, bahwa kesaksian orang yang dibangkitkan dari kematian tidak akan berpengaruh apa-apa.

Allah sudah sangat bermurah hati kepada kita, bahkan Ia memberi kita kesempatan untuk menerima Yesus sebagai Raja atas hidup kita. Pada Hari Penghakiman nanti, tidak ada alasan apapun yang dapat kita ajukan!

 

Berikan Komentar Anda: