Ev. Xin Lan | Musa (8) |

Hari ini, tokoh Alkitab yang akan kita bahas masih Musa. Kita masih akan mempelajari kualitas kepribadiannya. Masih adakah kualitas lain dalam hidup Musa yang berbeda daripada orang lain dan perlu kita pelajari? Mari kita lihat Bilangan 12:3.

Sementara itu, Musa adalah seorang yang sangat lembut hati. Hatinya lebih lembut daripada semua orang di muka bumi ini.

Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa Alkitab menyebut bahwa Musa sangat lembut hatinya, lebih daripada setiap manusia yang di atas muka bumi. Apakah makna dari hati yang ‘lembut’ ini? Artinya adalah rendah hati dan lemah lembut. Alkitab mengatakan bahwa Musa merupakan orang yang paling rendah hati dan lemah lembut di muka bumi.

Saya rasa, bahkan di mata orang dunia, kelemah-lembutan dan kerendahan hati juga menjadi hal yang terpuji. Akan tetapi, jika kita tanyakan apa arti lemah lembut dan rendah hati? Mungkin setiap orang memiliki jawaban yang berbeda. Ada yang memandang bahwa sikap seperti ini lemah lembut, dan ada yang memandang bahwa sikap seperti itu yang disebut sebagai lemah lembut. Singkatnya, setiap orang memiliki pemahamannya masing-masing tentang makna ‘lemah lembut’ ini. Akan tetapi, pemahaman kita sendiri tidaklah penting, karena yang penting adalah makna kedua ungkapan tersebut menurut Allah. Inilah pokok yang paling perlu kita pahami.

Apakah arti dari kelemahlembutan dan kerendahan hati? Alkitab memberi kita satu teladan, yakni Musa. Jadi kita perlu pelajari mengapa Alkitab memuji Musa sebagai orang yang lemah lembut dan rendah hati. Dalam hal apa Musa menunjukkan sikap rendah hati dan lemah lembut? Orang macam apakah yang layak disebut lemah lembut dan rendah hati?

Sebenarnya, di Bilangan 12:3, ketika Alkitab memuji Musa sebagai orang yang paling rendah hati dan lemah lembut, bagian sebelum dan sesudahnya merupakan catatan tentang peristiwa yang menimpa Musa. Pada saat dia berhadapan dengan kejadian itulah Alkitab memuji Musa sebagai orang yang paling lemah lembut dan rendah hati. Jadi kita perlu mempelajarai kejadian tersebut serta sikap Musa ketika menghadapi peristiwa itu supaya kita bisa mendapat pemahaman tentang makna lemah lembut dan rendah hati. Mari kita lihat Bilangan 12:1-16

1  Miryam dan Harun berbicara menentang Musa. Mereka mengkritiknya karena ia menikah dengan perempuan Kush.
2  Mereka berkata, “Apakah YAHWEH hanya berbicara melalui Musa saja? Bukankah Dia juga telah berbicara melalui kita?” Dan, YAHWEH mendengar hal itu.
3  Sementara itu, Musa adalah seorang yang sangat lembut hati. Hatinya lebih lembut daripada semua orang di muka bumi ini.
4  Tiba-tiba, YAHWEH datang dan berkata kepada Musa, Harun, dan Miryam, “Kalian bertiga, datanglah ke Kemah Pertemuan sekarang!” Maka, ketiganya pun pergi ke Kemah Pertemuan.
5  Lalu, YAHWEH turun dalam tiang awan dan berdiri di pintu masuk Kemah. Ia memanggil Harun dan Miryam. Setelah keduanya menghadap,
6  YAHWEH berkata, “Dengarkanlah perkataan-Ku! Jika ada seorang nabi di antaramu, Aku, YAHWEH, akan menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan. Aku akan berbicara kepadanya melalui mimpi.
7  Akan tetapi, Musa tidak seperti itu. Ia adalah hamba yang setia di rumah-Ku.
8  Aku berbicara kepadanya dengan berhadapan muka, jelas, dan tidak menggunakan maksud yang tersembunyi. Ia melihat rupa YAHWEH. Sebab itu, mengapa kalian berani menentang hamba-Ku Musa?”
9  YAHWEH sangat marah kepada mereka dan Dia meninggalkan mereka.
10  Ketika tiang awan meninggalkan Kemah Pertemuan, kulit Miryam menjadi putih seperti salju. Ia terkena kusta. Saat Harun menoleh kepadanya, ia melihat Miryam terkena kusta.
11  Lalu, Harun berkata kepada Musa, “Tuanku, aku mohon kepadamu, jangan timpakan dosa ini ke atas kami. Karena kebodohan kamilah kami melakukan dosa itu.
12  Janganlah biarkan Miryam menjadi seperti seorang bayi yang mati saat dilahirkan, yang sebagian dagingnya sudah membusuk saat keluar dari rahim ibunya.”
13  Maka, Musa pun berdoa kepada YAHWEH, “Ya Allah, sembuhkanlah dia dari penyakitnya!”
14  YAHWEH menjawab Musa, “Seandainya ayah Miryam meludahi wajah Miryam, bukankah Miryam harus menanggung malu selama tujuh hari? Jadi, biarlah ia dikeluarkan dari perkemahan selama tujuh hari. Sesudah itu, ia dapat kembali ke dalam perkemahan.”
15  Maka, Miryam diasingkan di luar perkemahan selama tujuh hari. Dan, umat Israel tidak berangkat sebelum Miryam kembali.
16  Sesudah itu, umat Israel meninggalkan Hazerot dan berkemah di padang belantara Paran.

Hal apa yang bisa kita amati dari sini? Miryam dan Harun adalah kakak kandung Musa. Bukan hanya itu, mereka juga rekan sekerja Musa. Kita bisa melihat Mikha 6:4.

Sesungguhnya, Akulah yang maju dan menuntun engkau keluar dari tanah Mesir, dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan. Aku membebaskanmu dari perbudakan, dan telah mengutus Musa, Harun, dan Miryam kepadamu.

Jadi kita bisa melihat bahwa Allah telah memilih Musa, Harun dan Miryam, ketiga orang ini bersama-sama memimpin bangsa Israel. Tentu saja, Musa ditunjuk menjadi pimpinan, Harun dan Miryam membantu Musa menjalankan tugas. Peran mereka adalah sebagai asisten dan rekan sekerja bagi Musa. Akan tetapi, di Bilangan pasal 12 ini, Miryam dan Harun berbicara menentang Musa. Mengapa mereka bangkit menentang Musa? Karena Musa menikahi perempuan Etiopia. Jelas Miryan dan Harun tidak puas dengan kenyataan ini.

Bagaimana cara mereka menentang Musa? Mereka berkata, “Apakah YAHWEH hanya berbicara melalui Musa saja? Bukankah Dia juga telah berbicara melalui kita?” Hal apa yang perlu kita perhatikan dari ucapan mereka? Miryam dan Harun tidak menentang Allah. Namun, mereka menentang Musa dengan menggunakan nama Allah. Apa makna ucapan mereka? Artinya adalah Yahweh tidak hanya berbicara kepada Musa, tetapi juga kepada mereka. Jadi, pertama, kami tidak perlu mendengarkan ucapanmu karena Allah juga berbicara kepada kami dan kami bisa mendengarkan suara Allah secara langsung. Jadi, untuk apa mendengarkan suaramu? Mengapa harus kamu yang menjadi pemimpin? Kedua, kami berhak untuk berbeda pendapat denganmu karena Allah juga berfirman kepada kami. Kami mendapatkan firman yang berbeda, tidak seperti yang kamu dapatkan. Kami tidak setuju dengan ucapanmu.

Jika anda perhatikan dengan cermat perselisihan yang sering terjadi dalam berbagai gereja, ketika sesama saudara seiman saling menyerang atau bahkan menyerang hamba Allah, mereka biasanya bersikap seperti Miryam dan Harun terhadap Musa. Mereka saling serang dengan memakai nama Allah. Tak ada yang berani menyalahkan Allah secara terbuka, tetapi mereka berani menyerang sesama saudara seiman dan bahkan para hamba Allah. Alkitab mengatakan bahwa Miryam dan Harun “mengatai” hamba Allah, Musa.

“Mengatai” adalah ungkapan yang cukup keras. Dalam lingkungan masyarakat Tionghoa, ungkapan “mengatai” ini berarti memfitnah, menghina, mencemarkan nama baik orang lain. Saya rasa bahkan orang dunia juga tidak mau menjadi tukang fitnah. Semua orang tahu bahwa perilaku seperti ini tidak baik. Akan tetapi, mengapa ada begitu banyak orang yang berperilaku seperti ini? Karena kita menipu diri sendiri dengan beranggapan bahwa kita tidak mengucapkan fitnah atau penghinaan, kita hanya mengungkapkan fakta.

Jangan lupa bahwa Miryam dan Harun adalah rekan sekerja Musa. Mereka juga para hamba Allah. Akan tetapi, mereka melakukan dosa fitnah, menyerang Musa, dan mereka menyerang Musa dengan memakai nama Allah. Bukankah mereka jatuh dalam penipuan pada diri sendiri, melakukan dosa yang berat tanpa menyadarinya? Perhatikan bahwa alasan mereka mengatai Musa adalah karena Musa menikahi perempuan Etiopia. Alkitab tidak memberi keterangan lengkap akan perkara ini. Jadi, kita tidak bisa menelusuri apa yang salah dengan pernikahan Musa ini. Bilangan 12:1 menyebutkan bahwa, “Memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush.” Jadi Alkitab menyatakan bahwa hal itu memang merupakan fakta. Bagaimanapun kejadiannya, Musa telah menikahi seorang perempuan Etiopia. Bisa dikatakan bahwa Miryam dan Harun tidak mengarang cerita, mereka tidak memfitnah, mereka punya alasan untuk mengatai Musa. Akan tetapi, Alkitab menyatakan bahwa tindakan mereka merupakan penentangan terhadap Musa.

Saya sangat mengharapkan agar kita bisa belajar dari kasus ini. Pertama, jangan pernah menjadi orang semacam ini, jangan pernah melakukan dosa yang satu ini, yakni mengatai saudara seiman atau bahkan hamba Allah dengan memakai nama Allah. Selain itu, jika sampai terjadi perselisihan di dalam jemaat, kita perlu belajar untuk memahami siapa anak-anak Allah dan hamba Allah yang sejati. Bagaimana membedakannya? Kita harus belajar untuk mengetahui siapa yang menyerang, dan bagaimana reaksi mereka yang diserang.

Mari kita lihat reaksi dari Musa. Ini merupakan hal yang paling penting, dan juga menjadi pokok utama untuk kita pelajari. Jika anda periksa seluruh isi pasal 12 kitab Bilangan, ternyata Musa sama sekali tidak bereaksi! Bilangan 12:1-2 menyebutkan bahwa Miryam dan Harun mengatai Musa, ayat 3, ayat berikutnya, menyebutkan, “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi.” Dapatkah kita melihat makna di balik uraian itu? Bagaimana kelemah-lembutan dan kerendahan hati Musa diuraikan? Mengapa Musa mendadak menyatakan bahwa Musa adalah orang yang lembut hatinya, dan merupakan orang yang paling lemah lembut di muka bumi? Karena pada saat diserang dan dikata-katai, Musa tidak mengambil tindakan untuk membela dirinya. Dia tidak membalas ucapan mereka, tidak menanggapi. Ini merupakan definisi dari kelemah-lembutan dan kerendahan hati yang diberikan oleh Alkitab. Dia tidak membela kepentingannya dan bahkan tidak berusaha meluruskan perkara yang mereka timbulkan.

Dari catatan di pasal 12 kitab Bilangan ini, terlihat jelas bahwa perilaku Miryam dan Harun menjadi contoh yang bertolak belakang dengan perilaku Musa. Miryam dan Harun berbicara menentang Musa, mereka bertengkar dengan Musa. Mereka tidak ingin Musa menjadi pemimpin mereka lagi. Mereka beralasan bahwa Allah juga berfirman kepada mereka, jadi mereka tidak perlu mendengarkan Musa.

Menyerang, bertengkar dan berselisih merupakan persoalan manusia. Mari kita lihat kehidupan masyarakat. Mulai dari hubungan antar negara, ras, suku bahkan sampai ke tingkat hubungan di dalam keluarga, selalu ada perselisihan dan pertentangan di antara mereka. Jika kita masih memelihara perilaku yang gemar bertengkar dan berselisih, jelaslah bahwa kita tidak memiliki kerendahan hati.

Mungkin ada yang akan berkata, “Saya tidak memiliki kebiasaan untuk bertengkar.” Jangan terlalu cepat menyimpulkan! Mungkin kita tidak punya kebiasaan mengatai orang lain. Akan tetapi, pada waktu kita dihina oleh orang lain, dan kita merasa sangat dipermalukan oleh hinaan tersebut, bagaimana reaksi kita? Jika kita merasa diperlakukan tidak benar, apa yang akan kita lakukan? Pada saat tidak terjadi perselisihan, semua orang terlihat bahagia, damai, dan sopan dalam ucapan serta perbuatan mereka. Namun, ketika kita diganggu atau diperlakukan dengan tidak benar, bagaimana reaksi kita? Pada saat itulah kita bisa tahu apakah kita ini rendah hati atau tidak. Reaksi pertama kita mungkin adalah marah dan niat untuk membalas. Ada satu pepatah dari Tionghoa, “Jika kita dihina, hunuslah pedang dan serang.” Saat kita dihina, kita cenderung bangkit membalas. Kita memiliki kecenderungan untuk memperlakukan orang lain sesuai dengan perlakuan mereka kepada kita. Ini adalah reaksi alamiah kita. Saya bukan orang jahat karena saya tidak punya kebiasaan menginjak orang lain. Namun, jika ada orang lain yang menginjak saya, saya akan membalas kelakuannya. Orang lain perlu tahu bahwa mereka harus menghadapi akibatnya jika berusaha menginjak saya. Setidaknya, saya ingin mendapatkan keadilan.

Akan tetapi, jika kita amati reaksi Musa, kerendahan hatinya bukan hanya terlihat dalam perilaku yang tidak mencari masalah, dia bahkan tidak berusaha membela diri ketika dia ditentang. Inilah kerendahan hati!

Tentu saja, akan ada orang yang tidak bangkit membalas karena mereka tidak cukup kuat untuk melakukannya. Sebagai contoh, ada orang yang berkedudukan tinggi yang menginjak orang lain yang tidak punya kedudukan apa-apa. Mereka yang dianiaya terlalu lemah untuk membalas, jadi mereka terpaksa menelan hinaan yang mereka alami. Akan tetapi, apakah situasi ini berlaku pada diri Musa? Tentu saja tidak. Allah menetapkan Musa sebagai pemimpin bangsa Israel. Miryam dan Harun berada di bawah kewenangannya. Namun, mereka menentang orang yang berkedudukan di atas mereka, mereka bahkan menghina dan memberontak terhadap Musa. Musa memiliki alasan dan kewenangan untuk mengambil tindakan disiplin terhadap mereka. Akan tetapi, Musa tidak mengambil tindakan apa-apa, dia bahkan tidak membalas ucapan mereka. Dia tidak memiliki niat untuk membalas demi kepentingan serta nama baiknya. Dia tidak bertindak meluruskan perkara yang ditimpakan kepada dirinya, dia tidak menggunakan haknya. Seorang yang rendah hati tidak memiliki kecenderungan untuk mempertahankan haknya.

Di 1 Korintus pasal 9, rasul Paulus juga berkata, “Aku juga memiliki hak, tetapi hak itu tidak kugunakan. Aku merelakan hak yang kumiliki.” Inilah kerendahan hati. Apakah kita memiliki kualitas ini? Pertanyaan yang lebih penting adalah: Apakah kita beruaha mengejar kualitas ini? Jika berbicara tentang kualitas hidup yang bagus, semua orang ingin memiliki kualitas hidup yang bagus. Namun, ketika kita masuk ke dalam pelaksanaannya, apakah kita bersedia mengabaikan hak kita? Kerendahan hati bermakna kita tidak mengutamakan hak kita. Akankah kita berkata, “Oh! Tidak boleh begitu”? Masyarakat zaman sekarang adalah masyarakat yang berfokus pada hak asasi manusia. Di mana-mana ada urusan hak asasi manusia yang ditonjolkan. Manusia tidak sekadar enggan melepaskan hak mereka, mereka bahkan aktif berjuang demi hak-hak mereka.

Ada juga orang yang tidak menggunakan pedang atau tindakan fisik lainnya karena memang tidak cukup kuat untuk itu. Mereka hanya memupuk kebencian di dalam hati, kebencian yang berwujud sikap merendahkan atau bahkan sampai mengutuk di dalam hati. Akan tetapi, sikap semacam ini bukanlah sikap Musa. Musa tidak memupuk kebencian di dalam hatinya, dan ini membuat dia mampu memaafkan Miryam. Bilangan 12:9,10 menyebutkan, “Sebab itu bangkitlah murka YAHWEH terhadap mereka, lalu pergilah Ia. Dan ketika awan telah naik dari atas kemah, maka tampaklah Miryam kena kusta, putih seperti salju.” Jika kita berada dalam posisi Musa, mungkin kita akan berkata, “Kamu layak mendapatkan penyakit itu. Allah sudah bertindak untuk saya. Allah sudah meluruskan perkara ini untuk saya.” Akan tetapi, reaksi Musa justru berbeda. Di dalam Bilangan 12:13 disebutkan, “Lalu berserulah Musa kepada YAHWEH: ‘Ya Allah, sembuhkanlah kiranya dia.’” Alkitab memakai kata ‘berseru’. Makna kata ini adalah memohon dengan segenap hati. Musa memohon dengan setulus hati kepada Allah agar Miryam disembuhkan. Jika hati Musa berisi kebencian terhadap Miryam, bagaimana mungkin dia bisa memohon kepada Allah demi kepentingan Miryam?

Jadi, dari catatan di dalam Bilangan 12, mengenai reaksi dari Musa, kita bisa melihat apa makna yang sesungguhnya dari kerendahan hati. Tak heran jika Alkitab menyatakan bahwa Musa adalah orang yang paling lemah lembut di muka bumi. Ada berapa orang yang memiliki kualitas ini?

Sebenarnya, Allah ingin agar setiap orang Kristen memiliki kualitas kerendahan hati seperti ini. Di Matius 5:5 dari Perjanjian Baru, Yesus menyampaikan di dalam khotbahnya di atas bukit,

Diberkatilah orang yang lembut hatinya sebab mereka akan mewarisi bumi.

Yesus mengatakan, “Apakah kamu ingin menjadi orang Kristen sejati? Apakah kamu ingin masuk ke dalam kerajaan Allah? Maka kamu harus menjadi orang yang rendah hati dan lemah lembut.”

Sebenarnya, Yesus Kristus Sendiri adalah orang yang rendah hati. Matius 21:5 menyatakan,

“Katakan kepada putri Sion, ‘Lihatlah, Rajamu datang kepadamu, rendah hati, dan menunggang seekor keledai, dengan seekor keledai muda, anak dari keledai beban.

Ini adalah nubuatan yang disampaikan oleh nabi tentang Yesus. Dalam nubuatan itu disebutkan bahwa dia adalah orang yang rendah hati. Di Matius 11:29, Yesus menyebut dirinya,

Pikullah kuk yang Kupasang, dan belajarlah dari-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan kamu akan mendapatkan ketenangan dalam jiwamu.

Dalam hal apa kerendahan hati Yesus ditunjukkan? 1 Petrus 2:23 menyebutkan,

Ketika Ia diejek, Ia tidak membalas dengan ejekan; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi menyerahkan diri-Nya kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil.

Reaksinya sama dengan reaksi Musa. Kita bisa melihat bahwa ajaran di dalam Alkitab sangat konsisten. Seperti inilah jenis orang rendah hati yang dimaksudkan oleh Alkitab.

Alkitab menyebut Yesus dengan istilah anak domba. Setiap orang Kristen sejati harus menjadi anak domba juga. Apakah karakteristik dari anak domba? Kerendahan hati. Anak domba tidak melawan atau membalas. Jika anda menyiksa dan membunuhnya, anak domba hanya diam dan tidak melawan. Hewan buas, seperti serigala dan harimau, walaupun anda tidak berinisiatif mengganggu mereka, mereka tetap datang dan menyerang serta memangsa anda. Jika anda mengganggu hewan buas, anda akan berada dalam masalah besar. Jadi memang benar jika ada pepatah yang mengatakan bahwa kita tidak boleh membangunkan macan yang sedang tidur.

Alkitab menyebutkan bahwa setiap orang Kristen harus menjadi orang yang rendah hati. Di dalam urusan seperti apa kerendahan hati ini akan terlihat? Tentu saja, kualitas ini tidak akan terlihat dalam keadaan tenang tanpa kejadian apapun. Kualitas ini bisa dilihat dalam keadaan seseorang mengalami perlakuan yang tidak adil. Pada saat itulah anda bisa menilai apakah orang tersebut anak Allah atau bukan. Anda mungkin akan melihat reaksi yang mengancam dan siap membalas. Tentu saja, ini adalah reaksi alami dari manusia. Akan tetapi, ini bukanlah reaksi yang layak bagi seorang anak Allah dan juga hamba Allah.

Orang mungkin berkata, “Ini terlalu sukar! Saya bisa saja mengabaikan hak memperjuangkan keuntungan saya. Akan tetapi, jika saya diperlakukan tidak adil tanpa alasan, bagaimana mungkin saya bisa mendiamkan hal itu? Jika saya tidak melawan, lalu di mana letak keadilan?” Anda tidak perlu khawatir. Keadilan ada di tangan Allah, Alkitab sering menyebutkan,

Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (Rom. 12:19)

Mari kita kembali ke Bilangan 2. Musa dihina oleh Miryam dan Harun, tetapi dia tidak membalas hinaan mereka. Lalu Bilangan 12:2 menyebutkan, “Dan kedengaranlah hal itu kepada YAHWEH.” Akibatnya, Allah tampil dan berfirman. Hal yang cukup lucu di sini adalah ketika Miryam dan Harun menentang Musa dan berkata, “Sungguhkah YAHWEH berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” dan kemudian Allah benar-benar berfirman langsung kepada mereka sebagai akibatnya. Di dalam rangkaian ayat-ayat berikutnya, ungkapan “Allah berfirman” atau “firman Allah” muncul sebanyak 6 kali, di ayat 4, 6, 8 dan 14.

Di dalam rangkaian ayat yang singkat itu, ungkapan “firman Yahweh” ini muncul sampai 6 kali. Allah berfirman membela Musa, Dia menegur Miryam dan Harun. Mengapa anak-anak dan hamba-hamba Allah tidak bereaksi membela diri? Karena Allah yang menopang mereka. Mereka tahu bahwa Allah yang akan bertindak bagi mereka. Inilah sebabnya mengapa Allah berulang kali mengingatkan kita melalui firman, “Pembalasan adalah hak-Ku, Aku yang akan bertindak.” Jadi, urusan kita hanya berusaha mengejar kualitas rendah hati. Alkitab menyatakan bahwa orang yang lemah lembut akan mewarisi bumi, orang yang lemah lembut akan masuk ke dalam kerajaan Allah.

Persoalannya adalah, kita cenderung berpikir, “Pembalasan Allah terlalu lama, kita harus menunggu sampai kita sendiri tidak tahu kapan hal itu akan terjadi. Lebih baik saya bertindak sendiri.” Atau bahkan lebih buruk, ketika Allah benar-benar bertindak, apakah kita akan berpola pikir seperti Musa atau seperti Miryam? Mungkin justru kita yang akan mendapatkan hukuman dari Allah. Dan hukuman dari Allah akan sangat mengerikan.

 

Berikan Komentar Anda: