Ev. Xin Lan | Bileam (2) |

Kita masih melanjutkan pembahasan tentang Bileam. Bileam bukanlah orang Israel. Dia tinggal di wilayah Mesopotamia, wilayah yang mencakup Iraq dan Iran pada zaman sekarang. Bileam juga merupakan seorang nabi Allah. Dia bisa berkomunikasi dengan Allah secara langsung dan mewakili Allah untuk menyampaikan firman dan nubuatan. Kisahnya dicatat khususnya di Bilangan 22 sampai 24.

Dalam pembahasan terakhir, jika mengandalkan hanya pada catatan yang ada di Bilangan 22 sampai 24, kita tidak bisa memastikan kesalahan apa yang diperbuat oleh Bileam. Kita bahkan merasa bahwa dia tidak bersalah. Sebaliknya, yang sukar dipahami justru adalah Allah. Allah pada mulanya menyetujui dia berangkat ke negeri Moab. Lalu, Bileam benar-benar berangkat. Namun, sesudah Bilem berangkat, justru Allah menjadi marah dan berniat membinasakan Bileam. Di akhir kisah ini, Allah kembali mengizinkan dia untuk melanjutkan perjalanannya.

Kemudian di Bilangan 31, Alkitab memakai uraian Musa untuk menjelaskan masalah Bileam. Dia menawarkan suatu rencana jahat kepada raja Moab. Apa rencana itu? Rencana itu adalah mengutus perempuan-perempuan Moab dan Midian untuk mencobai bangsa Israel, membawa mereka masuk ke dalam pecabulan dan beralih menyembah ilah bangsa-bangsa tersebut. Dosa jenis ini merupakan dosa maut di mata Allah. Jadi Allah sangat murka dan hampir saja menyapu bersih bangsa Israel. Dengan membisikkan rencana ini Bileam memang berniat menghabisi bangsa Israel. Bileam sedang membuat Allah berbalik melawan bangsa Israel. Akhirnya Bileam yang dihukum dan dibinasakan oleh bangsa Israel. Bileam pada awalnya merupakan nabi Allah, tetapi pada akhirnya dia berubah menjadi musuh Allah dan dibinasakan. Sungguh sangat disayangkan!


Bileam, Contoh Buruk sebagai Peringatan bagi kita

Bileam disebut tiga kali dalam Perjanjian Baru. Ayat-ayatnya ada di 2 Petrus 2:15-16, Yudas 11 dan Wahyu 2:14. Di ketiga tempat itu, Bileam dipakai sebagai contoh yang buruk, dia dijadikan peringatan buat kita. Demikianlah, kita bisa melihat bahwa masalah Bileam adalah masalah yang sangat umum dan klasik. Kita semua bisa saja melakukan dosa Bileam. Mari kita lihat isi Yudas 11:

Celakalah mereka! Mereka telah mengikuti jalan yang ditempuh Kain, dan mengejar dengan serakah kesalahan yang dilakukan Bileam, dan binasa karena pemberontakan seperti Korah.

Yudas memakai Bileam sebagai bahan pelajaran yang negatif untuk menjelaskan tentang jenis orang-orang tertentu. Siapakah orang-orang tersebut? Alkitab versi AYT memakai sub-judul: Allah akan Menghukum Mereka yang Berbuat Salah. Yudas juga berbicara tentang para pengajar palsu di sini. Menurut Yudas, apakah ciri-ciri yang dimiliki oleh mereka ini? Hawa nafsu dan hujat. Perhatikan Yudas 12 sampai 13. Yudas mengatakan bahwa orang-orang ini,

12  Mereka ini seperti noda dalam perjamuan kasihmu, yang melahap makanan bersamamu tanpa rasa takut, peduli hanya pada diri sendiri. Mereka seperti awan yang tidak membawa hujan, yang ditiup angin ke sana kemari. Mereka seperti pohon-pohon yang tidak berbuah pada musimnya, mati dua kali, dan dicabut seakar-akarnya. 13  Mereka seperti gelombang laut yang ganas, yang membuihkan kehinaan mereka sendiri. Mereka seperti bintang-bintang yang mengembara, yang baginya kegelapan yang pekat yang telah disediakan untuk selamanya.

Deskripsi yang dibuat oleh Yudas ini nyaris sama dengan yang dibuat oleh Petrus. Di 2 Petrus 2, ketika Petrus membahas tentang nabi palsu dan pengajar palsu, ciri-ciri apakah yang mereka miliki? Hawa nafsu, hujat dan ketamakan. 2 Petrus 2:17 menyatakan,

“Orang-orang ini seperti mata air yang kering dan seperti kabut yang disapu oleh badai. Kegelapan yang paling pekat telah disediakan untuk mereka.”

Petrus dan Yudas memakai gambaran dan kata-kata yang nyaris sama saat menggambarkan tentang nabi palsu dan guru palsu. Mereka juga memakai Bileam sebagai contoh. Jelaslah bahwa Petrus dan Yudas memasukkan Bileam ke dalam daftar nabi dan guru palsu. Di pembahasan terakhir, kita mendapati bahwa pemahaman kita mengenai nabi sejati dan nabi palsu serta tentang guru sejati dan guru palsu sangat berbeda dengan definisi menurut Alkitab. Yang kita pandang “palsu” biasanya kita kontraskan dengan yang “sejati”. Kita mengira bahwa yang palsu tidak mungkin “sejati” dan mereka hanya “tiruan”. Jadi, seorang nabi palsu adalah orang yang tidak percaya kepada Allah dan tidak mengenal Allah. Dilihat dari sudut ini, Bileam justru layak disebut nabi sejati. Petrus tidak menyangkal bahwa Bileam merupakan seorang nabi. Dia memang bisa berkomunikasi dengan Allah, dan Allah juga secara langsung berfirman kepadanya serta memberikan pewahyuan kepadanya. Berapa banyak dari kita yang bisa berkomunikasi dengan Allah dan menyampaikan nubuat? Bileam mampu bernubuat dan semua nubuatannya digenapi. Bahkan Balak, raja Moab, berkata, “Sebab aku tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia kena kutuk.” Kita tahu bahwa nubuatannya memang menjadi kenyataan. Kuasanya ini disaksikan oleh banyak orang. Ada berapa banyak nabi seperti itu di kalangan orang Kristen zaman sekarang? Pernahkah anda bertemu dengan seorang nabi? Jika Bileam ada di tengah-tengah kita, dia akan sangat dihormati oleh kalangan Kristen.


Bileam Tampil Baik di luar tapi Jahat di dalam

Namun, Alkitab menempatkan Bileam dalam daftar nabi palsu. Mengapa? Fokus Alkitab selalu ada pada hati, motivasi dan batin kita, bukan pada kuasa yang diperlihatkan atau bahkan perilaku yang ditampilkan. Perhatikan gambaran yang diberikan oleh Petrus dan Yudas — mata air yang kering; awan tak berair; pohon tak berbuah. Apakah arti dari semuanya itu? Dari sisi luar terlihat seperti mata air, tetapi kering; dari luar terlihat seperti awan tebal, tetapi tak berair; dari luar terlihat seperti pohon, tetapi tak berbuah. Nabi palsu dan guru palsu memiliki penampilan yang meyakinkan dari sisi luarnya, tetapi tidak berisi apa-apa di dalamnya.

Selanjutnya kita bisa memahami hal-hal yang dicatat di Bilangan 22 sampai 24. Dengan meneliti pasal-pasal tersebut, kita tidak melihat adanya kesalahan Bileam dari luar. Justru, tindakan Allah yang sukar dipahami. Sudah jelas Allah menyetujui Bileam berangkat ke negeri Moab, dan Bileam memang berangkat ke sana. Kemudian Allah menjadi marah terhadap Bileam dan berniat membinasakannya. Namun pada akhirnya, Allah kembali mengizinkan dia untuk melanjutkan perjalanan. Kita hanya melihat sisi luarnya saja, padahal Allah melihat isi hati. Penampilan Bileam dari sisi luarnya terlihat tanpa cela. Ini merupakan ciri dari nabi palsu. Ketika utusan Balak mengundang Bileam untuk pertama kali, Bileam menyuruh mereka untuk menginap, dengan menjelaskan bahwa dia akan memohon keputusan Allah apakah dia akan berangkat atau tidak. Allah memberi dia jawaban yang sangat jelas,

“Janganlah engkau pergi bersama-sama dengan mereka, janganlah engkau mengutuk bangsa itu, sebab mereka telah diberkati.”


Bileam Menjadi Lebih Bodoh daripada Keledai

Jawaban ini sangat jelas. Allah memberi jawaban satu kali, dan itu sudah cukup, tidak usah bertanya lagi. Namun, ketika utusan Balak, raja Moab, datang kedua kalinya, Bileam masih menyuruh mereka menginap lalu bertanya lagi kepada Allah. Allah tahu isi hati Bileam, dia sangat ingin berangkat. Jika anda sangat berhasrat untuk melakukan sesuatu, Allah tidak akan menghentikan anda. Allah akan memberi peringatan buat anda. Namun, jika anda berkeras ingin melakukannya, Allah akan membiarkan anda melakukannya.

Namun, Allah sudah menyetujui keberangkatan Bileam, lalu mengapa ada malaikat Allah yang menghadang di tengah jalan dan akan membinasakan Bileam? Bagaimana kita memahami hal ini? Pada dasarnya ini adalah kasih karunia dari Allah kepada Bileam, mengingatkan dia sekali lagi untuk tidak berbuat dosa. Jika Allah memang benar-benar akan membinasakan Bileam, Dia tidak akan membuat keledainya bisa berbicara, dan Dia tidak akan membuka mata Bileam untuk melihat keberadaan malaikat-Nya. Allah memakai cara ini sebagai langkah terakhir untuk menyelamatkan Bileam dari berbuat dosa. Demikianlah, 2 Petrus 2:16 mengatakan,

“Sebab keledai beban yang bisu berbicara dengan suara manusia dan mencegah kebebalan nabi itu.”

Kondisi kerohanian Bileam benar-benar terpuruk pada saat itu. Dia sudah begitu buta, dia tidak melihat malaikat dengan pedang terhunus berdiri di tengah jalan padahal keledainya bisa melihat malaikat tersebut. Ini merupakan hal yang aneh. Kita biasanya memandang keledai sebagai hewan yang bodoh. Jika kita ingin mengejek orang sebagai orang bodoh, kita akan berkata bahwa dia bodoh seperti keledai. Namun, Allah memberi pelajaran lain kepada Bileam di sini, “Kamu pikir kamu adalah nabi? Kamu pikir kamu memiliki pemahaman rohani? Seekor keledai bisa melihat malaikat-Ku, tetapi kamu tidak bisa.”

Dalam kehidupan nyata, urusannya memang serupa dengan itu. Jika seorang hamba Tuhan tidak mau menuruti pimpinan Allah, anda akan mendapati bahwa pemahaman rohaninya akan lebih buruk daripada orang non-Kristen. Orang non-Kristen tidak mengenal Allah, mereka tidak memiliki Roh Kudus dalam diri mereka. Dapat dikatakan bahwa mereka mati secara rohani. Namun, jika orang Kristen atau hamba Tuhan tidak taat kepada Allah, pemahaman rohani mereka akan jadi lebih buruk daripada orang non-Kristen. Bahkan orang non-Kristen tidak akan mau melakukan hal-hal yang mereka perbuat. Orang-orang non-Kristen akan mendapati bahwa perbuatan mereka sangat memalukan. Tak heran jika di 2 Petrus 2:20, Petrus berkata bahwa para nabi palsu dan guru palsu ini keadaan akhirnya nanti akan jauh lebih buruk daripada keadaan awal mereka. Pada awalnya mereka belum mengenal Allah, mereka adalah orang-orang non-Kristen. Lalu pada akhirnya mereka justru berada dalam keadaan yang lebih buruk daripada orang non-Kristen. Sungguh suatu situasi yang sangat mengerikan bagi mereka!

Demikianlah, Allah memakai keledai untuk mencegah Bileam berbuat dosa, tetapi Bileam sama sekali tidak peka. Sebaliknya, dia sangat marah kepada keledai itu dan memukulinya. Akhirnya, Allah lalu membuat mukjizat untuk membuat keledai itu berbicara. Bileam masih belum menyadarinya dan tetap marah kepada keledai itu sambil berkata, “Seandainya ada pedang di tanganku, tentulah engkau kubunuh sekarang.” Kita bisa melihat bahwa Bileam memang sudah bertekad untuk berangkat ke negeri Moab, tak ada yang bisa menghentikannya. Jika kita peka, kita akan menyadari bahwa Allah memakai peristiwa atau orang-orang, bahkan orang non-Kristen, untuk memperingatkan kita agar tidak melakukan sesuatu hal. Pertanyaannya adalah apakah kita cukup peka untuk menyadari peringatan dari Allah?


“Pertobatan” Bileam hanya Sementara

Jelaslah bahwa Bileam tidak akan mau mendengarkan apa pun lagi pada saat itu. Jadi, akhirnya Allah membuat mukjizat lagi, Allah membuka matanya dan membuatnya bisa melihat malaikat Yahweh. Saat itu barulah Bileam tersadar. Dia berlutut ke tanah dan berkata,

“Aku telah berdosa. Aku tidak tahu bahwa engkau berdiri di jalan. Jika aku melakukan yang salah, aku akan pulang kembali.”

Namun, Malaikat Yahweh berfirman,

“Tidak, pergilah bersama orang-orang itu. Namun, kamu harus berkata seperti yang Kusuruh untuk kamu katakan.” Lalu, Bileam pergi bersama para pemimpin yang diutus Balak itu.”

Anda mungkin bertanya, “Mengapa Allah mengizinkan Bileam untuk melanjutkan perjalanan?” Karena Bileam sudah bertobat, dia bersedia menaati Allah. Jadi Allah kemudian berfirman, “Pergilah dan berkatilah bangsa Israel.” Kita perlu memahami bahwa yang terpenting bukanlah ke mana kita mau pergi dan apa yang akan kita kerjakan. Yang terpenting adalah hati, motivasi. Jika Bileam taat sepenuhnya pada pimpinan Allah, menyampaikan apa yang Allah perintahkan untuk dia sampaikan, kepergian ke negeri Moab tidak menjadi masalah. Jadi, Allah mengizinkan dia pergi. Setelah mengalami insiden kecil itu, Bileam tidak berani mengutuk bangsa Israel setelah dia sampai di negeri Moab. Sebaliknya, dia taat kepada Allah dan memberkati bangsa Israel.

Namun sayang sekali, persoalan di dalam hati Bileam masih belum dituntaskan. Sekalipun dia sudah bertobat dan juga menaati firman Allah dengan memberkati bangsa Israel, dia masih dengan sengaja melakukan dosa, yakni membisikkan rencana yang keji kepada raja Moab. Dia bertindak menentang Allah, pada akhirnya dia masuk ke jalur kebinasaan. Di seluruh proses ini, kita bisa melihat bahwa Allah sudah mengusahakan yang terbaik untuk menolong dan menyelamatkan dia. Bileam juga mengalami pergumulan dan sempat bertobat di tengah-tengah proses ini.


Kekerasan Hati adalah satu Proses

Kita tidak boleh mengatakan bahwa dia secara mendadak berakhir di jalur kebinasaan ini. Seorang Kristen yang berubah kualitasnya dan melakukan dosa dan seorang nabi sejati yang berubah menjadi nabi palsu tidak terjadi dalam semalam. Perubahan dari baik menjadi jahat ini berlangsung melalui suatu proses. Di sepanjang proses ini, Allah terus berusaha untuk mencegah Bileam dari berbuat dosa. Allah memberi dia kesempatan untuk bertobat dan dia memang bertobat di tengah proses itu. Namun,  jika dia tidak segera menuntaskan masalah di dalam hatinya sesegera mungkin, dia akan tiba ke titik tidak bisa kembali lagi. Selanjutnya Allah tidak akan memberi dia kesempatan lagi, dan pada akhirnya dia akan masuk ke jalur kebinasaan.


Masalah Bileam: Keserakahan

Lalu apakah masalah Bileam? Rasul Petrus dan Yudas mengungkapkan bahwa persoalan Bileam adalah keserakahannya akan uang. Anda mungkin berkata, “Orang duniawi memang tamak akan uang, tetapi apakah orang Kristen atau bahkan nabi bisa tamak akan uang juga?” Tak ada orang yang kebal terhadap ketamakan! Menjadi seorang Kristen, bahkan menjadi seorang hamba Tuhan, pendeta atau nabi bukan berarti orang itu tidak tamak akan uang. Mengapa Perjanjian Baru menyebutkan Bileam sampai tiga kali sebagai contoh negatif untuk memperingatkan kita? Tidak sulit untuk melihat bahwa ketamakan akan uang adalah hal yang sangat umum di lingkungan umat Allah. Jika masalah keserakahan ini tidak ditangani,  hasil akhirnya adalah kebinasaan, sama seperti yang terjadi pada Bileam.

Kita tidak boleh menyimpulkan bahwa Bileam merupakan orang yang tamak akan uang dari awal. Jika Bileam sudah tamak dari awal, Allah tidak akan memakai dia sebagai nabi. Yesus memperingatkan kita di Khotbah di Bukit bahwa garam dapat kehilangan rasanya. Ini berarti seorang Kristen bisa saja mengalami perubahan kualitas menjadi jahat dan akhirnya tak layak lagi untuk disebut Kristen. Seorang nabi juga bisa mengalami perubahan kualitas. Seorang nabi sejati bisa berubah menjadi nabi palsu. Kasus Bileam adalah pelajaran yang harus kita camkan dengan baik.


Ibadah dimanfaatkan sebagai Sumber Keuntungan

Mari kita beralih ke Bilangan 22:2-7

Balak, anak Zipor, telah melihat segala yang dilakukan umat Israel terhadap Amori. Seluruh Moab sangat takut terhadap orang Israel karena jumlahnya banyak. Mereka menjadi ciut hati terhadap umat Israel. Orang-orang Moab berkata kepada tua-tua Midian, “Kumpulan orang itu akan membabat habis segala sesuatu di sekitar kita, seperti sapi memakan semua rumput di ladang.” Raja Moab saat itu adalah Balak, anak Zipor. Dia mengirim utusan kepada Bileam, anak Beor. Bileam ada di Petor dekat Sungai Efrat. Dia berkata: “Suatu bangsa telah keluar dari Mesir. Mereka menduduki seluruh negeri dan berkemah di dekatku. Datang dan tolonglah aku. Orang-orang ini terlalu kuat untukku maka kutuklah mereka bagiku supaya aku mampu mengalahkan dan mengusir mereka dari negeriku. Sebab jika kamu memberkati, maka akan diberkati. Jika kamu mengutuk, maka akan kena kutuk.” Tua-tua Moab dan Midian pergi dengan membawa uang di tangannya dan menyampaikan semua yang telah dikatakan Balak.

Hal apa yang bisa kita lihat dari perikop ini? Raja Moab mengirim utusan dengan membawa upah penenung untuk mengundang Bileam agar mengutuk bangsa Israel, dan raja Moab juga berkata,

“Sebab aku tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia kena kutuk.”

Demikianlah, kita mendapati bahwa Bileam memakai karunia rohaninya untuk mendapatkan uang. Setiap orang tahu bahwa jika mereka terkena masalah, mereka bisa datang kepada Bileam untuk mengatasi masalah tersebut. Hal yang perlu dibawa hanyalah uang, jadi raja Moab juga melakukan hal itu, mengirim para utusannya dengan membawa upah penenung untuk mengundang Bileam datang. Inilah langkah awal yang sangat berbahaya, Bileam membuka pintu hatinya untuk mulai mengingini dan serakah. Dia memanfaatkan identitasnya sebagai nabi dan juga karunia kenabiannya untuk menghasilkan uang. Orang seperti inilah yang oleh Paulus digambarkan di 1 Timotius 6:5 sebagai orang  yang “mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan.”


Berwaspadalah pada Jebakan Mencari Keuntungan

Kita yang melayani Allah harus sangat berwaspada terhadap jebakan ini: Yakni mencari mata pencarian dengan melayani Allah. Mungkin pada awalnya, kita tidak berpikir tentang mencari keuntungan. Namun, orang lain bisa berinisiatif untuk memberi kita uang. Sebagai contoh, sebagian orang pada waktu menghadapi kesulitan atau penyakit, atau mencari pekerjaan, atau menghadapi masalah keluarga, dan sebagainya, mereka mungkin datang meminta tolong kepada kita. Sebagai orang yang melayani Allah, tentu saja kita siap menolong. Mungkin dengan doa, kita membantu mereka mengatasi masalah mereka. Sebagai ungkapan terima kasih, mungkin mereka akan memberi kita hadiah atau bahkan uang. Pepatah Tionghoa mengajarkan, “Bayarlah hutang budimu.” Selain itu, saudara-saudara seiman karena kasih mereka juga akan memberi kita uang. Apakah anda akan menerimanya? Mungkin kita akan jatuh ke dalam perangkap ini tanpa menyadarinya. Pada akhirnya, kita melayani Allah untuk mengejar uang.

Begitu kita masuk ke dalam perangkap ini, kita tidak lagi melayani Allah, kita sedang melayani manusia. Anda akan mulai berusaha menyenangkan hati jemaat, menyampaikan hal-hal yang mereka senangi. Karena jika mereka tidak senang mendengarkan khotbah anda, mereka tidak akan datang lagi, dan itu berarti penghasilan anda akan menyusut. Anda akan mulai lebih menghargai orang-orang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan besar, karena mereka yang paling menguntungkan bagi anda dan dengan menolong mereka, anda akan menghasilkan banyak uang. Selanjutnya, di manakah anda memilih untuk melayani? Tentunya di tempat-tempat yang makmur, kota besar atau gereja besar. Pikiran semacam ini ada di dalam hati. Motivasi yang tersembunyi ini tidak akan bisa diketahui dari sisi luar oleh orang lain. Namun, Allah tahu. Kita harus mau jujur di hadapan Allah dan memohon Dia untuk menguji hati kita agar kita tahu apa motivasi sejati kita. Untuk memastikan apakah setiap keputusan yang kita buat, bahkan keputusan tentang lokasi pelayanan, ditentukan oleh pimpinan Allah atau demi uang?

Keputusan yang dibuat oleh Bileam jelas dimotivasi oleh uang. Allah telah menyuruh dia untuk tidak berangkat, untuk tidak mengutuk bangsa Israel karena mereka umat yang diberkati. Akan tetapi, Bileam masih berkeras untuk berangkat. Lagi pula, orang yang mengundang dia adalah raja Moab, seorang klien besar. Balak bisa memberi Bileam kemuliaan dan kehormatan, uang dan kekayaan. Para nabi biasanya tidak kaya. Mereka yang melayani Allah biasanya sangat miskin. Kesempatan mendapatkan banyak uang sangat langka, apakah anda akan tergoda? Mari kita bayangkan bahwa seorang presiden datang meminta tolong kepada anda, apakah anda akan mengutamakan dia atau Allah?


Melayanilah dengan Cuma-Cuma

Mari kita beralih ke Matius 10:5-10

5Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, 6melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. 7Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Surga sudah dekat. 8Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma. 9Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. 10Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.

Inilah firman dari Yesus ketika dia mengutus kedua belas rasul untuk memberitakan injil. Yesus sangat bijaksana. Hal apakah yang dia sampaikan? Dia menyuruh para rasul untuk melakukan pekerjaan Allah. Dia berkata,

7 Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Surga sudah dekat. 8Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan.”

Kemudian dia melanjutkan dengan berkata,

“Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”

Apakah artinya ucapan ini? Artinya adalah jangan mencari penghasilan dari situ. Beritakan Injil dengan cuma-cuma, menolong orang lain dengan cuma-cuma, tidak boleh mengejar kekayaan dari situ. Yesus memiliki hikmat yang mendalam. Dia tahu bahwa para rasul akan menolong banyak orang, dan orang-orang akan berinisiatif memberi mereka uang sebagai tanda terima kasih. Dengan demikian, mereka ini bisa menjadi kaya raya. Akan tetapi, uang bisa merusak akhlak seseorang, terutama para hamba Tuhan. Uang bisa merusak akhlak seorang penginjil. Jadi, Yesus memerintahkan para rasul untuk, “Tidak menerima bayaran.”

Kita perlu mencamkan ajaran Yesus ini. Kita seharusnya tidak mencari penghasilan dari pemberitaan Injil atau pelayanan kepada Allah. Para nabi palsu dan guru palsu memakai injil untuk meraih keuntungan dan uang. Akan tetapi, seorang hamba Allah yang sejati melakukan hal yang sebaliknya, mereka akan memakai uang dan tenaga mereka untuk memberitakan injil. Di 2 Korintus 12:14-18, rasul Paulus berkata kepada jemaat di Korintus,

“Sekarang, aku siap mengunjungi kamu untuk yang ketiga kalinya dan aku tidak akan menjadi beban bagimu karena aku tidak mencari apa yang kamu miliki, melainkan kamu. Sebab, anak-anak tidak wajib mengumpulkan harta untuk orang tuanya, tetapi orang tua untuk anak-anaknya. Dan, aku akan dengan senang mengorbankan milikku dan diriku untuk kamu.”

Paulus layak disebut sebagai rasul yang sejati. Tak heran jika Allah memakai dia secara luar biasa.

Perhatikan firman Yesus yang melanjutkan dengan perkataan, “seorang pekerja patut mendapat upahnya”. Apakah artinya ini? Di sini kita melihat kebaikan dan kepedulian Allah. Para penginjil meninggalkan pekerjaan mereka untuk melayani Allah. Mereka tidak punya penghasilan dan tidak boleh memakai pelayanan untuk mencari kekayaan. Lalu bagaimana mereka akan menghidupi diri mereka? Bukankah mereka akan mati kelaparan? Allah tidak akan membiarkan kita kelaparan dan kedinginan. Dia sangat peduli. Dia akan menyediakan segala hal yang kita perlukan sehari-hari. Dia akan menangani segala kebutuhan kita sehari-hari. Bileam bukanlah orang miskin yang tidak bisa menghidupi dirinya. Dia masih memiliki seekor keledai sebagai alat transportasinya. Dengan bahasa zaman sekarang, ini bisa disamakan dengan sepeda motor atau bahkan mobil.Kebutuhan seorang hamba Tuhan pasti akan terpenuhi.

Namun, pertanyaannya adalah apakah kita puas? Keserakahan tidak mengenal puas, selalu ingin lebih dan lebih. Itulah yang menjadi sumber kejatuhan kebanyakan orang. Keserakahan telah membuat banyak orang bertindak bodoh. Sama seperti Bileam yang karena keserakahannya menjadi lebih “bodoh” daripada seekor keledai!

 

Berikan Komentar Anda: