Ev. Xin Lan | Kejadian 2-4 |
Hari ini kita mempelajari bagian kedua tentang karakter Hawa. Pada bagian yang pertama, kita melihat pada pertanyaan, “Kenapa Hawa jatuh dalam dosa?”
Kita melihat ada satu musuh di taman Eden. Dia adalah musuh Allah dan juga merupakan musuh Adam dan Hawa. Dan dia juga merupakan musuh kita. Dialah si ular yaitu sang Iblis. Iblislah yang merencanakan untuk menipu dan membingungkan Hawa. Iblis berhasil membuat Hawa mempercayainya dan memakan buah yang tidak seharusnya dia makan. Cara yang dipakai oleh Iblis adalah dengan menimbulkan kecurigaan di dalam hati Hawa terhadap Allah. Hawa terpedaya dengan dusta Iblis bahwa Allah tidak mengizinkan Hawa memakan buah itu karena Allah tidak ingin manusia menjadi seperti Allah. Iblis menampilkan Allah sebagai sosok yang egois. Itulah cara yang dipakai oleh Ibils untuk menabur benih keraguan di dalam hati Hawa terhadap Allah. Sikap meragukan ini akhirnya menyebabkan hilangnya suatu hubungan dengan Allah yang berujung pada pemberontakan.
Pada waktu yang sama kita juga melihat bahwa apa yang dikatakan Iblis, tidak semuanya bohong. Ada benarnya dan ada juga bohongnya. Inilah hal yang paling berbahaya tentang sifat dusta, karena hal ini membuat Hawa sangat sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang palsu. Dia lalu menganggap bahwa semua yang Iblis katakan itu benar.
Inilah yang kita pelajari di pesan yang lalu. Kita mengakhiri pesan yang lalu dengan meninggalkan satu pertanyaan yang belum terjawab. Kita melihat bahwa Hawa benar-benar telah ditipu oleh si ular yang licik, sehingga dia memakan buah yang seharusnya tidak boleh dia makan, dan dia jatuh ke dalam dosa. Penjahat yang sebenarnya adalah si ular. Kalau demikian, bukankah seharusnya ular saja yang dihukum. Kenapa Allah memperhitungkan itu sebagai dosa Hawa dan menghukum dia? Bukankah ini tidak adil?
Hari ini mari kita memulainya dengan pertanyaan ini.
Sebenarnya untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang lain seperti, kenapa Hawa tertipu oleh si Ular? Perhatikan bahwa Adam tidak ditipu. Alkitab sangat jelas dalam hal ini. 1 Timotius 2:14 mengatakan:
Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. (1 Timotius 2:14)
Berdasarkan ayat ini kita bisa melihat mengapa akibat dari dosa Adam itu begitu serius. Salah satu alasannya adalah, Hawa jatuh ke dalam dosa karena dia diperdaya oleh ular, tetapi Adam berbuat dosa bukan karena dia telah diperdaya. Dia melakukannya dengan sadar. Itulah sebab, dosanya jauh lebih serius (berat).
Maka kita harus menanyakan pertanyaan ini. Kenapa Hawa ditipu ular, tetapi Adam tidak? Apakah ada sesuatu yang khusus pada Hawa yang membuatnya siap dimanfaatkan oleh ular? Dari semua itu, kita bisa melihat bagaimana seseorang itu bisa terhasut tipuan.
Di Tiongkok saya sudah dua kali melihat kejadian penipuan di dalam angkutan umum. Yang mengherankan saya adalah sekalipun kasusnya terjadi pada tempat dan waktu yang berbeda, dan dengan cara penipuan maupun korban yang berbeda, namun modus yang mereka gunakan itu sama.
Modusnya adalah: Beberapa penipu masuk ke dalam sebuah bis dan berpencar. Mereka berpura-pura tidak saling mengenal satu dengan yang lain. Ketika bis sudah dalam perjalanan untuk beberapa waktu lamanya, salah satu dari mereka akan menyamar menjadi seorang yang mengalami kelainan mental (agar tidak membingungkan, saya menyebutnya “Penipu pertama”). Penipu ini bertindak janggal dan seenaknya, dia membuka satu kaleng minuman ringan tetapi kaleng itu jatuh ke lantai dan mengenai orang lain yang duduk di sebelahnya. Tentu saja orang ini juga anggota komplotannya. Kita sebut dia “Penipu kedua”. Penipu kedua ini berpura-pura tidak mau memaafkan dan mengomel dengan keras, “Kenapa Anda begitu ceroboh? Bagaimana mungkin Anda tidak tahu cara membuka sebuah kaleng? Lalu dia memungut kaleng minuman ringan itu dari lantai. Setelah mengambilnya dia kemudian berteriak, Oh…minuman Anda ini memenangkan lotere! Tetapi Penipu pertama, yang masih berpura-pura mengalami gangguan jiwa, tentu saja dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Penipu kedua lalu membuka tas penipu pertama, dan berseru lagi, “Oh… ada banyak mata uang asing! Bagaimana kamu bisa memiliki semua ini?” Kemudian Penipu ketiga bergabung dan yang ini adalah seorang wanita. Mungkin karena orang-orang akan lebih mudah mempercayai wanita (ketimbang pria). Penipu ketiga berdiri dan melihat pada mata uang asing itu. Dan dengan penuh wibawa dia berkata. “Ini adalah mata uang Negara tertentu dan nilai kursnya sangat tinggi. Seratus dolar saja dapat ditukar dengan 400 RMB (Renminbi – mata uang Tiongkok). Penipu lain pun bertanya, “Bagaimana Anda tahu? Benarkah?”
Penipu ketiga menjawab dengan yakin, “Tentu saja saya tahu! Saya bekerja di bank, saya sudah bekerja di bank lebih dari 10 tahun. Lalu Penipu kedua merayu penipu pertama, “Boleh tidak saya bertukar beberapa lembar dengan kamu? Mau tidak kalau kita tukar 100 dolar ini dengan 200 RMB?” Seterusnya penipu lain pun turut bergabung untuk berebut-rebut untuk menukarkan uang mereka dengan mata uang asing itu. Mereka juga menghasut penumpang lain untuk turut menukarkan uang mereka. Hampir semua penumpang mulai percaya dan menukarkan uang mereka sampai tidak ada uang asing untuk ditukar lagi. Kemudian suasana pun kembali tenang. Lalu para penipu keluar dari bis pada tempat perhentian yang berbeda lalu pergi. Beberapa penumpang yang masih tinggal mulai menemukan bahwa ada hal yang salah dan mulai sadar bahwa mereka telah ditipu.
Saya cukup heran, kenapa penipu yang sama dapat beraksi berulang-ulang dan selalu berhasil. Setiap kalinya mereka selalu meraih keuntungan yang besar. Kenapa begitu banyak orang yang tertipu? Jika siasat penipuannya canggih, itu masih wajar. Namun rencana mereka ini penuh dengan kelemahan dan benar-benar bodoh dan buruk. Namun tetap saja dapat menipu banyak orang. Ini sungguh tidak dapat dipercaya. Saya tidak dapat berhenti bertanya, ada apa sebenarnya?
Sebenarnya jawabannya ada di dalam Alkitab. Mari kita melihat 1Timotius 6:9,
Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (1 Timotius 6:9)
Dikatakan di sini, siapakah yang akan tertipu? Mereka yang ingin kaya. Orang yang mempunyai keinginan. Sangat jelas, alasan mengapa mereka yang tertipu, di dalam contoh di atas, adalah karena ketamakan mereka. Mereka ingin kaya namun tidak mau bekerja keras. Dengan adanya keinginan semacam ini di dalam mereka, mereka dengan mudah mempercayai perkataan para penipu. Mereka berpikir hanya dengan menukar uang itu, mereka bisa mendapatkan banyak uang dalam waktu yang singkat tanpa perlu bekerja keras dan tanpa perlu berusaha.
Kita selalu memimpikan cara mudah dan jalan pintas untuk mencapai tujuan. Sikap inilah yang membuat orang mudah tertipu. Pepatah orang Tionghoa berkata “uang membingungkan pikiran”. Menggunakan peribahasa ini untuk menggambarkan sekelompok orang yang tertipu ini sangatlah tepat. Ketika hati mereka menginginkan uang itu, keinginan itu akan membutakan mata mereka dan menghilangkan akal sehat mereka. Mereka tidak mampu melihat bahwa itu adalah satu perangkap.
Mari kita kembali kepada karakter Hawa ini. Kenapa Hawa bisa ditipu oleh Iblis? Bukankah karena ada ketamakan di dalam hatinya? Bukankah, jauh di dalam hatinya Hawa menginginkan sesuatu?
Mari kita kembali ke Kejadian 3:6
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. (Kejadian 3:6)
Tentu saja di taman Eden tidak ada uang. Tidak seperti zaman sekarang, tanpa uang tidak ada yang dapat dilakukan. Karena segala sesuatu harus dibeli dengan uang. Namun jauh di dalam hati Hawa, apa yang menjadi keinginannya? Kita dapat melihat ada 2 hal:
Yang pertama, “Buah pohon itu baik untuk dimakan.” Hawa ingin makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Mungkin sudah lama dia menginginkannya – “Allah tidak mengizinkanku memakannya. Tapi bagaimana ya rasa buah itu? Manis atau asam? Lembut atau keras? Berair atau tidak terlalu? Oh, kenapa Allah tidak mengizinkan aku untuk memakannya?”
Yang kedua, “Sedap kelihatannya.” Mungkin buah pada pohon pengetahuan ini memang terlihat indah dan menarik. Ada banyak buah yang lezat tapi tidak selalu sesuai dengan tampilan luarnya. Tapi buah pada pohon ini secara khususnya menyenangkan bagi Hawa. Mungkin saja setiap kali Hawa datang ke taman Eden untuk memetik tanaman, dia selalu mengagumi buah yang ada pada pohon kebijaksanaan ini. Mungkin dia berkata dalam hatinya, “Kelihatannya inilah buah yang paling baik”. Tentu saja ketika Anda menemukan sesuatu yang menarik, Anda ingin menyentuhnya, Anda ingin memilikinya, dan seterusnya Anda ingin menikmatinya.
Yang ketiga, “Pohon itu menarik hati dan memberi pengertian”. Hal ini sangat menarik bagi manusia, karena setelah makan buah ini maka dia akan menjadi bijaksana sama seperti Allah. Ini adalah jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu tanpa membayar.
Jadi ketiga keinginan inilah yang ada di dalam hati Hawa. Dia menginginkan ketiga hal ini, dan keserakahan yang ada di dalam hatinya membuatnya mempercayai perkataan Iblis dan berujung dengan dia mengambil buah itu dan memakannya. Lalu, apakah akar penyebab yang membuat Hawa jatuh ke dalam dosa? Penyebabnya adalah keinginan hatinya yang serakah.
Mari kita membuka Yakobus 1:13-15 di dalam Perjanjian Baru.
13 Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: “Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. 14 Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. 15 Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. (Kata “keinginan” atau “ephitumia” dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan kata “lust” atau “nafsu” dalam terjemahan KJV dan NAS, sementara dalam terjemahan ITB, kata ini diterjemahkan hanya dengan kata “keinginan”) – Yakobus 1:!3-15
Yakobus dengan jelas mengatakan, ketika manusia tertipu dan berdosa, dia tidak dapat menyalahkan Allah. Hawa, saat dia berbuat dosa, ia pun menuduh ular-lah yang telah menipunya. Dan ketika Adam berdosa, dia mengatakan hal itu adalah dikarenakan oleh Hawa. Namun maksud di balik kata-kata ini adalah, mereka sedang menyalahkan Allah. Karena Allah-lah yang telah menyediakan seorang istri bagi Adam. Dan Allah juga yang telah menciptakan ular dan mengizinkan ular itu untuk tinggal di taman Eden. Mungkin nenek moyang kita ini tidak mengucapkannya, tapi mereka berkata di dalam hati, “Lho, tolong jangan salahkan saya! Kenapa Engkau membiarkan saya mengalami peristiwa semacam ini?”
Namun dengan jelas Yakobus berkata, “Anda berbuat dosa, maka jangan salahkan Allah. Anda berbuat dosa karena nafsu yang ada di dalam Anda”. Di mana ada “keinginan” di situlah akan ada dosa. Itulah sebabnya Hawa berbuat dosa. Sekalipun Hawa digoda oleh ular, Allah tetap menghakimi Hawa setelah Dia menghakimi si ular. Karena akar penyebab seseorang tertipu dan melakukan dosa adalah karena keinginannya sendiri. Ketika Anda ada keinginan Anda akan tergoda dan jatuh ke dalam dosa.
Kata “keinginan (lust/ephithumia)” yang ditemukan di dalam buku Yakobus ini, dalam dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani), diartikan sebagai hasrat, berahi, hawa nafsu atau keinginan. Kata ini muncul sebanyak 54 kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini diterjemahkan sebagai, “keinginan, nafsu atau ketamakan”. Semua kata-kata ini muncul dari kata Yunani yang sama. Secara sederhananya kita menyebutnya sebagai “keinginan, nafsu atau berahi”.
Sekarang kita dapat mengerti kenapa nenek moyang kita jatuh dalam dosa. Mungkin kita berpikir hal itu terjadi karena mereka terlalu tolol, mereka tidak dapat mentaati perintah yang sederhana itu. Sebenarnya nenek moyang kita tidaklah lebih parah dari kita. Kita sama seperti mereka. Kita semua memiliki “keinginan atau hawa nafsu” di dalam kita. Itulah sebabnya manusia cenderung untuk jatuh ke dalam dosa. Seiring dengan berjalannya waktu, kecenderungan untuk berbuat doa itu akan menjadi semakin kuat. Hal ini adalah karena adanya keinginan di dalam tubuh daging manusia. Inilah yang memberi izin kepada Iblis untuk menggoda kita untuk jatuh ke dalam dosa.
Keinginan atau hawa nafsu adalah akar permasalahan manusia. Allah sangat jelas akan hal ini. Di dalam Perjanjian Lama Anda akan menemukan Allah sering memberi perintah jangan melakukan ini dan jangan melakukan itu. Sebenarnya Allah sedang menolong manusia untuk menangani keinginan atau hawa nafsu mereka. Sebab hanya ketika keinginan ini dibereskan maka kita tidak akan berbuat dosa. Perintah yang diberikan Allah pada Adam dan Hawa adalah jangan makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Pesannya adalah janganlah memikirkan untuk mendapatkan buah dari pohon itu. Singkirkan hasrat kamu untuk buah itu. Sebenarnya ini adalah untuk melindungi mereka agar tidak jatuh ke dalam dosa. Namun Allah tidak memberikan mereka alasan secara mendetail.
Kita dapat memahami satu prinsip di sini; ada kalanya Allah meminta Anda untuk melakukan sesuatu tetapi belum tentu Dia memberi kita suatu alasan. Apakah kita memiliki iman untuk terus maju dan melakukan seperti apa yang Allah katakan? “Aku mempercayai Allah, bahkan pada saat Allah tidak menjelaskan alasannya kepadaku”. Boleh jadi, sekalipun Allah mengatakan alasannya pada waktu itu, mungkin Adam dan Hawa masih kesulitan untuk mengerti. Sampai waktu yang tepat nanti tiba, pasti Allah akan akan memberitahu mereka. Namun apakah kita mempunyai iman semacam itu?
Mari kita melihat kembali pada sepuluh perintah yang diberikan Allah kepada umatNya. Ini tercatat di Keluaran 20:1-17. Karena perikop ini cukup panjang, kita tidak akan membacanya di sini. Kita hanya akan berpusat pada lima perintah terakhir di ayat 13-17.
Jangan membunuh. 14 Jangan berzinah. 15 Jangan mencuri. 16 Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. 17 Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.” (Keluaran 20:!3-17)
Pada lima perintah terakhir ini Allah terus berkata, “Jangan, jangan, jangan….” Allah sebenarnya sedang berurusan dengan dengan masalah mereka yaitu masalah keinginan dan ketamakan.
Perintah, “Jangan membunuh!” Dalam situasi seperti apa seseorang akan membunuh? Hal ini selalunya berhubungan dengan keserakahan. Kita mau mendapatkan sesuatu walaupun dengan cara kekerasan. Peribahasa Tionghoa mengatakan “Kamu membunuh karena kamu mengingini uang dan harta”
Perintah, “Jangan berzinah!” Hal ini adalah persoalan hawa nafsu seksual, suatu bentuk keserakahan juga. Ketika Anda melihat sesuatu yang menarik yang merupakan milik orang lain, Anda ingin mendapatkannya, Anda ingin memilikinya.
Perintah, “Jangan mencuri!” Kenapa seseorang ingin mencuri? Itu karena dia ingin mendapatkan milik orang lain.
Perintah, “Jangan mengucapkan saksi dusta terhadap sesamamu!” Kenapa seseorang mau membuat kesaksian palsu untuk melukai sesama? Karena dia ingin mendapatkan beberapa keuntungan.
Perintah terakhir sangat jelas. “Jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.”
Pada intinya, semua perintah ini adalah untuk menangani keserakahan yang ada di dalam hati manusia! Allah memberikan sepuluh perintah ini bagi umat Israel untuk menangani keinginan manusia. Jika mereka dapat menghilangkan keinginan atau hawa nafsu ini maka mereka tidak akan jatuh ke dalam dosa. Namun kita tahu bahwa Israel tetap gagal. Israel tidak berhasil menangani persoalan ini.
Mari kita melihat satu ayat 1 Yohanes 2:15-16.
15 Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. 16 Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. (1 Yohanes 2:15-16)
Sampai pada pembacaan ini kita menemukan bahwa Rasul Yohanes sedang menangai tiga keinginan yang menyebabkan Hawa jatuh ke dalam dosa.
Keinginan daging adalah perkataan yang sama dengan “enak dimakan”. Makan merupakan suatu keinginan daging. Keinginan mata mempunyai maksud yang sama dengan “sedap kelihatannya”, sesuatu yang indah, yang menyenangkan untuk dilihat. Keangkuhan hidup sama dengan keinginan atau hasrat untuk menjadi seorang yang bijak. Apa yang menyebabkan seseorang menjadi sombong? Tentu saja hikmat atau pengetahuan. Ketika seseorang mempunyai banyak sekali pengetahuan, punya gelar akademik yang tinggi, atau satu bakat yang luar biasa, hal-hal itulah yang merupakan akar penyebab yang menjadikan dirinya angkuh.
Rasul Yohanes mengingatkan kita untuk tidak mengasihi dunia. Apa itu dunia? Dunia pada intinya berfungsi atas dasar keinginan dan hawa nafsu. Itulah sifat dunia. Ketika Anda melihat berita di televisi, tidak sulit menemukan bahwa keinginan dan hawa nafsu ditemukan di semua tempat. Kekerasan dan pornografi seringkali adalah fokus berita yang bahkan menjadi judul film dan mencirikan budaya masa kini. Mulai dari hubungan secara internasional sampai pada hubungan pribadi, banyak intrik dan perselisihan yang terjadi karena keinginan. Manusia dunia disibukkan demi keinginan mereka untuk mendapatkan uang dan keuntungan.
Sekiranya kita merasakan berita yang dilaporkan dalam surat kabar dan di televisi itu terjadi jauh dari kita, maka lihatlah di sekeliling kita. Hal-hal yang terjadi pada kerabat atau sahabat kita. Saya melihat dengan mata saya sendiri kegagalan pernikahan beberapa teman dan juga saudara yang ditinggalkan oleh suami mereka. Sumpah setia sampai mati tidak ada nilainya karena suami mereka digoda oleh hawa nafsu mereka dan meninggalkan mereka demi kekasih yang baru. Saat berhadapan dengan mereka, saya tidak tahu bagaimana untuk menghibur mereka.
Yohanes memperingatkan semua orang untuk tidak jatuh ke dalam 3 keinginan ini. Jika tidak, kita juga akan meninggalkan Allah sama seperti Hawa. Meninggalkan Allah adalah akibat dari kejatuhan ke dalam dosa. Kenapa Yohanes memperingatkan gereja? Karena Yohanes ingin kita melihat bahwa menjadi seorang Kristen, dan bergabung di dalam gereja, tidaklah berarti kita telah bebas dari keinginan-keinginan ini. Jika kita tidak berhati-hati, keinginan dan hawa nafsu tetap akan menguasai kita. Keinginan kita bisa menggoda kita untuk tersandung dan berbuat dosa. Seperti halnya Hawa dan Adam yang walaupun ada di dalam hadirat Allah, dan telah diberikan suatu perintah untuk melindungi mereka dari berbuat dosa, namun mereka tetap saja gagal. Mereka gagal karena keinginan dan hawa nafsu mereka. Kita perlu melihat ke dalam diri kita, apakah kita sudah mengizinkan keinginan-keinginan dan hawa nafsu untuk hadir dan menguasai hati kita?
Kesimpulan
Pertanyaan yang sudah kita pelajari hari ini adalah, kenapa Hawa tertipu oleh Iblis dan berbuat dosa? Mengapa Hawa bisa tertipu oleh Iblis? Ketika kita menggali lebih dalam, kita menemukan bahwa hal itu terjadi karena adanya keinginan di dalam hati Hawa. Hal yang sama pun berlaku bagi kita. Kenapa kita tertipu dan berakhir dengan melakukan dosa? Kita jatuh karena dorongan keinginan hati kita. Iblis akan memanfaatkan keinginan kita untuk mempermainkan kita dan menipu kita. Jadi hawa nafsu atau keinginan merupakan akar dari permasalahan manusia.
Kita harus mempertimbangkan dan merenungkan beberapa pertanyaan: Jika keinginan adalah akar permasalahan manusia, lalu dari manakah asalnya keinginan ini? Kenapa Hawa mempunyai keinginan dan hasrat yang kuat untuk memakan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat? Apakah buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat ini memang buah yang terbaik di taman Eden? Apakah memang buah itu terlihat indah dan rasanya sangat lezat? Setidaknya, itulah yang menjadi pemikirkan Hawa. Tidakkah apa yang Iblis katakan itu terdengar seperti Allah sengaja tidak mau memberikan yang terbaik untuk Adam dan Hawa? Kita akan mempelajari pertanyaan-pertanyaan ini pada kesempatan yang lain.