Pastor Eric Chang | Matius 13:47-50 |

Kita melanjutkan pendalaman kita tentang ajaran Yesus di Matius 13:47-50. Ini adalah perumpamaan tentang pukat:

“Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itupun diseret orang ke pantai, lalu duduklah mereka dan mengumpulkan ikan yang baik ke dalam pasu dan ikan yang tidak baik mereka buang. Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”

Perumpamaan ini adalah yang terakhir dari kumpulan perumpamaan di Matius 13. Memanglah pantas hal penghakiman Allah dititik-beratkan di perumpamaan yang terakhir dari bagian ini. Perumpamaan ini mengenai kerajaan Allah, sama seperti perumpamaan lainnya di Matius 13. Kata “kerajaan” dapat diterjemahkan sebagai “pemerintahan”. Dengan demikian kerajaan Allah dapat dipahami sebagai pemerintahan Allah. Namun hal yang pokok adalah bagaimana kita dapat masuk ke dalam kerajaan Allah?


Bagaimana kita masuk ke dalam Kerajaan Allah?

Masuk ke dalam kerajaan Allah berarti berada di dalam jalur menuju kehidupan. Kita  mewujudkan pemerintahan Allah di dalam hidup kita dengan menjadikan Allah sebagai raja atas hidup kita – karena hanya itu jalan untuk memperoleh hidup kekal. Ini adalah hal yang diajarkan oleh Yesus. Hanya mereka yang hidup di bawah pemerintahan Allah dengan menjadikan Allah Raja atas mereka yang akan menikmati hidup yang Dia berikan. Jika kita tidak hidup di bawah pemerintahan Allah, kita tidak bisa berharap untuk ikut menikmati berkat-berkat dari pemerintahan-Nya.

Sebagai contoh, jika Anda bukan warga Kanada, maka Anda tidak akan dapat tinggal dan menikmati kehidupan di Kanada. Namun ketika Anda masuk ke Kanada ataupun negara lainnya maka Anda langsung terikat pada aturan hukum yang berlaku di sana. Sekalipun Anda hanya seorang pengunjung, jika Anda melanggar peraturan seperti misalnya melanggar aturan parkir, Anda tetap harus membayar denda. Tidak peduli apakah Anda seorang warga Kanada atau bukan. Jika Anda berada di Kanada, maka Anda berada di bawah peraturan hukum Kanada.

Serupa dengan itu, ketika Anda memasuki kerajaan Allah maka Anda berada di bawah peraturan Allah, di bawah aturan hukum Allah. Jika Anda ingin menikmati keuntungan-keuntungan dari kerajaan Allah, maka Anda harus menempatkan diri di bawah pengaturan atau pemerintahan-Nya. Saya selalu teringat kata-kata dari Konfusius: Luan bang bu ru. Artinya, Anda tidak akan pergi ke negeri yang kacau dan tidak diperintah dengan baik. Jika Anda ingin menikmati kehidupan yang baik, Anda tentunya memilih untuk pergi ke negeri yang pemerintahannya baik, atau yang dipimpin dengan baik. Hal yang sama berlaku jika Anda menyerahkan hidup Anda kepada Tuhan dan hidup di bawah pemerintahan-Nya. Anda akan menikmati keuntungan dari hidup yang diisi oleh kebenaran, damai sejahtera, suka cita, kasih, saling pengertian dan kekudusan. Semua hal itu dapat ditemukan di dalam kerajaan Allah.


Kerajaan Allah menarik pelbagai macam orang

Yesus berkata bahwa hal kerajaan surga itu seperti pukat yang dilabuhkan di laut dan mengumpulkan ikan dari segala macam jenis. Negara yang stabil yang diperintah dengan baik akan menarik banyak orang untuk berdatangan. Bukan hanya rakyat yang baik dan yang taat hukum yang tertarik dengan pemerintahan yang baik. Cukup aneh, bahkan seorang penjahat pun cenderung memilih untuk tinggal di negara yang pemerintahannya baik. Itu sebabnya kita mendapati bagaimana negeri-negeri yang makmur juga memiliki masalah moral yang rumit. Setiap orang akan tertarik untuk tinggal di negara yang standar ekonominya tinggi. Dan standar kehidupan akan meningkat seiring dengan pemerintahan yang baik. Setiap orang sangat ingin untuk menikmati standar kehidupan yang tinggi. Jika suatu pemerintahan buruk, maka standar ekonomi akan menurun. Rakyat di mana-mana menyukai pemerintahan yang baik.

Demikianlah kerajaan Allah itu seperti pukat yang dilabuhkan di laut dan mengumpulkan berbagai macam jenis ikan. Kebanyakan dari kita bukanlah nelayan. Akan tetapi, saya dapat membayangkan Yesus mengajarkan perumpamaan ini, mungkin di tepi danau Galilea di mana orang-orang baru saja menyaksikan para nelayan menarik pukatnya. Hal apa yang sebenarnya sedang mereka amati? Gambaran apa yang sedang mereka lihat di sana?

Gambarannya adalah nelayan yang sedang menjaring dengan pukat. Bisa saja salah satu ujung pukat itu dipatok dekat pantai dan ujung yang lain ditarik oleh sebuah perahu yang bergerak menyapu pinggiran pantai, dengan arah gerakan yang semakin mendekati patok dan menutup jaring tersebut serta menjaring berbagai macam jenis ikan.

Ada banyak cara untuk melakukan hal ini. Anda dapat juga memakai dua kapal. Keduanya berlayar sejajar dan kemudian membentuk gerakan melingkar, menutup celah sehingga ikan-ikan terjebak di dalam lingkaran jaring. Lalu kedua kapal itu bersama-sama pulang ke pantai, menarik semua ikan yang tertangkap di dalam jaring. Bagian atas jaring harus mengambang. Dan bagian bawahnya harus cukup dalam sampai menyentuh dasar laut atau danau. Ini berarti Anda tidak dapat memakai cara tersebut di perairan yang dalam. Dan memang, pukat ini biasanya dipakai di daerah-daerah dekat pantai. Dengan demikian, pukat tersebut dapat menjangkau mulai dari permukaan sampai ke dasar. Di bagian atas akan dipasang pelampung dan pemberat akan dipasang di bagian bawah agar jaring itu sampai ke dasar laut, agar ikan tidak akan dapat lolos dari jaring ini. Pukat ini lalu ditarik oleh satu atau dua kapal dengan gerakan menyisir pantai. Dalam proses ini, pukat tersebut akan menyapu semua ikan yang berada di jalur lintasannya.

Di zaman sekarang ini, cara penangkapan dengan memakai pukat atau perahu pemayang masih banyak dilakukan oleh banyak pengusaha kapal ikan termasuk di danau Galilea. Ketika kapal sampai ke pantai, pukat itu akan ditarik naik ke darat, dan semua ikan di dalamnya – besar ataupun kecil, yang baik maupun yang tidak baik – terperangkap di dalamnya. Ikan-ikan itu lalu diangkat semua. Di daratan, ikan-ikan itu mulai dipisah-pisahkan. Sebagian dari ikan-ikan itu lalu dibuang. Ikan-ikan yang dibuang adalah ikan-ikan yang sudah rusak, yang terlalu kecil dan yang sudah mati; ikan-ikan yang mati saat terjerat di dalam pukat, dan juga ikan-ikan yang terlalu kurus, lemah atau perutnya sudah membuncit. Nelayan akan membuang berbagai macam ikan. Mereka tidak berminat untuk mengambil ikan yang nilainya terlalu rendah karena ukurannya kecil ataupun yang sudah busuk. Seperti itulah gambaran penangkapan ikan dengan menggunakan pukat yang ada di dalam perumpamaan ini.


Ikan sering dipakai untuk melambangkan Manusia

Di dalam Alkitab, ikan seringkali digunakan sebagai lambang bagi manusia. Manusia digambarkan sebagai ikan yang berenang di laut, sambil memakan ikan yang lebih kecil. Orang Tionghoa memiliki pepatah: ikan besar memakan ikan kecil, dan ikan kecil memakan ikan yang lebih kecil lagi. Kehidupan kita sering dibandingkan dengan kehidupan ikan. Di dalam perumpamaan ini disebutkan tentang berbagai-bagai jenis ikan, artinya adalah segala macam jenis manusia. Terdapat berbagai macam jenis ikan di lautan. Menurut penelitian terdapat 24 macam jenis ikan yang hidup di Danau Galilea, sedangkan di lautan, ratusan jenis ikan dapat ditemukan. Keragaman spesies ikan ini sangat mirip dengan keragaman jenis manusia. Ada ikan yang berukuran besar, ada yang kecil; beberapa ikan memiliki gigi yang tajam dan gemar menyerang sesamanya, sementara yang lain ada pula yang berwatak pendamai dan hanya memakan serangga, kepiting serta udang kecil. Ada banyak macam ikan, sama seperti manusia, dengan berbagai macam kebiasaan dan bentuk.

Sebagai contoh, di Habakuk 1:14-15, bangsa-bangsa dan orang-orang digambarkan seperti ikan. Di ayat 15 disebutkan bahwa orang Kasdim, suatu bangsa yang agresif dan berkuasa pada zaman itu, menarik bangsa-bangsa lain ke dalam pukatnya, mirip dengan ucapan Yesus dalam perumpamaan ini. Ungkapan “ditangkap dengan pukatnya” menggambarkan tindakan bangsa ini menaklukkan bangsa-bangsa lainnya, menangkap mereka ke dalam kuasa dan pengaruhnya.

Di perumpamaan ini, kerajaan Allah digambarkan seperti pukat yang bergerak melintasi dunia, dan menjaring orang-orang ke dalamnya. Di dalam hal ini, yang terjadi adalah penaklukan rohani, bukannya jasmani. Hamba-hamba Allah digambarkan sebagai penjala manusia, sebagaimana yang tertulis di Matius 4:19.

Alfred Edersheim, seorang cendekiawan, memberitahu kita adalah hal lazim bagi orang Yahudi untuk membandingkan manusia dengan ikan. Di Yehezkiel 12:13, khususnya di dalam terjemahan Symmacus dari Perjanjian Lama berbahasa Yunani, terdapat gambaran tentang Allah yang memasukkan bangsa Israel sebagai tawanan ke dalam jaring orang Kasdim. Allah sendiri digambarkan sebagai menangkap bangsa Israel dengan jaring. Ada satu hal yang terkait dengan peristiwa terjaringnya ikan, yaitu pada tingkatan tertentu, mereka tertangkap tanpa menyadarinya. Ada gerakan dari kerajaan Allah, Firman Allah; satu kuasa yang menarik mereka ke dalam. Inilah gambaran yang kita dapatkan dari perumpamaan ini. Dan ketika pukat itu sudah penuh, lalu ia akan ditarik ke darat (Matius 13:48).


Pukat akan ditarik setelah Penuh

Di dalam perumpamaan ini, penuhnya isi pukat itu mengingatkan kita pada perumpamaan tentang pesta pernikahan (Matius 22), saat Yesus membahas tentang ide yang sama. Yesus berkata,

“Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu” (Mat.22:10).

Dalam perumpamaan ada seorang yang sedang mengundang semua orang untuk datang ke pesta pernikahan. Perumpamaan tentang pesta pernikahan ini memakai gambaran hamba-hamba yang pergi mengundang banyak orang untuk datang ke pesta tersebut. Kebanyakan orang menyukai pesta pernikahan sama seperti mereka menyukai negeri dengan pemerintahan yang baik, dan itu menjelaskan mengapa mereka datang ke pesta tersebut. Mereka yang datang ke pesta terdiri dari orang baik dan juga orang jahat yang datang dengan harapan untuk dapat memperoleh sesuatu.

Di dalam perumpamaan tentang pukat, kita melihat ada kata “mengumpulkan” (Mat.13:47) yang digunakan dalam kalimat “mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan”. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “mengumpulkan” juga dipakai di Matius 25:32. Sekali lagi kita mendapatkan arti yang sama tentang segala bangsa dikumpulkan dan yang baik dan yang jahat akan dipisahkan, yakni domba akan dipisahkan dari kambing. Dan kata “memisahkan” juga ditemukan di dalam perumpamaan tentang pukat ini. Jadi ada beberapa perumpamaan yang memiliki makna yang mirip dengan perumpaman tentang pukat ini.
Hal ini memberitahu kita pentingnya pesan yang terkandung di dalam pengajaran Yesus ini.

Pukat itu ditarik ke pantai ketika sudah penuh. Hal ini mengingatkan kita pada Roma 11:25 saat Paulus berkata bahwa tanda kita telah sampai pada akhir zaman adalah saat jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk. Anda mungkin bertanya, “Mengapa akhir zaman – hari kiamat – itu belum juga tiba?” Ini adalah karena pukat tersebut masih belum penuh. Jika pukat itu sudah penuh – ketika segala tujuan Allah sudah tercapai – maka hari akhir itu akan tiba dan pukat tersebut akan ditarik ke darat.

Ungkapan “mengumpulkan” cukup menarik perhatian karena kata Yunani yang dipakai untuk itu dapat juga berarti “menyambut atau memberi tumpangan”. Contohnya di  Matius 25:35, 38 dan 43 kata tersebut diterjemahkan dengan “memberi tumpangan”. Di dalam ayat-ayat itu, Yesus berkata bahwa ketika ia sedang di dalam penjara, kelaparan, dan sebagainya, orang-orang tersebut tidak memberinya tumpangan. Bagi mereka yang masuk ke dalam golongan domba, Yesus berkata, “Kamu memberi Aku tumpangan.” Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “memberi tumpangan” (welcome) adalah kata yang sama yang diterjemahkan dengan “mengumpulkan” (to gather).


Terdapat orang yang baik dan jahat di dalam Kerajaan

Ini berarti kerajaan Allah merentangkan tangan menyambut kedatangan semua orang. Ia tidak pilih-pilih dalam mengundang orang. Setiap orang diundang untuk masuk ke dalam kerajaan Allah. Jika Anda bukan seorang Kristen maka Anda juga diundang hari ini untuk memasuki kerajaan itu. Kebanyakan negara menerapkan aturan imigrasi yang sangat ketat. Anda baru diterima jika Anda merupakan orang yang memiliki keistimewaan, dan memenuhi standar imigrasi mereka. Akan tetapi kerajaan Allah menerima setiap orang. Bukan berarti bahwa penerimaannya tanpa syarat akan tetapi undangannya memang demikian. Allah begitu mengasihi dunia sehingga siapapun yang bersedia untuk datang akan diterima.

Namun bukan berarti karena Anda sudah berada di dalam kerajaan Allah maka Anda sudah selamat. Jika demikian, maka setiap orang yang sudah masuk ke dalam kerajaan Allah secara otomatis diselamatkan. Ini bukanlah makna yang terkandung di dalam perumpamaan ini. Ada orang yang baik dan yang jahat di dalam kerajaan Allah. Dan yang jahat akan dibuang keluar pada akhir zaman nanti, bukan sekarang. Di dalam gereja sekarang, ada banyak orang yang terlihat seperti orang Kristen atau yang mengaku sebagai orang Kristen namun mereka akan dibuang oleh Allah pada hari akhir nanti. Itulah peringatan yang diberikan oleh perumpamaan ini. Jangan mengira bahwa karena kita sudah bergereja, karena kita sudah menyebut diri sebagai orang Kristen, maka kita sudah selamat.


Hal apa yang Membedakan ikan yang “baik” dan “tidak baik”?

Sekarang kita sampai pada poin penting dari perumpamaan ini. Hal apa yang membedakan antara ikan yang baik dan yang tidak baik? Apa itu ikan yang baik? Hal apa yang akan memberi kejelasan tentang orang Kristen yang sejati dan yang palsu? Orang Kristen macam apakah kita ketika menyebut diri sebagai orang Kristen? Apakah kita mengira bahwa kita pasti selamat karena kita sudah berada di dalam kerajaan Allah? Kita harus dengan baik mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh Yesus. Ia memperingatkan kita bahwa keberadaan kita di dalam kerajaan Allah tidak menjamin bahwa kita akan diselamatkan pada hari akhir nanti. Hal itu bergantung pada sesuatu yang lain. Apakah itu?


Apa yang dilambangkan oleh “Laut”?

Sebelum saya masuk ke dalam bagian ini, mari kita perhatikan beberapa unsur dari perumpamaan ini untuk melihat apa artinya. Kita mulai dengan melihat apa arti laut. Di dalam Alkitab, laut seringkali dipakai untuk menggambarkan dunia dan sistem yang berkaitan dengannya. Laut adalah tempat yang tidak stabil, tidak menentu, tidak ada kepastian dan tidak dapat diduga. Jika Anda mendayung perahu di sebuah danau yang besar, Anda akan tahu apa yang saya maksudkan. Ketika angin mendadak bertiup kencang, perahu akan terombang-ambing ke sana-ke mari. Hal ini sudah menjadi ciri khas Danau Galilea karena cuaca di sana sangat sulit diduga. Anda tidak akan tahu kapan badai akan datang. Tampaknya hari sangat cerah, dan matahari bersinar terang. Lalu dalam beberapa menit sebuah badai menyapu danau tersebut, dan seorang nelayan yang sudah ahlipun akan tenggelam dihantam badai itu. Ketidak-pastian merupakan ciri khas lautan.

Jika Anda pernah berenang jarak jauh, Anda akan memahami dengan lebih jelas apa yang sedang saya bicarakan. Pernahkah Anda menduga-duga hal apa saja yang ada di balik permukaan laut saat Anda berenang? Suatu kali, ketika saya sedang berenang di Hunan, China, saya menyeberangi sebuah sungai yang cukup lebar. Saya terus saja memikirkan kira-kira apa saja yang ada di dasar sungai itu. Makhluk-makhluk aneh mungkin saja tiba-tiba muncul dan menggigit kaki saya. Lagi pula, seringkali kita mendengar tentang perenang-perenang tangguh yang hilang tanpa bekas di lautan. Sangat mungkin seorang perenang yang sedang berenang sendirian melintasi jarak yang jauh di lautan bertanya-tanya apa saja yang ada di bawah permukaan laut itu.

Paulus bercerita tentang bahaya-bahaya yang dihadapi orang di lautan (lihat 2 Korintus 11:25). Lautan menyimpan banyak bahaya; lautan adalah tempat yang sangat berbahaya karena segala hal yang tak terduga bisa terjadi. Kapal yang sangat besar pun dapat hilang dan mengalami musibah di lautan. Contohnya, Titanic. Ketika mereka membangun kapal ini, mereka membangunnya dengan ruangan-ruangan yang bersekat, dan mereka membanggakan bahwa kapal ini tidak akan tenggelam. Namun kapal ini tenggelam justru pada pelayarannya yang pertama. Titanic hanya berlayar satu kali dan tidak pernah kembali lagi. Dihantam oleh sebuah unsur laut yang tidak terduga yakni sebuah gunung es, benda yang sangat sulit dilihat karena sebagian besar dari gunung es itu tersembunyi di bawah permukaan air.

Di dalam Alkitab, lautan seringkali dipandang seperti monster yang harus dikendalikan. Sebagai contoh di Ayub 38:8-11, lautan, atau samudera digambarkan seperti monster yang harus dijaga agar tetap berada di balik jeruji, yang telah ditentukan oleh Allah. Lautan harus dibatasi jika tidak ia akan dapat mengancam jiwa Anda sekalipun Anda berada di daratan. Anda tidak harus berada di tengah laut untuk disapu olehnya.

Kita sudah pernah mendengar berita-berita tentang gelombang-gelombang besar yang menghancurkan desa-desa. Ribuan orang tewas tersapu oleh gelombang besar yang melanda desa-desa tepi pantai. Banjir adalah peristiwa yang sudah umum terjadi sekarang ini. Bahkan di Quebec, Kanada, tempat saya menetap, ada kalanya tiba-tiba datang badai dan banjir yang melanda seluruh kota.  Kadang-kadang, danau dan sungai meluap tinggi. Kota-kota di Amerika juga sering dilanda banjir besar yang mengakibatkan kerugian sampai jutaan dolar.

Selanjutnya kita akan melihat arti dari pantai. Pantai adalah batas, pintu, yang ditetapkan untuk lautan. Gambaran pantai dipakai di dalam perumpamaan ini untuk memberitahu kita bahwa ia adalah lambang dari akhir zaman. Lautan akan berakhir di pantai sebagaimana masa ini akan berakhir di akhir zaman.


Tidak ada jalan lolos dari penghakiman Allah

Kita baca dari Mazmur 114:3 bahwa lautan melarikan diri ketika Allah turun tangan menyelamatkan umat-Nya. Kenyataannya, Ia membuka jalan di laut sebagai lintasan bagi umat-Nya, sebagaimana yang kita baca di Mazmur 136:13 dan Yesaya 43:16. Di sana, Allah membelah laut, memberi jalan bagi umat-Nya, membebaskan mereka dari kuasa laut – yang dapat membenamkan dan menghancurkan mereka.

Karena dunia ini penuh dengan kekacauan dan ketidak-stabilan, maka kita dapat mengerti mengapa laut sangat cocok untuk dijadikan lambang dari dunia. Anda dapat saja melihat badai di satu bagian laut dan melihat ketenangan di bagian yang lainnya. Hal ini menggambarkan kegelisahan terus menerus dari dunia ini. Namun apakah itu berarti bahwa kita akan lolos dari penghakiman Alah jika kita bersembunyi di dalam dunia? Pemazmur berkata,

“Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku” (Maz.139:9-10).

Jangan pernah berpikir bahwa kita tidak akan terkena penghakiman Allah hanya karena kita tidak mempercayainya.

Ketidak-percayaan bukanlah dasar bagi keselamatan. Karena kita tidak percaya akan sesuatu bukan berarti bahwa hal itu tidak benar. Itu hanya menunjukkan bahwa kita menganggapnya tidak benar. Ketidak-percayaan itu sebetulnya mencerminkan siapa kita. Tidak ada hubungannya dengan fakta. Jika kita tidak mempercayai adanya kebakaran di gedung ini ketika kebakaran sedang terjadi, ketidak-percayaan kita tidak akan memadamkan api itu. Saya harap bisa begitu, tetapi kenyataannya memang tidak bisa. Api penghakiman Allah tidak akan berlalu hanya karena kita tidak percaya akan penghakiman itu. Ketidak-percayaan tidak akan mempengaruhi fakta. Ia hanya menentukan sikap kita terhadap fakta itu.

Sebagai contoh, saya mungkin saja percaya bahwa rumah ini sedang terbakar ketika ada orang yang berseru, “Kebakaran!” Sekalipun saya tidak melihat adanya asap atau api, saya bisa mempercayai kebenarannya jika orang yang berseru itu dapat dipercaya. Saya akan menatapnya dan berkata, “Orang ini tidak pernah berbohong, jadi jika ia berkata bahwa gedung ini terbakar, pastilah itu benar.” Jadi saya akan bergegas keluar dari gedung melalui pintu darurat dan menghindar dari kemungkinan terbakar hidup-hidup.

Ketika Yesus berkata bahwa pada hari akhir nanti akan ada penghakiman, apa tanggapan kita? Kita dapat saja berkata, “Ia tidak pernah berdusta. Karena nanti akan ada penghakiman, lebih baik kita bersiap-siap untuk menghadapinya,” atau Anda berkata, “Aku tidak percaya.” Penghakiman itu tidak akan berlalu karena kita tidak mempercayainya. Ketidak-percayaan hanya akan mempengaruhi sikap dan tanggapan kita terhadap sesuatu hal. Sering kali ketika saya berbicara dengan orang yang tidak percaya, mereka sering menanggapi dengan, “Saya tidak percaya.” Apakah mereka akan terhindar dari penghakiman Allah karena mereka tidak percaya akan adanya penghakiman tersebut?

Saya percaya pada ucapan Yesus karena saya sudah menguji firmannya. Saya sudah menguji apa yang diajarkan Yesus selama puluhan tahun dan semuanya tidak ada yang gagal. Itu sebabnya, saya tahu bahwa jika Yesus berkata tentang sesuatu, pastilah itu benar. Tidak pernah terbukti hal yang sebaliknya, tidak satu kalipun. Hanya Yesus yang berani berkata, “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanku tidak akan berlalu” (lihat Mat.5:18). Ketika Yesus berkata bahwa akan ada penghakiman nanti, maka itu pasti akan terjadi. Ia tidak pernah keliru.

Lebih baik kita mulai memikirkan apa yang harus dilakukan saat penghakiman itu datang. Jika kita menunggu sampai harinya tiba baru akan bertindak, maka hal itu sangatlah terlambat. Sekaranglah saatnya bertindak demi menghadapi penghakiman itu. Tidak ada gunanya mencoba lari dari bangunan jika api sudah mengurung kita. Ketika api belum mengurung kita itulah saatnya untuk meloloskan diri. Inilah peringatan yang diberikan oleh perumpamaan itu. Yesus berkata bahwa pada hari akhir nanti ketika kita sudah sampai di pantai, maka jaring akan ditarik ke darat.

Yesus sangatlah teliti dan akurat dalam menyampaikan sesuatu. Saya tidak pernah berhenti mengagumi bagaimana dia memakai hanya beberapa kata untuk mengungkapkan begitu banyak hal. Ketika kita mencoba untuk membahas pokok yang Yesus sampaikan, kita harus menghabiskan begitu banyak waktu untuk dapat mengungkapkan semua maknanya. Ia hanya menggunakan satu kata Yunani untuk membicarakan tentang “pukat itu pun diseret orang ke pantai” (Mat. 13.48). Namun tidak ada padanan kata yang sama di dalam bahasa Indonesia. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan anak kalimat “pukat itupun diseret orang ke pantai” jika diterjemahkan secara literer akan berarti “mengangkat pukat”. Kata ini memang sangat langka karena di dalam Perjanjian Baru berbahasa Yunani, kata ini hanya muncul satu kali.


Apa yang dilambangkan oleh “Pengangkatan Pukat”?

Apa arti penting dari “mengangkat pukat”? Arti pentingnya akan sangat terasa jika kita bandingkan ayat ini dengan Kisah 24:15, yang mengatakan,

“Aku menaruh pengharapan kepada Allah, sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan semua orang mati, baik orang-orang yang benar maupun orang-orang yang tidak benar.”

Jadi kita akan dibangkitkan nanti. Sekalipun Yesus menitik-beratkan akan hal ini, kita mungkin masih berpikir, “Karena saya tidak percaya dengan ajaran Yesus, maka jika saya mati nanti, semuanya akan berakhir, tidak penting lagi.” Jika akhir ceritanya akan seperti itu, maka Anda boleh berlega hati. Akan tetapi, akhir ceritanya tidak seperti itu.

Pukat itu akan diangkat. Di dalam perumpamaan ini disebutkan bahwa pukat itu diseret ke pantai. Semua ikan akan diangkat dari pukat. Ini adalah gambaran yang luar biasa dari kebangkitan karena Yesus menggunakan kata Yunani yang langka untuk menyatakan bahwa semua orang – yang baik dan yang jahat – akan dibangkitkan pada hari kebangkitan nanti. Bahkan mereka yang mati sebelum kedatangan Yesus yang pertama akan dibangkitkan pada hari itu untuk menghadapi penghakiman. Akan tetapi banyak orang yang berharap untuk dapat menghindari penghakiman dengan beranggapan bahwa jika mereka tidak mempercayai hal itu, maka mereka tidak akan dihakimi. Karena mereka menolak untuk bertobat atas dosa-dosanya, mereka mengira bahwa mereka akan mati, dikuburkan, dan itulah akhir dari ceritanya. Sayang sekali, akhir ceritanya bukan begitu. Mereka akan dibangkitkan pada hari itu untuk menghadapi penghakiman Allah. Poinnya adalah bahwa kerajaan Allah – pemerintahan Allah – menjangkau sampai ke seluruh dunia. Hanya karena kita tidak mengakui pemerintahan-Nya bukanlah alasan bagi-Nya untuk tidak menghakimi kita.

Sebagai contoh, jika seorang penjahat di Montreal (Kanada) tidak tunduk terhadap aturan hukum di Kanada, hal itu tidak membuat dia bebas dari peraturan hukum negara Kanada. Sebaliknya, justru karena dia tidak menghargai hukum Kanada, maka hukum yang diberlakukan terhadap dia akan lebih berat jika ia melakukan kejahatan. Demikianlah, setiap orang akan jatuh ke dalam penghakiman Allah karena Ia bukan sekadar Raja bagi gereja, namun juga Raja atas dunia karena Dialah yang menciptakan dunia ini dan Dia juga sudah menyediakan penebusan bagi setiap orang di dunia ini. Ia sudah menyediakan pengampunan di dalam Kristus bagi setiap orang yang berdosa. Tidak ada maaf bagi mereka yang tetap berdiam di dalam dosa.

Mari kita rangkum apa yang sudah kita bahas sejauh ini. Melalui perumpamaan yang tampaknya sederhana ini, kita mendapat kunci untuk memahami berbagai gambaran. Kita melihat bahwa laut menggambarkan dunia, ikan adalah manusia dan peristiwa diangkatnya pukat dan dikeluarkannya dari laut ke pantai adalah gambaran dari kebangkitan.


Apa yang dilambangkan oleh “Pukat”?

Lalu apa arti “pukat” itu sendiri? Yesus menggunakan ungkapan “pukat yang dilabuhkan (cast = ditebarkan) di laut” dalam ayat 47. Di dalam pengajarannya, Yesus telah menggunakan kata ini berulang kali di dalam kesempatan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, di awal pasal 13, di perumpamaan tentang penabur benih, Yesus juga menggunakan kata “cast (menabur)”, di mana benih yang ditabur itu adalah Firman Allah. Dan di dalam perumpamaan tentang biji sesawi, Yesus juga berbicara tentang benih yang ditaburkan. Setiap kali ungkapan tentang benih yang ditaburkan itu disebut, hal itu selalu berkaitan dengan pemberitaan Firman Allah. Di dalam perumpamaan ini, pekabaran Firman Allah digambarkan sebagai pukat yang menarik orang-orang ke dalamnya. Melabuhkan pukat berarti mengabarkan Firman Allah. Dan Firman Allah itulah yang menarik kita ke dalam kerajaan Allah.

Orang-orang menghendaki keselamatan dengan berbagai macam alasan dan motivasi. Mungkin saja alasannya sangat egois, hanya sekadar ingin mendapat jatah tempat di surga. Atau mungkin juga dengan alasan yang lebih mendalam yaitu karena jenuh atas kebusukan dosa di dalam hidup kita, dan dengan demikian menghendaki kesembuhan dan perubahan supaya dapat berguna bagi sesama manusia di dunia. Ini adalah motivasi yang tidak egois. Atau kita mungkin memulai dengan motivasi yang egois namun secara perlahan Allah mengubahnya menjadi yang tidak egois. Yang terpenting adalah bahwa perubahan harus terjadi. Jika perubahan itu tidak terjadi, maka kita akan berakhir sebagai ikan busuk – yang akan dibuang. Kata aslinya dalam bahasa Yunani berarti dibuang keluar dari kerajaan Allah.


Apa itu ikan yang “baik” dan “tidak baik”?

Apa artinya ikan yang “baik” dan yang “tidak baik”? Sangat mudah bagi kita untuk dapat memahami apa itu ikan yang “baik”. Akan tetapi bagaimana dengan ikan yang “tidak baik”? Ketika kita membahas perumpamaan tentang gandum dan lalang, kita melihat ada dua macam orang di dalam kerajaan Allah. Gandum mewakili orang Kristen yang baik – murid sejati. Dan lalang (dari jenis yang mirip gandum) memiliki penampilan seperti gandum namun pada dasarnya sangat berbeda. Malahan, lalang jenis ini mengandung racun, sama seperti orang Kristen palsu yang mencelakai dunia. Mereka yang sekadar menyebut diri Kristen ini adalah orang yang sangat merbahaya. Banyak orang yang menolak untuk menjadi Kristen karena melihat mereka ini.

Apakah perumpamaan ini memiliki kesamaan dengan perumpamaan gandum dan lalang? Ya, keduanya mirip namun tidak sama. Dan perbedaannya sangatlah signifikan. Lalang memiliki keserupaan bentuk dengan gandum. Di dalam perumpamaan tentang gandum dan lalang, Iblislah yang menaburkan lalang itu ke tengah gereja, ke dalam kerajaan Allah. Kita melihat bahwa lalang mewakili orang Kristen palsu yang tidak pernah berubah karakternya. Mereka beribadah di gereja dan belajar untuk berbicara serta berperilaku seperti orang Kristen; mereka tahu semua istilah yang dipakai oleh orang Kristen dalam percakapan. Mereka sudah dibaptis, dan bahkan ikut dalam perjamuan. Mereka melakukan segala yang dilakukan oleh orang Kristen, namun tidak ada perubahan di dalam hati mereka. Mereka masih tetap seperti yang dulu. Jauh di dalam hati mereka, tidak pernah ada komitmen untuk menyerahkan hidup kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang belum lahir baru, belum diubah. Secara sederhana, mereka adalah orang non-Kristen yang berpenampilan seperti orang Kristen. Mereka memiliki watak berdosa dan tetap seperti itu. Satu-satunya perubahan adalah dari segi penampilan mereka. Sebagaimana yang Yesus katakan, mereka adalah “kuburan yang dilabur putih” (Matius 23:27). Dalam hatinya, mereka penuh dengan kebusukan namun di luarnya mereka cat dengan kapur putih.

Ada banyak orang yang masuk Kristen namun tidak berbeda dengan orang yang non-Kristen karena di dalam hatinya mereka tidak pernah berubah. Mereka tidak pernah menjadi ciptaan baru sebagaimana yang Paulus bicarakan di 2 Korintus 5:17. Mereka adalah orang-orang yang menimbulkan kerusakan besar bagi gereja, termasuk merusak nama baik gereja. Sangat mudah bagi orang non-Kristen untuk melihat bahwa orang-orang Kristen palsu ini berperilaku sama seperti mereka. Kenyataannya, mereka lebih buruk dibandingkan dengan orang non-Kristen karena setidaknya orang-orang non-Kristen tidak berpura-pura tampil benar atau religius. Akan tetapi, mereka yang sekadar menyebut diri Kristen ini memiliki tampilan luar seperti orang Kristen yang religius; mereka berjalan berkeliling dengan Alkitab mereka yang besar, beribadah ke gereja, berbicara seperti orang yang taat beragama. Namun di dalam hatinya, mereka penuh dengan kebusukan, pada dasarnya mereka adalah orang non-Kristen yang terburuk.


Memahami arti ikan yang “tidak baik”

Apa perbedaan di antara perumpamaan ini dengan perumpaman lain yang serupa? Untuk dapat memahaminya, kita perlu melihat ke Alkitab berbahasa Yunani untuk dapat melihat kata-kata kuncinya. Sekalipun kata ini, “sapros” yang kita dapatkan di ayat 48, diterjemahkan dengan “yang tidak baik”, ia bukanlah kata yang umum dipakai untuk menyatakan sesuatu yang tidak baik dalam percakapan sehari-hari sekarang ini. Kata “tidak baik” yang digunakan di perumpamaan ini selalu mengandung makna “kebusukan” atau “kerusakan” saat digunakan dalam pengajaran Yesus di dalam bagian lain di Alkitab

Yesus menggunakan kata “tidak baik (rotten = busuk)” sebagai contoh di Matius 7; Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik (rotten) menghasilkan buah yang tidak baik pula. Kata tidak baik di sini pada dasarnya mengandung makna busuk atau rusak. Hal ini dapat Anda periksa dengan memakai kamus-kamus bahasa Yunani standar. Jika Anda memeriksa pemakaian kata ini Anda akan mendapati bahwa karakter kata ini berbeda dengan kata lain yang mengandung makna tidak baik. “Busuk” berarti sesuatu yang pada awalnya baik namun kemudian mengalami kerusakan. Sebagai contoh, apel yang busuk pada awalnya adalah apel segar yang baik yang mengalami kebusukan sejalan dengan waktu. Ulat-ulat mulai memakannya, mengubah sesuatu yang tadinya baik menjadi rusak.

  • Kata ini digunakan untuk menggambarkan seseorang yang jatuh sakit. Sebagai contoh, kita dapat mengatakan bahwa orang yang tadinya sehat dan kemudian jatuh sakit; kesehatannya dirusak oleh penyakit.
  • Kata ini juga dipakai untuk menggambarkan penuaan dalam artian sesorang yang tadinya muda kemudian mulai dimakan usia. Pernahkah Anda melihat orang tua yang mulai lamban dan mengalami kesulitan dalam pergerakannya? Mereka mulai digerogoti oleh berbagai penyakit, jalan pikiran mereka mulai lamban, dan ingatan mereka mulai lemah. Seseorang yang tadinya sehat dan kuat mulai berkurang kekuatannya; ia menjadi lemah sebagai akibat dari penuaan, jatuh sakit dan akhirnya mati. Ini berarti bahwa kata ini dipakai untuk menjelaskan tentang sesuatu yang tadinya baik dan kemudian menjadi tidak baik.

Dari penjelasan di atas, kita segera melihat perbedaan antara makna kata “tidak baik” di dalam perumpamaan ini dengan makna yang dikaitkan dengan lalang. Sejak awalnya, lalang tidak pernah baik, selalu tidak baik. Sejak awalnya sudah berupa lalang, yang beracun dan tidak dapat dimakan. Namun di dalam perumpamaan ini, kita berbicara tentang sesuatu yang pada awalnya baik dan mengalami kerusakan. Itu sebabnya mengapa di dalam membicarakan ikan yang tidak baik, kita tidak berbicara tentang ikan yang berasal dari jenis yang tidak baik maupun yang haram. Ikan yang haram – sejalan dengan aturan di dalam Perjanjian Lama – tentu saja tidak akan dimakan oleh orang Yahudi. Ikan-ikan yang haram adalah ikan-ikan yang tidak bersisik, yang secara agama dianggap sebagai haram. Sejak awalnya mereka sudah haram dan tidak ada perubahan dalam keadaan mereka. Karena itu istilah ikan yang tidak baik di perumpamaan ini tidak dapat diterapkan pada golongan ikan yang haram. Saya terkejut dengan adanya beberapa ulasan dari para penulis, yang seharusnya lebih tahu, yang menjelaskan bahwa ikan yang tidak baik ini adalah ikan yang haram. Kata Yunani yang dipakai – sapros – tidak menunjukkan kaitan apapun dengan keadaan halal atau haram. Di dalam Perjanjian Lama pun kata ini tidak memiliki kaitan dengan makna haram. Ia selalu menunjukkan tenang sesuatu yang tadinya baik yang menjadi tidak baik.

Jadi, perumpamaan ini bukanlah sekadar pengulangan dari perumpamaan tentang gandum dan lalang sekalipun akhir ceritanya sama dengan perumpamaan tersebut. Ia membawa satu unsur baru yang penting, yakni ikan-ikan ini menjadi rusak karena pembusukan; ikan yang tadinya baik. Jadi di dalam perumpamaan tentang pukat ini, ikan yang dibuang keluar adalah ikan yang sudah mengalami kerusakan, yang dulunya sehat tetapi telah menjadi sakit dan ada yang bahkan telah mati.

Para cendekiawan Jerman sangat memahami hal ini. Schteer, sebagai contoh, menyatakan, “Ikan yang dibicarakan ini adalah ikan yang semestinya dapat dimakan, akan tetapi sayangnya telah mati di dalam penjaringan, dan mengalami kebusukan.” Apa yang dikatakan oleh Schteer adalah bahwa pukat itu menimbulkan – ketika ikan-ikan terkurung rapat di dalamnya – kesesakan yang berakibat pada kematian banyak ikan. Hal ini sering terjadi pada hewan-hewan; ketika mereka terkurung, mereka saling mendesak dan menginjak sehingga ada beberapa yang tergencet mati.

Cendekiawan Jerman yang lain, Meier berpendirian sama ketika ia membahas kata “tidak baik” ini: “…yang sudah mati dan mulai membusuk ketika terjaring oleh pukat ini.” Kedua cendekiawan Jerman ini memahami dengan baik bahwa kata “tidak baik” bermakna sesuatu yang pada awalnya baik namun mengalami kerusakan selama penjaringan berlangsung.


Ikan yang “membusuk” adalah orang Kristen yang berpaling dari Iman

Jenis orang yang digambarkan oleh ikan yang tidak baik ini adalah mereka yang pada awal tertarik masuk ke dalam kerajaan Allah. Namun di dalam perumpamaan tentang gandum dan lalang, Iblislah yang menaburkan benih orang Kristen palsu ke dalam kerajaan. Di dalam perumpamaan tentang pukat, orang-orang ini bukan benih yang ditabur oleh Iblis; mereka tertarik masuk oleh pukat (yaitu Firman Allah). Mereka menanggapi Firman Allah dan tertarik olehnya. Namun sesudah mereka menanggapi Firman Allah, apa yang terjadi? Perlahan-lahan mereka berpaling. Ini adalah persoalan yang umum terjadi di dalam Perjanjian Baru karena memang akan ada orang yang kasihnya menjadi dingin sampai ke titik mereka murtad dari imannya yang semula.

Di dalam pengajaran Alkitab, seperti di 1 Timotius 4:1, Paulus memberitahu Timotius bahwa Roh telah mengungkapkan bahwa di hari-hari akhir nanti (ketika pukat itu mulai ditarik ke pantai) banyak orang akan murtad. Anda tidak akan dapat murtad jika Anda sebelumnya tidak beriman. Tidak ada gunanya berbicara tentang kemurtadan kecuali jika Anda tadinya memiliki iman.

Perumpamaan tentang pukat ini sangat tepat menggambarkan pokok ini. Kita melihat orang-orang yang pada awalnya menanggapi Allah, yang bahkan pernah sangat aktif di gereja. Saya teringat dengan gereja di London tempat saya beribadah dahulu. Orang-orang mudanya sangat bersemangat melayani Tuhan. Yang satu sibuk melakukan ini, yang lainnya sibuk berbuat itu. Beberapa di antara mereka membentuk persekutuan orang Kristen Tionghoa di sana-sini. Kami memulai dari Hong Kong House, ada pula yang membentuknya di Malaysian Hall, semua sibuk berbuat ini dan itu. Kami semua melakukan banyak kegiatan dalam membangun gereja Allah. Akan tetapi, di mana orang-orang itu sekarang? Saya tidak sedang membesar-besarkan masalah jika berkata bahwa sekitar 90% dari mereka sudah meninggalkan imannya. Beberapa dari antara mereka masih beribadah ke gereja namun menjalani kehidupan yang tidak berbeda dengan orang non-Kristen. Apa yang sudah terjadi?

Api yang tadinya membakar kuat di dalam hati mereka sudah dingin. Kesehatan rohaniah yang tadinya mereka nikmati sudah rusak. Mereka jatuh ke dalam pembusukan rohani (spiritual degeneration). Ini adalah hal yang diperingatkan oleh rasul Yohanes kepada jemaat-jemaat: “Engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat” (lihat Wahyu 2:4-5). Dan inilah yang terjadi di dalam perumpamaan ini. Ikan-ikan itu pada mulanya sehat. Seperti yang disampaikan oleh Schteer, mulanya mereka dapat dimakan tapi sekarang mereka sudah busuk. Mereka sudah mati secara rohani di dalam pukat.


Pandangan John Chrisostom

Akan saya bacakan kutipan dari John Chrisostom, penginjil besar yang dipakai oleh Allah secara luar biasa pada abad keempat. Kata ‘christosom’ berasal dari bahasa Yunani chris (emas) dan stoma (mulut) dan ia sering digambarkan sebagai penginjil dengan “mulut emas”. Chrisostom menyampaikan hal ini di dalam Homily yang ke-47 (khotbah tentang Matius yang ke-47):

janganlah kita berpuas hanya karena Injil diberitakan, dan janganlah  berpikir bahwa iman saja sudah cukup bagi keselamatan. Ia (Yesus) juga menyampaikan sebuah perumpamaan yang mengerikan. Perumpamaan apa itu? Itulah perumpamaan tentang pukat.”

Saat Christosom berkata “janganlah berpuas hanya karena Injil diberitakan” ia sedang menyampaikan bahwa kita tidak boleh mengira bahwa kita sudah selamat karena kita sudah menanggapi Injil (yaitu masuk ke dalam jaring). “Janganlah berpikir bahwa iman saja sudah cukup bagi keselamatan” mengingatkan kita bahwa iman yang hanya sekadar percaya namun tidak dijalani dengan masuk ke dalam kehidupan yang benar dan kudus tidak akan menyelamatkan kita.

Kemudian Christosom melanjutkan,

Di mana letak perbedaan perumpamaan ini dengan perumpamaan tentang lalang? Karena di sana juga disebutkan bahwa yang satu selamat sedangkan yang lainnya binasa. Tetapi yang di situ (perumpamaan tentang gandum dan lalang), mereka memilih doktrin yang sesat, sedangkan yang di sini mereka menjadi sesat dalam kehidupannya, menjadi yang paling celaka dari antara yang lainnya.

Ikan yang dibuang adalah orang-orang yang menjadi jahat dalam kehidupannya – yaitu, mereka pada mulanya baik akan tetapi mengalami pembusukan dan menjadi rusak. Mereka tidak hidup di dalam kekudusan lagi.)

Sesudah mendapatkan pengetahuan tentang dia (yaitu pengetahuan tentang Kristus), dan sesudah tertangkap oleh Kristus di dalam pukat akan tetapi sekarang sudah tidak dapat lagi diselamatkan.

Sekalipun mereka sudah mengenal Yesus, sekalipun mereka sudah masuk dalam jemaat, mereka masih tidak dapat diselamatkan. Menurut Christosom, mereka adalah yang paling celaka dibandingkan dengan yang lainnya.

Lalu Christosom melanjutkan dengan berkata,

Bagi yang kurang mengerti, mereka akan membuang yang busuk, janganlah beranggapan bahwa ikan yang tidak baik itu tidak berada di bawah ancaman bahaya.”

Belakangan ini ada banyak orang yang memandang remeh perkara dibuang keluar, mengira bahwa itu hanya berakibat pada kita tidak akan dapat menikmati berkat-berkat khusus, namun tidak berarti bahwa Anda kehilangan keselamatan. Christosom berkata bahwa jika Anda mengira bahwa dibuang keluar itu tidak berbahaya,

“dengan interpretasinya, ia (Kristus) menegaskan adanya hukuman dengan berkata, ‘mereka akan dicampakkan ke dalam dapur api’”

Apa yang akan terjadi dengan ikan yang “tidak baik”? Apakah mereka akan dibuang kembali ke laut? Tidak. Perhatikan baik-baik pada apa yang dikatakan oleh perumpaman ini kepada kita: “lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi” (Matius 13:50). Kebinasaan yang mengerikan adalah hal yang harus mereka hadapi.

Akhirnya Christosom merangkum semua ini di dengan kata-kata berikut,

Perhatikanlah baik-baik, ada berapa jalan menuju kebinasaan? Dengan tanah yang berbatu, tanah pematang, tanah yang bersemak duri, lalang, dan sekarang dengan pukat. Bukannya tanpa alasan jika ia (Yesus) berkata, ‘karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang pergi melaluinya’” (Matius 7:13).

Sekalipun mengutip Matius 7:13, di dalam bahasa Yunani – dan tentu saja Christosom berkhotbah dalam bahasa Yunani – ia secara sengaja menggunakan kata yang berbeda. Ia menggunakan kata “go away by it (pergi melaluinya)” ketimbang memakai kata yang ada di dalam Alkitab, yaitu “masuk melaluinya”. Matius 7:13 mengatakan, “karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya.” Namun di dalam pembahasannya tentang perumpamaan ini Christosom memakai ungkapan: mereka pergi menuju kebinasaan. Ia secara sengaja memakai kata “pergi”. Dan dengan pergi meninggalkan Kristus, maka mereka sudah murtad.

Christosom, seperti halnya bapa-bapa gereja pada masa awal pertumbuhan gereja, jelaslah bukan orang yang berkata bahwa sekali Anda diselamatkan, maka Anda akan tetap selamat, tidak peduli betapa jahatnya kehidupan Anda sesudah itu. Ia tidak akan mengatakan hal semacam itu. Itu sebabnya ia menyimpulkan dengan berkata demikian:

Sesudah menyampaikan semua itu, dan menyimpulkan pembahasannya dengan nada untuk menimbulkan rasa takut, dan menegaskan bahwa ini adalah hal yang paling banyak terjadi, karena (itu) Yesus lebih banyak berbicara tentang hal ini, ia berkata, “Mengertikah kamu semuanya itu?”

Di sini, sebagaimana yang disinggung oleh John Christosom, Yesus menyimpulkan ketujuh perumpamaan di Matius 13 dengan sebuah catatan yang membangkitkan rasa takut di hati pembacanya. Rasa takut terhadap pembusukan jika Anda sudah dimasukkan ke dalam kerajaan Allah, jika Anda sudah menerima hidup yang baru, jika Anda sudah dibebaskan dari belenggu dosa. Ini akan seperti, sebagaimana yang dituliskan oleh Petrus, “Seperti anjing yang kembali ke muntahannya, seperti babi yang kembali ke kubangan.” (lihat 2 Pet.2:22).

Apa yang dikatakan oleh Yesus di penutupan perumpamaan ini? Mereka yang benar akan dipisahkan dari yang jahat (ay.49). Ia tidak berbicara tentang orang yang percaya dan yang tidak percaya, akan tetapi tentang mereka yang jahat dan yang benar. Siapa yang akan diselamatkan? Hanya orang benar yang akan diselamatkan.

[John Christosom adalah seorang hamba Allah yang besar. Ia seorang pimpinan jemaat di bagian timur kekaisaran Roma, dan merupakan Uskup Agung di Konstantinopel. Hamba Allah yang besar ini kemudian dihukum mati karena mengecam keras kejahatan yang berlangsung di dalam gereja yang dipimpinnya]

 

Berikan Komentar Anda: