Ev. Xin Lan | Kejadian 4-5 |

Hari ini kita mulai mempelajari tokoh ketiga: Kain. Dua tokoh yang sudah kita pelajari sebelumnya adalah manusia pertama, nenek moyang kita yaitu Adam dan Hawa. Allah menciptakan dan menempatkan mereka di Taman Eden, tetapi pada akhirnya mereka diusir keluar dari sana karena telah berbuat dosa. Setelah meninggalkan Eden, Allah masih memberkati mereka dan dan membiarkan mereka untuk terus hidup di bumi dan beranak cucu. Anak pertama mereka adalah Kain. Pada waktu Hawa melahirkan Kain, dia berkata “Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.” Lalu mereka memberinya nama “Kain” yang berarti “memperoleh”. 

 

Kain dan Habel 

Setelah itu, Adam dan Hawa mendapat anak lagi yang di pangggil Habel. Di masa kanak-kanak Kain dan Habel mereka mendengar banyak hal tentang Allah dari kedua orang tua mereka. Mereka mengikuti dan menyaksikan kedua orang tua mereka yang mempersembahkan korban kepada Allah. Setelah dewasa, Kain seperti ayahnya menjadi seorang petani. Mungkin, dia mewarisi taman sebagai haknya, menanam berbagai jenis sayuran, buah-buahan, gandum dsb. Setiap hari dia pergi bekerja di pagi hari dan pulang di petang hari. Habel adalah seorang gembala. Mungkin Ayahnya memberikannya beberapa domba yang kecil, dia membesarkannya dengan hati-hati, perlahan-lahan domba-domba ini bertambah banyak dan berkembang biak dan menjadi satu kawanan. Dia pergi merumput di pagi hari, kemungkinan dia menunggangi seekor kuda atau lembu. Pada saat matahari terbenam dia dan kawanan dombanya pulang.

 

Persembahan Kain tidak diindahkan Allah

Suatu hari, bisa jadi di hari perayaan atau mungkin itu adalah hari Adam dan Hawa memberikan persembahan kepada Allah. Dua bersaudara ini, Kain dan Habel, secara bersamaan memberikan persembahan kepada Yahweh. Kain menyediakan sebagian hasil tanah yang segar yang baru dipetik. Barangkali itu adalah sayur-sayuran, buah-buahan dan gandum yang baru digiling. Habel menyiapkan anak sulung domba yang kecil. Dia menyembelih dan mengambil lemaknya kemudian mempersembahkan di altar. Mereka berharap Allah akan mengindahkan persembahan mereka. Namun Allah mengindahkan persembahan Habel tetapi tidak mengindahkan persembahan Kain. Lalu Kain menjadi sangat marah dan emosi. Maka Yahweh berkata kepada Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.”

Namun Kain mengabaikan nasihat dari Allah, dia tidak membereskan kemarahannya, dia terus memikir-mikirkan peristiwa itu. Hal ini dapat kita ketahui dari perilakunya setelah itu. Pada suatu hari, ketika dia di padang, datanglah Habel. Mereka kemudian bicara sebentar, kita tidak tahu apa yang telah mereka bicarakan, mungkin saja soal persembahan, tetapi bagaimanapun akhirnya Kain mengangkat tangannya membunuh Habel. Setelah itu dia mengubur mayatnya pada sebidang tanah miliknya demi kepentingannya sendiri. Kemudian dia tidak mempedulikan lagi hal itu.

Namun Allah tahu, Firman TUHAN kepada Kain: “Di mana Habel, adikmu itu?” 

Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adik ku?”  

Firman-Nya: “Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah. Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.”

Kata Kain kepada Allah: “Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku.” 

Allah Yahweh berkata: “Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.” Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia.

Kemudian Kain pergi dari hadapan Allah, dia meninggalkan tempat kelahirannya dan menetap di satu pulau di sebelah timur Eden. Selanjutnya tidak satu orang pun yang membunuh Kain. Dia menikah dan mempunyai anak, membangun rumah dan akhirnya meninggal dengan damai. Semua ini tercatat di Kejadian 4-5.

 

Kenapa Kain menjadi begitu Marah?

Di dalam Alkitab, Kain telah menjadi kriminal pertama dalam sejarah yang melakukan pembunuhan. Kenapa dia membunuh saudaranya sendiri? Apakah ada kebencian yang mendalam? Tidak! Dia menjadi marah sekalipun mereka berdua bersama-sama memberikan persembahan kepada Allah, tetapi Allah mengindahkan persembahan Habel dan tidak mengindahkan persembahan Kain. Alkitab berkata “Kain sangat marah dan wajahnya muram”.

Kenapa Kain begitu marah? Persembahan kepada Allah seharusnya adalah satu hal yang indah. Tidak seorangpun yang memaksa dia untuk melakukannya. Dia melakukannya dengan sukarela. Ada orang berkata bahwa persembahan Kain itu tidak baik, makanya Allah tidak mengindahkannya, tetapi tidak ada dasar Alkitabiah untuk perkataan semacam itu. Alkitab tidak berkata bahwa persembahan Kain itu tidak baik atau kualitas persembahannya buruk. Alkitab hanya mengatakan “Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah kepada TUHAN”. Kain telah memilih hasil tanah yang terbaik dan mempersembahkannya kepada Allah. Mungkin setelah memetiknya dia mencucinya lalu membawanya di punggungnya, dan berjalan untuk jarak yang jauh. Kemudian tiba di tempat orang tuanya biasa memberikan persembahan kepada Allah. Lalu, dia meletakkan dan mengatur persembahan itu dan mempersembahkannya. Namun sangat mengejutkan, Allah tidak mengindahkannya. Mungkin Kain berkata pada diri sendiri, “Ya Tuhan, aku sangat baik pada-Mu, aku mempersembahkan yang terbaik kepada-Mu dengan bersusah payah. Engkau seharusnya memujiku. Pada akhirnya Engkau malah tidak mengindahkannya”. Tiba-tiba dia menjadi sangat marah. Sebenarnya dia marah terhadap Allah, tetapi dia melemparkan kemarahannya kepada Habel adiknya.

 

Apakah kita juga mempunyai sikap seperti Kain?

Apakah kita juga memiliki sikap seperti ini ketika kita datang kepada Allah? Ya, Allah, aku percaya pada-Mu, memohon Engkau melindungi dalam hal ini dan itu. Namun ketika Allah tidak melindungi, dan malahan sebaliknya kita harus berhadapan dengan sakit penyakit, mengalami kemunduran dalam hidup dan pekerjaan kita atau orang tua atau istri kita dalam keadaan yang gawat sampai mungkin mereka menghadapi kematian dan sebagainya. Apakah saat kita menghadapi semacam kesialan di dalam hidup kita, kita akan mulai menggerutu? Oh, TUHAN, aku senantiasa mencintai-Mu. Aku memberikan persepuluhan dan melayani dengan penuh semangat, kenapa Engkau mengizinkan semua hal ini terjadi padaku? Kenapa Engkau tidak melindungiku? Aku berdoa begitu lama bahkan berdoa puasa, seluruh jemaat berkumpul bersama untuk berdoa, kami berdoa dengan meneteskan air mata, bahkan aku sudah memberikan segalanya, kenapa Engkau tidak mendengar? Dan sama seperti Kain kita mulai menjadi marah.

Dua hal yang perlu kita pelajari disini

  1. Semua yang kita persembahkan kepada Allah, apakah itu doa, atau uang, bahkan mempersembahkan seluruh keberadaan kita untuk melayani Dia, kita berpikir kita sudah mempersembahkan yang terbaik, tetapi jangan berpikir bahwa Allah harus menerimanya. Allah mungkin saja tidak menerimanya. Kita memilih Allah maka Allah juga memilih kita. Dan Allah memiliki otoritas untuk menentukan keputusan akhir. Itulah yang dimaksudkan di Matius 7:21-23, mereka yang mengikut Yesus berkata “Tuhan (Lord), Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-mu, dan mengusir setan demi namamu? Aku sudah melakukan ini dan itu untukmu… tapi Yesus tidak menerimannya. Jadi jangan berpikir bahwa aku telah menjadi Kristen, aku telah melakukan ini dan itu aku pasti selamat. Bisa jadi suatu hari Allah berkata “Tidak! “
  2. Harus belajar tentang apa sikap yang seharusnya kita miliki di hadapan Allah. Kain berpikir, “aku telah mempersembahkan yang terbaik untuk Allah.” Jadi Engkau harus menerimanya. Sikap seperti ini, menjadikan Allah sebagai hamba. Dia adalah Allah. Dia memiliki otoritas untuk menentukan keputusan akhir. Tentu saja, Dia bukanlah Allah yang tidak masuk akal dan lalim. Yang entah Dia suka atau tidak suka tergantung suasana hatinya. Bergantung pada suka atau tidaknya Dia. Dia bukanlah Allah yang seperti ini. Ada alasannya kenapa Dia tidak menerima persembahan Kain. Kita akan melihat hal ini ketika kita mempelajari karakter Habel. Singkatnya kita harus tahu: Allah adalah Allah, kita tidak dapat memberi perintah kepada Dia. Kita harus takut akan Dia di dalam Alkitab, entah itu nabi di Perjanjian Lama maupun para rasul di Perjanjian Baru, mereka semua mengajarkan pada kita bahwa umat-umat Allah harus takut akan Allah. Apa itu takut? Tentu saja, rasa hormat. Kita tidak boleh meminta Allah untuk datang dan pergi semau kita. Sederhana-nya adalah, ketika Anda bertemu dengan pemimpin sebuah negara, dengan sikap seperti apakah Anda akan berbicara kepadanya? Allah adalah raja segala Raja, Tuan di atas segala tuan, maka terlebih lagi kita harus takut akan Dia. Namun sering kali kita tidak memperlakukan Allah sebagai Allah. Kita menjadikan-Nya seorang hamba. Jadi, kita berpikir bahwa kapan saja kita meminta sesuatu, Dia harus memberikannya kepada kita. Jika tidak, kita akan menggerutu dan bertanya, “Kenapa Dia tidak memberikannya? Berarti Dia bukan Allah yang benar.” Dengan sikap seperti ini kita tidak akan pernah dapat bertemu dengan Allah. Dan tidak akan pernah mengalami Dia.

Sikap yang benar adalah Kita adalah Hamba, Allah adalah Raja kita!

Jadi kita tidak boleh melupakan identitas kita, Allah adalah Allah, dia adalah Raja. Kita adalah budak-Nya, apa yang kita lakukan dan persembahkan merupakan pelayanan yang seharusnya bagi Dia. Tidak ada yang dapat kita piutangkan dan banggakan dari semua itu. Inilah perumpamaan yang diberikan kepada kita di Perjanjian baru. Lukas 17:7-10   7“Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! 8 Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. 9 Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? 10 Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

Ketika kita memiliki sikap ini, kita akan menerima pembalasannya. Mari kita melihat di Lukas 12:37.

Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. (Lukas 12:37)

 

Allah selalu memberi Peringatan saat kita mulai Menyimpang

Mari kita kembali melihat Kain. Apa yang dia lakukan saat dia marah pada Allah? Dia mulai mengarahkan kemarahannya kepada Habel. Kadang-kadang kita tidak berani marah terhadap Allah secara terang-terangan, karena kita tahu Dia adalah Allah. Lalu kita mengarahkan kemarahan ini kepada orang lain. Kita melampiaskannya pada manusia. Lalu Kain mulai membenci Habel.  Apakah hal baik yang kamu miliki? Kenapa Allah mengindahkan persembahanmu? Aku tidak melihat ada apapun yang baik padamu. Keinginan untuk membunuh mungkin mulai tumbuh di dalam hatinya. Maka Allah memperingatkannya:                   

Kejadian 4:6-7 Firman TUHAN kepada Kain:

Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya. (Kejadian 4:6-7)

Saat Kain menyimpan kemarahan di dalam hatinya, sebelum dia membunuh Habel, Allah sudah memperingatkan dia: “Dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya (mengalahkannya).” Allah menggambarkan dosa seperti satu pribadi. Seperti seorang manusia, yang Anda harus berkuasa atasnya. Jadi kapan saja kita memilki pemikiran yang tidak bagus atau perasaan tidak senang, dan membiarkannya berkembang, kita akan dibawa ke dalam dosa. Jika Allah memperingatkan kita melalui Alkitab atau melalui saudara dan saudari kita, maka kita harus berusaha dengan baik untuk mengalahkan pikiran jahat ini, kalau tidak, nantinya kita akan berdosa.

Allah tidak menghakimi kita segera sesudah Ia mendapati kita tidak baik: Dia akan memberi kita kesempatan, mengingatkan kita, sama seperti Kain. Namun Kain tidak mendengarkan peringatan Allah. Dia tidak mencoba untuk menguasai hatinya. Sebaliknya dia malah membiarkan kejahatan ini bertambah dan akhirnya dia bertindak. Biasanya orang tidak berbuat dosa dengan tiba-tiba. Kalau kita tidak membereskan hal-hal yang jahat dalam hidup kita, hal-hal itu akan bertumpuk. Itulah sebabnya Alkitab selalu mengingatkan kita untuk selalu menyelidiki diri di hadapan Allah. Dan tidak mengizinkan pikiran yang jahat berkembang di dalam hidup kita.


Allah memakai Pertanyaan agar kita Menyelidiki Hati kita

Ada hal yang luar biasa di sini, Allah sering kali menggunakan pertanyaan untuk mengingatkan kita, membiarkan kita menyelidiki diri kita. Kalimat pertama yang dikatakan Allah kepada Kain adalah, “Kenapa hatimu panas dan mukamu muram? Jika engkau berbuat baik, tidak kah engkau akan diterima?

Apakah Allah tidak tahu penyebabnya? Tentu saja Dia tahu. Dia menggunakan cara ini untuk bertanya pada hati nurani kita supaya kita dapat menginstrospeksi diri. Seandainya Kain berpikir, “Itu benar, kenapa aku harus marah? Aku seharusnya tidak marah. Akulah yang tidak melakukan dengan baik, makanya Allah tidak menerima persembahanku. Aku tidak perlu marah-marah.” Jika Kain mengintrospeksi diri, dia akan dapat melihat masalahnya dengan jelas. Semuanya ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Habel dan dengan demikian, dia tidak akan berakhir dengan membunuh Habel.

Di dalam Alkitab, Allah sering menggunakan pertanyaan sebagai cara untuk mengingatkan kita. Sebagai contoh, nenek moyang kita yang pertama, yaitu Adam. Setelah dia berbuat dosa dan menyembunyikan diri. Allah sepenuhnya tahu apa yang sudah terjadi di Eden. Tetapi Allah memberikannya kesempatan untuk instrospeksi diri, mengakui dosanya dan bertobat. Jadi, Allah bertanya, “Di mana kamu?”, tetapi Adam tidak mengambil kesempatan ini.

Mari kita kembali melihat pada perjanjian baru. Yesus juga melakukan cara ini. Kita tahu bahwa Rasul Paulus yang sebelumnya disebut Saulus, sangat giat menganiaya jemaat gereja. Ketika dia dalam perjalanan untuk menangkap orang Kristen, Yesus menampakan diri kepadanya. Kalimat pertama adalah dalam bentuk pertanyaan. Mari kita membuka Kisah Para Rasul  9:3-4

Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia.  Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: “Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku? (Kisah Para Rasul 9:3-4)

Tentu saja Yesus tahu kenapa Saulus menganiaya dia. Dia hanya ingin membuat Saulus berpikir. Saulus kemudian bertanya, “Siapakah Engkau Tuhan?” dan Yesus memberitahu siapa dirinya. Sejak itu Saulus bertobat dan menjadi seorang rasul besar yang dipakai Allah.

Sahabatku, apakah Anda punya pengalaman seperti ini? Allah sering memakai pertanyaan untuk menanyakan hati nurani kita, mengarahkan kita kita untuk menyelidiki diri kita. Jangan menekan suara kecil ini, jangan mengacuhkan peringatan Allah.

Ada satu hal yang menarik yaitu kedua bersaudara ini, yang satunya jahat yang satunya baik. Namun ketika kita melihat catatan Kejadian, dikatakan bahwa Allah hanya berbicara kepada Kain dan bukan Habel. Ini hal yang tidak terduga. Biasanya kita akan berpikir bahwa jika seseorang memiliki satu hubungan yang baik dengan Allah, maka Allah akan berbicara kepadanya. Tentu saja hal ini benar, tetapi ini bukanlah gambar keseluruhannya. Ada situasi-situasi pengecualian. Seperti halnya Kain, Allah berbicara kepadanya. Jadi jika Allah memberitahu kita sesuatu atau memberi kita pewahyuan, itu tidak selalunya kita itu rohani. Bisa jadi, itu malah sebaliknya. Itu adalah karena Allah berbelas kasihan kepada kita, rela mengingatkan kita agar bertobat. Namun acapkali, kita berpikir hidup kita tidaklah begitu buruk itulah sebabnya Allah berbicara kepada kita. Ketika kita lebih paham, kita tidak akan menyombongkan hal itu.

 

Allah tetap memberi Kesempatan pada Kain

Namun Kain tidak mendengarkan peringatan Allah, lalu akhirnya dia membunuh Habel. Allah tetap memberinya kesempatan. Allah memberikannya pertanyaan lain, di Kejadian 4:9, “Di mana Habel, adikmu itu?” Kain sudah berdosa tetapi Allah tetap memberinya kesempatan untuk bertobat. Namun apakah jawaban Kain? Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?”

Kain sama seperti ayahnya, tidak rela mengakui bahwa ia sudah berbuat dosa. Dan hal yang sama pun terjadi pada dirinya, penghukuman Allah jatuh ke atasnya.

Ayat 11-12 :

11Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. 12 Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi. (Kejadian 4:11-12)

Allah mengusir Kain dari tempat asalnya, apabila dia mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil. Dia menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi. Anda mungkin berpikir, tidakkah hukumannya terlalu ringan? Nyawa diganti dengan nyawa, bukankah begitu? Kita harus tahu di era Kain, Allah belum mengumumkan hukum, jadi Allah tidak akan memakai hukuman diberitahukan kemudian untuk menghakiminya. Allah sangat adil. Di dalam Perjanjian Baru Roma 2:11-12 Paulus berkata, “Sebab Allah tidak memandang bulu. Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat.

Kita, orang Tionghoa sangat peduli tentang leluhur kita. Kita telah menjadi Kristen, kita akan diselamatkan di masa depan dan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, lalu bagaimana dengan nenek moyang kita? Mereka belum mendengar Injil, apa yang dapat kita perbuat? Jangan khawatir, Allah akan menghakimi mereka sesuai dengan keadaan mereka, hukum pada waktu itu adalah hati nurani mereka. Prinsip Alkitab selalunya begitu: Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, daripadanya banyak yang akan dituntut, kepada siapa sedikit diberi, daripadanya sedikit pula dituntut. Allah teramat adil.

 

Kesimpulan

Peristiwa tentang Kain dicatat di Kejadian 4-5. Dia adalah anak sulung Adam dan Hawa. Namun dia membunuh saudaranya, Habel. Kenapa? Karena pada waktu keduanya memberikan persembahan kepada Allah, Allah mengindahkan persembahan Habel tetapi Kain tidak. Kain menjadi sangat marah dan membunuh Habel. Jadi Allah menghakimi Kain, menjadikannya harus mengusahakan tanah seumur hidupnya dan menjadi seorang pengembara dan pelarian di bumi.

Kita sudah melihat kenapa Kain menjadi begitu marah ketika Allah tidak menyukai persembahannya. Karena dia merasa dia sudah memberikan yang terbaik tetapi malah tidak diterima. Allah harusnya menerima dan memuji dia. Kita belajar dua hal di sini:

  1. Setelah kita mempersembahkan segalanya kepada Allah, jangan berpikir bahwa Allah harus menerimanya. Allah mungkin saja tidak menerimanya. Kedua pihak mempunyai pilihan. Kita memmilih Allah, maka Allah memilih kita juga. Namun Allah yang mempunyai kata akhir. Jadi kita tidak bisa berkata kepada Allah, “Oh Tuhan, aku percaya pada-Mu, aku melayani-Mu , aku sudah melakukan ini dan itu untuk-Mu aku pasti selamat. Belum tentu!
  2. Kita harus takut akan Allah, jangan lupa akan identitas kita: Allah adalah Allah dan raja, kita adalah hamba.  Apa yang kita sudah lakukan dan persembahkan adalah hal yang seharusnya kita lakukan. Tidak ada apapun untuk kita banggakan dan sombongkan di hadapan Allah. Ketika kita mempunyai sikap ini terhadap Allah, Allah sebaliknya akan memberikan balasan ke atas apa yang telah kita perbuat.

Kita juga telah melihat bahwa Allah sering memakai pertanyaan untuk bertanya pada hati nurani kita, menuntun kita untuk menyelidiki diri kita. Jadi jangan menekan suara yang kecil ini, jangan mengacuhkan peringatan Allah. Allah juga sudah memberikan beberapa kesempatan untuk Kain tetapi dia tidak rela untuk bertobat.

Inilah yang kita sudah pelajari hari ini, sebelum kita mengakhirinya mari kita melihat Kejadian 4:13-15,

‘Kata Kain kepada TUHAN: “Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat kutanggung. Engkau menghalau aku sekarang dari tanah ini dan aku akan tersembunyi dari hadapan-Mu, seorang pelarian dan pengembara di bumi; maka barangsiapa yang akan bertemu dengan aku, tentulah akan membunuh aku.”‘ Firman TUHAN kepadanya: “Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.” Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia. (Kejadian 4:13-15)

Kita ada satu pertanyaan untuk direnungkan. Setelah Allah memberitahu hukuman Kain, Kain sepertinya banyak menggerutu. Lalu Allah memberikannya suatu perlindungan untuk mengurangi hukumannya. Kita harus bertanya, “Kenapa?” Kenapa setelah Kain bersungut-sungut, lalu Allah mengurangi hukumannya? Apakah alasannya? Bukankah hanya pertobatan yang membuat Allah mengampuni kita? Apakah setelah kita menerima hukuman, lalu kita mengeluh maka Allah akan mengurangi hukuman kita? Apakah demikian?

Mari kita menyimpan pertanyaan-pertanyaan ini untuk Anda pikirkan, kita akan melihat hal ini di waktu berikutnya.

 

Berikan Komentar Anda: