SC Chuah | Yohanes 2:12-22 |

Hari kita melihat pada Yohanes 2:12-22 tentang “Yesus menyucikan Bait Allah”. Tema hari ini  adalah “Kecemburuan akan Rumah Bapa”, atau “Cinta untuk Rumah Bapa”. Kata yang diterjemahkan sebagai “cemburu” atau “cinta” adalah kata “zeal”. Kebanyakan Alkitab Indonesia memakai kata “cinta”, sedangkan ILT memakai kata “cemburu”. Keduanya tepat karena kata ini mempunyai arti yang luas. Bisa berarti cinta yang sangat besar, cinta yang menyala-nyala, sukacita yang besar, bisa juga cemburu, benci yang mendalam dan dalam Alkitab bahasa Inggris kadang diterjemahkan sebagai “passion”. Jadi “zeal” bermakna luas dan tidak terbatas pada cinta atau cemburu saja. Maknanya bisa positif, bisa negatif. Makna utama yang diberikan oleh kamus Yunani adalah seperti berikut, “minat positif yang intens pada sesuatu”; kemudian diikuti dengan makna berikut, “perasaan negatif yang intens atas prestasi atau kesuksesan orang lain”. Tentu saja, dalam konteks di depan kita, kita sedang berbicara tentang minat positif yang menimbulkan perasaan negatif, cinta yang menimbulkan cemburu, atau kepedulian yang membangkitkan kemarahan.

Kita akan membaca ayat-ayatnya:

Yohanes 2:12-22

12  Sesudah itu Dia turun ke Kapernaum, Dia dan ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya dan para murid-Nya, dan mereka tinggal di sana tidak berapa lama. 13  Dan Paskah orang-orang Yahudi sudah dekat, dan Yesus naik ke Yerusalem. 14  Dan di bait suci Dia mendapati orang-orang yang sedang berjualan lembu, dan domba, dan merpati; juga penukar-penukar uang yang sedang duduk. 15  Dan dengan membuat cambuk dari tali-temali, Dia mengusir semuanya dari bait suci itu, baik domba-domba maupun lembu-lembu, dan Dia menumpahkan keping-keping uang para penukar uang, dan menjungkirbalikkan meja-mejanya. 16  Dan terhadap mereka yang berjualan burung merpati, Dia berkata, “Singkirkanlah hal-hal ini dari sini! Janganlah menjadikan rumah Bapa-Ku sebagai rumah perdagangan!” 17  Dan para murid-Nya teringat bahwa ada tertulis: “Kecemburuan akan rumah-Mu telah melahap Aku.” 18  Kemudian, orang-orang Yahudi menjawab dan berkata kepada-Nya, “Engkau menunjukkan tanda apa kepada kami, sehingga Engkau melakukan hal-hal ini?” 19  Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, “Hancurkanlah tempat suci ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” 20  Lalu orang-orang Yahudi itu berkata, “Empat puluh enam tahun lamanya tempat suci ini dibangun, dan Engkau akan mendirikannya dalam tiga hari?” 21  Namun yang Ia katakan tentang tempat suci itu adalah tubuh-Nya sendiri. 22  Oleh karena itu, tatkala Dia sudah dibangkitkan dari antara yang mati, para murid-Nya teringat bahwa Dia pernah mengatakan hal itu kepada mereka, dan mereka percaya pada kitab suci dan pada firman yang telah Yesus katakan. (ILT)

Apa yang kita baca dari ayat-ayat ini adalah sebuah tindakan profetik dari Yesus. Yesus yang adalah seorang nabi sedang melakukan sebuah tindakan kenabian. Injil tidak pernah menyangkal bahwa Yesus adalah seorang nabi. Dia memang sang Mesias, Anak Allah tetapi dia juga adalah seorang nabi. Seorang nabi bukan hanya meramalkan masa depan tetapi seorang nabi juga mengajar dan dalam mengajar, kadang-kadang seorang nabi akan melakukan tindakan-tindakan yang sangat-sangat drastik seperti yang biasa kita lihat di Perjanjian Lama. Jadi kita bisa melihat bahwa Yesus, yang tidak pernah menyangkal bahwa dia adalah seorang nabi, sedang melakukan suatu tindakan kenabian. Yesus sendiri pernah berkata bahwa seorang nabi akan dihormati di semua tempat, kecuali di kampung halamannya sendiri.

Di Matius 21, waktu Yesus masuk Yerusalem dia dielu-elukan dan semua orang menyerukan, “Inilah nabi Yesus dari Nazaret.” Itulah pertama kali Yesus disebut sebagai nabi. Setelah itu, dia langsung masuk ke bait Allah dan menyucikan bait Allah bagi kali keduanya. Ayat-ayat yang kita bahas sekarang adalah suatu tindakan profetik yang sarat dengan pengajaran rohani. Diperlukan lebih dari satu khotbah untuk menjelaskan ayat-ayat ini, tetapi satu pelajaran rohani yang dapat kita tangkap adalah setelah tindakan Yesus menyucikan Bait Allah, murid-muridnya langsung teringat akan firman, “Kecemburuan untuk rumah-Mu telah melahap-Ku.” Dengan kata lain, tindakan Yesus mengingatkan murid-muridnya akan Firman Tuhan. Inilah cara yang tepat untuk menjalani kehidupan kita, bahwa tindakan-tindakan kita mengingatkan orang akan Firman Tuhan. Orang dibawa untuk mengingat Firman saat melihat tindakan Yesus.

Apakah kehidupan, perilaku dan tindakan-tindakan kita membawa orang untuk mengingat Firman Tuhan? Sehingga, bahkan orang yang tidak pernah membaca Firman Tuhan, ketika mereka melihat tindakan dan kehidupan kita mereka sebenarnya sedang membaca Firman Tuhan? Inilah yang dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat Korintus, “kamu adalah surat Kristus yang dapat dibaca oleh semua orang.” (2 Korintus 3:2-3) Apakah dalam kehidupan seharian kita, dalam pergaulan kita, orang-orang di sekitar kita sebenarnya sedang membaca Firman Tuhan tanpa mereka mengetahuinya? Yang tidak pernah membaca Firman Tuhan sebenarnya sedang membacanya. Yang sudah tahu Firman Tuhan akan teringat apa yang tertulis di Alkitab karena diingatkan lewat kehidupan kita. Ini adalah suatu cara yang paling bermakna untuk menjalani kehidupan kita. Itulah arti rohani dari kalimat terkenal, “Firman itu sudah menjadi daging…”

Satu lagi hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa ucapan dan perbuatan Yesus di sinilah yang membawanya ke salib. Dengan kata lain, tujuan kedatangan Yesus digenapi melalui perkataan dan perbuatannya di sini. Tanpa perbuatan penyucian bait Allah ini, Yesus tidak akan disalibkan. Di pengadilan Yesus di Mahkamah Agama, banyak saksi-saksi palsu didatangkan. Pihak lawan dengan sengaja mendatangkan banyak saksi-saksi palsu. Dan tidak seorang pun yang berhasil untuk membuat Yesus dijatuhkan hukuman mati. Suatu peristiwa yang sulit dibayangkan karena lebih dari dua atau tiga saksi palsu didatangkan tetapi mereka semua tidak berhasil menjebak Yesus. Jadi mahkamah pada waktu itu termasuk cukup adil. Kalau di mahkamah sekarang bisa jadi sudah akan terbukti bersalah dan langsung divonis mati. Namun, setelah begitu berusaha, mereka masih belum dapat menemukan alasan untuk menjatuhkan hukuman mati ke atas Yesus. Hanya setelah dua orang saksi menyatakan bahwa dia mendengar Yesus berkata, “Aku dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari.” Dari situ baru mereka mulai mendapat sesuatu untuk menjerat Yesus (Matius 26:61).

Di satu sisi memang Yesus mengucapkan kalimat ini tetapi di sisi lain, tidak persis seperti itu. Yesus tidak berkata, “Aku akan merubuhkan Bait Suci ini…” Yesus hanya berkata, “Hancurkan Bait Suci ini”. Tindakannya menyucikan Bait Suci sudah sangat menyinggung perasaan banyak orang tetapi kalimatnya ini membuat seluruh Israel marah. Di dalam agama orang Yahudi terdapat empat pilar. Pilar pertama agama Yudaisme adalah monoteisme, Allah itu esa; kedua, Israel sebagai bangsa pilihan Allah; ketiga, perjanjian Allah yang terfokus pada Taurat; dan yang keempat, tanah perjanjian Israel yang terfokus pada Bait Suci. Jadi apa yang Yesus ucapkan kedengaran seperti suatu penyerangan terhadap pilar yang keempat ini. Serangan terhadap Bait Suci.

Untuk melihat memahami kenapa tindakan Yesus di sini sangat revolusioner kita akan melihat pada beberapa poin. Kejadian pembersihan Bait Allah terjadi di waktu Paskah. Kita bisa mendapat gambaran tentang Paskah dengan melihat pada kemeriahan yang digambarkan pada hari Pentakosta di Kisah Para Rasul. Pentakosta adalah perayaan yang dirayakan lima puluh hari setelah Paskah (penta, berarti 50). Paskah adalah perayaan di mana orang Yahudi saleh dari setiap tempat datang berziarah ke Yerusalem. Kisah Para Rasul 2 dengan jelas mendaftarkan kepada kita satu per satu bangsa yang datang ke Jerusalem. Ada orang dari Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, Libia, Kirene, Roma, Kreta dan Arab. Orang-orang beragama Yahudi dari pelbagai negara ini berkumpul di Yerusalem. Jadi populasi Yerusalem pada waktu Paskah bisa membluduk lima kali lipat daripada biasanya karena kedatangan para peziarah ini. Mereka datang untuk ke Bait Allah untuk mempersembahkan korban Paskah.

Para peziarah berdatangan dari jauh dan mereka harus mempersiapkan korban persembahan dan juga mata uang shekel, perlu setengah shekel untuk setiap orang dewasa. Di Bait Suci persembahan hanya bisa dilakukan dalam mata uang shekel ini, yaitu mata uang bait Allah. Setiap orang yang berusia di atas 20 tahun harus memberikan persembahan setengah shekel dan juga korban persembahan. Jadi para peziarah harus mempersiapkan semua itu, korban persembahan dan mata uang Bait Suci. Hewan-hewan juga harus kosher atau halal, harus layak dipersembahkan, sesuai dengan ketetapan di Perjanjian Lama. Korban persembahan harus sempurna, tidak ada noda, bintik atau cacat. Jadi ada tempat pemeriksaan sebelum bisa dipersembahkan. Setelah lolos pemeriksaan akan dikasih tanda kosher. Namun hewan yang menjalani perjalanan jauh, bisa saja awalnya kosher tetapi setelah tiba di Yerusalem menjadi tidak kosher lagi. Bayangkan juga betapa repotnya jika para peziarah harus mengadakan perjalanan jauh itu bersama hewan-hewan ini.

Orang Yahudi memang terkenal cerdas, jadi untuk mempermudah para peziarah, mereka mulai menyediakan semua fasilitas yang diperlukan. Pelayanan seperti menyediakan korban persembahan dan menyediakan tempat menukar uang karena harus memakai uang shekel. Jadi itulah alasan kenapa disiapkan semacam pasar yang menjual hewan-hewan yang sudah lolos pemeriksaan dan yang tersertifikasi kosher. Jadi tujuan pasar dan money changer adalah untuk mempermudah para peziarah yang mau menyembah di bait Allah. Mereka difasilitasi untuk menyembah dengan nyaman. Jadi, sudah tentu setelah mempersiapkan semua itu, apa salahnya mereka juga sedikit mencari keuntungan.

Setelah mengetahui latar belakang sejarah di balik pengadaan pelayanan jual beli yang disediakan di Bait Allah ini, saya malah bertanya apa salahnya? Bukankah semua itu untuk kenyamanan para peziarah yang datang jauh-jauh untuk menyembah Allah? Tidak disebut di sini kalau para pedagang dan money changer itu curang terhadap para peziarah. Tidak disebut di sini air Aqua dijual Rp 20,000 sebotol setelah semua air dari luar disita petugas seperti di Bandara.

Pertama, bukankah baik untuk mempermudahkan semuanya agar lebih banyak orang yang bisa datang? Tanpa pasar ini, orang bisa jadi keberatan untuk datang. Kedua, pasar ini juga membantu orang-orang Yahudi ini untuk menyembah dengan benar. Semua hewan persembahan yang tersedia sudah kosher dan uang shekel juga dapat ditukar dengan mudah memakai mata uang asing mereka. Itu sebabnya, sudah lama pelayanan jual beli ini ada di lingkungan Bait Allah. Bait Allah telah menjadi pusat perekonomian Israel pada masa itu.

Para pedagang di sana bisa jadi juga membuka persekutuan seperti Businessman Fellowship. Apa salahnya? Saudara tidak bisa berkhotbah, tidak bisa memimpin pujian, tetapi bisa berdagang, jadi setidaknya saudara bisa melayani di Bait Allah dengan berjualan di sana demi kemuliaan Allah. Apa salahnya? Jadi ini adalah sebuah sistem yang mapan dan menguntungkan semua pihak. Semua orang melakukannya, dan tidak ada orang yang mempersoalkannya dan sangat direstui pada pemimpin agama. Kalau ada yang berani membantah, pasti dicap kolot dan berpikiran sempit. Kalau ditiadakan pelayanan jual beli dan nukar menukar ini, apa solusinya? Ini sebuah sistem yang baik, demi kebaikan umat, demi kebaikan para imam, dan tentu saja demi kebaikan agama itu sendiri. Mungkin di benak mereka, Allah juga berkenan dan memberkati mengingat banyaknya orang yang datang sejak sistem itu diterapkan.

Namun Yesus datang dan mengacaukan semuanya. Bukankah ini sebuah tindakan kekerasan dari Yesus? Mencambuk, menjungkir-balikkan barang dagangan dan mengusir orang banyak di situ. Akan tetapi, apa salahnya mereka? Makin lama saya di pelayanan, makin saya sadar bahwa saya sepertinya makin kolot dan makin sempit pikiran saya. Saya sekarang tidak akan mendukung transaksi bisnis dalam bentuk apa pun di antara jemaat. Untuk mengadakan transaksi bisnis dalam bentuk apa pun, membutuhkan orang yang benar-benar rohani. Hanya orang yang super rohani yang dapat berbisnis di dalam gereja. Karena segala macam bisnis, kuncinya adalah keuntungan. Tentu saja di gereja kita berharap kita dapat “saling menguntungkan”. Namun semulia apa pun, pada akhirnya yang menentukan adalah profit. Itulah bahasa bisnis. Saat bisnis masuk gereja, kita sudah memperkenalkan api yang asing ke dalam gereja. Jujur saya, saya belum lihat transaksi bisnes antar-jemaat yang berakhir baik. Setiap kali ada wacana yang berbau bisnes di gereja, lampu merah di hati saya akan menyala.

Saya tidak sekolot untuk menentang kegiatan berbisnis itu sendiri. Yesus tidak ke Yerusalem dan menjungkir balikkan pasar-pasar di tempat lain, hanya yang di Bait Allah. Di luar silahkan berbisnis tetapi jangan di dalam Rumah Bapa. Menurut firman Tuhan, Rumah Bapa hanya mempunyai satu fungsi yaitu sebagai Rumah Doa, tempat untuk berdoa. Kita butuh orang yang benar-benar cinta dan cemburu akan Rumah Allah untuk melawan tren ini, untuk memastikan dunia bisnis tidak akan pernah masuk ke dalam Rumah Bapa. Kita membutuhkan orang-orang yang berani melawan pengaruh dan tekanan dunia dalam bentuk apa pun atas kehidupan jemaat. Berbisnis di dalam gereja lumayan memberi keuntungan. Di awal bergabung dengan teman-teman di lapangan bulutangkis, saya sering ditanya, “Main apa ko?” Karena kurang mengerti bahasanya, saya sempat bertanya-tanya, ini lagi di lapangan bulutangkis, main bulutangkislah! Ternyata maksud mereka adalah, apa usaha saya. Setelah itu ada yang mulai menginjili saya karena masih belum tahu latar belakang saya. Ternyata orang ini dari mega church yang jemaatnya ribuan orang. Teman baru ini berkata, “Kami di gereja ini saling membantu di dalam bisnis. Ladang yang besar untuk berjualan dan cari customer”. Sepertinya hal ini disampaikan sebagai suatu daya tarik bagi saya. Di dalam hati saya, itu cara yang paling pasti dan ampuh untuk mengubah rumah doa menjadi tempat bisnis. Kita memperkenalkan api yang asing ke dalam gereja.

Saya berharap tidak ada satu orang pun, apakah saya maupun team yang melayani di sini berada di sini untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk apa pun. Kita tidak melayani Allah maupun memperdagangkan hal-hal rohani untuk mendapatkan profit atau keuntungan dalam bentuk apa pun. Profit itu bukan saja dalam bentuk materi, tetapi dalam bentuk status, posisi, kehormatan, keistimewaan dan lainnya. Saya berharap tidak ada satu pun orang yang berada di sini untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk apa pun.

Saya benar-benar berharap spirit dari dunia ini tidak akan pernah masuk ke dalam gereja ini. Bahasa untung-rugi tidak akan masuk ke jemaat ini. Saudara perhatikan cara bagaimana Yesus menangani masalah keuntungan ini. Sejujurnya, saat saya membaca perikop ini, saya merasakan kita masih terlalu jauh dibandingkan dengan Yesus. Harus memakai teropong untuk bisa melihat dia. Bayangkan sebuah sistem yang sudah ada selama mungkin ratusan tahun, lalu Yesus ke sana dan memakai cambuk untuk mengusir para pedagang itu. Kalau saya melihat adanya masalah di gereja, saya akan pergi ke tempat itu dan menggeleng-geleng kepala saya sambil menarik nafas panjang. Setelah itu pulang dengan perenungan yang mendalam. Merenungkan keadaan yang menyedihkan ini, dan mungkin meneteskan setetes dua air mata. Sekalipun saya terdorong untuk berkata sesuatu, saya akan masuk ke situ dan berkata, “Ehem, ehem, ehem… shhh… er… er silahkan mendengarkan saya. Apa yang kalian lakukan ini tidaklah benar”. Bagi kita, gembala harus halus, lembut dan sopan, jangan sampai ada yang terluka, jangan sampai ada yang tersinggung.

Tahukah saudara bahwa, ada hal-hal tertentu yang tidak bisa dinegosiasi. Dari segi nalar dan logika, tidak mungkin bisa menang. Tidak mungkin Yesus bisa menang dengan berbicara baik-baik dengan mereka. Sangat sulit untuk melihat apa salahnya mereka mengadakan fasilitas-fasilitas itu. Satu-satunya cara adalah mengambil cambuk dan usir saja. Di sini kita melihat Yesus menunjukkan amarahnya. Kata “zeal” atau yang diterjemahkan sebagai cemburu itu juga berarti amarah. Apa yang menghanguskan? Apa yang melahap? Api kemarahan! Marah yang besar. Marah orang benar itu sangatlah menyerikan. Marah seorang pemarah itu biasa-biasa saja. Saat seorang pemarah mulai marah, kita hanya berkata, “Ah, mulai lagi dia…” Kita sudah terbiasa, dan tidak terusik lagi. Namun amarah seorang benar itu sangatlah mengerikan. Itulah yang terjadi saat Yesus marah, semua orang ketakutan, padahal dia hanya satu orang yang ditemani orang-orang tidak penting seperti nelayan dan pemungut cukai. Namun semua pedagang berlarian menyelamatkan diri.

Saya mau memberikan satu lagi teladan dari Paulus. Hal ini berlaku untuk saya dan kita semua. Kita lihat cara bagaimana Paulus melayani jemaat. Di Kisah 20:31-35,

Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata. Dan sekarang aku menyerahkan kamu kepada Tuhan dan kepada firman kasih karunia-Nya, yang berkuasa membangun kamu dan menganugerahkan kepada kamu bagian yang ditentukan bagi semua orang yang telah dikuduskan-Nya. Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.” (ITB)

Paulus menggambarkan dirinya bahwa selama tiga tahun lamanya, siang dan malam tanpa henti-henti menasihati jemaat dengan mencucurkan air mata! Besar kemungkinan Paulau memakai bahasa hiperbola, tetapi tetap saja menggambarkan kepada kita pengorbanannya yang intens bagi jemaat. Di sini kita melihat cinta dan kecemburuan Paulas bagi jemaat Allah. Paulus berkata di sini bahwa dia tidak menginginkan emas, parak atau pakaian dari siapapun juga. Baginya adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima. Ini merupakan gambaran untuk seseorang yang tidak berminat dengan keuntungan apa pun. Bahkan lebih daripada itu, dia bekerja dengan tangannya sendiri untuk memenuhi keperluannya sendiri dan untuk menolong orang yang lemah. Hidupnya dicirikan oleh RUGI besar! Kenapa dia berbuat demikian? Untuk memberikan teladan atau contoh kepada jemaat, agar kita hidup seperti itu. Salah satu ekspresi penting dari zeal adalah kerja keras, suatu kebalikan dengan orang yang malas dan acuh tidak acuh terhadap Rumah Bapa, terhadap jemaat. Bagi Paulus, dia tidak pernah punya sikap seperti itu. Sehubungan dengan Rumah Bapa, kata “males” tidak akan pernah keluar dari mulut Paulus.

Kecemburuan di sini adalah satu passion untuk Tuhan dan jemaatnya, bukan berbicara tentang cemburu tentang pacar atau tentang orang lain. Kita jarang menemukan orang yang cemburu dengan Rumah Bapa.

Saya mau mengakhiri dengan sesuatu yang praktis. Saya mau fokus pada Rumah Bapa atau Rumah Allah. Saya mau mengaitkan hal ini dengan tujuan hidup sebagai orang Kristen. Apa tujuan hidup saudara sebagai seorang percaya? Apa tujuan Allah saat Dia menciptakan bumi ini? Apa tujuan Allah waktu dia menciptakan manusia? Apa tujuan seluruh proyek penciptaan, seluruh proyek keselamatan, apa tujuannya? Dari apa yang saya pahami dari Firman Tuhan, Allah menginginkan satu tempat bersemayam di bumi ini di antara umat-Nya. Allah menginginkan satu tempat kediaman-Nya di bumi ini. Dari awal sampai akhir, itulah tujuan Allah. Fokus di Perjanjian Lama, di Perjanjian Baru dan sampai ke Wahyu tetap adalah tentang Bait Allah. Dan Bait Allah adalah tempat kediaman Allah. Di akhir Alkitab, di akhir kitab yang terakhir, Wahyu 21 berkata bahwa tempat kediaman Allah, kemah Allah adalah di antara kita manusia. Apa tujuan hidup kita sebagai orang percaya? Tujuannya hanya satu, menyiapkan tempat persemayaman untuk Allah. Mazmur 45, dalam bahasa yang lebih sederhana, tujuan di balik semuanya adalah agar Yahweh, Bapa akan turun dan tinggal di antara kita. Itulah konsep dari Rumah Allah.

Saya berharap saudara sadar bahwa hidup bukanlah tentang makan, minum, kawin mengawin, melahirkan, menikmat hidup dan kemudian mati. Memang semua itu hal yang wajar untuk kita lakukan karena kita diciptakan membutuhkan semua itu, tetapi kita diciptakan untuk tujuan yang lebih mulia daripada itu. Dalam segala sesuatu yang kita lakukan, termasuk makan minum, kawin mengawin, beranak cucu, dalam semua itu, tujuannya adalah untuk mempersiapkan satu tempat bersemayam untuk Allah. Supaya Allah bisa turun dan berdiam di tengah-tengah kita. Di akhir dari segala-galanya, di Wahyu, Allah akan berkata, “Aku tinggal di tengah-tengah mereka.” Itulah deklarasi surgawi setelah segala-sesuatu dipulihkan nanti, “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.” (Wahyu 21:3) Kalimat “Allah… bersama-sama dengan manusia” itu muncul sampai tiga kali!

Sebagai penutup, saya mau membagikan Mazmur 132. Semoga Mazmur dari Daud ini menjadi awal dari cinta kita kepada Rumah Bapa. Kita belum sampai di level Yesus untuk melakukan apa yang Yesus lakukan di sini, tetapi marilah kita seperti Daud bersumpah pada Yahweh untuk memperhatikan Rumah Tuhan.

Ingatlah, ya TUHAN, kepada Daud dan segala penderitaannya, bagaimana ia telah bersumpah kepada TUHAN, telah bernazar kepada Yang Mahakuat dari Yakub: “Sesungguhnya aku tidak akan masuk ke dalam kemah kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku, sesungguhnya aku tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan kelopak mataku terlelap,  sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub.” (Mazmur 132:1-6)

Dengan kata lain, Daud berkata bahwa dia tidak akan tenang, dia akan terganggu dan gelisah terus sampai Yahweh turun dan tinggal di antara kita. “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku” adalah mazmur Daud. Saya sangat berharap kita diberikan api ini. Kita tidak akan tenang, tidak akan berbaring, tidak akan membiarkan mata kita tidur atau kelopak mata terlelap sehingga Bapa datang tinggal di antara kita, apakah secara individu maupun secara berjemaat. Celakalah kita kalau kita dapat tidur nyenyak sekalipun jauh dari Allah! Kiranya kita memiliki api ilahi ini di dalam kehidupan kita. Di zaman Perjanjian Baru, di zaman Roh Kudus ini, kita sekarang adalah Bait-Nya. Kiranya waktu Yesus datang lagi di antara kita, dia akan melihat sebuah Rumah Doa dan bukan tempat yang riuh berbisnes, tempat menghitung uang. Kita melihat senyumannya dan bukan amarahnya seperti di Yerusalem 2000 tahun yang lalu.

Berikan Komentar Anda: