Ev. Xin Lan | Kejadian 2:7-9 | 

Hari ini kita sampai pada sesi keempat dari tokoh Hawa ini. Kehidupan Hawa tercatat di kitab Kejadian dalam bab 2-4. Dia adalah istrinya Adam dan ibu dari seluruh umat manusia. Arti dari namanya adalah hidup. Seseorang yang menurunkan hidup. Pada waktu yang bersamaan Hawa adalah manusia pertama yang melakukan dosa. Dengan melihat kenapa Hawa berbuat dosa, kita dapat mengerti kenapa kita berbuat dosa dan mengambil ini sebagai pelajaran tentang bagaimana untuk mengatasi dosa.

Pada tiga sesi sebelumnya, kita sudah membahas bahwa Hawa berbuat dosa dan penggerak utamanya adalah Iblis yang sangat licik dan banyak akal. Dia adalah musuh Allah, yang juga merupakan musuh kita. Sejak nenek moyang kita yang pertama sampai ke hari ini, bahkan sampai pada akhir zaman akhir seperti yang dijelaskan dalam Wahyu, Iblis bekerja tidak henti-hentinya untuk menggoda manusia agar berbuat dosa. Cara yang digunakan adalah dengan memecah belah dengan menaruh kesalah-pahaman di antara mereka. Dia menabur benih keraguan dan membiarkan kita meragukan orang lain dan Allah. Jadi kita harus berwaspada untuk melawan rencana liciknya.

Lalu kenapa Iblis mampu membingungkan kita? Akar permasalahannya adalah “keinginan’ di dalam diri kita. Dan kita juga sudah melihat Allah memberikan kita keinginan. Keinginan pada dasarnya bersifat netral, sangatlah normal bagi kita untuk mempunyai keinginan. Allah juga akan memenuhi kebutuhan kita, tetapi jika itu berubah menjadi keserakahan dan ketidak-puasan, maka itu bukanlah keinginan yang baik. Keinginan seperti ini akan dimanfaatkan Iblis untuk membingungkan dan mengendalikan kita.

Kemudian bagaimanakah kita dapat menanggulangi keinginan dan mengatasi dosa? Ada satu langkah yang sangat mendasar, yakni dengan menghindari. Setelah mengetahui beberapa kelemahan kita, kita harus menghindar. Kita harus bergaul bersama-sama dengan orang-orang yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Tinggallah bersama-sama dengan saudara-saudari yang mengasihi Allah. Berbagi dengan mereka dan terus mengejar kedewasaan.

 

Cara Pasif – Melarikan Diri

Inilah yang telah kita bicarakan pada 3 sesi terakhir dari mana kita dapat menarik banyak pelajaran. Hari ini kita kembali melihat ke topik tentang “melarikan diri”. Melarikan diri merupakan sebuah langkah pasif untuk menghindar dari berbuat dosa. Ketika sesuatu mungkin menuntun kita untuk berbuat dosa, kita berusaha untuk menghindar agar tidak berhubungan dengannya. Sifat dari prinsip itu sejalan dengan langkah yang digunakan Allah dalam Perjanjian Lama. Kita sudah menyebutkan hal ini pada dua sesi yang lalu. Allah memberi kita perintah untuk mencegah kita dari berbuat dosa. Tujuan dari perintah ini berpusat pada “keinginan” dan “keserakahan” manusia. Allah memberikan kepada Adam dan Hawa satu perintah yaitu jangan memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Hanya jika Anda menjauh dari pohon, Anda tidak akan berbuat dosa. Untuk orang Israel di Perjanjian Lama, Allah memberi kepada mereka sepuluh perintah. Kesemua perintah berfokus pada menangani keserakahan mereka. Mereka tidak akan berbuat dosa hanya jika mereka menghindar dari hal-hal itu. Kita dapat melihat, semua langkah-langkah ini sebenarnya bersifat pasif. Semua ini relatif mudah untuk dilakukan. Namun tidak berarti masalahnya selesai begitu saja. Di dalam Perjanjian Baru halnya menjadi berbeda. Pantasan penulis Ibrani berkata Perjanjian Baru lebih baik dari Perjanjian Lama, karena dalam Perjanjian Baru Allah memberikan kita kepada kita metode yang lebih aktif untuk berurusan dengan “keinginan” dan dosa-dosa dan memimpin kita kepada kemenangan. Kita akan belajar dari teladan Yesus.

 

Berbeda dengan Hawa dan Adam, Yesus Menang atas Godaan Iblis

Sebelum Yesus memulai pelayanannya, dia telah melewati pencobaan dari Iblis. Nenek moyang kita telah gagal, Israel juga telah gagal. Yesus, yang adalah perwakilan kita, sebagai seorang anak manusia, dia harus berkemenangan. Kita bukannya tidak memiliki cara untuk menang atas keserakahan atau menang atas dosa. Allah memberi kita suatu contoh yang telah dengan mutlak menang atas keinginan, godaan Iblis dan dosa, yakni Yesus Kristus. Yesus tiga kali dicobai oleh Iblis. Dan semua cara yang digunakan Iblis untuk menggoda Yesus itu sama dengan cara-cara yang digunakan untuk menipu Hawa di Kejadian. Tetapi Yesus kita telah berkemenangan. Dia tidak jatuh ke dalam dosa. Seluruh peristiwa itu tercatat di Matius 4:1-11.

Mari kita melihat pada pasal 4:3

“Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-nya: “Jika engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.” (Matius 4:3)

Metode pertama yang digunakan Iblis adalah metode yang sama dengan yang digunakannya untuk menggoda Hawa di Kejadian. Metodenya adalah dengan menghasut keinginan bahwa buah itu “baik untuk dimakan”. Jangan lupa, ayat 2 memberitahu kita bahwa Yesus telah berpuasa selama 40 hari 40 malam. Pada saat itu dia sedang kelaparan. Pada saat lapar, memakan sesuatu adalah hal yang paling masuk akal bukan? Buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat sangat nikmat. Bukankah sangat beralasan untuk memakan buah itu? Sekarang Anda kelaparan selama 40 hari, kalau tidak memakan, Anda pasti akan mati. Bukankah sangat layak untuk mengubah batu menjadi roti? Jika tidak melakukannya, apakah Anda masih anak Allah? Jika Anda memang anak Allah, maka Allah sebenarnya sangat tidak baik padamu. Metode ini adalah untuk memprovokasi ketidak-percayaan dan merusak hubungan. Metode yang sama dengan yang digunakan di Kejadian, yakni menyampaikan pesan bahwa Allah sedang menyimpan yang terbaik untuk diri-Nya dan tidak mengizinkan kamu memakannya.

Tetapi bagaimana balasan Yesus? Ayat 4,

Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Matius 4:4)

Yesus berkata kepada Iblis: Makan itu penting untuk hidup. Tetapi perkataan Allah jauh lebih penting. Jika tidak maka kita tidak akan memiliki hidup. Jika saja Hawa juga mengutip perkataan Allah bahwa Allah berkata jangan dimakan, maka Hawa juga akan mampu untuk mengalahkan serangan iblis. 

Mari kita melihat pencobaan yang kedua di ayat 5-6, 

Kemudian Iblis membawa-nya ke Kota Suci dan menempatkan dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-nya: “Jika engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai engkau ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-nya dan mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kaki-mu jangan terantuk kepada batu.” (Matius 4:5-6)

Di sini Iblis menantang Yesus, “Jatuhkanlah dirimu ke bawah. Tidak akan terjadi apa-apa, Anda tidak akan mati. Allah akan menolongmu.Sama seperti apa yang dikatakannya kepada Hawa. Kamu makan buah ini, kamu tidak akan mati. Bahkan kamu akan memiliki hikmat. Bagaimanakah Yesus menjawabnya? Ayat 7:

Yesus berkata kepadanya: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Matius 4:7)

Ayat ini dikutip dari Ulangan 6:16. Ini adalah kutipan peristiwa ketika orang Israel dicobai di “Masa”, peristiwa ini tercatat di Keluaran pasal 17. Orang Israel berjalan ke suatu tempat dan mereka kehausan dan ingin minum. Tetapi di tempat itu tidak ada air. Lalu mereka bertengkar dengan Musa, “Beri kami air supaya kami dapat minum!”Lalu bersungut-sungutlah mereka kepada Musa, “Kenapa engkau membawa kami keluar dari tanah Mesir apakah untuk membunuh kami kami dan anak-anak kami serta ternak kami dengan kehausan?”

Dari sudut pandang kita, ini adalah insiden yang kecil. Kita sering melakukan kesalahan seperti itu. Tetapi tahukah Anda betapa seriusnya dosa – dosa ini? Alkitab mengatakan mereka telah mencobai Allah, Yahweh. Mereka berkata, “Apakah Allah ada di tengah-tengah kita atau tidak?” Jadi jangan sepelekan bersungut-sungut, kita baru mengatakan alasan di baliknya adalah rasa tidak bersyukur dan ketamakan. Di sini, Allah berkata hal itu termasuk mencobai Allah, meragukan tentang Allah.

Hawa gagal di sini. Dia tahu dengan jelas apa yang ular katakan sepenuhnya berlawanan dengan apa yang Allah katakan. Tetapi dia tidak memerhatikan hal itu dan tidak mencoba untuk memastikan apa yang sebenarnya. Dia dengan mudahnya percaya pada perkataan ular. Jika Anda sepenuhnya percaya kepada seseorang. Lalu ada seorang lain datang dan berkata, “Tahukah Anda? Dia adalah orang yang tidak dapat diandalkan, dia tidak setia kepada Anda…”. Apakah yang akan menjadi respon Anda? Tentu saja respon pertama adalah, “Ini tidak mungkin”. Setelah itu Anda akan pergi berbicara dengan orang itu untuk mencari tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Dan setelah itu Anda mungkin melakukan penyelidikan dan mengumpulkan beberapa bukti untuk melihat apakah yang terjadi itu sama seperti apa yang dia katakan. Tetapi Hawa tidak melakukan langkah-langkah itu. Ketika ular mengatakan hal itu, dia segera percaya pada perkataan Iblis dan menyangkal perkataan Allah. Apa yang ditunjukkan oleh hal ini kepada kita? Ini memberitahu kita bahwa di dalam hati Hawa ada semacam ketidak-percayaan. Dia mulai meragukan Allah. Apakah memang Allah tidak mau memberi yang terbaik padaku. Apakah perintah Allah ini benar?

Tetapi jawaban dari Yesus adalah, “Jangan mencobai Allah”. Itu artinya, aku tidak akan meragukan Allah. 

Mari kita baca godaan terakhir. Dia ayat 8-9,

Dan Iblis membawa-nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-nya: “Semua itu akan kuberikan kepada-mu, jika engkau sujud menyembah aku.”  (Matius 4:8-9)

Inilah keangkuhan hidup. Jika kamu makan buah ini kamu akan berhikmat, kamu akan dapat memiliki segala kekuatan dan kuasa Allah. Semua kerajaan dunia ini akan menajdi milikmu. Tetapi jawaban Yesus ada di ayat 10:

Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:10)

Sebelum godaan ke atas “keinginan” ini, Yesus memilih untuk hanya menyembah Allah. Dia tidak menginginkan kemuliaan yang sama seperti kemuliaan Allah. Tetapi tidak demikian dengan Hawa, yang merasa, “Baik, untuk menjadi seperti Allah, itu sangat baik! Makan saja”.

Melihat pada gambaran keseluruhan, kita akan menemukan godaan dari iblis adalah untuk menimbulkan keinginan yang tidak baik. Tentu saja, jangan berpikir bahwa Yesus tidak memiliki semua jenis keinginan yang dimiliki manusia dan karena itu dia mampu melihat menembusi niat Iblis dan mengalahkan cobaan ini. Di Ibrani 4:15, dikatakan, “Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Jika Yesus dilahirkan untuk tidak dapat berbuat dosa, jika dia dilahirkan tanpa keinginan, maka iblis tidak perlu mencobai dia, tidak perlu memprovokasi keingnannya. Iblis menggunakan segala cara untuk menggoda dia, hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Iblis tahu bahwa adalah mungkin untuk Yesus berbuat dosa. Dia memiliki keinginan manusia. Tetapi Yesus mengalahkan pencobaan, dia mengalahkan dosa. Kenapa? Karena dia melepaskan kehendaknya dan keinginannya sendiri. Perhatikan pada fakta ketika iblis mencobainya, dia memakai firman Tuhan untuk melawan perkataan iblis. Dia tunduk sepenuhnya pada firman Tuhan, tanpa ada keraguan. Dia hidup dalam kehidupan yang sepenuhnya tunduk kepada Bapa surgawi. Itulah sebabnya dia berkata, “Dia datang untuk melakukan kehendak Allah”. Pada malam sebelum dia ditangkap, dia berdoa di Getsemani. Kata terakhir dalam doanya adalah, “Bukan kehendakku, tetapi kehendak-Mu. Dia melakukan kehendak Allah sampai ke tahap dia mati dikayu salib. Tetapi dia tidak mempunyai keraguan dan keluhan apapun terhadap Allah.

Kenapa kita meragukan dan menggerutu melawan Allah? Hal ini terjadi karena kita berpikir Allah tidak memperlakukan kita dengan baik. Kenapa dia tidak mengizinkan aku untuk melakukan ini dan itu? Kenapa Dia izinkan hal ini terjadi kepadaku? Bukankah Allah itu baik? Kenapa dia memperlakukan aku seperti itu?

Yesus tidak menggerutu dan berkata, “Kenapa Allah ingin saya mati, dihina sampai harus mati di kayu salib?” Dia tidak berkata seperti itu. Dia sepenuhnya tunduk kepada Allah dan melepaskan kehendaknya sendiri. Penundukannya yang sempurna dan tanpa keraguan inilah yang membuatnya dapat mengalahkan godaan dan keinginan. Inilah hal yang harus kita pelajari.                                                                                                     

Mari kita kembali ke Kejadian 2:18        

TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Kejadian 2:18)

Tercatat di sini alasan mengap Allah menciptakan Hawa. Hawa diciptakan untuk menjadi seorang penolong yang sepadan dengan Adam. Hawa adalah penolong bagi Adam. Dia adalah seorang penolong dan juga asisten. Menolong Adam untuk apa? Untuk mengurus taman Eden sesuai dengan kehendak Allah. Tujuan akhirnya adalah untuk menolong Adam dalam melayani Allah, untuk menjadi seorang yang menyenangkan Allah dan tidak jatuh ke dalam dosa. Tetapi Hawa gagal sepenuhnya dalam menjalankan tugasnya. Dia bukan saja tidak menolong suaminya untuk menjadi seorang yang menyenangkan Allah, sebaliknya dia membawa Adam ke dalam dosa dan menjauh dari Allah.

Kita mendapat pelajaran di sini, seperti apa seharusnya hubungan antara suami istri. Menjadi seorang istri adalah untuk menolong suami dan membiarkan dia melayani Allah dengan lebih efektif lagi dan menjadi orang yang menyenangkan Allah. Itulah yang dikatakan dunia, “Selalu ada seorang wanita hebat di balik kesuksesan seorang pria”. Mereka dapat melihat betapa pentingnya pertolongan yang dapat disumbangkan oleh seorang istri.

Tentu saja kebalikannya juga benar, “Selalu ada wanita yang tidak baik dibalik seorang pria yang tidak baik”.

Saya membaca sebuah berita di koran. Ada seorang pemimpin mafia yang kejam di Hong Kong. Dia melakukan beberapa penculikan yang mengerikan. Akhrinya dia ditangkap dan dihukum. Hal yang menarik yang saya temukan dari artikel ini adalah kisah cinta yang romantis antara dia dan istrinya diulas dengan panjang lebar. Dalam sebuah perjalanan di pesawat dia mengenal seorang gadis cantik yang begitu tenang dan menawan. Keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia tidak merahasiakan identitasnya dan memberitahu gadis itu bahwa dia adalah seorang pemimpin kelompok mafia dan banyak melakukan hal-hal yang tidak baik. Namun dia tetap berhasil memenangkan hati gadis ini. Tidak lama kemudian mereka menikah. Hubungan di antara mereka sangat baik. Tentu saja dia masih melakukan banyak kegiatan kriminal yang mengerikan. Akhirnya dia ditangkap. Pada waktu itu istrinya tidak tertangkap untuk tuduhan kejahatan apa pun. Tetapi wartawan ini mengamati kehidupan gelap pemimpin kelompok mafia ini. Kejahatannya dapat dibagi kepada 2 tahap. Yang pertama tahap sebelum dia menikah, yang satu lagi adalah setelah dia menikah. Sebelum menikah dia melakukan banyak kejahatan, tetapi setelah menikah tingkat kejahatannya meningkat. Perencanaanya lebih berhati-hati, keterampilannya menjadi semakin hebat. Itu artinya kesempatan untuk berhasil semakin tinggi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Wartawan ini menganalisa dan tiba pada kesimpulan, istrinya menolong dia di balik layar dengan membuat perencanaan. Sebenarnya kepolisian bermaksud untuk mempidanakan istrinya, tetapi suaminya melindungi istrinya dengan tidak mengakui bahwa istrinya terlibat dalam kejahatan. Dia tetap melindunginya bahkan sampai di saat dia dikirim ke tempat eksekusi.

Persepsi wartawan ini mengagumkan saya. Funsgi istri sangat hebat. Mereka dapat menolong suami untuk menjadi sukses. Tetapi bisa juga sebaliknya. Yang satu ke arah hidup, yang satunya menuju maut. Karena itu, seorang istri harus bertanya kepada diri kita sendiri, “Apakah saya sedang menolong suami saya menuju hidup atau menuju maut?”

Biasanya para saudari mempunyai pemikiran yang sama sebelum mereka menikah, “Saya harus menemukan seorang suami yang lebih dewasa secara rohani karena suami adalah kepala keluarga. Itu betul. Tetapi adakah istri pernah berpikir, jika kehidupan rohaninya tidak baik, maka dia juga akan menjadi sumber yang menggagalkan suaminya dan membuatnya terpuruk. Hal ini sudah terbiasa terjadi di dalam gereja. Karena itu seorang istri harus mengerti tugas dan perannya.

Tentu saja harus ada timbal balik dalam hal menolong ini. Artinya kedua-duanya harus saling tolong menolong. Menolong sesama untuk mengenal dan melayani Allah dengan lebih baik. Inilah tugas seorang suami dan istri. Adam dan Hawa kedua-duanya gagal dalam aspek ini, jadi kita harus belajar dari kegagalan mereka.

Mari kita melihat pada beberapa ayat tentang Hawa. Kejadian 4:1-2:

Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; maka kata perempuan itu: “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.” (Kejadian 4:1)

Dikatakan di sini, Hawa mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Perhatikan kata-katanya, “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.” Hawa tidak menganggap sepele hal mengandung seorang bayi. Dia tahu Allah yang mengaruniakannya seorang bayi. Hal yang sama di ayat 25“Allah telah mengaruniakan kepadaku anak yang lain ganti Habel.” Kita dapat melihat, walaupun Adam dan Hawa sudah meninggalkan taman Eden, mereka masih punya hati yang bersyukur kepda Allah. Mereka tahu bahwa Allah yang telah memberikan segala sesuatu kepada mereka. Dan anak-anak mereka, Kain dan Habel, juga tahu untuk memberi persembahan kepada Allah. Siapa yang mengajar mereka? Sudah jelas orang tua mereka. Orang tua mereka masih tahu menyembah Allah.

Pada waktu yang sama kita juga menjadi lebih mengenal kebaikan dan kemurahan Allah. Saat kita berbuat dosa, Dia akan menghukum kita. Namun dalam penghukuman-Nya Dia masih memperlakukan kita dengan kebaikan. Walaupun Adam dan Hawa menerima hukuman yang sangat berat, Allah masih menyediakan kebutuhan mereka. Masih memberi mereka anak-anak. Ketika anak-anak mereka memberikan persembahan, Dia pun menerimanya. Inilah kebaikan Allah. Begitu banyak orang Kristen bahkan non-Kristen mempunyai pengalaman seperti itu. Ketika kita benar-benar menyangkal nama Allah, ketika kita jauh dari Allah, kita masih bisa mengalami kebaikan-Nya. Bahkan saat kita dalam bahaya Dia akan menyelamatkan kita ketika kita memanggil Dia. Begitu banyak non-Kristen memiliki pengalaman supra natural (yang sulit dijelaskan). Inlah bedanya Allah dan manusia. Tetapi kita tidak boleh memandang rendah kebaikan Allah. Karena bilamana Allah mengutus Yesus kembali, tidak akan ada kesempatan lagi. Waktunya telah habis.

 

Kesimpulan 

Hari ini adalah sesi keempat dari tokoh Hawa, dan merupakan sesi yang terakhir. Kita masih berbicara tentang masalah “keinginan”. Karena akar permasalahan yang membuat Hawa dan juga kita berbuat dosa keinginan. Bagaimana untuk menang atas keinginan? Apa yang dapat kita pelajari dari teladan Yesus? Yesus menang atas godaan iblis, atas keinginan, dan atas dosa, karena Yesus dengan sepenuhnya tunduk kepada Allah dan melakukan perkataan-Nya.

Kita juga melihat tanggung-jawab dari hubungan suami istri. Istri adalah penolong suaminya. Menolong suaminya untuk mengenal Allah lebih lagi, melayani Allah dan menjadi seorang yang menyenangkan Tuhan. Hawa telah melalaikan tugasnya dalam hal ini, bukannya membantu, dia malah membawa Adam ke dalam dosa.

Inilah pokok yang telah kita bahas hari ini. kita telah mempelajari empat sesi tentang tokoh Hawa. Dalam kesimpulan, apa yang kita pelajari dari Hawa?

  1. Untuk berwaspada melawan godaan dari iblis. Berhati-hati agar tidak jatuh ke dalam perangkapnya. Di 1 Petrus 5:8, Petrus berkata, “Si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.”
    Apakah kita peka pada pekerjaannya? Jika kita sama sekali tidak peka, lalu bagaimana kita dapat melawannya
  2. Langkah untuk menanggulangi godaan, menanggulangi dosa adalah dengan pasif menghindarinya. Kalau kita sudah kelemahan kita, maka kita harus menghindarinya. Kita juga harus berinisiatif untuk belajar dari Yesus – tentang penundukan sepenuhnya kepada Allah, pada perkataan-Nya dan di waktu yang bersamaan melepaskan keinginan kita.

Yang terakhir, tentang keinginan. Agama-agama lain juga berpikir bahwa keinginan adalah penyebab kita berdosa, sesuatu yang tidak baik. Bahkan ada usulan untuk menekan keinginan. Memang pada kenyataannya, keinginan dengan mudah membawa kita kepada dosa. Tetapi pada waktu yang lalu kita juga menemukan bahwa keinginan diberikan oleh Allah kepada kita. Jika keinginan sangat gampang membawa kita kepada dosa, kenapa Allah memberi kita keinginan? Sesungguhnya Allah berharap kita memiliki “keinginan untuk menjadi seperti Allah”. Tetapi ini bukan seperti yang Iblis dan Hawa pikirkan. Mereka memikirkan untuk memiliki kuasa dan kemuliaan Allah, supaya mereka dapat mengatur segalanya. Tetapi kita harus menginginkan “menjadi seperti Allah” dalam hal karakter seperti Allah, karakter yang lemah lembut dan juga karakter-karakter-Nya yang indah. Di masa depan, hanya orang yang memiliki karakter seperti Allah yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Jadi kita mempunyai pengharapan dan masa depan yang sangat cerah.

 

Berikan Komentar Anda: