Pastor Boo | Wahyu 2:1-7 |

Mari kita lihat isi surat yang ditujukan kepada jemaat di Efesus.

2 Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. 3  Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. 4  Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. 5  Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat. (Wahyu 2:2-3)

Yesus tidak menegur mereka tentang dosa, setidaknya bukan jenis dosa yang biasa kita bayangkan. Jemaat di Efesus tidak mengalami perpecahan, tidak ada pertengkaran, tak ada dosa seksual, tidak ada keserakahan dan tidak ada kebohongan. Jika kita amati jemaat di Efesus, tampaknya mereka adalah kumpulan jemaat yang baik! Juga di ayat 2 disebutkan bahwa mereka sangat giat dalam pelayanan. Kata jerih payah menunjukkan bahwa mereka sangat giat dalam pelayanan di gereja. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat keterlibatan mereka dalam pekerjaan Tuan.


JEMAAT EFESUS TIDAK TUNDUK PADA NORMA DUNIAWI

Perhatikan juga ungkapan “ketekunan” dan “kesabaran” (dalam bahasa Inggris yang dipakai adalah ungkapan patient endurance dan bear up). Ungkapan yang memiliki satu makna ini diulangi sampai tiga kali dalam surat kepada jemaat di Efesus. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak tunduk pada norma dan tekanan masyarakat. Ada banyak penyembahan berhala di Efesus pada masa abad pertama, hal yang sama juga terdapat di enam kota lain yang menjadi tujuan surat-surat khusus ini. Masyarakat zaman itu pada umumnya menyembah dewa-dewa bangsa Roma dan Yunani. Mereka juga menyembah kaisar. Mengapa mereka menyembah kaisar? Mengapa sosok penguasa ini disembah oleh masyarakat? Karena kaisar mendatangkan kemakmuran dan keamanan bagi mereka. Demikianlah, Efesus dan keenam kota lainnya di abad pertama ini, semuanya ada di propinsi Asia pada zaman itu, masyarakat di sana pada umumnya menikmati kehidupan yang cukup makmur. Setiap orang menikmati kenyamanan, hiburan, dan kekayaan. Standar kehidupan mereka saat itu terbilang sangat baik!

Jika anda seorang Kristen dan tidak ikut menyembah junjungan mereka, anda akan dianggap aneh oleh masyarakat zaman itu. Perbedaan ini sudah cukup untuk membuat anda dicap sebagai ‘ateis’ oleh masyarakat. Di tengah masyarakat mereka, jika anda tidak ikut menyembah dewa-dewa bangsa Roma dan Yunani, berarti anda adalah seorang ateis. Sebagai tambahan, pada abad pertama ini, semua profesi memiliki perkumpulannya masing-masing, semacam serikat dagang atau serikat pekerja. Para anggotanya memiliki ikatan saling membantu satu sama lain. Namun, setiap serikat dagang dan pekerja ini memiliki berhalanya masing masing. Jadi, jika anda ingin diterima oleh sebuah serikat dagang atau pekerja, dan menikmati manfaat bisnis dari keanggotaan itu, anda harus ikut menyembah berhala mereka. Jika anda tidak mau, anda akan dikeluarkan dari serikat dagang atau pekerja yang bersangkutan. Itu sebabnya menjadi seorang Kristen saat itu sangatlah berat. Profesi dan bisnis anda akan sangat terpengaruh, dan pada akhirnya, kesejahteraan anda juga terpengaruh. Jadi, Yesus saat itu mengatakan, “Kamu memiliki ketekunan dan kesabaran; kamu tidak tunduk pada tekanan masyarakat.” Mereka menderita demi nama Yesus karena masyarakat akan menista, menyingkirkan dan melakukan berbagai hal buruk kepada mereka.

Di ayat 3, bukan saja mereka mampu menanggung penderitaan, mereka disebutkan tidak mengenal lelah, yang berarti bahwa mereka menanggung penderitaan itu tanpa berpikir panjang dan tanpa penyesalan. Di dalam Kisah Para Rasul, kita bisa melihat bahwa banyak orang Yahudi yang menindas murid-murid Yesus. Jadi, mereka bukan hanya menanggung penderitaan dari tekanan maysarakat umum, mereka juga mengalami tekanan dari kalangan orang Yahudi. Yesus memuji mereka karena mereka tidak tunduk pada tekanan masyarakat, entah tekanan dari masyarakat umum maupun dari kalangan Yahudi.


MEREKA MAMPU MENGENALI NABI PALSU

Selain itu, di ayat 2 disebutkan bahwa ada beberapa orang yang menyebut dirinya rasul, tetapi jemaat di Efesus mampu membongkar kepalsuan mereka. Untuk bisa melakukan hal tersebut dibutuhkan pemahaman rohani yang kuat, ini karena ‘rasul’ merupakan kedudukan tertinggi dalam lingkungan gereja. Paulus berkata, “Allah membagikan berbagai karunia kepada jemaat, yang pertama adalah menjadi rasul…” Jadi, orang-orang ini menyaru sebagai sosok yang berkedudukan sangat tinggi di kalangan jemaat. Tentu saja, mereka tidak akan menganjurkan anda untuk berbuat dosa. Yang jelas, para penyaru ini tidak akan memberikan anjuran untuk berbuat dosa. Yang membongkar kepalsuan mereka adalah cara hidup mereka. Di sisi luarnya, jika anda amati mereka, mereka akan terlihat sebagai orang-orang yang baik, tetapi mereka adalah ancaman besar bagi gereja. Kebanyakan jemaat tidak bisa melihat kepalsuan ini, tetapi para pimpinan jemaat di Efesus mampu melakukannya. Mereka mampu menguji dan membongkar kepalsuan para penyaru ini. Hal ini menunjukkan bahwa landasan pemahaman Firman Allah di sana sangatlah baik. Dengan kata lain, mereka tidak mudah ditipu, dan akan sukar untuk mendebat mereka! Mereka mampu menghancurkan argumen anda.

Jika kita punya mesin waktu, kita bisa kembali ke abad itu dan mengunjungi jemaat di Efesus, lalu kita sampaikan ajaran yang kita jalani di gereja kita kepada mereka. Saya yakin kita akan tertarik untuk mendengarkan pendapat mereka. Jemaat di Efesus adalah orang-orang yang memiliki kemampuan eksegesis yang kuat dalam Firman Allah.


PENTINGNYA MEMILIKI KEMAMPUAN EKSEGESIS DALAM FIRMAN ALLAH

Ketika saya masih kuliah, dan Pastor Eric melayani di mimbar, dia berkata kepada jemaat, “Berdoalah supaya Allah mebangkitkan para ahli eksegesis, yakni orang-orang yang bisa mengartikan Firman secara akurat, di tengah jemaat.” Ini adalah aspek yang sangat penting dalam pelayanan. Dalam kaitannya dengan pelayanan di gereja, mereka sangat sukar dikelabui. Itu sebabnya, orang-orang seperti mereka sangat dibutuhkan untuk bisa membongkar kedok para nabi palsu yang berdatangan.

Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka “marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati”. (1 Korintus 15:32)

Paulus sudah mengalami hal ini. Uraian Paulus ini disampaikan puluhan tahun sebelumnya, dan bahkan di saat itu, Paulus sudah harus berhadapan dengan binatang buas. Yang disebut binatang buas ini adalah mereka yang sangat memusuhi Paulus. Ungkapan ini bisa menyangkut siapa saja, baik orang yang tidak percaya mau pun mereka yang engaku sebagai rasul.

8  Tetapi aku akan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta, 9  sebab di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang.

13  Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat! 14  Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih! (1 Korintus 16:8-9,13-14)

Paulus berkata, “Aku akan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta karena ada banyak kesempatan bagiku untuk melayani di sini.” Ada banyak hal yang masih bisa dia garap di sana. Di sisi lain, ada banyak juga penentangnya. Efesus bukanlah lingkungan yang mudah untuk pemberitaan injil. Kota ini berbeda dengan kota-kota di Kanada; entah anda tinggal di Montreal, Toronto atau berbagai kota lainnya di Kanada, tidak ada penentang di Kanada. Tidak ada “binatang buas” yang menyerang kita. Dengan demikian, kita bisa menyadari bahwa kesabaran dan keteguhan jemaat di Efesus sangat menguras stamina rohani. Pertahanan mereka dalam hal kebenaran cukup kuat.

Tentu saja, para rasul palsu ini tidak akan berkata, “Aku rasul palsu.” Mereka seringkali justru merasa bahwa mereka adalah benar-benar rasul Allah. Bagi para rasul palsu ini, justru jemaat di Efesus yang perlu diselamatkan. Mereka yang mengaku rasul ini — karena merasa yakin bahwa mereka membawa kebenaran — akan berusaha membuktikan bahwa ajaran yang mereka bawa lebih benar daripada yang pegang oleh para pemimpin jemaat di Efesus. Para pemimpin jemaat di Efesus perlu diajari tentang ajaran yang benar. Anda bisa melihat mentalitas para rasul palsu ini.

Jadi, jika kita berkata, “Gereja-gereja lain telah keliru, atau pengajaran mereka sudah menyimpang.” Mereka juga bisa berkata dengan ucapan yang sama terhadap kita. Mereka juga memandang bahwa kita inilah yang sesat. Tak ada orang yang mau mengaku atau menerima kenyataan, “Ternyata saya yang sesat.” Jadi, anda bisa melihat adanya ketegangan di sana.


PEMIMPIN JEMAAT YANG PALSU AKAN MENARIK ORANG-ORANG KEPADA DIRINYA

Lalu, bagaimana cara mengujinya? Hari ini saya tidak akan membahasnya panjang lebar. Pada dasarnya, ujian yang dilakukan adalah dengan mengamati perilakunya. Hal ini berlaku pada diri setiap orang, termasuk kita semua. Selama kita menempatkan diri kita sendiri di prioritas pertama, hal ini akan menjadikan kita sebagai kandidat sebagai pengajar sesat. Mungkin para pemimpin jemaat di Efesus ini melihat bahwa orang-orang yang mengaku sebagai rasul ini selalu berbicara tentang diri mereka sendiri, membanggakan pengetahuan mereka tentang Alkitab, dan membanggakan banyak hal tentang diri mereka sendiri, terutama segala prestasi yang pernah mereka capai, segenap perhatian mereka adalah pada diri sendiri. Ini adalah suatu indikasi yang kuat. Seorang pengajar sesat cenderung menarik perhatian orang pada diri mereka sendiri.

Yesus berkata di dalam injil Yohanes, “Aku tidak mencari hormat dari manusia.” Di bagian lain dia berkata, “Aku tidak memuliakan diriku sendiri.” Ini adalah indikator yang sangat penting. Perhatikan cara orang berbicara. Perhatikan cara mereka membawa diri di tengah jemaat. Selama mereka masih mendahulukan kepentingan pribadi dan mencari perhatian dari orang-orang gereja, maka anda punya alasan untuk curiga. Tentu saja, ajaran mereka akan mengungkapkan siapa diri mereka sesungguhnya, karena orang yang berwatak egois , sekali pun dalam pengajaran Alkitab, akan selalu memunculkan unsur keegoisan di dalam ajarannya.


MEREKA MEMBENCI PEKERJAAN PARA PENGIKUT NIKOLAUS

Ada satu pokok lagi dalam surat ini, yang bisa kita lihat di ayat 6.

6 Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci. (Wahyu 2:6)

Perhatikan bahwa yang mereka benci adalah pekerjaan para pengikut Nikolaus. Ada perbedaan penting di sini. Kita lihat di 1 Korintus 16:8 bahwa ada banyak penentang di lingkungan kota Efesus, tetapi Paulus berkata di ayat 13, “Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat.” Tanpa harus masuk ke dalam masalah gender, ungkapan “Bersikaplah sebagai laki-laki” sekadar bermakna “bersikaplah secara berani”. Jadi, maksud Paulus di sini, bersikaplah berani dan tetaplah teguh! Hal ini dijalankan oleh jemaat di Efesus. Lalu, di ayat 14, Paulus mengatakan, “Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih.” Bagian inilah yang telah ditinggalkan oleh para jemaat di Efesus

Di Wahyu 2:6, jemaat di Efesus tidak membenci para pengikut Nikolaus, melainkan pekerjaan mereka. Kita kembali pada ungkapan yang selama ini sudah kita ketahui, yakni bahwa kita mengasihi orang berdosa, tetapi membenci dosa. Setidaknya para pemimpin jemaat di Efesus tahu bahwa mereka hanya membenci hal-hal yang dikerjakan para pengikut Nikolaus, bukan membenci orangnya. Hal ini tercakup dalam uraian Paulus yang mengatakan di 1 Korintus 16:14, “Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih.


MENINGGALKAN KASIH YANG MULA-MULA

Saya sudah sebutkan tadi bahwa jemaat di Efesus telah kehilangan yang satu ini. Namun, baru saja saya juga mengatakan bahwa sebenarnya mereka juga mengasihi. Adakah kontradiksi di sini? Tidak ada, karena jika anda kembali ke:

4 Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. 5  Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat. (Wahyu 2:4,5)

Masalahnya bukan karena mereka tidak mengasihi, melainkan karena mereka telah meninggalkan kasih mereka yang mula-mula. Yesus tahu bahwa jemaat di Efesus mengasihi dia dan juga Allah. Nah, anda tidak akan bisa melewati berbagai macam  penderitaan dan aniaya dan menghadapi banyak pengajar sesat tanpa memiliki kasih kepada Allah. Ini terlalu berat untuk dijalankan. Kita perlu mengakui bahwa mereka juga mengasihi Allah. Itu sebabnya Yesus berkata, “Kamu tidak mengenal lelah.” Jadi jelaslah bahwa mereka memiliki kasih kepada Allah yang membuat mereka tetap teguh dalam iman. Namun persoalan yang diangkat oleh Yesus adalah bahwa mereka telah meninggalkan kasih mereka yang mula-mula. Kasih yang muncul saat pertama kali mereka mengenal Allah Yahweh dan Yesus. Saya rasa hal inilah yang dimaksudkan oleh Yesus.

Itu sebabnya mengapa saya katakan bahwa saya yakin kita semua memiliki kasih kepada Allah. Jadi, tidak ada gunanya jika kita bertanya, “Apakah anda mengasihi Allah?” Namun, jika saya berbicara tentang kasih yang mula-mula, nah urusan cinta pertama tentu saja sangat berbeda.


PENGALAMAN KASIH YANG SEMULA

Kita tahu apa artinya jatuh cinta. Saat anda mengalami cinta pertama, jantung anda berdetak kencang, dan mata anda berbinar-binar. Hati dan pikiran anda selalu tertuju pada orang yang dimaksud, tetapi kondisi ini tidak hanya berlaku pada orang yang jatuh cinta. Kasih dan perhatian yang mendalam ini bisa muncul antara orangtua dan anak-anak mereka. Ketika anak-anak kita masih sangat kecil, kita bisa melihat kemurnian kasih sayang mereka pada kita. Mereka selalu ingin berada dekat dengan kita dan naik ke gendongan kita. Mereka selalu tersenyum  ketika menatap ke arah kita dan selalu memikirkan kita. Kasih dalam hubungan ini memiliki kemurnian. Itu sebabnya ibu saya selalu terharu jika melihat hal-hal semacam ini. Dia berkata, “Ini adalah kasih yang murni tanpa noda.” Demikianlah, dalam hubungan antar manusia, kita semua mengalami kasih yang semacam ini.

Ada orang yang menguraikan dalam kesaksiannya tentang hal yang dia rasakan ketika jatuh cinta. Hal pertama yang dia alami adalah perhatian yang selalu terpusat pada kekasihnya. Dia berkata, “Saya selalu siap mendengarkan ucapannya dan berusaha untuk memahami jalan pikirannya. Semua hal yang dia ucapkan terasa penting bagi saya.” Itulah yang disebut jatuh cinta! Saya rasa kita pernah mengalaminya. Jadi, kita bisa dengan mudah memahami hal ini.

Pokok kedua adalah bahwa selalu berusaha menyenangkan hati kekasihnya. Dia akan merasa sedih ketika melihat kekasihnya bersedih. Dia selalu ingin menyenangkan hati kekasihnya. Jadi, dia akan selalu berusaha untuk membuat kekasihnya bahagia, entah melalui kiriman bunga atau kartu ucapan. Itulah pokok yang kedua dari cinta pertama.

Dalam hal kasih kita yang mula-mula kepada Tuhan, kita selalu berusaha mencari cara untuk menyenangkan hatinya. Mirip dengan pokok pertama dari kasus cinta pertama, kita selalu memperhatikan dia. Ini adalah hal yang sangat penting karena Tuhan mungkin ingin menyampaikan sesuatu hal kepada kita. Jadi, memusatkan perhatian kepada Yahweh sangatlah penting bagi kita.

Pokok yang ketiga dari cinta pertama adalah selalu siap sedia. Saat dia memanggil kekasihnya, sang gadis akan berkata, “Ya, aku siap” sekalipun situasi agak merepotkan. Ketersediaan bagi Allah adalah hal yang ditekankan dalam Roma 6:13,19. Kita mempersembahkan tubuh kita ke altar-Nya untuk Dia gunakan, dan hal ini mencakup arah jalan hidup kita juga, termasuk pikiran dan perasaan kita. Kita melakukannya untuk melayani kebenaran-Nya dan membagikan kebenaran-Nya kepada orang lain. Roma 12:1,2 berbicara tentang mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup dan cara berpikir kita juga ikut berubah. Inilah ungkapan dari kasih dan pengabdian kita kepada Allah Yahweh, dan ini semua melibatkan hal-hal seperti pikiran yang terpusat kepada-Nya serta segala upaya untuk menyenangkan hati-Nya.

Inilah yang dimaksudkan dengan kasih mula-mula. Sayangnya, bagi kebanyakan orang, pengalaman seperti ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, mungkin ada yang sampai bertahun-tahun, dan setelah itu, semuanya hilang tanpa jejak.


PERMUSUHAN DAPAT MELUNTURKAN KASIH YANG SEMULA

Pada awalnya, jemaat di Efesus penuh dengan semangat dan gairah melayani. Mereka mengasihi Yahweh dan Yesus dengan sangat meluap-luap dan selalu mengalami realitas kehadiran Yesus dan Yahweh. Lalu, bagaimana mereka bisa mengabaikan kasih mereka yang mula-mula. Di dalam lingkungan tempat mereka menjalani kehidupan mereka, sangatlah mudah untuk kehilangan kasih yang mula-mula. Jika anda melihat permusuhan di mana-mana, sangatlah sukar untuk memelihara kasih yang mula-mula, dan akan semakin sukar saja jika ditambah dengan berbagai pengajar serta rasul palsu. Bagaimana orang bisa bertahan di tengah semua tekanan ini?

Saya rasa kita tentu bisa memahami persoalan mereka jika kita berada dalam situasi yang sama. Anggaplah anda bekerja di tengah lingkungan kerja yang sangat berat. Setiap orang dipenuhi oleh rasa permusuhan kepada anda. Cukup satu kesalahan kecil saja, dan anda langsung menjadi bulan-bulanan mereka, dan tak seorang pun yang mau membela anda. Mereka akan menggosipkan anda sepanjang hari dan akan bergembira jika anda mengalami kejadian buruk. Ada begitu banyak persaingan dan permusuhan. Anda merasakan ketegangan itu setiap saat dan harus selalu waspada. Akan tetapi, jemaat di Efesus mengalami hal yang lebih buruk daripada ini: mereka mengalami kemungkinan dikucilkan oleh masyarakat, kemudian ada juga penganiayaan, dan mereka masih harus berhadapan dengan para rasul palsu. Jemaat di sana selalu diintai oleh bahaya setiap saat.

Anda bisa bayangkan hal yang akan terjadi dalam jangka panjang. Agresi dan permusuhan dapat melunturkan kasih anda kepada Tuhan.

Sekarang mari kita beralih ke Matius 24:10-12

10  dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. 11  Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. 12  Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

Itu sebabnya sangat sukar memelihara kasih mula-mula kepada Tuhan jika anda berada di tengah kondisi yang bergejolak seperti ini.

Bayangkan jika anda bekerja dalam lingkungan yang seperti digambarkan tadi, ketika setiap orang selalu mewaspadai orang lain, dan ketika anda pulang ke rumah anda menemukan hal yang sama, mungkin dengan pasangan anda, kerabat atau dengan orangtua. Lalu, anda pergi ke gereja, dan para jemaat juga berperilaku sama. Anda tidak boleh membuat kesalahan sekecil apapun: jika sampai terjadi, maka semua jari akan tertuju kepada anda, “Itu semua salahmu!” Dalam lingkungan seperti ini, bagaimana mungkin kita bisa memelihara kasih yang mula-mula kepada Tuhan? Kita semua tahu bahwa kita harus mengasihi Yahweh dan mengasihi Yesus. Namun, jika menjalankannya dalam kingkungan semacam itu, tentu saja, urusannya akan menjadi sangat sukar.


PENDEKATAN HOLISTIK: YANG POSITIF, YANG NEGATIF DAN TERAKHIR, JALAN KELUAR

Kembali ke Wahyu 2:2,3,6, Yesus mengungkapkan kasihnya kepada jemaat di Efesus. Pertama kali dia mengatakan hal-hal yang baik tentang mereka. Bahkan sebenarnya jauh lebih banyak yang positif daripada yang negatif. “Akan tetapi, aku memiliki satu keberatan terhadap kamu,” ini adalah bagian yang negatif, “Kamu sudah meninggalkan kasihmu yang semula.” Kemudian dia memberi jalan keluarnya. Ini adalah hal yang penting karena bersifat menyeluruh di dalam pendekatannya. Pertama, anda menyebutkan hal-hal yang positif, kemudian anda mengungkapkan yang negatif, dan terakhir, anda mengungkapkan jalan keluarnya.

Saya rasa ini adalah hal yang perlu kita pelajari. Dibutuhkan banyak hikmat di sini, terutama saat mengoreksi orang lain. Dalam kebanyakan kasus, kita berfungsi seperti orang tidak percaya, seolah-olah kita bekerja di lingkungan sekuler. Bahkan di lingkungan yang sekuler, hal semacam ini tidak sepenuhnya disukai. Anda tidak boleh sekadar mengungkapkan kesalahan orang lain. Seorang bos yang baik akan tahu apa yang harus disampaikan. “Ya saya tahu kamu sudah mengerjakan banyak hal; dan hasilnya luar biasa. Namun, dalam urusan yang satu ini, mungkin kamu perlu meningkatkan diri.” Kemudian sang bos akan menawarkan berbagai ide untuk perbaikan. Ini adalah contoh bos yang baik. Bos yang buruk adalah orang yang selalu memanfaatkan setiap kesalahan kecil untuk menekan anak buahnya. Pada akhirnya, tak ada orang yang mau bekerja dengannya. Jika kita memiliki lingkungan seperti itu di dalam gereja, tekanannya akan sangat berat bagi kerohanian seseorang.

Yesus tidak memberitahu jemaat di Efesus sudah seberapa jauh mereka meninggalkan kasih mereka yang mula-mula. Ini karena berbagai tekanan berat yang sedang dialami oleh jemaat di sana, dan mungkin kasih mereka masih tersisa 90%. Dengan penurunan itu, mereka memang sudah meninggalkan kasih mereka yang mula-mula.


UJILAH DIRI ANDA DI HADAPAN TUHAN

Jadi, sangatlah baik jika kita bertanya pada diri sendiri, saat kita menguji hati kita sendiri di hadapan TuHan: Seberapa besar kasih kita kepada Dia? Mungkin dulunya ada 100%, tetapi itu sudah lama berlalu! Kita perlu mengetahui dari Dia hal-hal apa yang telah membuat kasih itu berkurang dari 100%. Mengapa hal itu terjadi? Bisa saja ada banyak penyebabnya.

Namun, satu hal yang pasti: jika kita tidak segera tangani perkara itu, Tuhan akan berkata, “Aku akan menyingkirkan kaki dian itu darimu.” Hal yang dia sebutkan di ayat 5. Ini berarti bahwa jemaat di Efesus tidak akan lagi dipandang sebagai bagian dari Jemaat Allah. Jika mereka tidak menangani persoalan mereka, mereka akan tersingkir dari rencana keselamatan Allah.

Jadi, kita bisa melihat bahwa kasih yang mula-mula kepada Yahweh dan Mesias-Nya, Yesus, adalah aspek utama dalam kehidupan Kristen kita. Kehidupan Kristen itu dilandasi oleh hubungan yang hangat dan akrab dengan mereka. Setiap orang yang ingin menjadi Kristen perlu mengalami kasih yang mula-mula ini kepada Yahweh dan Putera-Nya, Yesus. Biarkanlah Yahweh menyalakan kasih ini saat Dia menyatakan diri-Nya kepada anda melalui Kristus Yesus.


APAKAH HATI ANDA MENYALA DENGAN API KASIH KEPADA ALLAH?

Selama minggu ini, ketika saya sedang mencuci piring, saya menyanyikan lagu, “Mereka yang menantikan Tuhan.” Isinya berasal dari Yesaya 40:31. Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya. Kita menyanyikan lagu pujian ini selama masa pelatihan pelayanan full-time yang ketika di bawah asuhan Pastor Eric. Jumlah peserta saat itu ada 20 orang, dan kami menyanyikan lagu ini dengan penuh semangat. Lagu yang sangat membangkitkan semangat.

Saat saya renungkan peristiwa itu (berlangsung pada tahun 80-an), tiba-tiba saya memikirkan ada berapa banyak yang masih tersisa? Dari 20 orang peserta saat itu, hanya sembilan yang tersisa sekarang. Ada 11 orang yang meninggalkan kita dengan berbagai sebab. Lalu, saya menyadari bahwa kasih mula-mula memang sangat mudah untuk hilang. Kita mungkin masih melayani dengan setia; setidaknya kita merasa asih setia, tetapi sangatlah mudah untuk kehilangan kasih yang mula-mula. Mungkin ada daya pikat dari dunia, perhatian yang teralihkan, persoalan pribadi, dan sebagainya, yang sudah menghapuskan keakraban kita dengan Yahweh.

Kita bisa melihat bahwa surat pertama yang ditujukan kepada tujuh jemaat ternyata sudah menunjukkan ada masalah. Pada umumnya mereka masih setia, dan masih mengasihi Allah. Kita akan mengira bahwa mereka adalah contoh jemaat yang sempurna. Akan tetapi, bukan begitu cara Yesus melihatnya. Dia ingin melihat kasih kepada Allah, dengan api semangat yang menyala seperti saat mula-mula. Anda berkobar-kobar terbakar untuk Dia.

Yesus berkata, “Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan.” Apakah tindakan yang mula-mula itu? Semua tindakan yang bersumber dari sukacita dan motivasi yang diinspirasi oleh kasih kepada Allah. Inilah kekristenan menurut Perjanjian Baru!

Itu sebabnya saya teringat pada orang-orang Iran itu, yang sudah bertemu Yesus dan mengalami realitasnya. Hati mereka dipenuhi oleh semangat. Mereka benar-benar mengasihi Yesus. Tak peduli hal-hal yang terjadi pada diri mereka, mereka mampu mengasihi Yesus di dalam semua tekanan itu.

Berikan Komentar Anda: