Pastor Eric Chang | Matius 13:45-46 |
Perumpamaan ini disampaikan hanya dalam satu kalimat: Matius 13:45-46.
Sekali lagi, Kerajaan Surga adalah seperti seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Ketika ia menemukan sebuah mutiara yang bernilai tinggi, ia pergi dan menjual semua yang dipunyainya, lalu membeli mutiara itu.”
Yesus berkata bahwa hal kerajaan Surga dapat dibandingkan seperti seorang pedagang. Kata ‘pedagang’ di sini berarti seorang pengusaha; dan dalam kasus ini si pedagang itu adalah seorang pengusaha besar yang sedang mencari mutiara yang indah, bukan sembarang mutiara. Ketika sudah menemukan satu mutiara yang sangat berharga, ia segera menjual segala miliknya. Sebagai seorang pengusaha besar, tentunya ia memiliki banyak harta yang dapat dijual. Ia memiliki kekayaan yang besar, tetapi semua itu dijualnya hanya agar dapat membeli mutiara tersebut, suatu tindakan yang menunjukkan betapa besar nilai mutiara itu.
KEAHLIAN MENILAI MUTIARA
Tidak banyak orang yang ahli dalam menilai mutiara. Saya sendiri termasuk yang tidak tahu juga. Jika Anda meletakkan beberapa mutiara di hadapan saya, saya harus mengaku bahwa saya tidak tahu bagaimana membedakan yang satu dengan yang lainnya. Jika Anda meletakkan mutiara plastik yang sudah dipoles indah, mutiara dari bahan gula, mutiara hasil budi daya serta mutiara asli hasil alam di hadapan saya, saya akan sangat kesulitan dalam membedakan semuanya. Mungkin mutiara dari bahan gula masih dapat dikenali dengan cara menjilatnya. Namun, jika harus memastikan apakah suatu mutiara itu alami atau terbuat dari plastik, itu sangat sulit bagi saya. Sekarang ini, teknologi plastik sudah begitu maju sehingga kadang-kadang sangat sulit untuk mengenalinya sebagai plastik. Dalam hal mutiara hasil budi daya dengan mutiara hasil alam, saya benar-benar tidak tahu bagaimana membedakannya. Mutiara adalah barang yang sangat berharga, tetapi Anda harus memiliki keahlian dalam menilai sebuah mutiara.
Zaman sekarang ini, para wanita memiliki berbagai macam mutiara dari yang nilainya beberapa dolar sampai yang ribuan dolar. Terus terang, saya tidak tahu bagaimana membedakan mutiara-mutiara tersebut. Saya tidak tahu bagaimana cara mengenali mutiara yang asli. Apakah harus digigit, diperiksa dengan mikroskop atau memakai kaca pembesar, atau bagaimana? Saya rasa, tidak ada cara yang membantu karena saya sendiri tidak tahu apanya yang harus diperiksa. Namun, orang yang disebut dalam perumpamaan ini memiliki pemahaman yang sangat baik; ia tahu bagaimana menilai mutiara.
Pada zaman Yesus, orang-orang belum mengenal plastik, jadi mereka tidak dapat membuat mutiara tiruan. Mereka juga belum membudidayakan mutiara, seperti yang dilakukan oleh orang Jepang sekarang ini, yaitu dengan memasukkan butiran pasir ke dalam kerang mutiara. Jadi, mereka hanya dapat mencari mutiara alami, yang terdapat di sekitar Laut Merah, Teluk Persia dan Samudera Hindia. Lokasi Laut Merah dipenuhi oleh ikan hiu, yang berarti seorang penyelam mutiara di tempat ini harus menyelam sampai pada kedalaman tertentu dengan mempertaruhkan nyawanya. Saya tidak tahu bagaimana cara mereka menghindari serangan ikan hiu pada waktu itu, tetapi saya pernah pergi ke Laut Merah dan saya dapat mengatakan kepada Anda bahwa jika sepotong daging dilemparkan ke laut, tempat itu segera dipenuhi oleh ikan hiu dalam waktu beberapa menit. Saya pernah menyaksikan hal itu dengan mata saya sendiri. Namun, para penyelam mutiara harus menyusur sampai jauh ke dalam laut. Anda harus ingat bahwa pada waktu itu, mereka tidak menyelam dengan tabung oksigen atau peralatan canggih lainnya. Mereka harus menahan nafas, menyelam, mencari kerang mutiara, sambil berjaga-jaga terhadap ikan hiu.
Terdapat berbagai macam mutiara. Ada yang bernuansa merah muda, ada yang kebiru-biruan dan ada pula yang putih polos. Ada yang kecil, dan ada pula yang sangat besar. Nilai mutiara ditentukan oleh warna, ukuran, bentuk dan kemulusannya — mutiara yang dicari adalah yang mulus, bulat sempurna dan yang berukuran besar.
MUTIARA YANG TAK TERNILAI
Mutiara selalu dihargai dengan mahal. Pada zaman yang berdekatan dengan zaman Perjanjian Baru, Kaisar pernah menghadiahkan mutiara senilai seperempat juta dolar kepada sahabat ibunya. Ini merupakan salah satu mutiara yang termahal pada waktu itu. Menurut sejarawan kuno, Plinius, Kleopatra memiliki sebutir mutiara yang nilainya mencapai lima juta dolar. Jika sebuah mutiara bernilai sampai lima juta dolar, mutiara itu tentunya memiliki ukuran dan keindahan yang luar biasa. Dari sini kita tahu bahwa mutiara pada zaman itu sangat dihargai oleh masyarakat. Mutiara dengan keindahan yang sempurna —berukuran besar, berbentuk bulat sempurna dengan pancaran sinar yang sempurna — tentulah akan sangat mahal harganya!
Jika kita sudah memahami nilai yang tinggi dari sebuah mutiara, kita dapat mengerti betapa mahalnya nilai mutiara di dalam perumpamaan ini, yang nilainya bahkan lebih tinggi daripada harta terpendam. Yesus memberitahu kita bahwa yang sedang mencari mutiara yang indah itu adalah seorang pedagang — atau seorang pengusaha besar dengan bisnis yang besar pula. Tentunya, ini bukanlah kali pertama ia berjual-beli mutiara karena yang dicarinya sekarang adalah mutiara yang indah. Ketika ditemukannya satu mutiara yang indah, ia harus merelakan hartanya yang lain untuk dapat memperoleh mutiara itu. Kalau pedagang ini hidup pada zaman sekarang ini, mungkin ia harus merelakan rumah, kapal pesiar dan mobil mewahnya, untuk dapat membeli mutiara yang, mungkin, berharga lima juta dolar ini. Dia seorang pengusaha besar, jika tidak, bagaimana mungkin ia dapat membayar harga mutiara yang mahal itu? Yang kita bicarakan ini bukanlah mutiara hasil budi daya dari Kyoto, tetapi mutiara langka yang sangat mahal. Sekarang Anda dapat saja pergi ke toko dan membeli mutiara hasil budi daya yang sangat indah dengan harga beberapa ratus dolar. Namun, mutiara yang ada di dalam perumpamaan ini mahalnya luar biasa, sampai-sampai pedagang tersebut harus merelakan segalanya.
MUTIARA DIBANDINGKAN DENGAN BARANG KUDUS
Lalu, apa arti mutiara di dalam pengajaran Yesus kali ini? Apa yang ingin Yesus sampaikan pada kita di dalam perumpamaan ini? Memahami Alkitab bukanlah perkara tebak-menebak. Juga bukan perkara menyampaikan hal yang pertama terlintas di dalam benak. Pemahaman Alkitab, jika ingin dijalankan secara bertanggung jawab, haruslah melibatkan tindakan pemeriksaan silang yang cermat. Kita tidak dibiarkan meraba-raba dalam kegelapan karena kita dapat melihat bagaimana Yesus memakai kata ini. Ia menggunakan kata “mutiara” sebanyak dua kali. Yesus pertama kali memakai kata itu di Matius 7:6
Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.
Dua hal muncul jika Anda mempelajari ayat ini. Pertama, perhatikan prinsip kesejajaran (paralelisme) dalam Alkitab. Kata “mutiara” dipasang sejajar dengan “barang yang kudus”. Kata ‘barang yang kudus’ menerjemahkan hanya satu kata dalam bahasa Yunaninya. Kata “mutiara” dalam bagian ini dikaitkan secara khusus dengan kata “kudus”. Jadi, ayat itu dapat dinyatakan sebagai berikut: Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing; jangan melemparkan mutiaramu kepada babi. Kata “kudus” dan “mutiara” berdiri sejajar, sama halnya dengan kata “anjing” dan “babi”. Ini adalah cara yang sangat lazim dipakai dalam Alkitab untuk mengungkapkan hal-hal yang sejajar. Cara penyampaian ini sering ditemui dalam Amsal dan Mazmur. Dari sini kita dapat melihat apa maksudnya ketika Yesus berbicara tentang mutiara, ia sedang membicarakan sesuatu yang kudus.
BARANG YANG KUDUS HARUS DIHARGAI
Hal kedua yang dapat ditarik dari prinsip paralelisme ini adalah barang yang kudus itu harus dikenali, sama halnya dengan nilai mutiara yang harus dikenali atau dihargai. Kita semua tahu bahwa anjing tidak dapat membedakan barang yang kudus dengan yang najis. Itu sebabnya Yesus berkata, “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing.”
Kita juga tidak boleh memberi mutiara kepada babi karena mereka tidak tahu nilai mutiara. Jika Anda memberi mereka mutiara, mereka mungkin akan berbalik menyerang Anda sesudah menginjak-injak mutiara itu. Ini terjadi karena mutiara tidak dapat dinikmati sebagai makanan dan babi hanya tertarik pada makanan. Jika Anda berikan nasi kepada mereka, mereka akan menghargainya karena mereka tahu nasi rasanya enak. Nasi juga berwarna putih dan berbentuk bulat (beras di Tiongkok berbentuk bulat sedangkan yang di negara-negara barat berbentuk lonjong). Berikanlah nasi kepada babi, maka mereka akan menghargainya karena mereka tahu rasanya. Namun, jika Anda memberi mereka mutiara, yang nilainya jauh di atas nasi, mereka akan menyerang Anda karena mereka merasa tertipu karena mutiara tidak dapat dimakan. Mereka tidak tahu kalau mutiara itu Anda jual, hasilnya dapat dipakai untuk membeli segudang beras, atau bahkan bergudang-gudang beras.
Jadi, intinya adalah mutiara, sebagaimana barang yang kudus, harus dikenali dan dihargai; nilainya harus dipahami. Ini memberi kita petunjuk yang kita butuhkan. Kita segera menyadari bahwa mutiara yang sedang dibicarakan di sini mewakili sesuatu yang kudus, dan karena ia kudus, maka tentunya mutiara ini merujuk kepada sesuatu yang rohani. Hal yang rohani harus pertama-tama dikenali. Paulus berkata di 1 Korintus 2:14 bahwa perkara-perkara rohani harus dipahami secara rohani. Seekor anjing atau babi tidak memiliki pemahaman rohani dan dengan demikian tidak mengetahui apakah sesuatu itu kudus atau tidak. Orang non-Kristen tidak dapat mengenali barang yang kudus karena mereka tidak memiliki pemahaman rohani. Itulah hal yang disampaikan oleh Paulus di 1 Korintus 2. Dari semua ini, kita mulai memahami bahwa mutiara adalah gambaran dari sesuatu yang kudus yang rohani, dan hanya manusia rohani yang dapat mengenalinya.
MUTIARA ITU DAPAT MENJADI MILIK KITA
Hal ketiga yang perlu kita perhatikan dalam kutipan dari Matius 7:6 adalah Yesus berbicara tentang “mutiaramu”. Mutiara itu merupakan sesuatu yang dapat kita miliki, yaitu dapat dijadikan milik kita. “Jangan melemparkan mutiaramu kepada babi.” Hal ini memberi kita banyak petunjuk. Lalu, apa yang dilambangkan oleh mutiara?
“MUTIARA” DALAM PERJANJIAN LAMA
Kita akan melihat ke dalam Perjanjian Lama untuk mencari tahu apakah ada pemakaian kata “mutiara” di sana. Di Amsal 3:13-15, kita akan mulai melihat sesuatu yang sejalan dengan perumpamaan ini. Ayat 13 berkata:
Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian.
Perhatikan kata “mendapat” dan “memperoleh”. Hal yang didapatkan adalah hikmat dan kepandaian rohani. Ayat 14-15 berkata:
karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas. Ia (yaitu hikmat) lebih berharga daripada permata; apa pun yang kau inginkan, tidak dapat menyamainya.
Dengan kata lain, ayat ini berkata bahwa hikmat atau kepandaian rohani lebih berharga dibandingkan dengan emas atau permata. Lebih berharga dibandingkan dengan apa pun yang Anda idamkan. Hikmat adalah yang paling berharga. Dari pembacaan di Amsal, Anda akan melihat bahwa melalui hikmat Anda akan dapat mengenal Allah. Melalui hikmatlah Anda akan dapat memiliki hidup yang kekal di dalam Allah. Saya harap Anda sekarang dapat melihat kata-kata yang sedang kita bahas, yaitu “kepandaian” dan “hikmat” berkaitan dengan mutiara. Itulah perkara-perkara yang harus dipahami secara rohani. Keduanya merupakan hal yang kudus karena membawa kita kepada Allah. Inilah hal yang disampaikan oleh penulis Amsal berkaitan dengan hikmat.
Tidak heran jika hikmat menjadi sangat berharga. Ayub 28:12-20 menyatakan hal yang senada.
12 Tetapi di mana hikmat dapat diperoleh, di mana tempat akal budi?
13 Jalan ke sana tidak diketahui manusia, dan tidak didapati di negeri orang hidup.
14 Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku.
15 Untuk gantinya tidak dapat diberikan emas murni, dan harganya tidak dapat ditimbang dengan perak.
16 Ia tidak dapat dinilai dengan emas Ofir, ataupun dengan permata krisopras yang mahal atau dengan permata lazurit;
17 tidak dapat diimbangi oleh emas, atau kaca, ataupun ditukar dengan permata dari emas tua.
18 Baik gewang, baik hablur, tidak terhitung lagi; memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada mutiara.
19 Permata krisolit Etiopia tidak dapat mengimbanginya, ia tidak dapat dinilai dengan emas murni.
20 Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?
Dikatakan, “Tetapi di mana hikmat dapat diperoleh?” Perhatikan sekali lagi, orang yang sedang mencari hikmat sama seperti orang yang sedang mencari mutiara yang indah, yang segera mengingatkan kita pada perumpamaan tentang mutiara. Inilah hal yang dipikirkan oleh si pedagang mutiara itu, “Di mana akan kudapatkan mutiara yang indah?” Hal yang sama yang ditanyakan oleh Ayub, “di mana hikmat dan akal budi dapat ditemukan?” Perhatikan bahwa hikmat dan akal budi atau kepandaian ini merujuk kepada pengetahuan atau pemahaman rohani.
Ayub 28:13 berkata: Jalan ke sana tidak diketahui manusia, dan tidak didapati di negeri orang hidup. Hikmat rohani tidak dapat ditemukan di dalam dunia. Ayat 14-15 berkata: Kata samudera raya: Ia tidak terdapat di dalamku, dan kata laut: Ia tidak ada padaku. Untuk gantinya tidak dapat diberikan emas murni, dan harganya tidak dapat ditimbang dengan perak. Kembali lagi hikmat di sini dibandingkan dengan emas, perak dan permata. Di ayat 16 disebutkan: Ia tidak dapat dinilai dengan emas Ofir (emas yang terbaik dan termahal), ataupun dengan permata krisopras yang mahal atau dengan permata lazurit. Permata krisopras dan lazurit adalah permata yang sangat mahal. Di ayat 17-18 kita diberitahu bahwa emas atau kaca tidak dapat mengimbanginya, demikian pula permata dari emas tua. Gewang dan hablur (kristal) tidak dapat menyamainya. Bahkan nilai hikmat melebihi mutiara. Perhatikan kata “mutiara” hadir di dalam ayat 18 ini: memiliki hikmat adalah lebih baik daripada mutiara. Ayat 19 berkata: Permata krisolit Etiopia tidak dapat mengimbanginya, ia tidak dapat dinilai dengan emas murni. Lalu ayat 20 menanyakan: Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?
MUTIARA MEWAKILI FIRMAN ALLAH
Di dalam perumpamaan, pedagang ini sedang mencari mutiara rohani. Di mana kita dapat menemukannya? Menurut Yesus, Kerajaan Allah serupa dengan hal ini. Seseorang sedang mencari hikmat yang kekal dan pengetahuan menuju hidup yang kekal di dalam Allah. Lalu di mana kita akan dapat menemukannya? Perjanjian Lama tidak kekurangan jawaban akan hal ini. Mazmur 19:8 memberitahu kita bahwa ia ada di dalam Firman Allah. Di sanalah akan Anda temukan — di dalam Firman Allah, yang dalam ayat ini dituliskan sebagai taurat Tuhan, peraturan Tuhan dan titah Tuhan. Semua itu adalah ungkapan yang berbeda bagi Firman Allah.
Mazmur 19:8 berkata:
8 Taurat YAHWEH itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan YAHWEH itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman.
9 Titah YAHWEH itu tepat, menyukakan hati; perintah YAHWEH itu murni, membuat mata bercahaya.
10 Takut akan YAHWEH itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum YAHWEH itu benar, adil semuanya,
11 lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.
Taurat YAHWEH itu sempurna. Ingatkah Anda akan kata “sempurna”? Sempurna berarti tanpa cacat, tanpa noda — seperti mutiara yang sempurna tanpa setitik cacat pun. Tidak mengandung satu kesalahan pun di dalamnya. Taurat YAHWEH itu sempurna, menyegarkan jiwa— memberi kehidupan bagi jiwa. Peraturan YAHWEH itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Perhatikan kata “hikmat” dalam ayat. Selanjutnya ayat 9 berkata: Titah YAHWEH itu tepat, menyukakan hati; perintah YAHWEH itu murni, membuat mata bercahaya. Ingatlah akan sukacita yang akan kita peroleh ketika mendapatkan mutiara yang berharga ini. Ayat 10-11 berkata: Takut akan YAHWEH itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum YAHWEH itu benar, adil semuanya, lebih indah daripada emas, bahkan daripada banyak emas tua; dan lebih manis daripada madu, bahkan daripada madu tetesan dari sarang lebah. Dari sini kita dapat melihat bahwa Firman Allah lebih berharga ketimbang emas bahkan daripada emas tua.
Kita mulai melihat bahwa mutiara ini merujuk kepada Firman Allah. Dengan demikian, kita mulai memahami apa yang disampaikan di Matius 7:6: Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi. Dari sini kita mengerti bahwa Firman Allah adalah sesuatu yang sangat berharga bagi mereka yang mencarinya, tetapi bagi mereka yang tidak menginginkannya, kita tidak boleh menjejalkannya ke dalam kerongkongan mereka, karena mereka tidak akan menghargainya. Malahan Anda akan menimbulkan permusuhan. Dari ayat ini, tidak diragukan lagi bahwa mutiara ini merujuk kepada Firman Allah. Ini adalah barang yang kudus, yang harus dipahami secara rohani dan juga merupakan hal yang dapat kita jadikan milik kita – mengumpulkan Firman Allah di dalam hati kita. Seperti yang dikatakan oleh Paulus, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu” (lihat Kolose 3:16). Kita dapat memiliki Firman Tuhan di dalam diri kita; kita dapat menjadikan Firman itu sebagai milik kita.
Yesus adalah Perwujudan Firman Allah
Namun, kita masih belum selesai dalam mempelajari perkara mutiara ini, karena kita segera menyadari bahwa seperti yang sudah kita lihat di dalam perumpamaan sebelumnya — perumpamaan tentang penabur benih — bahwa Firman Allah itu, dalam kenyataannya, diwujudkan dalam satu pribadi, yaitu Yesus Sendiri. Yesus adalah perwujudan nyata dari Firman Allah. Firman Allah terungkap dalam diri Yesus dan dialah pribadi yang memiliki hikmat, pengetahuan dan akal budi rohani yang kita cari itu. Yesuslah mutiara yang sangat berharga itu, inilah gambaran yang paling nyata dari Kolose 2:3.
sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.
Disebutkan dalam ayat ini bahwa segala hikmat, segala kekayaan, harta pengetahuan, pemahaman dan akal budi Allah tersimpan di dalam Kristus. Kita tidak perlu tebak-menebak. Alkitab memberi kita petunjuk satu demi satu untuk dapat memahami arti mutiara. Kita harus mengikutinya langkah demi langkah sampai kita dapat memahami maknanya. Ternyata Yesus sendirilah mutiara yang sangat berharga itu!
Keunikan dari mutiara ini merupakan hal yang harus kita perhatikan. Ia bukan sekadar satu di antara sekian banyak mutiara. Yesus adalah mutiara yang tak ada bandingnya. Tiada yang dapat dibandingkan dengan dia. Perumpamaan ini berkata “sebuah mutiara” yang sangat berharga. Kata “sebuah” atau “satu” menekankan keunikan dari mutiara ini. Tidak ada mutiara lain yang seperti ini. Dari sekian banyak mutiara, inilah yang sangat berharga.
HANYA SATU SAJA YANG PERLU
Kata “satu” ini membuat kita teringat pada kejadian ketika Yesus berkata kepada Marta,
“Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu” (Luk.10:41).
Tidak banyak hal yang kita perlukan, hanya satu. Ini berarti kehidupan Anda harus menjadi suatu kehidupan yang sangat terfokus. Banyak orang yang menjalani kehidupan yang kacau tanpa arah atau tujuan yang jelas. Namun, orang di dalam perumpamaan ini tahu apa yang sedang dicarinya. Ia mencari dengan saksama, menemukannya, dan dengan segera dibelinya — mutiara yang menghabiskan seluruh miliknya itu.
Apakah Anda bersedia berkata bahwa merelakan segala sesuatu demi sebutir mutiara adalah tindakan yang bijak? Mengapa tidak membeli beberapa mutiara yang lebih murah dan masih cukup indah? Bukankah masih cukup bagus memiliki koleksi mutiara yang tidak terlalu mahal sehingga Anda dapat mempertahankan mobil, rumah, ladang, usaha dan hal-hal lainnya? Baiklah, mutiara-mutiara yang lain tidak terlalu berharga, tetapi tidakkah cukup sekadar mengumpulkan yang biasa-biasa saja? Bukankah ini jalan pikiran sebagian besar orang? Hal ini menunjukkan bahwa kita masih belum memahami firman Tuhan, “Kamu menguatirkan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu. Pusatkanlah perhatian pada yang satu itu” (Luk 10:41).
BERKONSENTRASI PADA SATU HAL
Seringkali seseorang yang mencoba untuk melakukan banyak hal, akhirnya malah tidak dapat mengerjakan satu hal pun. Namun, ketika ia belajar untuk berkonsentrasi dan menjadi mahir dalam satu perkara, ia akan mengalami banyak terobosan dan menjadi lebih ahli lagi. Prinsip ini berlaku di dalam setiap aspek kehidupan kita. Jika Anda ingin melakukan sesuatu dengan baik, Anda harus berkonsentrasi pada satu hal saja.
Mari kita ambil sebuah contoh yang nyata, seperti latihan judo. Judo adalah seni bela diri dengan berbagai macam teknik pegangan dan kuncian. Ada bantingan melalui kaki, melalui pinggul, maupun bahu, dan juga gerakan-gerakan lainnya. Sebagai orang yang selalu ingin menguasai sepenuhnya suatu persoalan, saya tidak puas hanya sekadar dapat mempelajari sesuatu, tetapi ingin sampai dapat menjadi mahir dalam hal apa pun yang sedang saya pelajari. Secara alami, saya juga menerapkan prinsip ini di dalam latihan judo saya ketika masih muda dulu. Saya sempat bertanya dalam hati, “Ada begitu banyak pegangan, kuncian dan gerakan. Bagaimana caranya saya bisa menjadi mahir dalam judo? Apakah saya harus menguasai semua teknik bantingan?” Kemudian saya mengalami pencerahan, yaitu jika saya menguasai satu teknik sampai sempurna, akan sangat sulit bagi orang lain untuk dapat mengalahkan saya. Lalu, saya memutuskan untuk menguji teori ini secara langsung.
Dengan banyak berlatih, saya akhirnya menguasai teknik bantingan melalui bahu — menarik lengan lawan dan berputar untuk membantingnya melewati bahu Anda. Ini adalah bantingan yang sangat melumpuhkan, dan itulah alasan mengapa saya memilih untuk menguasai teknik yang ini. Jika Anda terbanting dengan teknik ini, Anda tidak akan dapat bangun lagi — paling tidak memerlukan waktu cukup lama untuk dapat bangkit lagi, kecuali jika Anda seorang ahli judo. Teknik bantingan melalui bahu memiliki keunggulan yang nyata dibandingkan teknik bantingan lainnya, sehingga saya memutuskan untuk menguasainya. Anda tidak perlu memegangi pakaian lawan Anda; Anda hanya perlu memegang tangan atau lengannya. Selanjutnya, dalam satu gerakan — Anda menangkap lengannya, detik berikutnya ia sudah melayang. Ia sudah terbang dan terbanting keras. Teknik ini sangat cocok dengan tujuan saya. Jadi, saya habiskan banyak waktu untuk menguasai teknik bantingan ini saja. Saya melatih setiap gerakan secermat mungkin. Saya melatih sampai sempurna sehingga saya menjadi mahir dalam satu teknik ini. Saya mengenali teknik-teknik bantingan lainnya, tetapi yang saya mahirkan hanya yang satu ini.
Kemudian tiba saatnya untuk menguji hasil latihan ini. Saya tidak ingin menguji teori saya terhadap lawan yang setingkat dengan saya, tetapi langsung mengujinya pada seorang ahli. Saya ingin tahu apakah saya dapat membantingnya, apakah gerakan saya sudah cukup mulus untuk dapat membanting orang yang paling tangguh. Jadi, ketika pelatih saya, seorang yang tinggi besar, sekitar 1,8 meter dan pemegang ban hitam, datang ke tempat latihan, saya merasa inilah saatnya untuk mencoba teknik saya. Keadaannya seperti Daud melawan Goliat — pelatih yang berbadan tinggi besar penuh otot di sana-sini, berhadapan dengan saya yang jauh lebih kecil. Ia juga seorang olahragawan angkat berat, jadi Anda dapat membayangkan betapa besar kekuatannya. Ia dapat saja dengan mudah mengangkat tubuh saya dan melemparkannya sesuka hati. Namun, itu tentunya bukan suatu pertandingan, dan hanya akan menjadi semacam pameran angkat berat, bukannya judo. Jadi, saya pikir saya akan mencoba teknik saya terhadap dia saja.
Lalu, saya mendatanginya dan berkata, “Bolehkah saya berlatih dengan Anda?” Ia menjawab, “Tentu saja.” Ia adalah seorang pelatih dengan ban hitam. Jadi, kami mulai berlatih dan saya segera mencari kesempatan saya. Saya menyerang dengan cepat, dan wajahnya menunjukkan rasa terkejut yang luar biasa, ketika ia melayang di udara dan terhempas di tatami (matras) dengan suara keras — badannya yang seberat seratus kilogram itu! Dia benar-benar sangat kaget. Saya berkata dalam hati, “Berhasil! Benar-benar berhasil!”
Saya mulai belajar dari pengalaman ini, bukan sekadar untuk urusan judo saja, melainkan untuk seluruh kehidupan saya. Seseorang harus berkonsentrasi pada satu hal saja jika ia ingin benar-benar menjadi mahir. Jangan dikacaukan dengan berbagai urusan yang lain. Jika terganggu, pada akhirnya Anda tidak akan dapat menguasai satu hal pun. Jika saya mencoba semua teknik bantingan, saya tidak akan dapat menguasai satu pun teknik-teknik itu kecuali jika saya habiskan banyak waktu saya untuk latihan. Namun, dengan berkonsentrasi pada satu saja teknik yang efektif, saya dapat melatihnya sampai sempurna sehingga saya dapat memakainya untuk mengalahkan seorang ahli judo.
Menyempurnakan Karunia yang Anda Miliki
Hal yang sama berlaku dalam kehidupan rohani. Saya melihat banyak kehidupan orang Kristen yang tidak terkonsentrasi atau terpecah belah perhatiannya. Mereka tidak akan dapat menguasai satu bidang pun. Jika Anda ingin menjalani kehidupan Kristen secara efektif, Anda harus menanyakan diri Anda di hadapan Allah, “Karunia apa yang saya miliki? Saya akan berkonsentrasi pada karunia tersebut sehingga saya dapat melayani Tuhan dengan baik melalui karunia itu.” Jika setiap orang Kristen berpikir seperti ini, gereja akan dipenuhi oleh orang-orang dengan kualitas luar biasa.
Seseorang mungkin menjadi penyanyi yang luar biasa, dan melayani Tuhan dengan suaranya. Setiap orang dapat menyanyi dengan cukup baik, tetapi Anda akan menjadi yang terbaik. Anda sudah menguasai satu bidang dengan sempurna. Jika itu adalah karunia Anda, yaitu menyanyi, latihlah itu! Latihlah diri Anda setiap hari, tingkatkan sasaran prestasi setiap saat. Di mana pun Anda berada, dapatkan sebuah piano — meskipun yang sudah rusak — dan berlatihlah dengan keras. Menyanyilah dengan iringan piano itu sampai Anda menjadi mahir. Tumbuhkan keahlian Anda sampai Anda menjadi luar biasa.
Terlebih lagi, Anda akan menemukan hal-hal yang menarik di sana. Jika Anda sudah mahir dalam satu hal, Anda akan dengan mudah menguasai hal yang lainnya juga. Kemajuan di satu bidang akan mendorong standar kemampuan Anda ke tingkat yang lebih tinggi secara umum dan Anda akan mendapati bahwa Anda juga ternyata berada di atas rata-rata dalam hal kemampuan lainnya. Akan tetapi, kemampuan istimewa Anda hanya pada satu bidang saja.
Sebagai contoh, jika Anda mendapati bahwa memimpin pemahaman Alkitab adalah karunia Anda, latihlah hal itu. Pelajari cara-cara untuk memahami Firman Allah dengan lebih mendalam, dan bagaimana cara menyajikannya dengan lebih efektif. Berusahalah untuk menjadi ahli dalam pemahaman Alkitab. Inilah tujuan saya. Selama bertahun-tahun saya melatihnya, belajar memahami Firman Allah, dan bagaimana mendalaminya. Sesudah memahaminya, saya akan menyampaikannya kepada orang lain.
SETIAP JEMAAT MEMILIKI KARUNIA YANG DAPAT DIASAH
Tidak seorang pun di tengah jemaat yang tidak memiliki karunia dari Tuhan. Anda mungkin dapat menulis dengan baik. Jika demikian, latihlah kemampuan menulis Anda; tingkatkan itu. Jangan puas dengan hasil yang biasa-biasa saja. Yang penting adalah secara konsisten melatih karunia apa pun yang Anda miliki. Jika karunia milik Anda adalah dalam hal menulis, berlatihlah memperbaiki susunan kalimat dan bagaimana menyusun kalimat dengan lebih jelas, serta bagaimana meningkatkan penyajian pesan Anda melalui tulisan. Setiap orang memiliki karunia yang dapat dipakainya untuk melayani Tuhan di dalam bidang tertentu. Berkonsentrasilah pada karunia tersebut. Namun, di atas segalanya, hal yang perlu menjadi pusat perhatian seorang Kristen adalah untuk dapat memperoleh mutiara yang sangat berharga ini. Alasan mengapa kita berkonsentrasi dalam menyempurnakan karunia milik kita adalah dalam rangka mencapai tujuan akhir tersebut.
Saya berkonsentrasi pada satu teknik bantingan bukan karena saya ingin membanting semua orang dengan teknik ini. Saya melakukan hal itu dalam rangka belajar ilmu bela diri. Alasan kita semua mempelajari judo dan seni bela diri lainnya tentu untuk melindungi diri bukan? Tujuan penyempurnaan teknik tersebut adalah agar dapat segera melumpuhkan setiap penyerang dalam setiap keadaan. Tentu saja, saat itu saya belum menjadi Kristen. Sekarang ini, saya tentunya akan bereaksi dengan cara yang lain. Dulu, saya selalu siap bertindak dengan tangan saya, dengan aksi. Namun sekarang, saya akan bertindak menghadapi keadaan yang mengancam itu berdasarkan keberadaan saya sebagai hamba Allah. Dengan kata lain, alasan mengapa saya menyempurnakan satu teknik adalah dengan tujuan yang lebih luas, agar mampu membela diri dalam setiap keadaan. Jadi, penyempurnaan satu teknik bantingan adalah untuk mencapai perlindungan diri yang efektif.
Di dalam melayani Allah, sebagai contoh, mengapa kita ingin melakukannya dengan sangat baik? Bukankah untuk menyenangkan hati Allah yang kita kasihi, untuk dapat berkenan kepada-Nya? Mengapa kita ingin melakukan hal ini? Karena kita mengasihi-Nya! Tidak ada gunanya kita duduk-duduk dan berkata “Aku mengasihi Tuhan.” Kita harus berbuat sesuatu untuk menyatakan kasih kita kepada-Nya. Tidakkah kita seharusnya menyenangkan hati-Nya jika kita mengasihi-Nya? Sebagai contoh, jika kita bernyanyi di paduan suara gereja, dengan menyempurnakan kemampuan menyanyi, kita melakukan hal yang menyenangkan hati-Nya, yaitu memenangkan mutiara yang sangat berharga. Atau, jika kita memimpin pemahaman Alkitab, tujuan kita adalah untuk membawa berkat bagi orang lain dan dengan demikian menyenangkan hati-Nya. Hal ini dapat dijadikan alat untuk mengejar tujuan besar yang ada di depan mata. Jadi, dalam kehidupan Kristen, sesuai dengan ajaran Tuhan, prinsip yang berlaku adalah semuanya atau tidak sama sekali.
Kehilangan Segalanya untuk Memperoleh Yesus
Pedagang di dalam perumpamaan ini menjual segala miliknya. Demikianlah terpusatnya konsentrasi orang ini agar ia dapat mencapai tujuan memperoleh mutiara itu. Ia merelakan segalanya. Ia memandang semua yang lain sebagai sampah demi memperoleh mutiara yang luar biasa dan sangat berharga ini. Apa yang sedang diajarkan oleh Yesus kepada murid-muridnya dalam perumpamaan ini? Pada intinya, inilah hal yang sedang Yesus sampaikan: “Jangan membagi-bagi perhatian Anda. Jangan sekali-kali mengasihi dunia, hidup mengikuti keduniawian, membangun sarang di dunia, sambil mencoba mendapatkan mutiara ini. Engkau tak akan dapat melakukannya! Mutiara ini menuntut pengorbanan segala-galanya. Jika engkau tidak mau mengorbankan segala-galanya, engkau tak akan mendapatkannya. Sesederhana itu.” Melalui perumpamaan ini, Yesus berkata bahwa jika Anda menginginkan mutiara ini, Firman Allah yang terwujud dalam diri Kristus, mutiara ini harus ditebus dengan segala-galanya. Saya pikir ada begitu banyak orang Kristen yang tidak memahami poin ini. Mereka mengira bahwa mereka dapat memperoleh yang terbaik dari dunia ini sambil tetap memperoleh hidup yang kekal — mutiara itu. Ini adalah hal yang mustahil, menurut ajaran Yesus.
Yesus berkata, “Jika kamu ingin menjadi muridku, juallah segala milikmu dan ikutlah aku.” Di Matius 19:21, Yesus mengatakan hal yang serupa kepada orang muda yang kaya itu, “Kalau kamu hendak mengikut aku, kalau kamu hendak sempurna…” Kesempurnaan adalah syarat minimum, jika Anda memahami ajaran yang alkitabiah. Bukan kesempurnaan moral, tetapi kesempurnaan komitmen — komitmen total — yang merupakan syarat minimum bagi keselamatan. Ketika Yesus berkata kepada orang muda yang kaya itu, “Jikalau engkau hendak sempurna,” Yesus tidak sedang membicarakan kesempurnaan moral. Kita tidak akan pernah dapat menjadi sempurna secara moral di dalam hidup ini; kita tidak akan pernah menjadi tanpa dosa. Menurut pengajaran Yesus, satu hal yang dapat kita lakukan jika kita ingin sempurna adalah dengan mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan kita. Itulah arti kesempurnaan menurut Alkitab — kasih yang sepenuhnya kepada Allah.
JUALLAH SEGALA MILIKMU DAN DATANGLAH
Lalu Yesus berkata kepada orang muda yang kaya itu, “Juallah segala milikmu dan datanglah, ikutlah aku.” Sebelumnya, orang muda itu bertanya, “Apa yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup yang kekal? Aku sudah menuruti perintah Tuhan.” Yesus menjawab, “Kamu sudah tahu apa perintah Tuhan; lakukanlah itu.” Tapi, perintah yang mana? Beginilah cara Yesus menyimpulkan perintah-perintah itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Itulah hal yang disampaikan Yesus dengan gamblang kepada orang muda ini — mengasihi Allah dengan segenap hati dan sesama manusia seperti diri sendiri. Bagaimana ia harus melakukannya? Yesus menyuruhnya untuk menjual segala miliknya, lalu datang untuk mengikut dia. Dengan cara yang sama, Yesus juga berkata kepada murid-muridnya,
“Jangan takut, hai kawanan kecil, karena Bapamu berkenan memberikan kepadamu Kerajaan itu. Juallah segala yang kamu miliki dan berilah sedekah.!” (Luk 12:32-33).
Seberapa tinggi nilai mutiara ini bagi Anda? Apakah Anda menghendaki mutiara itu dengan cuma-cuma? Itu bukanlah ajaran yang alkitabiah karena mutiara ini menuntut Anda untuk mengorbankan segalanya. Sebelum Anda mengorbankan segalanya, Anda tidak akan memperoleh mutiara itu. Anda mungkin sudah menemukan mutiara itu, seperti pedagang ini, tetapi menemukan mutiara bukan berarti Anda sudah memilikinya. Si pedagang mutiara ini, sesudah menemukannya, masih harus menjual segala miliknya untuk dapat membeli mutiara itu.
Lalu apa arti semua ini? Secara sederhana, artinya adalah komitmen total kepada Allah — mengasihi Dia dengan segenap keberadaan Anda, dan akhirnya mengonsentrasikan seluruh hidup Anda kepada-Nya. Jika Anda tidak melakukan ini, kehidupan Kristen Anda tidak akan berarti apa-apa di dunia ini. Kesaksian hidup Anda bagi Kristus nyaris tak terhitung. Tidak heran jika banyak orang Kristen yang menjalani hidupnya tanpa mampu menjadi saksi yang efektif bagi Tuhan. Dengan berperilaku seperti orang non-Kristen, dan berpikir seperti mereka, orang-orang Kristen ini mengira mereka layak untuk menjadi terang dunia. Padahal mereka hanya sekadar lebih religius dibandingkan dengan orang non-Kristen, itu saja. Ini bukanlah yang dimaksudkan sebagai orang Kristen menurut Alkitab. Berkomitmen sepenuhnya kepada Tuhan, berarti ke mana pun Anda pergi, dedikasi Anda, komitmen dan kasih Anda yang penuh terhadap Allah tampak sedemikian hingga setiap orang tahu bahwa Anda berkomitmen kepada Allah dan dan sudah merelakan segalanya untuk mengikut teladan Yesus.
Ini bukan sesuatu yang dikhususkan bagi hamba Tuhan full-time. Saya sedang berbicara tentang sikap hati. Ada banyak orang di dalam pelayanan full-time yang tidak berkomitmen total kepada Allah. Bagi mereka, menjadi pendeta adalah sebuah profesi untuk mengganjal perut mereka atau merupakan periuk nasi mereka. Tidak ada kaitannya dengan komitmen total; itu hanyalah pekerjaan mereka. Memang baik jika mereka menjalankan pekerjaan ini sambil berkomitmen sepenuhnya kepada Allah, tetapi kedua hal ini (pelayanan dan komitmen) tidak selalu muncul bersamaan.
Pedagang di dalam perumpamaan tentang mutiara itu memiliki komitmen yang total. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda mencari perkara yang sangat berharga secara rohani? Jika yang Anda cari hanya isi dunia, perumpamaan ini tidak berguna bagi Anda karena perumpamaan ini disampaikan kepada mereka yang mencari kekekalan.
Mencari Dia dengan Segenap Hati dan Jiwa Anda
Sekarang, mari kita lihat Ulangan 4:29, yang mungkin merupakan ayat rujukan Yesus dalam perumpamaan ini. Kata-kata yang ada di ayat ini merupakan ucapan Musa kepada orang Israel.
Dan baru di sana engkau mencari YAHWEH, Allahmu, dan menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
Anda akan menemukan Allah asal Anda mencari-Nya dengan segenap hati dan jiwa Anda. Itulah janjinya. Jika Anda belum menemukan Allah, ingatlah firman tersebut. Anda mungkin sedang mencari Dia, tetapi belum dengan segenap hati dan jiwa Anda. Tekad Anda dalam hal ini mungkin masih kurang. Allah akan didapatkan oleh mereka yang mencari-Nya dengan segenap hati dan jiwa, dan dengan komitmen total untuk mencari kebenaran dan berkata, “Jika saya dapat menemukan Allah, saya bersedia melepaskan segala-galanya.” Jika Allah tidak memiliki arti setinggi itu dalam penilaian Anda, lalu apa gunanya Anda mencari Dia?
Apa arti Yesus bagi Anda? Apakah dia sekadar sebutir mutiara di antara banyak mutiara yang lainnya? Jika demikian, Anda masih belum memahami nilai mutiara ini dan tidak layak untuk mendapatkannya. Yesus sudah sangat jelas saat dia berkata, “barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, yang tidak menyangkal dirinya dalam mengikut aku, maka ia tidak layak bagiku.” Kita tidak sedang berbicara tentang kepercayaan pada sebuah ajaran agama atau kepercayaan pada ajaran guru-guru agama. Kita sedang membicarakan Allah yang hidup yang telah mengutus Mesias untuk kita. Anda tidak dapat menempelkan label harga pada hal ini, karena hal ini tak ternilai harganya. Jika Anda belum memahami hal ini, maka Anda pasti akan berpikir bahwa apa yang Anda miliki sekarang ini jauh lebih berharga dibandingkan dengan mutiara itu.
Jika pedagang di dalam perumpamaan ini berpikir bahwa harta miliknya lebih berharga dibandingkan dengan mutiara itu, tentunya ia tidak akan menjual segala hartanya untuk dapat membeli mutiara tersebut, bukankah demikian? Apa yang dia lakukan sebenarnya tidak harus dilakukannya. Jika Anda pergi ke toko perhiasan dan menemukan sebutir mutiara yang berharga 300 dolar, Anda mungkin akan memeriksa jumlah uang Anda dan berkata, “Tidak masalah, membayar 300 dolar tidak menuntut saya untuk menjual segala harta saya untuk dapat membeli mutiara itu.” Akan tetapi, jika Anda melihat sebutir mutiara dengan label harga 300.000 dolar, masalahnya pasti berbeda! Anda akan segera menyadari bahwa untuk dapat memperoleh mutiara senilai itu menuntut Anda untuk mengorbankan seluruh milik Anda!
Berapa nilai yang Anda taksir bagi Allah? Bagi kebanyakan orang Kristen, Allah tidak terlalu berharga buat mereka. Mereka bersedia mengorbankan satu atau dua jam pada hari Minggu buat Dia. Mungkin ada yang bersedia menambah satu atau dua jam lagi pada malam Sabtu atau bahkan sampai lima atau enam jam dalam seminggu. Mungkin mereka bersedia memberi-Nya beberapa dolar pada hari Minggu, atau bahkan ratusan dolar setiap bulan. Namun, apakah Dia berarti segala-galanya bagi orang-orang ini? Di situ letak pertanyaannya. Mutiara ini hanya dijual kepada orang yang rela melepaskan segalanya, yang berkomitmen total. Itulah Kekristenan yang diajarkan oleh Yesus. Mungkin berbeda dengan Kekristenan yang sudah pernah Anda dengarkan, tetapi itulah Kekristenan yang diajarkan oleh Yesus.
APAKAH YESUS SEGALA-GALANYA BAGI ANDA?
Bagaimana kehidupan Kristen Anda dibandingkan dengan pengajaran itu? Dapatkah Anda berkata bersama-sama dengan Paulus di Filipi 3:8 bahwa “segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuanku (my Lord), lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena pengorbanan dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”? Bagi Paulus, mutiara ini adalah segala-galanya buat dia. Malahan, segala yang pernah dianggapnya berharga dulu, sekarang dipandangnya sebagai sampah, bukan sekadar tidak berharga, supaya ia dapat memperoleh Kristus, mutiara itu.
Pandanglah mutiara yang indah ini sebagai gambaran dari Yesus. Kita dapat mengatakannya begini: bulatan mutiara ini mewakili kesempurnaannya. Warna putih mutiara ini mewakili kekudusannya. Kilauan cahaya mutiara ini — perhatikanlah kilauan cahaya mutiara ini jika Anda menatapnya — mewakili keindahannya. Di atas segalanya, kita tak boleh melupakan nilainya yang luar biasa, hal ini menegaskan betapa luar biasanya kepribadian sang Mesias. Lebih jauh lagi, ingatlah bahwa mutiara ini adalah buah dari penderitaan. Jadi, kekudusan Yesus adalah buah dari penderitaan. “Sekalipun Ia adalah Anak, Ia disempurnakan melalui penderitaan” (lihat Ibr 5:8). Dapatkah Anda memandang Yesus sebagai mutiara yang indah ini yang bernilai segala-galanya bagi Anda? Hanya jika Anda menilainya seperti itu, Anda layak memperoleh mutiara ini.