Pastor Eric Chang | Matius 13:51-52 |

Mengertikah kamu semuanya itu?” Mereka menjawab: “Ya, kami mengerti.” Maka berkatalah Yesus kepada mereka: “Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”

Perumpamaan ini dapat kita baca di Matius 13:51-52. Di sini, Yesus bertanya kepada murid-muridnya, “Mengertikah kamu akan ketujuh perumpamaan yang baru diajarkan ini?” Dan mereka menjawab, “Ya.” Lalu Yesus berkata, “Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Surga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya.”

Hal apa yang dapat kita pelajari dari kutipan di atas itu? Para murid merasa bahwa mereka sudah mengerti perumpamaan-perumpamaan tersebut, sampai sebatas hal-hal yang menarik minat mereka. Namun tentu saja, yang ingin memahami segala yang perlu dimengerti sampai mencakup semua kekayaan makna perumpamaan ini, akan mendapati bahwa pemahaman mereka masih kurang.

Yesus berkata, “Karena itu…” (ay.52). Apa arti dari ‘karena itu’? Yesus berkata bahwa jika mereka telah mengerti pengajarannya, mereka akan seperti ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang hal kerajaan surga. Kata ‘menerima pelajaran’ berarti ‘menjadi murid dari seseorang’. Itu sebabnya, para murid akan menerima pelajaran tentang hal kerajaan surga. Sejalan dengan penelaahan kita di Matius 13:51-52, kita akan melihat beberapa prinsip penting yang akan tampil.

Yesus mengucapkan beberapa kata yang sangat penting ketika dia megirim murid-muridnya ke seluruh dunia. Yesus mendekati mereka dan berkata:

“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20).

Kata “jadikanlah murid” atau “make disciples“, diterjemahkan dari kata Yunani yang sama dengan kata “menerima pelajaran” atau “trained” dalam perumpamaan ini – ‘menerima pelajaran’ dari hal Kerajaan Surga.

Yesus mengirim murid-muridnya untuk pergi memuridkan. Demikianlah, Yesus tidak mengirim kita hanya untuk mencari penganut agama baru – sekadar menambah keanggotaan gereja, sekadar memperbesar jumlah anggota gereja. Kita semua mampu melakukan ini dengan berbagai macam metode dan rayuan. Jika kita membentuk kegiatan-kegiatan yang bersifat menghibur – seperti konser, tamasya, dan berbagai kegiatan rekreasi lainnya – kita dapat saja menarik berbagai macam orang ke dalam gereja karena orang-orang memang senang dihibur. Akan tetapi kita disuruh pergi bukan untuk menghibur orang, apalagi sekadar menambah penganut agama, melainkan untuk memuridkan.

Dapatkah kata-kata dari Yesus itu diterapkan pada kita? Kita menyampaikan kepada orang-orang, “Lihat, jika Anda percaya kepada Yesus, maka dosa-dosa Anda akan diampuni.” Kita mungkin dapat memperoleh banyak penganut agama dengan cara seperti ini. Namun seorang penganut agama bukanlah seorang murid. Di dalam Alkitab, seorang murid sering digambarkan sebagai seorang prajurit, jauh melebihi sekadar penganut agama. Memang dapat dipastikan bahwa jika kita memakai Empat Hukum Rohani (traktat yang diterbitkan khusus untuk menjangkau jiwa baru), kita akan dapat memperoleh banyak penganut agama. Akan tetapi kita diutus untuk memuridkan. Tahukah kita bagaimana cara memenuhi pengajaran itu?

Di masa Perjanjian Lama, hanya ada dua kelompok orang – ahli Taurat dan para nabi – yang memiliki murid. Para ahli Taurat cukup sering disebutkan di dalam Perjanjian Lama. Di dalam bahasa Mandarin, ahli Taurat disebut wen shi. Apa itu ahli Taurat? Sebelum kita meneliti lebih jauh tentang mereka, mari kita lihat dulu apa yang menjadi pusat perhatian gereja pada masa-masa awal. Mereka lebih mementingkan upaya untuk memenuhi ajaran Yesus, bukannya sekadar menambah penganut agama, yang akan segera menghilang begitu masalah datang. Sebagai contoh, jika kita berkeinginan untuk membangun gereja yang dipenuhi oleh penganut agama, maka kami akan menjalankan segala sesuatunya dengan cara yang berbeda dengan yang selama ini kami jalankan. Kami akan memakai cara-cara yang sudah terkenal ampuh untuk menarik minat banyak orang agar datang memenuhi gereja. Hiburan rohani akan menjadi sarana yang akan kami pakai. Saya sempat mengunjungi banyak gereja di Amerika sejak pindah ke Kanada bertahun-tahun yang lalu. Saya sangat terkejut melihat bagaimana sarana hiburan dipakai untuk menarik kedatangan banyak orang di beberapa gereja. Memang benar bahwa hiburan itu bersifat rohani, namun tetap saja sekadar hiburan. Dilengkapi dengan penyanyi, pemain musik dan MC, jadilah sudah. Anggota gereja-gereja itu sangat terlatih untuk menghibur. Dan mereka juga memiliki berbagai macam kegiatan yang dapat menarik minat orang-orang yang mungkin tidak terlalu bersemangat pada masalah rohani. Dengan cara seperti ini, Anda pasti akan dapat menghimpun banyak orang. Anda akan dapat menciptakan kerumunan besar orang-orang. Namun, pada saat persoalan datang, misalnya penganiayaan, orang-orang itu akan segera lenyap secepat kedatangan mereka.

Ketika kaum komunis memenangkan Tiongkok, saya berada di sana pada saat itu. Saya melihat langsung apa yang terjadi dengan gereja-gereja di sana. Saya melihat bagaimana gereja-gereja yang besar – yang biasanya kaya – yang tadinya dipenuhi oleh jemaat, menjadi kosong ketika kaum komunis datang. Orang-orang itu tidak berani datang ke gereja lagi. Dan gereja tersebut tidak lagi menjadi tempat hiburan yang menyenangkan; tidak lagi menjadi tempat bertemu dengan teman-teman untuk saling mengobrol. Ketika tidak ada lagi orang yang hadir di sana, gereja itu terpaksa tutup.


Mencari Murid, bukan mencari Penganut Agama

Yang kita perlukan adalah memenuhi perintah untuk menjadikan murid. Untuk dapat melakukan itu, sebuah gereja harus menjadi gereja yang mengajarkan Firman Allah. Dan itulah hal yang memang dilakukan oleh para murid. Kita lihat Paulus dan Barnabas melakukan hal ini di Kisah 14:21. Mereka pergi kemana-mana, memuridkan. Di sini kita mendapatkan kata Yunani yang sama (di dalam ayat 21 ini diterjemahkan dengan ‘memperoleh banyak murid’) dengan yang digunakan di dalam Matius 28:19, seperti yang dipakai juga di dalam perumpamaan ini (Matius 13:51-52, di sini diterjemahkan dengan ‘menerima pelajaran dari hal kerajaan surga‘). Di  Matius 27:57, kembali kita membaca tentang murid, yaitu Yusuf dari Arimatea yang menjadi murid Yesus. Ia tidak menjadi penganut agama, ia menjadi murid. Dan ia adalah seorang yang sangat berpengaruh, merupakan anggota dari ke-71 orang Sanhedrin, Mahkamah Agama di Israel. Para murid berdatangan dari mana-mana, termasuk dari kalangan yang tertinggi di tengah masyarakat Israel.

Secara keseluruhan, ungkapan ‘menjadikan murid’ atau ‘memuridkan’ (make disciples)’ muncul sebanyak empat kali di dalam Alkitab, tetapi kata ‘murid’ sendiri muncul ratusan kali. Keempat-empatnya sudah kita lihat di atas. Menjadikan murid berarti bahwa orang-orang tersebut diberi pelajaran tentang hal kerajaan surga. Mereka tidak sekadar disuruh hadir di gereja; mereka harus diajar atau dilatih.

Murid-murid tidak pernah berjumlah banyak karena Anda akan lebih mementingkan kualitas, bukannya jumlah, jika Anda mendidik murid. Sangat berbeda dengan kegiatan mengumpulkan banyak orang ke dalam gereja. Jika yang Anda pertimbangkan adalah jumlah pengunjung, maka Anda tidak akan mencari murid karena sangat membutuhkan banyak waktu dan usaha untuk dapat mendidik orang. Dan orang-orang semacam apa yang akan Anda latih? Tidak lain adalah ahli-ahli Taurat atau ahli-ahli kitab. Itu sebabnya mengapa Yesus berkata, “…Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Surga…” Alasannya adalah bahwa sebelum Anda memulai pelatihan murid-murid, Anda harus mendidik ahli-ahli Taurat yang akan dilengkapi dengan kemampuan untuk melatih orang lain. Itulah maksudnya. Bagaimana mungkin Anda dapat membangun gereja yang berisi murid-murid tanpa adanya ahli-ahli Taurat yang telah menerima pelajaran tentang hal kerajaan surga?


Peran seoran
g ahli Taurat

Siapakah ahli Taurat itu? Ia adalah seorang guru. Dari kisah 13:1, kita melihat bahwa gereja mula-mula memiliki nabi-nabi dan guru-guru, yang merupakan istilah lain dari ahli-ahli Taurat. Paulus dan Barnabas adalah ahli-ahli Taurat, dan mungkin juga nabi karena Anda dapat saja menjadi nabi sekaligus ahli Taurat sekalipun keduanya tidak selalu sama. Kita mengetahui dari Kisah 13:1 bahwa Barnabas mungkin adalah nabi atau ahli Taurat atau bahkan keduanya sekaligus. Sedangkan Paulus, kita mengetahui bahwa dia adalah seorang ahli Taurat. Ia adalah seorang rabi, yang merupakan istilah orang Yahudi bagi guru. Dan Paulus memiliki murid sendiri (Kisah 9:25), yang menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli Taurat karena ahli Taurat memiliki murid sendiri. Murid-murid Paulus (Kisah 9:25) mungkin sudah menjadi muridnya sebelum dia bertobat dan menjadi Kristen karena Kisah 9:25 menceritakan peristiwa yang sangat berdekatan waktunya dengan pertobatannya. Sepertinya terlalu cepat baginya untuk mempunyai murid-murid Kristen di waktu itu. Kelihatannya mereka adalah murid-muridnya sebelum ia menjadi seorang Kristen.

Paulus adalah seorang rabi yang sangat terpelajar sebelum ia menjadi Kristen. Jadi ia memiliki banyak murid, karena mereka cenderung mencari rabi yang terpelajar. Ketika ia menjadi Kristen, tampaknya banyak dari antara muridnya yang ikut menjadi Kristen bersamanya. Jadi jelaslah bahwa Paulus adalah seorang ahli Taurat yang telah menerima pelajaran tentang hal kerajaan surga.

Apa tepatnya hal yang dilakukan oleh seorang ahli Taurat? Pada dasarnya ia menjalankan tiga hal. Pertama, ahli Taurat mempelajari hukum. Sebelum Anda dapat mengajar, Anda harus mempelajari dulu hukum itu. Seorang ahli Taurat adalah seorang rabi, dan ia mempelajari hukum Allah dan menjadi ahli di bidang ini. Pada masa itu, kata ‘hukum’ tidak memiliki arti yang sama dengan ‘hukum’ sekuler sekarang ini. Ia mengacu kepada hukum Allah, atau Taurat, yang merupakan hukum Allah. Sebagaimana yang Anda ketahui, keseluruhan Perjanjian Lama disebut dengan hukum Taurat dan kitab nabi-nabi. Kadangkala dibagi menjadi tiga bagian: bagian hukum, bagian tulisan-tulisan hikmat, dan bagian nabi-nabi.

Sebagai ahli dalam hukum Taurat, seorang ahli Taurat harus mempelajari Hukum Allah dengan teliti. Itu sebabnya mengapa Yesus berkata kepada mereka, “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal” (Yoh.5:39). Kata ‘menyelidiki’ mencerminkan dengan jelas bagaimana para ahli Taurat mempelajari hukum Taurat. Ia tidak sekadar membaca Alkitab – setiap orang melakukan hal itu – namun ia menyelidiki Alkitab. Ia mempelajarinya secara mendalam. Ia menelaah Firman Allah sampai jauh ke dalam. Jadi, ia adalah seorang ekspositor atau seorang ekseget. Dan ia mengurai Firman Allah.

Kata Yunani yang sama dengan ‘menyelidiki‘ ini dipakai di Yohanes 7:52. Ketika Nikodemus cenderung mempercayai Yesus, pimpinan imam dan kaum Farisi berkata kepadanya, “Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” Mereka tidak tahu bahwa Yesus lahir di Betlehem, bukan di Galilea, sekalipun ia besar di Galilea. Kata Yunani yang sama dipakai lagi di 1 Petrus 1:11, di mana nabi-nabi menyelidiki nubuat-nubuat untuk mengetahui saat kedatangan Kristus. Kata yang mirip dipakai di dalam 1 Petrus 1:10 di mana Petrus berbicara tentang menyelidiki Alkitab dan nubuat secara teliti.

Ini adalah tugas pertama dari seorang ahli Taurat. Ia harus mempelajari Alkitab secara teliti. Niat setiap orang untuk menjadi ahli Taurat sangatlah beragam. Akan tetapi, jika ia adalah seorang ahli Taurat yang benar, ia akan menyelidiki Alkitab karena ia tahu bahwa hanya di dalam Alkitablah akan dapat ditemui Firman yang hidup.

Tidak ada mata pelajaran yang lebih penting untuk dipelajari selain Firman Allah. Ada banyak alasan untuk mempelajari sesuatu. Mungkin karena Anda ingin mencari nafkah. Jadi pilihan Anda mempelajari bidang teknik, hukum, biokimia, atau yang lainnya, Anda lakukan untuk membantu Anda mencari pekerjaan. Mungkin itulah alasan utama Anda. Alasan kedua, mungkin Anda memang tertarik dengan bidang pelajaran itu. Ada beberapa orang yang bahkan tidak tertarik sama sekali dengan bidang studi yang di dalaminya; mereka belajar di situ karena mungkin itulah satu-satunya bidang yang dapat menjamin pekerjaan bagi mereka. Mungkin ada permintaan yang cukup besar di pasar tenaga kerja bagi satu jenis profesi. Akibatnya, Anda memilih bidang studi tersebut untuk mengamankan kehidupan Anda.

Akan tetapi tidak ada bidang studi di dunia ini yang lebih penting dibandingkan dengan pelajaran Firman Allah karena di sini kita berurusan dengan kekekalan. Segala sesuatu akan berlalu kecuali Firman Allah. Ilmu pengetahuan yang Anda pelajari sekarang ini akan menjadi usang dalam hitungan tahun. Semua itu akan berlalu. Buku-buku pelajaran yang kita pakai sekarang ini akan menjadi ketinggalan zaman dalam beberapa tahun. Ilmu pengetahuan akan berlalu dan kita akan tertinggal di belakang jika kita tidak terus menerus belajar tentang perkembangan terbaru di bidang tersebut. Hal yang sama juga berlaku dalam bidang kedokteran. Jika seorang dokter tidak selalu mengikuti kemajuan terbaru, maka praktek yang ia jalankan akan ketinggalan jaman. Segala sesuatu bersifat sementara kecuali Firman Allah karena firman ini berurusan dengan kekekalan. Tidak ada subyek di dunia ini yang lebih penting, dan ini adalah hal yang dipahami dengan jelas oleh seorang ahli Taurat.

Fungsi kedua dari seorang ahli Taurat adalah untuk mengajarkan hukum Taurat. Jadi ia tidak sekadar belajar demi memuaskan hasrat pribadi untuk mengetahui jalan menuju hidup kekal, melainkan untuk membantu orang lain memasuki jalan itu. Jika dia adalah seorang ahli Taurat yang baik, maka ia akan mempelajari Firman Allah untuk dapat membantu dan mengajar orang lain. Itu sebabnya mengapa ahli Taurat disebut guru hukum Taurat atau teachers of the law (Lukas 5:17). Dalam bahasa Yunani, dipakai satu kata saja untuk sebutan tersebut – guru hukum Taurat.

Dengan cara yang sama, jika kita belajar untuk menjadi ahli Taurat di dalam kerajaan Allah, semua ini adalah dalam rangka membantu orang lain untuk masuk ke dalam jalur menuju hidup, menunjukkan kepada mereka jalan menuju hidup kekal. Itu sebabnya mengapa Paulus memandang para tua-tua yang mengabarkan dan mengajar Firman Allah di gereja dengan penghormatan yang tertinggi (1 Timotius 5:17). Karena mereka menjalankan fungsi yang paling penting di dalam gereja – mencari dan membentuk murid.

Ahli Taurat mengajar tidak sekadar dengan memberikan pengetahuan tentang Alkitab akan tetapi mereka juga diharapkan untuk dapat menjadi contoh melalui kehidupan mereka. Unsur yang satu ini biasanya sudah diabaikan di dalam pengajaran Firman Allah sekarang ini. Seorang pelajar yang masuk ke dalam kelas di sekolah Alkitab, biasanya tidak peduli dengan kehidupan yang dijalani oleh pengajarnya. Sang guru berdiri di sana karena ia memiliki kualifikasi yaitu bahwa ia sudah memiliki bekal pendidikan yang memadai yang memberinya hak untuk mengajar satu topik khusus dari Alkitab. Akan tetapi cara ini salah jika diterapkan dalam hal pengajaran Firman Allah. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata,

“Jadilah pengikutku (imitators=peniru), sama seperti aku juga menjadi pengikut (imitator =peniru) Kristus” (1 Korintus 11:1).

Paulus memberitahu jemaat di Korintus untuk meniru dia. Dengan demikian, seluruh hidupnya menjadi contoh yang harus ditiru.

Adalah merupakan tugas seorang ahli Taurat juga bahwa ia harus menegakkan hukum yang diajarkannya itu. Hal ini ia lakukan dengan menjadi hakim di tengah-tengah masyarakat. Ahli-ahli Taurat seringkali dipilih sebagai hakim di Israel karena mereka memahami hukum Taurat Allah dan dengan demikian menjadi yang paling layak untuk menjadi hakim atas setiap perkara pribadi maupun kriminal. Seorang anggota jemaat mungkin tidak tahu apa yang harus diperbuat, akan tetapi seorang ahli Taurat yang telah menerima pelajaran tentang Firman Allah tahu apa yang harus dilakukan dan dengan demikian akan menetapkan penghakiman atas sebuah kasus jika terjadi perselisihan. Sebagai contoh, ia akan menetapkan perkara warisan, batas tanah, perkara sehari-hari, aturan tentang hari Sabat, dan lain-lainnya.

Ahli-ahli Taurat juga sangat terlibat di dalam penghakiman atas perkara kriminal. Ketika Stefanus dihukum mati (Kisah 7), para saksi meletakkan jubah mereka di kaki Paulus (yang ketika itu bernama Saulus). Ini berarti bahwa ia bertindak sebagai seorang hakim yang memutuskan perkara Stefanus, yang kemudian dijatuhi hukuman mati atas persetujuan Paulus. Jadi Paulus adalah seorang ahli Taurat yang kala itu mengambil peran sebagai hakim dalam kasus Stefanus. Dari tulisan-tulisannya kemudian hari, kita melihat bahwa hal ini selalu mengusik hati nuraninya dan ia tidak pernah dapat melupakan masalah ini. Ia merasa bahwa ia adalah seorang berdosa yang paling buruk karena telah menghukum mati murid-murid Kristus. Pada masa itu ia tidak tahu apa yang sedang ia lakukan dan belakangan ia memohon pengampunan dari Tuhan atas apa yang sudah ia lakukan.

Peran ahli Taurat Kristen sangatlah mirip. Sebagai seorang ahli Taurat Allah yang telah menerima pelajaran tentang hal kerajaan, dia diharapkan untuk bertindak sebagai hakim di tengah jemaat. Sebagai contoh, Paulus menegur jemaat di Korintus karena mereka membawa perkara mereka kepada pengadilan duniawi (1 Korintus 5:12, 6:5). Ia berkata kepada mereka, “Tidak adakah orang di antara kalian yang mampu menghakimi, untuk memutuskan perkara di antara saudara seiman? Tidak adakah ahli Taurat di antara kalian yang memahami Firman Allah dengan cukup baik untuk dapat bertindak sebagai hakim? Apakah kalian harus membawa perkara ini kepada orang-orang yang tidak mengenal kebenaran, ke pengadilan duniawi, yang akan mempermalukan nama Yesus sedemikian rupa?” Paulus sangat marah kepada jemaat di Korintus atas apa yang mereka lakukan – sesama orang Kristen saling menuntut di pengadilan duniawi, dihakimi oleh orang dunia. Ia menginginkan agar di tengah-tengah mereka ada seseorang ahli Taurat yang akan dapat bertindak sebagai hakim untuk memutuskan perkara di antara mereka. “Hai, orang-orang Kristen,” katanya, “kalian bertanggungjawab untuk menghakimi mereka yang berada di tengah jemaat.” Dalam hal ‘menghakimi’ di sini, ia tidak bermaksud menyuruh kita untuk saling mengkritik satu dengan yang lain. Ia mengacu pada tindakan menetapkan atau memutuskan suatu perkara sesuai dengan Firman Allah.


Masa Kelaparan itu telah Tiba

Peran para ahli Taurat sangatlah penting karena beberapa alasan. Di masa itu, tidak ada lagi nabi di tengah kalangan Israel dan tugas untuk melatih murid-murid menjadi tanggungjawab para ahli Taurat. Serupa dengan itu, kita merasakan adanya kebutuhan untuk melatih murid-murid di tengah jemaat sekarang ini. Tanpa adanya ahli Taurat, siapa yang akan dapat mengajar orang-orang tentang Firman Allah? Akan ada kelaparan besar bagi Firman Allah. Saya teringat dengan kata-kata yang tertuang di Amos 8:11 di mana Amos berkata bahwa Allah akan mendatangkan masa kelaparan atas Israel. Bukan kelaparan akan makanan dan minuman namun akan Firman Allah; orang-orang akan pergi ke ujung dunia untuk mencari Firman Allah tetapi mereka tidak menemuinya.

Saya rasa masa kelaparan itu sudah terjadi sekarang ini. Saya sudah mengabarkan Firman Allah di sebagian besar kota-kota di Kanada, di antara Montreal dan Vancouver, dan tanggapan yang saya dapatkan seringkali sama. Orang-orang berkata kepada saya, “Kami belum pernah mendengar Firman Allah disampaikan seperti ini.” Tanggapan seperti ini khususnya muncul jika saya menjelaskan tentang apa arti komitmen kepada Tuhan, apa arti menjadi orang Kristen, dan apa arti menjadi seorang murid. Saya disambut dengan reaksi yang sama di hampir setiap kesempatan. Beberapa dari antara mereka, secara sederhana, berkata demikian, “Kami kelaparan. Kami lapar akan Firman Allah karena selama ini kami tidak diberi makan. Kapan Anda akan kembali lagi?” beberapa dari antara mereka adalah jemaat dari gereja-gereja yang pendetanya memegang gelar sekolah Alkitab cukup tinggi. Namun, di mana orang-orang yang akan membagikan roti kehidupan? Hati saya trenyuh melihat keadaan mereka karena sekarang ini orang-orang yang menerima pelajaran tentang Firman bukanlah ahli Taurat. Mereka hanya sekadar orang-orang yang memiliki pengetahuan akademis mengenai isi Alkitab, namun bukanlah ahli Taurat sebagaimana yang dimaksudkan di dalam Alkitab.

Jika kita amati masa Perjanjian baru, kita mendapati keadaan yang sama sedang terjadi pada bangsa Israel. Mengapa demikian? Paulus memberitahu Timotius untuk terus memberitakan Firman Allah baik atau tidak baik waktunya (2 Timotius 4:2) karena waktunya akan datang di mana orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat. Sangat menakutkan jika kita memikirkan hal ini. Bayangkanlah apa jadinya jika orang tidak mau lagi mendengar kebenaran, lebih senang mendengarkan guru-guru yang menyenangkan hati mereka, menghibur dan menyampaikan hal-hal yang senang mereka dengarkan saja. Kebanyakan orang tidak senang ditegur sekalipun dengan cara yang paling halus. Akan tetapi, guru yang baik cenderung bersikap tegas dalam artian mereka menolak untuk melunakkan Firman Allah agar mudah diterima oleh orang-orang, Tidak seperti beberapa penginjil dan pengkhotbah yang menyajikan Firman Allah mengikuti selera kita. Ketika orang tidak mau mendengarkan Firman Allah seperti apa adanya, kelaparan itu akan mencapai puncaknya. Tidak ada lagi peluang untuk mendengarkan Firman Allah. Sangat susah sekarang ini bagi orang yang ingin mengikut Tuhan dengan tulus, keadaan ini sama seperti yang berlangsung pada masa itu.


Setiap Murid adalah Seorang ahli Taurat

Yang diinginkan oleh Yesus adalah agar setiap orang Kristen berusaha untuk menjadi murid yang mampu mengajarkan Firman Allah. Untuk itu, Yesus mendidik ahli-ahli Taurat bagi kerajaan surga. Sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Ibrani, “Seharusnya kamu sudah menjadi pengajar, tetapi kamu masih juga menyusu” (lihat Ibrani 5:12). Sebagai seorang ahli Taurat dan pengajar hukum Taurat serta Firman Allah yang cakap, Paulus memberi teguran yang sangat keras kepada jemaat. Sebagaimana yang dapat kita lihat, ia bukanlah jenis orang yang mau memuaskan telinga para pendengarnya dan ia memilih kata-kata yang keras di dalam tegurannya. Dan saya sendiri juga sering dituduh memakai kata-kata yang keras karena saya tidak sudi untuk sekadar menjadi penghibur telinga orang-orang.

Mari kembali ke kutipan dari Ibrani untuk melihat apa yang diharapkan dari setiap orang Kristen. Saya akan menambahkan keterangan di dalam tanda kurung untuk memperjelas permasalahannya. Di dalam ayat-ayat sebelumnya, penulis Ibrani berbicara tentang raja sekaligus imam, Melkisedek. Dan di Ibr.5:11 ia berkata,

“Tentang hal itu (Melkisedek) banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.”

Sekalipun teguran semacam ini terasa kurang diplomatis akan tetapi penulis Ibrani memang bukan jenis orang yang gemar mengilik telinga orang. Izinkan saya menyampaikan apa yang diucapkannya di Ibr.5:11-13 dengan kalimat yang berbeda. “Kamu telah menjadi lamban dalam hal mendengarkan. Kamu telah merosot secara rohani dan telingamu tidak peka lagi dalam memahami perkara-perkara rohani. Sekalipun seharusnya kamu sudah menjadi pengajar (di zaman sekarang ini ia menghendaki agar setiap orang Kristen – dan saya harap Anda dapat memahami poin ini – menjadi pengajar) pada saat ini, kamu masih juga membutuhkan pengajaran tentang prinsip-prinsip dasar Firman Allah sekali lagi. Yang kamu perlukan masih susu, belum makanan keras (kamu masih merupakan bayi rohani). Setiap orang yang hidup dari susu bukanlah orang yang terlatih (ahli Taurat adalah orang yang terlatih) dalam Firman mengenai kebenaran (perhatikan bahwa di sini ia menyebut Firman Allah dengan ajaran mengenai kebenaran) karena ia masih bayi.”

Alkitab sangat memperhatikan masalah kebenaran. “Tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan” (lihat Ibrani 12:14).  Akan tetapi pengajaran di banyak gereja sekarang ini mengabaikan kebenaran sebagai hal yang pokok di dalam keselamatan. Alkitab adalah ajaran tentang kebenaran dan orang yang masih memerlukan susu tidak terlatih di dalam ajaran mengenai kebenaran ini karena ia masih bayi. Penulis surat Ibrani mengungkapkan dengan baik ketika ia berkata bahwa makanan keras hanya buat yang sudah dewasa, buat mereka yang sudah terlatih (perhatikan kata terlatih) melalui praktek untuk membedakan yang baik dan yang jahat (Ibr.5:14).


Berjalan Setiap Hari bersama Allah

Seorang ahli Taurat bukan sekadar orang yang mengumpulkan gelar dari sekolah Alkitab atau dari lembaga pendidikan sejenisnya. Ia adalah seorang yang bekal pendidikannya diperoleh dari praktek dan pengalaman dalam membedakan yang baik dan yang jahat. Menurut Perjanjian Baru, kualifikasi bagi seorang guru di dalam kerajaan Allah bukanlah sekadar telah memiliki ijazah pendidikan agama, namun yang memiliki pemahaman rohani dalam membedakan yang baik dan yang jahat. Kita tidak sedang berbicara masalah akademis di sini karena Alkitab adalah ajaran tentang kebenaran yang berkaitan dengan kebaikan dan kejahatan. Dan kita tidak mempelajari hal itu dengan jalan mengejar ijazah teologi. Kita mempelajari hal itu di dalam kelas kehidupan dengan menjalani hidup bersama Allah. Inilah gambaran ahli Taurat dan murid yang diinginkan oleh Yesus. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang berjalan bersama Allah setiap hari dan belajar membedakan yang baik dan yang jahat setiap hari pula. Itulah hamba-hamba Allah yang dikehendaki oleh Yesus; mereka bukan sekadar orang-orang yang menjejalkan pengetahuan ke dalam kepala mereka. Ada perbedaan yang sangat nyata di antara kedua jenis orang ini.

Syarat kerohanian dari seorang ahli Taurat atau pengajar di dalam Perjanjian Baru sangatlah tinggi. Jika kita melihat ayat-ayat di mana Paulus berbicara kepada muridnya Timotius, kita akan akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang persoalan ini. Timotius, yang dididik langsung oleh Paulus, terbukti merupakan murid yang sangat luar biasa dan ia juga menjadi seorang ahli Taurat yang cakap. Inilah hal yang dikatakan oleh Paulus kepada Timotius, “Engkau telah mengikuti ajaranku (kata mengikuti ini – di dalam bahasa Inggris, observe = mengamati – menunjukkan bahwa Timotius bukan sekadar mempelajari ajaran Paulus, tetapi juga mengamati kehidupan Paulus), cara hidupku” (lihat 2 Timotius 3:10). Paulus menyuruh Timotius untuk mengamati cara hidup atau perilakunya. Ini menunjukkan betapa pentingnya kualitas kehidupan seorang ahli Taurat.

Sangat sedikit orang di sekolah tinggi Alkitab, seperti yang sudah saya sampaikan, yang peduli pada masalah perilaku. Akan tetapi jika kita ingin melatih orang sesuai dengan standar Perjanjian Baru, kita harus menjalani hidup yang sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pengajar. Jika kita tidak dapat hidup seperti itu, maka kita tidak memiliki kewenangan untuk mengajar orang lain di gereja. Demikianlah Timotius, mengikuti pengajaran, perilaku, tujuan hidup, iman, kesabaran, kasih dan keteguhan Paulus. Paulus berani menjadikan dirinya sebagai contoh karena ia berada di dalam kasih karunia Allah. Sebagaimana adanya dia, Paulus dibimbing oleh kasih karunia Allah. Roh Kudus di dalam dirinya menjadikan dia sebagaimana adanya saat itu. Dan ia menyuruh Timotius untuk mengamati dan menirunya. Sebagai contoh, jika Paulus takut untuk maju berperang, maka Timotius akan terbawa untuk takut berperang juga. Seorang murid tidak akan melebihi gurunya. Apa yang terjadi pada sang guru akan berlaku pula pada muridnya. Sekarang ini kita memiliki lembaga-lembaga pendidikan akan tetapi murid sejati tidak dihasilkan dari lembaga-lembaga pendidikan. Yang kita butuhkan adalah hamba-hamba Allah yang berpengalaman dalam peperangan rohani di garis terdepan. Merekalah orang-orang yang layak kita pelajari kehidupannya.

Dan Paulus juga berbagi pengalaman dengan Timotius dalam hal menerima perlindungan Tuhan dari penganiayaan dan penderitaan (2 Timotius 3:11). Ia melanjutkan dengan berkata, “Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima (yang engkau terima dariku) dan engkau yakini (perhatikan kata-kata ini), dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu” (ay.14). Gamblangnya, Paulus sedang berkata, “Kamu tahu dari siapa kamu mempelajari semua ini; jadi berpegang teguhlah pada semua itu.” Ini adalah kata-kata yang sangat tegas, dan saya bertanya-tanya berapa banyak pengajar di zaman sekarang ini yang berani mengajar dan berbicara seperti itu. Jika Paulus adalah jenis orang yang menjalankan kerendahan hati yang palsu, ia tentunya akan berkata, “Oh, saya masih kurang layak untuk ditiru. Jangan tiru perilaku saya.” Jika kita akan mengarungi dunia dan mencari murid, jangan berpikir bahwa kewajiban kita hanya sebatas mengajarkan teori kepada orang lain karena mereka akan mengamati kehidupan kita juga, dan akan belajar dari contoh yang kita berikan. Tidak ada gunanya berkata, “Jadilah murid Kristus, tapi jangan tiru saya.” Kita tidak akan dapat membentuk murid dengan cara seperti itu. Kita harus memilih antara memuridkan atau tidak. Jika kita ingin memuridkan, maka kita harus menjalani kehidupan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh Yesus. Kita harus memikul salib dan mengikut dia. Ini adalah tuntutan yang tinggi terhadap seorang ahli Taurat Perjanjian Baru.

Di masa Perjanjian Baru, para ahli Taurat disebut juga ahli hukum. Gelar ‘ahli hukum’ adalah nama lain dari ahli Taurat. Sebagai sarjana Alkitab, ahli Taurat sekaligus juga merupakan ahli dalam hukum agama. Mereka disebut ‘rabi’ di kalangan masyarakat, Yesus mengajar dengan penuh kuasa, tidak seperti kebanyakan ahli Taurat pada masa itu yang gemar mengutip pendapat sesama mereka. Yesus mengajar dengan kuasa yang berasal dari atas, dan hal itu juga dia kehendaki agar dijalankan oleh ahli Taurat Perjanjian Baru. Dan inilah perbedaan pokok antara ahli Taurat Perjanjian Baru dengan ahli Taurat zaman dulu di Israel.

Pada zaman dulu, ahli Taurat berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Sama seperti cendekiawan pada zaman sekarang ini. Mereka dapat saja berasal dari keluarga yang kaya ataupun miskin. Ada ahli Taurat yang memegang jabatan imam besar atau pedagang besar, ada pula yang berprofesi sebagai tukang kayu. Rabi besar Yahudi yang bernama Shammai adalah seorang tukang kayu, sama seperti Yesus. Kadang kala seorang ahli Taurat berasal dari kalangan yang sangat rendah dalam masyarakat, yaitu seorang buruh harian. Guru besar Hillel adalah seorang buruh, yang menunggu tawaran pekerjaan harian di pasar setiap pagi. Ia akan melakukan semua pekerjaan kasar – biasanya di ladang-ladang – karena ia tidak memiliki pekerjaan tetap.

Beberapa ahli Taurat malahan bukan keturunan Yahudi. Sebagai contoh, rabi besar Shemaiah dan Abtalian bukanlah orang Yahudi asli. Mereka adalah keturunan proselit – orang asing yang masuk agama Yahudi. Jadi, tidak peduli dari keluarga manapun seorang ahli Taurat itu berasal, dan tidak peduli apakah ia seorang keturunan Yahudi asli ataupun bukan, satu hal yang memastikan kedudukannya di tengah masyarakat Israel adalah pengetahuannya tentang Firman Allah (Perjanjian Lama) dan hukum Taurat.

Untuk menjadi seorang ahli Taurat pada masa itu, seorang harus menjalani pelatihan yang sangat lama. Beberapa dari antara mereka memulai pelatihan itu sejak usia belia dan ada pula yang memulainya lebih kemudian. Sebagai contoh, sejarawan Josephus – yang juga seorang ahli Taurat – memulai pendidikannya sejak usia 14 tahun. Masa pendidikan dapat menyita banyak waktu dan seorang ahli Taurat belum dipandang sebagai ahli yang resmi sampai ia berusia 30 tahun di masa Yesus, dan 40 tahun pada masa-masa sesudah itu. Jika seseorang mulai belajar pada usia seperti Josephus, yaitu 14 tahun, maka ia harus menunggu sampai lebih dari 15 tahun sebelum diakui sebagai seorang ahli Taurat yang resmi. Seorang ahli Taurat ditahbiskan dengan upacara penumpangan tangan, mirip dengan penumpangan tangan bagi seorang calon pendeta. Pada waktu ia ditahbiskan menjadi seorang ahli Taurat di usia sekitar 30 tahun, ia menjadi ahli Taurat yang diakui secara resmi oleh masyarakat, seorang sarjana penuh. Sebelum itu, ia dipandang sebagai seorang ahli Taurat yang belum ditahbis resmi. Ia tetap diakui sebagai seorang ahli Taurat, namun bukan yang sudah ditahbis.


Kewenangan yang dipercayakan kepada Seorang ahli Taurat

Sesudah pentahbisan, dia dapat memulai prakteknya sebagai ahli Taurat, mengambil keputusan di dalam perkara kriminal dan memutuskan perselisihan di antara warga. Ia berhak untuk masuk Mahkamah Agama, dan menjadi anggota Sanhedrin jika memang terpilih. Dan ia juga boleh memiliki murid sendiri, hal yang dilakukan oleh sebagian besar ahli Taurat. Begitu mereka ditahbiskan, maka pengajaran, penetapan dan keputusan seorang ahli Taurat dipandang sejajar dengan Firman Allah sendiri oleh masyarakat Yahudi. Bahkan, kadang kala, ajaran dari sang ahli Taurat malah lebih dituruti ketimbang Taurat itu sendiri, yang merupakan hukum Allah. Hal ini tentu saja merupakan suatu hujatan terhadap Allah akan tetapi kasus ini menunjukkan kepada kita betapa tingginya penilaian masyarakat terhadap ajaran seorang ahli Taurat. Ajaran mereka dipandang sebagai Firman Allah; apa yang mereka sampaikan harus dipatuhi. Mereka memiliki kuasa untuk mengikat atau melepaskan.

Yesus memberikan kuasa seperti itu kepada murid-muridnya, yang diharapkan dapat menjadi ahli Taurat bagi kerajaan. Ia membuat pernyataan yang mengejutkan ketika Yesus berkata kepada mereka, “Apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga” (lihat Matius 18:18). Karena itu, apa yang menjadi keputusan mereka akan mewakili kehendak Allah. Demikian besarnya kewenangan yang dipercayakan kepada para murid, ahli-ahli Taurat yang baru, karena mereka sekarang hidup di bawah kuasa dan kendali Roh Kudus. Mereka tidak akan membuat keputusan yang berdasarkan kepentingan pribadi melainkan berdasarkan pimpinan dan kuasa Roh Kudus.

Orang Yahudi memandang para ahli Taurat dengan sangat hormat karena kewenangan yang dilekatkan kepada mereka. Keanggotaan Sanhedrin, Mahkamah Agung di zaman itu, hanya dapat diisi dari kalangan imam-imam besar, keluarga penguasa dan ahli-ahli Taurat. Sedemikian tingginya penghormatan masyarakat Israel terhadap seorang ahli Taurat sehingga jika seorang ahli Taurat melintas di jalan, maka semua orang akan berdiri memberikan hormat. Orang yang diizinkan untuk tidak ikut berdiri hanya mereka yang sedang melakukan pekerjaannya. Sebagai contoh, seorang pengrajin tanah liat yang sedang mengerjakan sebuah periuk, ia tidak perlu menghentikan pekerjaannya dan ikut berdiri. Masyarakat memaklumi keadaannya saat itu, akan tetapi setiap orang yang lain harus berdiri pada saat seorang ahli Taurat melintas.

Ahli Taurat memiliki penampilan khusus dengan pakaian yang menjadi seragam mereka. Pakaian ini berupa jubah yang panjang dan mirip dengan toga yang dipakai oleh calon lulusan perguruan tinggi pada upacara wisuda kesarjanaan mereka. Sama seperti toga yang memberi semacam kebanggaan khusus bagi seorang calon sarjana, pakaian khusus bagi ahli Taurat ini pun membuat sang pemakai menjadi sangat peka dengan statusnya yang tinggi.

Saya teringat pada waktu ketika saya belajar di sekolah tinggi teologia di Inggris, para siswa disuruh memakai jubah kampus berwarna hitam, yang bagi saya malah sangat merepotkan. Seragam ini memiliki lengan yang sangat panjang dan sering tersangkut di kursi. Jika saya berdiri dari kursi saya, kursi itu biasanya ikut terbawa. Kadang kala saya tersangkut di meja dan akibatnya sangat berantakan. Yang lebih buruk lagi ialah bahwa dengan seragam itu kami harus berjalan melintasi jalanan di London jika akan pergi ke jurusan lain dari sekolah tinggi ini. Anda dapat membayangkan kami berjalan di jalan-jalan kota London dengan memakai jubah hitam ini, dihinggapi oleh rasa bangga sebagai insan akademis dengan seragam ini. Tentu saja kami bukanlah orang yang gemar membanggakan hal-hal semacam itu akan tetapi pada saat kami memakai jubah tersebut, kami benar-benar merasa seperti berada beberapa tingkat di atas orang lain. Jika Anda pernah mengikuti upacara wisuda sarjana dan saat itu giliran andalah yang memakai toga kesarjanaan tersebut, Anda akan mendadak merasa lebih tinggi beberapa tingkat di atas umat manusia lainnya.

Kira-kira seperti itulah rasanya menjadi seorang ahli Taurat. Ketika ia berjalan melintas di jalanan Yerusalem, sambil memakai jubah khususnya, maka orang-orang akan berdiri menghormat kepadanya, kepada seorang yang cakap di bidang Firman Allah. Kenyataannya, dia memang sangat dihormati sampai melebihi orang tuanya sendiri. Ia mendapat kursi kehormatan di dalam sinagoga – kursi yang menghadap ke arah jemaat. Hal ini mengingatkan saya dengan beberapa gereja yang memasang kursi-kursi kehormatan yang menghadap ke arah jemaat. Orang-orang penting di gereja itu akan duduk dengan kaki bersilang, menatap ke arah jemaat di bawah. Begitu pulalah para ahli Taurat menerima kehormatan di sinagoga. Mereka juga mendapat kehormatan untuk diundang berkhotbah di mimbar sinagoga karena mereka jelas lebih paham ketimbang jemaat awam. Jadi mereka adalah orang-orang yang mendapat status tinggi lewat pemahaman mereka akan hukum Taurat dan penghormatan dari masyarakat kepada mereka sangat tinggi. Beberapa dari mereka bahkan dipandang memiliki kuasa rohani yang sangat besar – setidaknya demikianlah keyakinan masyarakat.


Menjadi seorang ahli Taurat dengan Niat yang Keliru

Alasan saya dalam menggambarkan penghormatan yang diterima oleh seorang ahli Taurat adalah untuk menunjukkan kepada Anda bahwa orang dapat saja menjadi ahli Taurat dengan alasan yang salah. Ada peluang bagi seorang yang berasal dari keluarga kalangan rendah untuk mengejar penghormatan yang tinggi dari masyarakat dengan jalan mempelajari hukum Taurat. Orang dapat saja mempelajari Alkitab dengan niat yang menyimpang, yang tentunya sangat berbahaya. Untuk mencegah hal ini, seorang ahli Taurat dilarang mengutip uang dari para muridnya. Namun hal ini tetap tidak menyurutkan semangat orang yang mengejar kedudukan sebagai ahli Taurat demi harga diri karena penghormatan yang diberikan masyarakat kepada ahli Taurat sedemikian tingginya, seperti undangan pesta dan duduk di kursi kehormatan, dan lain sebagainya.

Ini berarti bahwa di setiap tempat di mana gereja menjadi lembaga yang sangat dihormati oleh masyarakat, orang dapat saja menjadi imam atau pendeta dengan niat yang salah. Pernahkah Anda perhatikan bagaimana penghormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang imam atau pastor gereja Katholik di Irlandia? Mungkin kita tidak terlalu menghormatinya di Kanada akan tetapi di negara-negara Katholik seperti Irlandia, Sepanyol, Portugal atau Itali, seorang imam dihormati sebagaimana layaknya seorang ahli Taurat dahulu. Akibatnya, beberapa orang mungkin mengejar kedudukan imam atau pastor di gereja Katholik dengan niat yang salah, khususnya di negara-negara yang sangat menghormati imam dan pastor-pastor tersebut. Seorang teman saya, seorang imam Katholik, berkata kepada saya, “Ada banyak orang yang menjadi imam dengan niat yang keliru.” Namun jika mereka sudah menjadi imam, tidak mudah untuk mengusir mereka keluar sekalipun Anda tahu bahwa mereka masuk dengan tujuan yang salah.

Ada orang yang tidak dapat mengikuti pelajaran di universitas lalu mendaftar di sekolah Alkitab. Standar akademis di sekolah Alkitab tidaklah terlalu tinggi dan untuk dapat lulus di sini tidak susah. Saya belum pernah mendengar adanya orang yang tidak lulus pendidikan di sekolah Alkitab. Saya tidak yakin mereka akan tidak meluluskan seorang siswanya. Peluang untuk dapat lulus dan menggondol ijazah sangat tinggi. Siapa tahu, suatu hari nanti, sebuah gereja besar yang kaya mengundang siswa tersebut untuk ikut dalam tim pastoral mereka setelah lulus nanti. Hanya seorang pendeta yang dapat menandatangani berbagai surat penting sekarang ini, dan mereka dipandang dengan status yang sejajar dengan dokter ataupun pengacara oleh masyarakat. Sangat menyedihkan jika ada orang yang menjadi pendeta demi uang dan status. Sayangnya orang-orang seperti itu memang ada. Saya menekankan poin ini supaya Anda dapat melihat kemiripan antara seorang ahli Taurat dengan Pendeta karena seorang pendeta memang sekaligus seorang ahli Taurat juga sekalipun ada yang tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

Kenyataannya, ada beberapa ahli Taurat yang bersedia untuk hidup miskin. Tidak semua ahli Taurat adalah orang kaya. Ada banyak ahli Taurat yang sangat miskin dan beberapa dari antara mereka bahkan harus hidup dari belas kasihan orang lain, yaitu mereka yang benar-benar mencurahkan hidupnya untuk mengajar. Mereka tidak dibenarkan untuk mengutip uang bagi pengajaran mereka. Sekalipun murid-murid diperbolehkan untuk memberi sumbangan kepada gurunya, namun mereka tidak boleh mengaitkan pemberian itu dengan pengajaran yang diberikan oleh gurunya. Ini berarti bahwa jika seorang ahli Taurat yang miskin dikerumuni oleh murid-murid yang miskin pula sehingga tidak dapat memberikan apapun kepadanya, maka ahli Taurat ini akan semakin miskin. Ada yang bekerja sebagai hakim di pengadilan, dan mereka biasanya mendapat banyak penghasilan, namun juga tidak memiliki banyak waktu untuk mengajar.

Sekarang kita dapat memahami berbagai macam niat orang untuk menjadi ahli Taurat. Ada yang karena mengejar kehormatan yang akan diberikan oleh masyarakat sekalipun penghasilannya rendah, ada pula yang karena dorongan niat untuk mengenal Firman Allah, dan melalui itu dapat mengenal Allah sendiri. Ada ahli Taurat yang benar-benar baik; kita tidak boleh menganggap bahwa semua ahli Taurat itu buruk. Namun sayangnya, seperti yang terjadi dalam bidang yang lain, jumlah yang baik ini kalah jauh dibandingkan dengan yang buruk.

Bagaimana seorang dapat menjadi ahli Taurat pada masa itu? Satu-satunya cara ialah dengan jalan belajar dari ahli Taurat yang lain. Dengan kata lain, Anda harus menjadi murid seorang ahli Taurat. Ada ahli Taurat yang memiliki banyak murid. Sebagai contoh, Hillel, seorang ahli Taurat yang terkenal, memiliki lebih dari 80 murid. Para pengajar ini, khususnya yang ternama, sangat mementingkan kualitas murid. Mereka menyeleksi calon-calon muridnya dengan sangat teliti.

Orang-orang yang sangat rindu untuk dapat memahami Firman Allah rela menghadapi kesukaran untuk dapat belajar kepada ahli-ahli Taurat. Beberapa contoh dari perjuangan mereka sangatlah menyentuh hati. Hillel, yang belakangan menjadi seorang pengajar terkenal, adalah salah satu contohnya. Saat memulai pendidikannya, ia adalah seorang yang sangat miskin, yang menempuh perjalanan jauh dari Babilon ke Yerusalem untuk dapat ikut duduk dan mendengarkan pengajaran dari dua orang pengajar terbesar saat itu – Shammaiah dan Abtaliah (mereka bukanlah keturunan Yahudi asli). Hillel berjalan dari Babilon ke Yerusalem selama berminggu-minggu, melintasi daerah-daerah berbahaya. Ia berjalan kaki sejauh ribuan mil dari tanah subur di Babilon untuk dapat bersimpuh di kaki guru-guru besar itu. Sesampainya di Yerusalem, ia bekerja sebagai buruh harian dan memperoleh setengah dinar sehari. Dari setengah dinar itu, ia harus menyisihkan separuh buat membayar uang sekolahnya. Anda mungkin heran, “Bukankah seorang rabi tidak boleh memungut bayaran?” Yang memungut bayaran itu adalah pengurus sekolah, bukannya rabi. Seorang rabi yang memiliki banyak murid tidak akan mampu menampung mereka semua di dalam rumahnya. Dengan jumlah murid sekitar 80 orang, akan sangat sulit untuk dapat belajar dengan nyaman di dalam rumah sang rabi. Karena itu mereka menyewa ruangan kelas yang dapat menampung semua murid dalam satu ruang, dan yang membayar sewa ruang kelas itu adalah para murid, bukannya rabi. Karena sang rabi sendiri biasanya tidak mempunyai cukup uang, jadinya para muridlah yang harus membayar sewa ruangan kelas itu.

Pada suatu ketika, Hillel tidak mendapat pekerjaan, karena itu ia tidak memperoleh upah hariannya yang setengah dinar itu. Akan tetapi ia tidak rela untuk kehilangan saat belajarnya. Ia sangat lapar akan Firman Allah sehingga ia rela untuk duduk di luar ruang kelas dan menyimak pelajaran dari jendela, karena ia tidak dapat masuk. Waktu itu sedang musim dingin, orang-orang mendapati Hillel setengah membeku kedinginan di luar, namun ia masih tekun menyimak Firman Allah! Tidak heran jika ia kemudian menjadi seorang pengajar besar di Israel. Banyak pengajar besar lainnya yang memiliki kerinduan yang sama terhadap Firman Allah. Sekarang ini, saya pikir para pelajar jaman sekarang sudah cenderung manja. Akan tetapi para ahli Taurat pada jaman dulu adalah orang-orang yang rela menghadapi kesukaran dan kelaparan demi mempelajari Firman Allah.

Rabi Elieazar adalah contoh orang yang hampir mati kelaparan saat menempuh pendidikan untuk menjadi ahli Taurat, karena ia pergi belajar kepada rabi Johanan (nama Ibrani bagi Yohanes) tanpa persetujuan ayahnya. Tanpa dukungan dari keluarganya dan harus sering mengalami kelaparan, guru Elieazar kemudian mendapat tahu tentang keadaannya yang menderita kelaparan demi mempelajari Firman Allah. Jadi, ada sebagian orang yang memang benar-benar lapar akan Firman Allah. Mereka adalah orang-orang yang dicari oleh Yesus untuk dijadikan ahli Taurat bagi kerajaan Allah.

Saya mendapati bahwa di dalam rata-rata gereja sekarang ini, sangat susah untuk mendapatkan seseorang yang memahami pengajaran tentang Firman Allah, apa lagi yang membina murid. Apa yang diajarkan seseorang biasanya didapat dari buku-buku yang dibelinya dari toko buku. Di mana ahli Tauratnya? Paulus menyuruh Timotius, muridnya yang kemudian menjadi seorang ahli Taurat bagi kerajaan Allah, untuk mencari murid. Ia berkata, “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain” (2 Timotius 2:2). Apapun yang sudah diajarkan oleh Paulus, menjadi tanggungjawab Timotius untuk mengajarkannya kembali kepada orang lain. Dengan cara inilah gereja berkembang – melalui proses pewarisan kebenaran dari seseorang kepada orang yang lain. Di dalam memahami hal ini, kita perlu untuk bertanya kepada diri sendiri, “Tahukah saya cara untuk membina murid? Ibrani 5:12 berkata bahwa dilihat dari segi waktu kita seharusnya sudah menjadi seorang pengajar akan tetapi ternyata masih harus diberi susu. Apakah kata-kata itu mengena pada diri saya?”

Ketika saya masih belajar di sekolah teologi di London, seorang wanita bertanya kepada saya, “Apa yang kamu pelajari?” Saya menjawab, “Saya belajar tentang Firman Allah.” Ia berkata, “Benarkah? Sungguh luar biasa. Tolong dengarkan saya. Pelajarilah Firman Allah dengan mendalam.” Lalu saya tanyakan kepadanya, “Mengapa Anda mengharapkan seperti itu?” Jawabnya, “Karena saya sendiri sudah menjadi seorang Kristen untuk waktu yang cukup lama namun saya tidak mengerti Alkitab. Dan karena saya tidak mengerti Alkitab, saya menjadi tidak berguna bagi Allah.” Wanita ini memahami persoalannya. Jika kita tidak terdidik menjadi murid-murid dari kerajaan, kita tidak akan dapat memuridkan orang lain.

Di dalam perumpamaan ini kita mendapati bahwa seorang ahli Taurat yang menerima pelajaran tentang hal kerajaan surga adalah seperti seorang tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya. Dan dari yang kita baca di 2 Korintus 4:7 kita mengetahui bahwa harta itu adalah Injil. Kita memiliki harta ini, kata Paulus, tersimpan di dalam bejana tanah liat, namun itu belum menjelaskan segalanya. Injil disampaikan melalui terang Kristus, itu sebabnya ia disebut cahaya injil tentang kemuliaan Kristus (2 Korintus 4:4). Dan Injil memiliki kuasa untuk mengubah seseorang.


Dua Ciri Kembar dari Kebenaran

Ketika Yesus berkata, “mengeluarkan harta yang lama dan yang baru dari perbendaharaannya,” apa arti dari yang lama dan yang baru itu? Kebenaran selalu merupakan hal yang lama dan baru sekaligus. Ia bukanlah hal yang ditemukan di masa lalu. Ia ada sejak lama akan tetapi selalu baru. Ini adalah hal yang luar biasa dari kebenaran. Ia selalu memiliki kualitas lama dan baru sekaligus. Jika ia merupakan sesuatu yang baru, maka ia bukanlah kebenaran karena kebenaran bukan barang temuan baru. Ia selalu benar. Ia selalu ada. jika ia sesuatu yang baru, maka itu bukan kebenaran. Jika ia sesuatu yang lama dan sudah berlalu, atau bersifat sementara; maka itu pun bukan kebenaran. Kebenaran itu kekal, selalu ada selamanya. Kebenaran Allah tidak pernah berubah; ia selalu kekal selamanya. Itu sebabnya, ia disebut baru dan lama sekaligus. Ia tidak pernah berhenti menjadi kebenaran di zaman apapun Anda hidup. Ia merupakan kebenaran di tahun 2000 SM dan juga merupakan kebenaran di tahun 2004 ini. ia sekaligus baru dan lama.

Kita mendapati prinsip ini diterapkan dengan sempurna dalam perkara rohani. Di 1 Yoh.2:7, kita mendapati hal ini di dalam perintah untuk mengasihi. Rasul Yohanes berkata,

“Saudara-saudara yang kekasih, bukan perintah baru yang kutuliskan kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari mulanya. Perintah lama itu ialah firman yang telah kamu dengar” (1 Yoh.2:7)

Ia merupakan perintah yang lama, akan tetapi juga merupakan perintah yang baru. Kebenaran selalu merupakan hal yang lama sekaligus baru.

Dapatkah Anda membagikan Injil di dalam prinsip-prinsip kebenaran dan kuasa Allah? Yesus memanggil kita untuk menjadi pengajar, walaupun tidak harus menjadi pengajar full-time seperti menjadi pekerja-pekerja di gereja. Ada peringatan bagi mereka yang menggampangkan pekerjaan pengajar full-time karena persyaratan untuk menjadi pengajar jauh lebih tinggi ketimbang menjadi murid (Yakobus 3:1). Akan tetapi Yesus mengharapkan agar setiap orang dapat menjadi pengajar, sekalipun tidak menjadi pengajar di gereja dalam artian menjadi pendeta ataupun pengkhotbah. Kiranya ajaran ini akan dapat digenapi jika kita memiliki hasrat untuk dapat menjadi ahli Taurat bagi kerajaan Allah, yang memimpin orang lain memasuki jalan menuju hidup kekal.

 

Berikan Komentar Anda: