Pastor Eric Chang | Matius 15:21-28

Kita melanjutkan pendalaman tentang Firman Allah di Matius 15:21-28. Perikop ini berkenaan dengan seorang perempuan Sirofenisia, perempuan yang berasal dari daerah Tirus dan Sidon. Perempuan ini adalah orang asing, atau seperti yang dikatakan oleh Markus, dia adalah orang Kanaan; orang-orang yang di Torah ditetapkan untuk dibasmi karena kerusakan rohani dan moral mereka. Namun di sini, perempuan Kanaan ini ternyata malah menjadi satu dari dua orang yang dinyatakan oleh Yesus sebagai, “Iman yang lebih besar daripada ini tidak pernah kulihat, bahkan di tengah orang-orang Israel sekalipun.” Matius 15:21-28 berbunyi seperti ini.

Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: “Kasihanilah aku, ya Tuan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: “Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak.” Jawab Yesus: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: “Tuan, tolonglah aku.” Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.

Yang disebut anak-anak adalah Israel, dan anjing adalah orang asing. Istilah di kalangan orang Yahudi yang lebih kasar daripada ini tidak akan Anda dapatkan. Perempuan ini bisa saja berdiri termangu dengan muka merah, lalu berkata, “Jadi ternyata engkau juga salah satu dari orang-orang religius yang keji! Kukira engkau lebih baik daripada mereka. Kukira engkau adalah orang yang besar hati. Aku membayangkan yang baik-baik tentang Engkau. Namun kenyataannya apa yang kulihat? Tak lebih dari sekedar orang Yahudi religius yang keji!” Mungkin kita akan memaklumi perempuan ini jika dia berpikir seperti itu, bukankah begitu? Namun reaksinya sangatlah mengherankan.

“Kata perempuan itu: “Benar Tuan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” Maka Yesus menjawab  dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

Setiap kali membaca perikop ini, saya merasa tertantang. Hati saya sangat tersentuh. Saya bertanya-tanya, apa yang akan saya perbuat jika saya diperlakukan sedemikian?

Pada awalnya, Yesus tidak menjawab perempuan ini barang sepatah katapun, tak sepatah katapun! Seberapa sering Anda berdoa pada Bapa di surga dan tidak ada jawaban? Seolah-olah Allah tidak peduli pada keberadaan Anda! Dan Anda berkata, “Kukira Engkau penuh kemurahan dan penuh segala macam kebaikan seperti yang pernah kudengar dari gereja, tapi lihatlah, Engkau bahkan tidak menjawabku! Jika Engkau tidak mau menjawab doaku, katakan saja ‘Tidak’. Tetapi Engkau bahkan tidak berkata apapun kepadaku!”

Sekalipun Yesus tidak menjawab seruannya, perempuan ini tetap teguh. Dia tidak pergi. Luar biasa! Namun setelah tidak menjawab seruan perempuan itu, seolah-olah ingin menambah kepedihan perempuan ini, “Tidak adil. Tidaklah patut mengambil roti dari anak-anak dan memberikannya kepada anjing. Kamu adalah orang asing, dan di mata orang Yahudi, kamu termasuk anjing.”

Tamat sudah! Berakhir sudah. Setelah mendengar ucapan semacam itu, kita pasti tidak mau menyambung pembicaraan lagi. “Engkau tidak mau menjawab saya, itu saja sudah cukup buruk, tetapi menyebutku dengan istilah anjing, itu jelas bukan kebaikan hati. Ini seharusnya bukan ucapan yang keluar dari mulut seorang rabi. Tidak! Saya tidak terima ini.” Benar bukan? Mungkin Anda dan saya akan bereaksi seperti ini. Jujur sajalah. Bukankah akan seperti itu tanggapan Anda?

Saya telah bertemu dengan banyak orang yang berkata, “Saya berdoa tetapi Allah tidak menjawab saya. Saya tidak mau lanjutkan lagi! Selesai sudah!” Dan kita bersimpati. Kita bersimpati padanya. Baiklah, Tuhan tidak menjawab Anda, berarti Anda berhak untuk pergi. Namun ingatlah akan satu hal. Yang menjadi pecundang adalah Anda, bukannya Tuhan. Saya tidak pernah berhenti mengagumi perempuan ini.

Saya pernah berkhotbah tentang keteguhan rohani dan saya berulangkali menyebutkan tentang perempuan Sirofenisia ini. Dia sangat mengagumkan bagi saya. Saya selalu berkata bahwa di dalam Kerajaan Allah, di tempat yang paling tinggi, di sebelah kanan takhta Yesus, yang akan duduk di sana bukanlah penginjil terkenal, bukanlah pendeta, bukanlah orang-orang seperti saya, yang kemungkinan akan mendapat tempat yang sangat rendah di ujung meja, tetapi yang akan duduk di sebelah kanan takhta itu adalah orang yang tidak dikenal, seorang perempuan, yang bahkan bukanlah orang Yahudi, dia bahkan bukan orang asing yang terhormat, melainkan hanya seorang Kanaan, yang tidak berasal dari keluarga terpandang, yang anaknya kerasukan setan, orang kecil di tengah masyarakat yang tidak mampu memamerkan gelar apapun. Dia hanya seorang perempuan, bahkan bukan prempuan yang terdidik, dialah yang akan ada di takhta Allah.

Yesus berkata kepadanya, “Hai ibu, sungguh besar imanmu! Sangat besar! Hal yang semacam ini belum pernah kulihat. Aku belum pernah melihatnya. Jadilah seperti yang kau kehendaki. Apapun yang kau kehendaki, kamu telah mendapatkannya. Jika kamu memiliki iman sebesar ini, ucapkan saja keinginanmu dan kamu telah mendapatkannya. Kamu telah menerimanya.” Saya berdoa kepada Allah supaya saya bisa memiliki iman semacam ini. Ini adalah iman yang sangat indah.


Apakah ciri dari iman yang besar di mata Allah?

Apakah ciri dari iman yang besar di mata Allah? Berapa kali Yesus berkata kepada para murid-nya, “Hai kamu yang kurang percaya”? Dari ayat-ayat ini, kita bisa melihat bahwa perempuan Sirofenisia ini mendapat tempat yang lebih tinggi daripada kedua belas murid. Kepada kedua belas rasul itu, berulang kali Yesus harus katakan, “hai kamu yang kurang percaya.” Namun kepada perempuan ini dikatakan, “Besar imanmu.”

Mengertikah Anda bahwa di dalam Kerajaan Allah, di tempat yang paling tinggi, yang akan duduk di sana bukanlah kedua belas rasul ini, juga bukan para penginjil besar, bukan para pakar teologi, bukan para profesor teologi – yang saya duga akan mendapat tempat paling rendah di dalam Kerajaan Allah – melainkan perempuan ini, orang kecil ini. Dia akan duduk di sana.

Hal apakah yang membuat iman perempuan ini besar? Seperti yang saya tekankan sebelumnya, bahwa dia bukan siapa-siapa. Dia mungkin sama dengan perempuan Samaria (di dalam Injil Yohanes). Kaum perempuan di dalam masyarakat zaman itu, menurut hukum orang Yahudi, menurut Mishnah pada zaman itu, kedudukan resmi perempuan pada zaman itu sama dengan anak-anak dan budak. Di dalam masyarakat Yahudi, perempuan pada zaman itu nyaris tidak punya kedudukan apa-apa dan tidak punya status hukum. Dan yang ada di sini bukan sekadar perempuan, tapi seorang perempuan Sirofenisia. Dia bahkan bukan perempuan Yahudi yang mungkin masih bisa mendapatkan penghormatan dari masyarakat, dia adalah perempuan Kanaan. Dia diremehkan di mata orang Yahudi. Orang asing sangatlah direndahkan oleh orang Yahudi, tetapi jika Anda adalah orang Roma, mungkin Anda masih bisa mendapatkan sedikit penghargaan. Akan tetapi seorang Kanaan?

Dan masih ditambahkan lagi, sekiranya fakta-fakta sebelumnya itu masih kurang, dia punya seorang anak, tetapi bukan anak laki-laki, hanya seorang anak perempuan. Dan anak perempuan ini sedang dirasuk setan! Wah! Apa yang telah dilakukannya? Apa yang telah dilakukan oleh keluarganya sehingga anak itu kerasukan setan? Anak-anak biasanya tidak kerasukan setan kecuali jika ayah atau keluarganya bermain-main dengan kegiatan perdukunan, dan fakta ini memberi petunjuk tentang moral dan kerohanian keluarganya. Status keluarganya, secara sosial dan dari sisi spiritual sangatlah rendah. Dan perempuan ini, orang yang bukan siapa-siapa ini, datang mencari Yesus yang adalah Anak Daud, Anak Allah.


Di manakah kebesaran dari iman perempuan ini?

Hal yang perlu Anda perhatikan adalah dia memanggil Yesus sebagai “Anak Daud” di ayat 22. “Ya Tuan, Anak Daud.” Orang yang mengerti isi Alkitab akan tahu bahwa sebutan “Anak Daud” adalah penghormatan pada orang yang berkedudukan sebagai raja. Daud adalah raja Israel. “Anak Daud” adalah raja. Dan sebutan “Anak Daud” juga merupakan gelar bagi Mesias, yaitu Raja Mesias. Dia yang tinggal berdekatan dengan orang Israel tahu sedikit tentang hal Mesias dari Israel. Dan dia mengenal bahwa Raja Mesias, Anak Daud, adalah Yesus.

Dengan yakin perempuan ini memanggil Yesus memakai sebutan gelar Yahudi seperti, “Mesias, Anak Daud,” Raja, Mesias. Perempuan ini sudah merenungkan sebelumnya. Apa yang dia ucapkan itu bukan sekadar omongan asal bunyi, tetapi dia sudah mendengar dan merenungkan tentang kabar-kabar yang beredar dan menarik kesimpulan dari semua itu. Dia sudah sampai pada kesimpulan bahwa Yesus ini, yang kelihatannya berkeliling seperti rabi biasa, tidak lain adalah Anak Daud, Mesias yang dijanjikan, Mesias Raja yang dinanti-nantikan umat Yahudi itu.

Banyak sekali langkah yang telah diambil oleh perempuan bersahaja ini. Jangan pernah meremehkan orang-orang biasa karena Yesus tidak merendahkan mereka. Jangan pernah menilai orang berdasarkan prestasi akademis atau kedudukan sosial mereka, karena, di antara orang-orang kecil itu, terdapat permata-permata yang sangat berharga di hati Allah, seperti perempuan ini.

Jadi, langkah iman pertama yang bisa kita pelajari adalah menarik kesimpulan yang yakin berdasarkan apa yang telah Anda dengar dan membuat ketetapan, jadi bukan sekadar menarik kesimpulan melainkan membuat ketetapan yang pasti berdasarkan apa yang telah Anda dengar.

Apakah Yesus sekarang ini benar-benar Tuan Anda? Apakah Anda mengenali Raja Mesias di dalam dirinya? Raja yang dijanjikan? Dan apakah Anda mampu menerapkan ketetapan ini di dalam kehidupan Anda sehari-hari? Banyak orang yang meletakkan iman di dalam otaknya saja akan tetapi perempuan ini bukan sekadar menaruh iman di dalam otak dan hatinya saja, bahkan di dalam keadaan yang sangat kritis berkaitan dengan keadaan anak perempuannya, dia mampu menerapkan iman itu ke dalam situasi yang sedang dia hadapi. “Karena Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, karena Yesus adalah Raja Mesias yang akan membawa keselamatan, berarti aku bisa melakukan sesuatu dengan iman itu. Aku boleh datang kepadanya dan berkata, ‘Tuan, Anak Daud, engkau adalah Mesias yang dijanjikan, Pribadi yang akan memberi harapan bagi mereka yang putus asa, keselamatan bagi yang tersesat, pandanglah aku, pandanglah kesengsaraanku.'”

Hal itulah tepatnya yang dia kerjakan. Dia datang kepada Yesus. Tidak ada gunanya kita beriman pada Tuhan, namun menjauh darinya dalam kehidupan seharian kita. Seberapa sering Anda datang kepada Tuhan dan menjalankan dan menerapkan iman itu?


Perempuan ini mendekat kepada Yesus dan berlutut di hadapannya

Selanjutnya, perhatikanlah kerendahan hatinya. Dia datang kepada Yesus di ayat 25 dan berlutut di hadapan Yesus, seorang rabi dan manusia biasa. Perhatikan sikap rendah hatinya. Sikap perempuan ini adalah bukti langsung dari kerendahan hatinya.

Kebesaran imannya bukan sekadar karena dia mendengar dan menyimak, melainkan karena dia telah menarik kesimpulan dari apa yang dia dengar dan dia membuat ketetapan berdasarkan apa yang telah didengarnya itu. Dan setelah membuat ketetapan itu, dia mendatangi Yesus. Dan sekarang karena Yesus telah membuka jalan bagi kita untuk mendekat pada Allah. Apakah kita datang kepada Allah? Kapankah terkahir kali Anda datang pada Allah? Yang saya maksudkan adalah menghampiri, saya tidak berbicara tentang sekadar berdoa. Kita bisa tetap di kejauhan sambil berdoa, namun kita juga bisa menghampiri Dia. Mendekatlah kepada Allah dan Dia akan mendekat kepada Anda. Allah tidak dekat dengan Anda karena Anda tidak pernah menghampiri Dia. Perhatikanlah cara perempuan dengan iman yang besar ini di dalam menghampiri Yesus. Dia berlutut di hadapan Yesus. Dia merendahkan diri di hadapan Yesus.

Namun perhatikan juga: pada saat dia berurusan dengan Yesus, di titik manakah dia berlutut di hadapannya? Setelah dia tidak mendapat jawaban dari Yesus! Sangatlah mudah untuk datang dan berlutut di hadapan Yesus ketika segala sesuatunya lancar bagi Anda. Namun pada saat Yesus bahkan tidak memberi tanggapan kepadanya? Bukan sekadar itu, Yesus tampaknya telah menghina perempuan ini dengan menggambarkan dia sebagai makhluk yang sama dengan anjing. Namun perempuan ini malah berlutut di hadapan Yesus, setelah mendapat perlakuan semacam ini, bukan sebelumnya, perhatikanlah hal ini. Kita mungkin bersedia berlutut di hadapan Yesus selama dia masih memperlakukan kita dengan tingkat penghargaan tertentu. Namun perempuan ini tidak menerima perlakuan yang berisi penghargaan. Dia menerima penolakan demi penolakan. Ia menerima jawaban, “Aku tidak diutus kepadamu. Aku diutus kepada bangsa Israel.” Dan, seolah-olah penolakan kedua itu masih belum cukup, datanglah penolakan yang ketiga, yang menggambarkan dia seperti anjing dan roti tidak disediakan untuk anjing, roti disediakan untuk anak-anak.

Setelah ini semua, perlakuan-perlakuan yang tentunya tidak akan sanggup ditanggung oleh kebanyakan orang, perempuan ini masih belutut di hadapan Yesus. Oh, perempuan yang luar biasa! Peristiwa yang luar biasa! Dia berlutut di hadapan Yesus. Jika dia masih berdiri, mungkin belum merupakan hal yang luar biasa. Dia bisa saja berkata, “Baiklah, aku masih belum pergi. Aku masih berdiri di sini.” Tapi tidak, dia berlutut di hadapan Yesus, bukan untuk kepentingannya sendiri melainkan untuk anak perempuannya. Dia berlutut di hadapan Yesus, di dalam ayat 25, dan berkata, “Tuan, tolonglah aku.” Dia tidak berbicara panjang lebar. Saya rasa, pada titik itu tidak banyak hal yang bisa dia bicarakan. Jika Anda telah mendapat dua penolakan, sangatlah sulit untuk berpikir tentang apa yang mau dibicarakan. Pernahkah Anda mengalami hal itu? Ketika Allah tampaknya tidak menanggapi, malahan Dia tampaknya sedang menolak Anda, saat itu Anda akan benar-benar kehabisan ide. Tak ada lagi yang bisa Anda ucapkan. Segenap doanya berisi tiga kata di sini. Di dalam bahasa Yunaninya, itu hanya terdiri dari dua kata: “Tuan, tolonglah aku.” Ini benar-benar luar biasa.

Setelah penolakan yang ketiga – perhatikan struktur yang menarik ini: tiga kali dia memanggil Yesus, “Lord” dan tiga kali pula dia ditolak. Walaupun dia ditolak sampai tiga kali, dia masih memanggilnya “Lord.” Iman yang luar biasa! Perempuan ini sangat menyentuh hati saya. Dan penolakan yang ketiga tampaknya sudah benar-benar merupakan akhir dari segalanya, “Tidak baik mengambil roti dan memberikannya kepada anjing.”

Apakah dia tersinggung? Apakah dia berkata, “Engkau telah menghinaku. Orang Kristen seharusnya tidak berperilaku seperti ini.”? Jawabannya sederhana saja, “Benar Tuan. Benar, Engkau tidak mengambil roti dan memberikannya kepada anjing. Itu sangatlah benar.”

Penolakan yang ketiga, sanggupkah Anda menerimanya? Bukan begini caranya memperlakukan perempuan miskin yang sedang menderita. Saatnya rasa keadilan kita bangkit dan kita berkata, “Yesus seharusnya tidak berlaku seperti itu. Sungguh mustahil! Tidak selayaknya engkau memperlakukan perempuan yang sedang menderita dengan cara seperti ini!” Namun apa jawab perempuan ini? Dia berkata, “Ya Tuan, namun maukah engkau sisihkan beberapa remah-remah buatku? Lagi pula, anjing-anjing juga mendapatkan sedikit remah-remah. Harap berikan sedikit remah-remah kepadaku.” Perempuan yang hebat! Dan Yesus berkata, “Hai ibu, besar imanmu! Jadilah seperti yang kau kehendaki. Engkau telah mendapatkannya.”


Percayakah Anda bahwa Yesus bisa menyembuhkan?

Di mana letak kebesaran imannya? Apakah imannya besar karena dia percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan anak perempuannya? Banyak orang yang percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan penyakit ini dan itu, dan melakukan hal-hal lainnya. Apa besarnya iman yang semacam itu? Itu bukanlah puncak iman, bukan iman yang tertinggi jika dia hanya percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan anak perempuannya. Yesus tidak menggambarkan hal itu sebagai iman yang besar. Anda tahu bahwa orang banyak datang kepada Yesus untuk disembuhkan. Mereka semua percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan mereka. Anda percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan? Mungkin Anda percaya secara teori, tetapi dalam prakteknya tidak begitu percaya. Anda tahu, betapa menyedihkannya kekerdilan iman kita. Saya tidak tahu ada berapa banyak dari Anda yang percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan sekarang ini, menyembuhkan dalam arti bahwa dia bisa dan mau menyembuhkan. Apakah Anda percaya?

Di dalam teori, saya yakin bahwa Anda semua percaya. Di dalam teori, hanya sebatas itu saja. Saya tidak tahu jika masuk ke dalam praktek, jika anak perempuan atau anak laki-laki Anda yang terkena penyakit. Apakah Anda percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan? Saya tidak tahu jawaban Anda.

Saat saya masih di China, dan saya berkeliling bersama seorang hamba Allah yang besar, saya juga secara teori percaya bahwa Allah bisa menyembuhkan penyakit ini dan itu, seperti kanker atau radang usus dan sebagainya. Saya percaya di dalam teori, sama halnya dengan Anda, bahwa Yesus bisa melakukan semua itu. Namun di dalam prakteknya, jujur sajalah, apakah Anda percaya? Kepada siapa Anda berpaling jika Anda sakit? Kepada siapa? Kepada Yesus? Saya ragu. Yesus tidak menyembuhkan lagi di abad 20 ini, bukankah begitu? Dia memang menyembuhkan dulu di abad pertama itu. Namun sekarang ini adalah abad 20. Dalam segala hal, di abad ke-20 ini, Anda tidak memerlukan Yesus. Ilmu kedokteran sudah berkembang pesat, siapa yang memerlukan Yesus? Apakah Anda percaya bahwa Yesus menyembuhkan? Di dalam teori, mungkin saja, namun di dalam praktek, saya ragu. Jadi iman Anda hanya sampai di sana? Saya tidak tahu seberapa besar iman itu?

Hamba Allah yang sedang saya bicarakan ini adalah Yang Zhi Jie. Saya teringat rasa malu yang saya alami, rasa malu saya ketika saya menghadiri kebaktiannya, padahal dia bukanlah penyembuh iman (faith healer), dan ketika dia menumpangkan tangannya pada orang yang sakit dan berdoa buat mereka, keajaiban terjadi. Kanker disembuhkan, benar-benar sembuh, bukan sekadar berkurang. Radang usus, yang sudah berlangsung selama 24 tahun, lenyap dalam semalam – penyakit ini dan itu, terlalu banyak untuk disebutkan. Orang yang dirasuk setan disembuhkan. Sebelumnya saya hanya percaya di dalam teori saja, namun ketika saya melihat sendiri orang-orang disembuhkan di depan mata saya, harus saya katakan bahwa kesannya sangat berbeda. Mendadak saya merasa malu karena tiba-tiba saja saya menyadari bahwa sampai dengan saat itu, saya hanya percaya di dalam otak saya saja.

Namun kenyataan bahwa saya terkejut akan hal itu menunjukkan bahwa saya belum benar-benar percaya di dalam prakteknya. Saya belum benar-benar percaya karena jika saya sudah benar-benar percaya, tentunya saya tidak akan terkejut dan heran.


Kebesaran iman perempuan ini adalah: berpaut kepada Yesus

Namun apakah kebesaran iman perempuan ini adalah karena dia percaya di dalam praktek bahwa Yesus bisa menyembuhkan anak perempuannya? Dia tidak sekadar percaya di dalam praktek bahwa Yesus benar-benar bisa menyembuhkan. Lalu di mana letak kebesaran imannya? Menurut Anda, di mana letak kebesaran imannya? Kita berpikir bahwa kebesaran iman berarti percaya bahwa Allah bisa melakukan ini atau itu. Namun itu sama sekali bukanlah kebesaran iman. Apakah isi dari kebesaran iman itu? Saya rasa mungkin kita bisa menyatakannya dalam satu ungkapan di dalam Perjanjian Lama, “berpaut” – yaitu berpaut kepada Allah. Dan saya sudah mempelajari pemakaian kata ‘berpaut’ di dalam bahasa Ibraninya di dalam Perjanjian lama. Ini adalah kata yang sangat menonjol. Berpaut kepada Tuhan. Perempuan ini ternyata dalam praktek, sedang menggenapi ajaran dari Perjanjian Lama tentang hal bergantung kepada Tuhan.

Berpaut pada seseorang berarti Anda tidak melepaskan orang itu, tidak kira apapun yang terjadi. Dan memang itulah yang dilakukan oleh perempuan ini. Dia berpaut terus kepada Yesus, tak peduli apapun yang terjadi, dia tidak mau lepas. Itulah hal yang menonjol dari iman. Jika Anda memiliki iman yang bergantung seperti yang dimiliki oleh perempuan ini, maka iman Anda adalah iman yang besar. Saya telah melihat iman-iman yang sangat lemah. Anda tidak perlu lama bergelut di dalam pelayanan untuk melihat bahwa sebagian besar iman orang-orang itu sangatlah lemah. Menghadapi persoalan kecil saja mereka sudah berpaling dari Allah, cukup dengan persoalan kecil saja mereka sudah berpaling dari Tuhan. Begitu masuk ke dalam persoalan, mereka langsung lari dari Tuhan. Mereka tidak tahu apa artinya berpaut kepada Tuhan.


Hanya orang yang berpaut kepada Tuhan yang menjadi satu dengan Tuhan

Di dalam sisa waktu hari ini, saya akan membagikan kesaksian kepada Anda tentang hal berpaut kepada Tuhan ini. Kata ini banyak muncul di dalam Perjanjian Lama.Hal ini sungguh mengejutkan saya. Kata ini juga dipakai dalam hal perkawinan.

Kata ini juga digunakan di Kejadian 2:24.

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.

Keduanya menjadi satu. Bagaimana mereka menjadi satu? Karena sang suami meninggalkan ayah dan ibunya dan berpaut/bersatu dengan istrinya. Kata ‘berpaut’ pada dasarnya berarti melekat.

Kata ini juga dipakai dalam hubungan kita dengan Allah karena dengan berpaut pada Allah maka kita menjadi satu dengan Dia. Kata Yunani (yaitu terjemahan Yunani dari bahasa Ibrani) di Kejadian 2:24 ini dikutip sampai tiga kali di dalam Perjanjian Baru, dan ditambah dengan satu acuan pada ayat tersebut, jadi semuanya berjumlah empat di dalam Perjanjian baru. Kata Yunani ini berkenaan dengan hubungan kita dengan Allah. Barangsiapa mengikatkan dirinya kepada Tuhan menjadi satu dengan Dia. Barangsiapa berpaut kepada Tuhan menjadi satu dengan Dia. Saya mendapati bahwa ayat ini sangatlah berharga dan saya sering mengutipnya. Namun ada satu hal yang muncul ketika saya pelajari ayat ini. Siapakah yang menjadi satu dengan Tuhan? Tidak semua orang akan menjadi satu dengan Tuhan, tidak semua orang Kristen menjadi satu dengan Tuhan, melainkan mereka yang berpaut kepada Tuhan saja yang menjadi satu dengan Dia.

Sama seperti suami yang berpaut kepada istrinya, setelah meninggalkan ayah dan ibunya, melepaskan segalanya untuk istrinya, menyerahkan dirinya sepenuhnya, berkomitmen sepenuhnya kepada istrinya, menjadi satu dengan istrinya.

Inilah jenis hubungan yang ingin Allah bangun dengan umat-Nya. Inilah jenis hubungan yang Dia inginkan dengan Anda dan saya. Dia tidak ingin yang kurang dari itu. Allah menginginkan komitmen total. Ungkapan dari Perjanjian Lama yang sejajar dengan komitmen total adalah kata ‘berpaut.

Ulangan 10:20 berbicara kepada bangsa Israel,

“Engkau harus takut akan YAHWEH, Allahmu, kepada-Nya haruslah engkau beribadah dan berpaut.”

Itulah hal yang diminta oleh Allah dari orang Israel. Bukan sekadar percaya kepada-Nya, namun Anda harus berpaut kepada Tuhan, Allah Anda, dan melayani Dia. Berpaut kepada-Nya mencakup hal melayani Dia.

Ulangan 11:22. Kembali Allah berkata kepada bangsa Israel,

“Sungguh-sungguh berpegang pada perintah yang kusampaikan kepadamu untuk dilakukan, dengan mengasihi YAHWEH, Allahmu, dengan hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya dan dengan berpaut pada-Nya.”

Dan tahukah Anda apa yang akan terjadi jika Anda berpaut kepada Tuhan? Ulangan 11:23 melanjutkan dengan berkata,

“Maka YAHWEH akan menghalau segala bangsa ini dari hadapanmu, sehingga kamu menduduki daerah bangsa-bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari padamu.”

Dengan kata lain, kemenangan rohani datang lewat jalan berpaut kepada Tuhan. Ulangan 13:4.

“YAHWEH, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintah-Nya, suara-Nya harus kamu dengarkan, kepada-Nya harus kamu berbakti dan berpaut.”

Apa saja yang tercakup di dalam ungkapan berpaut ini? Maknanya mencakup: mengikuti dan berjalan bersama Allah, takut akan Dia – yaitu menyembah Dia, menghormati Dia, memelihara perintah-perintah-Nya, menaati firman-Nya, melayani Dia. Dengan melakukan semua itu, Anda telah berpaut kepada Tuhan, Allah Anda; melekat pada-Nya; dan tidak terpisahkan dari-Nya. Ulangan 30:20.

“Mengasihi YAHWEH, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu.”

Berpaut kepada Dia berarti hidupmu. Bagaimana cara agar Anda memiliki hidup? Bagaimana Anda bisa memiliki hidup yang kekal? Anda memperoleh hidup dengan melekat erat pada-Nya setiap hari di sepanjang hidup Anda, melangkah bersama Dia, melayani Dia, memelihara perintah-perintah-Nya. Tahukah Anda apa artinya itu? Apakah Anda berpaut kepada Allah? Jika Anda tidak berpaut kepada Allah, dan mengira Anda selamat, maka saya tidak tahu berdasarkan apa Anda berharap pada hidup yang kekal. Allah menuntut dari umat-Nya untuk berpaut padaNya. Hal ini dinyatakan di dalam kitab Ulangan.

Di Yosua 22:5, kita mendapatkan hal yang sama,

“Lakukanlah dengan sangat setia perintah dan hukum, yang diperintahkan kepadamu oleh Musa, hamba YAHWEH itu, yakni mengasihi YAHWEH, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, tetap mengikuti perintah-Nya, berpaut pada-Nya dan berbakti kepada-Nya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.”

Ajaran komitmen total di dalam Perjanjian Lama bisa ditemukan di ayat di atas. Berpautlah kepada-Nya. Layanilah Dia dengan segenap hati dan jiwa Anda. Tidak ada basa-basi pada ajaran tentang keselamatan di dalam Perjanjian Lama. Tak ada yang namanya separuh di sini, separuh di sana, orang-orang yang berkomitmen separuh hati tidak dikenal di dalam Alkitab, entah itu di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Alkitab hanya mengenal orang yang berkomitmen total dan pastikanlah bahwa jika Anda ingin berada di dalam jalan menuju hidup kekal, Anda harus berpaut kepada Tuhan dengan komitmen yang total ini. Yosua 23:8.

“Tetapi kamu harus berpaut pada YAHWEH, Allahmu, seperti yang kamu lakukan sampai sekarang… Satu orang saja dari pada kamu dapat mengejar seribu orang.”

Satu lawan seribu orang dan Anda menang. Itulah yang disebut berkemenangan, kehidupan Kristen yang berjaya. Itulah hal yang ingin saya lihat di dalam gereja sekarang ini.

Orang-orang Kristen yang kalah adalah orang yang paling memalukan. Bukankah kadang kala Anda merasakan hal itu? Orang Kristen yang kalah selalu mengalami masalah. Dan kami para pendeta, selalu dihantui oleh sekumpulan orang di tengah jemaat yang selalu dirundung masalah. Mereka akan menelepon Anda setiap hari, mereka sedang terkena masalah ini. Esoknya, mereka menelepon lagi, mereka sedang terkena masalah lain. Mereka berpindah dari satu masalah ke masalah yang lain. Dan mereka selalu dikalahkan oleh setiap masalah. Mereka tergelincir terus. Apa yang akan terjadi jika Anda harus mendaki gunung, saya tidak tahu. Namun jika Anda terus saja jatuh setiap kali menemukan masalah, jika Anda tergelincir dalam setiap persoalan kecil, bagaimana Anda nanti bisa bertahan?

Di Yosua 23:10, kita baca. “Satu orang saja dari pada kamu dapat mengejar seribu orang, sebab YAHWEH Allahmu, Dialah yang berperang bagi kamu, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu.” Satu orang melawan seribu dan Anda tidak akan sekadar menang, Anda akan mengusir mereka, Anda akan menaklukkan mereka. Ini mengingatkan kita pada kitab Wahyu yang banyak berbicara tentang kemenangan. Sudah cukup bagus kalau Anda bisa menang dalam pertandingan satu melawan satu. Jika ilmu bela diri Anda cukup bagus, Anda masih bisa menang melawan tiga orang. Saya punya rekan pelayan di Inggris yang menguasai kungfu, dia pernah diserang dan berkelahi melawan empat orang dan dia mengalahkan mereka semua. Wah! Itu sudah hebat. Bisakah Anda bayangkan satu orang melawan seribu dan masih bisa mengusir mereka? Itu baru kungfu namanya, satu melawan seribu. Maksud saya, Bruce Lee juga tidak ada artinya dibandingkan dengan ini.

Satu melawan seribu – bahkan pahlawan-pahlawan Daud yang perkasa itu juga tidak bisa mengaku sanggup sendirian mengalahkan seribu orang. Namun mereka yang berpaut kepada Tuhan, kuasa Allah akan bekerja di dalam diri orang itu. Dia merupakan jenis orang Kristen yang berkemenangan, yang berbaris maju dan musuhnya mundur. Kemanapun dia pergi, musuhnya mundur. Tidak ada pertarungan. Kuasa yang hadir tak terbendungkan. Bukankah mejadi orang Kristen semacam itu yang kita inginkan? Orang Kristen yang membangkitkan semangat!


Rut berpaut kepada Allah melalui Naomi

Orang Kristen macam apakah yang kita bentuk sekarang ini? Yang diinginkan oleh Alkitab dari bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, dan dari orang Kristen dari Perjanjian Baru, adalah orang-orang yang berpaut kepada Tuhan, Allah mereka. Sama seperti Rut, dia tidak mau berpisah. Rut adalah orang asing. Dan seperti yang Anda ketahui, dia menjadi masuk di dalam garis keturunan Mesias, sebagai nenek dari Daud dan terus berlanjut di jalur keturunan Mesias, karena dia berpaut kepada Allah dengan cara berpaut kepada Naomi, “Allahmu adalah Allahku.”


Hizkia berpaut kepada Allah

Di dalam Perjanjian Lama, ada satu raja yang menonjol, yang unik di antara raja-raja Israel lainnya, yaitu Raja Hizkia. Di 2 Raja-raja 18:5 disebutkan bahwa tidak ada raja di Yehuda seperti Hizkia. Tidak ada yang seperti dia, baik sebelumnya, dan tampaknya ini termasuk Daud, maupun sesudahnya. Mengapa tidak ada raja seperti Hizkia? 2 Raja-raja 18:6 menjelaskan: Ia berpaut kepada YAHWEH, tidak menyimpang dari pada mengikuti Dia dan ia berpegang pada perintah-perintah YAHWEH yang telah diperintahkan-Nya kepada Musa. Dia berpaut kepada Allah! Hizkia tidak begitu jauh berbeda dengan raja lainnya di luar ini. Dia dibedakan dari raja yang lain bukan karena kemampuannya. Menurut standar duniawi, Hizkia bukanlah raja yang terbesar. Namun secara rohani, Alkitab memberi dia tempat yang sangat tinggi, karena dia berpaut kepada Tuhan, Allahnya. Dan tidak ada raja di Yehuda yang sepertinya, baik sebelum dan sesudah dia.

Salah satu mukjizat terbesar dalam sejarah terjadi pada masa pemerintahan Hizkia (2 Raja-raja 19). Ketika bala tentara Asyur yang kuat itu datang menyerang dan mengepung Yerusalem, bangsa Israel berada dalam keadaan yang sangat gawat. Namun Hizkia berpaut kepada Tuhan, Allahnya. Dia melihat dari atas tembok Yerusalem dan dilihatnya pasukan Asyur yang kuat itu, tak ada negara yang sanggup bertahan melawan mereka. Pasukan yang sudah menyapu banyak penguasa dan kerajaan itu sedang berdiri di luar tembok Yerusalem, menuntut dia untuk menyerah. Tetapi Hizkia berpaut kepada Tuhan, Allahnya, “Tuhan, kami bukanlah tandingan bagi pasukan ini. Jumlah mereka seperti pasir di laut. Ketangkasan mereka tak tertandingi. Kemampuan perang mereka tak terkalahkan.” Pasukan Asyur adalah pasukan yang paling ditakuti saat itu.

Apa yang bisa dilakukan oleh Israel yang kecil ini dalam menghadapi Asyur yang perkasa? Apa yang bisa mereka lakukan? Namun Hizkia berpaut kepada Tuhan, Allahnya. Dan Allah mengerjakan hal yang tepat seperti yang dijanjikan-Nya. Tahukah Anda apa itu? Orang Israel tidak perlu mengangkat pedang maupun menarik busurnya melawan pasukan Asyur yang perkasa itu, Allah yang menyapu bersih pasukan Asyur. Penyakit sampar melanda perkemahan pasukan Asyur. Dan ingatkah Anda pada pagi yang ajaib itu, ketika Hizkia bangun dan melihat ke luar? Pasukan Asyur sudah pergi, pasukan yang masih tersisa sudah pergi! Sebagian besar pasukan Asyur tergeletak di sana, mati. Mereka sudah mati, dihantam bala penyakit yang ditimpakan oleh Allah! Yang tersisa sudah melarikan diri, meninggalkan segala sesuatunya – baik tenda maupun perlengkapan militer mereka. Mereka lari menyelamatkan diri. Mereka telah berhadapan langsung dengan Allah. Mengapa bisa terjadi? Karena adanya satu orang yang berpaut kepada Tuhan, Allahnya, yaitu Hizkia. Sungguh indah! Tahukah Anda apa artinya berpaut kepada Allah dalam menghadapi situasi yang tanpa harapan? Ini adalah hal yang sangat indah.


Elisa berpaut kepada Elia

Hal yang sama kita baca tentang nabi Elisa, yang berpaut kepada Elia sampai tiga kali. Dan saya juga telah mengungkapkan poin ini sebelumnya. Sebelum Elia diangkat oleh Allah, tiga kali dia berkata kepada Elisa, “Kamu boleh pergi sekarang. Kamu sudah tidak ada kewajiban apa-apa lagi terhadapku. Kamu adalah muridku, tetapi kamu tidak perlu lagi ikut denganku. Kamu bebas sekarang. Pergilah, karena kamu tahu, aku telah diutus oleh Allah untuk pergi ke Bethel. Kamu sudah bebas dari kewajibanmu sebagai murid; kamu tidak perlu melayaniku lagi.”

Seperti yang Anda ketahui, seorang murid akan ikut kemana pun gurunya pergi, melayani gurunya sebagai hamba. Dan sekarang Elia sudah memberinya kebebasan. “Pergilah, aku bebaskan kamu dari kewajibanmu.” Namun Elisa berkata, “Demi YAHWEH yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.” Dan dua kali lagi Elia mencoba untuk menyuruh pergi Elisa. Dua kali pula Elisa menolak untuk pergi. Dan dua kali lagi Elisa mengucapkan hal yang sama, “Demi YAHWEH yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.” Dia melekat erat seperti lem, dan Elia tidak bisa mengusirnya. Tak ada jalan bagi Elia untuk mengusirnya pergi.

Dan apakah hasilnya? Elisa menjadi manusia Allah yang rohani dan besar, menjadi nabi besar Allah menggantikan Elia. Jika Elisa tidak berpaut kepada Elia, maka dia tidak akan menjadi nabi besar. Elisa, seperti Rut, telah belajar rahasia berpaut, berkomitmen total, kepada Allah. Ini adalah hal yang sungguh-sungguh indah.


Menjadi umat Allah dengan cara menjadi ikat pinggang-Nya, berpaut pada-Nya

Ada satu ayat di dalam kitab Yeremia yang sangat menyentuh hati saya. Dan ayat itu ada di Yeremia 13. Yeremia disuruh oleh Tuhan untuk membuat suatu perumpamaan bersifat nubuatan. Anda boleh sebut kejadian ini sebagai perumpamaan tentang ikat pinggang lenan, di mana Allah menyuruh Yeremia untuk membeli ikat pinggang lenan. Dan saya rasa Anda tahu apa itu ikat pinggang lenan. Ikat pinggang lenan itu seperti kilt (pakaian tradisional orang Skotlandia). Ikat pinggang ini terlihat seperti rok yang Anda lilitkan di pinggang dan dikencangkan dengan sabuk. Orang-orang pada zaman itu mengenakan pakaian semacam ini yang disebut dengan ikat pinggang lenan, pakaian semacam rok yang dikencangkan dengan sabuk dan bisa juga disebut ikat pinggang saja. Kata ini, di dalam bahasa Ibraninya, bisa mengacu pada sabuk yang terbuat dari kain dan juga bisa mengacu pada pakaian yang seperti rok itu. Allah berkata kepada Yeremia, bahwa sama seperti ikat pinggang itu yang telah lapuk saat disimpan di tepi sungai Efrata, maka Israel juga akan hancur.

Namun apakah tujuan dari perumpamaan ini? Tujuan dari perumpamaan ini dinyatakan di dalam ayat 11. Saya akan bacakan ayat 11 buat Anda,

“Sebab seperti ikat pinggang melekat pada pinggang seseorang, demikianlah tadinya segenap kaum Israel dan segenap kaum Yehuda Kulekatkan kepada-Ku, demikianlah firman YAHWEH, supaya mereka itu menjadi umat, menjadi ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku.”

Sungguh indah! Allah ingin agar Israel menjadi seperti ikat pinggang-Nya, melekat pada-Nya seperti sabuk, melekat pada-Nya, berpaut kepada-Nya. Kata “Kulekatkan” memakai kata yang sama dengan kata yang berarti Kupautkan di dalam bahasa Ibraninya. “Supaya mereka menjadi umat-Ku,” demikian firman Tuhan. Bagaimana cara untuk menjadi umat Allah? Dengan menjadi ikat pinggang-Nya. Dengan berpaut kepada-Nya. “Supaya mereka bukan saja menjadi umat-Ku, tetapi juga menjadi ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku.” Bagaimana caranya agar Anda menjadi terpuji, terhormat dan ternama bagi Allah? Dengan menjadi ikat pinggang yang berpaut kepada-Nya.

Namun sayang sekali, kalimat yang terakhir tentang Israel itu menghancurkan hati kita. “Tetapi mereka itu tidak mau mendengar.” Mereka tidak mau mendengar. Mereka tidak mau menjadi ikat pinggang. Mereka tidak mau berpaut kepada Allah. Orang Yahudi mau percaya kepada Allah. Mereka masih percaya kepada-Nya akan tetapi mereka tidak mau berpaut kepada-Nya. Bisa saja Anda percaya kepada Allah. saya tidak meragukan kepercayaan Anda kepada Allah. Jika Anda tidak percaya kepada Allah, jika Anda tidak percaya kepada Yesus, maka Anda tidak akan datang mendengar firman.

Namun saya tidak mengurusi soal apakah Anda percaya atau tidak kepada Allah, entah Anda ini orang Kristen atau bukan. Yang saya perhatikan adalah, apakah Anda berpaut kepada Allah, atau Anda juga tidak mau mendengarkan Allah? Karena jika Anda tidak berpaut kepada Allah, maka Anda tidak akan menjadi umat-Nya. Itulah hal yang disampaikan oleh Alkitab, bukan oleh saya. Karena orang Yahudi adalah umat pilihan. Mereka masih belum menjadi umat-Nya. “Supaya mereka itu menjadi umat.” Mereka diharapkan untuk menjadi umat-Nya. Mereka tidak menjadi umat-Nya karena mereka tidak melekat pada-Nya. “Supaya mereka menjadi ternama,” yaitu, setiap kali orang lain berbicara tentang Allah, mereka akan memikirkan tentang Anda karena Anda membawa nama-Nya. Supaya mereka menjadi terpuji dan terhormat bagi Allah. Apakah Anda berpaut kepada Allah?

Inilah hal yang telah dipahami oleh perempuan Sirofenisia itu. Dia telah belajar untuk berpaut kepada Allah. Dan karena dia telah belajar untuk berpaut kepada Allah, dia menjadi terpuji, terhormat, dan terlebih lagi, dia telah menjadi umat-Nya.


Kata “perempuan (ibu)” di dalam Alkitab adalah sebutan yang membawa rasa hormat

Perhatikan cara Yesus menyebut perempuan Sirofenisia ini. “Hai ibu.” Tahukah Anda bahwa ungkapan, “Hai ibu” adalah ungkapan yang menunjukkan rasa hormat dan penghargaan? Banyak orang yang tampaknya tidak tahu akan hal itu. Kata “Hai ibu” adalah ungkapan yang dilandasi penghormatan yang sangat tinggi. Yesus menyebut orang biasa-biasa ini, orang Kanaan ini, dengan panggilan, “Hai ibu.”

Jika Anda mempelajari Perjanjian Baru, Anda akan menyadari satu hal. Ini adalah sebutan yang Yesus pakai untuk memanggil ibu-nya sendiri. Dua kali di dalam Perjanjian Baru, dia memanggil ibu-nya dengan sebutan “ibu/woman”. Dua kali Yesus menyebut ibunya sebagai “woman.” Di Yohanes 2:4, Yesus memakai istilah ini saat menyebut ibunya. Dan di Yohanes 19:26, saat di kayu salib, kembali Yesus menyebut ibunya dengan sebutan penuh hormat, “Hai ibu (woman).” Kata “ibu (woman)” di dalam Alkitab, saat diucapkan dengan cara seperti itu (“hai ibu”) adalah sebutan yang menunjukkan rasa hormat.

Perempuan ini bahkan mendapat penghormatan dan penghargaan dari Yesus. “Barangsiapa menghormati Aku, akan kuhormati.” Yesus menghormati dia dengan penghormatan yang sama seperti yang diberikan terhadap ibunya sendiri. “Siapakah ibuku, saudaraku laki-laki dan saudaraku perempuan selain dia yang melakukan kehendak Allah?” Perempuan ini telah melakukan kehendak Allah dan Yesus bersedia memanggilnya dengan sebutan yang sama seperti yang dia tujukan kepada ibunya sendiri. “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu,” kata-kata yang terakhir sangatlah penting, yaitu, “seperti yang kau kehendaki.”


Berpaut kepada Tuhan, Allahmu, dan Anda akan mengalami keajaiban dan mujizat

Saat Anda berdoa, adakah hal yang Anda kehendaki? Adakah hal yang Anda rindukan?  Barangsiapa berpaut kepada Tuhan, Allahnya, maka ia bukan sekadar berkemenangan dan berjaya di dalam kehidupan Kristennya, bukan sekadar menjadi umat Allah, terpuji dan terhormat di dunia ini, tetapi dia juga akan mendapatkan apapun yang dia kehendaki. Apapun! Bukan saya yang berkata ‘apapun’, yang mengatakan hal itu adalah Yesus. “Apa juga yang kamu minta.”

Saya mendapati bahwa hal ini berlaku di dalam pengalaman saya, sekalipun saya tidak sempurna dalam berpaut pada Allah. Saya dapati bahwa Firman Tuhan benar. Di dalam pengalaman saya, saya melihat bahwa orang yang berpaut kepada Tuhan tak akan pernah dipermalukan, tak akan pernah kecewa. Saya begitu diliputi oleh kasih kebaikan Tuhan.

Pernahkah Anda mengalami kasih kebaikan Allah? Pernahkah Anda mengalami kesetiaan-Nya? Bahkan di saat sepertinya Dia berkata tidak, tapi Anda tetap berpaut, lalu Dia terus berkata tidak, dan Anda terus teguh berpaut pada-Nya. Dan yang ketiga kalinya, Dia berkata tidak lagi, namun Anda tetap saja berpaut pada-Nya. Kemudian Dia berkata ya. Dia datang menghampiri. Sungguh ajaib. Dia menganugerahkan apa yang Anda inginkan jika Anda berpaut kepada Allah Anda. Saya tidak tahu, apa gunanya menjadi orang Kristen jika Anda tidak siap untuk berpaut kepada Allah. Karena jika Anda tidak berpaut kepada Allah, maka Anda tidak akan mengalami seperti apa itu berjalan bersama Allah yang hidup. Anda tidak akan tahu maknanya. Dan jika Anda tidak tahu apa artinya mengalami kasih kebaikan Allah di saat berjalan bersama Dia, apa gunanya menjadi orang Kristen?

Sering saya menyampaikan dengan terus terang, jika Anda tidak mau berpaut kepada Tuhan, lupakan saja. Tidak usah menjadi orang Kristen. Berkemas-kemaslah. Tidak usah datang ke gereja lagi. Tidak perlu lagi percaya kepada Tuhan. Bersikap tegaslah. Jangan berputar-putar. Percayakan diri Anda kepada-Nya, percayalah kepada-Nya atau lupakan saja semua ini! Saya tidak tahu apa gunanya berputar-putar tanpa ketegasan. Namun jika Anda berpaut kepada Tuhan, Allah Anda, melekat pada-Nya, maka Anda akan mengalami keajaiban dan mukjizat berkelanjutan.

Saat saya memberi kesaksian tentang mukjizat-mukjizat yang saya alami, beberapa orang bertanya kepada saya, “Apa rahasia Anda?” Agak memalukan jika saya sampai harus memberitahu Anda apa rahasianya, karena yang disebut rahasia ini sebenarnya sederhana saja: Berpautlah kepada Tuhan, Allah Anda, maka Anda akan mengalami mukjizat demi mukjizat. Lalu orang-orang bertanya, “Bagaimana dengan Anda? Mengapa Anda mengalami semua mukjizat ini sementara saya tidak ?” Dan jawaban saya sederhana saja. Satu-satunya hal yang telah saya lakukan adalah, dengan kasih karunia Allah, berpaut kepada Allah, dan menjadi satu dengan Dia. Saya mengalami kasih kebaikan Allah sampai dengan hal yang sekecil-kecilnya sehingga hati saya meluap oleh rasa syukur.

Saya akan tutup dengan satu contoh yang baru-baru ini terjadi. Terjadinya sekitar dua hari yang lalu. Dan kadang kala contoh yang terjadi terkesan sangat remeh sehingga bahkan contoh itu malah membuat malu. Jam tangan saya. Anda mungkin bertanya, “Ada apa dengan jam tangan Anda?” Saya membeli jam tangan saya di Hong Kong pada tahun 1973. Sebuah jam tangan yang sangat murah. Dan belakangan ini, jam tangan itu berjalan semakin cepat sehingga saya tidak tahu persis waktu yang tepat, karena tampaknya jam tangan tersebut selalu berputar semakin cepat. Akibatnya saya menjadi tidak tahu pasti ketepatan waktu pada jam tangan saya.

Jadi, belakangan saya berpikir untuk mengganti jam tangan ini. Lalu saya mulai mencari di toko-toko. Dan Helen bersabar untuk menunggui saya berbelanja karena dia tahu persis siapa saya. Jika sampai pada urusan membeli sesuatu, saya adalah orang yang paling lambat dalam berbelanja. Saya memeriksa barang yang saya minati, dan memutuskan, “Oh, terlalu mahal.” Demikianlah, minggu demi minggu berlalu, namun saya masih belum membeli apapun. Saya terus saja mencari tetapi tidak ada yang cocok. Mungkin saya ini termasuk pembeli yang paling buruk, karena orang yang ingin menjual sesuatu pada saya akan merasa bosan. Mungkin mereka akan berkata, “Orang ini sudah sekitar dua puluh menit di sini, tetapi tidak ada satupun yang dia beli.” Jadi, saya amati jam tangan saya dan berpikir, “Mengapa tidak ditunggu sampai putus saja?” Yah, sambungan ke tali jam tangan itu memang sudah mulai lapuk. Sudah mulai ada retakan di sisi dalamnya sehingga tidak lama lagi mungkin benar-benar putus dan saya terpaksa harus mencari jam tangan yang baru. Nah, yang lucu dari sambungan ke tali jam tangan ini adalah bahwa Anda tidak bisa mencari yang sama dengannya di sini. Sambungan tali jam ini dibuat secara aneh sehingga Anda harus mencari tali jam tangan yang khusus supaya cocok.

Lalu saya berpikir, “Yah, mungkin saya perlu membeli model yang lain. Model yang memiliki kalkulator, dan yang memberi petunjuk waktu juga. Jadi saya akan memiliki kalkulator dan jam tangan. Dan di tengah cuaca yang panas, saya tidak suka pergelangan tangan saya terlilit oleh sesuatu benda, saya hanya perlu menyimpannya di dalam saku. Terlebih lagi, model yang ini juga punya alarm, jadi saya bisa mendapatkan alarm, jam tangan dan kalkulator, dengan begitu saya bisa mendapatkan hampir semuanya dengan harga sekitar $60 atau $70. Tentunya ini sangat ideal.” Saya terus saja mencari dan memikirkannya. Saya rasa mungkin sudah dua atau tiga bulan berlalu sejak saya mulai mencari jam tangan baru. Dan Helen sudah tidak lagi memikirkan kapan saya akan membeli barang ini. Nah, saya memang masih belum membeli apa-apa, bahkan sampai dengan hari ini.

Lalu datanglah saudara John Hyron, dan kemarin dia berkata, “Kau tahu, Margaret ingin agar saya memberimu sesuatu. Dan saya telah membawanya.” Apakah itu? Yah, itulah kalkulator dan jam tangan dan alarm dalam satu benda. Bukankah ini sulit dipercaya? Sukar dipercaya! Karena, tentu saja, saya yakin bahwa tak seorang pun dari Anda yang tahu bahwa saya sedang mencari benda yang satu ini, apa lagi Margaret yang tinggal di Macao. Akan tetapi, apa yang saya dapatkan? Saya mendapatkan barang yang persis seperti yang sedang saya pikirkan. Dan saya yakin bahwa John juga tidak tahu apa-apa tentang itu. Bukankah ini luar biasa?

Itulah yang saya maksudkan dengan kasih kebaikan Tuhan. Kalau saja saya telah membeli barang tersebut, tentunya saya akan berada dalam keadaan yang aneh karena memiliki dua barang yang sama dan saya tidak tahu harus berbuat apa dengan salah satunya. Yang lebih buruk lagi, saya akan memboroskan uang dari Tuhan. Namun karena saya menunggu sampai berbulan-bulan dan masih belum membelinya, padahal ada beberapa obral yang sangat menggoda dan saya memang benar-benar tergoda. Saya tidak tunduk pada obralan tersebut. Kemudian, lihatlah! Saudara kita, John, datang dan memberi saya titipan dari Margaret, barang yang persis sama dengan yang sedang saya pikirkan. Saya hanya bisa berkata, “Tuhan, kasih kebaikan-Mu sungguh luar biasa!” Pertama-tama, saya tidak pernah menduga bahwa Margaret akan meminta John membawakan oleh-oleh semacam itu. Saya tidak pernah menduganya. Namun dari 1001 macam barang yang mungkin diberikannya, dia memberi saya satu macam, dan yang satu macam itu tepat sama dengan yang sedang saya pikirkan, dengan yang saya inginkan, karena saya memang membutuhkannya. “Jadilah seperti yang kau kehendaki.”

Selama bertahun-tahun saat berjalan bersama Allah, saya mengalami pertolongan-Nya. Dia melihat ke dalam hati Anda, Dia tahu apa yang Anda butuhkan, dan dari semua hal itu, Dia memberi Anda apa yang Anda inginkan. Seorang saudari menyampaikan kesaksian tadi dan dia mengutipkan satu ayat dari Perjanjian Lama, “Dan bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu.” Dan ayat itu sangatlah benar. Allah adalah Allah yang hidup dan saya tersentak akan hal ini karena saya mendadak menyadari bahwa Dia melihat ke dalam hati saya dan melihat keinginan saya, dan Dia juga telah melihat kebutuhan saya dan memandang bahwa kebutuhan ini memang layak, dan Dia memenuhinya. Sungguh sulit dipercaya! Berjalan bersama dengan Allah sungguh ajaib! Saya telah mengalami hal semacam ini, seperti yang telah saya katakan, selama puluhan tahun. Tak ada satupun janji-Nya yang gagal.

Saya mengikut Allah bukan karena Dia telah menganugerahkan saya jam tangan yang dilengkapi dengan kalkulator. Jangan salah sangka terhadap saya. Bukan karena itu! Saya mengikut Allah bukan karena itu. Itu semua adalah sebagian dari berbagai kemurahan-Nya di sepanjang waktu. Saya telah mengalami banyak masa sukar. Dan oleh kasih karunia Allah, saya semakin menyerupai perempuan Sirofenisia ini di dalam hal berpaut kepada Tuhan (walau masih jauh di bawahnya, karena saya tidak berani membandingkan diri dengan orang yang luar biasa ini). Saya berpaut kepada-Nya. Seringkali ketika saya sedang tidak punya uang, seringkali di saat semua orang tampaknya menentang saya dan saya merasa seperti sedang berdiri sendirian, seringkali ketika dunia serasa runtuh di kepala saya, seringkali pada saat jawabannya seperti suatu penolakan, saya tetap berpaut kepada Tuhan, Allah saya, dan hasilnya sungguh indah.

Jadi, saya mohon Anda memahami rahasia iman ini. Apakah rahasia iman yang besar? Bukan sekadar percaya bahwa Allah bisa membuat mukjizat, bahwa Allah bisa menyembuhkan, bahwa Allah sanggup memenuhi kebutuhan. Kita semua bisa saja percaya akan hal itu, tetapi rahasianya adalah berpaut kepada Tuhan, Allah Anda.

Sekalipun jawaban yang muncul seolah merupakan penolakan, dan penolakan lagi, dan penolakan juga, namun Anda terus berpaut kepada-Nya. Sama seperti Elisa, tiga kali dia disuruh pergi, tiga kali pula dia menolak untuk pergi. “Demi YAHWEH yang hidup dan demi hidupmu sendiri, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan engkau.” Jika Anda memiliki iman yang semacam itu, Anda akan tahu apa arti kemenangan rohani. Anda akan tahu apa artinya menjadi umat Allah. Anda akan tahu apa artinya melangkah bersama Allah. Anda akan tahu apa itu sukacita dalam hadirat-Nya.

 

Berikan Komentar Anda: