Pastor Eric Chang | Manusia Baru (19) |

Di dunia yang dicengkeram oleh ketakutan dan kekhawatiran—di mana rasa aman hanya suatu ilusi—umat manusia sangat merindukan jaminan. Kehidupan sangat rapuh, rawan terhadap setiap bahaya atau kecelakaan, mulai dari perampokan sampai pada kebangkrutan, dari penyakit kanker sampai kecelakaan lalu lintas. Setiap tahun lebih banyak orang Amerika yang mati di jalan raya ketimbang yang mati di medan perang atau di hutan-hutan semasa perang di Vietnam. Lebih banyak lagi, ratusan ribu jumlahnya, entah pengemudi, penumpang atau pun pejalan kaki, yang menjadi lumpuh atau cacat karena kecelakaan lalu lintas. Statistik korban–korban kecelakaan lalu lintas yang tak dikenal itu jika dikumpulkan datanya dari seluruh dunia, angkanya akan sangat mengejutkan.

Rasa tidak aman seseorang semakin meningkat ketika adanya unsur hal–hal yang tidak terduga. Kecelakaan disebut kecelakaan karena terjadi secara tak terduga. Namun, yang tak terduga bisa jadi lebih mengerikan daripada kecelakaan lalu lintas.

Kita dikejutkan beberapa waktu yang lalu ketika mendengar berita tentang pembantaian di San Diego (Amerika Serikat). Pada suatu hari yang cerah di San Diego (tahun 1984), banyak orang sedang menikmati hidangan di restoran McDonald’s ketika seorang pria menyerbu masuk dan menembaki orang–orang di situ. Yang tewas berjumlah sekitar 22-23 orang, separuh dari mereka adalah anak–anak. Dengan bersenjatakan tiga pucuk senapan otomatis, sang pembunuh dengan tenang berjalan di antara meja–meja, tanpa belas kasihan menembaki setiap orang yang terlihat olehnya.

Kebuasan ini dikenal sebagai kejahatan yang didorong oleh misanthropy, kebencian yang mendalam terhadap manusia secara umum. Terdapat manusia yang begitu dipenuhi kebencian sehingga mereka membunuh tanpa alasan yang waras. Begitu banyak pembunuhan dan kekejaman dilakukan tanpa adanya motivasi yang jelas.

Kepolisian San Diego juga tidak memiliki petunjuk tentang motif sang pembunuh. Mereka memperkirakan bahwa si pelaku, dipenuhi dengan amarah dan kebencian, dan mendidih karena kehilangan pekerjaannya, memutuskan untuk melampiaskan perasaannya dengan membunuh orang–orang yang tak berdosa di McDonald, menembaki orang-orang dewasa dan anak-anak yang tidak pernah berbuat salah terhadapnya.

Akhirnya pasukan SWAT menyerbu masuk dan menembaknya sampai mati. Namun, sudah terlambat bagi para korban, yang terdiri dari manula berusia 70-an tahun sampai bayi yang belum sembilan bulan usianya.

Bayangkan Anda sedang duduk di restoran McDonald, ketika seorang yang tidak waras menyerbu masuk dan menembak mati Anda tanpa alasan yang masuk akal. Sebagai orang pertama dalam pandangannya, Anda hanya sempat melihat orang ini menarik pelatuk senapannya.

Hidup menjadi sangat tidak nyaman apabila hal–hal seperti ini terjadi; dan ini bukanlah peristiwa langka seperti yang kita harapkan. Berulang–ulang kita mendengar berita tentang orang bersenjata yang secara sembarangan menembaki orang lain.

Dosa telah mendorong banyak orang kepada kebencian yang membabi-buta terhadap sesama manusia. Tidak ada penjelasan untuk kebencian semacam ini diberikan, dan penjelasan apa pun tidak akan membantu para korban yang malang itu. Beberapa dari mereka dianggap “gila”, tetapi hanya sedikit yang benar–benar gila. Tindak kekerasan mereka seringkali dipicu hanya oleh tekanan kebencian terhadap sesama manusia pada umumnya. Hidup menjadi tidak aman ketika orang–orang yang tampaknya normal sewaktu–waktu dapat meledak secara tak terduga dalam amuk yang memakan korban jiwa.

Mengapa ada yang sanggup membunuh bayi–bayi di Rumah Sakit Toronto dengan suntikan maut, menewaskan bayi-bayi yang baru lahir yang belum mengucapkan satu kata pun yang jahat pada siapa pun? Sekali lagi, barangkali motifnya adalah kebencian secara umum kepada sesama manusia.

Beberapa waktu yang lalu seorang pria menceburkan mobilnya ke dalam danau bersama ketiga anaknya yang terkurung di dalam mobil itu. Sang ayah sedang menghadapi perceraian, jadi ia memutuskan untuk bunuh diri dengan membawa serta ketiga anaknya. Salah satu anaknya yang perempuan, berusia sekitar 12 atau 13 tahun, berhasil lolos lewat jendela. Sebagai satu–satunya yang selamat, ia sekarang harus menghadapi hidup ini tanpa ayah dan kedua saudaranya, dan selamanya dihantui kenangan dari peristiwa mengerikan tersebut.

Hal-hal seperti ini terjadi setiap hari. Hidup ini sering sangat tragis dan tidak aman. Jika Anda mengira bahwa hanya orang gila yang akan menembak Anda, Anda belum memperhitungkan segala kemungkinan. Bulan yang lalu seorang pria sedang tidur dengan nyenyaknya di kamar motel ketika, karena kesalahan dalam mengenali identitas, dua orang polisi menembaknya dari arah pintu dan jendela. Orang ini terbangun dari tidurnya, dan langsung disambut oleh terjangan peluru. Belakangan terbukti bahwa ia bukanlah buronan berbahaya sebagaimana yang mereka sangka, tetapi hanya seorang penjual karpet.

Hidup ini benar–benar menjadi tidak aman apabila Anda tidak lagi dapat memperkirakan siapa yang akan menembak Anda. Anda mungkin saja mirip seorang penjahat yang paling diburu, dan Anda ditembak mati sebelum sempat membuktikan identitas Anda. Petugas kepolisian hanyalah manusia biasa, dan mereka bisa menjadi gelisah pada saat menghadapi seorang pembunuh yang berbahaya. Seorang pria yang lain ditembak mati saat ia memasukkan tangannya ke dalam kocek untuk mengeluarkan kartu identitasnya. Belakangan ditemukan bahwa ia tidak membawa senjata.

Bagaimana kita dapat bertahan di tengah hutan rimba yang bernama dunia ini? Ibu dari seorang teman saya sedang berjalan dengan santai menikmati harinya, dan tiba-tiba sebuah mobil melompat melewati trotoar karena kehilangan kendali dan menabraknya hingga tewas. Bagaimana Anda bisa merasa aman jika Anda tidak dapat berjalan-jalan tanpa harus memandang setiap arah dengan gelisah? Lebih baik Anda memandang ke atas juga, karena beberapa orang telah dibunuh oleh pot kembang yang jatuh!


Perusahaan Asuransi Meraih Keuntungan Besar dari Ketidakamanan ini

Rasa tidak aman manusia merupakan faktor utama yang menjadi pendorong majunya bisnis asuransi di Amerika Utara dengan nilai bisnis yang mencakup milyaran dolar. Sekarang ini kita mengenal berbagai macam asuransi, mulai dari asuransi jiwa ke asurance kebakaran, dari asuransi kesehatan ke asuransi malpraktek (salah penanganan). Bukan hanya dokter yang membeli, bahkan pendeta pun ada juga yang membeli asuransi malpraktek ini! Belum lama ini ada seorang pendeta di Amerika yang dituntut karena telah mengambil tindakan disiplin atas seorang anggota jemaatnya yang telah melakukan dosa yang agak serius.

Orang tidak berani bepergian atau mengerjakan sesuatu tanpa mendapatkan asuransi. Di dalam penerbangan pun, Anda mungkin membeli asuransi untuk menutupi kerugian jika terjadi kehilangan bagasi atau pembatalan keberangkatan—di samping asuransi jiwa dan kesehatan.

Perusahaan asuransi kesehatan menangguk untung miliaran dolar setiap tahunnya karena ancaman dari penyakit berat atau yang melumpuhkan sangatlah nyata. Operasi pembedahan sangatlah mahal, dan bahkan sebotol obat pun bisa jadi sangat mahal. Asuransi jiwa sangat diminati sekalipun manfaatnya tidak dinikmati oleh pemegangnya apabila ia meninggal, tetapi oleh pewarisnya.


Hati-hati dengan Jaminan Gratis

Dunia sangat merindukan asuransi dan jaminan. Dalam kenyataannya, kedua kata itu (insurance dan assurance) memiliki arti yang sama. Oxford Dictionary menjelaskan bahwa keduanya memiliki akar kata yang sama. Itu sebabnya beberapa perusahaan disebut perusahaan jaminan jiwa (life assurance) dan yang lain disebut perusahaan asuransi jiwa (life insurance).

Gereja tidak menggunakan kata “asuransi” karena terdengar sangat komersial, tetapi banyak yang memakai kata “jaminan”, yang memiliki arti yang sama.

Jutaan orang berpaling kepada agama, yang merupakan penyedia jasa asuransi (jaminan) paling sukses di dunia. Sedihnya, di antara penjual asuransi ini adalah para pengajar yang “Tuhan mereka ialah perut mereka” (Flp 3:19), yang meraih untung dari rasa tidak aman manusia. Manusia begitu gelisah sehingga mereka menjadi mangsa para pemangsa licik yang menjajakan asuransi agama ini.

Orang bijak tidak akan pernah mempercayai polis asuransi yang dikatakan akan menanggung segala macam klaim, dari demam sampai kematian, dari pengangguran sampai kebangkrutan, dengan premi yang rendah. Jika dengan $5 per tahun Anda dapat memperoleh asuransi semacam itu, pasti ada sesuatu yang meragukan.

Namun, ada banyak gereja yang menawarkan paket asuransi yang jauh melampaui perusahaan–perusahaan asuransi karena mereka menawarkan jaminan kekal tanpa menuntut apa pun dari Anda, tanpa komitmen apa pun—Anda hanya perlu mempercayainya. Ini, kita diberitahu, merupakan inti dari anugerah—sekalipun sama sekali tidak ada kemiripan dengan definisi anugerah dalam Alkitab. Ada juga yang menawarkan yang lebih hebat lagi: Mereka menawarkan kekayaan dan kemakmuran. Menurut mereka, Allah akan memberkati Anda dengan hal-hal ini jika Anda mengikuti ajaran mereka, dan memberi sumbangan finansial kepada organisasi mereka.

Orang-orang yang mengisi formulir keanggotaan gereja kadang–kadang menemukan satu ketentuan kecil tentang menyerahkan sepuluh persen dari penghasilan mereka ke gereja tersebut. Ini, menurut mereka, bukanlah harga asuransi yang ditawarkan, tetapi suatu ungkapan rasa syukur atas anugerah Allah yang gratis itu. Anugerah gratis itu, ternyata tidak begitu gratis karena sepuluh persen dari pendapatan Anda bisa berarti suatu jumlah yang cukup besar. Memang baik untuk mempersembahkan perpuluhan kepada Tuhan. Namun, lain persoalannya jika hal itu dijadikan syarat bagi keanggotaan sebuah gereja, bahwa perpuluhan harus diberikan kepada gereja itu saja.

Hari ini pencarian akan jaminan telah memimpin orang banyak ke dalam pelbagai agama dan ini membawa masuk banyak uang. Dalam situasi yang sedemikian selalu akan ada orang yang menangguk untung dari rasa tidak aman manusia.

Di mana dapat Anda temukan perusahaan asuransi yang melindungi Anda dari penghakiman akhir, neraka dan kebinasaan kekal? Dapatkah perusahaan asuransi mana pun mengasuransikan Anda dari semua atau salah satunya? Namun agama dapat, dan memang melakukannya. Jika jaminan yang ditawarkan itu memang asli dan benar, memenuhi kebutuhan rohani manusia yang nyata, maka suatu pelayanan yang bernilai sudah dilakukan dengan menawarkannya. Jaminan tentu saja bernilai di dunia tempat kita tinggal sekarang ini. Kita tidak menolak jaminan. Akan tetapi, kita harus menolak jaminan palsu sebagai suatu penipuan yang memanfaatkan kebutuhan manusia.

Namun, bagaimana kita dapat mengetahui bahwa asuransi yang sedang ditawarkan itu palsu? Ada baiknya jika kita mencurigai apa saja yang ditawarkan gratis dan tanpa syarat.

Banyak pengajar telah memanfaatkan kesempatan emas untuk mengeksploitasi rasa tidak aman yang universal ini, membuat penawaran yang terlalu bagus untuk ditolak: Mereka menawarkan jaminan tanpa syarat. Ini benar-benar luarbiasa karena polis asuransi mana pun tidak ada yang tanpa syarat. Namun, tidak kekurangan pengajar yang menjajakan jaminan tanpa syarat, yang sangat menarik hati jutaan orang yang mudah dikelabui. Banyak orang begitu mendambakan keamanan sehingga mereka akan berpegang pada sembarang jerami. Apabila jaminan tanpa syarat dihiasi dengan kata–kata “anugerah Allah yang gratis”, ia kedengaran amat menyakinkan, dan memang tak dapat ditolak.


Tidak ada Jaminan Tanpa Syarat dalam Perjanjian Lama

Berdasarkan wewenang firman Allah, mari kita umumkan bahwa tak seorang pun berhak mengeksploitasi rasa tidak aman manusia dengan menawarkan sesuatu yang disebut jaminan tanpa syarat. Ini merupakan suatu penipuan yang sangat keterlaluan sekalipun diajarkan dalam ketidak-tahuan; hal ini sama sekali palsu dan tidak memiliki dasar dalam Kitab Suci.

Apabila kita mempelajari firman Allah, kita akan menemukan hal yang sangat menonjol. Carilah kata “jaminan” (assurance) atau kata-kata yang mirip dengannya dalam konkordansi Anda, lalu hitunglah jumlahnya. Anda akan terkejut melihat betapa jarangnya kata tersebut dipakai.

Dari sebanyak 39 kitab Perjanjian Lama, sebagai contoh, kata “jaminan” (assurance) muncul hanya dua kali dalam King James Version (KJV; dan hanya sekali dalam RSV). Hal ini seharusnya mendorong kita untuk lebih berhati–hati dalam memeriksa landasan alkitabiah dari setiap pengajaran tentang jaminan, lebih-lebih lagi “jaminan tanpa syarat”.

Pemunculannya yang pertama ada di Ulangan 28:66. Namun, mari kita perhatikan dulu kalimat bersyaratnya yang diawali kata “jika” di beberapa ayat sebelumnya, ketika Allah memperingatkan bangsa Israel:

“Jika engkau tidak melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat yang tertulis dalam kitab ini, dan engkau tidak takut akan Nama yang mulia dan dahsyat ini, yakni akan YAHWEH, Allahmu, maka YAHWEH akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama.” (ay.58,59)

Perhatikan akibat serius yang menimpa karena kegagalan dalam memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan Allah:

Ayat 61 berkata, “Juga berbagai-bagai penyakit dan pukulan, yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan YAHWEH menimpa engkau, sampai engkau punah.”

Ayat 63 melanjutkan, “Seperti YAHWEH bergirang karena kamu untuk berbuat baik kepadamu dan membuat kamu banyak, demikianlah YAHWEH akan bergirang karena kamu untuk membinasakan dan memunahkan kamu, dan kamu akan dicabut dari tanah, ke mana engkau pergi untuk mendudukinya.”

Di ayat 66, kata “jaminan” muncul:

Hidupmu akan selalu dalam keraguan dan siang malam kamu akan ketakutan dan kamu tidak memiliki kepastian (jaminan) hidupmu. (AYT)

Sangat mengejutkan, pemunculan pertama kata “jaminan” di dalam Alkitab terdapat dalam pernyataan, “kamu tidak memiliki jaminan hidupmu”. Sama mengejutkan juga, Allah berkata bahwa Ia akan membatalkan (menarik kembali) semua janji yang telah dibuat-Nya kepada bangsa Israel karena ketidaktaatan mereka.

Ya, janji–janji Allah dapat dibatalkan jika persyaratan untuk memperoleh janji itu tidak dipenuhi. Hal ini ditegaskan di ayat 68,

“YAHWEH akan membawa engkau kembali ke Mesir dengan kapal, melalui jalan yang telah Kukatakan kepadamu: Engkau tidak akan melihatnya lagi, dan di sana kamu akan menawarkan diri kepada musuhmu sebagai budak lelaki dan budak perempuan, tetapi tidak ada pembeli.”

Menjadi seorang budak saja cukup buruk, tetapi menjadi budak yang tidak laku merupakan suatu penghinaan terbesar. Lagi pula, Allah akan membatalkan janji yang telah dibuat-Nya kepada Israel, yaitu Ia tidak akan pernah membawa mereka kembali ke Mesir, yaitu ke dalam perbudakan.

Cukup sekian untuk jaminan tanpa syarat! Tidak ada jaminan hidup bagi mereka yang tidak menaati Allah. Alkitab tidak pernah mengajarkan jaminan tanpa syarat, dan siapa saja yang mengajarkannya adalah penipu, karena jaminan yang sejati hanya diberikan kepada mereka yang menaati Allah dengan segenap hatinya.

Kata “jaminan” (assurance) dalam Perjanjian Lama (KJV) hanya muncul satu kali lagi di Yesaya 32:17,

Karya kebenaran adalah kedamaian, dan hasil kebenaran adalah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.

Ayat ini berbicara tentang ketenteraman untuk selama–lamanya, yang di KJV diterjemahkan dengan kata assurance for ever—yaitu jaminan selamanya. Di sini disebutkan bahwa jaminan selamanya itu bersyaratkan kebenaran. Jaminan merupakan akibat atau efek dari kebenaran.

Seharusnya jelas sekarang bahwa pengajaran tentang jaminan tanpa syarat merupakan hal yang asing bagi Perjanjian Lama. Pengajaran ini justru ditolak oleh kedua ayat yang mengandungi kata “jaminan” (assurance).

Jika kita mencari kata lain yang memiliki arti dasar yang sama dengan assurance (jaminan), kita mungkin menemukannya dalam istilah “damai sejahtera yang terjamin” (assured peace) di Yeremia 14:13-14 (KJV, NKJV dan ESV). Namun, jika Anda mempelajari ayat itu, Anda akan melihat bahwa “damai sejahtera yang terjamin” merupakan ajaran dari nabi–nabi palsu! Di sini Yeremia berkata kepada Tuhan:

“Lalu aku berkata: ‘Aduh, Tuhan YAHWEH! Bukankah para nabi telah berkata kepada mereka: Kamu tidak akan mengalami perang, dan kelaparan tidak akan menimpa kamu, tetapi Aku akan memberikan kepada kamu damai sejahtera yang mantap di tempat ini!’ Jawab YAHWEH kepadaku: ‘Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-Ku! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri.’”

Pada saat kita menemukan “damai sejahtera yang terjamin” di dalam Alkitab, ternyata itu ajaran nabi-nabi palsu!

Kita jangan mudah tertipu, tetapi mampu membedakan. Di dunia di mana orang sangat menginginkan sekuriti, kita harus menahan diri dari berpaut pada apa saja. Doktrin tidak menyelamatkan kita. Kita harus berpaut pada Allah yang hidup, karena hanya Ia sendiri yang dapat menyelamatkan kita. Periksalah setiap doktrin dalam terang firman Allah. Jika langkah perlindungan yang sederhana ini tidak Anda terapkan dengan serius, keadaan Anda benar–benar genting; karena dunia sekarang ini sesak dengan nabi–nabi palsu yang mengajarkan damai sejahtera dan keamanan, padahal tidak ada damai sejahtera dan keamanan bagi mereka yang mengabaikan Kerajaan Allah.


Tidak Ada Juga Jaminan Tidak Bersyarat dalam Perjanjian Baru

Kebenaran yang sama juga terlihat di Perjanjian Baru, sebagai contoh, di 1 Tesalonika 5:2-3:

“Karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam. Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin; mereka pasti tidak akan luput.”

Di sini sekali lagi kita mendengar nyanyian  familier dari nabi-nabi palsu, “Semuanya damai dan aman!” Namun, tanpa menghiraukan peringatan keras dari ayat–ayat tersebut, banyak orang Kristen akan berkata kepada Anda, “Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Gereja kami menawarkan yang terbaik bagi Anda, termasuk damai sejahtera dan keamanan kekal, dan Anda hanya perlu menerimanya.” Kenyataannya adalah pada Hari Tuhan, kehancuran mengerikan akan menimpa sekian banyak orang yang tidak siap untuk bertemu Yesus pada kedatangannya.

Dalam menyikapi “jaminan tanpa syarat”, mari kita mengingat sejenak pada fakta yang paling mendasar tentang keselamatan dalam Perjanjian Baru. Anugerah Allah diberikan secara cuma–cuma; tetapi tentunya bukan tanpa syarat. “Cuma–cuma” dan “tanpa syarat” bukan satu hal yang sama sebagaimana yang dibayangkan oleh beberapa pengajar kalut.

Begitu banyak ajaran palsu tentang jaminan yang berakar dari kekalutan dalam memahami dua perkara yang berbeda ini: “Cuma–cuma” dan “tanpa syarat”. Jika Anda memeriksa ke kamus, perbedaannya dapat dilihat dengan jelas. Kita diselamatkan “karena anugerah oleh iman” (Ef 2:8; Rm 5:2). Anugerah adalah pemberian-Nya kepada kita di dalam Kristus, iman adalah syarat untuk Ia mengaruniakan kepada kita pemberian-Nya. Tak ada keselamatan tanpa iman.

Demikian pula, Allah dengan cuma–cuma telah memberi kita “janji–janji-Nya yang sangat besar dan sangat berharga” (2Ptr 1:4), tetapi tidak satu pun yang tersedia bagi kita tanpa iman (ay.5).


Kemunculan Pertama dari plerophoria dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru, kata “jaminan” pada umumnya merupakan terjemahan dari kata plērophoria,  sebuah kata Yunani yang muncul empat kali (Kol 2:2; 1Tes 1:5; Ibr 6:11; 10:22). Mari kita meneliti kata ini untuk melihat apakah ia mendukung pengajaran tentang jaminan tanpa syarat yang begitu populer sekarang ini.

Kata ini pertama kali muncul di Kolose 2:2,

Tujuanku adalah supaya hati mereka terhibur dan dipersatukan dalam kasih sehingga mereka memiliki segala kekayaan yang berasal dari jaminan akan pengertian dan pengetahuan dari rahasia Allah, yaitu Kristus sendiri. (AYT)

Di sini kata “jaminan akan pengertian” memberi tahu kita bahwa jaminan itu bersyarat pada pengertian rohani, yakni mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus. Kita memang akan menikmati jaminan sepenuhnya, asalkan kita memiliki “pengertian rohani, yang menghasilkan pengenalan yang benar akan Kristus sendiri”.


Kemunculan Kedua dari  Plerophoria

Kata plērophoria (jaminan) juga muncul di Ibrani 6:11,12:

Kami rindu masing-masing kamu menunjukkan ketekunan yang sama untuk memiliki jaminan pengharapan yang sempurna sampai akhir,  supaya kamu jangan menjadi malas, tetapi mengikuti teladan orang-orang yang telah mewarisi janji-janji Allah melalui iman dan ketekunan.

Mereka yang “mewarisi janji-janji Allah” adalah mereka yang memiliki “iman dan ketekunan” dan “jaminan pengharapan”. Di sini kita melihat bahwa janji–janji Allah bersyaratkan iman yang bertahan sampai kesudahannya (bdk. Mat.24.13; Mrk.13.13).


Kemunculan Ketiga

Plērophoria (jaminan) muncul berikutnya di Ibrani 10:22,23,

maka marilah kita mendekat kepada Allah dengan hati yang tulus dalam keyakinan iman yang penuh, dengan hati kita yang telah dibersihkan dari nurani yang jahat, dan tubuh yang telah dicuci dengan air murni. Mari kita berpegang teguh pada pengakuan pengharapan kita karena Allah yang menjanjikannya adalah setia,

Sekali lagi kita melihat adanya kaitan antara keyakinan dan pengharapan. Di sini kaitannya secara khusus adalah di antara “keyakinan iman yang penuh” dan “berpegang teguh pada pengakuan pengharapan”; untuk dapat memiliki keyakinan kita perlu berpegang teguh kepada pengharapan kita. Dari sekian banyak himbauan dalam kitab Ibrani, salah satu yang paling prominen adalah himbauan untuk berpegang teguh dan tidak menyerah.

“Keyakinan iman” menunjukkan bahwa keyakinan itu bersyaratkan iman yang berakar dalam hati yang tulus ikhlas dan teguh, dan telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat.

Iman adalah landasan dan persyaratan dasar dari jaminan. Itu sebabnya iman sejati ditandai oleh jaminan. Iman tidak meragukan atau goyah. Iman memiliki kepastian, keyakinan dan jaminan. Sebaliknya, kurangnya jaminan disebabkan karena kurangnya iman.


Kemunculan Keempat

Referensi terakhir adalah 1 Tesalonika 1:5,

Sebab, Injil kami tidak datang kepadamu dalam kata-kata saja, tetapi juga dalam kuasa, dalam Roh Kudus, dan dengan keyakinan penuh; seperti yang kamu ketahui orang-orang seperti apakah kami ini di antara kamu, demi kepentinganmu.

“Keyakinan penuh” menerjemahkan kata plērophoria yang di ayat-ayat sebelumnya diterjemahkan sebagai “jaminan atau keyakinan”. Dalam kasus ini, jaminan ini adalah dari rasul Paulus dan teman-teman sekerjanya yang membawa Injil kepada orang-orang Tesalonika. Ini adalah jaminan dari mereka yang mengabarkan injil “dengan kekuatan oleh Roh Kudus” dan juga dengan “kepastian yang kokoh”. Ini merupakan jaminan dari orang-orang yang Paulus dapat katakan, “seperti yang kamu ketahui orang-orang seperti apakah kami ini di antara kamu, demi kepentinganmu”. Ini berarti bahwa orang-orang yang memiliki “keyakinan penuh” ini merupakan mereka yang fungsional secara sempurna.


Kesimpulan

Sebagai kesimpulannya, kita sudah melihat empat kali kemunculan kata plērophoria (jaminan atau kepastian) dalam Perjanjian Baru, dan dua kali dalam Perjanjian Lama (KJV). Alkitab hanya memiliki sedikit referensi kepada jaminan, dan tidak ada sama sekali referensi kepada jaminan tanpa syarat. Sebaliknya Alkitab banyak berbicara tentang iman, dari mana jaminan atau keyakinan yang sejati berasal.

Catatan: Kata “tanpa syarat” tidak ada di dalam Alkitab. Demikian pula dengan ide–ide yang menyatakan bahwa hubungan kita dengan Allah atau sesama manusia tidak diatur oleh prinsip-prinsip (hukum), tuntutan, atau persyaratan apapun.


Jaminan Berakar dalam Kesempurnaan

Mengingat bahwa pengajaran tentang jaminan hanya mendapatkan sedikit penekanan dalam Kitab Suci, apakah kita akan menyimpulkan bahwa hanya sedikit jaminan yang dibicarakan dalam Kitab Suci dan dalam kehidupan Kristen? Tentu saja tidak. Kita memiliki jaminan yang teguh. Bagaimana kita dapat memiliki jaminan teguh sedangkan Kitab Suci jarang sekali berbicara tentang jaminan? Jawabannya sederhana: Jaminan adalah produk sampingan (byproduct) dari unsur-unsur fundamental dalam hidup baru di dalam Kristus, seperti iman, pengharapan dan kasih. Di mana unsur–unsur ini hadir, maka di situ pasti ada jaminan yang teguh. Namun, di mana ada kekurangan unsur-unsur tersebut, maka bersamaan dengan itu jaminan juga berkurang.

Sekarang mestinya sudah jelas mengapa jaminan itu merupakan hal yang bersyarat. Keberadaannya tergantung pada kehadiran unsur–unsur kerohanian yang lain. Itu sebabnya mengapa jaminan dapat kita gambarkan sebagai “produk sampingan”. Apabila Roh Kudus menguatkan iman kita, meningkatkan pengharapan kita, dan menumbuhkan kasih kita, jaminan kita ikut meningkat, sekalipun kita tidak menyadarinya.

Seperti yang dapat kita duga, mereka yang kekurangan jaminanlah yang akan ribut memperebutkannya. Mereka akan menjadi korban guru–guru palsu yang menawarkan “jaminan gratis dan tanpa syarat” ciptaan mereka sendiri. Akan tetapi, Kristus sendiri adalah Batu Karang dari seluruh jaminan yang sejati. Jika kita berakar di dalam Kristus oleh iman, kita tidak akan ada kekurangan keteguhan dan jaminan. Keamanan menjadi milik kita, bukan dengan cara berpegang pada doktrin yang ternyata keliru setelah diselidiki, tetapi dengan teguh berpegang kepada Kristus yang hidup, yang adalah kebenaran. Arahkanlah perhatian Anda untuk menjalin hubungan yang hidup dengannya, dan Anda tidak akan mengkhawatirkan masalah jaminan—karena di mana ada iman, di sana ada jaminan.

Alkitab, sebagaimana yang kita ketahui, banyak berbicara tentang iman, pengharapan dan kasih—yang menjadi sumber pertumbuhan jaminan. Jadi untuk apa Kitab Suci harus berbicara panjang lebar tentang jaminan?

Iman, pengharapan, kasih dan kesucian adalah unsur-unsur pokok dari kesempurnaan. Oleh karena jaminan berakar pada unsur–unsur tersebut, maka ia berakar pada kesempurnaan.


Kasih yang Sempurna

Jaminan dikaitkan dengan kasih yang sempurna di 1 Yohanes 4:17-18:

Dengan ini, kasih disempurnakan dengan kita supaya kita dapat memiliki keyakinan diri pada Hari Penghakiman karena sama seperti Dia, begitu juga kita di dunia ini. Tidak ada ketakutan di dalam kasih, tetapi kasih yang sempurna mengusir ketakutan karena ketakutan berhubungan dengan hukuman. Orang yang takut, belum disempurnakan dalam kasih.

Tiga kali di dalam kedua ayat tersebut kita melihat kata “sempurna” dan “kasih” disebutkan bersama–sama. Bukan saja “kasih yang sempurna” itu suatu kemungkinan, ia merupakan suatu keharusan jika kita tak ingin hidup dalam bayangan ketakutan, dan akhirnya dilumpuhkan olehnya. Karena jika kita tidak sempurna dalam kasih, itu berarti hati nurani kita tidak benar di hadapan Allah, akibatnya kita hanya dapat menantikan penghakiman dengan rasa takut dan gelisah. Lagi pula, rasa takut yang timbul dari hati nurani yang tidak tenang dapat begitu melemahkan kita sehingga membuat kita non-fungsional secara rohani.

Sebaliknya, kasih yang sempurna kepada Allah dan kepada umat-Nya mengusir rasa takut. Ini bukan berarti bahwa ungkapan kasih yang kita tunjukkan sudah sempurna dalam setiap aspeknya; sebenarnya, sering kali kurang mencukupi, meninggalkan banyak ruang untuk perbaikan. Selain dari kekurangan-kekurangan ini, sewaktu-waktu kita juga melakukan kesalahan, tetapi bilamana hal itu terjadi, kita segera menyesalinya dan bertobat dari kesalahan itu.

Yang dituntut oleh Alkitab adalah kasih yang sempurna dalam niat hatinya (intention), bertekad untuk mengasihi Allah dan umat-Nya. Kasih semacam ini menyingkirkan rasa takut seperti sinar matahari mengusir kegelapan. Kita tidak perlu lagi gemetar ketakutan menghadapi penghakiman. Malahan, Allah memberi kita jaminan yang mendalam di dalam Kristus.


Contoh Kasih yang Sempurna

Kasih yang sempurna adalah kasih seperti Kristus yang selalu memberi tanpa mencari balasan atau penghargaan. Izinkan saya menggambarkan hal ini lewat dua kejadian yang, walaupun nampaknya tidak signifikan, tetapi merupakan contoh yang menonjol tentang kasih yang sempurna yang tidak menuntut apa–apa sebagai balasannya.

Selama masa belajar saya di London saya belajar banyak dari kehidupan seorang rekan pelajar bernama Peter. Ia bukanlah seorang pengkhotbah yang fasih atau pengajar Alkitab yang hebat, tetapi hidupnya berbicara langsung kepada saya berkali–kali. Pada suatu kali ia mendengar bahwa saya akan berkhotbah di Nottingham, sebuah kota di sebelah utara London, di sebuah gereja yang pernah dipimpin oleh Philip Doddridge, pengarang lagu–lagu rohani terkemuka pada abad ke-18. Ia memaksa untuk mengantarkan saya ke sana. Kendaraan yang paling sering digunakannya adalah sepeda, tetapi ia juga memiliki sebuah mobil buatan tahun empatpuluhan, jenis yang cocok untuk masuk museum.

Peter dengan penuh kasih terus memaksa untuk mengantarkan saya pulang-pergi, untuk menghemat waktu saya dan membebaskan saya dari rasa tidak nyaman berganti–ganti kereta sepanjang perjalanan. Ia juga ingin ikut mengambil bagian dalam pekabaran Injil, walau hanya dengan mengantar saya pulang-pergi. Ia adalah seorang mahasiswa medis, dan saya tahu ia baru selesai tugas malam di rumah sakit, bekerja keras sepanjang malam. Dalam situasi ini, kebanyakan orang akan berkata, “Saya terlalu lelah. Naik kereta saja atau suruh orang lain yang mengantarkanmu.”

Tidak demikian halnya dengan Peter. Ketika saya katakan bahwa saya mengkhawatirkan keadaannya yang kurang tidur, ia tetap mendesak untuk mengantarkan saya, berusaha meyakinkan saya bahwa kurang tidur adalah hal yang sudah biasa baginya.

Sesudah menyelesaikan tugas malamnya, ia segera bergegas mengantarkan saya ke Nottingham, yang berjarak sekitar 180 km dari London. Saat itu masih belum ada jalan besar, jadi perjalanan pergi memakan waktu lebih dari tiga jam. Saya berkhotbah pada pagi hari, dan sekali lagi pada petang harinya, dan sesudah itu ia segera mengantarkan saya pulang ke London, dan tiba di tempat sekitar tengah malam.

Saat itu ia begitu kelelahan sampai–sampai ia menjadi orang pertama yang saya pernah lihat tertidur sambil berdiri! Ini terjadi ketika kami sampai di apartemen kami di London. Teman–teman sekamar dan dari lain kamar berdatangan mengerubungi kami, menanyakan hal–hal yang kami lakukan dan yang terjadi di Nottingham. Kami berdiri di dalam satu lingkaran, dan ketika saya sedang berbicara, saya melihat Peter berdiri dengan mata tertutup. Ia berayun–ayun maju-mundur, dan tampaknya akan segera terjatuh sewaktu–waktu.

Hal ini berbicara kepada hati saya. Saudara yang kekasih ini tidak tidur semalaman dan begitu kelelahan sehingga tertidur saat berdiri, karena mengantarkan saya pulang-pergi antara Nottingham dan London. Semua ini ia lakukan karena kasihnya yang gigih dan hasratnya untuk mengambil bagian dalam pekabaran injil.

Di sini kita melihat kasih yang sempurna, yang memberi diri tanpa memikirkan kepentingannya sendiri. Saya berkata kepada Peter, “Kamu terlalu lelah, bukan?” Ia membuka matanya dan tersenyum dengan roman muka yang memancarkan pengabdian setulus hati kepada Tuhan, dan itu berbicara kepada saya melebihi seratus khotbah yang fasih. Tidak terlontar sepatah pun keluhan.

Kejadian kedua berkaitan dengan demam alergi (hay fever). Saya bersimpati dengan orang–orang yang menderita dari serangan demam alergi karena selama di Inggris saya sendiri menjadi langganan demam semacam ini. Bilamana saya mengambil ujian tiga-jam, hidung saya terus menetes, dan saya harus berusaha untuk menjaga agar kertas ujian tidak menjadi basah. Saya tidak pernah mengerti kenapa periode ujian dilangsungkan pada waktu yang paling buruk dalam setahun itu, tepat pada waktu musim demam alergi ketika ribuan pelajar menderita mata yang gatal dan hidung yang berair.

Peter menaruh perhatian pada keadaan saya—mata merah dan hidung berair—tetapi ia juga menyadari bahwa mengobati saya dengan antihistamin (obat anti alergi) dapat membuat saya mengantuk. Ia memberitahu saya bahwa ada obat baru yang tidak mengakibatkan rasa ngantuk. Malahan akan membuat Anda terus terjaga. Ia bertanya apakah saya mau memakai obat itu. Saya katakan bahwa jika menurutnya itu akan membantu saya, saya akan sangat berterima kasih.

Beberapa hari kemudian, ketika ia memberi saya sebotol obat itu, saya melihat adanya lingkaran hitam di sekitar matanya. Saya tanyakan apakah ia bertugas malam lagi, karena ia terlihat seperti orang yang tidak tidur. Ia berkata bahwa ia tidak bertugas malam. Namun, ia mengakui bahwa ia tidak tidur. Ia menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena ia ingin menguji dulu obat itu pada dirinya (padahal ia tidak terkena demam alergi) untuk memastikan bahwa obat itu tidak akan menimbulkan rasa mengantuk. Agar lebih pasti, ia meminum dosis dobel. Hasilnya? Ia terjaga sepanjang malam!

Saya sangat tersentuh. Ia bersedia dan bertekad untuk menguji obat itu pada dirinya sendiri, walaupun ia tahu bahwa obat itu mungkin akan membuatnya terjaga sepanjang malam. Namun, inilah harga yang dibayarnya dengan sukacita karena kasihnya; sebuah pengorbanan, mengikuti jejak langkah Yesus, yang dilakukannya dengan sukacita.

Ini benar–benar keserupaan dengan Kristus! Dan segala kemuliaan bagi Allah yang berkenan menempatkan kasih yang sedemikian indahnya di dalam hati manusia dan membuat kita menjadi serupa dengan-Nya, mempercantik kita dengan kecantikan-Nya sendiri.

 

Berikan Komentar Anda: