Pastor Eric Chang | Manusia Baru (7)|
Dalam proses pembaruan menuju keserupaan dengan Kristus, sasaran yang telah ditetapkan Yesus bagi kita dengan jelas dinyatakan berikut ini:
Karena itu, kamu harus menjadi sempurna, seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna. (Mat 5:48)
Di sini Yesus berbicara khusus mengenai kesempurnaan, suatu konsep yang problematis bagi kebanyakan orang Kristen. Apa yang harus kita perbuat dengan ayat ini? Bagaimana menerapkannya? Dapatkah kita secara diam-diam mengabaikan kesempurnaan? Kita tak dapat melakukan itu kecuali kita memang tidak ingin mematuhi panggilan Yesus yang sangat jelas ini.
Panggilan di Matius 5:48 menyuruh kita supaya menjadi seperti Bapa kita. Kata “Bapa” di antara lain, membawa gambaran kedewasaan dan, beserta dengannya, hikmat yang dalam, kejernihan pikiran, kebijaksanaan serta kemampuan memilah perkara. Dalam kehidupan manusia, hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang dipelajari melalui pengalaman seumur hidupnya. Namun sayang sekali, bapa-bapa manusia tidak selalunya menunjukkan karakter–karakter tersebut dan, dalam banyak kasus, tetap tidak menunjukkan hal itu sampai masa tua mereka.
Akan tetapi, Allah Bapa tentu saja memiliki semua kualitas yang tercakup di dalam sebutan “Bapa”. Salah satu kualitas yang paling utama adalah kedalaman hikmat dan keramahan kekuatan batin, kelembutan yang manis, kehangatan yang murni, dan kasih suci yang mengalir dari hikmat itu. Dalam pesan ini kita akan membahas kesempurnaan dilihat dari aspek kedewasaan rohani dan kekuatan batin.
Bahaya yang Dihadapi Bayi Rohani
Pertumbuhan rohani sangatlah penting demi kelangsungan hidup. Orang yang tetap menjadi bayi rohani berada dalam keadaan yang riskan dan berbahaya, sebagaimana disebutkan oleh Paulus di Efesus 4:14,
“Dengan demikian, kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh ombak dan dibawa ke sana kemari oleh berbagai angin pengajaran, oleh tipu daya manusia, oleh kecerdikan dari penipuan yang licik.”
Bahasa Yunani untuk kata “diombang–ambingkan” menggambarkan keadaan sebuah kapal yang dilontarkan atas-bawah, kiri-kanan, oleh gelombang laut. Angin dan gelombang mendorong kapal menuju ke arah kehancuran. Paulus cukup akrab dengan kejadian kapal karam. Ia menulis, “tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung–katung di tengah laut” (2Kor 11:25). Pengalaman-pengalaman kelautan yang mengesankan itu dicerminkan juga melalui pilihan kata yang digunakannya, ketika ia menulis tentang mereka yang “kandas imannya” (bdk. 1Tim 1:19).
Tidak ada orang yang ingin mengandaskan kapalnya. Kapten kapal dan anak-anak buahnya akan berjuang agar kapal mereka tidak tenggelam, menghindari karang dan membuang muatan jika perlu. Walaupun tak ada orang yang ingin kandas, angin ribut dan gelombang pengajaran palsu seringkali mampu mengandaskan iman mereka yang rohaninya tidak dewasa dan tidak mampu membedakan hal yang benar dari yang salah.
Masa bayi, walaupun merupakan langkah pertama dalam menuju kedewasaan, merupakan periode yang amat berbahaya. Kita selalu mengawasi anak–anak karena berbagai macam bahaya ada di sekitar mereka dan mereka belum mampu untuk menyadarinya. Anak kecil seringkali tidak mampu membedakan bahaya.
Hal yang sama berlaku juga bagi bayi rohani. Ketika berhadapan dengan badai kehidupan, mereka tak mampu menghadapi ombak yang bergolak, apalagi mencermati karang berbahaya yang mengancam dari bawah air. Tidak berpengalaman dalam kehidupan rohani, mereka sering gagal untuk melihat hal–hal yang jelas–jelas sangat berbahaya bagi mereka yang lebih dewasa.
Sekalipun jika Anda mengingatkan mereka, mereka mungkin tetap tak dapat memahami dan menolak untuk mematuhi peringatan tersebut. Mata mereka terpaku pada tempat berteduh di garis pantai, tidak menyadari bahwa batu karang yang tersembunyi di bawah air akan menghancurkan perahu mereka sebelum mencapai tujuan.
Kebayian dan Kedagingan
Bahaya lain pada masa bayi adalah seperti yang terlihat dalam 1 Korintus 3:1,
Namun, Saudara-saudara, aku tidak dapat berbicara kepadamu seperti kepada manusia yang rohani, melainkan seperti kepada manusia duniawi, yaitu seperti kepada bayi-bayi dalam Kristus.
Di ayat 3, Paulus dua kali menyebut jemaat di Korintus sebagai “manusia duniawi” (yaitu, orang yang masih dicengkeram oleh kedagingan). Ketidakdewasaan dan kedagingan biasanya berjalan bersama. Seorang Kristen yang baru masih duniawi karena ia masih dalam proses belajar melepaskan diri dari kuasa daging yang tersembunyi dan sangat kuat ini.
Jika di dalam pergumulannya melawan daging seorang Kristen tidak memperoleh kemenangan, atau tidak sanggup keluar dari kedagingan itu, ia akan mendapati dirinya berada dalam situasi yang membahayakan. Ia mungkin saja berkomitmen setulus hati kepada Tuhan, tetapi ia belum merdeka dari kehidupan dan cara pikirnya yang lama. Selama ia masih berada di bawah pengaruh kedagingan, ia berada di dalam bahaya, karena ia akan terus diombang–ambingkan oleh pergolakan perasaannya. Dia akan terus dikendalikan oleh ambisi yang egois, hasrat, nafsu yang meluap–luap, rasa suka dan tidak suka, ketakutan dan kecemasan, membanggakan diri sendiri atau mengasihani diri sendiri. Ada badai yang muncul di dalam hati, yang dapat mengandaskan iman orang Kristen duniawi.
Banyak bahaya yang mengancam bayi rohani. Itu adalah tahapan yang harus dilalui oleh setiap orang Kristen, tetapi kita tak boleh tetap di sana. Beberapa orang dewasa masih sama seperti anak kecil dalam cara berpikirnya. Apabila menasehati orang–orang yang mengalami permasalahan dalam pernikahannya, saya sering mendapati kurangnya kedewasaan dalam hubungan mereka. Mereka mungkin saja orang–orang yang cerdas, tetapi rohani mereka masih bayi.
Suatu kali saya sedang menangani permasalahan satu pasangan yang pernikahannya di ambang kehancuran. Sang istri menangis terus selama dua jam penuh. Ada dua orang dewasa di hadapan saya, tetapi tampaknya seperti saya sedang berhadapan dengan dua anak kecil. Secara fisik dan intelektual mereka adalah orang dewasa, tetapi secara moral dan rohani mereka masih bayi.
Pasangan tersebut harus ditegur karena sikap mereka yang salah, yang bila diteruskan akan menghancurkan perkawinan mereka; tetapi di sisi lain, mereka juga perlu mendapatkan dorongan yang lembut untuk memulai suatu permulaan yang baru. Sesudah masa dua setengah jam yang melelahkan, akhirnya perkawinan itu dapat diselamatkan. Tadinya mereka berpikir untuk bercerai. Banyak perkawinan yang bermasalah, atau nyaris hancur akibat ketidakdewasaan.
Seseorang mungkin tampil dewasa karena mereka sudah lama menjadi orang Kristen. Namun, apabila Anda berbicara dengan mereka, Anda akan mendapati bahwa mereka pada dasarnya masih bayi secara rohani yang hanya memiliki sedikit pemahaman, tujuan atau hikmat. Ini adalah keadaan yang sangat menyedihkan dan beresiko membuat seseorang kandas di tengah jalan.
Pentingnya Kedewasaan atau Kesempurnaan
Pentingnya kesempurnaan, yang diartikan sebagai kedewasaan rohani, dapat disimpulkan dalam tiga poin:
Poin pertama adalah hal yang baru kita bahas, yaitu kesempurnaan itu penting demi kelangsungan hidup. Kita harus bertumbuh dan bergerak menuju kesempurnaan agar dapat bertahan hidup.
Kedua, kita mengejar kesempurnaan sebagai wujud ketaatan. Mereka yang tidak mengejar kesempurnaan berarti tidak menaati perintah Yesus. Yesus tidak menawarkan kesempurnaan sebagai pilihan ekstra yang dapat kita terima atau tolak. Kesempurnaan ialah tujuan dari kehidupan kita di dalam Kristus. Tujuan yang diberikan Allah kepada kita adalah supaya kita menjadi serupa dengan gambaran-Nya yang sempurna.
Tanpa tujuan itu, kehidupan Kristen kita akan kehilangan arah, tanpa tujuan. Kehilangan arah merupakan hal yang benar–benar terjadi di dalam diri banyak orang Kristen. Orang Kristen seperti ini berpikir bahwa kehidupan Kristen itu sekadar melakukan ini dan itu untuk Tuhan, tanpa menyadari bahwa kehidupan Kristen sesungguhnya adalah tentang menjadi apa yang Dia inginkan bagi kita.
Jika ada yang berpikir bahwa keselamatan tidak berkaitan dengan hal mengejar kesempurnaan, ia belum memahami ajaran Yesus, maupun apa yang menjadi maksud Allah untuk keselamatan kita, yakni transformasi kita menjadi manusia baru di dalam Kristus. Kesempurnaan ialah panggilan yang harus kita taati. Kristus adalah “pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadanya” (Ibr 5:9).
Ketiga, orang yang dewasa secara rohani adalah mereka yang kuat secara rohani. Bayi adalah mahluk lemah. Mereka tidak memiliki hikmat dan kekuatan. Ketidakberdayaan mereka membuat mereka mudah diserang. Mengejar kesempurnaan berarti berjalan menuju kekuatan atau kuasa rohani. Dalam jalur inilah kita melihat “bapa–bapa” dengan kekuatan kedewasaannya, dan “orang–orang muda” yang kuat (1Yoh 2:14).
Setiap orang Kristen yang memiliki kekuatan rohani adalah orang yang bertumbuh menuju kesempurnaan atau kedewasaan di dalam Kristus. Tidak ada orang Kristen yang memiliki kekuatan rohani yang tidak mengejar kesempurnaan dengan sepenuh hati. Pernyataan–pernyataan ini dapat dibuat tanpa permintaan maaf karena mereka berakar pada Firman Allah.
Jalan Pintas kepada Kuasa Rohani
Banyak orang Kristen yang kekurangan kekuatan rohani, jadi mereka mencari jalan gampang dan cepat untuk mendapatkannya. Kenyataannya adalah: tidak ada jalan gampang dan cepat. Jangan biarkan seorang pun menipu Anda. Anda tak dapat memiliki kekuatan rohani lewat “gimmick” atau “jalur cepat”. Sebagai contoh, jika Anda berpikir bahwa Anda dapat memperoleh kekuatan rohani lewat jalan pintas berbahasa lidah, Anda akan sangat kecewa, sebagaimana yang dialami oleh banyak orang.
Yang lainnya berduyun–duyun mencari pengajar yang mau menumpangkan tangan atas mereka, dan dengan demikian mencari pengalaman baru yang akan memberikan kekuatan kepada mereka. Tentu saja, mereka menganggap itu sebagai cara cepat untuk memperoleh kuasa. Apabila mereka mengetahui bahwa mereka belum menerima kuasa yang diinginkan, mereka mencari lagi penumpangan tangan yang berikutnya. Beberapa orang telah melakukan hal ini lusinan kali!
Percayalah, pengalaman–pengalaman sesaat seperti itu tidak akan memberikan kekuatan jangka panjang kepada Anda. Kuasa yang sejati datang dari pekerjaan Roh Kudus yang dalam dan terus menerus di dalam kita, bukannya dari pengalaman “spiritual” yang singkat dan gampangan. Kita harus terus mengejar kesempurnaan dengan sepenuh tekad. Orang yang melakukan hal ini tidak akan gagal untuk mengenali kuasa dinamis Allah dalam kehidupan Kristennya.
Kekuatan rohani juga tidak ada hubungannya dengan ijazah teologi. Jika kuasa dapat diraih dengan cara itu, segeralah mengumpulkan ijazah ke mana–mana. Apakah orang yang memiliki ijazah teologi memiliki kekuatan rohani? Ada orang yang banyak pengetahuannya, ada pula yang memiliki gaya berbicara yang memikat, tetapi kuasa adalah hal yang sangat berbeda dari semua itu.
Mengapa kita menekankan kekuatan rohani? Apakah karena kita haus akan kuasa? Tidak, tetapi karena kita memang membutuhkannya untuk bisa bertahan dan menang dalam kehidupan rohani. Dalam kehidupan Kristen, Anda entah menang ataupun kalah. Tidak ada posisi netral di antara kedua kemungkinan ini. Jika Anda terus menerus dikalahkan, bagaimana Anda bisa bertahan? Anda bersama Kristus atau melawan Kristus. Anda diselamatkan atau tidak diselamatkan. Anda hidup dalam kemenangan atau kekalahan. Anda harus memilih salah satu. Adakah pilihan ketiga di luar kemenangan dan kekalahan?
“Aku telah Mengalahkan Dunia”
Yesus berkata kepada kelompok kecil murid-muridnya,
“Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33).
Ini merupakan suatu pernyataan yang berani karena hanya tiga pasal kemudian, Yesus terlihat mati di kayu salib. Sulit untuk membayangkan situasi yang lebih buruk. “Aku telah mengalahkan dunia”, itu merupakan kata–kata optimistis dari seseorang yang mengetahui bahwa dia akan mati dalam beberapa hari lagi.
Apakah Yesus terlalu optimistis? Apakah dia salah membaca situasi? Nah, dua ribu tahun kemudian, sampai sekarang ini, beribu–ribu bahkan ratusan ribu orang bersedia mati bagi Kristus jika dipaksa untuk memilih antara mati atau menyangkal dia. Pemerintahan–pemerintahan yang menindas Kekristenan selama dua ribu tahun ini telah menemukan kenyataan ini. Mereka akhirnya menyadari bahwa mereka telah terlalu meremehkan kekuatan gereja, bahkan ketika gereja tampak kecil. Mereka sempat mengira gereja dapat dibasmi dengan mudah. Akan tetapi, mereka tak dapat mengalahkannya.
Sebuah gereja yang hidup oleh kuasa Allah dalam kenyataannya bertumbuh semakin kuat di bawah penganiayaan. Justru “masa–masa yang aman”, masa-masa apabila hanya sedikit atau tidak ada penganiayaan atau kesukaran, ternyata berdampak buruk bagi gereja. Pada masa-masa aman, umat biasanya kurang memiliki kesempatan untuk mengandalkan dan mengalami kuasa Allah. Namun apabila orang-orang Kristen mengalami tekanan dari penguasa, dipenjara, dikirim kerja paksa, gereja bertumbuh dan menjadi semakin kuat.
Menjadi “pemenang” menyatakan secara tak langsung ada tantangan-tantangan yang harus diatasi. Semakin berat persoalan yang harus diatasi, semakin kuat orang yang memenangkannya. Itu sebabnya, gereja yang hidup di dalam kenyamanan dan ketenangan, jarang menghasilkan pemenang.
“Aku telah memberimu kuasa atas segala kekuatan musuh”
Pahami kekuatan yang ada di dalam pernyataan Yesus di Lukas 10:19 ini,
“Ketahuilah bahwa aku telah memberimu kuasa untuk menginjak ular dan kalajengking, juga kuasa atas segala kekuatan musuh. Takkan ada yang menyakiti kamu.”
Kata “kamu” tidak terbatas hanya kepada para rasul. Kata-kata ini ditujukan kepada tujuh puluh murid. Jika kita ialah murid Yesus yang sejati, kata–kata itu berlaku juga bagi kita.
Kata “segala” mencakup setiap senjata yang mungkin dipakai oleh musuh. Bukankah “segala” berarti tidak ada sama sekali kuasa musuh yang dapat mengalahkan kita, dan karenanya kita menjadi tak terkalahkan selama kita hidup dibawah kuasanya?
Ia memberi kita kuasa untuk menjalankan pekerjaan keselamatan di dunia dengan penuh kemenangan, walaupun berhadapan dengan perlawanan yang paling gigih dari penguasa–penguasa yang berbahaya. Gambaran kemenangan yang tak terkalahkan adalah gambaran yang ingin Yesus tuliskan di dalam hati dan pikiran kita. Kita dapat menjadi tak terkalahkan, “sebab Roh yang ada di dalam dirimu lebih besar daripada ia yang ada di dunia.” (1Yoh 4:4).
Yesus memulai dengan dua belas murid. Mereka masih dalam pelatihan ketika ia berkata kepada mereka, “Aku telah memberikan kuasa kepada kamu atas segala kekuatan musuh.” Yesus juga memiliki tujuh puluh murid lainnya yang dapat disebut murid-murid “awam”. Tidak banyak yang kita ketahui tentang ketujuh puluh murid ini, tetapi mereka dapat kita sebut sebagai pengikut-pengikut “awam” karena mereka tidak menyertai Yesus ke semua tempat dan setiap saat. Bagaimanapun juga, Yesus menyampaikan kata–kata yang menakjubkan ini kepada mereka semua.
Yang disebut “musuh” di sini ialah Iblis (ay.18), yang juga disebut Satan atau “si ular tua” (Why 12:9). Ia, bersama segala “ular dan kalajengking” lainnya, berusaha tanpa mengenal lelah agar mendapat jalan untuk menyakiti atau mencelakakan umat Allah. Namun, Yesus menjamin murid-muridnya bahwa bukan saja mereka akan dilindungi dari bahaya, tetapi ia memberi mereka kuasa untuk menginjak semua kekuatan musuh di bawah kaki mereka! Berikut adalah kutipan lengkap dari ucapan tersebut di Lukas 10:18-19:
“18 Yesus berkata kepada mereka, “Aku melihat Iblis jatuh dari langit seperti kilat. 19 Ketahuilah bahwa aku telah memberimu kuasa untuk menginjak ular dan kalajengking, juga kuasa atas segala kekuatan musuh. Takkan ada yang menyakiti kamu.”
Kata “menginjak” ialah terjemahan dari kata Yunani yang dipakai untuk menggambarkan pemerasan anggur dengan cara mengirik atau menginjak–injaknya sampai hancur. Kata ini dipakai sebagai metafora untuk penghakiman orang–orang jahat. Jadi, “Mari, iriklah, sebab tempat pemerasan anggur sudah penuh. Tempat-tempat pemerasan berkelimpahan karena berlimpah-limpah kejahatan mereka.” (Yoel 3:13). Wahyu 14:19 berbicara tentang, “batu kilangan besar murka Allah”, dan anggur yang “dikilang” (ay.20; lihat juga Why.19.15).
Namun, dunia tak pernah kekurangan orang-orang yang skeptis, dan beberapa dari antara mereka mungkin akan menertawakan sambil berkata, “Konyol sekali! Orang ini (Yesus) mau mengguncang dunia dengan mengandalkan dua belas murid dan tujuh puluh orang yang tak berarti? Dia akan melakukan hal itu dengan membuat mereka tak terkalahkan?!”
Nah, kalau Anda meneliti kata–katanya dengan cermat, Yesus sebenarnya mengatakan lebih dari itu! Ia tidak saja membuat mereka tak terkalahkan menghadapi semua kekuatan yang dilontarkan musuh terhadap mereka, lebih dari itu, ia juga memampukan mereka untuk menundukkan dan menaklukkan musuh sedemikian telaknya hingga seperti menginjak–injak anggur di pengilangan anggur!
Justru karena orang–orang yang “tidak berarti” yang menginjak–injak musuh, maka tampak jelas bahwa segala kuasa dan kemuliaan hanya milik Allah saja. Allah sendiri yang mengerjakan maksud-Nya melalui orang–orang yang “tidak berarti” ini. Biarlah setiap murid yang sejati bersukacita di dalam kenyataan bahwa “Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu” (Rm 16:20).
Kuasa bagi Mereka yang Mengejar Kesempurnaan
Berbahagialah kita karena kekuatan rohani itu diberikan kepada para murid bahkan sebelum mereka mencapai kedewasaan penuh. Jika tidak demikian, kita mungkin sudah berputus asa dan terpaksa hidup dalam kekalahan yang terus menerus. Kekuatan rohani tak akan dapat dicapai kalau kita hanya dapat mengaguminya dari jauh dengan teleskop dan berkata sendiri, “Kalau sudah waktunya nanti, saya akan menjadi yang tak terkalahkan!” Cara pandang ini keliru. Murid–murid Yesus belum selesai dilatih saat itu dan pemahaman kerohanian mereka juga tidak dapat dikatakan mengesankan. Namun, kepada orang-orang yang sedemikianlah Yesus memberikan kuasa atas segala kekuatan musuh.
Selama kita bergerak maju ke depan mengikuti Yesus dengan dekat, mengejar kesempurnaan dengan penuh tekad, kita akan dilengkapi dengan kuasa yang dibutuhkan untuk terus maju. Kuasa itu akan bertumbuh seiring dengan kemajuan kita ke arah kesempurnaan. Sekarang kita sudah memiliki kuasa itu. Mungkin masih terbatas saat ini, tetapi kuasa itu akan bertumbuh sejalan dengan pertumbuhan kita.
Jika kita terus melangkah, kita akan mendapati bahwa kesempurnaan tidaklah sejauh yang kita bayangkan satu tahun yang lalu! Kalau kita memelototi jarak yang terbentang, jurang lebar antara kesempurnaan Kristus dan kemajuan kecil kita, itu bisa mengecilkan hati kita. Namun kenyataannya adalah, ia melengkapi kita dengan kuasa yang dibutuhkan sebelum kita mencapai kesempurnaan itu, selama kita bergerak ke depan di dalam ketaatan kepadanya. Melangkah maju ke depan adalah sikap yang harus dipertahankan dengan tekun. Tepat seperti yang dinyatakan oleh rasul Paulus, “aku berlari–lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan dari Allah di dalam Kristus Yesus. Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian” (Flp 3:14-15).
Apakah Anda sedang melangkah maju? Jika iya, Anda akan diherankan oleh kuasa yang diberikan Allah kepada Anda untuk melanjutkan perjalanan. Anda dapat menerapkan kuasa itu dan, herannya, musuh akan lari dari Anda. Tak ada yang dapat menghentikan Anda dari meraih kesempurnaan rohani, atau keserupaan dengan Kristus, yang merupakan panggilan Allah kepada Anda. Anda melangkah ke depan dan musuh akan mundur. Lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu (Yak 4:7). Itulah kuasa yang dianugerahkan kepada setiap anak–anak Allah yang sejati.
Memimpikan Hal yang Mustahil
Mari kita pahami firman Tuhan dan menangkap visinya: Kita akan menjadi tak terkalahkan dan berkemenangan dalam peperangan rohani melalui otoritas atau kuasa yang diberikan-Nya kepada kita untuk memenuhi tugas kita, yakni memperkenalkan Yesus, sehingga dunia dapat menerima pengharapan keselamatan melalui dia. Tak ada musuh di dunia ini yang dapat menghambat kemajuan kerajaan Allah. Perhatikan dan lihatlah. Jadikanlah itu mimpi kita. Kalau Allah mengilhami impian kita, hal itu pasti akan terjadi. Seraya kita terus melangkah menuju ke garis akhir, hal itu akan tercapai.
Satu contoh nyata: Beberapa tahun yang lalu ketika kami memulai pelatihan pelayanan purna waktu di gereja kami—sebuah program untuk mempersiapkan orang–orang yang akan memberitakan Kristus ke seluruh dunia—banyak yang bertanya, “Apakah kita punya cukup dana untuk pelatihan ini? Bagaimana kita dapat membiayai sebegitu banyak orang dalam pelatihan ini dan tetap dapat membiayai keperluan gereja?”
Semua itu sudah menjadi sejarah. Beberapa orang malah sempat bertanya, “Apa yang menjadi persoalan ketika memulai program ini?” Namun, sebenarnya masalah keuangan sangatlah nyata pada waktu itu. Sesudah menyelesaikan pelatihan dua tahun kemudian, persoalan keuangan, yang tadinya sangat serius, sudah menguap dari ingatan kami. Kami melangkah maju, dan masalah-masalah yang ada mundur satu per satu.
Suatu ketika, saya dan anggota-anggota dari salah satu tim duduk mengitari meja. Kami berkata, “Mari kita bermimpi sedikit. Suatu hari kita akan pergi ke Israel dan mengunjungi tempat–tempat di mana pernah terjadi hal–hal yang tercatat dalam Alkitab. Dengan demikian kita akan memiliki perspektif yang lebih utuh tentang apa yang kita baca.” Namun, kami semua menyadari tingginya biaya perjalanan udara dan biaya lain–lain jika seluruh anggota tim ingin berangkat. Saya masih ingat kami berkata kami akan terus bermimpi. Apa yang terjadi tak lama kemudian? Kaki kami menginjak tanah Israel! Betapa indahnya bergaul dengan Tuhan. Apabila kita melangkah ke depan, hal-hal yang mustahil akan terjadi secara mengherankan.
Ketika pelatihan purna waktu periode berikutnya dimulai, tidak ada lagi yang mengkhawatirkan masalah uang. Malahan mereka berkata, “Benar, kita harus membiayai banyak orang, tetapi Allah akan mencukupkan.” Pelajaran itu telah dikuasai dengan baik.
Sejak itu banyak tim sudah dilatih, tetapi kami tidak pernah mendengar siapa pun mengutarakan kekhawatiran tentang keuangan. Kami sudah begitu terbiasa mengatasi masalah ini sehingga tidak seorang pun yang mengkhawatirkan masalah ini lagi. Barangkali sekarang kita terlalu menganggap pasti kemurahan Tuhan, dan harus berdoa lebih bersungguh-sungguh lagi.
Mengusir Setan, Menyembuhkan yang Sakit
Tuhan memberi kita kuasa, dan segala kuasa kegelapan yang menentang akan ditaklukkan melaluinya. Ada kalanya kita perlu mengusir setan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ketujuh puluh murid Yesus (Luk 10:17). “Mengusir setan? Yang betul? Dengar namanya saja saya sudah ketakutan!” Jika kita berjalan bersama Tuhan, mengapa harus takut dengan setan? Bukankah kita sudah membaca dari Yakobus 4:7 bahwa jika kita melawan Iblis, maka ia akan lari dari kita? Jika Iblis sendiri lari, bukankah setan–setannya akan lari juga? Tentu saja mereka lari.
Kita menganggap pasti bahwa murid–murid Yesus dapat mengusir setan. Namun, hal itu tidak mudah bagi mereka pada awalnya. Pernahkah Anda mengikuti kegiatan pengusiran setan? Pernahkah Anda melihat orang yang kerasukan setan bertindak di bawah kendali setan? Jika Anda melihat sendiri hal itu, Anda akan tahu seberapa besar keberanian Anda. Mungkin Anda akan gemetar, dan perkataan Yesus, “Aku telah memberimu kuasa atas segala kekuatan musuh” tiba-tiba lenyap dari ingatan saat itu!
Tuhan mungkin meminta Anda untuk melakukan lebih banyak hal lagi. Sebagai contoh, Ia mungkin membawa Anda untuk berdoa untuk orang sakit. Ini juga tercakup di dalam misi yang dijalankan oleh ketujuh puluh murid itu (Luk 10:9). “Saya, Tuhan?” Anda mungkin bertanya ragu–ragu. Namun, jika Tuhan menggerakkan Anda untuk berdoa untuk orang itu, jangan menolak. Apakah kita berpikir bahwa penyakit tak dapat diatasi oleh kuasa Tuhan? Atau, apakah kita akan berkata, “Ya, Tuhan, saya tahu bahwa kesembuhan sering disebutkan di dalam Alkitab, tetapi kita sekarang hidup di abad 21!” Apakah abad 21 mendatangkan tantangan yang tak dapat diatasi oleh kuasa Tuhan?
Pertama kali berdoa, kita mungkin agak khawatir. Kita berpikir, “Jika kita mendoakan dia dan memintanya untuk bangkit, bagaimana kalau tidak terjadi apa–apa? Bukankah ini akan menjadi hal yang memalukan?” Lalu kita mulai berdalih, “Tuhan, saya tidak ingin mencoreng nama-Mu, jadi lebih baik saya biarkan saja orang ini.” Namun, jika orang itu benar–benar sembuh, kita menjadi terkejut. Begitulah kecilnya keyakinan dan iman kita dalam kuasa Tuhan! Betapa sabarnya Tuhan dengan kita, orang-orang yang kurang percaya. Tentu saja, setelah orang kedua atau ketiga disembuhkan, kita tidak menyimpan kekhawatiran lagi.
Akan tetapi, kita menjalankan kuasa yang dipercayakan Tuhan kepada kita hanya menurut kehendak-Nya. Oleh karena itu kita harus selalu hidup di bawah keTuanan-Nya. Dalam hal penyembuhan, sebagai contoh, adalah tergantung kepada Tuhan untuk memimpin dan mengarahkan kita siapa yang dipilih-Nya untuk disembuhkan sesuai dengan maksud-Nya.
Yesus menyembuhkan banyak orang selama pelayanan-Nya di bumi, tetapi jumlah mereka yang disembuhkan hanya sebagian kecil saja dari jumlah orang sakit di seluruh tanah Israel. Ini menyatakan dengan jelas bahwa menyembuhkan orang sakit bukanlah tujuan utama Yesus datang ke dunia ini.
Tindakan penyembuhan Yesus sebetulnya mengandungi pesan rohani yang penting. Perhatian utamanya terletak pada keselamatan umat manusia ketimbang kesembuhan jasmani. Tindakan-tindakan penyembuhan tersebut menandakan bahwa Ia yang berkuasa untuk memberikan kesembuhan jasmani adalah Dia yang memiliki kuasa untuk menyelamatkan mereka secara rohani untuk selamanya. Yesus menegaskan pokok ini secara eksplisit dengan menanyakan, “Manakah lebih mudah, mengatakan, ‘Dosamu sudah diampuni,’ atau mengatakan, ‘Bangunlah dan berjalanlah?’” (Mat 9:5; Mrk 2:9; Luk 5:23). Pokoknya adalah: Hanya kuasa Allah yang dapat melakukan salah satu, atau keduanya. Bagi Allah, menyembuhkan tidak lebih sulit daripada mengampuni. Sebaliknya, salib Kristus membuktikan bahwa mengampuni menuntut pengorbanan yang lebih besar dari Allah daripada sekadar menyembuhkan.
Kita perlu memahami persoalan ini dengan jelas ketika berdoa bagi orang sakit, atau melakukan hal–hal lain yang menggunakan kuasa Allah yang bekerja melalui kita. Kita harus menjalankannya dengan sangat hati–hati, untuk memastikan supaya apa yang kita lakukan memang benar–benar sesuai dengan kehendak Allah saja, dan tidak menurut kehendak pribadi kita.
Setiap anak Allah yang sejati selalu berupaya untuk menyenangkan hati Bapa. Oleh karena itu, ia tidak pernah menyalahgunakan kuasa yang dipercayakan kepadanya. Untuk menyenangkan hati Bapa, ia juga berjuang sepenuh hati untuk mengejar kedewasaan atau kesempurnaan, yaitu menjadi serupa dengan Kristus.
Pekerjaan Allah dan Usaha Manusia
Sekarang kita harus menangani suatu jebakan yang ada di sepanjang perjalanan menuju kesempurnaan. Apabila kita berbicara tentang melakukan segala usaha, beberapa orang mungkin keberatan dengan hal ini. Dengan serta merta mereka akan berkata, “Tetapi itu adalah pekerjaan dan usaha manusia,” seolah–olah setiap “pekerjaan dan usaha” manusia ialah hal buruk. Saya sendiri dulunya dibesarkan di dalam pemikiran seperti ini.
Sangat mengherankan betapa banyak orang Kristen yang gagal membedakan antara dua macam pekerjaan yang sangat berbeda. Akibatnya, mereka menolak segala macam pekerjaan dan perbuatan. Mereka berbicara seolah–olah hanya ada satu macam pekerjaan yang dibahas di dalam Perjanjian Baru yaitu “pekerjaan hukum Taurat”, yaitu “melakukan hukum Taurat”. Rasul Paulus menulis tentang pekerjaan semacam ini di surat Roma (misalnya di Rm 3:20,28) dan Galatia (2:16; 3:2,5,10) dalam konteks pembenaran manusia di hadapan Allah. Kesimpulannya memang tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah dengan “melakukan hukum Taurat.”
Namun, ada satu macam pekerjaan lagi yang bukan hanya perlu, tetapi harus dilakukan oleh setiap orang Kristen karena Allah sudah menetapkan pekerjaan itu bagi kita. Di Efesus 2:8-9, sesudah menyatakan bahwa kita diselamatkan karena anugerah oleh iman, bukan hasil pekerjaan kita, dengan segera rasul Paulus melanjutkan dengan,
“Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Yesus Kristus untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya supaya kita bisa hidup di dalamnya.” (ay.10).
Apa yang disampaikan dengan jelas di sini adalah bahwa kita tidak diselamatkan oleh pekerjaan kita, tetapi oleh pekerjaan Allah di dalam diri kita, menjadikan kita manusia baru di dalam Kristus.
Mengapa Ia menjadikan kita ciptaan baru di dalam Kristus? “Diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan yang baik”! Pekerjaan–pekerjaan baik itu sudah dipersiapkan oleh Allah bagi kita “supaya kita hidup di dalamnya” untuk memuliakan nama-Nya. Pekerjaan ini dihasilkan oleh kuasa-Nya yang bekerja di dalam kita (Ef 3:20; Kol 1:29). Oleh karena Yesus juruselamat kita “telah memberikan diri-Nya bagi kita untuk menebus kita dari semua perbuatan jahat dan untuk menyucikan bagi diri-Nya, suatu umat pilihan-Nya yang giat melakukan perbuatan baik” (Tit 2:14). Sejalan dengan itu, perbuatan baik yang Tuhan harapkan dari umat-Nya disebutkan dengan jelas di 1Timotius 2:10; 5:10; 6:18, dan juga di bagian–bagian lain dalam Alkitab.
Jadi, ada “pekerjaan hukum Taurat” dan ada juga “pekerjaan baik” yang dihasilkan dari hidup baru di dalam Kristus “yang dipersiapkan Allah sebelumnya” (Ef 2:10). Kegagalan untuk membedakan kedua jenis pekerjaan yang sama sekali berbeda ini telah menyerongkan orang untuk menolak segala bentuk pekerjaan, dan demikian menolak maksud Allah dalam menjadikan kita manusia baru di dalam Kristus! Penolakan secara sembarangan ini mengakibatkan munculnya bencana kerohanian yang terjadi, karena menolak maksud Allah bagi mereka yang diciptakan baru dalam Kristus.
Satu prinsip penting dalam Kitab Suci adalah kerjasama antara kuasa Allah dengan usaha manusia. Pertama, urutannya harus benar: Allah memimpin; kita mengikuti.
Kedua, penekanannya harus benar: Adalah berbahaya jika kita hanya menekankan pada anugerah Allah terpisah dari usaha manusia, dan berbahaya juga terlalu menekankan usaha manusia sehingga gagal melihat bahwa usaha manusia tidak berarti apa–apa jika dipisahkan dari anugerah Allah. Baik anugerah maupun usaha manusia, sama–sama dibutuhkan; tetapi anugerah selalu didahulukan:
“Sebab, Allahlah yang bekerja di dalam kamu, baik untuk mengingini maupun untuk mengerjakan apa yang menyenangkan-Nya” (Flp 2:13).
Kita mengira lebih rohani untuk menekankan peranan Allah tanpa melibatkan peranan manusia, tetapi itu adalah kerohanian yang palsu. Jika kita menekankan yang satu tanpa yang lain, kita tidak akan memenuhi tujuan yang sudah ditetapkan-Nya bagi kita.
Perintah, “haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (Mat 5:48) mengandaikan bahwa kita mampu memenuhinya. Yesus tidak akan memberi perintah itu kalau ia tidak mewajibkan kita untuk memenuhinya. Banyak Kristen yang mengira bahwa adalah urusan Allah untuk menjadikan kita sempurna. Jadi, kita duduk-duduk di kursi santai dan menunggu suatu hari nanti Allah menjadikan kita serupa dengan Kristus.
Mengejar kesempurnaan menuntut ketekadan penuh, tetapi pada waktu yang bersamaan kita jangan lupa bahwa, “di luar aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Kita cenderung dihinggapi kesombongan yang merusak segalanya. Jadi, Yesus perlu mengingatkan kita akan kenyataan bahwa usaha manusia sendiri tidak dapat mencapai kesempurnaan. Namun, ia menyuruh kita untuk mengejarnya dan selalu bergantung kepada anugerahnya. Inilah yang disebut “keseimbangan emas”: Kesempurnaan diperintahkan, jadi kita mengejarnya. Kesempurnaan itu di luar pencapaian manusia, jadi kita bergantung kepada anugerah untuk mencapainya.
Kaitan antara pekerjaan Allah dan usaha manusia dirangkum secara sempurna di Kolose 1:28-29:
“Dialah yang kami beritakan, apabila tiap–tiap orang kami nasihati dan tiap–tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap–tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku.”
Ayat ini menunjukkan hubungan antara pekerjaan Allah dan usaha manusia. Paulus berusaha dan Allah memberinya kekuatan. Gambaran yang sangat luar biasa! Paulus melangkah ke depan dan kuasa Allah menguatkan dia untuk maju. Kita melakukan sesuatu sesuai dengan perintah Allah, dan Allah menyediakan kekuatan dan tenaga yang diperlukan. Dengan cara ini, kita melangkah menuju sasaran dengan kuasa Allah yang bekerja dengan kuat di dalam kita.
Kita melangkah maju dengan tekad yang kuat di dalam ketaatan kepada-Nya, mengetahui bahwa kuasa Allah—di dalam dan ke luar—akan tersedia bagi kita: di dalam menguatkan kita, dan ke luar menaklukkan kekuatan musuh, supaya tidak ada yang mustahil untuk dikerjakan. Sebagaimana dikatakan Yesus, “takkan ada yang mustahil bagimu” (Mat 17:20).