Pastor Boo | Kematian Kristus (16) |

Mari kita baca Kolose 1:21-29

21 Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, 
22 sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya. 
23 Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya. 
24 Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.
25 Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu, 
26 yaitu rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad dan dari turunan ke turunan, tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya. 
27 Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!
28 Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. 
29 Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku.

Ayat 24 merupakan salah satu ayat yang sukar dipahami di dalam Perjanjian Baru. Yang sedang disampaikan oleh Paulus adalah bahwa penderitaan Kristus bukanlah segalanya; masih ada yang kurang. Banyak pengajar Kristen yang dipusingkan oleh ayat ini karena injil yang diberitakan sekarang ini dilandasi oleh anggapan bahwa kematian Yesus adalah segalanya. Begitu anda percaya kepada kematian Yesus, maka segala sesuatunya langsung beres. Tak ada hal yang kurang di dalam kematiannya.

Akan tetapi, Paulus berseberangan dengan pemahaman tersebut. Dia setuju tentang arti penting kematian Yesus, tetapi masih ada hal yang kurang. Paulus melanjutkan uraiannya di dalam ayat 24: hal yang kurang itu adalah penderitaan bagi kepentingan Jemaat. Ketika Yesus mati dan dibangkitkan dari antara orang mati, ia mewujudkan Jemaat. Yesus membentuk Jemaat melalui kematiannya, tetapi Jemaat masih harus menjalani masa pertumbuhan menuju kedewasaan. Bagian pertumbuhan menuju kedewasaan itulah yang masih belum dicakup dalam kematian Yesus. Generasi para rasul berikutnya bertanggungjawab atas pertumbuhan Jemaat. Itu sebabnya mengapa setiap hamba Allah perlu dipenuhi oleh Roh-Nya.

Dengan kata lain, kematian dan kebangkitan Kristus merupakan gerbang menuju hidup yang baru, hal yang sudah kita lihat dalam Roma 6 minggu lalu. Kita mati bersama Kristus dan dibangkitkan bersama dia; itulah artinya masuk ke hidup yang baru. Namun, begitu kita menerima kehidupan yang baru, peristiwa itu bukianlah akhir dari segalanya! Di kalangan gereja zaman sekarang, sebagian besar menekankan pada titik awal kehidupan Kristen ini. Itu sebabnya kita sering mendengar kesaksian yang biasanya terkait dengan pengalaman awal masuk menjadi Kristen. Pengalaman menerima hidup yang baru memang hal yang baik karena hal itu memang hasil karya dari Allah. Akan tetapi, pengalaman ini baru merupakan permulaannya; anda baru menjadi bayi rohani di dalam Kristus. Di dalam konteks Kolose 1, Paulus berkata bahwa hidup di dalam Kristus itu baru permulaannya; kehidupan itu harus dirawat, dan bertumbuh sampai dengan akhir hayat kita. Kita melihat hal ini di ayat 23.

Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.

Paulus menekankan masa sekarang, bukan yang sudah lalu: “Kalau kamu mau bertekun dalam iman sampai pengharapan itu diwujudkan.” Mari kita baca ayat 28:

Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.

Paulus berkata bahwa dia banyak menderita ketika mengajarkan injil atau Firman Allah. Mengapa? Untuk memimpin setiap orang kepada kesempurnaan Kristus. Demikianlah, hidup baru itu bukan sekadar urusan lahir baru sebagai bayi rohani di dalam Kristus. Di sini ada proses pertumbuhan menuju kesempurnaan atau kedewasaan. Tentu saja, selama proses kelahiran, ada banyak penderitaan di sana; silakan anda tanyakan hal ini kepada ibu-ibu yang sudah pernah melahirkan. Akan tetapi, selama anak itu bertumbuh, proses ini melibatkan banyak penderitaan juga. Pertimbangkanlah masalah emosi, waktu, upaya dan uang yang harus disediakan oleh para orang tua dalam memastikan pertumbuhan anak mereka. Setiap orang tua yang bertanggungjawab akan paham pengorbanan apa saja yang terlibat. Dalam periode ini, ada penderitaan, tetapi ada juga kebahagiaan. Oleh karenanya, bagi Paulus, membawa seseorang kepada Kristus bukanlah akhir dari ceritanya. Dia melanjutkan dengan memimpin mereka di dalam Firman.

Kolose 1:22 – sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.

Kematian jasmani Yesus adalah bagi kita, untuk membawa kita ke dalam perdamaian dengan Allah, Bapa. Lalu, Paulus berkata tentang tubuh jasmani yang dia sebut sebagai tubuh Kristus. Jadi kita tidak lagi berbicara tentang tubuh jasmani dalam makna yang harafiah, dia sudah masuk ke dalam makna Jemaat. Bagian ini ditegaskan di dalam ayat 24. Tubuh jasmani Yesus memang bagi kita, dan tubuh jasmani kita sekarang ditujukan bagi Jemaat. Kita menjalani hidup kita untuk Jemaat. Ini adalah pokok yang penting untuk dipahami. Di zaman sekarang ini, seperti yang sudah saya sampaikan, kita cenderung memusatkan perhatian pada pokok lahir baru saja. Ini adalah sebuah tragedi. Anda seharusnya tidak sekadar memastikan lahirnya seorang bayi lalu menelantarkannya. Bayi itu akan segera mati. Tak ada bayi yang bisa bertahan hidup tanpa perawatan. Tentu saja, kita tahu bahwa masih ada kejadian semacam ini yang benar-benar terjadi. Bayi yang baru lahir ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya. Dan hal semacam itulah yang sedang saya bayangkan sebagai hal yang cenderung kita lakukan dalam kehidupan rohani jemaat zaman sekarang. Kita mementingkan titik permulaan seolah-olah kisahnya sudah berakhir di sana. Bukankah demikain?

Kekristenan zaman sekarang bersifat sangat individualistik. Jujur saja, kita tidak merasa membutuhkan Jemaat; kita merasa sanggup bertahan sendiri-sendiri. Sekarang ini kita berada dalam masa karantina, kita tidak bisa bertemu secara langsung, dan akibatnya tidak ada lagi interaksi di antara kita. Saya bersyukur karena banyak dari antara anda yang menanyakan kapan kita bisa berkumpul lagi. Saya terharu melihat bahwa saudara-saudari seiman saya merasa rindu untuk saling bertemu lagi. Saya harap keadaan ini tidak berlangsung terlalu lama, dan saya harap kita semua menyadari betapa kita sangat membutuhkan Jemaat. Paulus ingin agar kita memahami pokok ini, dan kita bisa melihat bahwa segenap hidupnya dicurahkan untuk pembangunan Jemaat.

Mari kita ulangi: penderitaan, kematian dan kebangkitan Kristus telah menghasilkan pembentukan Jemaat. Begitu kita masuk ke dalam hidup yang baru, kita semua diberi tanggung jawab untuk membangun Jemaat. Saya harap kita bisa menghayati dan menjalankan pola pikir yang baru ini: Bahwa kita tidak sekadar berkomitmen kepada Kristus, tetapi juga kepada tubuhnya, yakni Jemaat. Dalam hal ini, ada satu atau dua orang yang mengajukan diri untuk dibaptis dan menegaskan komitmen mereka kepada Kristus dan tubuhnya. Namun setelah dibaptis, mereka menghilang begitu saja. Mereka tidak lagi merasa membutuhkan anda. Aku sekarang sudah menjadi Kristen, selamat tinggal! Tragedinya adalah, salah satu dari mereka menyadari bahwa tindakan ini salah. Dia tahu bahwa dia sudah menyimpang jauh dari Tuhan, tetapi dia masih saja mengaku sebagai orang Kristen. Ini adalah tragedi yang besar.

Mungkin anda bertanya-tanya, “Wah, apa artinya ini? Apakah Paulus orang yang keranjingan menderita?” Ketika Yesus menanggung penderitaan, hal ini bisa kita pahami. Siapa yang berani bersuara menentang Yesus? Kemudian datang giliran untuk Paulus. Dia berkata, “Aku bersukacita dalam penderitaan.” Dan mendadak saja banyak orang berkata, “Mungkin Paulus ini seorang masochist atau jenis orang yang keranjingan penderitaan.” Saya rasa jika anda cermati konteksnya, anda akan segera memahami urusannya. Dia tidak berkata, “Aku menyukai penderitaan untuk kesenangan pibadi.” Sejak awal dia sudah menyatakan dengan sangat jelas, “Penderitaanku ini adalah demi kamu karena aku memandang kalian sebagai tubuh Kristus.”

Sekali lagi saya tekankan, pokok yang penting adalah periode ‘sekarang’. Saya rasa sudah cukup jelas mengapa kita saling membutuhkan. Minggu lalu kita melihat dari Roma 6 bahwa tubuh jasmani kita atau tubuh dosa kita sudah dinetralkan di dalam Kristus, bahwa kuasa dosa yang bekerja di dalam tubuh jasmani kita sudah dipatahkan. Ini adalah pengalaman yang ajaib. Ketika saya pertama kali datang kepada Tuhan, ketika pertama kali saya mengalami Allah, saya merasa, “Nah! Hal ini terjadi; kuasa dosa sudah dipatahkan.” Pada saat itu saya merasa sangat bahagia. Saya dipenuhi oleh sukacita karena mengalami Allah, hal yang baru pertama kali saya dapatkan saat itu. Namun, tahukah anda, saya dibiarkan menjalani kelanjutannya seorang diri tanpa ada yang peduli untuk menolong saya. Setelah beberapa tahun, bentuk hidup saya yang lama mulai kembali lagi dan mulai mengambil alih. Saya dapati diri saya kembali jatuh ke dalam dosa. Hal ini berlangsung sekitar dua atau tiga tahun sampai Yahweh secara langsung menolong saya. Dia membawa saya menemui seorang hamba-Nya, seorang hamba Allah sejati. Orang inilah yang menolong dan membawa saya kembali kepada iman dalam Kristus dan dia merawat kerohanian saya. Anda lihat, kita membutuhkan orang tua rohani! Dan tentu saja, dia tidak hanya melayani saya, dia melayani seluruh jemaat di gereja. Dia sangat menderita karena berbagai penyakit yang menimpanya, tetapi hatinya tetap tertuju kepada semua jemaat di gereja. Sama seperti orang tua yang baik, dia menempuh semua masalah dalam membesarkan anak-anak rohaninya. Dan bukan hanya itu saja, dia juga harus melindungi kami dari godaan dunia, yakni berbagai hal yang berakibat buruk pada pertumbuhan rohani. Jika dibandingkan dengan kehidupan orang tua jasmani, semua orang tua pasti tahu bagaimana beratnya membesarkan anak.

Sampai dengan akhir hayatnya, dia mencurahkan segenap hidupnya bagi Jemaat. Saya rasa anda tahu siapa orang yang saya maksudkan: dia adalah mendiang Pastor Eric Chang yang kita kasihi. Sangatlah penting untuk memahami bahwa dia sudah memberikan contoh itu supaya kita tidak berkata, “Ah! Ini pandangan Paulus, tak ada hubungannya denganku,” saat kita membaca Kolose. Memang masih ada orang-oang di zaman sekarang ini yang mengikuti teladan Paulus. Dosa tidak akan menguasai kita jika kita tetap tinggal di dalam Kristus. Akan tetapi dosa bisa kembali jika anda biarkan dia kembali. Jika anda memberi jalan masuk bagi dosa, maka dia akan masuk. Itulah hal yang disampaikan oleh Paulus di Roma 6:13, ayat yang akan kita baca sekarang.

Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.

Uraian itu melanjutkan pernyataan di ayat 12, kita akan baca ayat 12.

Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.

Dalam ayat 12 kita dinyatakan sudah bebas dari dosa, Paulus berkata, “Sekarang ini kamu punya pilihan.” Sebelumnya anda tidak punya pilihan. Dosa adalah majikan anda. Namun sekarang anda punya pilihan untuk tidak mengijinkan dosa kembai ke dalam diri anda. Sisi negatifnya adalah – jangan biarkan dosa kembali lagi. Dan sisi positifnya ada di ayat 13, “Serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.

Istilah yang diterjemahkan dengan ungkapan “senjata” ini di dalam bahasa Yunani memiliki dua makna. Makna yang pertama adalah ‘alat’. Anda dapat membayangkannya seperti alat-alat yang dipakai untuk membangun rumah atau bangunan. Jadi, hal ini bisa diartikan kita menyerahkan diri kita untuk membangun apa? Allah memakai seluruh tubuh kita, ini mencakup pikiran kita juga, untuk membangun tubuh Kristus, Jemaat-Nya. Tubuh kita dipakai demi kebaikan Tubuh Kristus, untuk mewujudkan kebenaran Allah di Gereja.

Makna yang kedua adalah ‘senjata’. Sebuah angkatan perang memakai senjata untuk menghancurkan musuh. Jadi, di satu sisi (yakni yang positifnya), kita membangun Tubuh Kristus, Jemaat Allah. Di sisi lain, kita menjadi senjata Allah untuk melindungi Jemaat dari kesesatan manusia atau ajaran-ajaran sesat di lingkungan Jemaat. Kita sering mengira bahwa ajaran sesat adalah ajaran yang sepenuhnya berisi kekeliruan. Sebenarnya, ada banyak ajaran yang tidak sepenuhnya salah, hanya penekanannya yang salah tempat. Salah satu contohnya adalah, seperti yang sedang saya uraikan sekarang ini, penekanan pada titik awal keselamatan. Berlawanan dengan penekanan semacam itu, Paulus mengutamakan periode yang sedang dijalani, sisi keselamatan yang terus berlangsung sampai pada kedatangan Kristus Yesus yang kedua kalinya.

Tentu saja, senjata kebenaran tidak hanya dipakai untuk bertahan saja; ia dapat dipakai untuk menyerang juga. Tujuan ofensif ini secara khusus mengacu pada penyebaran Firman Allah, dan Paulus menegaskannya di Kolose 1 secara eksplisit. Allah sudah menugaskan dia untuk memberitakan injil dan menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang. Dan Allah menguduskan hati dan pikirannya; segenap tubuh, tangan, kaki dan bahkan lidahnya demi pemberitaan injil.

Demikianlah, kita perlu ajukan pertanyaan ini kepada diri kita sendiri: “Apa arti Jemaat Allah bagi kita? Bagaimana sikap hati kita terhadap saudara-saudari seiman?” saya rasa jika kita jujur kepada diri sendiri, untuk sebagian dari kita, kata Jemaat atau Gereja tidak menimbulkan reaksi apa-apa. Ini berarti kata tersebut tidak menimbulkan kesan positif yang kuat terhadap mereka yang hatinya tidak bereaksi apa-apa. Dan bagi sebagian yang lain, kata Jemaat atau Gereja mungkin terasa seperti sedang menghadapi mimpi buruk.

Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel tentang seorang pastor di sebuah gereja besar. Dia sudah melayani di gereja tersebut dalam waktu yang sangat lama. Pada akhirnya, dia harus keluar dari gereja itu karena telah berselingkuh dengan perempuan lain dan perselingkuhan ini terbongkar. Peristiwa ini merupakan suatu pukulan besar bagi gereja tersebut. Pastor ini cukup terkenal di AS. Saat anda mendengar berita semacam ini, mungkin bagi anda sudah tidak menjadi berita besar lagi. Kasus semacam ini sudah sangat sering terjadi di zaman sekarang. Namun, jika anda berfokus pada kasus ini, anda akan bisa memahami apa yang sudah terjadi. Dia berkata bahwa di lingkungan gerejanya, orang-orang bersikap tidak ramah antara satu dengan yang lain, dan mereka juga bersikap tidak baik kepadanya. Hal ini berlangsung sampai bertahun-tahun. Jika anda masuk beribadah di gereja yang sikap jemaatnya seperti ini, anda tidak akan bisa bertahan lama di sana. Lihat penjelasannya dalam Galatia 5:15. Dan memang benar, pastor ini tidak mampu bertahan, kerohaniannya menjadi semakin lemah, sampai dia bertemu dengan prempuan itu, dan mereka saling jatuh cinta. Perempuan ini juga sudah menikah. Mungkin dalam upayanya untuk melepaskan diri dari tekanan kondisi lingkungan pelayanan, dan kehidupan penikahannya yang bermasalah, akhirnya dia berpaling kepada dosa. Dia benar-benar kehilangan arah! Mungkin sebagian kesalahan terletak pada lingkungan jemaat di sana dan juga pada istrinya, tetapi tetap saja dia yang menentukan tindakannya sendiri dan harus bertanggungjawab untuk itu.

Mari kita kembali ke Roma 6, “Serahkanlah dirimu kepada Allah.” Nah, jika kita melakukannya setiap hari, maka kedamaian dan kekuatan itu kita dapat dari Yahweh, walaupun lingkungan jemaat di gereja sangat tidak ramah. Untuk memohon kekuatan dari Allah memang menuntut iman dan tekad yang kuat. Paulus mengalami hal ini juga. Baca saja surat-suratnya kepada jemaat di Galatia dan Korintus. Sebagian orang merendahkan dia, tetapi dia terus melayani mereka dengan Roh Allah.

Namun di sini, dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, masalahnya berbeda. Paulus tidak berkata, “Kalian menganiaya aku.” Yang dia bicarakan adalah penganiayaan yang datang dari luar dan kebutuhan untuk tetap teguh. Kita harus camkan prinsip ini, supaya kita tahu bahwa ada peranan yang harus kita jalankan. Kita harus serahkan diri kita setiap hari untuk dijadikan alat untuk membangun Jemaat sekaligus sebagai senjata kebenaran. Dengan kata lain, saat menasehati saudara-saudari seiman, kita sedang menolong mereka untuk hidup berkemenangan setiap hari, tetapi kemenangan itu juga harus kita alami setiap hari. Hanya dengan jalan itu kita bisa menolong orang lain untuk menang. Kuasa jahat sangatlah aktif, dan iblis tak pernah bertindak setengah-setengah dalam menjatuhkan Gereja. Hanya dengan menjalani firman yang disampaikan lewat Paulus kita bisa mengatasinya.

Kembali ke Kolose 1, semua penderitaan itu pasti ada tujuannya. Selain tujuan yang sudah ditegaskan secara terbuka tentang membangun Jemaat, saya ingin menguraikannya lebih jauh lagi. Ada satu tujuan tertinggi yang harus diraih, dan hal ini diuraikan dalam Kolose 1:27

Kepada mereka Allah mau memberitahukan, betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!

Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan.” Alasan mengapa Paulus ingin membawa setiap orang ke dalam kedewasaan dalam Kristus adalah karena Jemaat Allah atau Tubuh Kristus itu mengungkapkan hidup Kristus. Kepada siapa? Kepada masyarakat di sekitarnya, agar dunia tahu bahwa Yesus hidup. Anda lihat, Paulus tidak berminat pada masalah doktrin. Apa gunanya menyatakan bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa kita, dan bahwa dia sudah dibangkitkan pada hari yang ketiga? Ini semua hanya perkara intelektual. Akan tetapi, tujuan rohaninya adalah bahwa Kristus dinyatakan di dalam hidup kita agar orang dapat melihat adanya sifat Yesus dalam hidup kita. Jika anda dinilai berdasarkan ukuran tersebut, maka sehebat apapun kemampuan atau bakat anda berkhotbah, tak akan ada pengaruhnya. Jika Kristus yang hidup itu tidak menyatakan diri melalui hidup kita, maka kita sudah gagal.

Mari kita lihat Yohanes 14:22-24,

22 Yudas, yang bukan Iskariot, berkata kepada-Nya: “Tuan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada kami, dan bukan kepada dunia?” 
23 Jawab Yesus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.
24 Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.

Bapa dan Aku akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Akan tetapi, kita harus menuruti firman-Nya. Dan Yesus sudah menyatakan di ayat 24, “firman yang kamu dengar itu bukanlah dari pada-Ku, melainkan dari Bapa.” Dengan kata lain, jika anda menuruti Firman Allah, maka Yesus dan Bapa, akan datang dan berdiam dalam diri anda. Bukankah sangat indah jika anda melihat sekumpulan orang di mana hadirat Allah dan Mesias-Nya ada di tengah mereka? Tidak masalah sebesar apa kumpulan orang tersebut, sekalipun hanya ada sepuluh orang, dan mereka menuruti Firman Allah, maka Allah dan Yesus akan senang hadir di tengah mereka. Itulah Jemaat yang sejati! Tak ada gunanya mengumpulkan ribuan orang dalam sebuah gereja, dan ketika anda masuk ke sana, seperti yang diceritakan oleh pastor tersebut, lingkungan jemaatnya ternyata saling bermusuhan. Apakah anda pikir Allah akan hadir di sana? Jika hadirat Allah tidak ada di sana, maka kumpulan orang itu bukanlah gereja. Mereka bisa dikatakan sebagai suatu organisasi, tetapi bukan anggota Tubuh Kristus. Mari kita baca Yohanes 17:20-23

20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; 
21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. 
22 Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: 
23 Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.

Dalam ayat 23, kita baca, “supaya mereka sempurna menjadi satu.” Kesatuan yang sempurna ini terjadi ketika Yesus ada di dalam kita, dan Allah Bapa di dalam dia. Dalam makna wujud hubungannya, maka keselamatan itu terdiri dari tiga pemeran: Allah Bapa, satu-satunya Allah yang benar, di dalam Kristus, dan Kristus di dalam Jemaat. Dan kita menjadi satu dengan Yesus dan Allah Bapa. Semua ini diwujudkan melalui pemberitaan Firman Allah. Dengan kata lain, jika anda mendengar pengajaran atau penginjilan, dan hal itu tidak membawa anda pada ketaatan dan kontak dengan Allah Bapa, maka ada sesuatu yang salah. Anda tidak ditarik untuk melangkah bersama Allah.

Di ayat 21, “supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Jadi jika anda beribadah di gereja semacam ini, orang-orang akan terbawa datang menjadi Jemaat. Tentu saja, yang adatang adalah mereka yang memang sudah condong kepada hal-hal rohani. Mereka akan melihat ada yang istimewa dari Gereja tersebut, dan mereka tertarik untuk datang kepada Yahweh. Mari kita baca ayat 26.

dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.

Hal apa yang mereka lihat dalam diri Jemaat Allah? Mereka melihat kasih Allah. Mereka merasakan kasih Allah, dan mereka tahu bahwa Allah hadir di tengah anda. Mereka dapat melihat kasih Allah muncul di tengah Jemaat. Semua orang berpikir tentang bagaimana bisa bermanfaat bagi Jemaat; semua berhasrat untuk berkorban untuk Jemaat. Orang luar tidak melihat adanya pertengkaran dan permusuhan di antara anggota gereja. Tak ada kecurigaan dan kecemburuan karena fokus setiap anggota jemaat adalah Yahweh, untuk mendengarkan Firman-NYa, dan menuruti Firman tersebut. Oleh karenanya, mereka yang tidak percaya kepada Allah mungkin akan berkata, “Sekarang aku tahu bahwa Allah itu ada.” Dia bisa sampai pada kesimpulan ini bukan karena mendengar perdebatan antara penciptaan versus evolusi, atau segala macam uraian filosofis tentang keberadaan Allah. Hal-hal intelektual semacam itu bisa saja membuka jalan bagi orang lain kepada Allah; saya tidak tahu. Akan tetapi, saya bukan termasuk orang yang gemar akan perdebatan semacam itu. Segenap perhatian kita seharusnya tertuju pada bagaimana menjalani hidup sesuai dengan cara hidup yang diharapkan Allah untuk kita jalani. Kita jalani hidup ini supaya Allah senang hadir bersama kita.

Sebelum kita tutup, mari kita baca Kolose 1:19

Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia,

Di dalam Yesus, seluruh kepenuhan Allah berkenan untuk diam di sana. Dan Paulus mengulangi hal ini di Kolose 2:9

Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan,

Apa itu kepenuhan ke-Allahan? Segenap kepenuhan Bapa, Yahweh, Allah Israel. Segenap kepenuhan-Nya berdiam di dalam tubuh jasmani Yesus. Dengan demikian, segenap kepenuhan Bapa ini akan berdiam di dalam Jemaat-Nya melalui Kristus, dan itu sebabnya Yesus berkata, “Aku dan Bapa akan berdiam di dalam kamu.”

Sekarang kita perlu bertanya pada diri sendiri, “Apakah kita ini jenis orang di mana Bapa berkenan untuk berdiam di dalam kita?” Agar Allah berkenan berdiam di dalam kita, maka harus ada kesepakatan. Kita harus melakukan apa yang Dia kehendaki, untuk berkomitmen melakukan apa yang benar di mata-Nya. Dengan demikian, Dia akan senang untuk menyertai kita, karena kita tidak berkomitmen untuk melakukan yang jahat. Memang benar, kita sudah meninggalkan dosa. Akan tetapi, jika Allah tidak menyertai kita, meka gereja kita tidak menjadi bagian dari Jemaat Allah, itulah hal yang dimaksudkan oleh Alkitab. Jika kita jujur pada diri sendiri, maka kita akan mengakui bahwa kita masih jauh dari tujuan yang diharapkan oleh Yesus. Akan tetapi, kita harus tetap berjuang untuk hidup selaras dengan Firman Allah.

Beberapa waktu yang lalu, saya menemani orang tua saya beribadah di gereja mereka. Sore itu, mereka kedatangan pembicara tamu, seorang wanita yang menyebut dirinya rasul. Dia terus saja berkata bahwa dia datang untuk menyampaikan Firman Allah. Saya jadi bersemangat untuk mendengarkannya. Sayang sekali, separuh dari isi khotbahnya memakai bahasa roh. Tepatnya, dia berbicara dalam bahasa Inggris yang sering diselingi bahasa roh. Akibatnya saya tidak yakin apa ada orang yang mengerti apa yang sedang dia sampaikan. Selain itu, gereja tesebut harus membayar mahal untuk mengundangnya berkhotbah di sana. Pikirkanlah hal ini. Inikah jenis gereja yang ingin anda jadikan tempat beribadah? Syukurlah dia hanya merupakan pembicara tamu di sana. Jika dia adalah pastornya, saya tidak akan mau beribadah di sana. Khotbahnya sangat sukar dipahami.

Kemudian, di akhir acara ibadah, dia berkeliling menumpangkan tangannya ke kepala jemaat di sana. Jika anda jatuh tak sadarkan diri, anda dianggap sedang didatangi hadirat Allah. Ketika dia menumpangkan tangannya ke kepala saya, ternyata saya tidak ikut jatuh. Lalu dia mencoba lagi, dan lagi. Dan saya tetap tidak ikut jatuh. Kemudian dia melanjutkan ke ayah saya, dan saya lega karena ayah saya juga tidak ikut jatuh. Sejauh yang saya ketahui, buah Roh itu termasuk pengendalian diri. Anda tidak akan kehilangan kendali diri. Kendali diri adalah tanda dari hadirat Allah. Ini hal yang penting untuk dipahami. Anda harus mengerti isi Firman Allah atau orang semacam ini akan datang menipu anda. Saya pulang dari ibadah itu dengan kecewa. Saya yakin bahwa dia bukanlah seorang rasul.

Saya harap kita semua menjadi orang-orang yang waspada. Untuk bisa bermanfaat kepada Jemaat, tidak dapat dicapai dengan merasa benar sendiri. Yang paling utama adalah apakah hal itu benar di mata Allah, dan apakah kita sudah setia kepada Firman Allah. Seperti yang disampaikan oleh Paulus, “Aku adalah pelayan dari Firman Allah, dan seorang pelayan harus setia kepada Allah.” Saya harap kita mengajar dan menghayati Firman dengan benar supaya Allah berkenan untuk hadir di tengah kita dan, melalui kita, menyatakan diri-Nya kepada masyarakat sekitar kita.

Jadi anda bisa lihat di sini dua manfaat yang ingin dilihat dari diri kita, sebagai alat untuk membangun dan sebagai senjata untuk pemberitaan dalam waktu yang bersamaan. Allah melakukan penjangkauan kepada dunia melalui Jemaat-Nya. Gereja tidak pernah ditujukan untuk menjadi tubuh yang individualistis, melainkan suatu kesatuan organik di antara anggota tubuhnya, yang membentuk Tubuh Kristus. Kita semua bekerjasama bagi kemuliaan Allah.

 

Berikan Komentar Anda: