Pastor Eric Chang | Matius 13:44 |

Saya tidak henti-henti dibuat kagum saat mempelajari firman yang disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan tentang harta terpendam ini disampaikan hanya dalam satu ayat, tetapi terkandung di dalamnya begitu banyak kekayaan. Penyampaian perumpamaan ini begitu tepat dan jelas!

Inilah ajaran Yesus di Matius 13:44.

Kerajaan Surga adalah seperti harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu disembunyikannya lagi. Dan, karena sukacitanya, ia pergi, menjual semua yang dipunyainya, dan membeli ladang itu.

Yesus berkata bahwa hal Kerajaan Surga itu seperti orang ini yang sedang berjalan melintasi ladang. Mungkin ia bekerja di sana atau mungkin pula sekadar melewatinya. Hal ini tidak diberitahukan kepada kita. Kita anggap saja dia hanya sekadar melintas di ladang itu. Ketika sedang berjalan, ia melihat ada sebuah benda yang terlihat seperti batu karang, tetapi benda ini terlihat jauh lebih halus dibandingkan dengan karang atau batu. Ia mulai tertarik dan mendekati untuk mengamatinya. Apa yang ia temukan? Bukannya batu karang atau batu biasa, tetapi sebuah guci, wadah tanah liat. Lalu, orang ini segera menyadari artinya penemuan itu.

Guci atau bejana tanah liat dipakai sebagai wadah untuk memendam harta di dalam tanah pada zaman itu. Harta kekayaan yang disimpan biasanya berupa koin, baik emas, perak, batu permata, serta barang berharga lainnya. Barang-barang itu dimasukkan ke dalam guci, yang sering dipakai sebagai wadah penampungan air. Guci ini selalunya kedap air dan cukup kuat dan karena itu dapat dipakai sebagai wadah untuk menyimpan barang. Barang beharga dapat disimpan dengan aman di dalam guci, yang kemudian ditutup rapat dan dikubur. Pada zaman itu, belum ada bank yang menyediakan fasilitas kotak safe deposit, jadi memendamkan harta dalam tanah merupakan cara yang lazim dipakai untuk menyimpan harta kekayaan.

Nilai uang tidak pernah dapat bertahan. Di tengah inflasi (penurunan daya beli dari uang atau kenaikan harga barang) yang tiada akhir ini, sangatlah berbahaya untuk menyimpan kekayaan dalam bentuk uang. Jadi, biasanya orang membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi, misalnya emas, karena harga emas cenderung naik terus dibandingkan dengan daya beli uang yang cenderung menurun. Sebagai investasi, orang akan menukarkan uangnya dengan barang-barang berharga seperti batu permata dan emas. Dengan demikian orang tidak kehilangan nilai kekayaannya. Orang yang tinggal di Shanghai merasakan hal ini saat Jepang menyerang Tiongkok. Pada saat Anda menerima gaji, Anda harus segera bergegas mendatangi penukar uang dan menukarkan uang kertas dengan uang perak. Jika tidak, uang Anda akan menjadi setumpuk kertas yang hanya dapat dipakai untuk membeli sepotong roti. Jika uang kertas Anda sempat ditukar dengan koin emas, nilai gaji Anda aman.

Penduduk di Palestina pada zaman itu pada umumnya tidak mau berinvestasi dalam bentuk rumah karena seringkali terjadi perang. Saat terjadi perang, rumah Anda bisa saja dibakar atau dihancurkan oleh musuh. Jadi, orang tidak berinvestasi dalam bentuk properti selama ada perang. Jika Anda membeli rumah, Anda tidak dapat membawanya sesuka hati Anda, tetapi barang berharga dapat Anda bawa.

Di dalam perumpamaan ini, orang-orang pada zaman itu melakukan hal yang sama: mereka berusaha mengamankan kekayaannya baik dari segi nilai maupun fisik dalam bentuk barang berharga yang dikubur dalam bejana tanah liat. Mereka menguburkan harta itu di ladang mereka. Tentu saja, mereka perlu mengingat dengan persis di mana harta itu dikubur. Biasanya dengan memakai patokan khusus — misalnya, 20 atau 30 langkah ke arah tertentu dari sebatang pohon ek. Akan tetapi, jika kemudian pohon tersebut ditebang oleh orang lain, si pemilik harta akan mendapat masalah besar untuk mengingat-ingat di mana letak hartanya karena patokan arahnya sudah hilang. Inilah penyebabnya mengapa ada banyak harta terpendam pada zaman itu yang tidak dapat lagi dilacak oleh pemiliknya. Si pemilik mungkin sudah terbunuh dalam perang atau ditawan ke tempat lain, hal yang sering menimpa orang Yahudi pada zaman itu. Ada pula yang mengubur hartanya dan tidak memberitahukan kepada orang lain. Ketika ia jatuh sakit dan mati, atau terbunuh, maka tidak ada orang lain yang tahu di mana hartanya. Harta-harta terpendam sangat sering ditemukan oleh para ahli arkeologi. Pada zaman sekarang ini pun, kadang kala orang awam yang sedang menggarap ladangnya bisa saja menemukan harta terpendam. Kadang-kadang, buldoser yang sedang meratakan tanah di Israel secara tidak sengaja membongkar guci atau penyimpanan harta yang mungkin saja berisi koin emas kekaisaran Romawi atau barang-barang berharga lainnya.Yesus bercerita tentang kejadian yang sudah umum terjadi pada zaman itu.

Kita kembali pada perumpamaan Yesus: orang ini sedang berjalan di ladang dan dia melihat ada bagian guci yang menyembul di tanah dan mengamatinya lebih dekat. Ia mendapati bahwa benda itu adalah guci yang tertutup rapat, dan ia tahu arti dari penemuannya itu. Ini adalah harta terpendam! Atau, dia bisa saja sedang bekerja di ladang tersebut. Ketika ia sedang membajak, cangkulnya terantuk sebuah benda keras. Dia berhenti dan mengamati, dan mendapatkan harta terpendam itu. Dengan penuh kegembiraan, ia pergi menjual segala miliknya dan membeli ladang itu.

MENGAPA IA PERLU MEMBELI LADANG ITU?

Tentu saja, muncul beberapa pertanyaan. Mengapa dia tidak langsung menggali dan mengambil harta itu? Tidak dibutuhkan terlalu banyak usaha untuk menggali dan mengambil guci itu. Namun, kalau dia melakukan itu, dia akan terkena masalah hukum. Menggali ladang milik orang merupakan suatu tindak pelanggaran hak milik orang lain dan Anda dapat dituntut ke pengadilan. Terlebih lagi, jika Anda tertangkap sedang menggali guci itu, si pemilik ladang selain dapat menuntut Anda dengan tuduhan menyerobot ladang orang lain, juga berhak menuntut hak pemilikan atas harta terpendam itu, dan Anda terpaksa merelakannya. Yang berhak memiliki harta itu adalah pemilik ladang itu.

Setelah memahami permasalahan hukumnya, kita dapat memahami mengapa orang itu tidak langsung saja menggali harta itu dan membawanya. Orang pasti akan bertanya dari mana dia mendapatkan harta itu, dan dia akan ketahuan menyerobot ladang orang lain. Di situlah sumber persoalannya, yaitu masalah penyerobotan lahan dan mungkin juga tuduhan mencuri.

Akan tetapi, masih ada sisi lain dari persoalan ini. Apakah harta itu tidak secara otomatis menjadi milik pemilik ladang? Di bawah hukum Yahudi, harta itu tidak otomatis menjadi milik  empunya ladang, karena ketika ia membelinya, yang dibeli adalah ladangnya. Karena ia tidak tahu apa yang ada di sana, ia tidak dapat membeli sesuatu yang tidak diketahuinya ada di sana. Anda tidak dapat mengeklaim harta itu sebagai milik Anda jika Anda tidak tahu harta itu memang ada di sana. Begitulah ketetapan hukum Yahudi. Dengan demikian, harta ini tidak otomatis menjadi milik empunya ladang sampai ia sendiri menemukannya.

Dalam hal ini, karena ladang itu secara resmi masih menjadi milik orang lain (dari fakta bahwa si penemu harta lalu membeli ladang itu), maka jelaslah bahwa tindakan yang diambil oleh orang ini dalam rangka mendapatkan harta itu dilakukannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Ia tahu bahwa harta itu tidak menjadi hak si pemilik ladang, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak boleh begitu saja menggali lalu mengambil harta itu. Kadang-kadang jalur pematang memang melintasi ladang, sebagaimana yang dapat Anda perhatikan dari keterangan di dalam Alkitab. Sebagai contoh, murid-murid berjalan di ladang gandum dan mereka memetik bulir-bulir gandum untuk dimakan, hal yang diperbolehkan menurut hukum Yahudi. Anda boleh berjalan melintasi ladang, tetapi Anda tidak boleh menggarap ladang itu. Menggali harta di ladang orang termasuk tindakan menggarap ladang orang tanpa izin. Jadi, satu-satunya cara yang sesuai aturan agar dapat memperoleh harta tersebut adalah dengan membeli ladangnya. Tidak ada jalan lain. Jika kita memahami dasar aturan ini, kita dengan mudah dapat memahami tindakan yang diambil oleh orang tersebut. Orang itu mendapatkan harta terpendam ini dengan cara yang patut dan sesuai aturan.


DUA CARA UNTUK MEMAHAMI PERUMPAMAAN INI

Apa yang sedang disampaikan oleh Yesus kepada kita? Hanya ada dua cara untuk memahami arti perumpamaan ini. Pertama, harta itu diartikan sebagai Yesus dan kita adalah orang yang menemukan dia di ladang, yang adalah gambaran bagi dunia. Atau, yang kedua, kitalah harta terpendam itu dan Yesus mewakili orang yang menemukan harta itu di ladang, yaitu di dunia. Penjelasan yang mana yang benar?

Saya ingin menegaskan bahwa pemahaman Alkitab bukanlah masalah selera atau pendapat. Firman Allah tidak dapat diputuskan dengan pendapat, ada yang senang dengan penjelasan yang ini, sementara yang lain memilih penjelasan yang itu. Ada prosedur yang ketat dan baku dalam mempelajari Firman Allah. Sama halnya dengan memahami surat-surat resmi, tidak boleh diartikan berdasarkan pendapat pribadi. Ada aturan baku untuk memahami pernyataan hukum. Demikian pula dengan Alkitab. Pemahaman Alkitab bukanlah perkara tebak-tebakan atau selera.

Kecenderungan umum yang berlaku sekarang ini adalah mengartikan harta terpendam itu sebagai Yesus, dan kita adalah orang yang menemukan harta itu. Saya dulu sempat mengira bahwa inilah pandangan yang tepat. Namun, sesudah mempelajari dan menganalisa perumpamaan ini lebih lanjut, saya harus menolak pandangan umum ini. Saya akan memberitahukan alasan-alasannya dan menyerahkan penilaiannya kepada Anda. Penjelasan saya bukan berdasarkan pendapat pribadi atau selera, tetapi bukti-bukti dari Kitab Suci sendiri. Saya sendiri sempat bertanya-tanya, mengapa hal ini tidak saya lihat sebelumnya? Ini terjadi karena kuatnya prasangka yang ada di dalam hati kita. Sering kali prasangka atau mungkin juga ajaran yang kita terima pada masa lalu menghambat pemahaman kita akan Firman Allah.

Pada saat saya mempelajari perumpamaan ini, saya membuang prasangka di dalam hati dan meneliti kedua pandangan ini secara cermat dan jujur agar dapat sampai pada kesimpulan yang benar. Saya berkata pada diri sendiri, “Saya tidak akan memihak. Saya tidak keberatan untuk menerima pandangan mana pun yang akan terbukti benar nantinya. Saya hanya ingin memperoleh pemahaman tentang apa yang disampaikan dalam Firman Allah. Saya tidak memihak pada siapa-siapa dalam hal ini. Biarlah Tuhan saja yang berbicara langsung ke dalam hati saya dan semoga hati saya terbuka sepenuhnya sehingga saya boleh mendengarkan apa yang ingin Tuhan sampaikan.” Hasilnya sangat mengejutkan, saya melihat bahwa prasangka yang ada di dalam hati saya ternyata lebih besar daripada yang saya duga sebelumnya.

APAKAH HARTA TERPENDAM ITU YESUS?

Mari kita mulai dengan meneliti pandangan bahwa harta terpendam ini adalah Yesus, dan kita merupakan orang yang menemukan harta itu. Baru-baru ini saya mencoba untuk mengangkat lagi pandangan ini, tetapi tidak bisa. Macet. Itulah hal yang saya alami berkaitan dengan Firman Allah: jika sebuah pandangan sudah jelas-jelas salah, pandangan itu langsung macet. Anda harus maju dengan membabi-buta jika ingin terus memaksakan pandangan tersebut karena memang tidak ada kecocokan dengan makna sebenarnya. Mari saya jelaskan apa yang saya maksudkan.

Kesulitan yang muncul sangatlah besar jika kita menerima pandangan bahwa Yesuslah harta terpendam itu. Pertama, perumpamaan ini akan memiliki kesamaan makna dengan perumpamaan yang selanjutnya — perumpamaan tentang mutiara. Ini berarti dua perumpamaan ini merupakan pengulangan dari satu pokok pembahasan. Mengapa Yesus melakukan hal seperti ini? Apakah Yesus orang yang gemar bertele-tele? Itulah poin yang pertama. Akan tetapi, hal ini sendiri tidak terlalu menjadi masalah. Memang mungkin untuk Yesus mengulangi suatu pokok pembahasan. Ia memiliki kebebasan dan hak untuk berbicara seperti itu jika ia mau. Jadi, poin ini bukanlah masalah besar walaupun dapat saja menimbulkan keberatan karena selama ini Yesus bukanlah pribadi yang gemar berbicara secara bertele-tele.

Kedua, mari kita perhatikan makna dari ladang itu. Beberapa ayat sebelumnya, di Matius 13:28, ladang diartikan sebagai dunia. Dengan demikian, berdasarkan pandangan pertama ini, Yesus tersembunyi di dunia ini. Semakin Anda coba untuk memahaminya dari sudut pandang ini, semakin nyata kerancuannya. Kita tahu Allah tidak mungkin menyembunyikan Yesus di dunia. Jika Yesus adalah harta terpendam, berarti ada orang yang memendamkan harta itu. Dengan demikian, orang yang memendam harta itu pastilah Allah. Namun, apakah Allah akan menyembunyikan Yesus di dunia?

Allah tidak menyembunyikan Injil ataupun keselamatan-Nya. Oleh karena Ia ingin agar kita semua diselamatkan, untuk apa Allah menyembunyikan rencana keselamatan-Nya? Yesus adalah Juruselamat. Dapatkah Anda menemukan pengajaran di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa Yesus tersembunyi di dunia ini? Saya tidak menemukan hal ini.

Tanpa memberikan alasan, beberapa komentator berkata bahwa Allah menyembunyikan kerajaan-Nya di dunia ini. Namun, menurut Paulus, jika Injil itu tersembunyi, itu bukan karena Allah menyembunyikannya, tetapi karena ilah zaman ini membutakan mata mereka yang akan binasa (2Kor 4:3-4). Jadi kita tidak boleh mengaitkan pekerjaan Iblis dengan Allah. Jika ada aspek kerajaan Allah yang tersembunyi, itu terjadi bukan karena Allah menyembunyikannya. Iblislah yang menyembunyikan kerajaan tersebut dari mata kita dengan jalan membutakan kita. Itulah yang diajarkan Alkitab. Tidak pernah disebutkan bahwa kerajaan Allah disembunyikan dengan sengaja oleh Allah. Yesus datang ke dunia untuk menjadi terang dunia, seperti matahari yang menerangi dunia (Yoh 8:12). Ia datang untuk menyatakan terang Allah, bukan untuk menutupi-Nya. Terang dunia tidak disembunyikan. “Tidak ada orang yang menaruh pelitanya di bawah gantang. Aku tidak menyalakan pelita untuk disembunyikan, melainkan untuk menyatakan terang, menerangi mereka yang di dalam rumah,” demikian kata Yesus.


Yesus tidak akan Pernah dapat Disembunyikan

Sekalipun Yesus kadang-kadang menghindari orang banyak, tetapi ia tak dapat sembunyi. Itulah yang tercatat dalam Injil. Ia pernah bersembunyi untuk sementara waktu dari orang-orang yang mencarinya hanya untuk menyaksikan mukjizat. Namun, Markus 7:24 mencatat, “…kedatangannya tidak dapat dirahasiakan.” Sedemikian menyoloknya keberadaan Yesus sehingga Anda tidak dapat menyembunyikan dia. Ia sendiri juga tidak dapat bersembunyi, sekalipun sudah dicoba. Alkitab menyatakan dengan sangat jelas bahwa Allah tidak menyembunyikan Yesus. Pelita bukan untuk ditaruh di bawah gantang, melainkan untuk dipakai menerangi ruangan.

Tidak disebutkan di dalam Alkitab tentang Yesus yang disembunyikan. Ia datang untuk menjadi terang dunia. Pada puncak perayaan Pondok Daun, Yesus berdiri dan berseru kepada banyak orang, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaku dan minum!” (Yoh. 7:37-38). Yesus juga berkata, “Tiap-tiap hari aku duduk mengajar di Bait Allah (tempat umum yang paling menyolok, tidak ada tempat umum yang lebih menyolok ketimbang tempat ibadah), dan kamu tidak menangkap aku. Lalu kamu datang malam-malam untuk menangkap aku, tetapi aku tidak melakukan apa-apa dalam kegelapan” (Mat 26:55). Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa pandangan yang mengartikan Yesus sebagai harta yang terpendam tidak memiliki dasar alkitabiah; tidak ada penjelasan alkitabiah yang dapat dipakai untuk mendukungnya.

APA MAKNANYA “DISEMBUNYIKANNYA LAGI”?

Kesukarannya menjadi semakin parah saat kita berusaha memahami tindakan orang yang menemukan harta tersebut lalu memendamnya kembali. Di dalam perumpamaan itu, disebutkan bahwa harta itu “ditemukan orang, lalu disembunyikannya lagi.” Secara alkitabiah, hal ini sulit dijelaskan. Ini akan berarti sesudah Anda menemukan Yesus, Anda lalu menyembunyikan dia dari pengamatan orang lain. Sesudah itu, Anda lalu menjual segala milik Anda dan menggunakan uang hasil penjualan itu untuk memiliki harta terpendam itu secara sah. Bagaimana menjelaskan hal itu? Jika Anda sudah menemukan harta tersebut, untuk apa Anda menyembunyikannya lagi? Ketika Anda menjadi Kristen, apakah Anda melakukan hal-hal seperti itu? Apakah Anda menyembunyikan harta terpendam itu?

Seorang komentator dari Jerman, Schteer, berusaha membahas persoalan ini. Usahanya untuk menjelaskan perkara ini juga tidak berhasil. Ia berkata, “Secara nyata, kita memang menyembunyikan Yesus di dalam hati kita.” Di satu pihak, harta itu disebut disembunyikan di ladang, kemudian disebutkan bahwa tempat penyembunyiannya adalah di hati kita. Ini hanyalah sebuah upaya permainan kata agar perumpamaan ini tetap dapat dijelaskan dengan pandangan tersebut. Kita tahu bahwa harta itu disembunyikan di ladang (yaitu, di dunia), dan bukannya di dalam hati kita. Kita tak dapat memelintir makna kata yang sudah jelas.

Lalu persoalannya menjadi semakin kacau lagi. Sesudah menyembunyikan kembali harta itu di dunia, orang ini menjual segala miliknya untuk dapat membeli ladang tersebut, yaitu dunia! Bagaimana menghubungkan pemahaman ini dengan pengalaman hidup orang Kristen? Apakah ini berarti setelah kita menemukan Yesus, kita menyembunyikannya lagi di dunia dan menjual segala milik kita untuk dapat membeli dunia? Secara alkitabiah, persoalannya menjadi semakin besar.

Schteer berkata arti ladang dalam perumpamaan ini sekarang berubah menjadi gereja. Akan tetapi, tidak ada pernyataan di dalam Alkitab yang mengartikan ladang sebagai gereja. Beberapa ayat sebelum perumpamaan ini, Yesus sudah menjelaskan bahwa ladang berarti dunia. Apa hak kita untuk mengartikan ladang itu sebagai gereja? Apa artinya kita menjual segala milik kita untuk dapat membeli gereja? Menurut Schteer, kita menjadikan gereja sebagai milik kita. Yang benar adalah gerejalah yang menjadikan kita miliknya dan kita menjadi bagian dari gereja, bukannya kita yang menjadikan gereja milik kita. Gereja tidak menjadi milik saya, sebaliknya, sayalah yang malah menjadi bagian dari gereja. Inilah masalah utama bagi pandangan bahwa harta terpendam itu adalah Yesus. Terlebih lagi, ladang tidak pernah diartikan sebagai gereja. Tidak pernah ada penjelasan seperti itu di dalam Alkitab. Ladang adalah dunia. Di dalam perumpamaan yang sebelum ini, gandum adalah gereja dan lalang ditaburkan di antara gandum, atau gereja. Tentunya hasil panen adalah gereja, kerajaan Allah, karena ladang tetap tinggal. Hasil panenlah yang diambil, bukannya ladang.


Menghalalkan segala Cara demi Mencapai Tujuan

Satu-satunya pilihan untuk mempertahankan pandangan ini adalah dengan mengabaikan makna ladang dan berkata, “Sebaiknya kita tidak usah terlalu mempersoalkan hal itu.” Namun, jika Anda mempelajari perumpamaan yang lainnya, seperti kedua perumpamaan dasar itu, setiap aspek dari perumpamaan itu memiliki arti. Lagi pula, ladang merupakan salah satu unsur dalam perumpamaan yang maknanya sudah dijelaskan dengan nyata. Apa hak kita untuk menyingkirkan sebuah unsur yang maknanya sudah diuraikan sebelumnya?

Kesimpulan cara pandang ini adalah: Yesus adalah harta terpendam yang kita temukan di dunia. Sesudah menemukan Yesus, kita lalu menyembunyikannya lagi di dunia — apa pun maknanya — dan kemudian kita menjual segala milik kita serta memakai hasil penjualan itu untuk membeli ladang — atau dunia ini. Bukankah ini hal yang mustahil? Sulit untuk dapat menerimanya tanpa melakukan penyimpangan makna dan memberi pengertian yang berbeda dengan yang sudah diberikan oleh Yesus sendiri mengenai beberapa unsur di dalam perumpamaan ini!

MANUSIA BERDOSALAH HARTA TERPENDAM ITU!

Selanjutnya, kita akan membahas dari sudut pandang yang berbeda yakni, Yesus bukanlah harta yang terpendam itu. Di dalam perumpamaan yang berikutnya, Yesus memang adalah mutiara, tetapi di dalam perumpamaan ini kitalah — gereja — yang merupakan harta terpendam itu.

Makin saya mempelajari perumpamaan ini, semakin saya bertanya-tanya: mengapa dulu saya menolak penjelasan yang sangat gamblang dari Yesus ini? Alasannya adalah karena saya bertumbuh dengan berpegang pada doktrin tentang dosa asal yang memandang manusia sebagai makhluk yang benar-benar busuk, rusak, penuh dosa, sakit dan jahat. Nilai apa yang dapat saya lihat dari manusia yang saya yakini sudah sangat bejat, yang mewarisi dosa asal, yang sudah membusuk di pusat batinnya dan yang sakitnya sudah tak tersembuhkan lagi?

Sebagai contoh, saya dapat melihat nilai dari sekotak apel yang semuanya bagus dan segar. Namun, dapatkah Anda melihat nilai dari sekotak apel yang semuanya busuk dengan bau yang menyengat? Karena semuanya sudah tidak berguna, maka Anda cenderung akan membuangnya ke tong sampah. Saya bertumbuh dengan pola pandang seperti ini terhadap orang berdosa. Tidakkah Anda juga bertumbuh dengan cara pandang seperti ini? Saya bersyukur kepada Allah karena adanya firman dari Yesus ini. Seperti sebilah pedang yang menusuk jauh ke dalam hati dan menguji niat serta pemahaman saya, dan mengungkapkan sikap saya terhadap mereka yang belum diselamatkan.

Saya merasa malu karena memiliki sikap seperti itu. Pada dasarnya, saya menilai orang yang belum diselamatkan sebagai orang-orang yang tidak memiliki nilai apa pun. Bagaimana untuk mengasihi mereka? Tidak ada keinginan untuk bergaul dengan mereka. Mereka sudah benar-benar rusak dan akan dibuang. Inilah pola pikir kebanyakan orang Kristen yang membuat kita tidak menghargai orang non-Kristen.

Aliran-aliran tertentu, terutama Plymouth Brethren, memiliki pandangan ekstrim ini. Ada beberapa aliran yang bahkan memutuskan segala bentuk hubungan dengan masyarakat umum, supaya mereka tidak tercemar. Mereka merasa perlu untuk memisahkan diri sepenuhnya dari masyarakat. Dengan penuh penyesalan, saya mengakui sikap saya yang salah terhadap orang non-Kristen, yang selama ini saya anggap bukan saja sudah rusak, tetapi juga terkutuk oleh Allah untuk dibuang ke dalam neraka.

Orang Kristen yang berpandangan demikian pasti melihat orang-orang non-Kristen sebagai najis dan akan meremehkan mereka. Ia akan cenderung berpikir, “Aku, orang terpilih, berjalan di tengah dunia yang dipenuhi oleh orang-orang yang berdosa yang sudah ditetapkan untuk dibinasakan.” Doktrin seperti ini sangat tidak sesuai dengan pengajaran alkitabiah, tetapui inilah doktrin yang saya anut pada masa pertumbuhan awal saya sebagai orang Kristen. Saya bersyukur kepada Allah karena firman ini telah mengungkapkan kesombongan rohani di dalam hati saya. Keselamatan adalah kasih karunia dan, tentu saja, Allah tidak menghendaki kita untuk malah menjadi sombong setelah menerima kasih karunia ini.


Semua Orang Berharga di Mata Tuhan

Semakin saya menelaah ajaran Yesus, semakin saya dikejutkan dengan kenyataan bahwa Yesus tidak memandang orang non-Kristen sebagai apel busuk. Malahan, semua manusia itu berharga. Hanya saat kita memandang orang-orang ini lewat mata Yesus, maka kita akan dapat menjangkau mereka dengan kasih. Hanya setelah kita berhasil menyingkirkan doktrin sesat yang telah merusak pikiran kita serta menanamkan kesombongan rohani ini, barulah kita dapat memandang mereka dengan kasih. Keselamatan itu adalah kasih karunia, tetapu kasih karunia tidak menghasilkan kesombongan!

Bangsa Israel terjatuh dalam lubang ini dan kita perlu berdoa agar tidak jatuh di lubang yang sama. Orang-orang Israel menyebut diri mereka umat Allah yang terpilih dan berkedudukan jauh di atas manusia yang lain — yaitu massa damnata atau orang-orang terkutuk. Massa damnata adalah ungkapan yang dipakai oleh Augustine dalam bahasa Latin. Kata-kata yang dengan beraninya dia pakai adalah kata-kata yang sangat mengerikan. Apa maksudnya jika Anda berkata “kumpulan orang-orang yang terkutuk”? Yang Anda sebut dengan “terkutuk” itu dipandang sebagai harta terpendam oleh Yesus! Ketika Allah membuka pemahaman saya akan hal ini dan saya menyelidikinya sekali lagi, saya sangat terkejut saat menyadari bahwa Allah tidak pernah memandang mereka yang terhilang, orang-orang yang tidak diselamatkan dengan cara seperti ini.

Lihatlah perumpamaan yang ada di Lukas 15. Perumpamaan pertama di Lukas 15 adalah tentang domba yang hilang. Perumpamaan yang kedua adalah tentang dirham yang hilang. Perumpamaan yang ketiga adalah tentang anak yang hilang. Semua yang hilang itu sangatlah berharga. Yesus mati bagi umat manusia yang “tidak berharga” ini.

Mengapa Allah mengasihi orang-orang yang sudah tidak memiliki kebaikan ini? Kita masih belum menemukan penjelasannya. Di Mazmur 8:5, si pemazmur berkata,

“Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya?”

Ayat ini memberitahu kita bahwa Allah sangat peduli dengan umat manusia. Si pemazmur sangat kagum bahwa Allah yang Mahabesar mau peduli dengan manusia. Namun itulah kenyataannya. Ayat yang selanjutnya, ayat 6, memberi kita petunjuk,

“Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah”.

Tidak heran jika Allah sangat peduli kepada manusia. Inilah penjelasan mengapa Allah mengasihi kita. Karena Allah menciptakan kita sama dengan gambar dan rupa Dia, dan Allah menghendaki agar kita menjadi anak-anak-Nya. Kita sangat berharga di mata Allah. Itulah yang disampaikan oleh Yesus lewat perumpamaan harta terpendam ini.

Pemazmur berkata di Mazmur 115:12, “YAHWEH telah mengingat kita.” Maknanya sangat jelas. Allah mengasihi kita karena kita berharga dimata-Nya. Hal ini disampaikan dengan sangat tegas di Perjanjian Lama,

“Siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya” (Zak.2:8).

Allah menyampaikan hal ini kepada suatu bangsa yang tegar tengkuk dan kerap memberontak. Di mata Allah, mereka masih sangat berharga. Di Hosea 2:1,18,19, Allah menyebut bangsa yang tegar tengkuk ini sebagai istri-Nya! Adakah yang lebih berharga bagi seseorang dibandingkan dengan istrinya? Ia menyebut bangsa ini sebagai istri-Nya, istri yang dikasihi dan masih terus dikasihi sehingga Ia bersedia melakukan segalanya demi membebaskannya dari dosa.

Gambaran di Perjanjian Baru tidaklah berbeda. Setiap kali Yesus berbicara tentang mereka yang hilang, dia menyebut mereka sebagai sesuatu yang berharga, seperti domba, dirham dan bahkan anak. Ambillah perumpamaan tentang dirham yang hilang sebagai contoh (Luk.15:8-10). Di sini Lukas mempribadikan perumpamaan itu dengan menggambarkan setiap orang berdosa sebagai satu keping dirham yang hilang. Pikirkanlah sejenak. Jika Anda menemukan semua dirham yang hilang itu apa yang Anda dapatkan? Harta yang banyak. Inilah hal yang sedang dibahas oleh Matius. Matius membahasnya secara keseluruhan, berbeda dengan Lukas yang membahas di tingkat individu. Setelah mengumpulkan semua dirham itu, Anda mendapatkan harta karun yang terpendam itu!


Kitalah Harta yang Hilang itu

Sekarang jelaslah apa yang dimaksudkan sebagai harta terpendam itu. Kitalah harta yang hilang. Dalam kenyataannya, perumpamaan ini memang berbicara tentang harta yang hilang, sama dengan perumpamaan dirham yang hilang, tetapi dari sudut pandang yang berbeda. Makna dari perumpamaan ini akan muncul jika kita menyingkirkan prasangka kita yang melihat pada orang yang terhilang sebagai sesuatu yang tidak berharga yang hanya cocok untuk dibuang ke neraka.

Anda mungkin bertanya, “Namun, bagaimana dengan lalang yang disebutkan dalam perumpamaan tentang gandum dan lalang?” Di dalam kasus ini, lalang itu memang tidak berharga. Akan tetapi, mereka bukanlah orang yang tidak percaya; mereka adalah orang Kristen palsu. Lalu bagaimana dengan sekam? Sekam juga melambangkan orang Kristen palsu. Sekam pada awalnya berada di tengah-tengah gandum. Gandum di dalam Alkitab selalu merujuk kepada orang Kristen. Satu-satunya jenis orang yang tidak berharga secara rohani di mata Allah adalah mereka yang munafik, yang baginya tidak tersedia lagi pengampunan. Dibandingkan dengan orang Kristen palsu (munafik), maka orang-orang yang tidak percaya jauh lebih berharga di mata Allah. Walaupun mereka terhilang, mereka tetaplah harta Allah yang terhilang yang ingin Allah temukan. Oleh karena merekalah, Allah mengutus Yesus. Kita yang percaya merupakan bagian dari harta yang hilang itu, yang sudah ditemukan kembali oleh Allah oleh kasih karunia-Nya.

Gambarannya perumpamaan ini sangatlah indah. Pertama-tama, perumpamaan ini mengungkapkan isi hati Allah terhadap umat manusia yang terhilang. Mereka semua adalah harta-Nya, walaupun terhilang. Allah mengutus Yesus dengan tujuan untuk menemukan mereka kembali. Anda dan saya pernah menjadi bagian dari harta yang hilang itu.

“TERPENDAM” MELAMBANGKAN MATI TERKUBUR DALAM DOSA

Perhatikan juga keindahan dari penggunaan istilah harta yang hilang untuk melambangkan orang-orang yang terhilang. Harta ini hilang dan terkubur di dalam dunia. Keadaan terkubur selalu melambangkan kematian di dalam Alkitab: kita dulunya mati di dalam dosa-dosa dan pelanggaran, dan kita terhilang serta tersembunyi di dalam dunia. Namun, Yesus tetap mencari kita.

“HARTA” MEWAKILI MANUSIA

Pada titik ini, mari kita pelajari kata “harta”. Harta itu terdiri dari emas, perak dan barang-barang berharga lainnya yang disimpan dalam bejana tanah liat yang dikuburkan. Hal yang sangat menyolok adalah Paulus memakai istilah yang persis sama saat merujuk kepada orang Kristen. Paulus berkata,

“Harta ini kami miliki dalam bejana tanah liat” (2Kor 4:7).

Perbedaan antara orang Kristen dengan yang non-Kristen adalah orang Kristen merupakan harta yang sudah ditemukan kembali, sedangkan yang non-Kristen harta yang masih terhilang. Namun, sekarang kita memiliki harta yang dibicarakan oleh Paulus ini. Harta itu adalah Injil di dalam kita. Kita sekarang menjadi lebih berharga lagi di mata Allah sesudah menerima Injil. Kita berharga bukan karena keberadaan diri kita, melainkan kerana Allah sudah menempatkan harta di dalam diri kita.

Kata kedua yang akan kita pelajari adalah kata “ditemukan”‘. Kita telah melihat bahwa kata “harta” menunjuk kepada manusia, secara khusus kepada jemaat (2Kor 4:7). Jika kita cermati isi Alkitab, Allah berkali-kali mencari kita. Berikut adalah kata-kata yang indah dari Mazmur 119:176,

“Aku telah tersesat seperti domba yang hilang, carilah hamba-Mu ini karena aku tidak melupakan perintah-perintah-Mu.”

Apakah ayat ini mengingatkan Anda akan sebuah perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus? Si pemazmur sudah sesat, tetapi ada perintah-perintah Allah yang masih tinggal di dalam dirinya. Tidakkah hal itu mengingatkan Anda akan salah satu perumpamaan?


Allah mencari yang Tersesat

Ini mengingatkan saya akan hal yang dikatakan oleh Paulus, “Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku” (Rm 7:22-23). Ketika Paulus masih menjadi budak dosa, ia tahu apa yang baik. Pernahkah Anda bertemu dengan orang non-Kristen yang memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang baik, sama seperti yang dipahami oleh orang Kristen? Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa orang non-Kristen juga memiliki hati nurani (Rm 2:26) dan juga sering melakukan perbuatan baik dengan dorongan hati nuraninya, bukan karena ingin menyelamatkan dirinya atau untuk membela ajaran tertentu? Orang non-Kristen juga memberi kepada orang miskin. Tanpa dukungan orang non-Kristen, banyak organisasi sosial yang akan bangkrut. Dengan akal budinya orang non-Kristen mengejar apa yang baik sekalipun ia hidup di dalam belenggu dosa karena ia tidak memiliki kuasa untuk mengalahkan dosa. Inilah hal yang dengan tepat digambarkan oleh Paulus sebagai kondisi “tersesat” atau “hilang”. Di sisi lain, tentu saja, ada orang non-Kristen yang memang hatinya jahat dan tetap bertahan dalam kejahatan itu. Begitulah kenyataannya, ada yang memang jahat, tetapi ada juga yang masih memiliki hati nurani. Allah mencari semua yang tersesat. Si pemazmur menyatakannya dengan sangat jelas ketika ia memohon, “Carilah hambamu ini, sebab aku tersesat.”

Hal yang sama ditemukan di Yehezkiel 34:11,12,16 saat Allah berulang kali berkata bahwa Ia mencari domba-Nya yang sesat:

“Aku akan mencari domba-Ku.”

Di Yehezkiel 34:22, Yahweh berkata,

“Aku akan menyelamatkan domba-domba-Ku.”

Tujuan dari mencari adalah untuk menyelamatkan. Kita sudah melihat hal ini dari perumpamaan di Lukas 15. Pada setiap zaman, pada setiap generasi, Allah mencari orang-orang ini. Pada generasi sekarang pun, Ia tetap mencari orang-orang tersebut. Ia sedang mencari domba-domba-Nya. Apakah Anda salah satu di antaranya?

Pada setiap generasi, Allah mencari orang-orang yang bersedia untuk melayani-Nya, untuk berfungsi sebagai terang dunia, membawa orang lain kepada keselamatan. Hal ini dengan indahnya dinyatakan oleh Allah di Yehezkiel:

“Aku mencari seseorang di antara mereka yang akan membangun tembok dan berdiri di celah di hadapan-Ku demi negeri itu, sehingga Aku tidak perlu menghancurkannya, tetapi Aku tidak menemukan seorang pun.” (Yeh 22:30).

Allah tidak menemukan orang yang dicari-Nya pada generasi itu dan karena itu Israel menjadi binasa.

Allah sekarang juga sedang mencari orang-orang yang hendak membangun tembok untuk menyelamatkan dunia ini, dan menyelamatkan gereja. Kita diselamatkan untuk menyelamatkan orang lain, bukan sekadar menyelamatkan diri sendiri. Di 1 Samuel 13:14, kita menemukan firman yang indah ini saat Allah mendapatkan seseorang yang cocok dan orang itu adalah Daud: “YAHWEH telah memilih bagi-Nya seorang yang sesuai dengan hati-Nya”,orang yang akan melakukan segala kehendak-Nya. Dapatkah Yahweh menemukan orang seperti itu di zaman sekarang ini?

Di Yohanes 4:23 Yesus memberitahu kita bahwa penyembah Allah, menyembah Dia di dalam roh dan kebenaran. Di kalimat selanjutnya dikatakan, “Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” Allah mencari orang-orang yang tahu bagaimana menyembah-Nya di dalam roh dan kebenaran. Saat Allah menemukan orang-orang seperti itu, Ia sama seperti mendapatkan harta karun. Allah menemukan harta karun pada saat dia menemukan orang yang bersedia berpaling dari dosa-dosanya dan dibersihkan oleh darah Kristus, dimurnikan dan dibebaskan dari belenggu dosa, agar dapat menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran. Allah sedang mencari orang-orang seperti itu sekarang ini. Itu sebabnya jika seorang berdosa bertobat, seluruh malaikat di surga bersorak-sorai. Sedemikianlah berharganya setiap orang berdosa di mata Allah sampai surga berpesta saat orang berdosa bertobat. Sangat sulit untuk dapat menerima hal ini kalau menurut pemahaman kita orang berdosa itu tidak bernilai. Akan tetapi, dalam kenyataannya mereka sangat berharga!


Bersembunyi dari Allah karena Dosa

Selanjutnya, kita akan melihat kata “sembunyi” dan “tersembunyi di dalam dunia”. Saat Anda melakukan pengamatan yang cermat atas kata “sembunyi”, Anda akan mendapati bahwa kata “sembunyi” selalu berkaitan dengan dosa. Tanpa pengecualian kata ini selalu berkaitan dengan dosa atau merupakan konsekuensi dari dosa. Dimulai dari masa awal ketika Adam berbuat dosa, ia bersembunyi dari hadapan Allah (Kej 3:10). Dosa menyembunyikan kebenaran Allah dari kita. Disebutkan bahwa mata mereka tertutup dan mereka tidak dapat memahami kebenaran. Kebenaran tersembunyi dari mereka, bukan karena Allah ingin menyembunyikannya, melainkan karena mereka sudah mengeraskan hati mereka terhadap kebenaran Allah. Namun, “Sekalipun engkau mencoba untuk bersembunyi dari-Ku, penghakiman-Ku akan tetap mendapatkanmu” (lihat Amos 9:3).

Adam mencoba untuk bersembunyi. Bukankah setiap kali Anda berbuat dosa, Anda akan cenderung untuk bersembunyi dari Allah? Bukannya Allah yang bersembunyi dari Anda. Ketika Adam berbuat dosa, bukan Allah yang bersembunyi dari Adam; Adamlah yang bersembunyi dari Allah. Bukan Allah yang menyembunyikan keselamatan-Nya, melainkan kitalah yang bersembunyi dari Allah dan dengan demikian Ia tersembunyi dari pandangan kita. Kebenaran-Nya tidak dapat tiba pada kita lagi karena kita menyembunyikan diri. Oleh karena kita bersembunyi dari terang-Nya, bagaimana mungkin kita dapat melihat terang-Nya?

Alkitab, khususnya Mazmur, berulang kali memberitahu kita bahwa Allah menyembunyikan diri-Nya. Ia menyembunyikan diri-Nya dari kita karena dosa-dosa kita. Ia menyembunyikan diri-Nya, keselamatan-Nya, kebenaran-Nya, karena dosa-dosa kita. Akan tetapi, sesungguhnya dosa-dosa kitalah yang menjadikannya demikian, bukan karena Ia ingin melakukannya. Beberapa rujukan tentang Allah menyembunyikan wajah-Nya ada di Mazmur 13:1 dan 27:9.

Jika kita berhenti bersembunyi dari Allah, kita akan berada di jalur keselamatan. Jika kita mendekat kepada-Nya, Dia juga akan mendekat kepada kita. Ia berada jauh dari kita hanya jika kita menjauhkan diri dari-Nya. Salah satu ayat yang indah tentang ini ada di dalam Perjanjian Lama, di Mazmur 32:5 saat si pemazmur berkata,

“Aku mengakui dosaku, dan aku tidak menyembunyikan kesalahanku.”

Saat Anda berhenti bersembunyi dari Allah — ketika Ia mencari Anda dan Anda tidak melarikan diri dari-Nya — maka Anda akan masuk ke jalur keselamatan. Tidak seperti Adam, yang bersembunyi, si pemazmur ini tidak bersembunyi:

Aku berkata, “Aku akan mengakui pelanggaran-pelanggaranku kepada YAHWEH.” Dan, Engkau mengampuni kesalahan dosa-dosaku.

Keselamatan terjadi, saat Allah memanggil Anda dan Anda tidak bersembunyi, saat Anda mengaku dosa dan tidak membuat alasan-alasan seperti Adam. Saya yakin, kita semua pernah berkata, “Ini gara-gara dia; dia yang membuat saya jadi berdosa.” Jika kita bersedia berkata, “Saya tidak akan menutupi dosa-dosa saya dari Engkau, Tuhan. Saya orang berdosa. Kumohon pengampunan-Mu. Tidak ada yang saya sembunyikan dari-Mu”, Tuhan akan mengampuni kita.

Jika kita berhenti bersembunyi, kita sudah mengambil langkah pertama untuk keselamatan. Ketika “harta” itu keluar dari persembunyiannya, ia akan melangkah menuju keselamatan. Penting untuk kita memahami bahwa “ketersembunyian” ini selalu berkaitan dengan dosa.


“Disembunyikannya Lagi”: Melindungi dari Bahaya

Bagaimana dengan bagian tentang kita disembunyikan lagi. Sesudah menemukan harta itu, orang itu memendamnya lagi. Apa artinya? Ketika kita memandang harta ini sebagai Yesus, kita tidak dapat menarik satu pun kesimpulan yang masuk akal. Namun, ketika harta ini kita artikan sebagai jemaat, maka maknanya menjadi sangat jelas. Mengapa kita harus menyembunyikan sesuatu? Mengapa harta itu terpendam dulunya? Selalunya harta dipendam untuk melindunginya dari kemungkinan hilang. Inilah tujuannya kenapa harta itu dipendamkan lagi.

Injil memberitahu kita bahwa kita disembunyikan untuk beberapa alasan. Pertama, untuk melindungi kita dari penghakiman Allah, dari murka-Nya atas dosa. Sebagai contoh, Yesus berkata, “Berkali-kali aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya” (Luk 13:34). Apa yang membuat seekor induk ayam mengumpulkan anak-anaknya? Untuk melindungi mereka dari ancaman elang di udara, yang terbang sambil mengintai mereka. Jadi, Yesus menyembunyikan umat Allah dari kebinasaan penghakiman. Ini berarti bahwa ketika kita diselamatkan, Yesus menyembunyikan kita di dalam dirinya, atau lebih tepatnya, Yesus menyembunyikan kita di dunia ini di dalam dirinya. Kita masih di dunia ini; kita ditinggalkan di dunia ini, tetapi di bawah perlindungannya.

Kenyataannya, di Mazmur 83:4, umat kudus Allah, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Baru, disebut orang-orang yang disembunyikan (dalam KJV, katanya adalah, hidden ones atau yang disembunyikan). Di dalam bahasa Ibrani, istilah yang dipakai adalah “disembunyikan”, yaitu disembunyikan oleh Allah. Sebagaimana di dalam perumpamaan, harta itu ditemukan, lalu dipendam kembali oleh orang yang menemukannya. Ternyata orang-orang kudus Allah disebut sebagai orang-orang yang disembunyikan. Di dalam Alkitab berbahasa Inggris RSV, kata ini diterjemahkan dengan yang “dilindungi” (the protected ones). Kata Ibrani yang dipakai memiliki makna “sembunyi”. Wahyu 12:6 juga memberitahu kita bahwa perempuan yang melambangkan gereja atau kerajaan Allah disembunyikan oleh Allah di padang gurun.

Kedua, kita disembunyikan untuk melindungi kita dari yang jahat. Hal ini digambarkan dengan sangat indahnya di dalam peristiwa di taman Getsemani ketika orang-orang datang untuk menangkap Yesus. Yesus menyerahkan dirinya, tetapi dia melindungi murid-muridnya dengan berkata, “Akulah dia. Jika aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi” (Yoh18:8). Ini adalah gambaran yang persis sama dengan gambaran induk ayam yang melindungi anak-anaknya di bawah kepak sayapnya. Semua ini dilakukan Yesus semasa di dunia ini. Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa inilah hal yang secara terus menerus dilakukan oleh Allah — yaitu melindungi milik-Nya (Maz 27:5, 31:20)

Ketiga, kita disembunyikan dari musuh. Paulus berkata,

“Hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah” (Kol 3:3).

Namun, kita disembunyikan di dalam dunia ini. Kita harus ingat bahwa tubuh Kristus ada di dunia ini karena kitalah tubuh Kristus itu. Demikianlah perkataan Yesus kepada murid-muridnya, “Semuanya itu kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan” (Yoh 16:33). Jadi kita sekaligus berada di dalam dunia dan di dalam dia. Sekarang ini, Yesuslah yang menyembunyikan kita; kita tidak tersesat lagi, tetapi disembunyikan olehnya. Ia melindungi kita sekalipun kita berada di dunia ini.

“IA PERGI, MENJUAL SEMUA DAN MEMBELI” MELAMBANGKAN KARYA PENEBUSAN KRISTUS

Ungkapan “ia pergi” di dalam perumpamaan ini memiliki makna yang mendalam. Kata “pergi” di dalam bahasa Yunaninya menggunakan kata yang sama dengan yang dipakai oleh Yesus dalam menggambarkan kepergiannya dari dunia ini. Kata ini selalu dipakai. Kata yang sama digunakan di Yoh 13:3, 33, 36 dan banyak lagi ayat lainnya. Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Aku harus pergi. Aku harus meninggalkan kalian di dunia ini. Ke mana aku akan pergi, kalian tidak dapat mengikutiku. Kalian harus tinggal di dunia ini. Aku akan melindungi kalian di dunia ini. Jangan takut. Aku tidak akan meninggalkan kalian seperti anak yatim di dunia ini, tapi aku sendiri harus pergi.” Itulah hal yang memang dilakukan oleh Yesus. Apa yang dilakukan Yesus ketika pergi? Di dalam perumpamaan ini, Yesus pergi untuk “membeli ladang itu”. Perhatikan kata “membeli” ini. Kata “membeli” dan “pergi” memiliki arti “mati”. Jadi, Yesus pergi ke Bapa melalui kematiannya; Ia pergi kepada Bapa.

Bagaimana dengan kata “membeli” di dalam perumpamaan ini? Kata Yunani untuk “membeli” dipakai di 1 Korintus 6:20 dan 7:23. Kedua ayat ini dapat dirangkum menjadi: “Dirimu bukanlah milikmu lagi. Engkau sudah dibeli dengan harga yang mahal. Yang membeli adalah Yesus.” Inilah tepatnya hal yang dinyatakan di dalam perumpamaan itu. Yesus membeli Anda dan menebus Anda. Pernyataan yang sama ada di 2 Petrus 2:1 saat orang-orang Kristen palsu menyangkal Tuhan yang menebus mereka.

YESUS MENEBUS DOSA-DOSA SELURUH DUNIA

Ini membawa kita kepada satu poin penting di dalam perumpamaan ini. Orang itu menjual segala miliknya untuk membeli ladang tersebut. Kita sudah tahu bahwa ladang menggambarkan dunia. Dan memang, itulah hal yang dilakukan oleh Yesus. Ia mati bukan hanya untuk orang Kristen, melainkan bagi dosa seluruh dunia. Inilah ajaran yang alkitabiah. Sebagaimana dikatakan oleh Yohanes,

“Dialah kurban pendamaian bagi dosa-dosa kita. Dan, bukan untuk dosa-dosa kita saja, melainkan juga untuk dosa-dosa seluruh dunia.” (1Yoh 2:2).

Yesus membeli seluruh ladang ini. Dengan kata lain, Yesus membeli segala harta terpendam di dunia ini; semua orang berdosa yang terhilang adalah miliknya sesuai dengan pembeliannya. Tidak heran jika Yesus sangat bersukacita jika ada satu orang yang bertobat. Ia mati bagi dosa setiap orang di mana saja. Ia tidak mati hanya untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia. Ini sangat berbeda dengan doktrin predestinasi yang berkata bahwa Yesus mati hanya bagi orang-orang benar. Tidak disebutkan di dalam Alkitab tentang ide tersebut. Alkitab memberitahu kita bahwa Yesus telah membeli seluruh dunia.

“MENJUAL SEGALA MILIKNYA”: YESUS MENYERAHKAN NYAWANYA

Yesus menjual segala miliknya untuk membeli dunia. Ia menyerahkan nyawanya untuk menebus dunia baginya. Kata “menjual” berarti Yesus menyerahkan segalanya bagi kita.

“Yesus Kristus, bahwa walaupun Ia kaya, Ia rela menjadi miskin demi kamu” (2Kor 8:9).

Yesus menjual segala miliknya, dan itu membuatnya miskin. Ia menyerahkan segalanya untuk menebus kita. Sekalipun Yesus kaya, tapi demi kita dia mau menjadi miskin “supaya melalui kemiskinannya, kamu menjadi kaya. Kata-kata “melalui kemiskinannya” sangat menyentuh hati saya karena Anak Allah menjadi miskin bagi kita supaya ia dapat menebus kita.

Lebih jauh lagi, Yesus mati bagi kita ketika kita masih menjadi orang berdosa dan masih merupakan musuh Allah (Kol 1:21-22). Pada saat kita masih menolaknya, dia sudah bersedia mati bagi kita, mati bagi dosa dunia. Bayangkanlah, Yesus telah mati bagi dosa-dosa saya bahkan sebelum saya percaya kepadanya, ketika saya masih menjadi musuhnya. Sangat indah bukan? Dalam perumpamaan ini, seluruh Injil dinyatakan secara ringkas.

Sekalipun seluruh ladang sudah dibeli, bukan berarti ladang ini sudah menjadi milik Yesus. Memang benar, Yesus sudah mati bagi dosa dunia (1Yoh 2:2), dan dengan demikian ladang ini menjadi hak miliknya. Namun, Iblis masih memiliki kuasa atas ladang ini. Kenyataannya, Iblis masih mendominasi dunia. Ia telah datang dan merampas ladang ini. Jadi, seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat (1Yoh 5:19). Itu sebabnya mengapa Yesus datang untuk menebus kita; karena dunia ini berada di bawah kuasa si jahat dan tidak dapat membebaskan dirinya sendiri. Hanya Allah, melalui pengorbanan Yesus, yang dapat membebaskan kita.

KITA SUDAH DIBELI UNTUK MENJADI MILIKNYA

Yesus menjual segalanya demi membeli kita. Yesus berkata kepada kita, “Kamu sudah dibeli dengan harga yang mahal. Kamu tidak berhak atas dirimu lagi. Jangan menjalani hidup ini dengan anggapan bahwa itu adalah milikmu.” Segala milik dan keberadaan Anda sudah menjadi miliknya. Setiap waktu milik Anda — bahkan setiap tarikan nafas Anda — adalah miliknya. Oleh karena Yesus sudah membeli kita, kita sudah menjadi harta miliknya. Alkitab berbicara tentang umat Allah sebagai harta khusus yang telah ditebus bagi-Nya. Kita sudah membaca dari Perjanjian Lama — sebagai contoh Keluaran 19:5, Maleakhi 3:17 — bahwa kita adalah milik kesayangan-Nya. Kita menemukan hal yang sama di 1 Petrus 2:9 bahwa kita adalah umat Allah, milik kesayangan yang sangat berharga bagi-Nya.

Poin yang paling berharga dari perumpamaan ini adalah tentang kasih Allah dan Kristus bagi kita. Allah melalui Yesus Kristus, telah menempuh segala penderitaan demi mencari kita. Ini harusnya mengubah sikap kita terhadap orang non-Kristen. Mereka berharga di mata Allah, sama seperti kita. Semua yang terhilang adalah harta di mata Allah dan fakta ini memberi kita kekuatan untuk mengasihi mereka karena Allah mengasihi mereka. Doktrin yang memandang mereka sebagai kumpulan orang-orang terkutuk, doktrin yang memandang mereka sebagai orang-orang yang sudah ditetapkan untuk dibinasakan adalah doktrin yang tidak pantas dikaitkan dengan Kekristenan. Doktrin semacam ini bukan saja berlawanan, melainkan sangat menyelewengkan kebenaran.

Saya berdoa semoga Anda dan saya mendapat pelajaran bagaimana kita harus memandang dunia — orang-orang berdosa yang tersesat di dunia ini — sebagaimana Yesus memandang mereka. Fakta bahwa Allah sangat mengasihi dunia merupakan hal yang tidak saya pahami pada masa awal pertumbuhan rohani saya. Saya harap Anda sekarang dapat memahaminya.

 

Berikan Komentar Anda: