Pastor Eric Chang | Seri Keselamatan (2) |

Hari ini, oleh kasih karunia Allah, saya akan coba untuk menguraikan makna seutuhnya dari keselamatan, sebagaimana yang diajarkan oleh Firman Allah. Fakta bahwa adanya perbedaan ajaran mengenai keselamatan sudah menimbulkan banyak perdebatan.

 
PENTINGNYA AJARAN ALKITABIAH MENGENAI KESELAMATAN

Lazimnya, ajaran keselamatan di gereja-gereja zaman sekarang adalah: jika anda percaya kepada Yesus maka anda diselamatkan. Kita tidak diberitahu apa arti ‘percaya’ itu dan juga apa arti ‘diselamatkan’. Pokoknya, yang disampaikan adalah, “Percayalah kepada Yesus dan kamu akan diselamatkan.” Dan sekali selamat, maka anda akan tetap selamat. Jika anda “tetap selamat”, maka itu berarti tak peduli apakah anda berbuat dosa, meninggalkan Kristus sepenuhnya atau murtad — semua itu tidak masalah. Artinya, tak peduli apakah anda menjalani hidup yang kudus atau tidak, anda akan tetap selamat.

Saat saya bertanya kepada para saudara yang mempertahankan ajaran ini, “Apakah ‘sekali selamat, tetap selamat’ bermaksud bahwa jika seseorang yang menyebut dirinya Kristen melakukan pembunuhan atau perzinahan, atau segala macam dosa, sekalipun dia tidak bertobat, maka ia akan tetap diselamatkan?” Perhatikan kata-kata: “sekalipun dia tidak bertobat” karena jika keselamatan bergantung pada pertobatannya, dan dia akan binasa kalau tidak bertobat, maka itu akan berarti bahwa dia bisa saja tidak selamat walaupun sudah diselamatkan. Dengan kata lain, apakah saat seorang Kristen berbuat dosa, dia perlu bertobat? Doktrin ‘sekali selamat tetap selamat’ adalah sekali pun seorang Kristen berbuat dosa dan dia tidak bertobat, berdasarkan ajaran ini, dia akan tetap diselamatkan. Itulah standar ajaran tentang keselamatan di kebanyakan gereja sekarang.

Saya sampaikan sekali lagi bahwa doktrin semacam ini tidak bisa saya terima atas dasar Firman Allah. Sangatlah penting untuk memastikan bahwa Firman Allah tidak mengajarkan doktrin semacam itu, bahwa anda bisa diselamatkan tanpa pertobatan. Sangatlah penting untuk dipahami bahwa tanpa kekudusan, tidak ada keselamatan.

Saya berniat untuk menguraikan secara sistematis semua ajaran alkitabiah mengenai keselamatan. Sangatlah penting bagi setiap orang Kristen untuk memahami apa makna keselamatan itu. Tak ada hal yang lebih tragis daripada orang yang menyangka bahwa dia akan diselamatkan padahal kenyataannya tidak. Saya tidak mau dituntut untuk mempertanggungjawabkan akibat dari ajaran semacam itu pada Hari Penghakiman nanti. Jika nanti ada jemaat dari gereja ini yang mengira bahwa dia diselamatkan, padahal tidak, karena dia tidak tahu apa arti ‘diselamatkan’ itu, bukankah saya harus mempertanggung-jawabkannya nanti? Di pesan yang lalu, Keselamatan dan Kekudusan, saya telah menegaskan hubungan penting antara keselamatan dan kekudusan. Ibrani 12:14, dan banyak ayat lainnya menegaskan bahwa tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. Itu adalah Firman Allah. Tak peduli apa pun yang diucapkan oleh orang-orang, telitilah sendiri apa yang disampaikan oleh Allah.

Hari ini, kita akan melihat Yohanes 1:12-13. Ayat 12-13 berkata,

12  Namun, mereka yang menerima dia diberinya kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya kepada namanya.
13  Mereka lahir bukan dari darah atau keinginan daging, atau dari keinginan laki-laki, melainkan dari Allah.”

Menjadi seorang Kristen adalah masalah kelahiran baru. Jadi, pertanyaan yang perlu diajukan adalah, “Bagaimana caranya agar anda bisa ‘dilahirkan kembali’?” Gereja banyak berbicara tentang hal ‘dilahirkan kembali’, tetapi apa artinya ‘dilahirkan kembali’? Sekian tahun saya melayani Tuhan, saya telah mendengarkan begitu banyak khotbah, tetapi tak satu pun yang menjelaskan arti ‘lahir kembali’. Mereka terus saja berkata, “Anda harus dilahirkan kembali”, tetapi tolong beritahu saya apa arti ‘dilahirkan kembali’ itu?

Di sesi berikut, kalau Allah berkehendak, saya akan menguraikan lebih mendalam lagi tentang makna ‘dilahirkan kembali’. Di pesan hari ini, kita perlu memahami bagaimana seseorang itu dilahirkan kembali. Ayat 12 berkata, mereka yang menerima dia, yaitu mereka yang percaya kepada namanya, mereka itulah orang-orang yang menjadi anak-anak Allah. Dan mereka menjadi anak-anak Allah dengan cara ‘dilahirkan kembali’ oleh Roh. Lalu, pertanyaannya adalah: Apakah arti menerima Kristus, apakah arti percaya kepada namanya? Saya akan menguraikan hal ini dengan jelas dan sesederhana mungkin, agar tidak ada orang yang gagal memahami pokok ini. Karena, sekali lagi saya sampaikan, walaupun anda telah lama menjadi Kristen, telah sering mendengarkan khotbah tentang iman — bahwa anda harus percaya, anda harus memiliki iman, tetapi tak ada orang yang memberitahu kita apa arti ‘memiliki iman’, dan apa arti ‘iman’ itu?


TIGA MACAM IMAN

1) IMAN YANG DIAKUI DI MULUT, TETAPI DISANGKAL DALAM KEHIDUPAN

Pertama-tama, perhatikan tiga hal yang sama-sama memakai nama ‘iman’. Pertama, jenis iman yang terlihat mirip dengan iman, tetapi sebenarnya bukanlah iman. Contohnya di Titus 1:16. Saya akan memberi anda rujukan-rujukan ayatnya, supaya anda jelas bahwa yang sedang kita bahas ini adalah Firman Allah, bukan pendapat manusia. Titus 1:16 berkata,

Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan perbuatannya mereka menyangkal Allah. Mereka itu menjijikkan, tidak taat, dan tidak sanggup melakukan apa pun yang baik.

Salah satu persoalan utama dalam pembahasan tentang topik keselamatan adalah: Jika anda diselamatkan, maka anda selamat, walaupun di dalam hidup anda tidak ada perwujudan dari kekudusan. Bahkan sekalipun anda tidak berbuat dosa, hanya saja hidup anda juga tidak menunjukkan adanya perbuatan baik, hal itu tidak jadi masalah, karena kita ini diselamatkan oleh kasih karunia, bukan oleh perbuatan baik. Berbicara seperti ini menunjukkan bahwa anda tidak mengerti apa itu kasih karunia dan apa itu perbuatan baik. Berbicara seperti ini berarti menunjukkan bahwa anda sama sekali tidak tahu apa itu kasih karunia (grace). Jika anda berkata bahwa kasih karunia berarti tidak perlu menghasilkan buah Roh di dalam hidup anda, maka berarti anda sama sekali belum mengerti apa itu kasih karunia. Kita akan kembali membahas pokok ini di dalam eksposisi tentang seri keselamatan ini.

Di Titus 1:16, yang rasul Paulus maksudkan adalah bahwa orang-orang ini mengaku mengenal Allah, tetapi Paulus menolak pengakuan iman mereka. Mengapa Paulus menolak pengakuan iman mereka? Mereka mengaku memiliki iman kepada Allah, tetapi Paulus menolak pengakuan iman mereka. Sama seperti saya juga menolak pengakuan semacam itu. Akan tetapi, gereja masa kini menerimanya. Alasan Paulus menolak hal itu adalah karena mereka menyangkal Allah — walaupun mulut mereka mengakui, tetapi mereka menyangkal melalui perbuatan mereka, melalui kelakuan mereka. Artinya, jika hidup anda tidak sesuai dengan pengakuan iman anda, maka iman yang anda akui itu adalah iman yang kosong.

Inilah jenis iman yang oleh rasul Yakobus, saudara Yesus, di Yakobus 2:17 disebut sebagai ‘iman yang mati’. Dia berkata, “jika iman tidak disertai perbuatan-perbuatan, pada dasarnya iman itu mati.” Jadi, memang ada jenis iman yang disebut ‘iman’. Ia benar-benar disebut ‘iman’, tetapi iman yang mati. Iman yang mati tidak bisa menyelamatkan siapa pun. Itulah pokok utama yang disampaikan oleh Yakobus di Yakobus pasal 2. Jadi, silakan anda bandingkan Firman Allah dengan jenis ajaran yang beredar sekarang ini, putuskan sendiri apa yang diajarkan oleh Firman Allah.

Paulus juga menyampaikan hal yang serupa di 2 Timotius 3:5, tentang adanya orang-orang yang “kelihatan saleh tetapi menyangkali kuasanya. Jauhilah orang-orang seperti ini!” Siapa mereka ini yang harus kita jauhi? Paulus sudah memberitahu kita di ayat 2. Mereka adalah orang-orang yang menjadi pencinta diri sendiri, pencinta uang, pembual, sombong, dan sebagainya. Akan tetapi, orang-orang ini kelihatan saleh, beribadah dan mengaku memiliki iman. Dan Paulus berkata, “Terhadap orang-orang semacam ini, tak peduli sebesar apa pengakuan iman mereka, jauhilah mereka!” Paulus tidak mau berurusan dengan orang-orang semacam itu.

Dari sini kita mulai melihat adanya suatu perbedaan yang sangat besar antara ajaran Paulus dengan jenis ajaran yang ada di gereja-gereja sekarang, yang mengatakan bahwa anda telah diselamatkan — sekali selamat tetap selamat; tak peduli bagaimana cara anda menjalani hidup ini, bagaimana kelakuan anda, ada atau tidak adanya perbuatan baik, anda akan tetap selamat. Saya tidak menemukan ajaran semacam ini di dalam Firman Allah. Paulus sangat keras dalam menyikapi setiap orang Kristen yang mengaku beribadah, yang mengaku memiliki iman di dalam Kristus, yang mengaku memiliki iman kepada Allah, tetapi kehidupannya justru menyangkal pengakuan tersebut. Malahan, dia menyatakan sekali lagi, dengan tetap menekankan pada pokok yang sama, yakni di 1 Korintus 5:11, saat dia menuliskan perintah kepada jemaat di Korintus:

Namun, sekarang aku menuliskan kepadamu, jangan bergaul dengan orang-orang yang disebut saudara jika ia adalah orang cabul, serakah, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk, atau penipu. Bahkan, jangan makan dengan orang seperti itu.

Perhatikan betapa keras sikap Paulus terhadap orang-orang yang mengaku sebagai Kristen, tetapi yang kehidupan mereka tidak sesuai dengan pengakuan mereka. Namun, sikap gereja-gereja sekarang ini adalah: “Baiklah, anda tidak perlu khawatir akan hal itu.” Bahkan para penatua gereja ikut-ikutan bermain mahyong [salah satu bentuk perjudian orang Tionghoa]. Mereka sibuk bertengkar satu dengan yang lain. Apa yang terjadi pada kehidupan pribadi mereka, lebih baik tidak anda pertanyakan. Mereka menggelapkan pajak karena mereka mencintai uang. Mereka melakukan semua hal itu padahal mereka adalah para penatua gereja. Saya sangat malu akan segala situasi ini. Namun, tentu saja, karena yang diajarkan adalah, “Yah, sekali dia diselamatkan, maka dia akan tetap selamat. Dia bebas melakukan dosa sebanyak yang dia inginkan. Tidak perlu khawatir.” Saya tidak melihat adanya ajaran semacam ini di dalam Alkitab.

Paulus sangat keras menghadapi persoalan semacam ini. Dia berkata, “Engkau boleh saja mengaku beriman, tetapi aku akan melihat seperti apa kehidupan yang engkau jalani.” Dia tidak berkata, “Sekali selamat akan tetap selamat. Silakan berbuat dosa sebanyak yang engkau mau; kamu akan tetap selamat.” Paulus berkata bahwa jika anda menyebut diri anda seorang saudara seiman, tetapi anda melakukan semua dosa itu, maka dia tidak akan mau berurusan dengan anda. Dia bahkan tidak mau makan satu meja dengan anda. Mengapa? Agar nama Kristus tidak dipermalukan. Sebab, jika nama Kristus dipermalukan, maka orang-orang non-Kristen tidak akan mau menjadi Kristen. Bukankah hal semacam itu yang kita dengar sekarang ini? Orang-orang non-Kristen terus saja berkata, “Nah, aku sama baiknya dengan orang Kristen!” Dan mereka benar! Mereka sama baiknya dengan orang Kristen. Itu sebabnya mereka berkata, “Mengapa aku harus menjadi orang Kristen? Coba lihat orang-orang Kristen itu!” Mereka bahkan menjadikan hal itu sebagai lelucon. Mereka berkata, “Yah, gereja memang penuh dengan orang munafik; masih ada ruang untuk menambah lagi orang munafik!” Saya jijik dengan jawaban semacam itu, seolah-olah menjadi orang munafik itu adalah hal yang sangat menghibur. Gereja dimaksudkan untuk menjadi terang dunia. Akan tetapi, anda justru berkata kepada orang Kristen, “Tidak masalah. Anda boleh terus berbuat dosa. Memang tidak baik berbuat dosa itu, tetapi anda akan tetap diselamatkan.”

Seperti yang saya bagikan di sesi yang lalu, saya diminta untuk menerima doktrin semacam ini dan karena saya menolak. Oleh karena itu, saya dilarang untuk berkhotbah. Saudara-saudari, saya tidak mau berkhotbah di tempat di mana orang-orang tidak mau mendengarkan Firman Allah. Namun, saya beritahu anda bahwa para peserta yang terkasih di konferensi tidak diberitahu masalah yang sebenarnya. Panitialah yang mengambil keputusan. Para peserta konferensi yang sekitar 750 orang jumlahnya tidak pernah dimintai pendapatnya. Mereka tidak diberitahu apa yang sedang terjadi. Baru minggu lalu, saya menerima surat dari Vancouver, dari salah seorang peserta konferensi yang berkata, “Hati saya sangat sedih dan bingung. Apa sebenarnya yang telah terjadi?” Mengapa mereka tidak menyatakan fakta dari peristiwa itu? Atau apakah mereka mengalami kesulitan untuk menyatakan faktanya?

Firman Allah menyatakan dengan tegas bahwa terhadap iman yang semacam ini — anda mengakui di mulut, akan tetapi hidup anda menyangkalnya — anda tidak akan diterima sebagai bagian dari orang Kristen di jemaat mula-mula. Akan tetapi, sekarang ini, kita memiliki sikap yang sangat berbeda. Namun, saya peringatkan anda, berdasarkan Firman Allah, janganlah mengira bahwa pengakuan iman anda itu akan menyelamatkan anda. Janganlah mengira bahwa karena anda sudah mengacungkan tangan di dalam sebuah KKR, lalu membuat keputusan bagi Kristus, maka hal itu akan menyelamatkan anda. Berdasarkan otoritas Firman Allah, jika hidup anda tidak berubah oleh kuasa Allah, melainkan anda dilahirkan kembali dan menjadi ciptaan baru, maka anda tidak berpeluang untuk diselamatkan. Anda tidak diselamatkan atas dasar keputusan yang anda buat di KKR. Hanya jika keputusan anda itu benar-benar tulus, iman anda benar-benar tulus, dan hidup anda diubah oeh kuasa Allah, maka anda boleh yakin bahwa anda sedang berada di jalur menuju keselamatan.

Paulus memberi peringatan kepada orang-orang Kristen di dalam surat kepada jemaat di Korintus ini, yaitu di 1 Korintus 6:9. Hal yang juga dia sampaikan di dalam tulisannya yang lain,

Apakah kamu tidak tahu bahwa orang yang tidak benar takkan mewarisi Kerajaan Allah?

Kelihatannya gereja zaman sekarang ini memang tidak tahu. Lalu dia melanjutkan,

Jangan sesat! Orang-orang cabul, para penyembah berhala, orang-orang yang berzina, banci, para homoseksual, 10  para pencuri, orang-orang yang serakah, para pemabuk, para pemfitnah, dan penipu-penipu, mereka semua tidak akan mewarisi Kerajaan Allah.

Namun sekarang, kita diajari bahwa kebenaran itu berarti kebenaran Kristus diimputasikan kepada kita, dan dengan demikian, anda bisa bersembunyi di balik kebenaran Kristus sambil terus berbuat dosa! Paulus menolak keras pandangan ini. “Apakah berarti Kristus adalah pelayan dosa?” demikian ia bertanya di Galatia 2:17. Akan tetapi, kita menyatakan, “Yah, kita tidak memiliki kebenaran atas nama pribadi. Kebenaran Kristus diimputasikan atau ditransfer ke dalam diri saya dan saya bisa bersembunyi di balik kebenaran itu.”

Memang benar, kebenaran Kristus itu memang diimputasikan kepada kita. Imputasi ini terjadi dalam dua cara: pertama, dengan mengampuni dosa-dosa kita. Semua dosa kita pada masa lalu dihapuskan. Akan tetapi, itu belum merupakan keseluruhan dari keselamatan, karena masih ada pokok yang kedua. Dosa-dosa kita dihapuskan bukan supaya kita bebas terus berbuat dosa lagi. Pokok yang kedua adalah: kita dilahirkan kembali. Makna dari ungkapan ‘dilahirkan kembali’ adalah, “menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya.” Dan jika kita berbeda dari diri kita yang dulu, berarti kita tidak akan melakukan apa yang pernah kita perbuat dulunya.

Tahukah saudara kenapa ungkapan ‘dilahirkan kembali’ ini banyak dipakai, tetapi tidak dijelaskan di gereja-gereja sekarang? Karena istilah ‘lahir baru’ atau ‘dilahirkan kembali’ mengacu pada suatu perubahan yang total di dalam kehidupan. Bagaimana anda menjadi baru jika anda masih sama seperti yang dulu? ‘Lahir baru’ berarti anda menjadi berbeda — yaitu berbeda dari diri anda yang sebelumnya. Dan kebaruan di dalam diri kita ini dibentuk berdasarkan gambar Kristus, kita menjadi serupa dengan Kristus. Kita tidak serta merta menjadi baru dalam sekejap mata. Menjadi ‘baru’ adalah suatu proses. Keselamatan adalah suatu proses. Pembaruan ini adalah suatu proses yang berkelanjutan. Itulah sebabnya pada saat anda menjadi Kristen, tidak berarti anda langsung menjadi sempurna tanpa dosa. Anda masih akan jatuh ke dalam dosa dari waktu ke waktu. Anda masih akan mendapati bahwa diri anda tidak menaati Allah dari waktu ke waktu. Namun, perbedaan yang penting di sini adalah: setiap kali anda berbuat dosa, hal itu akan sangat menyedihkan hati anda. Perbuatan itu akan sangat menyayat hati anda. Sebelumnya, jika anda berbuat dosa, maka anda tidak akan peduli. Namun sekarang, Roh Allah akan menegur anda atas dosa-dosa anda, akan memperingatkan anda pada dosa-dosa itu, sehingga anda bertobat lagi dari dosa-dosa itu. Anda akan tetap diampuni selagi anda bertobat, sebagaimana yang kita baca di 1 Yohanes 1:9. Namun, tidak ada ajaran di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa anda akan diampuni tanpa perlu bertobat. Akan tetapi, ajaran semacam inilah yang diterima sebagai doktrin resmi.

Jadi, jenis iman yang pertama adalah, jenis iman yang hanya ada di mulut seseorang, dia mengakui agamanya, dan mungkin saja dia sangat tulus di dalam pengakuan tersebut. Akan tetapi, pengakuan ini tidak dimbangi oleh adanya perubahan di dalam kehidupannya. Jadi iman semacam ini bukanlah iman yang menyelamatkan. Ini bukanlah iman yang sejati. Di 1 Petrus 1:7 disampaikan uraian tentang iman yang sejati.


2) IMAN YANG TULUS, TETAPI TIDAK UTUH

Jenis iman yang kedua ini lain lagi, dan memang merupakan iman yang nyata. Akan tetapi, masih terdapat masalah dengan jenis iman ini. Persoalannya adalah iman ini bukanlah iman yang utuh. Memang ada komitmen, tetapi bukan komitmen yang total. Kita bisa menemukan iman semacam ini, misalnya di Matius pasal 13. Di perumpamaan ini, Yesus memberitahu kita tentang Firman Allah yang diumpamakan seperti benih yang ditabur. Di Matius 13:20, dikatakan,

20  Adapun yang tertabur di tempat-tempat yang berbatu, inilah orang yang mendengarkan firman dan langsung menerimanya dengan sukacita,
21  tetapi ia tidak mempunyai akar dalam dirinya dan bertahan sebentar saja. Dan, ketika penindasan atau penganiayaan terjadi karena firman itu, ia langsung terjatuh.

Perhatikan bahwa orang jenis ini menerima Firman Allah dan dia menerimanya dengan sukacita. Dia menerima Firman Allah secara tulus. Dia bukan sekadar menerima Firman Allah, dia juga menerimanya dengan gembira. Namun, dikatakan di ayat 21 bahwa saat penganiayaan datang (ketika persoalan bermunculan), orang ini jatuh. Orang ini memang menerima Kristus. Dia memang menerima Firman itu, tetapi di ayat 21 kita diberitahu bahwa orang ini tidak memiliki akar yang dalam, jadi ketika kesukaran dan persoalan datang, dia jatuh.

Di ayat 22, ada lagi jenis orang Kristen yang mirip dengan itu. Orang ini mendengar Firman Allah dan menerimanya, akan tetapi kekhawatiran dan tipu daya dunia —­ cinta pada dunia — mencekik benih itu. Lalu, pertanyaannya adalah, berdasarkan firman di ayat 21 dan 22, apakah orang ini diselamatkan atau tidak? Orang yang menerima Firman Allah dengan sukacita, apakah dia diselamatkan atau tidak? Saya meminta mereka yang mempertahankan ajaran ‘sekali selamat tetap selamat’ untuk menjawab pertanyaan ini. Orang yang menerima Firman Allah dengan gembira ini, apakah dia diselamatkan atau tidak? Pada titik mana anda diselamatkan? Berdasarkan Yohanes 1:12 “orang yang menerima Kristus, mereka yang percaya dalam namanya, maka orang itu diselamatkan.” Lalu, orang yang menerima Firman dengan gembira di Matius itu, apakah dia sudah diselamatkan? Lalu, apa jawaban kepada pertanyaan ini?

Berdasarkan posisi para penganut ajaran ‘sekali selamat selamanya selamat’, tak akan ada cara bagi mereka untuk bisa menjawab pertanyaan ini. Karena mereka tentunya ingin mengatakan bahwa orang-orang yang murtad itu semulanya tidak benar-benar menerima Yesus. Jika memang demikian halnya, anda tidak akan pernah tahu apakah seseorang itu benar-benar menerima Yesus atau tidak. Seseorang yang ikut dalam KKR, yang dengan setulusnya mengambil keputusan menerima Kristus, bagaimana anda bisa katakan bahwa dia tidak tulus?

Alkitab tidak menyangkal ketulusan itu. Jadi, di sini ada iman yang memang tulus, tetapi apa yang menjadi persoalannya? Masalahnya adalah bahwa iman itu tidak utuh. Masih ada batu-batunya. Kata ‘tanah’ di dalam perumpamaan ini adalah gambaran dari hati. Allahlah yang akan menghancurkan batu-batu itu. Allah bisa menghancurkan batu-batu di dalam hati kita, tetapi kita harus bersedia mengizinkan Dia mengerjakan hal itu. Dia tidak akan menghancurkan batu-batu di dalam hati kita jika kita tidak mengizinkan Dia mengerjakannya.


KOMITMEN KEPADA KRISTUS HARUS TOTAL

Saya ingin bertanya apakah komitmen anda kepada Kristus itu adalah suatu komitmen yang total atau tidak. Saya tidak menyangkal ketulusan iman anda. Alkitab tidak menyangkal ketulusan anda dalam menerima Firman Allah dengan gembira. Namun, persoalannya adalah, ketika anda menerima Firman itu di dalam hati anda, apakah anda membuka segenap hati anda kepada Allah? Atau apakah anda masih menutup beberapa bagian dari hati anda terhadap Allah — yaitu tanah yang berbatu-batu itu? Dan juga, anda bisa saja menerima Firman Allah, tetapi apakah benih semak belukar di dalam hati anda, benih kecintaan pada dunia, apakah semua ini masih ada di sana? Apakah anda mengizinkan Allah untuk menyingkirkan benih semak belukar itu dari dalam hati anda? Peringatan yang terdapat di dalam ajaran Yesus di sini adalah bahwa anda bisa saja memiliki iman yang tulus, tetapi karena iman yang tulus itu tidak utuh, bukan komitmen yang total kepada Kristus, akibatnya adalah ketika penganiayaan datang, saat kecintaan pada dunia muncul, anda akan murtad. Ini berarti hanya ada satu jenis iman yang menjamin keselamatan kita dan itu adalah jenis iman yang berupa komitmen total.

Pada akhirnya, iman yang tidak utuh justru merupakan iman yang sangat berbahaya. Berbahaya karena ini adalah jenis iman yang tulus, tetapi tidak sempurna. Dan karena anda berpikir bahwa anda memiliki iman, sekali pun iman itu tidak utuh, anda mungkin akan menipu diri sendiri dengan berpikir bahwa anda akan selamat.


PENGAMPUNAN DAPAT DITARIK BALIK

Kita akan melanjutkan sedikit lagi pembahasan tentang iman yang tulus, tetapi tidak utuh ini. Ada contoh lebih lanjut tentang jenis iman ini di Matius 18. Kasus ini tentang seorang pejabat pemerintahan, seorang hamba raja, yang di dalam keteledorannya membuat dia berhutang sepuluh ribu talenta kepada raja. Dia lalu dihukum dengan sangat keras. Ketika raja memerintahkan untuk menjual dia dan keluarganya sebagai budak, si hamba ini datang dan memohon pengampunan kepada sang raja. Di ayat 27, majikannya, sang raja, membebaskan dia, mengampuni dia sepenuhnya.

Ketika si hamba, si menteri ini, memohon pengampunan, apakah permohonannya itu tulus? Apakah permohonannya itu murni? Tentu saja, permohonan itu tulus — segenap hidupnya dan hidup keluarganya menjadi pertaruhan. Saat sang raja mengampuni hutangnya, apakah pengampunan itu murni? Tentu saja pengampunan itu murni. Tak ada keraguan mengenai ketulusan di dalam hal permohonan dan juga pengampunan ini. Namun, yang terjadi selanjutnya adalah, hamba ini lalu mendatangi rekannya sesama hamba dan berkata, “Bayar hutangmu kepadaku.” Ketika rekannya itu tak mampu membayar, dia menyuruh agar rekan tersebut dipenjarakan. Lalu, apa yang terjadi? Perkara ini lalu diadukan kepada sang raja. Kemudian raja memanggil hamba tersebut ke hadapannya dan berkata, “Aku telah mengampuni semua hutangmu. Bukankah kamu juga seharusnya mengampuni hutang rekanmu yang tidak seberapa itu? Karena kamu tidak mengampuni hutang rekanmu itu, maka semua pengampunan yang telah kuberikan kepadamu itu dibatalkan.”

Selanjutnya, apa yang terjadi pada orang ini? Hamba ini diserahkan kepada algojo-algojo di ayat 34. Hamba ini diserahkan kepada para penyiksa, artinya, dia mendapat hukuman yang jauh lebih keras lagi. ‘Algojo-algojo’ berarti para penyiksa yang akan terus menyiksa dia sampai dia melunasi hutangnya, hal yang jelas mustahil. Atau sampai dia mati, dan ini hal yang lazim terjadi pada zaman itu. Banyak sekali orang yang mati di tangan para penyiksa ini.

Perhatikan fakta ini, hamba ini benar-benr tulus memohon pengampunan. Dia benar-benar diampuni. Akan tetapi, kehidupannya menunjukkan bahwa dia tidak layak menerima pengampunan itu. Dan karena kehidupannya tidak sesuai dengan pengakuannya (dan di dalam hal ini, sekali pun pengakuan yang tulus sekalipun), pengampunan yang telah diberikan kepadanya akhirnya dibatalkan.

Perhatikan satu lagi poin tambahan di dalam perumpamaan ini, yaitu, keadaannya yang terakhir ternyata lebih buruk daripada keadaannya mula-mula. Pada awalnya, di ayat 25, dia hanya akan dijual sebagai budak bersama anak dan istrinya. Dijual sebagai budak memang sangat buruk; tetapi sekarang, hukuman yang harus dia tanggung jauh lebih buruk lagi. Kali ini, dia diserahkan kepada para algojo. Sama seperti yang dikatakan oleh rasul Petrus di 2 Petrus 2:20,

“Akhirnya keadaan mereka lebih buruk daripada yang semula.”

Paulus berkata kepada Timotius bahwa seorang Kristen yang tidak hidup selayaknya orang Kristen adalah lebih buruk daripada orang yang tidak percaya! Dan jika orang yang mengaku Kristen menjalani kehidupan yang mempermalukan Allah, yang membuat dia menjadi lebih buruk daripada orang yang tidak percaya, maka hukuman buatnya akan lebih berat daripada hukuman terhadap orang yang tidak percaya. Hal ini jelas merupakan kebalikan dari ajaran “sekali selamat tetap selamat,” bukankah begitu? Ayat-ayat ini bukan saja tidak sejalan dengan ajaran ‘sekali selamat tetap selamat’, tetapi orang yang mengaku sebagai orang Kristen dan menjalani hidup yang mempermalukan Kristus, hukuman atasnya akan lebih berat daripada hukuman sebelumnya.

Mari kita camkan apa yang disampaikan oleh Firman Allah, saudara-saudari, janganlah kita menjadikan Firman Allah tidak berlaku demi dogma dan tradisi kita. “Allah adalah benar,” demikian kata Paulus di Roma 3:4, dan semua manusia pembohong. Firman Allah telah menegaskan bahwa anda bisa saja memiliki iman yang tulus, tetapi tidak sempurna atau utuh. Dan karena iman tersebut tidak utuh, anda mungkin akan menjalankan kehidupan yang mempermalukan Allah, sehingga pada akhirnya anda berada dalam posisi yang sama dengan mereka yang sejak awalnya tidak memiliki iman yang tulus. Orang yang telah menerima Firman Allah dengan gembira, lalu menjadi murtad ketika datang aniaya, dia berpaling dari Allah, apakah bedanya dia dengan orang yang sejak awalnya tidak memiliki iman yang tulus? Karena mereka semua, pada akhirnya, akan menyangkal Allah di dalam kehidupan mereka.

Pokok ini membawa kita pada peringatan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, di 2 Korintus 13:5, dengan kalimat sebagai berikut,

Ujilah dirimu sendiri untuk melihat, apakah kamu tetap di dalam imanmu. Periksalah dirimu sendiri!

Suatu pernyataan yang sangat penting. Dia berkata, “Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman.” Terjemahan RSV menyebutkan: holding to your faith (berpegang pada imanmu). Paulus berkata lagi,

Atau, apakah kamu tidak mengenali dirimu sendiri bahwa Kristus Yesus ada di dalammu, kecuali kalau kamu gagal di dalam ujian.

Gagal di dalam ujian artinya adalah tidak memenuhi standar. Ini adalah ucapan yang sangat keras. Ingatlah bahwa dia sedang berbicara kepada orang-orang Kristen, bukan kepada orang non-Kristen. “Apakah kamu tetap berpegang pada iman?” demikian ucapnya kepada jemaat di Korintus, “Ujilah dirimu!”

Kita mungkin berkata, “Wah, orang-orang di Korintus ini adalah jemaat. Mereka adalah orang Kristen. Bagaimana mungkin mereka masih dimintai untuk menguji diri mereka? Bukankah engkau sedang berbicara dengan sesama orang Kristen yang sudah menerima Kristus?” Akan tetapi, Paulus tetap berkata kepada mereka, “Periksalah iman macam apa yang kalian miliki. Apakah itu sekadar iman berdasarkan pengakuan di mulut saja? Atau apakah itu iman yang tidak utuh, yang hanya akan berakhir sama seperti iman jenis yang pertama?”

Jadi, iman jenis yang kedua adalah iman yang tulus, tetapi iman ini masih harus bergerak maju menuju komitmen total. Jika ia berhenti dan tidak melanjutkan ke arah komitmen yang total, maka Kitab Suci sudah memberi kita peringatan tentang bahaya besar yang menanti di depan. Itulah sebabnya mengapa anda menemukan betapa banyak orang yang murtad dari Kristus, setelah mereka mengambil keputusan bagi Kristus di dalam sebuah KKR — karena mereka berhenti di titik itu saja. Mungkin mereka telah membuat suatu komitmen yang tulus, tetapi mereka tidak melanjutkan pada komitmen yang total.


3) IMAN YANG BERUPA KOMITMEN TOTAL

Iman jenis ketiga adalah iman yang berupa komitmen total. Saya sampaikan sekali lagi, suatu komitmen total tidak harus berarti pelayanan full-time. Saya harus terus mengulangi pernyataan ini karena setiap kali saya berbicara tentang komitmen total, orang-orang langsung berpikir tentang pelayanan full-time. Komitmen total adalah sikap hati anda. Anda bisa saja memberitakan Injil tanpa memiliki komitmen yang total. ‘Pelayanan full-time’ tidak selalu berarti, atau tidak selalu sama dengan, ‘komitmen total’. Ada sangat banyak penginjil di zaman sekarang ini yang bukan merupakan orang-orang yang berkomitmen total. Ada kecintaan pada uang di dalam hatinya. Ada kecintaan yang besar pada dunia. Dan kita tahu ada banyak hal semacam ini yang sedang berlangsung di tengah gereja-gereja. Jadi, komitmen total itu merupakan sikap hati. Pelayanan full-time atau pun penginjilan itu adalah masalah karunia. Saya berani berkata bahwa ada banyak jemaat awam di gereja yang bukan saja sebanding komitmennya, bahkan mungkin malah lebih besar komitmen mereka dibandingkan kebanyakan pastor. Jadi, saya harap anda bisa mengerti bahwa komitmen total di dalam Alkitab itu mengacu pada sikap hati kita kepada Allah.

Apakah sikap hati yang dimaksudkan itu? Nah, kita bisa lihat lagi firman di Yohanes 1:12, yang menyangkut persoalan tentang bagaimana cara bagi kita untuk ‘dilahirkan kembali’. Di sana dikatakan, “semua orang yang menerimanya.” Nah, kata yang diterjemahkan dengan istilah ‘menerima’, di dalam bahasa Yunaninya bisa — atau bahkan lebih baik jika — diterjemahkan dengan kata ‘mengambil’. Malahan, kata ini bisa berarti ‘seize (merenggut)’ dalam pengertian memakai kekerasan — merenggut seseorang dengan paksa. Kata yang sama, misalnya, dipakai di Matius 21:35 dan 39, di mana dalam perumpamaan ini para penggarap itu menangkap (seize), para hamba yang dikirim oleh sang pemilik ladang. Jadi, Yohanes 1:12 ini bisa kita terjemahkan dengan kalimat, “Semua orang yang mengambilnya, yaitu mereka yang percaya dalam namanya.” Nah, itulah hakekat dari iman. Jika anda menerima sesuatu, bagaimana cara anda menerimanya? Anda akan mengambil apa yang diberikan kepada anda itu. Jika saya memberi anda sesuatu, dan jika anda ingin menerimanya, maka anda harus mengulurkan tangan anda dan memegang pemberian itu. Inilah alasan mengapa ungkapan ‘menerima’ dan ungkapan ‘mengambil atau berpegang’ itu memiliki makna yang sama.

Demikianlah, kita bisa temukan di dalam Kitab Suci, bahwa iman selalu memiliki ciri ini, yaitu berpegang kepada Allah. Iman diungkapkan secara sangat positif dan aktif. Di sepanjang Kitab Suci, kita temukan para raksasa iman yang merupakan orang-orang yang selalu berpegang atau bergantung pada Allah. “Hatiku berpaut kepada Tuhan”; aku berpegang pada-Nya, demikianlah dinyatakan oleh si pemazmur. Jika anda memiliki iman di dalam Kristus, maka anda akan berpegang kepadanya.


PARA RAKSASA IMAN BERPAUT KEPADA ALLAH

Para raksasa iman, misalnya, Yakub, tokoh yang gemar saya kutip [pengalamannya] di Kejadian 32. Di sana kita melihat betapa Yakub terus ‘memegangi’ Malaikat Tuhan. Anda tahu bahwa Yakub adalah orang yang memiliki iman, dan namanya, sebagai akibat dari peristiwa itu, diganti menjadi Israel, “Sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.” Iman adalah kemenangan atas Allah, adalah keteguhan berpaut kepada Allah. Dan anda bisa berkemenangan dengan cara berpegang teguh pada-Nya. Dan kita akan terus bisa menemukan contoh semacam ini di sepanjang Kitab Suci. Sebagai contoh, Abraham, dengan iman ‘berpegang teguh’ pada janji-janji Allah; dia ‘berpegang teguh’ pada kepribadian Allah. Orang yang memiliki iman yang sejati adalah orang yang ‘berpegang teguh’ atau ‘berpaut’ kepada Allah. Dia tidak sekedar ‘menerima’ Kristus secara enteng dan gampangan. Dia ‘berpaut’ kepada Kristus. Demikianlah, kita akan temukan terus ungkapan iman ini di sepanjang Kitab Suci. Ketika Ruth mengungkapkan imannya kepada Allah, dia ‘berpaut’ kepada Naomi. Di Ruth 1:16, dia berkata, “Allahmu adalah Allahku.” Dia berkata, “Janganlah menyuruh aku untuk meninggalkanmu.” Dia berpegang teguh; dia berpaut.

Ada juga ayat-ayat yang indah di 2 Raja-raja. Di sana, di 2 Raja-raja, kita dapati betapa Elisa ‘berpaut’ kepada Elia. Di dalam perikop ini, dengan indahnya digambarkan, tiga kali Elia berkata kepada Elisa bahwa Elisa boleh meninggalkannya. Di 2 Raja-raja 2:2, Elia berkata kepada Elisa,

Berkatalah Elia kepada Elisa, “Sekarang, tinggallah di sini, sebab Yahweh menyuruhku ke Betel.” Jawab Elisa, “Demi Yahweh yang hidup dan demi hidupmu sendiri, aku tidak akan meninggalkan engkau.” Lalu, pergilah mereka ke Betel.

Dan untuk kedua kalinya, hal yang sama disampaikan di ayat 4, dan ayat 6 menyebutkan peristiwa yang ketiga kalinya. Hal ini mengingatkan saya pada kejadian Yesus menanyai Petrus sampai tiga kali setelah peristiwa kebangkitan itu, di mana ia berkata, “Petrus, apakah engkau mengasihi aku?” Di sini, Elia juga tiga kali berkata kepada Elisa, “Tinggallah di sini. Aku akan melanjutkan perjalanan.” Namun Elisa selalu menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan engkau.” Inilah orang yang beriman. Mengapa? Karena dia menginginkan porsi ganda dari Roh Allah. Jika anda lanjutkan pembacaan, maka anda akan temukan bagaimana dia akhirnya menerima Roh Allah, karena dia menolak untuk meninggalkan Elia — dia berpegang teguh pada imannya. Nabi-nabi besar Perjanjian Lama tidak secara tiba-tiba menjadi seorang nabi. Mereka adalah orang-orang dengan iman yang luar biasa. Terkadang mereka menunjukkan kelemahan mereka, tetapi bahkan di dalam kelemahan mereka itu, mereka ‘berpegang teguh’ kepada Allah; mereka tidak mau berpaling.

Itulah iman berdasarkan pengalaman kita, bukankah demikian? Kadang kala, tekanan kehidupan ini seperti akan menghancurkan kita. Persoalan kehidupan ini tampaknya menjauhkan kita dari Tuhan. Kadang-kadang, kita seperti orang yang sedang karam, dan berada dalam keadaan yang nyaris tenggelam, tetapi kita tetap berpaut kepada Tuhan. Seperti kata sang pemazmur, “Aku akan berpaut pada-Nya. Jiwaku melekat kepada Tuhan.” Si pemazmur ini juga mengalami banyak persoalan, banyak kesukaran, tetapi iman adalah dasar yang membuatnya tidak berpaling. Dan di dalam keteguhan bertahan inilah anda akan mendapati bahwa Dia sedang berpegang pada anda. “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.” (Yak 4:8)


IMAN YANG SEJATI BERPAUT SEPENUHNYA KEPADA ALLAH

Jadi, gambaran iman di dalam Alkitab itu ibarat seseorang yang sedang tenggelam. Kata ‘keselamatan’ itu berarti pertolongan, penyelamatan di tengah bencana, seperti kapal karam. Ibarat seseorang yang akan tenggelam, tetapi berpegang teguh pada perahu penyelamat. Di dalam Alkitab, iman tak pernah diartikan sekedar berpegang sekali saja kemudian melepaskannya sesuka hati anda. Sama bodohnya dengan menganggap bahwa orang yang sedang mengalami kapal karam, dia telah memegang perahu penyelamat itu, lalu dia ingin melepaskan perahu itu sesuka hatinya, tetapi dia masih tetap diselamatkan. Iman berarti berpegang teguh secara terus menerus kepada Allah. Tak peduli seberapa lemahnya kita ini, seperti orang yang kapalnya karam — sudah sangat kelelahan, ketakutan dan lesu — tetapi dia masih melakukan satu hal: berpegang teguh. Kita menemukan uraian yang persis seperti ini di Filipi 3:12, “aku mengejarnya supaya aku menangkapnya sebagaimana Kristus Yesus telah menangkap aku.” Sudahkah anda memiliki jenis iman total yang berpegang teguh sepenuhnya, tanpa syarat, kepada Kristus?

Kata yang digunakan di Yohanes 1:12 ini juga dipakai dalam Kisah 10:43, yakni mengenai hal berpegang teguh, menerima pengampunan dosa. Di Roma 1:5, tentang hal menerima dan berpegang teguh pada kasih karunia. Di Ibrani 4:16, tentang menerima dan berpegang teguh pada rahmat Allah.

Nah, kebesaran iman menurut Alkitab berkaitan dengan keteguhan iman, iman yang ‘berpegang teguh’. Setiap contoh iman yang besar di dalam Alkitab adalah contoh tentang keteguhan. Sangat sederhana. Sebagai contoh, anda tentu ingat pada perempuan Siro Fenisia yang anaknya kerasukan setan (Mat 15:22-28). Perempuan ini datang kepada Yesus dan memohon agar Yesus menyembuhkan anaknya. Namun, dia bukan seorang Yahudi. Dan pada awalnya, tampaknya Yesus menolak untuk mendengarkannya. Namun, anda ingat betapa perempuan ini ‘dengan teguh’ memohon, dia tidak menerima “tidak” sebagai jawaban. Kepada perempuan ini, Yesus berkata, “Hai ibu, besar imanmu.” Di manakah letak kebesaran imannya? Persis terletak pada keteguhannya memohon. Sekalipun jawaban dari Yesus tampaknya merupakan kata “tidak”, tetapi dia terus saja memohon.

Yesus malahan juga mengajarkan tentang Perumpamaan tentang Hakim yang Tidak Adil (Luk 18:1-18) untuk menguraikan pokok tentang iman ini. Anda tentu ingat bahwa hakim ini sebenarnya tidak mau mendengarkan permintaan si janda, tetapi janda ini terus saja mendatangi sang hakim, sampai akhirnya dia berkata, “Nah, sebaiknya aku membela perkaranya, daripada dia terus saja menggangguku.”

Dan juga ada perumpamaan tentang seorang sahabat yang mengetuk pintu di malam hari untuk meminta roti (Luk 11:5-8). Sahabat ini terus saja mengetuk pintu, dan berkata, “Berikanlah aku sepotong roti.” Nah, kita akan menganggap orang ini tidak tahu malu! Anda tentu tidak akan membangunkan orang lain di tengah malam! Akan tetapi, seperti itulah iman: berpegang teguh.

Orang yang memiliki iman yang besar adalah orang yang berpegang teguh di dalam setiap situasi; anda tidak akan bisa menyingkirkannya. Tak heran kalau orang semacam ini dijamin untuk diselamatkan. Hal itu tak perlu dipertanyakan lagi. Orang semacam ini tidak akan hilang. Itu sudah pasti. Orang semacam ini, sekali selamat, dia akan tetap selamat. Karena dia tidak pernah melepaskan tangannya. Kita harus menjelaskan tentang orang seperti apakah yang sedang kita bicarakan ketika kita berkata ‘diselamatkan’. Orang semacam ini, anda tidak akan bisa menyingkirkannya karena dia akan melekat kepada Tuhan apa pun yang terjadi. Dan ketika dia sedang dalam kelemahan, dia akan berkata, “Ayuh Tuhan! Jangan lepaskan aku!” Sampai dengan kekuatannya yang terakhir, dia akan terus berpegang karena dia berkomitmen total. Orang semacam ini adalah seorang anak Allah. Jadi, kita bisa artikan (Yoh 1:12), “orang yang menerimanya,” yakni orang yang berpegang teguh kepada Kristus, “yaitu mereka yang percaya dalam namanya.” Percaya menurut Alkitab berarti berpegang teguh kepada-Nya. Terhadap orang semacam ini, kita baca di Yohanes 1:12, “diberinya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah.” Itulah jenis orang yang ‘dilahirkan kembali’, yang diubahkan. Karena mereka berpegang teguh kepada Allah, maka Allah mengubah segenap hidup mereka.


KIRANYA IMAN ANDA ADALAH IMAN YANG BENAR DAN TOTAL!

Saudara-saudari, saya harap anda mengerti apa arti iman yang menyelamatkan itu. Saya harap tidak ada orang di gereja ini yang akan terhilang pada Hari itu. Jika anda memiliki iman yang sebatas pada pengakuan di mulut saja, maka itu akan menjadi tragedi terbesar anda. Atau mungkin anda memiliki iman yang benar, tetapi tidak utuh. Iman yang bukan komitmen total. Artinya, anda memang berpegang pada Tuhan dalam pengertian tertentu, tetapi pada saat keadaan mulai sukar, anda berpaling, anda terjatuh. Anda kurang memiliki komitmen total, yakni tekad untuk bertahan sampai penghabisan, untuk bertahan oleh kasih karunia Allah, bergantung kepada kekuatan-Nya. Anda boleh berkata, “Aku sangat lemah, aku tidak bisa melakukannya sendirian.” Namun, kita lihat di dalam Kitab Suci, di sana dikatakan, “Tuhan menopangnya pada waktu ia meringkuk di tempat tidurnya” (Mzm 41:4). Dia tidak dapat berpegang untuk kita, tetapi kita bisa berpegang dengan kekuatan-Nya. Jadi, mari kita miliki iman yang semacam ini, yaitu iman yang berkomitmen total. Selanjutnya, kita akan tahu apa arti dilahirkan kembali.

Saya juga berdoa kiranya akan banyak orang dari sini yang menjadi para raksasa iman. Anda akan menang bersama Allah, seperti Yakub, yang memiliki kehidupan yang berkemenangan. Saya beritahu anda, saudara-saudari, jika ada seseorang dari sini yang mau berpegang teguh kepada Allah dan tidak melepaskan tangan apa pun yang terjadi, maka anda akan kagum melihat apa yang dikerjakan oleh Allah melalui anda. Pada awalnya, Ia sepertinya berkata “tidak” kepada anda, tetapi saya beritahu anda, pada akhirnya, Dia akan menganugerahkan kepada anda segala-galanya. Orang semacam inilah yang menyenangkan hati-Nya.

Rahasia menjadi raksasa rohani sangatlah sederhana. Yang sulit adalah menjalankannya. Rahasia itu sangat sederhana. Jika anda bisa berpegang teguh kepada Allah di dalam segala hal, di dalam setiap persoalan kehidupan anda — dan anda bertahan di dalam ketaatan penuh kepada-Nya — saya beritahu anda, sungguh ajaib hal yang akan Allah kerjakan melalui anda, anda bahkan tidak bisa membayangkannya.

Saya berpegang teguh kepada Allah oleh kasih karunia-Nya, dan saya yakin bahwa Allah akan mengerjakan perkara yang ajaib bagi melalui jemaat-Nya. Kita akan melihat perkara ajaib pada zaman ini. Dan saya sendiri sudah pernah melihat banyak perkara ajaib. Saya masih akan melihat banyak lagi perkara ajaib, seiring dengan kita berpegang teguh kepada-Nya.

 

Berikan Komentar Anda: