Ev. Xin Lan | Kejadian 2:7-9 |

Hari ini adalah pembelajaran sesi ketiga tokoh Alkitab, Hawa. Pada dua sesi yang terakhir, kita menanyakan 2 pertanyaan: kenapa Hawa berbuat dosa? Kita melihat di Eden, ada satu tokoh yang bermusuhan dengan Allah. Tokoh ini adalah merupakan musuh bagi Adam dan Hawa dan sekarang juga  menjadi musuh kita. Dialah Ular, yang adalah sang Iblis. Sejak zaman nenek moyang hingga sekarang, bahkan sampai generasi terakhir yang disebutkan di kitab Wahyu, Iblis bekerja tanpa henti-henti untuk membingungkan dan menjadikan manusia jatuh ke dalam dosa.

Iblislah yang bertanggung jawab untuk dosa yang diperbuat Hawa. Iblis memakai rencana yang licik untuk menipu Hawa. Cara yang digunakan Iblis adalah dengan menaruh kesalah-pahaman. Dia memberitahu Hawa alasan kenapa Allah tidak mengizinkan dia untuk memakan buah itu adalah karena Allah tidak mau dia seperti Allah; Allah sangat egois. Demikianlah Iblis menabur benih keraguan di dalam hati Hawa terhadap Allah. Dan sikap meragukan ini merusak hubungan antara Hawa dan Allah. Lalu hal ini diikuti dengan pemberontakan.

Pada waktu yang bersamaan, kita juga melihat bahwa apa yang Iblis katakan tidak semuanya kebohongan. Ada sebagian benar dan sebagian palsu. Inilah hal yang paling berbahaya. Karena hal ini membuat Hawa sulit untuk membedakannya, lalu dia mempercayai semua yang dikatakan Iblis.

Tetapi kita juga perlu melihat pertanyaan yang berkaitan: kenapa Hawa ditipu oleh Iblis? Perhatikan bahwa Adam tidak ditipu, Hawalah yang ditipu. Apakah penyebabnya? Akar penyebab sebenarnya adalah ‘keinginan” di dalam Hawa yang menyebabkannya berbuat dosa. Sama halnya dengan kenapa kita ditipu. Kenapa kita melakukan dosa? Karena “keinginan” di dalam hati kita. Keinginanlah yang membuat kita melakukan dosa. Iblis akan menggunakan “keinginan” untuk memanipulasi dan memperdayai kita. Inlah yang dikatakan di Yakobus 1:14-15.

Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut. (Yakobus 1:14-15)

Jadi “keinginan” adalah akar penyebab Hawa berbuat dosa. Yang juga merupakan akar penyebab kenapa kita berbuat dosa.

 

Dari mana Keinginan itu Berasal?

Kita sudah mempelajari hal di atas pada dua sesi terakhir. Hari ini mari kita melanjutkan pada pokok yang sama. Berbicara tentang “keinginan” kita harus menanyakan satu pertanyaan: dari mana “keinginan” itu berasal? Kenapa Hawa mempunyai “keinginan”? Kenapa kita semua memiliki “keinginan”? Manusia memiliki segala macam keinginan. Tidak ada seorangpun yang tanpa keinginan. Lalu apakah “keinginan” itu dosa? Mari kita membuka di Kejadian 2:7-9,

Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.  Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. (Kejadian 2:7-9)

Di sini kita dapat melihat, setelah Allah menciptakan Adam, Allah dengan segera mengatur satu tempat yang bagus yang merupakan sumber makanan yang enak-enak. “Keinginan untuk makan”, “keinginan untuk hal yang indah-indah” diberikan oleh Tuhan. Ketika Dia menciptakan manusia, dia menaruh semua ini di dalam diri manusia. Allah yang mengatur pernikahan di antara Adam dan Hawa. Dapat dikatakan “keinginan seksual” juga diciptakan oleh Allah. Jadi “keinginan” diberikan kepada kita oleh Allah. Inilah naluriah kita, kita lahir dengan naluri-naluri ini. Jika tidak ada keinginan untuk makan maka seseorang itu tidak normal seperti orang yang mengidap penyakit anoreksia, orang ini memerlukan pengobatan, jika tidak dia akan kehilangan nyawanya. Seseorang akan mati jika dia kekurangan gizi. Jika kita tidak memiliki keinginan terhadap hal yang indah-indah, maka kita tidak akan mampu menghargai satu hal pun yang indah. Dan kita pun tidak akan tahu bagaimana menghargai keindahan alam, yang merupakan keindahan ciptaan Allah. Kita juga tidak akan memiliki kerinduan mencari kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Jika kita tidak mempunyai “keinginan” untuk hidup, maka kita tidak akan terus bertahan hidup. Kita juga tidak akan mencari Allah dan kehidupan kekal. Apa itu arti “kehidupan kekal”? Hidup kekal adalah kehidupan yang selama-lamanya. Allah ingin memberikan kita kehidupan kekal, hidup bersama Dia selamanya. Sekiranya kita tidak memiliki keinginan akan hal itu maka kita sepenuhnya tidak akan menghargai Injil. Kita tidak akan pernah mau mencari Allah apa lagi meminta untuk mendapatkan hidup kekal. Jadi, dari sudut pandang ini, keinginan bukanlah hal yang buruk ataupun sesuatu yang tidak baik. Tetapi kenapa kita berkata akar penyebab Hawa melakukan dosa adalah karena “keinginan” di dalam hatinya?

Mari kita membaca Kejadian 3:6

Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya … (Kejadian 3:6)

Hawa berpikir buah pada pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat itu adalah “baik untuk dimakan” dan sedap kelihatannya. Buah yang paling lezat dan menarik di taman Eden. Benarkah buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat itu adalah buah terbaik di Eden? Setidaknya Hawa berpikir demikian. Bukankah benar apa yang dikatakan ular? Allah dengan sengaja tidak memberi yang tebaik untuk Adam dan Hawa. Tentu saja itu tidak benar. Karena kita baru saja melihat di Kejadian 2:9 yang mengatakan:

Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; (Kejadian 2:9)

 

Masalah Hawa adalah Keserakahan

Ayat 2 menggunakan kata yang sama  yaitu  “sedap kelihatannya, (dalam terjemahan LAI , diterjemahkan dengan kata  “yang menarik”) “baik untuk dimakan”. Kita dapat melihat bahwa kenyataannya tidaklah seperti yang Hawa pikirkan; bukan hanya pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat saja yang terbaik. Sebenarnya di taman Eden, buah pada setiap pohon mempunyai kebaikan yang sama. Semua ini diberikan bagi Adam dan Hawa agar mereka dapat menikmatinya sesuka mereka. Allah tidak berkata “kamu tidak boleh makan, kamu tidak boleh minum, kamu tidak boleh menikah”. Semua ini telah Allah berikan kepada mereka. Dengan kata lain, karena Allah memberikan kita keinginan, artinya daging kita membutuhkan semua ini. Allah juga akan memuaskan keinginan kita. Jadi di manakah masalahnya? Masalahnya adalah keserakahan Hawa dan ke-tidakpuasan-nya. Allah telah memberikan mereka begitu banyak buah, tapi dia tidak puas. Dia tetap ingin memakan buah yang Allah tidak inginkan untuk dia makan.

Sampai ke titik ini, kita dapat melihat dengan lebih jelas. Masalah dengan Hawa, yang juga merupakan masalah kita, adalah “keinginan”. Sebenarnya “keinginan” itu datangnya dari Allah. Kita dilahirkan dengan keinginan. Dan Allah akan memenuhi “keinginan” kita yang normal. Tetapi jika kita tidak merasa puas dan menjadi serakah, ini merupakan “keinginan” kita yang jahat; dan “keinginan” yang jahat ini adalah akar penyebab bagi Hawa melakukan dosa. Dan “keinginan” yang jahat ini juga akan merupakan akar penyebab kita berbuat dosa. Mengapa manusia berselingkuh? Penyebabnya adalah keserakahan, tidak puas dengan istri maupun suami mereka dan melihat yang lain sebagai lebih baik. Apakah mereka lebih baik? Iblis memanfaatkan keserakahan kita untuk mengumpan kita ke dalam dosa, sama seperti Hawa yang berpikir, “Buah-buah yang sedang dimakan tidak sebagus buah yang ada di pohon pengetahuan akan kebaikan dan kejahatan. Jika Anda tidak mencobanya, Anda benar-benar akan merugi seumur hidup”. Lalu dia memakannya dan jatuh ke dalam dosa. Inilah desepsi dan kebingungan yang diakibatkan oleh keinginan yang serakah. Setelah Anda mencicipi apa yang menjadi keinginan Anda, Anda akan menemukan bahwa hal itu tidaklah seenak yang Anda bayangkan. Hal itu tidak dapat memuaskan Anda, jadi manusia akan terus mencari kepuasan. Dia akan mengingini hal-hal yang lain. Itulah alasan mengapa ada orang yang mempunyai keinginan yang tak terpuaskan untuk uang. Mungkin pada awalnya, dia merasakan bahwa dia akan puas dengan USD 100,000. Saat dia telah mendapatkannya, dia menemukan bahwa dia masih belum puas. Lalu, dia berpikir, sebaiknya dia mendapatkan USD 1juta. Saat dia mendapatkan USD 1juta, terasa masih belum cukup. Pada akhirnya, jumlah yang dia inginkan itu bertambah terus, lalu dia bergumul di dalam hidupnya untuk memperoleh lebih banyak lagi.

Sama halnya dengan nafsu seksual pun tidak ada habis-habisnya. Anda berpikir Anda akan puas sepenuhnya setelah mendapatkan gadis ini di dalam hidup Anda. Setelah Anda mendapatkannya, Anda menemukan Anda tidak puas. Lalu Anda akan mencari yang lain. Anda berkata ini akan menjadi yang teakhir. Tidak lama setelah itu Anda kehilangan gairah dengan gadis yang kedua ini. Dan mulai mencari target lainnya. Keserakahan nafsu seksual membawa kita kepada penipuan diri. Menjadikan kita tiada henti-hentinya berbuat dosa. Pada akhirnya tidak ada kepuasan, tidak ada damai.

Mari kita membuka pasal 6:6-9 dari 1 Timotius di dalam Perjanjian Baru.

Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (1 Timotius 6:6-9)

 

Keserakahan berpangkal dari Ketidak-puasan

Dalam sesi yang lalu, kita sudah membaca bagian ini ketika kita berbicara tentang kenapa manusia dapat tertipu. Hal ini terjadi karena keserakahan. Hari ini kita akan melihat hal ini lebih mendalam lagi. Di sini kata “rasa cukup” dikontraskan dengan kata “serakah” (keinginan untuk kaya). Keserakahan adalah rasa tidak puas. Sebaliknya, bagaimana agar kita tidak serakah? Caranya adalah dengan merasa cukup atau puas dengan apa yang kita ada. Paulus memberitahu kita untuk mempunyai rasa  cukup atau puas. Itulah sebabnya Alkitab mengingatkan kita untuk selalu mengucap syukur. Sebenarnya bersyukur adalah satu sikap yang merasa cukup. Kita berterima kasih kepada Tuhan sekalipun saya tidak kaya tapi saya masih memiliki pakaian dan makanan. Terima kasih Tuhan sekalipun saya masih sendiri, setidaknya saya tidak menikah dengan seorang suami yang salah atau dengan seorang istri yang salah, gara-gara ceroboh. Terima kasih Tuhan karena saya lahir di kota, terima kasih Tuhan karena saya lahir di desa. Kita berterima kasih pada Tuhan untuk semuanya. Kita berterima kasih kepada Tuhan untuk semua yang kita miliki sekarang dan untuk semua yang Tuhan berikan kepada saya. Inilah sikap hati dalam “rasa cukup”. Menurut pepatah orang tua, “Orang yang selalu merasa cukup akan selalu bergembira”. Belum lagi jika kita dipuaskan dengan mengandalkan Tuhan, sukacita dan damai kita akan lebih lagi.

Tidak tahu bersyukur menunjukkan sikap tidak puas. Itulah sebabnya kita mulai mengeluh dan menggerutu. Kenapa begini, kenapa begitu, kenapa saya sangat miskin sedangkan orang lain begitu kaya? Kenapa bos baik dengan pegawai yang lain dan menaikan gaji mereka tetapi memperlakukan saya dengan berbeda? Kenapa Allah sangat baik kepada dia, menyembuhkan sakitnya sedangkan saya di sini sekarat dan hampir mati? Kita dapat mengeluh dalam berbagai cara. Semua keluhan ini datang dari rasa tidak puas dan keserakahan. Di Perjanjian Lama Allah memakai kuasa-Nya untuk menyelamatkan bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Tetapi mereka masih terus bersungut-sungut. Akibatnya mereka selalu membuat Allah marah. Awalnya Allah menjanjikan mereka tanah yang penuh susu dan madu – Tanah Kanaan. Tetapi karena keluhan mereka, Allah tidak mengizinkan mereka masuk dan membiarkan mereka mengembara berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun. Lalu mereka semua mati di padang gurun. Karena itu, janganlah kita meremehkan dosa bersungut-sungut. Karena di balik bersungut-sungut itu adalah rasa tidak puas dan keserakahan.

 

Dalam hal Apa kita Menjadi “Seperti Allah”

Mari kita kembali melihat pada tokoh Hawa. Ada “keinginan” di dalam Hawa. Dia ingin menjadi “seperti Allah”. Bukankah itu yang dikatakan Iblis, bahwa Allah tidak ingin Hawa seperti Dia. Kesannya adalah Allah sangat egois. Apakah Allah takut ada seseorang yang sama seperti diri-Nya? Tentu saja tidak. Kejadian memberitahu kita, Allah menciptakan Adam dan Hawa serupa dengan gambaran-Nya. Dalam Perjanjian Baru Yesus juga memberitahu kita: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Allah tidak takut jika kita jadi sama seperti Dia, sebaliknya ini merupakan kerinduan Allah. Tujuan utama Allah menjadikan kita adalah agar kita yang adalah manusia dapat menjadi sama seperti diri-Nya. Lalu apakah masalah Hawa? “Keinginan” untuk menjadi seperti Allah itu didorong oleh dua motivasi yang berbeda. Satu adalah menjadi seperti Allah dalam hal karakter-Nya, yang lemah-lembut dan rendah hati. Inlah yang diungkapkan dengan baik dalam hidup Yesus. Seperti yang dia katakan, “Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah padaku, karena aku lemah lembut dan rendah hati”. Itu berarti, kita menjadi sama seperti Allah dalam aspek keindahan dan kebaikan karakter-Nya. Motivasi yang lain untuk menjadi sama seperti Allah adalah berharap untuk memiliki hal-hal seperti otoritas, kekuasaan dan kemuliaan. Tujuannya adalah supaya dapat menjadi “pemerintah” di atas segala sesuatu dan menjadi yang tertinggi. Hawa dan juga kita biasanya memiliki jenis motivasi yang kedua dalam keinginan kita menjadi sama seperti Allah. Kita ingin memiliki otoritas dan kekuasaan seperti Allah, supaya kita menjadi yang tertinggi di antara semua orang. Menjadi raja yang paling dihormati. Inilah sebenarnya motivasi Iblis. Inilah keangkuhan hidup yang akan menuntun kita kepada dosa.

Sekarang kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kenapa Hawa melakukan dosa. Masalah Hawa adalah keinginan – keinginan buruk yang serakah.Yaitu, keinginan untuk menjadi sama seperti Allah. Karena keinginan itu, dia diperdaya oleh Iblis. Tentu saja, kita telah mengatakan bahwa apa yang terjadi pada leluhur kita merupakan suatu pelajaran bagi kita. Kelemahan mereka adalah kelemahan kita juga. Dari semua itu kita dapat mengerti mengapa kita juga akan berbuat dosa. Akar permasalahannya sama. Setelah kita memahaminya kita dapat mencegah dan berkemenangan melawan dosa. Jangan keliru dengan mengira karena keinginan merupakan suatu bawaan sejak lahir, maka kita tidak akan dapat berhenti berbuat dosa. Ini adalah konsep yang salah. Tidak boleh dikatakan bahwa Hawa ditakdirkan untuk berbuat dosa. Kita tidak boleh mempunyai konsep bahwa Hawa melakukan dosa yang tidak dapat dilawannya karena Allah menciptakannya begitu. Jika kita mempunyai pemahaman ini, maka kita kembali meletakkan kesalahan kepada Allah ketika kita berbuat dosa karena terkandung di dalam kedagingan adalah keinginan yang siap membawa kita kepada dosa. Tetapi ada jalan untuk menanggulangi dosa.

 

Perintah Tuhan adalah untuk Melindungi kita

Sekalipun Hawa lemah dalam menanggapi keinginan daging dia tidak seharusnya melangkah ke arah melakukan dosa. Contohnya Adam tidak ditipu oleh Ibllis. Hawa bisa saja dilindungi untuk tidak berbuat dosa, tetapi Hawa tidak memanfaatkan perlindungan ini.

Pertama, Allah memberi perintah – jangan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Ini adalah sebuah perlindungan untuk dia tidak berbuat dosa. Tetapi Hawa tidak memahaminya. Seluruh Alkitab adalah perintah Allah untuk kita. Sudahkah kita menangkapnya?

Yang kedua, ketika kita kembali melihat Kejadian, saat ular berbicara kepada Hawa, mereka sedang berdiri di bawah pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Kita dapat mengetahui hal ini karena setelah dia mendengar perkataan Iblis, dia langsung mengulurkan tangannya untuk memetik buah itu dan memakannya. Jadi kita dapat melihat, Hawa sedang berdiri tepat di bawah pohon itu sehingga dia dapat segera memetiknya. Hawa sangat tidak bijaksana di sini. Dia tahu dengan jelas bahwa buah itu tidak boleh dimakan, tidak boleh disentuh dan dia juga tahu bahwa jauh di dalam hatinya dia lemah dan memiliki keinginan untuk memakan buah ini. Namun dia tetap dengan sengaja berdiri tepat di bawah pohon itu. “Berdiri terus di pinggir sungai, bagaimana kaki tidak basah?”(ini adalah pepatah Tionghoa). Alkitab memberi kita cara untuk menghindari dari berbuat dosa. Yaitu dengan melarikan diri. Kenalilah kelemahan Anda baik-baik, Anda harus melarikan diri terlebih dahulu.

Mari kita membuka 2 Timotius 2:22 Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.

Surat ini ditulis oleh Paulus kepada Timotius. Pada waktu itu Timotius adalah seorang gembala gereja. Dia seorang pendeta. Namun Paulus tetap mengingatkan Timotius untuk “melarikan diri atau menjauhkan diri dari hawa nafsu.” Jadi untuk mengalahkan dosa, pertama-tama kita harus belajar untuk melarikan diri. Setelah mengetahui kelemahan kita dengan jelas maka kita harus menjauhkan diri. Jangan berkeliaran di sekitar perangkap itu. Seperti halnya Hawa, karena dia tidak dapat mengatasi keinginannya untuk memakan buah itu, lalu kenapa dia masih keluyuran di bawah pohon itu? Sebagai contohnya, laki-laki biasanya lemah dalam nafsu seksual. Tingkat kejahatan kriminal sangat tinggi dalam area ini di dalam masyarakat modern sekarang ini. Jika Anda masih lajang, Anda harus menghindari kesempatan untuk berbuat dosa ketika Anda kencan. Jangan memilih satu ruangan yang hanya ada Anda berdua di sana. Jangan memulai untuk melakukan sentuhan fisik- inilah yang dikatakan Paulus di pasal 7 dalam 1 Korintus. “Baik bagi seorang pria untuk tidak menyentuh seorang wanita” (yang dengan keliru diterjemahkan di LAI sebagai “Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin”). Kata aslinya (untuk kata tidak kawin dalam ayat ini) adalah “menyentuh”. Artinya adalah, jangan ada sentuhan fisik.

Atau jika kita selalu suka bersungut-sunggut pada orang tertentu. Setiap kali kita bersama-sama dengan orang-orang semacam ini, kita akan mulai mengeluh tentang orang ini dan orang itu. Kalau ini kelemahan Anda, sebisa mungkin hindarilah untuk kumpul bersama-sama orang seperti itu, karena bersungut-sungut itu menyakiti hati Allah. Setiap orang memiliki kelemahan yang berbeda. Kita harus jelas akan kelemahan kita dan mencoba untuk melarikan diri agar tidak jatuh ke dalamnya.

Selain itu, itu, setelah Hawa mendengar perkataan Iblis, dia bisa saja melakukan tindakan pencegahan lain. Dia bisa bertanya kepada Adam, mereka berdua dapat membahasnya bersama. Jika Hawa berbuat demikian, hasilnya akan berbeda. Di Amsal (15:22), dikatakan, “Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak”. Seandainya Adam dan Hawa bisa mendiskusikan dan menganalisa godaan ini, maka Hawa tidak akan gampang dibodohi. Karena kita lihat Adam tidak mempunyai masalah yang sama dengan Hawa, dia tidak menginginkan buah itu. Dia tidak tertipu oleh Iblis. Dia seharusnya mampu memberikan saran yang berbeda untuk Hawa. Tetapi Hawa melewatkan kesempatan ini saat dia memutuskan dengan sendiri untuk memakannya. Jika kita menghadapi sesuatu yang sulit untuk kita pahami, maka diskusikanlah dengan sesama. “Ketika 3 orang bodoh bersama-sama, mereka menjadi jenius” (ini juga adalah pepatah Tionghoa). Ini bukan berarti Anda sembarang bertanya pada orang-orang awam. Kita bertanya pada saudara dan saudari di sekeliling kita yang mencintai Allah, inilah sebabnya Paulus mengingatkan Timotius, “bersama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”

 

Kesimpulan

Dua sesi yang lalu, kita menanyakan satu pertanyaan: Kenapa Hawa berbuat dosa? Dan kita melihat alasan Hawa berbuat dosa adalah: Pertama, dia sudah dibingungkan oleh Iblis. Di sekitar kita selalu ada musuh, maka berhati-hatilah dan berwaspadalah. Tetapi apa alasannya Hawa tertipu? Dia tertipu karena “keinginannya”, inilah akar penyebab di dalam manusia yang membuat mereka jatuh ke dalam dosa.

Lalu bagaimana kita memahami hal “keinginan” ini? Kita telah melihat bahwa keinginan adalah sesuatu yang diberikan kepada kita. Suatu pembawaan sejak lahir. Keinginan adalah sesuatu yang bersifat netral, tergantung bagaimana Anda menggunakannya. Di satu sisi, jika kita tidak mempunyai “keinginan” untuk melanjutkan hidup, keinginan untuk membawa kita untuk kebaikan, maka setiap orang akan melakukan bunuh diri. Dan kita tidak akan mengejar kebenaran, kebaikan dan keindahan. Apalagi mencari Allah dan hidup yang kekal.

Tetapi keinginan yang tidak baik adalah keserakahan. Keserakahan yang membuat kita ingin mendapatkan lebih. Tidak merasa cukup dan selalu tidak puas. Inilah akar penyebab Hawa berbuat dosa. Allah sudah memberikan banyak tetapi dia tidak merasa cukup. Dan dia masih menginginkan untuk makan buah yang tidak boleh ia makan.

Di samping itu ada motivasi yang baik dan motivasi yang buruk untuk dalam kita berkeinginan. Sebagai contohnya “menjadi sama seperti Allah” seperti yang diinginkan Hawa adalah motivasi hati yang ingin berkuasa dan berwewenang seperti Allah. Ini adalah motivasi yang tidak baik.

Kita juga melihat bagaimana melawan “keinginan”, bagaimana mengalahkan dosa. Alkitab memberi kita langkah penanganan yang sangat mendasar, yaitu dengan menjauhkan diri. Menjauhkan diri dari hal-hal yang menjadi kelemahan kita. Bergaullah bersama-sama dengan saudara yang mengasihi Allah. Tentu saja menjauhkan diri itu merupakan sebuah langkah yang relatif pasif. Setelah kita menjadi kuat, kita akan sepenuhnya dapat mengalahkan “keinginan”. Alkitab juga memberikan kita satu contoh. Kita akan menlanjutkan hal ini pada pembahasan berikutnya.

 

Berikan Komentar Anda: