Ev. Xin Lan | Yosua (2) |

Di pesan hari kita, kita akan melanjutkan untuk membahas Yosua. Yosua adalah abdi dan murid Musa yang Allah latih melalui 40 tahun pengabdiannya kepada Musa. Pada akhirnya, Allah menjadikan Yosua sebagai penerus Musa dan menjadi pimpinan tertinggi bangsa Israel. Dia memimpin bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian.


“Kuatkan dan teguhkan Hatimu”

Mari kita lihat Ulangan 31:7-8

Lalu Musa memanggil Yosua dan berkata kepadanya di depan seluruh orang Israel: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan YAHWEH dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk memberikannya kepada mereka, dan engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya. Sebab YAHWEH, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.”

Ini adalah dorongan semangat dari Musa kepada Yosua sebelum dia meninggal. Secara khusus Musa menyuruh Yosua untuk menguatkan dan meneguhkan hati, tidak menjadi takut atau kecewa. Serupa dengan itu, di pasal 31 kitab Ulangan, kita lihat di ayat 23:

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan membawa orang Israel ke negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada mereka, dan Aku akan menyertai engkau.”

Allah juga juga menyuruh Yosua untuk menguatkan serta meneguhkan hatinya. Mari kita lihat kitab Yosua pasal 1, di pasal ini saja ungkapan “kuatkan dan teguhkanlah hatimu” muncul sebanyak empat kali. Allah memakai ungkapan ini sebanyak tiga kali dan umat Israel juga mengucapkan kalimat yang sama satu kali.

Tiga kali kemunculan ungkapan ini yang disampaikan oleh Allah, ada di ayat 6,

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka untuk diberikan kepada mereka.

Lalu di ayat 7,

“Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi.”

Di ayat 9,

“Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab YAHWEH, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.”

Lalu di ayat 18, bangsa Israel menyampaikan hal itu kepada Yosua,

“Setiap orang yang menentang perintahmu dan tidak mendengarkan perkataanmu, apapun yang kauperintahkan kepadanya, dia akan dihukum mati. Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu!”

Saat Yosua menggantikan Musa sebagai pemimpin tertinggi, ucapan yang paling mendorong semangatnya adalah “kuatkan dan teguhkanlah hatimu”. Hal ini mengingatkan saya pada ucapan Paulus kepada Timotius sebelum kematiannya, “Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus.” Tampaknya hal ini sudah menjadi masalah umum di lingkungan para murid. Sebelumnya, saat dia hanya perlu mengikuti guru atau orang tua rohaninya, semua perintah yang diberikan dia hanya perlu jalankan saja. Namun sekarang, sang guru sudah meninggal dan mewariskan tugas berat kepada muridnya. Biasanya sang murid tidak tahu harus berbuat apa. Dia sekarang harus membuat keputusan sendiri serta bertanggungjawab atas keputusan itu, mana mungkin dia tidak menjadi takut? Demikianlah, Allah secara khusus menyuruh Yosua untuk “menguatkan dan meneguhkan hatinya”. Tentu saja hal ‘menguatkan serta meneguhkan hati’ ini tidak dengan mengandalkan kemampuan sendiri melainkan pada pertolongan Allah. Ketika Allah memerintahkan Yosua untuk ‘menguatkan dan meneguhkan hatinya’, Dia juga menyatakan, “YAHWEH, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau”, “Sebab YAHWEH, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.” Ini adalah ucapan yang sangat membangkitkan semangat! Ini adalah berkat terbesar dari Allah bagi mereka yang mengenal-Nya. Bahkan di saat kita menghadapi masalah besar, tanpa ada saudara-saudari seiman atau pemimpin rohani di dekat kita dan sekalipun mereka mungkin sudah meninggalkan kita selama-lamanya, kita tidak akan mudah jatuh, merasa sengsara dan kesepian karena kita bisa bergantung pada Allah. Allah tidak akan meninggalkan kita. Jadi, kita tidak akan tawar hati dan tetap memiliki hati yang kuat dan teguh, sama seperti Yosua.


Mengapa Yosua Perlu Menjadi Kuat dan Teguh?

Mengapa Allah berulang kali mengingatkan Yosua agar menjadi kuat dan teguh hatinya? Kebalikan dari hati yang kuat dan teguh adalah hati yang takut dan kecut. Saat kita melihat tugas berat yang diberikan Allah kepada Yosua melalui Musa, kita bisa mengerti kenapa Yosua akan menjadi takut dan tawar hati, yang akan berakibat pada kegagalan untuk menyelesaikan tugas. Pertama, Yosua harus menjadi pemimpin bangsa Israel, untuk memimpin seluruh bangsa Israel. Umat Israel bukanlah umat yang ramah dan taat. Saat Musa masih hidup, bangsa Israel sudah berkali-kali memberontak terhadap Musa dan bahkan pernah ingin merajamnya sampai mati. Jika Yosua menjadi takut dan kecut, maka dia tidak akan mampu memimpin bangsa Israel, bahkan mungkin terbalik, dia terpaksa tunduk di bawah keinginan bangsa Israel.

Kita sudah melihat apa yang terjadi pada Harun. Kitab Keluaran pasal 32 mencatat insiden bangsa Israel menyembah patung lembu emas. Alkitab menyebutkan bahwa Harun tidak menahan mereka. Saat Musa naik ke gunung Sinai untuk menerima hukum Allah, dia menyerahkan kewenangan pimpinan tertinggi kepada Harun sebelum dia berangkat. Harun seharusnya memimpin bangsa Israel, tetapi Harun justru “dipimpin” oleh mereka karena dia mengikuti kemauan mereka karena dia takut pada bangsa Israel. Dia membuat patung lembu emas dan memimpin bangsa Israel menyembahnya. Dosa besar yang dilakukan oleh bangsa Israel menaikkan  murka Allah dan Allah berniat membinasakan segenap angkatan ini. Namun, Musa menjadi perantara demi jemaat untuk meredakan murka Allah.

Jadi, jika Yosua menjadi takut dan cemas, maka dia tidak akan pernah bisa memimpin bangsa Israel dan bahkan, sebaliknya, akan dipaksa untuk mengikuti kemauan mereka – bukannya menahan orang Israel dari berbuat dosa. Jika Yosua gagal, bangsa Israel mungkin tak akan pernah bisa masuk ke tanah perjanjian dan akan dimusnahkan Allah. Atau mungkin mereka harus mengembara selama 40 tahun lagi di padang gurun? Demikianlah, akibatnya tak terbayangkan.


Yosua, Panglima Perang Israel

Di samping itu, tugas yang lebih penting bagi Yosua adalah memimpin bangsa Israel untuk berperang menaklukkan bangsa-bangsa penghuni tanah Kanaan. Semua pria dewasa bangsa Israel adalah prajurit bersenjata yang siap tempur, seluruh bangsa ini adalah para prajurit. Yosua adalah panglimanya, yang memimpin perang. Jika seorang prajurit takut atau tawar hati, mana mungkin dia bisa berperang? Mereka mungkin sudah kalah sebelum berperang. Saya teringat pada ucapan dari salah satu panglima bangsa China, Liu Bo Cheng (刘伯承元帅)): “Saat dua pasukan sudah masuk dalam pertempuran, pasukan pemberanilah yang akan menang.” Ini adalah kesimpulan dari pengalaman tempurnya. Seorang prajurit haruslah pemberani dan kuat. Jika dia takut, maka dia akan gagal. Apakah akibat dari kegagalan seorang prajurit? Maut. Karena yang dihadapi adalah pertempuran, jika anda tidak membunuh lawan anda, maka dia akan membunuh anda.


Bangsa Israel adalah Pasukan Perang

Sejak bangsa Israel keluar dari Mesir, mereka mulai masuk ke medan perang. Alkitab mengatakan bahwa bangsa Israel membawa serta senjata mereka ketika keluar dari Mesir. Mereka mengatur perkemahan sesuai dengan kumpulan suku yang ada. Mereka juga memiliki pimpinan pasukan di berbagai tingkatan. Setiap kali mereka berhenti untuk berkemah, mereka mengatur perkemahannya dengan rapi. Jadi, bangsa Israel adalah satu pasukan perang. Allah menjanjikan mereka tanah untuk dihuni. Akan tetapi, mereka harus berperang untuk menaklukkan tanah perjanjian itu. Apakah ciri bala tentara ini? Mereka sangat ketakutan! Masalah bangsa Israel adalah mereka ketakutan. Persoalan ini sudah terlihat sejak awal kepergian mereka dari Mesir. Keluaran pasal 14 kitab mencatat bahwa setelah bangsa Israel keluar dari Mesir, Firaun menyesali keputusannya untuk membiarkan mereka pergi. Lalu dia memimpin sendiri pasukannya untuk mengejar mereka. Ayat 10-14 dari pasal itu mencatat:

Ketika Firaun telah dekat, orang Israel menoleh, maka tampaklah orang Mesir bergerak menyusul mereka. Lalu sangat ketakutanlah orang Israel dan mereka berseru-seru kepada YAHWEH, dan mereka berkata kepada Musa: “Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini.” Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: “Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari YAHWEH, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. YAHWEH akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja.”

Ketika bala tentara Israel melihat kedatangan pasukan musuh, mereka sudah ketakutan sebelum perang dimulai. Musa berusaha menaikkan semangat mereka agar mereka tidak takut. Ini adalah pertempuran pertama yang dihadapi oleh bangsa Israel. Belakangan, ketika bangsa Israel sudah dekat dengan tanah Kanaan dan harus melanjutkan dengan berperang menaklukkan bangsa-bangsa di sana, mereka kembali dilanda ketakutan. Insiden ini dicatat di Kitab Bilangan, pasal 13 dan 14. Sepuluh mata-mata yang diutus berkata:

“Kita tidak dapat maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat dari pada kita. … dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. … semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, …, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan demikian juga mereka terhadap kami.” Segenap bangsa Israel mengeluh dan mereka tidak mau maju berperang, dan malah mereka ingin kembali ke Mesir. Akan tetapi, Yosua dan Kaleb berusaha meyakinkan mereka dengan berkata, “Janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang YAHWEH menyertai kita; janganlah takut kepada mereka.”


Orang-orang Penakut akan Binasa

Bangsa Israel harusnya maju berperang, menaklukkan tanah perjanjian, tetapi mereka takut melakukannya. Lalu apa akibatnya? Mereka tidak dapat masuk ke tanah perjanjian dan harus binasa di padang gurun. Setelah itu, Yosua memimpin angkatan baru bertarung dan menaklukkan tanah perjanjian. Jika angkatan yang baru tertular ketakutan angkatan orang tua mereka, mereka pasti akan bernasib sama dengan generasi orang tua mereka. Tak heran jika Allah senantiasa mengingatkan Yosua agar menguatkan serta meneguhkan hatinya. Mari kita lihat isi kitab Wahyu 21:8,

“Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.”

Di ayat di kitab Wahyu ini, disebutkan bahwa pada akhirnya ada beberapa jenis orang yang akan binasa. Jenis pertama yang akan binasa adalah “orang-orang penakut”! Pada umumnya, kita beranggapan bahwa sikap penakut atau pengecut bukanlah masalah besar. Ini hanya dianggap masalah kecil dan tak pernah dipandang sebagai dosa. Akan tetapi Alkitab berkata bahwa bagian untuk orang-orang penakut adalah lautan api yang terbakar oleh api dan belerang. Ini adalah kebinasaan kekal. Bukankah ini masalah besar? Kita sering berpikir: Saya sudah datang kepada Tuhan, saya sudah dibaptis dan tidak melakukan perbuatan dosa, jadi saya pasti akan masuk ke dalam kerajaan sorga nanti. Tidak sesederhana itu. Apakah kita orang yang penakut? Hasil dari sikap penakut atau pengecut sangatlah fatal dan akan mengorbankan keselamatan kita. Mengapa akibat dari sikap penakut itu sangat berat? Karena orang Kristen, sama seperti orang Israel, berada di tengah-tengah peperangan. Allah sudah memberikan janji-Nya kepada kita tetapi kita sendiri harus bertarung agar bisa menang atas musuh.


Seorang Kristen adalah seorang Prajurit

Mari kita lihat 2 Timotius 2:1-4

Sebab itu, hai anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus. Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain. Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus. Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.

Paulus mendorong Timotius untuk menjadi prajurit Yesus Kristus yang baik. Paulus tahu bahwa menjadi seorang Kristen berarti menjadi seorang prajurit, dan harus menjadi seorang prajurit yang baik. Seperti apa seorang prajurit yang baik? Prajurit yang akan selalu berusaha agar berkenan kepada komandannya. Mari kita lihat 2 Timotius 4:6-8

Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

Menerima mahkota berarti masuk ke dalam kerajaan Allah. Hal apa yang diandalkan oleh Paulus untuk membawa dia masuk ke dalam kerajaan Allah? Fakta bahwa dia sudah mengakhiri pertandingan yang baik. Kita mengira bahwa sesudah kita percaya kepada Allah, maka kita hanya perlu menunggu untuk masuk ke dalam kerajaan Allah. Tidak semudah itu. Persoalannya adalah apakah kita sudah mengakhiri pertandingan yang baik? Apakah kita sudah berkemenangan? Mungkin kita bahkan tidak tahu bahwa menjadi seorang Kristen berarti masuk ke dalam medan perang. Jika seorang prajurit tidak tahu bahwa ia sudah berada di medan perang, dapat kita bayangkan bagaimana akibatnya. Dia akan terbunuh tanpa menyadarinya, dia bahkan tidak tahu apa yang terjadi. Tentu saja, kita sudah tidak seperti bangsa Israel di masa Perjanjian Lama. Di zaman itu, bangsa Israel menjalani pertempuran fisik dengan senjata yang disiapkan untuk berperang, dan bisa saja terbunuh dalam suatu peperangan. Sekarang kita berada di tengah-tengah medan perang yang sangat berbeda. Apakah medan perang ini? Mari kita lihat di Efesus 6:10-17

Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,

Paulus mengatakan di bagian awal, “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya.” Mengapa? Karena kita memang berada dalam peperangan, perang melawan iblis, menghadapi berbagai roh jahat dan penguasa-penguasa di udara. Jadi kita harus memakai segenap peralatan perang rohani dari Allah untuk menghadapi peperangan rohani ini. Tentu saja, kita harus bergantung kepada Allah dan kuasa-Nya untuk menjalani peperangan ini. Allah sudah menyiapkan peralatan perangnya, tetapi kita perlu menguatkan serta meneguhkan hati kita, hal yang juga diminta dari Yosua.


Allah maju bersama AngkatanNya

Mari kita kembali ke kitab Yosua, kita baca Yosua 5:13-15

Ketika Yosua dekat Yerikho, ia melayangkan pandangnya, dilihatnya seorang laki-laki berdiri di depannya dengan pedang terhunus di tangannya. Yosua mendekatinya dan bertanya kepadanya: “Kawankah engkau atau lawan?” Jawabnya: “Bukan, tetapi akulah Panglima Balatentara YAHWEH. Sekarang aku datang.” Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah dan berkata kepadanya: “Apakah yang akan dikatakan tuanku kepada hambanya ini?” Dan Panglima Balatentara YAHWEH itu berkata kepada Yosua: “Tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri itu kudus.” Dan Yosua berbuat demikian.

Bagian pertama dari kutipan ini menyebutkan bahwa bangsa Israel sudah menyeberangi sungai Yordan dan memasuki tanah Kanaan. Hal berikutnya yang harus dilakukan adalah menaklukkan tanah Kanaan.  Tepat di saat itulah Allah secara khusus mengutus Panglima Balatentara Allah untuk tampil di hadapan Yosua. Tujuannya adalah untuk memberi kepastian kepada Yosua tentang kuatnya dukungan yang dia terima, agar semangat Yosua diteguhkan. Allah sedang memberitahu Yosua: Secara eksternal, yang terlihat adalah Yosua memimpin pasukan Israel untuk maju berperang, tetapi yang sungguh-sungguh berperang sebenarnya adalah Allah sendiri. Allah secara khusus mengutus Panglima Balatentara Allah untuk berperang bagi bangsa Israel, jadi Yosua hanya perlu menguatkan dan meneguhkan hatinya.

Kitab Yosua mencatat peperangan merebut kota Yerikho secara rinci. Kita bisa melihat bagaimana Allah sepenuhnya mengendalikan keadaan, Dia memberi perintah yang terperinci kepada Yosua tentang cara bagaimana pertempuran akan dijalankan. Sebagai contoh, kitab Yosua pasal 6 menceritakan bagaimana peperangan bangsa Israel merebut Yerikho berlangsung. Mari kita baca ayat 1-5:

Dalam pada itu Yerikho telah menutup pintu gerbangnya; telah tertutup kota itu karena orang Israel; tidak ada orang keluar atau masuk. Berfirmanlah YAHWEH kepada Yosua: “Ketahuilah, Aku serahkan ke tanganmu Yerikho ini beserta rajanya dan pahlawan-pahlawannya yang gagah perkasa. Haruslah kamu mengelilingi kota itu, yakni semua prajurit harus mengedari kota itu sekali saja; demikianlah harus engkau perbuat enam hari lamanya, dan tujuh orang imam harus membawa tujuh sangkakala tanduk domba di depan tabut. Tetapi pada hari yang ketujuh, tujuh kali kamu harus mengelilingi kota itu sedang para imam meniup sangkakala. Apabila sangkakala tanduk domba itu panjang bunyinya dan kamu mendengar bunyi sangkakala itu, maka haruslah seluruh bangsa bersorak dengan sorak yang nyaring, maka tembok kota itu akan runtuh, lalu bangsa itu harus memanjatnya, masing-masing langsung ke depan.”

Cara bangsa Israel merebut kota Yerikho adalah sesuatu yang tidak pernah terdengar dalam sejarah perang. Dari buku sejarah atau film-film tentang perang, kita biasa melihat bagaimana perang merebut kota melibatkan pembantaian yang brutal. Pihak penyerang akan berusaha melemahkan pertahanan di tembok kota dengan berbagai peralatan serang jarak jauh seperti meriam, roket dan batu api, lalu mereka akan menaruh tangga-tangga pemanjat tembok kota dan bergerak naik tanpa peduli jumlah korban yang akan jatuh. Pihak yang bertahan akan berusaha menghambat pergerakan lawan dengan tembakan panah atau lontaran batu. Korban di kedua belah pihak sangatlah besar. Akan tetapi, bagaimana cara bangsa Israel memerangi Yerikho? Mereka hanya perlu berbaris mengelilingi kota itu selama 7 hari. Mereka tidak kehilangan satu pun prajurit untuk merebut kota, tembok itu runtuh sendiri. Ini adalah karya Allah; Allah yang berperang untuk mereka. Bangsa Israel tidak mungkin bisa meruntuhkan tembok Yerikho. Allah berperang bagi mereka, apakah mereka tidak perlu berbuat apa-apa? Allah memang meruntuhkan tembok kota Yerikho bagi bangsa Israel, tetapi selanjutnya, bangsa Israel harus berani masuk ke dalam kota dan bertarung secara jarak dekat memakai senjata melawan musuh. Inilah sebabnya mengapa Allah menyuruh Yosua untuk menguatkan dan meneguhkan hatinya.


Yosua berakhir sebagai Panglima Perang yang Unggul

Yosua tidak mengecewakan rakyat Israel. Dengan mengandalkan pada Allah, Yosua menguatkan dan meneguhkan hatinya. Paruh kedua dalam hidupnya dijalani dengan memerangi berbagai bangsa penghuni tanah Kanaan, dan Yosua selalu berhasil memenangkan peperangan yang dihadapinya. Catatan kemenangannya jauh lebih cemerlang dari prestasi perang Musa. Kitab Yosua pasal 12 berisi daftar panjang raja-raja yang berhasil dia kalahkan. Secara keseluruhan ada 31 raja. Jelaslah bahwa Yosua adalah seorang panglima perang yang paling berprestasi dalam sejarah Israel. Bahkan Daud, yang tampil di kemudian hari, tidak memiliki catatan kemenangan sebaik Yosua. Di mata orang Kanaan, nama Yosua lebih besar daripada Musa. Mengapa bisa demikian? Ini adalah karena Musa memimpin bangsa Israel di padang gurun, dia tidak berperang di tanah perjanjian. Sekalipun Musa juga berperang waktu bangsa Israel berada di padang gurun, tetapi jumlah pertarungan yang dia lakukan tidak banyak. Yosua memimpin bangsa Israel memenangkan setiap peperangan dalam rangka merebut tanah perjanjian. Dan orang-orang Kanaan sangat ketakutan pada Yosua. Kitab Yosua 10:21 menyebutkan,

“Tidak ada seorangpun yang berani melemparkan kata-kata ancaman terhadap orang Israel.”

Demikianlah, Yosua – abdi dan murid dari sang hamba Allah, Musa, mengambil alih tugas dari hamba Allah yang besar ini. Pada awalnya memang Yosua sangat takut. Tugas yang dia emban sangatlah berat, jadi Allah berulangkali menyuruh dia untuk menguatkan dan meneguhkan hatinya. Dia benar-benar mendengarkan himbauan dari Musa, dari Allah dan juga dari bangsa Israel. Dia kuat dan teguh hatinya di sepanjang sisa hidupnya. Dengan demikian, Yosua berakhir sebagai panglima perang yang tak terkalahkan. Marilah kita menguatkan dan meneguhkan hati kita karena kita juga sedang berada di tengah-tengah medan perang!

 

Berikan Komentar Anda: