Ev. Xin Lan | Yosua (3) |

Tokoh Alkitab yang masih kita bahas hari ini adalah Yosua. Dia adalah pelayan dan murid dari Musa. Allah secara pribadi menunjuk Yosua menjadi pewaris kedudukan Musa sebagai pimpinan tertinggi bangsa Israel. Mari kita lihat Yosua 1:5-9

5Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. 6Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkaulah yang akan memimpin bangsa ini memiliki negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka untuk diberikan kepada mereka. 7Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi. 8Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung. 9Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Yahweh, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.”

Itu adalah firman Allah secara langsung kepada Yosua. Yahweh memberi perintah serta meneguhkan semangat Yosua. Secara sederhana, Allah berkata kepada Yosua, “Jika kamu belajar untuk hidup seperti hambaKu, Musa, mengerjakan segala yang dia perintahkan kepadamu, yakni segenap hukum-Ku, maka Aku akan menyertaimu.” Secara khusus Allah berfirman, “Sama seperti Aku sudah menyertai Musa, dengan cara itu pula Aku akan menyertaimu.”

Melihat pada segala yang sudah dikerjakan oleh Yosua, yang dicatat di kitab Yosua, kita dapat melihat bahwa Yosua memang mengerjakan segala sesuatunya sesuai dengan perintah yang pernah diberikan oleh Musa kepadanya. Tentu saja, semua itu adalah perintah Allah yang disampaikan melalui Musa. Di kitab Yosua sering disebutkan bahwa Yosua mengerjakan sesuatu hal tepat seperti yang diperintahkan oleh Yahweh dan menurut perintah hamba Allah, Musa. Sebagai Contoh, Yosua 8:30-35 mencatat hal berikut:

30Pada waktu itulah Yosua mendirikan mezbah di gunung Ebal bagi YAHWEH, Allah Israel, 31seperti yang diperintahkan Musa, hamba YAHWEH, kepada orang Israel, menurut apa yang tertulis dalam kitab hukum Musa: suatu mezbah dari batu-batu yang tidak dipahat, yang tidak diolah dengan perkakas besi apapun. Di atasnyalah mereka mempersembahkan korban bakaran kepada YAHWEH dan mengorbankan korban keselamatan. 32Dan di sanalah di atas batu-batu itu, dituliskan Yosua salinan hukum Musa, yang dituliskannya di depan orang Israel. 33Seluruh orang Israel, para tua-tuanya, para pengatur pasukannya dan para hakimnya berdiri sebelah-menyebelah tabut, berhadapan dengan para imam yang memang suku Lewi, para pengangkat tabut perjanjian YAHWEH itu, baik pendatang maupun anak negeri, setengahnya menghadap ke gunung Gerizim dan setengahnya lagi menghadap ke gunung Ebal, seperti yang dahulu diperintahkan oleh Musa, hamba YAHWEH, apabila orang memberkati bangsa Israel. 34Sesudah itu dibacakannyalah segala perkataan hukum Taurat, berkatnya dan kutuknya, sesuai dengan segala apa yang tertulis dalam kitab hukum. 35Tidak ada sepatah katapun dari segala apa yang diperintahkan Musa yang tidak dibacakan oleh Yosua kepada seluruh jemaah Israel dan kepada perempuan-perempuan dan anak-anak dan kepada pendatang yang ikut serta.

Mari kita lihat juga Yosua 11:15

15Seperti yang diperintahkan YAHWEH kepada Musa, hamba-Nya itu, demikianlah diperintahkan Musa kepada Yosua dan seperti itulah dilakukan Yosua: tidak ada sesuatu yang diabaikannya dari segala yang diperintahkan YAHWEH kepada Musa.


Mengerjakan Segala Sesuatu Sesuai dengan Perintah Allah

Ayat ini menyimpulkan bagi kita rahasia bagaimana Yosua bisa melayani Allah dengan sangat baik, yakni dengan mengerjakan segala sesuatunya tepat seperti yang diperintahkan oleh Allah. Ada berbagai perintah Allah yang diberikan kepada Yosua melalui Musa. Dan Yosua mengerjakan segala perintah itu dengan seutuhnya, tidak ada hal yang dia abaikan. Yosua menjalankan semua perintah dengan rajin dan penuh inisiatif. Saat itu Yosua sudah menjadi pimpinan dari sekitar satu juta orang umat Israel. Dia adalah seorang pemimpin bangsa. Akan tetapi dia memandang kedudukannya sebagai seorang hamba Allah, dia mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan perintah Allah.

Seperti yang kita ketahui bersama, kekuasaan bisa merusak watak seseorang. Jadi, tidak ditemukan banyak raja dan pemerintah yang baik dalam sejarah. Hal ini juga berlaku bagi bangsa Israel. Sekalipun Israel adalah bangsa yang mengakui Yahweh sebagai Allah mereka, tetapi hanya sedikit raja Israel yang kita kenal sebagai raja yang baik. Begitu seseorang mendapatkan kekuasaan, dia akan segera merasa dirinya sebagai orang yang paling penting, dia lalu menjadi sombong dan menyalahgunakan kekuasaannya. Dia akan asyik mengejar kenikmatan serta kesenangan duniawi dan mengabaikan rakyatnya. Pada akhirnya, rakyat akan menderita, segenap negeri menjadi kacau dan rakyat memberontak. Lalu tampillah seorang raja yang baru, tetapi, seringkali raja yang baru ini bahkan lebih buruk daripada yang sebelumnya. Sejarah berlangsung secara berulang-ulang seperti ini. Mengapa? Karena natur manusia sama saja. Jika watak manusia tidak berubah, siapa pun yang menjadi raja dan memperoleh kekuasaan, dia selalu berakhir dengan kerusakan.

Sekalipun Yosua adalah seorang pemimpin bangsa, dia sadar siapa dia. Dia tahu dia adalah seorang abdi Allah. Dia harus mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan perintah Allah. Jika seorang pemimpin memiliki sikap hati semacam ini, maka dia tidak akan melangkah menuju kerusakan karakter dan tidak akan memandang dirinya sebagai orang yang paling penting. Dia akan selalu mengingat bahwa dia adalah seorang abdi Allah.

Hal yang sama terjadi di dalam gereja. Kekuasaan mampu merusak watak manusia. Ketika semakin banyak orang datang ke gereja, mereka lalu mendengarkan khotbah kita dan belajar Alkitab. Saat mengalami kesukaran dalam memahami sesuatu hal, mereka lalu meminta nasihat kita. Pada saat seperti itu, apakah kita akan menjadi sombong dan mengangkat diri setinggi langit? Apakah rasa percaya diri kita akan menjadi berlebihan juga? Dengan berjalannya waktu, apakah cara pengambilan keputusan kita juga menjadi semakin otoriter dan kita tidak mau lagi mendengarkan pendapat orang lain? Hal semacam inilah yang terjadi para hamba Tuhan.

Bagaimana cara kita memimpin jemaat? Apakah kita memimpin sesuai dengan perintah dan kehendak Allah? Atau, apakah kita memimpin mengikuti pertimbangan kita sendiri? Apakah dasar penilaian kita mengenai kerohanian seseorang itu dilandasi kehendak Allah atau kehendak kita sendiri? Apakah kita menghormati yang satu, lalu meremehkan yang lain? Saat kita selalu ingat sadar bahwa kita hanyalah para abdi Allah, maka kita tidak akan berani menyakiti atau melukai orang yang kita layani.

Demikianlah, Yosua mewarisi posisi pimpinan dari Musa. Dia meneladani semua teladan Musa serta menaati semua perintah Musa dan memelihara semua perintah Allah. Dia sadar bahwa dia hanya seorang hamba Allah. Oleh karena sikap hatinya ini, Allah juga berkenan menggenapi janji-Nya kepada Yosua, yakni menyertai dia sama seperti Allah sudah menyertai Musa. Kita dapat melihat bagaimana Musa mengalami realitas Allah, dan Yosua juga mendapatkan pengalaman yang sejajar di masa selanjutnya. Misalnya di Yosua pasal 3, Yosua mencatat bagaimana bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan. Mari kita lihat ayat 14-17

14Ketika bangsa itu berangkat dari tempat perkemahan mereka untuk menyeberangi sungai Yordan, para imam pengangkat tabut perjanjian itu berjalan di depan bangsa itu. 15Segera sesudah para pengangkat tabut itu sampai ke sungai Yordan, dan para imam pengangkat tabut itu mencelupkan kakinya ke dalam air di tepi sungai itu  —  sungai Yordan itu sebak sampai meluap sepanjang tepinya selama musim menuai  — 16maka berhentilah air itu mengalir. Air yang turun dari hulu melonjak menjadi bendungan, jauh sekali, di dekat Adam, kota yang terletak di sebelah Sartan, sedang air yang turun ke Laut Araba itu, yakni Laut Asin, terputus sama sekali. Lalu menyeberanglah bangsa itu, di tentangan Yerikho. 17Tetapi para imam pengangkat tabut perjanjian Yahweh itu tetap berdiri di tanah yang kering, di tengah-tengah sungai Yordan, sedang seluruh bangsa Israel menyeberang di tanah yang kering, sampai seluruh bangsa itu selesai menyeberangi sungai Yordan.

Di sini kita melihat bahwa Allah membuat mukjizat, menyibakkan sungai Yordan supaya bangsa Israel bisa berjalan kaki menyeberanginya. Kejadian ini mengingatkan kita pada peristiwa bagaimana di awal perjalanan Israel meninggalkan Mesir, Allah membelah laut Merah untuk memberi jalan bagi bangsa Israel menyeberanginya. Yosua sendiri juga membandingkan kedua peristiwa itu. Mari kita lanjutkan dengan membaca Yosua 4:23-24

23“Sebab YAHWEH, Allahmu, telah mengeringkan di depan kamu air sungai Yordan, sampai kamu dapat menyeberang seperti yang telah dilakukan YAHWEH, Allahmu, dengan Laut Teberau, yang telah dikeringkan-Nya di depan kita, sampai kita dapat menyeberang, 24supaya semua bangsa di bumi tahu, bahwa kuat tangan YAHWEH, dan supaya mereka selalu takut kepada YAHWEH, Allahmu.”

Demikianlah, Allah dulu membuat mukjizat melalui Musa – memisahkan laut Merah. Sekarang Allah juga membuat mukjizat melalui Yosua – memisahkan sungai Yordan. Karena Yosua mengikuti teladan Musa dan menaati perintah Allah, jadi Allah juga memakai Yosua secara luar biasa, sama seperti ketika Dia memakai Musa. Ini adalah satu penghiburang yang besar bagi kita!

Bagaimana cara kita memahami Alkitab? Kita mungkin berpikir – Allah hanya memakai orang-orang seperti Musa dan Yosua saja? Hanya orang-orang seperti mereka saja yang bisa menjadi saluran mukjizat, sedangkan orang-orang di zaman kita sudah tidak bisa lagi. Jika sikap hati kita seperti ini, itu berarti kita belum benar-benar percaya kepada Allah. Allah adalah Allah yang kekal, Dia bisa membuat mukjizat di zaman dulu, tentu saja Dia bisa juga membuat mukjizat di zaman sekarang. Tidak ada yang terlalu sulit bagi-Nya. Kita bisa bergantung kepada Allah untuk mengatasi segala macam kesukaran. Sekalipun kita bukan siapa-siapa, Allah juga bisa memakai kita untuk melakukan hal-hal yang besar, menjadikan kita pemenang dalam dunia ini, memimpin banyak orang untuk mengenal Allah. Persoalannya adalah apakah kita mengikuti teladan dari kehidupan Musa? Apakah kita bersedia untuk melakukannya seperti cara Yosua melakukannya? Yosua mengerjakan segala sesuatu tepat seperti yang diperintahkan dan mengikuti dengan tepat teladan Musa. Itulah kuncinya.


Kala Yosua tidak meminta Petunjuk dari Allah

Yosua pasal 9 mencatat sebuah kesalahan dari Yosua. Dia dikelabui oleh penduduk wilayah Gibeon. Kisahnya seperti ini: Yosua sudah berhasil merebut kota Yerikho dan Ai. Ketika penduduk Gibeon mendengar kemenangan Yosua, mereka takut kalau-kalau mereka juga akan menghadapi ancaman yang sama, yakni mengalami kemusnahan. Mereka ingin membuat perjanjian damai, tetapi mereka khawatir kalau-kalau bangsa Israel menolak usulan mereka karena perintah dari Allah adalah untuk memusnahkan semua penduduk tanah Kanaan. Lalu penduduk kota Gibeon merekayasa satu rencana yang cerdik. Mereka mengirim utusan kepada bangsa Israel. Semua utusan dengan sengaja mengenakan pakaian yang sudah usang, termasuk sepatu dan semua peralatan mereka, bahkan roti yang mereka bawa juga sudah kering serta berjamur. Jadi mereka memberikan kesan bahwa mereka adalah utusan dari negeri yang jauh.

Ketika sampai di perkemahan bangsa Israel, mereka bertemu dengan Yosua. Mereka lalu meminta perjanjian perdamaian. Lalu orang-orang Israel bertanya, “Bagaimana kami bisa memastikan bahwa kalian bukan penduduk tanah Kanaan?” Mereka menjawab, “Kami memang datang dari negeri yang jauh. Rakyat kami sudah mendengar akan perjalanan bangsa kalian, dan mereka mengutus kami untuk membuat perjanjian damai dengan kalian. Lihatlah, roti ini masih hangat ketika kami mulai berangkat; sekarang roti ini sudah kering dan berjamur. Kantong anggur yang kami bawa juga masih dalam keadaan baru ketika kami mulai berangkat; sekarang sudah lapuk dan terkoyak; pakaian dan kasut yang kami kenakan juga sudah rusak karena jauhnya jarak perjalanan kami.”

Ketika bangsa Israel memeriksa keadaan para utusan ini, didapati bahwa ucapan mereka sesuai dengan bukti-bukti yang diperlihatkan, jadi bangsa Israel menerima hadiah yang dari mereka serta membuat perjanjian damai dengan mereka. Alkitab mencatat bahwa bangsa Israel tidak memohon petunjuk dari Yahweh. Setelah membuat perjanjian damai itu, bangsa Israel melanjutkan penyerbuan mereka. Setelah tiga hari bergerak maju, mereka tiba di kota-kota para utusan itu. Bangsa Israel baru menyadari pada waktu itu bahwa para utusan ini adalah utusan dari beberapa kota di wilayah Gibeon yang adalah bagian dari tanah Kanaan. Akan tetapi, karena para pemimpin mereka sudah mengangkat sumpah perjanjian demi nama Allah, maka bangsa Israel tidak bisa memerangi mereka. Rakyat Israel menggerutu kepada para pemimpin mereka. Akan tetapi, para pemimpin tidak bisa berbuat apa-apa karena harus tetap berpegang pada isi perjanjian mereka. Akhirnya, Yosua hanya bisa menjadikan penduduk wilayah Gibeon sebagai budak bagi bangsa Israel.


Jangan Mengandalkan Indera kita untuk Melayani Allah

Tentu saja peristiwa ini terjadi karena kekeliruan Yosua. Mengapa Yosua mengambil keputusan yang keliru dalam perkara ini? Karena kali ini Yosua membuat penilaian berdasarkan kehendaknya sendiri dan tidak memohon petunjuk dari Allah. Jika dilihat secara jasmani, keadaan para utusan itu memang terlihat sudah melakukan perjalanan jauh. Mereka memang menunjukkan penampilan yang meyakinkan sebagai orang-orang yang datang dari negeri yang jauh, terasa mustahil menyimpulkan bahwa mereka berasal dari wilayah tanah Kanaan. Jadi, ada pelajaran penting yang perlu kita tarik dari sini: dalam menjalankan pelayanan bagi Allah, sangatlah penting bagi kita untuk selalu memohon petunjuk dari-Nya. Manusia mudah percaya pada panca inderanya. Akan tetapi, apakah panca indera kita mampu melihat hal yang sebenarnya? Apakah pandangan mata kita layak diandalkan? Panca indera manusia sangat mudah dikelabui, seorang penyulap bisa mengelabui mata dengan mudah. Apalagi jika kita tambahkan unsur niat dan kemampuan manusia untuk mengelabui manusia lainnya, hal yang sudah ditunjukkan oleh para utusan dari Gibeon ini. Secara lahiriah, mereka memang terlihat seperti orang dari negeri jauh. Kita tidak bisa melihat isi hati orang lain. Alkitab menjelaskan bahwa hati manusia sangatlah licik melebihi segalanya. Di luar kelicikan hati kita sendiri, kita juga sedang berperang melawan kuasa-kuasa roh. Siapa musuh kita? Musuh kita adalah iblis yang merupakan makhluk paling licik. Dia berada di alam roh, kuasanya jauh lebih besar daripada kuasa kita. Tidaklah mungkin untuk kita menilai hanya dengan mengandalkan panca indera kita. Jika kita mengandalkan mata kita, maka kita sudah pasti akan kalah dalam peperangan rohani yang sengit ini.

Jadi, sangatlah penting bagi kita untuk tidak mengandalkan panca indera saat sedang melayani Allah, jangan menghakimi dengan mengandalkan penilaian pribadi. Dalam segala keputusan yang kita buat, kita perlu memohon petunjuk dari Allah dan bergantung penuh pada Dia. Tentu saja, dalam kasus ini, Yosua sudah membuat keputusan yang salah. Akan tetapi Allah tidak menghukum dia. Allah juga memaklumi kelemahannya. Di luar masalah ini, Yosua mengerjakan segala sesuatunya persis seperti yang diperintahkan oleh Allah, dan melakukannya tanpa cela.


Kata-Kata Terakhir kepada Israel Sebelum dia Meninggal

Pasal 23 dan 24 kitab Yosua mencatat hal yang diperintahkan oleh Yosua kepada bangsa Israel sebelum dia meninggal. Dalam kedua pasal ini, Yosua mendesak bangsa Israel agar selalu taat dan takut akan Yahweh, melayani Yahweh dan memelihara perintah-Nya dengan segenap hati. Sama seperti nasihat yang diberikan oleh Musa sebelum dia meninggal. Demikianlah, Yosua sendiri sudah menjadi tua dan akan meninggal, dia lalu menasihati bangsa Israel dengan isi nasihat yang mirip dengan isi nasihat Musa, gurunya dahulu.

Pasal 23 mencatat apa yang disampaikan oleh Yosua kepada para tua-tua, hakim-hakim dan para panglima bangsa Israel. Yosua juga menunjukkan berkat dan kutuk kepada bangsa Israel. Dia berkata, “Sekarang Allah sudah memberikan tanah perjanjian ini kepadamu. Jika kamu mengasihi Yahweh, melayani Dia dan menaati segenap perintah-Nya di tanah ini, maka Dia akan terus memberkatimu. Namun, jika kamu melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang Kanaan, meninggalkan Allah, maka Allah tidak akan menjauhkan orang-orang Kanan darimu, mereka akan kembali dan menindas kamu atau bahkan membinasakanmu di tanah perjanjian ini.” Semua nasihat Yosua ini serupa dengan isi nasihat Musa sebelum kematiannya. Demikianlah, kita bisa melihat bahwa Yosua juga memiliki pola pikir seperti Musa, seorang manusia Allah.

Mari kita lihat Yosua 23:6

6Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri,

Kita sudah hapal dengan isi ayat semacam ini. Perintah ini juga disampaikan oleh Allah kepada Yosua di Yosua 1:7,

“Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi.”

Hal ini juga disampaikan oleh Musa, yakni guru Yosua sendiri, kepadanya.

Kita bisa melihat bahwa ini adalah gambaran dari paruh kedua dalam kehidupan Yosua. Dia menjadi sangat kuat dan berani, mengerjakan hal-hal yang telah diperintahkan oleh Musa, sang abdi Allah, tanpa menyimpang ke kanan atau pun ke kiri. Hal itu membuat Allah berkenan menyertai dia. Ke manapun dia pergi, dia mendapatkan kesuksesan. Yosua tidak gagal dalam menjalankan perintah Allah dan Musa, dia berhasil mencapai semua tujuan itu, dan sekarang dia sedang menantikan ajalnya. Lalu dia memberitahu rahasia ini kepada para pemimpin bangsa Israel, “Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke manapun engkau pergi.

Berapa banyak dari antara kita, di saat menjelang ajal, berkata, “Segala firman yang Allah perintahkan kepadaku, juga segala perintah yang diberikan oleh guru rohaniku, sudah kutaati. Sekarang, hendaklah kamu juga melakukan hal yang sesuai dengan segala firman itu, maka Allah akan menyertaimu.”? Jika kita mampu berkata seperti itu, kita akan bisa bertemu dengan Allah dalam damai sejahtera.

Pasal 24 dari kitab Yosua mencatat perintah terakhir dari Yosua kepada bangsa Israel. Kali ini yang dikumpulkan bukan hanya para tua-tua, hakim-hakim mau pun para panglima, segenap rakyat juga ikut dikumpulkan. Yosua kembali menyampaikan firman Allah yang khusus ini kepada bangsa Israel. Mari kita baca 24:14-15

14Oleh sebab itu, takutlah akan YAHWEH dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada Yahweh. 15Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada YAHWEH, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada YAHWEH!”

Di sini Yosua memberikan pilihan kepada bangsa Israel, Allah mana yang akan mereka sembah. Dalam bagian nasihat inilah ada satu ucapan Yosua yang menjadi terkenal, “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada YAHWEH.” Yosua beribadah kepada Allah, melayani Allah di segenap hidupnya, tanpa menyimpang ke kiri atau pun ke kanan. Allah juga memuji Yosua secara khusus karena dia telah mengikut Allah dengan segenap hatinya. Masalah utama bangsa Israel adalah hati mereka yang cenderung mendua, tidak pernah teguh mengikuti Allah, dan ini adalah suatu hal yang lazim terjadi di generasi zaman sekarang.  Kita memang seharusnya percaya, tetapi kita merasa tidak boleh menjadi terlalu taat. Beribadah ke gereja untuk mendengarkan firman Allah atau mempelajari Alkitab adalah hal yang baik, karena akan membantu menaikkan standar moral kita. Akan tetapi menjalani hidup dengan sepenuhnya mengikuti firman Allah? Hal ini lalu dipandang terlalu ekstrim. Bagaimana mungkin hal itu bisa dijalankan? Sekarang ini zaman apa? Jalani kehidupan dengan wajar saja. Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan uang dan pekerjaan dengan cara bergantung kepada Allah? Demikianlah, kita mempercayai Allah hanya di tingkat pikiran kita, tetapi tetap mengikuti kebiasaan dunia dalam menjalankan kehidupan kita. Hal ini membuat kita merasa bisa tetap mendapakan yang terbaik dari kedua sisi tersebut, serta tetap menjadi popular di tengah masyarakat.

Kita melanjutkan membaca isi Kitab Yosua pasal 24. Rakyat Israel menjawab bahwa mereka akan melayani Yahweh dengan segenap hati. Namun apa tanggapan Yosua? Mari kita baca 24:19-27

19Tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu: “Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada Yahweh, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu. 20Apabila kamu meninggalkan Yahweh dan beribadah kepada allah asing, maka Ia akan berbalik dari padamu dan melakukan yang tidak baik kepada kamu serta membinasakan kamu, setelah Ia melakukan yang baik kepada kamu dahulu.” 21Tetapi bangsa itu berkata kepada Yosua: “Tidak, hanya kepada Yahweh saja kami akan beribadah.” 22Kemudian berkatalah Yosua kepada bangsa itu: “Kamulah saksi terhadap kamu sendiri, bahwa kamu telah memilih Yahweh untuk beribadah kepada-Nya.” Jawab mereka: “Kamilah saksi!” 23Ia berkata: “Maka sekarang, jauhkanlah allah asing yang ada di tengah-tengah kamu dan condongkanlah hatimu kepada Yahweh, Allah Israel.” 24Lalu jawab bangsa itu kepada Yosua: “Kepada Yahweh, Allah kita, kami akan beribadah, dan firman-Nya akan kami dengarkan.” 25Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu dan membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka di Sikhem. 26Yosua menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah, lalu ia mengambil batu yang besar dan mendirikannya di sana, di bawah pohon besar, di tempat kudus Yahweh. 27Kata Yosua kepada seluruh bangsa itu: “Sesungguhnya batu inilah akan menjadi saksi terhadap kita, sebab telah didengarnya segala firman Yahweh yang diucapkan-Nya kepada kita. Sebab itu batu ini akan menjadi saksi terhadap kamu, supaya kamu jangan menyangkal Allahmu.”

Di sini kita bisa memahami pikiran Yosua. Dia sudah tahu masalah utama bangsa Israel, yakni mendua hati, tak pernah berserah sepenuhnya kepada Allah. Mungkin dia sudah bisa melihat seperti apa masa depan bangsa ini, di mana mereka memang akan meninggalkan Allah sampai kemudian pada akhirnya kehilangan tanah perjanjian itu. Akan tetapi, saat itu Yosua sudah menjelang ajal akhir hidupnya. Dia hanya bisa berusaha mendorong bangsa itu, untuk terakhir kalinya, agar meneguhkan iman mereka. Dia bahkan membuat semacam perjanjian dengan bangsa Israel dan mengarahkan mereka untuk setia kepada Allah. Abdi Allah yang satu ini benar-benar berusaha sekuat tenaga sampai akhir hayatnya untuk dengan setia melaksanakan amanat yang sudah Yahweh berikan untuk untuk melayani bangsa Israel.

 

Berikan Komentar Anda: