Ev. Xin Lan | Ishak |

Tokoh Alkitab yang akan kita pelajari hari ini adalah Ishak. Saya percaya jika anda seorang Kristen atau anda sudah datang ke gereja untuk sekian waktu lamanya, nama ini tidaklah asing bagi anda karena dia merupakan anak tunggal Abraham, bapa orang beriman. Di dalam Alkitab, peristiwa Abraham mempersembahkan Ishak terkenal sebagai tindakan iman yang unggul. Jadi, kita sangat akrab dengan nama Ishak.


Siapakah Ishak?

Ayahnya Ishak, Abraham, merupakan seorang yang takut akan Allah dan yang mencari Allah. Allah memanggil dia untuk meninggalkan kampung halamannya yang makmur di Ur, menuju tempat yang baru untuk mendapat tanah yang ingin Allah berikan kepadanya. Abraham meninggalkan kampung halaman dan menjalani hidupnya sebagai pengembara. Dia hidup dengan berpindah-pindah tempat. Namun, Abraham tidak memiliki anak karena istrinya mandul. Kemudian Allah menjanjikan seorang anak bagi mereka. Ketika Ishak lahir, Abraham berumur 100 tahun dan Sara berumur 90 tahun. Suatu keajaiban mereka dapat mempunyai anak pada usia ini.

Kemunculan pertama nama Ishak ada di Kejadian pasal 17. Sebelum dia lahir, Allah telah memberitahu Abraham,

“Isterimu Sara akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak; dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.”

Allah sudah mengenal Ishak bahkan sebelum Ishak dikandung. Allah menyediakan sebuah nama baginya sebelum dia lahir. Arti dari nama Ishak adalah “tawa”, seorang yang tertawa.

Semasa kecil, Ishak dirawat dengan baik. Seperti halnya sekarang ini, banyak yang hanya mempunyai satu anak dalam keluarga. Namun, sangat jelas sekali Abraham tidak memanjakan anak tunggalnya. Ketika Allah menguji Abraham untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban bakaran kepada Allah, Abraham sedikit pun tidak ragu. Dia membawa Ishak bersamanya dan berjalan selama tiga hari ke tempat yang Allah perintahkan kepadanya. Dia membangun sebuah altar, mengikat Ishak dan meletakkannya di atas altar. Pada saat Abraham mengambil pisau dan siap untuk membunuh Ishak, malaikat Allah berseru kepada Abraham dan berkata, “Jangan bunuh anak itu dan jangan kau apa-apakan dia, sebab telah Ku-ketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Iman Abraham sungguh menyentuh surga dan bumi, pantaslah Alkitab menyebut dia, “Bapa orang beriman”.

Ishak dibesarkan di bawah didikan seorang ayah yang takut akan Allah. Ketika Abraham semakin tua, dia mengutus satu orang hambanya yang tua yang bertanggung jawab atas semua harta miliknya untuk pergi ke kampung halamannya untuk mendapatkan seorang istri bagi Ishak. Ini merupakan cara pernikahan yang sangat khusus. Abraham dan hambanya yang tua itu dengan iman membawa Ribka, cucu perempuan Nahor, saudara Abraham, kepada Ishak. Ishak menikahi Ribka dan mencintainya.

Namun, Ribka pun mandul seperti Sara. Ishak berdoa untuknya kepada Yahweh. Allah menjawab doanya dan Ribka hamil. Rahal melahirkan dua saudara kembar, yaitu Esau dan Yakub.


Ishak Meneladani Kehidupan Ayahnya

Abraham meninggal pada usia tua. Dia menyerahkan seluruh miliknya kepada Ishak, termasuk janji Allah. Sama seperti ayahnya, Ishak terus mengembara dan hidup berpindah-pindah dalam tujuan memperoleh janji itu. Allah menyertai dia dan memberkatinya dengan limpah. Sekalipun di Alkitab catatan tentang Ishak tidak banyak, tetapi Allah dua kali memanifestasikan diri kepada Ishak hanya dalam satu pasal dan tiga kali disebutkan bahwa Ishak diberkati.

Pada saat Ishak menjadi tua, dia mewariskan berkat dari ayahnya, Abraham, kepada Yakub anaknya lewat doa berkat. Ishak hidup selama 180 tahun. Alkitab menyatakan Ishak menghembuskan nafas terakhir dan mati, dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya pada usia yang lanjut dan mempunyai hidup yang memuaskan.

Di dalam Alkitab, hanya beberapa orang yang lahir dengan janji Allah yang juga dinamai Allah secara pribadi. Ishak mendapatkan berkat itu. Namun, melihat seluruh kehidupan Ishak, kita tidak mendapati adanya perbuatan besar yang mengguncangkan bumi yang dilakukan oleh Ishak. Ishak lebih seperti suatu aliran arus kecil yang dengan tenang menjalani kehidupan yang takut akan Allah. Ishak dengan setia menaati ayahnya dan mengikuti jejaknya. Lalu, Ishak menyalurkan berkat dari ayahnya kepada keturunannya. Dari kehidupan Ishak kita melihat jalur hidup yang sama dari kehidupan Abraham. Misalnya, mereka semua menghadapi kelaparan di dalam pengembaraan mereka; mereka hampir mati akibat kecantikan istri-istri mereka, tetapi Allah secara pribadi bekerja dan menunjukkan kepada raja-raja di situ, tidak mengizinkan mereka mengambil istri Abraham atau pun Ishak. Mereka pun mendirikan perjanjian dengan Abimelekh, raja orang Filistin, karena Abimelekh mendapati bahwa Allah memberkati dan menyertai mereka.

Jadi, meskipun Alkitab tidak terlalu banyak menyebut tentang Ishak, tetapi dari apa yang dialami Ishak kita dapat melihat bahwa Ishak menapaki jejak yang sama seperti Abraham. Dengan erat dia mengikuti jejak langkah dan pilihan ayahnya. Dari Ishak, kita dapat melihat lambang dari hidup dan kualitas hidup Abraham.


Ishak, sebagai Korban Persembahan

Kita semua sangat akrab dengan kisah Abraham yang mempersembahkan Ishak kepada Allah. Ini menunjukkan iman Abraham. Namun, kita tidak boleh mengabaikan satu tokoh lain dalam peristiwa itu, yaitu putranya, Ishak. Sekalipun pada waktu itu Ishak masih anak-anak, tetapi dia bukan lagi seorang anak kecil. Dia bahkan mampu mengangkat kayu untuk korban persembahan di atas bahunya. Alkitab berkata,

“Abraham mengambil kayu untuk korban bakaran itu dan memikulkannya ke atas bahu Ishak, anaknya.”

Ia sudah tahu apa yang sedang dilakukan ayahnya. Itu sebabnya saat dalam perjalanan dia dapat berkata kepada ayahnya,

“Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?”

Jadi, kita dapat melihat bahwa Ishak bukan lagi anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Pada waktu dia diikat lalu diletakkan di atas altar, dia pasti tahu bahwa ayahnya ingin membunuh dia dan mempersembahkannya sebagai korban bakaran. Sekalipun semua ini tidak jelas pada saat itu, tetapi dia pasti mengetahui peristiwa ini dari ayahnya ketika dia beranjak dewasa. Peristiwa ini bukanlah peristiwa yang bersifat rahasia.

Menjadi anak-anak lelaki maupun anak-anak perempuan, apalagi menjadi anak tunggal dalam sebuah keluarga, biasanya kita akan menguasai kasih orang tua kita. Jika orang tua lebih mengasihi yang lain, kita akan menjadi marah. Saya mendengar banyak kejadian semacam ini. Beberapa orang tua Kristen, memberikan banyak waktu dan tenaga di gereja maupun perhatian pada jemaat di gereja. Akibatnya anak-anak mulai tidak senang, mereka mulai antipati pada saudara-saudari di jemaat. Mereka berpikir para jemaat telah menyita banyak waktu orang tua mereka. Gara-gara jemaat, orang tua tidak ada waktu untuk menemani mereka, jadi anak-anak tidak suka dengan saudara-saudari yang ada di gereja.

Kita ingin orang tua kita berada di sekitar kita. Ini adalah hal yang lazim karena kita semua masih memiliki daging. Anak-anak tidak puas dengan sedikit waktu yang diberikan oleh orang tua. Hanya masalah waktu saja, mereka tidak puas apalagi kalau soal mau dibunuh dan dipersembahkan sebagai korban bakaran! Mungkin kita akan berkata “Oh! Allah, apakah Engkau Allah yang semacam ini? Engkau membiarkan ayahku membunuhku! Aku tidak percaya lagi pada-Mu.”

Sangat jelas, peristiwa ini tidak memberikan dampak yang negatif ke atas dirinya, Ishak tidak merasa pahit dan berpikir bahwa ayahnya tidak baik kepadanya. Ishak juga tidak mulai mengeluh tentang Allah.


Ishak, Tunduk pada Pengaturan tentang Pernikahannya

Dalam peristiwa pernikahannya, Ishak juga sangat taat pada pengaturan ayahnya. Abraham mengirim seorang hambanya yang tua untuk kembali ke kampung halamannya, membawa kembali Ribka yang merupakan cucu dari saudara Abraham untuk dijadikan istri Ishak. Ishak dan Ribka belum pernah bertemu, mereka belum mengenal satu sama lain. Ribka dibawa pulang untuk dijadikan istri Ishak oleh ayahnya di bawah pimpinan Allah. Ishak sangat senang hati menerima Ribka, menikahi dan mencintainya.

Kita, orang dari generasi sekarang menyukai kebebasan, khususnya kebebasan memilih pasangan untuk menikah. Kita ingin bebas mencintai dan bebas memilih orang yang kita cintai. Kita pikir pimpinan orang tua dan jasa pencomblangan orang tua adalah hal yang kuno, kita tidak menyukainya. Saya ingin menikahi orang yang saya cintai. Saya tidak ingin Allah mengatur pernikahan saya. Tak terbayangkan oleh kita bahwa sebagai orang Kristen, kita harus menempatkan pernikahan ke dalam tangan Allah.

Saya pernah mendengarkan hal semacam ini. Ada seseorang yang memutuskan untuk menyerahkan diri untuk melayani Tuhan, tetapi salah satu halangan terbesarnya adalah hal pernikahan. Dia berkata jika Allah mengingini saya untuk menikahi seseorang yang tidak cantik atau tidak saya sukai, apa yang harus saya lakukan? Dia tidak dapat menerima hal ini dan mereka mengundurkan diri dari melangkah untuk melayani Tuhan.

Kita lebih mempercayai apa yang dapat kita lihat dengan mata dan tidak mau mempercayai Allah. Lihatlah sekarang ini, kebebasan untuk memilih pasangan bukannya memperkuat pernikahan, malah sebaliknya angka perceraian menjadi yang tertinggi di sepanjang sejarah. Apa yang dapat dilihat mata jasmani kita sangat terbatas serta menyesatkan. Ketika dua orang jatuh cinta, keduanya tidak akan menunjukkan kelemahan masing-masing. Mereka begitu berusaha menutupi kelemahan dan kekurangan dan memperlihatkan satu citra yang sempurna kepada pasangan. Ketika seseorang jatuh cinta, mata mereka dibutakan dan tidak dapat melihat kelemahan dari pihak lain. Jika kita percaya Allah itu Mahatahu, mengapa kita tidak percaya bahwa Allah mengenal siapa saya dan siapa pasangan kita sebenarnya? Dan mengapa kita tidak mempercayai bahwa Allah tahu siapa yang paling cocok untuk kita?

Ishak menyerahkan sepenuh pernikahannya ke dalam tangan Allah. Dia menyerahkan pernikahannya ke tangan ayahnya, seorang yang takut akan Allah. Dia taat sepenuhnya. Umurnya tepat 40 tahun ketika dia menikahi Ribka. Sebelum itu, saya yakin Ishak punya banyak kesempatan untuk menjalin hubungan dengan gadis-gadis lokal. Namun, dia tidak sampai jatuh cinta dan mau menikahi mereka. Sangat jelas dia mendengarkan ajaran ayahnya untuk tidak memilih perempuan setempat untuk dijadikan istri.

Kadang kita tahu prinsip pernikahan dalam Alkitab. Kita tahu kita tidak boleh menikahi orang tidak percaya, tetapi di sekolah, di tempat kerja, di antara teman sekelas dan rekan sejawat, selalu ada orang yang menimbulkan kesan yang baik dan kita menyukai mereka. Pada saat itu, dapatkah kita memutuskan untuk menghindar? Saya mendengar hal-hal seperti itu, tentang saudara-saudari yang tahu mereka tidak boleh menikahi orang tidak percaya dan bahkan mereka tidak ingin menikahi orang non-percaya, tetapi ketika orang di sekitar mereka mulai menyukai mereka, mereka tidak memutuskan untuk menghindar. Sebaliknya hatinya mereka mulai goyah dan akhirnya jatuh cinta dan tidak mampu melepaskan diri. Akhirnya, mereka menikahi orang tidak percaya.


Ishak, Taat dan Beriman kepada Allah

Sekiranya kita tidak mempunyai tekad hati seperti Ishak, kita tidak akan dapat menjaga diri dan akan mengagumi gadis-gadis atau pria-pira yang bukan Kristen. Jadi ketika kita melihat Ishak, dia bukan orang biasa, dia memiliki kualitas yang menonjol. Kita masih dapat melihat iman Abraham pada diri Ishak. Mari kita membuka Kejadian 26:1-2 :

Maka timbullah kelaparan di negeri itu. Ini bukan kelaparan yang pertama, yang telah terjadi dalam zaman Abraham. Sebab itu Ishak pergi ke Gerar, kepada Abimelekh, raja orang Filistin. Lalu YAHWEH menampakkan diri kepadanya serta berfirman: “Janganlah pergi ke Mesir, diamlah di negeri yang akan Kukatakan kepadamu.” 

Tempat perantauan Ishak sedang dilanda kelaparan. Mesir merupakan negeri terkaya dan terkuat pada saat itu. Perhatikan juga, saat Abraham berhadapan dengan kelaparan, dia juga pergi ke Mesir. Namun, di sini Allah memberitahu Ishak, “Jangan pergi ke Mesir, Aku akan memberkatimu.” Ishak pun tidak pergi ke Mesir dan tetap di tempat di mana ia tinggal saat itu. Jadi, di sini kita dapat melihat iman Ishak. Sekalipun dia melihat kelaparan terjadi dengan matanya sendiri, dia mempercayai perkataan Allah. Dia percaya Allah memelihara dia, dan melakukan sesuai perintah Allah.


Ishak, Tidak Memperjuangkan Haknya

Pada ayat-ayat berikutnya di 17-22, mencatat kejadian lainnya: Ishak berkemah di lembah Gerar, dan menetap di sana. Pada saat itu Ishak sangat kaya karena Yahweh memberkatinya menjadikannya orang yang kaya. Dia mempunyai kumpulan dan kawanan ternak serta banyak hamba. Pelayannya menggali sebuah sumur di Gerar, tetapi para gembala Gerar bertengkar dengan gembala Ishak dan berkata, “Sumur ini milik kami.” Ishak tidak mencari keadilan dari mereka, dia membiarkan mereka memiliki sumur itu. Ia pergi ke tempat lain untuk menggali sumur lain, tetapi para gembala Gerar iri hati dan berkata, ‘Sumur ini milik kami.” Ishak membiarkan juga mereka memiliki sumur itu dan menggali yang ketiga. Kali ini, para gembala Gerar tidak lagi mempertengkarkan hal itu. Ishak menamai sumur itu, “Rehobot” yang berarti ruang. Dia berkata, “Sekarang Yahweh telah memberikan kelonggaran kepada kita, sehingga kita dapat beranak cucu di negeri ini.”

Sampai sekarang air merupakan sumber kehidupan kita, apalagi bagi mereka yang hidup sebagai nomad. Air merupakan satu komoditas seperti uang pada masa itu. Tanpa uang anda tidak memiliki apa pun. Pada masa itu, jika anda tidak punya air, anda tidak dapat menggembalakan ternak. Ishak mempunyai banyak kawanan kambing domba dan banyak hamba. Maka sumber air merupakan hal yang paling dibutuhkan. Namun, kita lihat dua kali Ishak tidak ingin berkelahi dengan orang-orang Gerar. Dia lebih memilih rugi dan membiarkan mereka memiliki aset sumur yang sangat berharga itu. Dia pergi untuk menggali lagi di tempat lain.

Menggali sebuah sumur bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Air tidak keluar begitu saja saat anda memilih sebuah tempat untuk digali. Itulah sebabnya orang-orang Gerar berkelahi untuk menguasai sumur-sumur itu. Mereka sendiri tidak berhasil menggali sumur yang berair. Namun, Ishak sanggup tidak bertengkar dengan mereka dan membiarkan mereka memilikinya. Kenapa dia mampu melakukan itu? Di sinilah kita dapat melihat iman Ishak. Hal ini membuat kita memikirkan tentang Abraham. Dia tidak bertengkar dengan Lot dan membiarkan Lot memilih dataran yang terbaik. Dia memilih untuk mundur. Ishak pun mempunyai iman yang sama. Dia percaya Allah akan memeliharanya. Dan Allah sungguh memelihara dan membuat dia tiga kali mendapatkan air dari sumur yang dia gali. Akhirnya Allah membuat musuh-musuhnya tidak lagi berkelahi lagi dengannya. Ishak tahu bahwa Allah yang telah memelihara hidupnya sehingga ia menamai sumur terakhir, “ Rehobot” karena ia tahu bahwa Allah telah memberikan ruang untuk dia. 

Orang yang memandang kepada Allah dengan iman, tidak bertengkar tentang apa pun dengan orang lain. Memperebutkan hal-hal yang berasal dari dunia merupakan suatu manifestasi kedagingan kita. Dunia ini penuh dengan persaingan. Bahkan di dalam gereja sekalipun. Gereja pun tidak berbeda karena gereja penuh dengan orang-orang yang masih dikuasai daging. Apakah anda dan saya termasuk orang jenis ini? Dapatkah kita melepaskan hak kita dan mengizinkan Allah untuk membela kita?

Ishak tidak mau rebut-rebutan dengan orang lain. Imannya adalah kepada Allah. Maka Allah bekerja dan menolongnya. Perhatikan berikutnya ayat 24, Allah memanifestasikan diri kepada Ishak dan berkata kepadanya,

“Akulah Allah ayahmu Abraham; janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau; Aku akan memberkati engkau dan membuat banyak keturunanmu karena Abraham, hamba-Ku itu.”


Ishak, orang yang Takut akan Allah

Ishak merupakan seorang yang beriman. Nama Ishak terdaftar di dalam daftar nama-nama orang beriman yang disebutkan di Ibrani 11. Mari kita membuka Ibrani 11:9-10,

“Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah”.

Walaupun di sini kita berbicara tentang iman Abraham, ini juga menunjuk kepada Ishak. Ishak pun  mengembara dan merantau dengan iman. Hingga dia mati, dia masih belum mendapatkan janji Allah, tetapi dia percaya kepada janji Allah dan itulah yang membuat dia membayar harga merantau seumur hidupnya.

Mari kita melihat pada Kejadian 11:20 :

Karena iman maka Ishak, sambil memandang jauh ke depan, memberikan berkatnya kepada Yakub dan Esau.

Peristiwa ini tercatat di Kejadian pasal 27. Ketika Ishak telah menjadi tua, ia merasa dia bisa meninggal kapan saja. Pada waktu itu dia ingin memberkati anak yang paling tua dan membiarkan janji Allah terpenuhi pada anaknya. Justru karena ia percaya pada janji Allah dan percaya Allah akan menggenapinya sehingga ia memberkati anaknya. Dia ingin anak-anaknya mewarisi janji Allah dan akhirnya memperoleh janji Allah. Ishak, seperti Abraham, ayahnya, adalah seorang yang beriman.

Mari kita membuka Kejadian 31:42 :

Seandainya Allah ayahku, Allah Abraham dan Yang Disegani oleh Ishak tidak menyertai aku, tentulah engkau sekarang membiarkan aku pergi dengan tangan hampa; tetapi kesengsaraanku dan jerih payahku telah diperhatikan Allah dan Ia telah menjatuhkan putusan tadi malam.”

Ini adalah ucapan Yakub, anak Ishak, kepada pamannya. Yakub dapat berkata seperti ini, “Allah ayahku, Allah Abraham dan Yang Disegani oleh Ishak”.

Di dalam pasal yang sama dan pada bagian akhir dari ayat 53, Yakub mengatakan hal yang sama,

“Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak, ayahnya”.

Ini berarti Yakub bisa melihat bahwa ayahnya adalah seorang yang takut akan Yahweh. Kita tahu banyak orang Kristen sangat sulit untuk bersaksi tentang Allah di hadapan anggota keluarga mereka. Bahkan lebih sulit untuk bersaksi di hadapan anak lelaki dan anak perempuan mereka. Bahkan banyak anak pendeta tidak rela untuk mengandalkan hidup pada Allah. Namun, Yakub dapat melihat bahwa ayahnya adalah seorang yang takut akan Allah. Kita dapat melihat kesaksian hidup Ishak sangat nyata atas orang lain. Dia seorang yang takut akan Allah, bahkan anaknya sendiri mengakuinya dan mengikuti contoh dari ayahnya untuk takut akan Allah.


Dapatkah orang Melihat Allah di dalam Hidup kita?

Pada bagian akhir dari Kejadian pasal 26, dicatat bahkan, Abimelekh Raja Filistin yang merupakan musuh Ishak, juga melihat bahwa Allah Yahweh menyertai Ishak. Itulah sebabnya Abimelekh ingin membangun sebuah perjanjian dengan Ishak.

Jadi, meski pun Ishak tidak melakukan sesuatu yang besar, yang mengguncangkan bumi, kita dapat melihat kualitas hidup Abraham di dalam dia. Dengan setia dia taat kepada ayahnya dan kepada Allah, menjalani kehidupan yang beriman dan takut akan Allah. Sehingga apabila Alkitab menyebut tentang Allah, Dia sering disebutkan sebagai “Allahnya Abraham, Allahnya Ishak.” Mari kita melihat pada Kejadian 32:9:

Berkatalah Yakub: “Ya Allah nenekku Abraham dan Allah ayahku Ishak, ya YAHWEH…”

Ketika Yakub menghadapi bahaya, dia dapat berseru “Ya Allahnya bapakku Ishak, tolonglah aku.” Allah secara pribadi berkata, “Akulah Allah Abraham dan Allah Ishak.” Mari kita melihat Keluaran 3:6,

Lagi Ia berfirman: “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.”

Ini merupakan saat Allah menyatakan diri kepada Musa dan berkata, “Akulah Allahnya Ishak”. Dapatkah orang lain melihat bahwa kita memiliki Allah melalui hidup kita? Dapatkah kita membuat orang lain datang untuk berdoa kepada Allah melalui kita? Pada waktu yang sama, akankah Allah berkata kepada kita , “Akulah Allahmu”?


KESIMPULAN

Ishak merupakan anak tunggal Abraham, bapak orang beriman. Ia adalah orang yang menerima warisan dari Abraham dan juga pewaris janji Allah. Ishak adalah salah satu dari beberapa orang yang lahir karena janji Allah dan diberi nama oleh Allah.

Dalam kehidupan Ishak, tidak ada hal yang menonjol maupun hal yang mengguncangkan bumi yang telah dia lakukan. Dia lebih seperti sungai kecil, yang dengan tenang menjalani hidup yang takut akan Allah. Dengan setia Ishak taat kepada ayahnya, dengan erat mengikuti jejak langkah ayahnya menyalurkan berkat Allah dari ayahnya sampai kepada keturunannya.

Dari Ishak, kita dapat melihat kualitas hidup Abraham. Seorang yang beriman. Dia mengandalkan Allah dan taat pada pengaturan ayahnya akan pernikahannya. Tidak bertengkar dengan orang lain atas sumur-sumur yang sebetulnya adalah miliknya. Untuk memperoleh janji Allah, dia mengembara dan merantau di sepanjang kehidupannya. Pada akhirnya dia memberkati anaknya dengan iman supaya mereka memperoleh janji Allah.

Ishak adalah seorang yang takut akan Allah. Anaknya dapat menjadi saksi akan hal itu. Anaknya menggambarkan Allah sebagai, “Allah yang Disegani bapakku.”

Maka Allah dapat dipanggil Allahnya Ishak. Allah secara pribadi berkata, “Akulah Allahnya Ishak.”

 

Berikan Komentar Anda: