Pastor Eric Chang | Matius 24:45-25:30 |

Kita akan mempelajari ayat-ayat dari Matius 24:45 sampai 25:30, yang berisi tiga perumpamaan. Perumpamaan yang pertama adalah tentang hamba yang setia dan yang tidak setia (24:45-51). Yang kedua adalah perumpamaan tentang sepuluh orang gadis, sedangkan yang ketiga adalah perumpamaan tentang talenta.

Kita akan menarik beberapa prinsip dari ajaran Yesus ini. Ketiga perumpamaan dari ajaran Yesus ini memiliki beberapa kesamaan yang mendasar. Ketiganya memiliki poin utama yang sama, tetapi dengan ciri masing-masing. Berikut adalah poin-poin yang sama dari ketiga perumpamaan itu:

  1. Sang majikan atau mempelai di dalam perumpamaan-perumpamaan itu, sedang pergi jauh dan akan kembali.

  2. Ketiga perumpamaan ini berbicara tentang orang Kristen, dan bukannya orang non-Kristen. Ketiganya berbicara kepada orang Kristen atau para murid, bukannya orang tidak percaya.

  3. Ketiga perumpamaan itu berbicara tentang waktu kedatangan yang tidak pasti. Di Matius 25:19, secara khusus dinyatakan bahwa penundaan waktu itu berlangsung lama: “Lama sesudah itu, tuan dari hamba-hamba itu datang dan mengadakan perhitungan dengan mereka.” Poin ini sangatlah penting dalam memahami pengajaran Yesus berkaitan dengan akhir zaman, atau dalam istilah teologi disebut “eskatologi”. Pengajaran Yesus menekankan bahwa kedatangannya yang kedua  akan terjadi secara tiba-tiba, tetapi tidak dalam waktu dekat. Yesus tidak mengajarkan bahwa ia akan datang segera. Kedatangannya akan terjadi secara tiba-tiba, tetapi tidak dalam waktu dekat. Ketiga perumpamaan itu mengisyaratkan adanya penundaan, yaitu akan ada selang waktu yang cukup lama sebelum ia datang kembali. Saya cukup penasaran dari mana datangnya ajaran bahwa kedatangan Yesus akan terjadi dalam waktu dekat. Dari ketiga perumpamaan ini, dua di antaranya dengan jelas memuat kata “tidak datang-datang” (delay, tertunda). Perumpamaan yang ketiga pula dengan jelas menyatakan bahwa akan ada selang waktu yang lama sebelum dia kembali.

    Sekarang ini, saat kembalinya Yesus memang sudah dekat. Sudah dua ribu tahun berlalu. Akan tetapi, pada zaman itu, saat kembalinya Yesus tidak bisa dibilang sudah dekat. Yesus berkata bahwa akan ada selang waktu yang lama sebelum ia datang kembali. 

  4. Perilaku orang-orang yang menantikan kedatangannya itu akan menentukan apakah mereka akan dinilai setia atau jahat (perumpamaan yang pertama), bijak atau bodoh (yang kedua), atau apakah mereka akan masuk ke dalam sukacita Tuannya atau akan dibuang (yang ketiga). Perilaku adalah faktor penentu. Yesus sedang berbicara kepada orang-orang Kristen dan ia berkata bahwa Anda akan masuk ke dalam sukacita atau dibuang keluar bergantung pada kualitas dari perilaku Anda. Di dalam pengajaran yang alkitabiah, penghakiman selalu dilandasi oleh perilaku. Ini merupakan hal yang sangat mendasar dalam pengajaran yang alkitabiah, dan tidak ada orang yang bisa menyangkalnya.

  5. Kesetiaan digambarkan sebagai hal ekstra yang sangat kita butuhkan. Kesetiaan digambarkan sebagai cadangan minyak yang dibawa oleh gadis-gadis yang bijaksana, dan uang talenta hasil usaha hamba-hamba yang setia. Ekstra ini, yang dihasilkan dari perilaku kita, sangat berhubungan dengan keselamatan seseorang.

  6. Akan ada perhitungan pada saat sang majikan itu kembali. Apakah Anda benar-benar ingin bertemu dengan Yesus ketika ia kembali nanti, akan bergantung pada cara hidup Anda sekarang ini. Jika kehidupan Anda termasuk jenis yang tidak bisa dikatakan terang, tentunya Anda tidak ingin bertemu dengan dia.  Saya tidak akan terkejut jika ada banyak orang Kristen yang sebenarnya tidak begitu berniat untuk bertemu dengan dia.

  7. Orang-orang yang setia menerima hadiah yang besar. Di Matius 24:47, hamba yang setia diberi kepercayaan untuk mengurus segala milik majikannya. Ini berarti sang majikan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada hamba yang telah terbukti setia. Allah akan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada orang-orang seperti itu, dan akan memberinya kepercayaan untuk mengurus segala milik-Nya sebagai ungkapan kepercayaan itu. Ini adalah poin penting yang akan kita bahas nanti.

    Sehubungan dengan imbalan di perumpamaan tentang uang mina (Luk 19:12), hamba yang memberikan hasil sepuluh mina diberi kepercayaan untuk memerintah sepuluh kota; yang menghasilkan lima mina diberi kepercayaan untuk memerintah lima kota. Dengan kata lain, imbalan yang diberikan setimpal dengan kesetiaan yang telah ditunjukkan. Para hamba yang setia mendapat kepercayaan untuk terlibat dalam pemerintahan Allah di dalam kerajaan Allah.

    Sama seperti lima gadis bijaksana yang ikut masuk ke dalam pesta pernikahan, para hamba yang setia di dalam perumpamaan tentang uang mina juga diajak masuk ke dalam sukacita Tuannya. Di dalam kedua perumpamaan itu, dipakai kata Yunani yang sama untuk ungkapan “masuk”, yang berarti masuk ke dalam perjamuan, masuk ke dalam sukacita Tuan kita. Kita dibawa masuk ke dalam sukacita-Nya karena kita telah memberi Dia sukacita. Lewat kesetiaan perilaku kita, kita memberi Dia kepuasan. Perilaku yang setia memberi-Nya sukacita, jadi kita akan dibawa masuk ke dalam sukacita-Nya.

  8. Hamba yang tidak setia dihukum dengan sangat keras. Perumpamaan di Matius 24:45 menjadi pengantar bagi kedua perumpamaan yang lain. Di dalam setiap perumpamaan ini, hamba yang tidak setia menerima hukuman yang sangat berat.

    Di Matius 24:51, ada sebuah kata yang secara harfiah berarti “memotong sampai berpotong-potong”. Hamba yang tidak setia, mengikuti arti harfiahnya, akan dipotong-potong. Dengan kata lain, secara kiasan, ia akan menghadapi kebinasaan yang dahsyat. Oleh karena hamba tersebut tidak setia, di dalam perumpamaan ini dia digambarkan sebagai jahat, maka ia akan dibinasakan sepenuhnya. Ia akan dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan orang-orang munafik lainnya, tempat tangis dan kertakan gigi. Tangis dan kertakan gigi menggambarkan kepedihan dan penyesalan yang mendalam, perasaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang mengalami kegagalan yang besar.

    Mengapa ada tempat pembinasaan? Mengapa Allah yang adalah kasih itu menciptakan tempat seperti neraka? Jika bumi dan langit yang baru ditentukan sebagai tempat kediaman orang-orang benar, seperti yang dikatakan di 2 Petrus 3:13, tentu ada tempat di mana semua ketidakbenaran akan dibinasakan. Itulah tujuannya neraka. Neraka adalah tempat di mana kejahatan dan ketidakadilan dimusnahkan.

    Poin yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa mereka yang dibinasakan, di dalam setiap perumpamaan itu, adalah para hamba dari sang tuan. Dengan kata lain, mereka yang dibinasakan itu adalah orang-orang Kristen, bukannya orang non-Kristen. Sungguh mengejutkan, bukankah begitu? Kita cenderung berpikir bahwa orang-orang non-Kristenlah yang akan masuk ke dalam neraka. Namun, sungguh mengejutkan ternyata setiap kali Yesus berbicara tentang neraka, ia selalu berbicara tentang orang-orang Kristen, tentang hamba-hamba Tuan. Kejutan yang sangat tidak enak, dan kita tentu akan mengalami kesulitan menelannya. Banyak dari antara kita dididik oleh gereja untuk percaya bahwa orang non-Kristenlah yang akan dimasukkan ke dalam neraka, bukannya orang Kristen.  Ini merupakan kekeliruan yang sangat besar! Kita harus menyesuaikan jalan pikiran kita dengan ajaran yang disampaikan oleh Yesus. Orang Kristen yang gagal, yang tidak setia, dan yang hidup di dalam dosa, mereka itulah yang masuk ke dalam neraka. Sangat sulit untuk dicerna, bukankah begitu? Tidak heran jika ada semacam persekongkolan di dalam gereja-gereja — jika saya boleh menyebutnya sebagai persekongkolan — untuk menyingkirkan bagian ini dari ajaran Yesus. Orang Kristen tidak akan mau mendengar hal seperti ini. Akan tetapi, kita harus mendengarnya jika kita ingin mendengarkan firman Yesus. Kita tidak suka ajaran seperti itu, tetapi itulah hal yang disampaikannya. Tidak ada cara untuk menghindarinya, kecuali dengan menyerongkan artinya.


DIBUANG KELUAR DARI KERAJAAN

Satu elemen penting dalam pengajaran Yesus adalah bahwa berulang kali disebutkan bahwa anak-anak kerajaan yang tidak setia akan dibuang keluar. Tidak heran jika banyak pengkhotbah yang menyerongkan artinya sekarang ini, karena mereka tidak dapat menerimanya. Setiap orang tahu bahwa apa yang saya katakan ini adalah kebenaran; tidak akan ada yang berani berkata bahwa hal ini tidak benar. Setiap kali Yesus berbicara tentang orang-orang yang dilemparkan keluar, tentang ratap tangis dan kertakan gigi, yang dibicarakan itu adalah orang-orang Kristen. Anda bisa memeriksa hal ini sendiri. Anda akan sangat terkejut melihat hasilnya!

Jika kita berkata, “Nah, aku ini orang Kristen dan akan masuk ke surga. Semua orang non-Kristen akan masuk ke neraka”, kita salah! Ini bukan hal yang diajarkan oleh Yesus. Malahan, orang Kristenlah yang harus memberi pertanggungjawaban kepada Allah.

“Setiap orang yang diberi banyak, dituntut banyak.” (Luk 12:48).

Orang Kristen akan dihakimi secara lebih berat ketimbang orang non-Kristen. Oleh karena hak-hak istimewa yang diberikan kepada orang Kristen jauh lebih besar, maka penghakiman terhadap mereka juga akan jauh lebih berat. Jadi, jika kita menginginkan hak-hak istimewa, kita juga harus siap mempertanggungjawabkannya.

Prinsip semacam ini juga dapat kita lihat dalam kehidupan orang dunia. Jika Anda adalah seorang pimpinan departemen, Anda adalah orang yang harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di dalam departemen tersebut. Anda tidak bisa mengalihkan tanggung jawab kepada bawahan Anda. Anda yang harus bertanggung jawab. Serupa dengan itu, jika Anda adalah seorang perwira di dalam ketentaraan, Anda menjadi orang yang bertanggung jawab atas apa yang prajurit Anda lakukan. Anda tidak boleh berkata, “Nah, itu bukan tanggung jawab saya.” Begitulah cara kerjanya. Semakin tinggi kedudukan Anda, maka semakin besar tanggung jawab Anda. Pada masa perang, jika seorang jendral tertangkap, merekalah yang akan diadili dan dihukum karena dipandang sebagai orang yang bertanggung jawab atas perbuatan para prajuritnya. Para perwira Jerman adalah contoh orang-orang yang menanggung tuduhan sebagai penjahat perang. Satu demi satu para perwira itu dihukum mati atau dipenjara seumur hidup, karena sebagai perwira pasukan merekalah yang dipandang harus bertanggung jawab atas segala kejahatan para serdadu Jerman. Semakin besar hak istimewa yang dimiliki, semakin berat pula penghakiman yang harus ditanggung. Persisnya, hal itulah yang dikatakan oleh Yesus.

Selanjutnya kita sampai pada bagian yang menyebutkan tentang akan adanya ratap tangis dan kertakan gigi (Mat 24:51). Di dalam ajaran Yesus, bagian ini tidak mengacu pada orang-orang non-Kristen. Namun, bukan berarti tidak ada orang non-Kristen yang akan masuk ke neraka. Bukan itu maksudnya. Peringatan tentang neraka ditujukan kepada orang-orang religius, khususnya mereka yang mengira bahwa mereka adalah umat Allah. Banyak orang Kristen dan pendeta yang merasa tidak nyaman dengan ajaran ini sehingga mereka bahkan bersedia untuk menyerongkan artinya. Memang tidak diragukan lagi memang telah terjadi penyimpangan dalam pengajaran firman Allah.


RATAP TANGIS DAN KERTAK GIGI

Untuk menggambarkan poin ini, mari kita lihat sebuah contoh. Kadang-kadang saya harus menyebutkan nama, bukan karena mereka satu-satunya orang yang telah menyimpangkan makna ajaran Alkitab. Sangat tidak menyenangkan untuk menyebutkan nama dalam hal ini, tetapi jika Anda membaca tafsiran mereka, Anda dapat membuktikannya sendiri. Sudah tiba saatnya kebenaran dinyatakan. Jika kita membaca Matius 24:51, apa makna dari ungkapan “ratap tangis dan kertakan gigi”? Setiap penafsir Alkitab tahu apa artinya. Ungkapan itu mengacu pada rasa pedih dan sesal yang sangat mendalam ketika seseorang ditolak oleh Allah, dan kehilangan kesempatan untuk diselamatkan. Namun, apa kata saudara Watchman Nee? Saya sulit mempercayai mata saya ketika membaca tafsirannya. Ia berkata bahwa ungkapan “ratap tangis dan kertakan gigi” itu berarti penyesalan yang mendalam dan pertobatan yang sejati. Ini adalah penafsiran Alkitab yang keliru!

Tak seorang pun yang telah mempelajari Alkitab dengan sungguh-sungguh akan berkata bahwa ratap tangis dan kertakan gigi itu adalah gambaran pertobatan yang sejati. Lalu, mengapa orang-orang seperti Watchman Nee bisa mengatakan hal yang menyimpangkan makna Alkitab? Sangat mungkin karena mereka tidak bisa menerima poin dari ajaran Yesus di bagian ini. Bagaimana mungkin seorang Kristen akan masuk ke neraka? Nee mengakui bahwa bagian ini merujuk kepada para hamba karena memang ada kata “hamba” yang dipakai di dalam bagian ini. Mereka adalah para hamba yang menanti kedatangan tuannya. Tidak ada keraguan tentang hal ini, dan Nee memang menyatakan bahwa perumpamaan ini berbicara tentang orang-orang Kristen. Namun, karena orang-orang Kristen ini akan dimasukkan ke tempat di mana orang-orang munafik berada, maka itu berarti bahwa mereka akan dibinasakan di dalam api neraka! Mungkinkah muncul penyesalan yang mendalam dan pertobatan yang sejati pada orang-orang ini? Apakah kita akan menyerongkan makna Alkitab demi menghindari kuasa firman-Nya karena kita tidak bisa menerimanya? Kita merasa wajib memutarbalikkan ayat Alkitab karena kita tidak mau menghadapi apa yang sesungguhnya disampaikan oleh Yesus. Kita berkata, “Tak mungkin ia bermaksud seperti itu. Ini sangat mustahil.” Sayangnya, semua penafsiran yang diakui secara luas akan memberi tahu kita bahwa memang seperti itulah arti dari “ratap tangis dan kertakan gigi”. Mengacu kepada perasaan putus asa, menyesal, pahit dan marah karena dibuang ke neraka dan mengalami kebinasaan total.

Beberapa orang yang mengajarkan tentang doktrin “sekali selamat selamanya selamat” berkata bahwa orang-orang yang terhilang itu memang sudah sejak awal ditetapkan seperti itu. Ini juga penyelewengan makna Alkitab yang sangat berat. Sama saja dengan berkata bahwa hamba yang jahat di Matius 24 ini sebenarnya tidak pernah menjadi hamba. Apakah orang itu hamba atau bukan? Jawabannya jelas sekali. Dapatkah kita mengatakan bahwa orang itu bukanlah hamba karena ia tidak setia dan dihukum ke dalam kebinasaan? Fakta bahwa ia bukanlah hamba yang setia tidak berarti bahwa ia bukan seorang hamba. Dapatkah Anda berkata bahwa seseorang bukanlah pendeta hanya karena ia bukan pendeta yang setia? Hanya karena seseorang tidak berkata benar, sekalipun ia adalah seorang pendeta, tidak membuatnya berubah menjadi bukan pendeta. Janganlah kita masuk ke dalam cara penalaran yang bodoh seperti ini dan berkata, “Kalau orang-orang itu pada akhirnya gagal, mereka sebenarnya bukan orang Kristen sejak awal.” Jika seperti itu halnya, lalu di mana jaminan keselamatan kita? Kita tidak akan pernah tahu apakah kita ini orang Kristen yang sejati, dan pada saat ternyata kita gagal nanti seseorang akan berpaling kepada kita dan berkata bahwa kita ini sejak awal bukan orang Kristen. Lalu, jaminan keselamatan macam apa yang bisa ditawarkan oleh doktrin “sekali selamat selamanya selamat” jika setiap orang yang kemudian gagal akan dikatakan bahwa mereka sebenarnya bukan orang Kristen sejak awal?

Di dalam perumpamaan tentang hamba yang tidak setia (Mat 24:45-51), si hamba yang tidak setia itu memang betul-betul seorang hamba dari sang majikan tersebut, sekalipun pada akhirnya ia dilemparkan keluar. Jika ia tidak menjadi bagian dari rumah tangga sang majikan, bagaimana mungkin ia akan dilemparkan keluar? Ia harus merupakan bagian dari rumah tangga tersebut, baru bisa dilemparkan keluar. Ungkapan “dicampakkan keluar” ini sendiri dipakai sebanyak tiga kali oleh Yesus di dalam Injil Matius.


DILEMPARKAN KELUAR

…anak-anak kerajaan itu akan dibuang ke dalam kegelapan yang paling gelap.. (Mat 8:12)

‘Ikatlah tangan dan kakinya, dan lemparkanlah ia ke dalam kegelapan yang paling luar. Di sana, akan ada tangis dan kertak gigi.’ (Mat 22:13)

Sekalipun orang yang tidak memakai pakaian pesta itu sudah masuk ke dalam pesta perjamuan, berbeda dengan kelima gadis bodoh yang sama sekali tidak dapat masuk — namun orang yang tidak berpakaian pesta itu tetap dilemparkan keluar karena ia tidak memakai pakaian yang sesuai untuk perjamuan itu. Tidak seorang pun yang bisa masuk ke dalam pesta perjamuan tanpa mengenakan kebenaran yang berasal dari Allah.

Lemparkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling pekat. Di tempat itu akan ada tangisan dan kertak gigi. (Mat 25:30)

Hamba yang tidak berguna itu dilemparkan ke dalam kegelapan yang paling pekat. Lukas 13:28 menyatakan tentang hal yang sama:

Kamu akan menangis dan mengertakkan gigi ketika melihat Abraham, Ishak, dan Yakub, beserta semua nabi berada di dalam Kerajaan Allah sementara kamu dilemparkan ke luar.

Kata dilemparkan keluar itu terjemahan harfiahnya adalah diusir keluar, sebuah ungkapan yang sangat tegas. Sekalipun ini merupakan salah satu unsur dalam ajaran Yesus yang tidak kita senangi, tetapi itulah kebenarannya.

Bagian pengajaran Yesus yang bernada seperti ini muncul di banyak tempat di Alkitab. Sebagai contoh, hal ini juga terlihat di dalam perumpamaan tentang pukat (Mat 13:50). Ikan-ikan yang sudah masuk ke dalam pukat atau kerajaan banyak yang dilemparkan keluar. Di dalam perumpamaan tentang gandum dan lalang, lalang tersebut tumbuh di antara gandum. Perhatikan bahwa lalang itu tidak tumbuh di sekitar atau di luar ladang gandum, tetapi di dalam dan di antara gandum. Lalang itu juga dicampakkan. Di dalam perumpamaan tentang hamba yang jahat di Matius 18:23-35, hamba tersebut sebenarnya sudah diampuni, tetapi ia gagal mengampuni temannya, lalu pengampunan yang telah diterimanya itu dibatalkan dan ia mendapat hukuman. Dengan kata lain, ia dicampakkan keluar. Kita bisa lanjutkan terus dengan contoh-contoh yang lainnya karena unsur ini memang merupakan salah satu pokok utama dalam ajaran Yesus. Kita tidak mungkin tidak melihat unsur ini. Mereka yang telah masuk ke dalam kerajaan kemudian dicampakkan keluar karena mereka gagal membuktikan bahwa mereka layak bagi Injil. Tidak ada tempat untuk berpuas diri dalam kehidupan rohani. Kita harus sangat waspada, dan menjalani hidup ini sesuai dengan panggilan Tuhan kepada kita.


“DILEMPARKAN KELUAR” DALAM PERJANJIAN LAMA

Pengajaran yang sama banyak kita temukan di dalam Perjanjian Lama. Dicampakkan keluar adalah akibat yang menyedihkan dari dosa. Ada banyak contoh di dalam Alkitab di mana kita bisa melihat kondisi “dicampakkan keluar”. Sejak Kejadian 3:24 dari Septuaginta, kita sudah menemukan kata Yunani ekballo, yang artinya “melempar keluar”. Di ayat ini, Adam dan Hawa dikeluarkan dari taman Eden karena mereka berbuat dosa. Meskipun Adam, manusia ciptaan yang sempurna, dan Hawa memiliki persekutuan yang akrab dengan Allah, persekutuan yang akrab itu tidak menjamin bahwa kedudukan mereka di dalam taman Eden  akan aman. Saat mereka berbuat dosa, maka mereka dikeluarkan. Hal yang sama berlaku pada Kain, di Kejadian 4:14. Setelah ia membunuh Habel adiknya, kita melihat bahwa Kain mengalami pengusiran.

Hal yang sama juga berlaku pada bangsa Israel. Kita melihat hal itu di Ulangan 11:23. Mereka dikeluarkan dari tanah yang sudah diberikan oleh Allah kepada mereka. Mereka dijanjikan untuk masuk ke dalam Tanah Perjanjian, hanya untuk dilemparkan keluar lagi (Ul 28:64, 29:28, 1 Raj 14:15, dan masih banyak lagi ayat yang menjelaskan hal ini). Baik di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru, unsur ini menjadi salah satu bahan utama di dalam pengajaran Yesus: tidak ada orang yang bebas berbuat dosa tanpa terkena hukuman, terutama jika pelaku tersebut adalah umat Allah. Mereka tidak akan bisa berbuat dosa tanpa terkena akibatnya. Mereka tidak akan lolos karena mereka berhadapan dengan Allah yang hidup. Ia telah memberi mereka hak istimewa yang tertinggi, yaitu menjadi umat-Nya — menjadi anak-anakNya — dan Ia menuntut agar mereka hidup layak sebagai anak-anak-Nya. Artinya, mereka harus menjalani hidup yang menunjukkan bahwa mereka memang benar-benar anak-anak Allah.

Itu sebabnya kita bisa saja menjadi anak-anak-Nya, tetapi anak-anak yang hilang, hal yang kita lihat di dalam perumpamaan tentang anak yang hilang. Kita bisa saja menjadi domba, tetapi domba yang hilang. Akan tetapi, tentunya kita harus menjadi domba dahulu sebelum bisa menjadi domba yang hilang. Di dalam Alkitab, kata domba melambangkan umat Allah. Orang-orang yang tidak percaya tidak digambarkan sebagai domba melainkan serigala. “Aku mengutusmu sebagai domba di tengah-tengah serigala. Aku mengirimmu ke tengah dunia serigala,”  begitulah kata Yesus. Para rasul, sebagai murid-muridnya, adalah domba-domba. Sebelum kita menjadi domba yang sesat, kita tentunya harus menjadi domba dahulu. Walaupun perumpamaan-perumpamaan dari Yesus sering kali disampaikan kepada orang-orang non-Kristen, sebenarnya itu semua ditujukan kepada orang-orang Kristen. Inilah hal yang luar biasa dari perumpamaan-perumpamaan tersebut.

Di dalam Alkitab, kata ekballo yang sedang kita amati ini, yang bermakna dicampakkan, juga dipakai dalam arti perceraian di dalam ayat-ayat seperti Imamat 21:7, 14 dan 22:13. Kata ini juga yang dipakai oleh Allah saat membicarakan hubungan-Nya dengan Israel di Hosea 9:15:

“Aku akan mengusir mereka dari rumah-Ku. Aku takkan mengasihi mereka lagi;”

Ini dilandasi oleh kenyataan bahwa mereka sudah meninggalkan-Nya. Ada tertulis,

“Jika kita menyangkal Dia, Ia juga akan menyangkali kita.” (2Tim 2:12).

Jadi kita memang tidak punya pilihan lain. Jika kita masuk ke dalam dosa, kita akan dicampakkan keluar.

Jika ada orang Kristen yang berbuat dosa berulang kali dan menolak untuk bertobat, ia akan menghadapi konsekuensi dikeluarkan dari gereja. Akan tetapi, sekarang ini sangat sedikit gereja yang memiliki otoritas rohani yang cukup untuk bisa menjalankan disiplin tersebut. Di 1 Korintus 5, Paulus memakai kata “buanglah” di ayat 7, dan kata “usirlah” di ayat 13. Di kedua ayat itu, Paulus tidak sedang berbicara tentang orang non-Kristen. Jemaat di Korintus disuruh mengusir setiap orang Kristen yang hidup di dalam dosa sebagai peringatan tentang apa yang akan terjadi pada mereka pada masa penghakiman nanti. Orang itu dikeluarkan dari tengah jemaat untuk saat ini dan akan dicampakkan ke dalam api neraka pada masa Penghakiman nanti. Disiplin gereja dimaksudkan sebagai peringatan tentang betapa bahayanya hidup di dalam dosa sebagai seorang Kristen. Jika kita berbuat dosa sekarang, kita akan diusir keluar. Jika kita mengalami pengusiran sekarang ini, kita masih bisa bertobat dan kembali ke tengah jemaat. Akan tetapi, jika kita dicampakkan pada masa depan, tidak akan ada jalan untuk kembali. Lebih baik menerima tindakan disiplin sekarang ini ketimbang menghadapi penghakiman nanti. Mengalami pengusiran adalah sesuatu yang sudah sering terjadi baik di dalam Perjanjian Lama maupun di dalam Perjanjian Baru (Ada sangat banyak referensi yang bisa menunjukkan hal ini).


HAL-HAL YANG MENYEBABKAN PENGUSIRAN

Hal apa yang bisa mengakibatkan seseorang mengalami pengusiran? Alkitab memberi kita beberapa penjelasan. Melanggar firman Allah adalah salah satu penyebab terusirnya kita dari kerajaan-Nya. Orang yang melanggar firman Allah membenarkan dirinya dengan menyelewengkan makna Alkitab. Sangatlah berbahaya jika kita tidak menaati firman Allah; hal itulah yang telah dilakukan oleh Adam, dan ia mengalami pengusiran, yaitu dikeluarkan dari kerajaan Allah.

Selanjutnya, pengusiran bisa terjadi dalam kasus penyembahan berhala. Menyembah berhala artinya Anda sedang mengasihi sesuatu atau seseorang lebih daripada Allah. Sebagai contoh, jika Anda mengasihi uang lebih daripada Allah, hal itu akan membawa Anda kepada dosa dan mengakibatkan Anda terusir. Ada sangat banyak pecinta uang di dalam jemaat. Beberapa dari antara mereka menjadi orang-orang yang serakah akan uang, beberapa lagi menjadi orang yang mencintai keduniawian, tetapi mereka masih berpikir bahwa mereka selamat. Alkitab berulang kali memberi kita peringatan tentang penyembahan berhala. Seperti yang dikatakan oleh Yohanes,

“Anak-anakku, jauhkanlah dirimu dari berhala-berhala.” (1Yoh 5:21).

Penyembahan berhala itu maksudnya adalah mengasihi sesuatu atau seseorang melebihi Allah. Hal ini bahkan bisa terjadi dalam hal hubungan Anda dengan pasangan Anda, yaitu jika Anda mengasihi pasangan Anda melebihi kasih Anda kepada Allah, atau Anda mengasihi anak-anak Anda melebihi kasih Anda kepada Allah, atau mungkin sekadar hampir sama dengan kasih Anda kepada Allah, kedua-duanya sama saja buruknya.

Alkitab memberi kita banyak contoh tentang orang-orang yang mengalami pengusiran. Kain adalah salah satunya. Mengapa ia membunuh adiknya? Penyebabnya adalah iri hati, kecemburuan dan kurangnya kasih. Hamba yang tidak setia di Matius 24:49, mengapa ia dihukum dengan sangat keras? Salah satu alasannya adalah karena ia memukuli rekan-rekannya sesama hamba, yang menunjukkan bahwa ia tidak mengasihi mereka sama sekali, dan ia juga lebih suka bergaul dengan orang-orang non-Kristen dan para pemabuk. Di  ayat ini, kata “pemabuk” tidak secara harfiah merujuk kepada orang-orang yang suka minuman keras, melainkan merujuk kepada mereka yang suka hidup dalam kegelapan dan jauh dari persekutuan dengan Allah, yaitu mereka yang berada dalam keadaan disorientasi rohani.

Kemabukan di dalam Alkitab seringkali merupakan hal yang lahir dari dosa, bukan akibat dari alkohol. Matius 24:49 memperlihatkan bahwa ada beberapa orang Kristen yang lebih suka bergaul dengan orang-orang non-Kristen ketimbang dengan umat Allah. Jika kita merasa tidak nyaman berada di tengah-tengah umat Allah, mungkin itu berarti bahwa jauh di lubuk hati kita sebenarnya kita ini bukan orang Kristen. Hal ini bisa mengakibatkan kita dicampakkan keluar. Lihat saja kelakuan orang-orang Yahudi pada zaman itu. Allah telah melakukan berbagai mukjizat di tengah-tengah mereka, tetapi mereka tetap saja tidak taat. Mirip dengan itu, sekarang ini ada banyak sekali orang Kristen yang tidak dapat melihat kemuliaan Allah. Mereka juga tidak pernah mengerti tentang kasih Allah. Pernahkah Anda menyaksikan kemuliaan Allah? Hamba yang tidak setia di Matius 25:25 tidak pernah melihat kemuliaan tuannya, dan ia digambarkan sebagai “hamba yang jahat dan malas” (ay.26). Ia tidak punya wahana kerohanian, tak ada sama sekali. Tidak ada semangat atau dorongan kerohanian. Banyak orang Kristen yang tampaknya seperti ini; mereka tampaknya selalu saja menginjak rem dan tidak pernah mau bergerak.

Prinsip pengajaran Yesus ini — bahwa penghakiman dan pengusiran itu berkaitan dengan orang Kristen — tampaknya merupakan hal yang mengejutkan kita. Unsur ajaran ini memberi kita gambaran tentang apa yang diharapkan oleh Yesus dari kita. Saat ia berkata, “kamu harus menjadi sempurna, seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna”, ia sebenarnya sedang memberitahu kita tentang standar dari komitmen total yang ia kehendaki dari kita. Orang yang gagal untuk hidup sesuai dengan tingkat kesetiaan tersebut, tetapi masih ingin menikmati hak istimewa dari kerajaan Allah akan mendapati bahwa Allah tidak bisa dibohongi. Mereka bisa saja membohongi diri sendiri, membohongi orang Kristen yang lain, tetapi tidak bisa membohongi Allah. Mereka tidak akan mendapat hak istimewa menjadi anak-anak Allah atau menerima keselamatan tanpa memikul tanggung jawab dan memenuhi standar kerohanian yang dikehendaki Allah dari kita. Inilah ajaran Dia.


HIDUP INI ADALAH MASA UJIAN

Di dalam pengajaran Yesus, menjadi seorang Kristen dapat kita samakan dengan masuk ke dalam masa magang di mana kita belajar untuk menjadi muridnya. Dengan kata lain, sekarang ini kita sedang masuk ke dalam masa ujian. Hidup yang sedang kita jalani sekarang ini bisa dikatakan sebagai masa ujian. Jadi, seberapa baik kita bisa mengerjakan ujian itu? Saat memasuki masa ujian, mereka yang sedang bersekolah atau kuliah biasanya memusatkan perhatian mereka seolah-olah masa ujian itu adalah yang terpenting bagi mereka. Memang benar itu adalah masa yang sangat penting dan kita harus memperjuangkan yang terbaik di sana. Apakah kita menyadari bahwa seluruh waktu hidup kita ini merupakan masa ujian? Allah sedang meneliti kehidupan kita sekarang ini untuk melihat apakah kita ini cocok untuk masuk ke dalam kerajaan surga-Nya dan Ia sedang menilai tanggung jawab seperti apa yang akan Ia berikan kepada kita di dalam kerajaan-Nya nanti. Ini adalah prinsip lain dari pengajaran Yesus yang harus kita perhatikan dan jadikan patokan dalam membangun cara berpikir kita.

Bagian ini bersifat sangat revolusioner sehingga terasa sangat sulit untuk kita pahami. Cara berpikir kita sudah terpola sedemikian rupa sehingga semua perencanaan kita hanya sampai pada liang kubur. Kita membuat perencanaan hidup yang berakhir di liang kubur. Sebagai contoh, kita mungkin sudah membuat persiapan tentang hal-hal apa yang  akan kita lakukan pada masa pensiun nanti. Kita mungkin berencana untuk membeli sebuah rumah mungil di Florida jika kita mampu membelinya. Namun, apakah kita punya perencanaan setelah mati? Jika cara kita berpikir masih berhenti di liang kubur saja, kita masih belum belajar untuk berpikir sebagai seorang murid Yesus.

Bagi orang non-Kristen, liang kubur adalah akhir dari segalanya, secara harfiah berarti sesudah itu tak ada apa-apa lagi. Akan tetapi, bagi orang Kristen, kematian hanya merupakan pintu untuk masuk ke dalam kekekalan. Seorang Kristen menjalani hidupnya bukan untuk dunia ini, bukan untuk kehidupan yang sekarang, tetapi untuk kehidupan yang akan datang. Di sinilah letaknya peranan iman. Kita tidak bisa membohongi Allah. Kita bisa saja berkata bahwa kita punya iman, tetapi apakah kita benar-benar punya iman terlihat dari cara kita berpikir dan menjalani hidup ini. Murid sejati Yesus memandang dirinya sebagai orang yang sedang transit. Ia sedang menuju sesuatu yang jauh lebih besar di balik liang kubur. Dapatkah kita berpikir seperti itu? Sangat sulit, bukankah begitu? Itu sebabnya seorang murid Yesus mengalihkan hartanya ke sisi yang lain, yaitu ke surga. Seluruh hidupnya dikerahkan menuju kekekalan.

Apakah kita percaya bahwa kita memiliki hidup yang kekal? Jika kita berkata “ya”, sudah semestinya kita menjalani hidup ini sebagai orang yang hanya mementingkan kekekalan itu. Meskipun banyak orang Kristen yang mengaku memiliki hidup yang kekal, kehidupan yang mereka jalani membuktikan keyakinan yang lain. Mereka menjalani hidup ini dalam pengertian akan kehilangan segalanya jika sudah mati. Jika kita memiliki hidup kekal, tentunya kita akan membuat persiapan yang baik untuk masuk ke sana bukan?

Perhatikanlah perumpamaan tentang uang mina, talenta, dan perumpamaan tentang kesepuluh gadis itu. Semuanya berkaitan dengan hal yang akan terjadi ketika Yesus datang lagi, dan tentang apakah kita layak untuk bertemu dengannya saat itu. Jenis kekekalan macam apa yang akan kita masuki bergantung pada bagaimana cara kita menjalani hidup ini dan apakah kita lulus ujian-Nya sekarang ini. Dapatkah kita memahami bahwa hidup yang sekarang ini adalah masa ujian, sebagai masa transit? Persoalannya adalah begitu banyak orang Kristen yang tidak memahaminya seperti itu. Bagi mereka, hidup yang sekarang ini adalah segala-galanya. Saat orang yang dikasihinya meninggal, cara mereka meratap menunjukkan betapa mereka merasa tidak ada gunanya lagi hidup ini. Bagi mereka, kekekalan itu sangat kabur, suatu istilah yang bahkan tidak bisa diterjemahkan ke dalam ungkapan-ungkapan yang nyata, apalagi untuk dijalani. Akan tetapi, cara hidup kita akan diubah jika akal budi kita diperbaharui. “Berubahlah oleh pembaharuan budimu” (Rm 12:2). Dengan demikian, kematian akan menjadi sesuatu yang dinantikan. Kita tidak akan berkata, “Baiklah, aku bisa menanggungnya”, sebaliknya kita malahan menyambut kematian dengan sukacita. Kita akan bisa memahami apa yang sedang dikatakan oleh Paulus ketika ia menyampaikan kepada kita, “Lalu, mana yang harus kupilih, aku tidak tahu” (Flp1:22). Biasanya kita akan berkata, “Mau pilih yang mana? Saya pilih hidup yang sekarang ini! Bukan pilihan yang susah! Sudah tentu saya ingin hidup. Saya tidak mau mati. Maksudnya, memang enak bisa ikut Tuhan. Masih banyak waktu untuk hal itu; tersedia waktu sepanjang kekekalan untuk bersama dengan Tuhan. Tapi saya mau menikmati waktu yang sekarang ini dulu.” Akan tetapi Paulus berkata, “Tidak, jika Anda meminta saya untuk memilih, maka saya lebih suka mati.” Cara berpikir macam apa ini?

Anda tidak akan bisa memahami mentalitas Paulus jika belum memahami ajaran Yesus. Pengajarannya sangat jelas. Bagi seorang murid Kristus, hidup yang sekarang ini adalah masa ujian. Kita menjalani hidup ini demi kekekalan, dan bagaimana kehidupan kita di dalam kekekalan nanti tergantung pada cara hidup kita sekarang.

Bagaimana Anda akan menerapkannya di dalam pengertian yang praktis? Jika Anda adalah seorang mahasiswa, apa yang akan Anda lakukan? Jika Anda menerapkan ajaran ini, ketika Anda sedang belajar, Anda belajar tidak berdasarkan apa yang mau Anda lakukan di dalam hidup yang sekarang ini, tetapi berdasarkan pada apa yang mau Anda lakukan di dalam kekekalan. Artinya bidang pelajaran Anda adalah alat bagi Anda untuk berbuat sesuatu bagi kehidupan yang kekal, untuk menghasilkan talenta dan mina yang banyak buat Tuhan. Segala sesuatunya dilandasi oleh tujuan ini. Kekekalan menjadi sasaran yang Anda kejar terus menerus, tanpa kenal lelah, dengan tekad yang tertinggi.


BERSATU DALAM PENDERITAANNYA

Sudahkah Anda belajar untuk berpikir sebagai seorang murid Yesus? Jika sudah, Anda akan mengerti apa maksudnya ketika Paulus berkata,

“Kiranya aku dapat mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya, serta bersatu dalam penderitaan-Nya untuk menjadi seperti Dia dalam kematian-Nya” (Flp 3:10).

Jelas sekali Paulus ingin menderita bersama Kristus. Jika Anda belum belajar untuk berpikir seperti ini, Anda mungkin akan berkata, “Tidak. Saya sudah cukup menderita. Maksudnya, minggu kemarin saya terkena demam, dan itu sudah lebih daripada yang bisa saya tanggung. Terus Anda mau menyuruh saya masuk ke dalam persekutuan di dalam penderitaan Kristus? Anda sudah gila? Minggu depan saya harus menghadapi ujian. Penderitaan apa lagi yang Anda mau saya tanggung?” Namun Paulus berkata, “Aku rindu untuk menderita bersamanya.” Nah, tampaknya tak ada orang yang bisa memahami cara berpikir seperti ini. Sebagai seorang Kristen yang masih baru, saya juga sempat tidak memahami maksud Paulus. Saya membaca ayat ini berulang-ulang, tetapi tidak juga mengerti. Mengapa ada orang yang rindu untuk ikut dalam penderitaan Kristus?  Menjadi seperti dia dalam kematian? Mati dengan cara yang sama dengan dia? Paulus berkata, “Aku mau mati seperti dia.” Kalau bukan seorang fanatik, dia pasti orang gila! Mungkin dia terlalu banyak berkhayal.

Anda tidak akan bisa memahami cara berpikir seperti ini sebelum memahami bahwa hidup inilah satu-satunya kesempatan untuk hidup bagi kekekalan, untuk mengumpulkan harta di dalam kekekalan. Di sinilah kesempatan Anda untuk menderita baginya. Sekarang inilah kesempatan bagi Anda untuk mati bagi dia karena sesudah ini Anda tidak akan pernah mati lagi. Selanjutnya Anda akan masuk ke dalam kekekalan dan tidak akan pernah mati lagi. Kalau sudah masuk ke sana, tidak akan ada kesempatan lagi. Pikirkanlah hal itu. Namun, bukan berarti Anda harus datang ke algojo dan berkata, “Bunuhlah saya. Saya mau mati demi Kristus.” Bukan itu maksudnya. Maksudnya adalah Anda harus menjungkirbalikkan cara berpikir Anda sehingga ketika Anda menghadapi saat-saat di mana Anda berpeluang untuk mati demi Kristus atau demi saudara seiman, Anda segera mengambil kesempatan itu karena mungkin tidak ada lagi kesempatan yang lain.


HIDUP DEMI KEKEKALAN PADA MASA SEKARANG

Apakah saudara seiman Anda sedang kekurangan? Berikanlah dia apa yang dibutuhkannya. Mungkin Anda tidak pernah punya kesempatan untuk memberi lagi. Apakah saudara seiman Anda kelaparan? Berikanlah dia makanan. Mungkin tidak ada kesempatan yang lain. Apakah ia di dalam penjara? Kunjungilah dia. Tidak ada kesempatan lagi untuk itu di dalam kekekalan. Setiap kesukaran dan penderitaan tidak lagi menjadi bahan pergumulan bagi Anda karena mata Anda terfokus pada kekekalan. Saya yakin Anda akan datang ke sana dengan sepuluh, dua puluh atau bahkan seribu talenta bagi Tuhan. Ini akan membuat kehidupan Kristen Anda menjadi dinamis, bukankah begitu?

Berpikir seperti itu akan menguatkan Anda untuk mengatasi kesukaran dengan bantuan Yesus. Paulus berkata,

“Aku dapat melakukan segala sesuatu melalui Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Flp 4:13).

Anda juga dapat melakukannya jika Anda memiliki pemikiran seperti ini. Maut tidak lagi menjadi hal yang Anda takutkan; penderitaan juga tidak akan menakutkan Anda. Itu karena Anda tahu bahwa hidup ini adalah masa ujian. Anda akan menunjukkan kepada Tuhan seberapa besar kasih Anda kepada-Nya karena Ia sudah lebih dulu mengasihi Anda. Anda juga akan bersemangat untuk membuktikan kepada Tuhan kasih Anda kepada saudara-saudara seiman. Maka pada saat diadakan perhitungan, Tuhan akan berkata kepada Anda, “Bagus sekali, hamba yang baik dan setia. Engkau telah berlaku setia untuk perkara yang kecil. Sekarang Aku akan mempercayakan perkara yang besar kepadamu. Engkau akan Kuberi kepercayaan atas segala milik-Ku.”

Tidakkah kehidupan Kristen itu menarik? Akan menjadi menarik jika Anda memahami hal ini. Anda akan mampu menghadapi maut dan penderitaan dengan tersenyum. Segala sesuatu akan dipandang sebagai kesempatan untuk berbakti bagi Tuhan dan umat-Nya karena kekekalan adalah pusat perhatian Anda. Semua ini akan menjadi keuntungan Anda di dalam kekekalan. Tentu saja, Anda tidak ingin berbuat dosa, karena dosa akan merusak rekening Anda di sana. Dosa akan menjadikan raport Anda merah. Oleh karena Anda hidup demi kekekalan, maka Anda tidak akan mau menikmati dosa sekalipun godaannya akan datang dari pelbagai arah sepanjang hidup Anda. Iblis tentu saja akan memastikan godaan-godaan akan terus datang kepada Anda.

Para remaja harus berhati-hati dalam hubungan dengan lawan jenis. Mereka dapat dengan mudah jatuh di dalam hal ini; rekening mereka di surga dapat dengan mudah menjadi bangkrut jika mereka tidak berhati-hati dalam urusan lawan jenis ini. Iblis akan terus berusaha untuk menggoda mereka. Pada masa muda saya, Iblis juga banyak mencobai saya dalam hal ini. Ia berkata, “Ayolah! Lakukan saja! Hanya sekali! Kamu terlalu suci. Ayo. Turunkan sedikit standarmu, samakan dirimu dengan yang lainnya! Bersikaplah lebih manusiawi! Jangan terlalu suci! Kamu terlalu tinggi di awan. Kenapa tidak berbuat dosa sedikit saja? Kembalilah menjadi manusia biasa!” Iblis tahu persis bagaimana cara berbicara yang masuk di akal kita. Jika kita menggunakan bahasa yang religius, ia juga akan berbicara seperti itu. Jika kita gemar mengutip ayat Alkitab, ia juga akan mengutipkan ayat-ayat Alkitab kepada Anda. Iblis adalah penjaja godaan yang terhebat di dunia ini.

Kehidupan sekarang ini adalah masa ujian untuk masuk ke dalam jenjang pelayanan yang lebih tinggi. Inilah poin dari perumpamaan tentang uang mina dan talenta. Jika kita menghasilkan sepuluh mina, kita akan dipercaya untuk memerintah sepuluh kota. Ini menunjukkan betapa besarnya kekayaan surgawi yang akan Allah percayakan kepada kita. Ia sedang mencari hamba yang setia. Sekarang ini Ia sedang mengamati umat manusia, merekrut beberapa orang yang akan dijadikan rekan kerja-Nya untuk membangun kerajaan kekal-Nya nanti.


BERJERIH PAYAH DAN BERJUANG DEMI KRISTUS

Ini membawa kita pada poin yang ketiga dan yang terakhir. Poin ini berkaitan dengan ketiga perumpamaan itu. Tak seorang pun yang bisa menghasilkan lima mina dengan bermalas-malasan. Ada begitu banyak contoh di dalam Perjanjian Baru tentang orang-orang yang bersemangat besar untuk melayani, bekerja dan berbuat sesuatu bagi Tuhan, karena mereka hidup untuk kekekalan. Sulit untuk dipahami mengapa banyak sekali orang Kristen sekarang ini yang menyia-nyiakan waktunya. Beberapa dari antara mereka telah memboroskan begitu banyak waktu. Saya ingin sekali memperingatkan mereka, “Begitu banyak waktu terbaikmu yang telah kau buang. Saat-saat itu tidak akan pernah kembali. Manfaatkanlah waktu yang tersisa ini dengan baik!” Saya sungguh tidak mengerti. Mereka sepertinya tidak menyadari bahwa mereka sedang tidak melakukan apa-apa yang bermanfaat bagi Yesus.

Ketika Anda baca Perjanjian Baru, dan khususnya surat-surat Paulus, maka Anda akan dihadapkan dengan segudang kata-kata seperti: bekerja, berjuang, berusaha. Kita bisa melihat bahwa kata-kata Paulus secara konsisten berisi motor penggerak yang akan sulit kita pahami jika kita belum memiliki cara berpikir seperti dia. Paulus berkata, “Aku bekerja lebih giat daripada mereka semua. Benar, mereka telah menjadi rasul sebelum aku. Namun, itu tidak seberapa. Aku bekerja lebih keras daripada mereka. Mereka memang bekerja dengan keras, tetapi aku bekerja lebih keras lagi” (lihat 1 Korintus 5:10). Berbicara tentang kekristenan sebagai arena perlombaan, Paulus terlihat tidak mau didahului oleh yang lain. Di dalam sebuah perlombaan, hanya ada satu pemenang, dan Paulus bermaksud menjadi orang itu. Itulah ambisi rohani. Mungkin ia berpikir, “Kamu berlari kencang, tapi aku akan berlari lebih kencang lagi. Aku akan mendahului kamu.” Itu sebabnya mengapa ia berkata, “Berlomba-lombalah dalam hal berbuat baik”  (Outdo one another in good works). Ada semacam persaingan dalam hal “kekudusan dan kasih” — agak sulit mencari istilah yang tepat — di mana jika orang lain telah berusaha keras, Anda akan berjuang lebih keras lagi, dan saat Anda berjuang keras, maka saya akan berjuang dengan lebih keras lagi. Hasilnya, kita semua akan bergerak maju pesat.

Unsur pendorong di dalam perkataan Paulus ini ditemukan dalam banyak surat-surat yang telah ditulisnya. Saya akan menunjukkan beberapa di antaranya kepada Anda. Sebagai contoh, di 1Korintus 4:12 ia berkata, “Kami berjerih payah, bekerja dengan tangan kami sendiri.” Di 2Tesalonika 3:8, ia berkata, “Sebaliknya, kami berusaha dan bekerja keras siang dan malam.” Di Galatia 4:11, ia berbicara tentang “jerih payahku yang sudah kulakukan untukmu”, yaitu susah payahnya dalam memberitakan Injil dan mengajar, membangun jemaat di Galatia dalam iman. Di Kolose 1:29, ia juga berbicara tentang “bersusah payah dan berjuang” dan kemudian di 1 Timotius 4:10 ia berkata,

“Untuk itulah, kita bekerja keras dan berjuang. Sebab, kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, yang adalah Juru Selamat semua manusia, teristimewa mereka yang percaya.”

Bekerja keras dan berjuang — begitulah bahasa Paulus.

Akan tetapi, sekarang ini kita justru dijejali berbagai macam ajaran di dalam gereja tentang tidak usah berjerih payah, tidak usah berusaha, tidak usah bekerja keras untuk Tuhan. Ada apa dengan gereja? Dengan mengajari kita untuk bersikap gampangan dan tidak usah berjuang, terdapat satu bahaya, yaitu kita akan menjadi sekumpulan orang-orang yang malas secara rohani. Iblis telah menyusup sangat jauh ke dalam gereja. Pekerjaan Iblis menjadi sangat mudah karena meluasnya ajaran ini. Setiap gereja semestinya menjadi tempat di mana semangat juang dan kerja keras yang lahir dari pandangan yang jauh ke depan sangat menonjol. Jika tidak ada pandangan ke depan, jika tidak ada visi,  tidak akan ada semangat juang dan gerakan rohani. Yang saya maksudkan bukanlah sekadar mengerjakan ini dan itu atau mengorganisir kegiatan ini dan itu di dalam gereja. Yang saya maksudkan jauh melebihi semua itu. Jerih payah dan perjuangan itu adalah demi menghasilkan kesalehan, kerohanian, keunggulan rohani, dan menyalurkan kasih Allah. Ini adalah perjuangan jauh di dalam batin, bukannya sekadar melakukan kegiatan ini dan itu. Semua itu memang baik, tetapi itu bukanlah perjuangan seperti yang dimaksudkan oleh Alkitab. Di 1 Tesalonika 1:3 kita membaca istilah “usaha kasih”: jika ada kasih, pasti ada usaha dan kesediaan untuk melayani dan bertindak.

Pilihan kata yang digunakan oleh Paulus didasari oleh ajaran Yesus sendiri. Ia berbicara tentang orang-orang Kristen sebagai bala tentara yang menanggung penderitaan demi Yesus Kristus, dan kehidupan Kristen seperti petani yang menabur dan menuai bagi Tuhan (1 Kor 3:9). Ia juga memakai gambaran tentang tukang bangunan di 1 Korintus 3:12. Gambaran tentara, petani dan tukang bangunan semuanya diambil dari ajaran Yesus. Tidak ada yang baru di dalam ajaran Paulus. Sebagai contoh, Yesus berbicara tentang murid-murid sebagai pasukan di Lukas 14:31-32 dan 22:35-36. Ia berbicara tentang orang Kristen sebagai petani di dalam perumpamaan tentang penabur benih dan para pekerja di ladang anggur. Ia berbicara tentang murid-murid sebagai tukang bangunan di Matius 7:24-27. Jadi, Yesus sudah memakai semua ungkapan yang kemudian dipinjam oleh Paulus ketika menjelaskan berbagai hal. Gambaran tentang olahragawan adalah satu-satunya ungkapan yang memang tidak pernah dipakai oleh Yesus. Ini karena atletik merupakan olahraga orang-orang Yunani. Dengan membayangkan kegiatan-kegiatan ini, menabur dan membangun, yang berlangsung terus menerus, kehidupan Kristen dilihat oleh Paulus sebagai sesuatu hal yang sangat dinamis dalam mengejar tujuan yang terletak di depan.

Seperti apakah kehidupan Kristen Anda? Apakah Anda punya sasaran rohani? Adakah visi yang membakar semangat Anda? Jika tidak, berarti Anda masih belum mengerti perumpamaan-perumpamaan yang diberikan oleh Yesus. Karena hal itulah yang Ia kehendaki dari setiap orang Kristen. Ada tiga prinsip penting yang saling berkaitan yang harus diingat dalam menjalani kehidupan Kristen. Pertama, ada bahaya dicampakkan keluar bagi mereka yang malas, sembrono dan tidak punya gol atau tujuan masa depan. Kedua, murid Yesus yang sejati hidup dengan memusatkan perhatiannya pada kekekalan. Kehidupan yang sekarang ini hanya sementara; segala yang terjadi di dalam hidup ini baru memiliki arti jika dikaitkan dengan kekekalan. Yang ketiga, kita melihat bahwa karena adanya visi tersebut, Yesus mengajarkan kita untuk berjuang dan meraih semua kesempatan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan hati-Nya sehingga kita memperoleh jaminan tempat di kerajaan surga-Nya. Karena apa yang kita tabur, itu jugalah yang akan kita tuai.

Berikan Komentar Anda: