Pendeta Eric Chang |

Di dalam workshop tentang pemuridan ini, saya ingin membahas rintangan yang menghambat langkah pemuridan kita. Ketika pertama kali mengajarkan tentang pemuridan di Liverpool – Inggris, saya menemukan bahwa bekal pendidikan dan pelatihan saya di sekolah Alkitab dan Fakultas Divinity ternyata tidak terlalu membantu saya. Saya menemukan saya tidak benar-benar memahami apa yang diajarkan oleh Yesus. Setelah menghabiskan waktu selama enam atau tujuh tahun belajar, ternyata saya tidak tahu persis apa yang diajarkan oleh Yesus. Hal ini sangat merisaukan hati saya. Kita tahu di mana harus menemukan ajaran Yesus di dalam Injil. Masalahnya adalah bagaimana menyatukan semua itu ke dalam sebuah gambaran yang utuh. Lalu saya datang ke hadapan Tuhan dan berkata, “Tuhan, maafkan saya karena setelah sekian tahun mempelajari Firman, saya ternyata tidak tahu apa yang diajarkan sesungguhnya.” Gereja cenderung untuk memusatkan perhatian pada pengajaran Paulus karena merasa pengajarannya lebih sistematis, khususnya di kitab Roma. Namun ketika kita menelaah ajaran Yesus, yang terlihat hanyalah sepotong ajaran di sini dan di sana dan kita tidak tahu bagaimana menyatukannya.

Lalu saya bertekad untuk meluangkan waktu untuk benar-benar memahami apa yang sesungguhnya diajarkan oleh Yesus. Pada awalnya saya ke toko buku untuk mencari buku yang khusus membahas tentang ajaran Yesus. Pikir saya, buku-buku itu pasti akan membantu saya memahami ajaran Yesus secara sistematis dan baik. Namun saya tidak bisa menemukan buku tentang ajaran Yesus secara khusus. Anda bisa menemukan buku-buku tafsiran tentang Injil Matius atau Markus akan tetapi semuanya membahas ayat-ayat yang ada satu persatu. Saya tidak bisa menemukan gambaran yang menyeluruh, gambaran tentang ajaran Yesus secara utuh.

Saya harus memulai dari titik awal. Saya putuskan untuk dengan kerendahan hati mempelajari semua pengajaran Yesus ayat demi ayat dan bagian demi bagian. Saya menyadari selama ini saya sudah ceroboh, ternyata saya tidak tahu apa yang diajarkan oleh Yesus, dan hal itu sangat mengejutkan hati saya. Padahal pada saat itu sudah menggembalai satu sidang jemaat. Setiap minggu, secara berurutan dan sistematis saya mulai membahas dengan mengawali dari Injil Matius. Injil Matius dan Lukas memiliki kedekatan isi antara satu dengan yang lainnya, jadi saya mencoba membandingkan untuk melihat apakah ada suatu struktur ajaran yang bisa diamati, dan ternyata saya perlu waktu yang sangat lama sebelum bisa melihat struktur itu. Dari pembandingan tersebut, saya melihat bahwa memang terdapat satu struktur yang sangat indah tetapi juga sangat sulit untuk bisa diamati karena tersebar dalam berbagai ayat-ayat yang tampaknya berdiri sendiri.


Yesus Mengajarkan Prinsip-Prinsip Rohani

Saya menemukan fakta yang mengubah hidup saya. Ternyata apa yang diajarkan oleh Yesus bukanlah sekadar kumpulan petuah yang tersebar di sana-sini, tanpa ada kaitannya satu dengan yang lain. Yesus sedang mengajarkan sekumpulan prinsip rohani. Dengan kata lain, setiap petuah atau kumpulan petuah menyimpan satu prinsip rohani yang vital. Apa yang Yesus kerjakan saat mengajar, khususnya terhadap para muridnya, adalah mengajari mereka tentang prinsip-prinsip kehidupan rohani. Bagaimana cara kita menjalani kehidupan rohani? Bagaimana aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan rohani? Kemudian saya mulai memahami. Keadaannya mirip dengan saat kita belajar tentang prinsip-prinsip ilmu fisika. Anda harus memahami prinsip yang mendasari sesuatu hal sebelum Anda bisa memahami bagaimana pengetahuan fisika itu bisa diterapkan.

Ada seorang kenalan saya yang memiliki seorang anak perempuan berusia sekitar 4 atau 5 tahun, teman ini adalah seorang peneliti di bidang kimia. Ketika saya mendengar bahwa dia mengajari anaknya tentang kimia, seorang pakar kimia tingkat doktor bermaksud mengajari anak kecil tentang kimia, saya merasa prihatin dengan nasib malang yang menimpa gadis kecil itu. Saya bertanya, “Dengan cara apa engkau akan mengajarinya?” ia berkata, “Sangat sederhana. Yang saya lakukan adalah mengajarinya tentang prinsip-prinsip ilmu kimia, prinsip-prinsip dari suatu persamaan atau rumus. Saya sekadar mengajarinya prinsip-prinsip tersebut dengan cara yang mudah untuk ia hafalkan supaya kalau dia besar nanti, semua yang ia butuhkan sudah tersimpan di dalam otaknya. Sekarang ini ia masih belum memahami artinya – baru sekadar menghafal – tetapi jika ia sudah besar nanti, maka ia akan mengerti semua itu. ‘Oh, ternyata pemakaiannya seperti ini. Aku sudah tahu prinsipnya. Sekarang aku bisa memanfaatkannya. Aku bisa memecahkan soal dengan memakai prinsip-prinsip itu.’”

Di dalam setiap bidang ilmu terdapat prinsip-prinsip utamanya dan keahlian Anda di bidang ilmu tersebut bergantung pada pengetahuan Anda atas prinsip-prinsip tersebut dan bagaimana cara kerjanya. Di dalam fisika, Anda memiliki satu prinsip yang sangat terkenal. Setiap orang tahu prinsip dari Einstein yang sangat mendasar, E=mc2. Tentunya mudah untuk mengajari seorang gadis kecil berusia 4 tahun untuk mengucapkan, “E adalah m c kuadrat.” Kalimat yang sangat singkat. Untuk saat ini, dia masih belum memahami artinya, tapi suatu saat nanti, saat ia semakin dewasa, ia akan mulai mengerti. “E” adalah energi, “m” adalah massa dan “c” adalah kecepatan cahaya. Dan ketika Anda kuadratkan angka kecepatan cahaya itu, maka Anda akan mendapatkan pemahaman tentang bagaimana energi berhubungan dengan massa dan kecepatan cahaya. Pada awalnya, saya mengira bahwa tindakannya untuk mengajari anaknya tentang kimia sangat konyol, sangat keterlaluan mengajari seorang gadis kecil tentang rumus-rumus dan prinsip-prinsip kimia. Namun kemudian saya menyadari kebijaksanaannya, karena gadis kecil itu menganggap pelajaran menghafal yang diberikan oleh ayahnya sebagai suatu permainan yang menyenangkan, sekadar mengingat dan mengutip ulang prinsip-prinsip tersebut. Saya kemudian mulai menyadari bahwa apa yang dikerjakan oleh Yesus saat itu adalah mengajari murid-muridnya tentang prinsip-prinsip yang, pada mulanya, tidak dapat mereka pahami, sama seperti gadis kecil ini. Namun seiring dengan pertumbuhan mereka di dalam kehidupan rohani, mereka tiba-tiba menyadari, “Oh, sekarang saya tahu mengapa Yesus mengajari saya prinsip ini. sekarang saya tahu bagaimana menerapkannya.”

Jadi, saya belajar untuk mengikuti pola ini, dengan mencari prinsip-prinsip apa saja yang diberikan oleh Yesus dalam ajarannya dan bagaimana menerapkannya ke dalam kehidupan Kristen. Selanjutnya, Anda akan melihat bahwa setiap prinsip memiliki kuasa dan dinamikanya, dan jika Anda selalu menerapkannya, maka Anda akan melihat bahwa prinsip-prinsip itu berlaku. Sebelumnya, saya tidak pernah diajar dengan cara seperti ini. Jika Anda membaca buku-buku tafsiran, Anda tidak akan mendapatkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip tersebut. Buku-buku tersebut hanya menjelaskan apa arti suatu kata atau kalimat, tapi tidak menjelaskan prinsip apa yang ada di sana.


Contoh dari suatu Prinsip Rohani

Kita lihat sebuah prinsip yang terkenal, yaitu apa yang dikatakan oleh Yesus, “Yang pertama menjadi yang terakhir, yang terakhir menjadi yang pertama.” Tahukah Anda apa artinya? Seperti gadis kecil itu, pada awalnya saya tidak tahu apa artinya. Apa itu pertama terakhir, terakhir pertama? Prinsip apa ini? Pembalikan. Yang terakhir menjadi yang pertama, yang pertama jadi terakhir. Untuk waktu yang lama Anda mungkin tidak akan mengerti bagaimana cara kerja prinsip ini tetapi pada akhirnya, Anda akan memahami arti prinsip ini. Yang lemah dikuatkan, yang kuat dilemahkan. Dan di dalam kelemahanlah kita menjadi kuat. Jika kita bekerja dengan kekuatan kita, berhasrat untuk menjadi nomor satu, maka kita akan menjadi yang terakhir. Kehidupan rohani selalu berlangsung di dalam prinsip pembalikan ini, segala sesuatu dibalik. Jika Anda memahami hal ini, maka Anda tidak akan membuat kesalahan dan berkata, “Aku ingin menjadi yang pertama,” lalu kemudian Anda mendapati bahwa Tuhan ternyata menempatkan Anda menjadi yang terakhir. Tuhan berkata bahwa jika Anda merendahkan diri Anda, menjadi sama dengan anak-anak kecil tersebut, menjadikan diri Anda yang terakhir, maka Ia akan mengangkat dan menjadikan Anda yang pertama. Dengan kata lain, Allah membalik segala sesuatu. Mereka yang sekarang ini demikian kuat akan berada di lapisan yang terbawah. Mereka yang tidak berarti akan ditinggikan-Nya. Ini adalah prinsip rohani. Prinsip ini tidak berlaku dalam kehidupan duniawi.


Prinsip Pemuridan dalam Ajaran Yesus

Itu tadi sekadar contoh. Seiring dengan penelaahan saya akan ajaran Yesus, saya mulai melihat ada banyak pembahasan yang berkaitan dengan pemuridan. Saya tadinya tidak tahu apa maksudnya. Ketika saya mulai mengajar dan membicarakan tentang pemuridan sekitar 40 tahun yang lalu, istilah ini masih sangat jarang digunakan. Sekarang, mulai banyak pembicaraan tentang pemuridan tetapi dengan berbagai macam pemahaman yang berbeda. Kata pemuridan bisa menimbulkan makna yang beragam bagi berbagai orang jika Anda mengeluarkannya dari konteks Alkitab. Yang perlu kita ketahui adalah apa arti pemuridan dalam konteks yang alkitabiah.

Ketika saya mulai berkhotbah tentang hal ini, saya mulai dengan memberitakan tentang pemuridan berdasarkan ucapan Yesus, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak dapat menjadi muridku.” Setelah mulai berkhotbah tentang hal ini, banyak orang yang berkata kepada saya, “Jika Anda berkhotbah tentang hal ini, maka tidak akan ada lagi orang yang datang ke gereja. Tak seorang pun yang mau mendengarkan hal seperti ini. Anda telah membuat pemuridan menjadi hal yang sangat berat sampai-sampai tidak bisa dijangkau oleh orang-orang.” Saya berkata, “Maaf, tetapi saya sama sekali tidak membuat pemuridan menjadi sedemikian berat. Saya hanya mengulangi apa yang dikatakan oleh Yesus dan menjelaskannya dalam terang konteks ajaran Yesus sendiri tentang hal itu.” Namun mereka tetap berkeras, “Aah, ajaran ini terlalu membebani. Sebelumnya kami tidak pernah mendengar ada orang yang berbicara tentang hal memikul salib dan sekarang Anda berkata bahwa tanpa memikul salib kami tidak dapat menjadi muridnya. Kalau begitu, mungkin lebih baik saya tidak menjadi seorang murid. Saya akan menjadi orang percaya saja dan membiarkan mereka yang ingin naik lebih tinggi dalam kehidupan rohani yang menjangkaunya.”

Mereka telah gagal melihat hubungan antara menjadi seorang murid dengan menjadi seorang Kristen. Mereka tidak menyadari bahwa di dalam Perjanjian Baru kedua hal tersebut sama saja. Di Kisah Para Rasul para murid pertama kali disebut sebagai orang Kristen di Antiokia. Kata ‘Kristen’ sebenarnya hanyalah istilah lain dari kata ‘murid’. Murid adalah kata yang dipakai oleh mereka yang berada di dalam persekutuan Kristen, tubuh atau komunitas, akan tetapi oleh orang luar para murid ini disebut sebagai orang Kristen. Makna kata ‘Kristen’ yang sesungguhnya adalah umat milik Kristus, yang melangkah di jalan yang diajarkannya.

Masalahnya adalah jika Anda tidak tahu apa yang diajarkannya, lalu bagaimana Anda akan melangkah di jalannya?  Saya bertekad akan memberitakan ajaran Yesus tak peduli apapun akibatnya, tak peduli seberapa besar penolakan yang harus saya hadapi, tak peduli apakah saya akan dipandang fanatik atau gila atau apapun itu. Satu-satunya hal yang akan saya pastikan adalah semua yang disampaikan adalah benar menurut ajaran Yesus. Dengan kata lain, saya tidak memasukkan pemikiran saya sendiri ke dalam ajaran Yesus. Ajaran Yesuslah yang akan disampaikan, bukan ajaran saya. Namun saya bisa memahami reaksinya. Orang-orang tetap saja berkata, “Terlalu berat. Kekristenan semacam ini tidak sanggup kami laksanakan.” Saya berprinsip untuk memberitakan ajaran Yesus sejujurnya sekalipun orang-orang meninggalkan saya, sekalipun tak ada yang mau mendengarkan, sekalipun gereja menjadi kosong. Mereka berkata, “Wah. Saya tak bisa mencerna ajaran ini. Saya akan mencari gereja yang lain.”

Saya teringat pada seorang saudara yang datang beribadah ke gereja kami, ia seorang profesor fisika di Taiwan. Belakangan ia berkata kepada saya, “Saya ingin membicarakan sesuatu dengan Anda. Saat pertama kali datang ke gereja dan mendengarkan Anda berbicara tentang salib dan pemuridan, saya tidak merasa sanggup untuk melaksanakan hal ini. Saya tidak akan kembali lagi ke gereja ini. Sudah cukup.” Namun pada minggu berikutnya, ternyata ia datang kembali. Ia berkata, “Saya tidak tahu tetapi saya merasa seperti ditarik oleh Roh Allah. Saya pasti kembali lagi minggu depan.” Dan selanjutnya ia mendapat dosis tambahan tentang memikul salib dan pemuridan, dan ia berkata, “Baiklah, cukup sudah. Saya sudah mendapatkan dua gempuran dan saya tidak sanggup lagi untuk menambahnya.” Namun apa yang terjadi? Minggu yang ketiga, ia datang kembali, dan ia terus kembali setiap minggunya, dan hidupnya mengalami perubahan. Hidupnya benar-benar tertantang dan terkena oleh dampak dari pengajaran Yesus.


Ajaran Yesus bertentangan dengan Watak Manusia

Ini adalah lokakarya atau ‘workshop’ tentang pemuridan, berarti kita akan memeriksa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hal menjadi seorang murid. Hal yang pertama adalah ajaran Yesus bertolak belakang dengan watak alami manusia. Manusia duniawi tidak dapat menerimanya. Seperti yang dikatakan oleh Paulus di 1 Korintus 2, perkara yang berasal dari Allah dipandang sebagai kebodohan oleh mereka, mereka tidak dapat menerima Firman Allah karena Firman Allah itu adalah hal yang rohani. Akibatnya seorang manusia yang duniawi akan mendapati dirinya akan berkeras menolak ajaran ini. Apakah Anda merasakan hal yang sama di dalam diri Anda? Saya pernah sangat merasakan hal itu. Bayangkanlah bagaimana rasanya berhadapan dengan keharusan untuk mati, memikul salib dan melewati kesukaran-kesukaran. Seperti yang dikatakan oleh Alkitab bahwa kita memasuki kerajaan hanya dengan jalan melewati berbagai penderitaan. Kita tidak menyukai khotbah tentang penderitaan karena salib berbicara tentang penderitaan dan panggilan untuk menjadi murid adalah panggilan untuk menderita, dan hal itu bertentangan dengan watak alami kita. Ini adalah psikologi yang buruk, tetapi Yesus tidak mengajarkan psikologi. Dia mengajarkan perubahan hidup dan Anda harus menanggalkan cara hidup Anda yang lama untuk bisa masuk ke dalam hidup yang baru. Dan cara hidup yang baru ini ditandai oleh salib.

Jadi begitulah keadaan kita, diberi ajaran untuk memberitakan kepada dunia tentang hal yang sepenuhnya bertentangan dengan watak alami manusia. Banyak orang yang memilih menjadi orang Kristen dengan harapan untuk memperoleh penghiburan batin. Anda menghendaki adanya penopang emosi ketika Anda sedang dalam kesepian atau sedang menghadapi masalah, lalu Anda berpaling kepada Alkitab untuk mencari penopang itu. Namun di dalam Alkitab kita malah harus berhadapan dengan salib. Anda memang akan memperoleh penghiburan. Hal itu memang benar, akan tetapi pertama-tama kita harus menerima salib dulu. Anda akan memperoleh hidup akan tetapi pertama-tama harus menerima salib dulu. Segala sesuatu tersedia bagi kita. Hidup yang berkelimpahan memang tersedia bagi kita akan tetapi Anda harus melewati salib dulu. Kita gemar mengutip Yohanes 10:10 saat Yesus berkata, “Aku datang supaya kamu beroleh kehidupan dan memilikinya secara berkelimpahan.” Akan tetapi Anda tidak bisa mengambil ayat tersebut, janji tersebut, keluar dari konteksnya. Ayat itu berada di dalam konteks pemuridan dan melangkah mengikut Yesus dengan memikul salib kita. Itu sebabnya ada begitu banyak orang Kristen mendapati diri mereka berada dalam kekecewaan ketika menjadi orang Kristen, karena damai sejahtera dan sukacita yang dijanjikan tidak mereka temukan. Lalu, tahukah Anda apa yang selanjutnya terjadi? Banyak dari antara mereka menjadi murtad karena mereka tidak pernah diberitahu bahwa mereka pasti mendapatkan janji itu secara berkelimpahan, tetapi hanya setelah mereka memikul salib dan mengikut Yesus. Itulah persyaratannya. Itu sebabnya hal ini disebut sebagai kasih karunia yang sangat mahal. Ini memang kasih karunia tetapi sangatlah mahal, mahal bagi Allah dan juga bagi kita.

Jadi poin yang pertama yang sangat penting adalah ajaran Yesus itu seperti duri yang menusuk tenggorokan kita. Kata ‘kita’ ini maksudnya adalah kita sebagai manusia yang dikuasai kedagingan. Ajaran Yesus rasanya seperti duri ikan yang menyangkut di tenggorokan Anda. Tersangkut di sana, sangat menyakitkan. Profesor tadi, yang sudah menjadi orang Kristen sejak lama akan tetapi dia belum pernah mendengar ajaran pemuridan ini. Padahal ini adalah ajaran dasar dari Alkitab. Ini berarti Anda bisa saja membaca Alkitab tanpa pernah mengetahui apa yang diajarkan di sana. Sungguh luar biasa, kita punya kecenderungan untuk hanya memilih dan mengambil apa yang kita sukai saja dari Alkitab, dan ini sangat membutakan kita. Kita menginginkan janji yang ini dan yang itu. Anda tentu pernah pergi ke toko buku Kristen, dan saya yakin bahwa Anda tentu pernah melihat buku-buku yang hanya berbicara tentang janji-janji Alkitab, semua janji disajikan di sana. Akan tetapi apakah buku-buku itu menjelaskan persyaratan untuk bisa mendapatkan janji-janji itu? Tidak ada. Jika Anda ingin menulis buku tentang janji-janji di dalam Alkitab, kumpulkanlah semua janji yang tertulis di dalam Alkitab, dan selanjutnya jelaskanlah syarat-syarat apa yang harus dipenuhi untuk bisa menerapkan janji tersebut ke dalam hidup si pembaca. Tidak ada janji yang tanpa syarat. Hal yang sangat penting untuk diketahui adalah persyaratan dari segala sesuatu. Janji adalah hal yang bersyarat. “jika engkau adalah muridku, maka engkau akan dimerdekakan.” Anda akan mendapat kemerdekaan, tetapi hanya berdasarkan pemuridan. Ketika pemuridan dikhotbahkan sekarang, isinya tidak lagi pemuridan yang mengikuti Perjanjian Baru. Isinya telah diencerkan dan segala isi yang keras, umpamanya pengorbanannya, telah dihapuskan. Iman telah disingkirkan.

Saya bertekad menyampaikan pengajaran Yesus seutuhnya kepada jemaat, tidak lebih dan tidak kurang. Hal ini saya lakukan di gereja dan saya melihat kehidupan jemaat mengalami perubahan. Pada awalnya mereka dengan keras menolak ajaran ini, tetapi pada akhirnya, saat mereka menyadari bahwa itu adalah apa yang menjadi ajaran Yesus, mereka mulai berubah. Mereka melihat bahwa kehidupan Kristen yang mereka jalani selama ini tidak ada hasilnya dan mereka mulai menerapkan prinsip untuk pertama-tama mati bersama Kristus, selanjutnya mereka mengalami proses masuk ke dalam kehidupan yang berkelimpahan.

Saya teringat ketika seseorang datang kepada saya dan berkata, “Anda tahu, saya telah mengikuti berbagai acara KKR. Berbagai acara yang diselenggarakan di stadion, dipenuhi oleh begitu banyak orang, dan kemudian ada sangat banyak yang mengambil keputusan saat itu juga. Sejauh yang saya ketahui, hal itu masih bisa dibilang baik. Paling tidak akan ada beberapa orang yang selamat. Namun dari sekian banyak orang yang mengangkat tangannya, menandatangani formulir dan sebagainya, begitu besar jumlah yang kembali ke rumah untuk mendapati bahwa mereka tidak bisa menjalani kehidupan Kristen. Ini bukanlah sekadar persoalan mengangkat tangan atau menandatangani formulir. Mereka tidak diberitahu apa prinsip yang harus dipegang, dan prinsip yang pertama adalah memikul salib. Demikianlah, orang ini datang kepada saya dan berkata, “Anda tahu, saya dijanjikan berbagai macam hal saat menjadi orang Kristen. Saya akan memiliki kasih, sukacita, damai sejahtera dan sebagainya, namun ternyata saya tidak mendapatkan satupun dari itu semua. Jadi saya pikir kehidupan Kristen itu hanya omong kosong saja, dan saya sedang memutuskan untuk berhenti saja menjadi orang Kristen.” Saya berkata, “Jangan terburu-buru. Anda belum diberitahu dengan memakai prinsip apa semua itu bisa menjadi milik Anda.” “Ada prinsip yang harus dijalani?” Lalu saya menjelaskan kepadanya dan ia mulai menyadari bahwa ia memang belum memenuhi segala persyaratan dari janji-janji tersebut sehingga tidak dapat menikmati janji-janji itu. Saudara ini merasa telah ditipu selama ini. Ia merasa, “Mengapa pengkhotbah itu tidak menjelaskan sebelumnya? Kalau sejak awal sudah diberi tahu, saya tentu tidak perlu menabrakkan diri ini ke dinding sampai sempat berpikir untuk menyerah menjadi orang Kristen.” Oleh karena itu, saya bersikap jujur kepada orang non-Kristen. Sejak awal sudah saya sampaikan kepada mereka bahwa menjadi orang Kristen itu melibatkan komitmen yang sangat tinggi. Jika Anda tidak bersedia membayar harga dari komitmen itu, maka Anda akan menjalani kehidupan Kristen tanpa kuasa dan sukacita. Apakah Anda berminat dengan kehidupan semacam itu?

Demikianlah, seperti yang sudah saya katakan, ini merupakan persoalan yang paling mendasar dalam hal menjadi seorang murid. Ajaran Yesus bertolak belakang dengan watak alami manusia dan oleh karena itu perlu terjadi perubahan. Jika Anda memberitakan Injil dengan menghapuskan kebutuhan akan perubahan, sekadar percaya ini dan itu, seolah-olah Injil itu hanyalah persoalan pemahaman doktrin dan kredo dari segi intelektual. Jika Anda melakukan hal itu, maka Anda tidak akan pernah mengalami dinamikanya, kuasa dari kehidupan Kristen.


Keselamatan Bersifat Dinamis

Keselamatan bukanlah hal yang statis di dalam Alkitab. Keselamatan adalah suatu hal yang dinamis. Harus ada perkembangan. Dan kebanyakan orang Kristen tidak pernah mendapat tahu bahwa terdapat tiga tahapan di dalam keselamatan dalam Perjanjian Baru. Tahapan waktu lampau, sekarang dan di depan. Hal ini dapat dilihat cukup dengan melihat tata bahasa di dalam Perjanjian Baru (dalam bahasa Inggris dan Yunani) dan Anda akan melihat keselamatan pada tahapan mana yang sedang dibahas. Secara singkat, saat pertama kali Anda percaya, Alkitab berkata bahwa Anda telah diselamatkan. Anda diselamatkan pada titik itu. Dengan kata lain, Anda telah masuk ke dalam tahapan pertama dari keselamatan. Dan kebanyakan orang ditelantarkan di titik tersebut. Mereka membuat keputusan, mereka membuat komitmen, mereka menanggapi panggilan altar dan mereka membuat komitmen iman. Namun, mereka tidak pernah diberitahu bahwa masih ada dua tahapan lagi di depan. Mereka tidak tahu hal itu. Apakah Anda tahu akan hal itu? Apakah Anda menyadari bahwa Perjanjian baru berbicara tentang keselamatan dalam tiga tahapan? Kita sekarang ini sedang diselamatkan. Saya tidak akan memberikan semua rujukan Alkitab di sini karena waktu yang tersedia sangat singkat, tetapi Anda dapat memeriksanya di dalam konkordansi dengan memakai kata kunci ‘save (selamat)’ atau ‘salvation (keselamatan)’. Dengan memeriksa bentuk katanya, Anda akan menemukan bahwa ada yang menggunakan bentuk lampau, bentuk sekarang dan bentuk masa depan. Ungkapan ‘kita akan diselamatkan’ adalah salah satu pernyataan yang sangat penting.

Apakah Anda telah melalui tahap yang pertama? Tahap pertama adalah tahap Anda membuat komitmen kepada Kristus, pada saat baptisan. Kebanyakan orang Kristen sudah melewatinya. Sangat bagus kita telah melewati tahap yang pertama. Akan tetapi tahapan yang kedua tidak kalah pentingnya – tahapan di mana kita bertumbuh dari kasih karunia ke kasih karunia (from grace to grace). Hal ini jelas berkaitan dengan keselamatan. Jika Anda tidak melalui tahapan yang kedua ini, maka Anda tidak akan pernah sampai pada tahapan yang ketiga. Tahapan yang ketiga tercermin lewat istilah ‘kita akan diselamatkan’. Kita tidak bisa melompat dari tahap pertama langsung ke tahap ketiga. Kita harus melewati semua tahap dalam proses keselamatan dan seluruh proses yang penting inilah yang menjadi pokok utama dalam pemuridan. Demikianlah, kita melihat betapa kelirunya konsep statis tentang iman yang berarti Anda tinggal percaya saja bahwa Anda telah diselamatkan dan Anda hanya perlu menunggu giliran untuk berangkat ke surga.

Sekarang, saat membahas tentang Yesus, yang kita bicarakan mula-mula adalah kelahirannya, kemudian langsung melompat pada kematiannya, seolah-olah tidak ada apa-apa di antara kedua peristiwa tersebut. Ada persoalan mendasar, ada kegagalan dalam memahami adanya pertumbuhan di dalam keselamatan di mana langkah pertama Anda adalah datang kepada Tuhan, akan tetapi dari sana Anda tidak bisa langsung melompat dan mendarat di surga sebagai langkah berikutnya, seolah-olah seluruh kehidupan Anda selanjutnya di bumi ini tidak relevan lagi bagi keselamatan Anda.  Ada pekerjaan yang harus dilakukan sekarang ini. Kita harus menjadi terang dunia. Yesus adalah terang, dan kita menyebarkan terangnya kepada dunia. Kita punya pekerjaan besar yang harus dilakukan sebelum kita sampai pada terminal akhir keselamatan, tahap akhir yang di dalam teologi disebut dengan istilah “pemuliaan”.


Tiga Istilah untuk Menggambarkan Tiga Tahap Keselamatan

Demikianlah, teologi memakai tiga istilah untuk menegaskan ketiga tahap dari keselamatan itu. Apa yang terjadi di tahap pertama? “Pembenaran” adalah tahap yang pertama. Pembenaran adalah titik Anda datang kepada Tuhan dan dosa-dosa Anda diampuni berkat kasih dan juga kasih karunia Allah. Anda disucikan oleh darah Yesus yang berharga. Anda dibenarkan di dalam dia. Itulah tahap pertama dari keselamatan. Tahap yang kedua disebut “pengudusan”. Pengudusan berarti kemajuan dalam kekudusan, dijadikan semakin serupa dengan gambaran Kristus, itulah panggilan bagi kita di dunia ini. Sedang dalam tahap yang manakah Anda sekarang? Dan kemudian tahap yang terakhir adalah “pemuliaan”. Jadi, pembenaran, pengudusan dan pemuliaan adalah istilah-istilah dalam teologi yang menggambarkan ketiga tahap dalam keselamatan. Akan tetapi, hampir tidak ada pembahasan tentang pengudusan sekarang ini. Padahal pengudusan adalah pokok yang sangat penting. Dan tahap akhir adalah apa yang disebut pemuliaan di dalam istilah teologi.


Konsep Iman yang Dinamis

Namun dalam pengajaran sekarang, iman dipandang sebagai sekadar persetujuan akan beberapa pokok. Semacam imam yang statis. Jika saya percaya bahwa hal-hal tersebut adalah benar, maka saya akan diselamatkan. Ini dianggap sebagai iman. Kepercayaan yang semacam ini bukanlah iman, iman bukan sekadar persetujuan terhadap apa yang dikatakan oleh gereja, sekadar percaya bahwa hal yang ini atau yang itu adalah benar. Pengertian iman jauh melebihi ini. Iman berarti kita mengenali Yesus; mengenali Yesus dalam arti memiliki hubungan yang akrab dengannya. Inilah yang menjadi penggerak dari pengudusan. Kasih kepada Yesus menarik kita untuk semakin mendekati dia dan itu sebabnya kita menjadi semakin serupa dengan gambarannya. Kita menjadi semakin serupa dengan Yesus sebagai hasil dari karya Roh Kudus yang mengubah kita di dalam proses pengudusan ini, ini adalah tahap kedua.

Apakah Anda memiliki konsep iman yang dinamis? Apa konsep iman Anda? Apakah iman saya adalah kepercayaan yang membuat saya berani mengikut Yesus sebagai muridnya, berani mengizinkan Roh Kudus untuk masuk ke dalam hidup saya di sini dan di saat ini juga, dan bukannya nanti? Iman yang seperti itu adalah hubungan dengan Allah, akses menuju hadirat-Nya yang telah dibuka oleh Yesus dengan darahnya. Ini adalah pokok yang sangat penting untuk dipahami. Kita harus memiliki iman yang dinamis, dan di sinilah muncul persoalan yang lain. Kita semua telah diajarkan bahwa kita dibenarkan oleh iman akan tetapi tampaknya tak seorangpun yang memberitahu kita apa itu iman, mungkin mereka sendiri sebenarnya memang tidak tahu. Anda akan heran jika mengetahui bahwa satu kata ‘iman’ ini ternyata merupakan kata yang sangat sulit untuk dipahami. Jika Anda pergi ke perpustakaan dan membaca riset-riset tingkat doktoral yang telah ditulis selama ini, Anda akan terkejut jika mengetahui begitu banyak disertasi yang disusun dengan membahas tentang makna iman. Sesungguhnya, saya sendiri dulu menulis tesis yang membahas masalah ini, tentang makna iman karena ini adalah hal yang sangat penting berkaitan dengan keselamatan. Makna iman sesungguhnya adalah dinamis di dalam Perjanjian Baru. Iman berarti suatu hubungan yang hidup dengan Yesus. Suatu hubungan yang hidup yang menghasilkan perubahan dalam kehidupan, seiring dengan kehidupan Anda bersama dia, Anda mengalami perubahan. Anda tidak akan sama seperti sebelumnya.

Amatilah konsep Anda tentang iman. Apakah bagi Anda iman hanya sekadar pengakuan intelektual? Apakah iman bagi Anda adalah kepercayaan dan ketaatan pada Tuhan yang mendorong Anda untuk melangkah maju di dalam kehidupan Kristen, yang memotivasi Anda dengan sangat kuat, membuat Anda tertarik ke arah Yesus dan mengikut dia dengan segenap hati? Itulah iman dalam perwujudannya. Sangatlah sulit menemukan hal seperti itu di gereja. Sangat sedikit. Tidak perlu berbicara tentang gereja-gereja, mari kita lihat diri kita sendiri dulu. Seperti apa iman kita? Seberapa dinamis iman kita? Seberapa efektif iman kita? Seberapa akrab hubungan kita dengan Yesus? Bagaimana kita bisa melangkah bersama dia kalau kita tidak punya hubungan apa-apa dengannya? Semua itu adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang perlu kita pikirkan sedalam-dalamnya sekalipun Anda orang yang sudah lama menjadi Kristen. Anda akan mendapati bahwa iman Anda memiliki kecenderungan bergeser dari hubungan yang hidup dengannya menjadi sekadar pengakuan intelektual. Memang bisa terjadi seperti itu. Hal ini disebut sebagai kemerosotan iman.


Kristen dan Murid Merujuk pada Orang yang Sama

Poin yang kedua adalah cara Injil diberitakan sekarang ini telah menjadikan panggilan pemuridan kehilangan dasarnya. Jika keselamatan dipandang sekadar sebagai proses yang berlangsung satu tahap saja, Anda percaya dan selanjutnya Anda akan masuk ke surga, maka kita tidak punya dasar lagi untuk berbicara tentang pemuridan. Tidak ada lagi hal yang mengaitkan antara pemuridan dengan keselamatan. Saya akan diselamatkan tidak peduli apakah saya ini murid atau pun bukan. Ini jelas suatu penipuan. Anda tidak akan diselamatkan jika Anda tidak menjadi murid karena, seperti yang sudah saya sebutkan, kata ‘Kristen’ hanya sekadar istilah lain dari kata ‘murid’. Keduanya bukan merupakan konsep yang berbeda. Hanya sekadar dua nama berbeda untuk hal yang sama. Masyarakat umum di Antiokia menyebut kumpulan jemaat ini sebagai ‘orang Kristen’. Sedangkan jemaat di masa awal Perjanjian Baru sendiri tidak menyebut diri mereka dengan istilah ‘orang Kristen’. Masyarakat umumlah yang memberi mereka nama ‘orang Kristen’. Jadi kedua istilah ini, Kristen dan murid, bukanlah dua hal yang berbeda, seolah-olah Anda bisa menjadi orang percaya dulu dan kemudian Anda bisa memilih untuk menjadi seorang murid jika Anda mau. Jika Anda tidak mau, maka hal itu tidak menjadi masalah. Anda tetap akan diselamatkan. Dengan ajaran semacam ini, kita tidak memiliki dasar untuk berbicara tentang pemuridan. Anda bahkan tidak perlu memikirkan tentang pemuridan karena sama sekali tidak berkaitan dengan keselamatan. Ini adalah suatu kesalahan yang sangat besar.


Kaitan Menjadi Kristen dengan Memikul Salib

Mari kita coba masuk ke hal-hal yang spesifik. Menjadi seorang Kristen adalah perkara menerima Yesus sebagai Juruselamat kita. Lalu, bagaimana memahami perkara mengikut Yesus? Itulah masalahnya. Persoalan yang lain yang timbul adalah, bagaimana kita menjelaskan hubungan antara salib Kristus dengan salib kita? Di gereja,  kita sering mendengar pengajaran tentang Yesus yang mati bagi kita. Itu memang benar. Akan tetapi kita tidak pernah diberitahu dengan jelas mengapa kita perlu memikul salib padahal Yesus sudah memikul salib dan sudah mati bagi kita. Tentunya tidak ada lagi salib yang perlu kita pikul. Demikianlah, doktrin keselamatan yang diajarkan sekarang telah membuat kabur hubungan antara salib Yesus dan salib kita. Hal ini pernah menjadi persoalan besar buat saya ketika masih belum memahami hal tentang pemuridan. Saya tidak bisa menyatukan keduanya. Bahaya yang timbul adalah kita cenderung menjadikan perkara memikul salib ini sebagai hal yang bersifat pilihan. Dengan menjadikan hal memikul salib sebagai pilihan bukan keharusan, maka kita telah menghancurkan Injil. Kita harus memahami bahwa jika kita tidak memikul salib kita, maka salib Yesus tidak akan tersedia bagi kita. Hal ini memang mengejutkan. “Kamu tidak dapat menjadi muridku.” Kalau kita bukan muridnya, lalu dengan cara apa kita akan diselamatkan? Dengan kata lain, doktrin keselamatan yang telah diajarkan pada kita sekarang tidak menyediakan dasar bagi kita untuk berbicara tentang pemuridan.


Pemuridan dan Individualisme

Satu lagi persoalan yang menghadang kita dalam berbicara tentang pemuridan adalah individualisme.  Anda menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi Anda, hal ini memang benar. Namun jika kita berhenti di sini, maka kita telah melakukan hal yang bertentangan dengan Alkitab. Mengapa? Karena di dalam Alkitab, yang disebut sebagai tubuh Kristus adalah suatu komunitas yang terdiri dari komunitas orang selamat. Di dalam ajaran Yesus, keselamatan menuntut kita untuk menjadi bagian dari tubuh, yaitu gereja, yang terdiri dari para murid. Namun, banyak orang Kristen yang tidak tahu apa relevansi dari tubuh Kristus itu. Pada hari Minggu, orang ke gereja dan menyembah secara pribadi. Malah yang sering terjadi adalah Anda beribadah ke gereja selama bertahun-tahun tetapi tak seorangpun yang mengenali Anda dan Anda juga tidak kenal dengan seorangpun di sana. Hal ini terjadi karena keselamatan telah dipandang sebagai masalah pribadi. Ini urusanku, ini hubungan pribadiku dengan Allah.

Kalau hanya urusan pribadi, lalu mengapa Anda perlu pergi ke gereja? Apa fungsi gereja dalam hal pemuridan ini? Jawabannya mungkin tak ada gunanya. Kalau demikian, saya bisa saja menyembah Allah cukup dengan menyalakan TV. Anda bisa menonton acara ibadah dan penyembahan di televisi setiap hari. Anda bisa mendengarkan pengkhotbahnya dan juga nyanyian-nyanyian pujian di televisi. Anda bisa langsung berpartisipasi dalam ibadah hanya dengan menyalakan televisi. Anda tak perlu bertemu dengan orang Kristen yang lainnya. Anda bisa habiskan kehidupan Kristen Anda cukup dengan bersekutu dengan televisi karena keselamatan adalah persoalan pribadi. Ibadah Anda di gereja menjadi tidak relevan lagi. Saya sering ditanya, “Apa gunanya pergi ke gereja? Kegiatan yang sangat membosankan buat saya. Khotbahnya membuat saya selalu tertidur.”

Mengikut Yesus adalah persoalan berkomunitas. Kita mengikut dia bersama orang lain dan  kita perlu untuk berhubungan antara satu dengan yang lain. Di sinilah ‘kasih’ mengambil peranan. Dalam ajaran Yesus, terdapat penekanan yang konstan terhadap kasih. Kasih bukanlah suatu ide yang abstrak, kasih adalah hubungan di antara para murid, yang bersama-sama mengikut dia.

Mengikut Yesus dan proses menjadi murid itu akan memunculkan sebuah komunitas pengikut Yesus. Tanpa aspek esensi ini, seperti apa gereja itu? Gereja hanya akan menjadi semacam komunitas yang tidak berbeda dengan klub golf atau yang lainnya. Anda hanya menjadi anggota semacam klub. Anda datang di hari Minggu, mendengarkan khotbah, bertegur sapa dengan orang di sana, dan segera pergi. Tidak terbina hubungan antara sesama. Pemuridan bukanlah masalah pribadi. Ada begitu banyak bagian di dalam Perjanjian Baru yang berbicara tentang hubungan di antara para murid, di antara orang-orang percaya, dan hubungan itu sebegitu eratnya sehingga kita membentuk satu tubuh. Namun, apakah Anda melihat adanya tubuh itu? Apakah gereja Anda sebuah tubuh? Sebagian besar jawabannya adalah tidak. Tubuh adalah hasil dari persekutuan dengan Kristus lewat pekerjaan Roh. Jadi gereja yang berdasarkan pengajaran zaman ini sama sekali tidak relevan dengan tubuh itu. Tahukah Anda apa akibat dari itu semua? Jika gereja sudah tidak relevan bagi kita, maka gereja juga menjadi tidak relevan dengan dunia.  Gereja kehilangan perannya di dunia ini.

Budaya individualisme telah menghilangkan peran Gereja. Berbanding dengan di zaman para rasul, gereja sangat berdampak pada masyarakat, memancarkan terang kepada dunia. Namun, pada akhirnya, gereja kehilangan relevansinya. Itulah sebabnya, jika Anda pergi ke Inggris, maka Anda akan melihat begitu banyak gedung gereja yang kosong yang telah berubah menjadi gudang. Jumlah jemaatnya semakin mengecil sampai pada akhirnya hanya tersisa beberapa orang saja, dan mereka tidak sanggup lagi membiayai pemeliharaan gedung itu. Tidak cukup pemasukan, lalu mereka menjual gedung tersebut, dan perusahaan meubel membelinya untuk dijadikan gudang. Kemerosotan sudah terjadi di mana-mana.

Gereja tidak lagi menjadi tubuh yang terdiri dari para murid yang berhubungan sangat erat. Yang kita miliki adalah gereja-gereja mega yang pendetanya tak pernah berhubungan akrab dengan Anda. Ini adalah jenis masalah yang kita hadapi sekarang. Dan situasi ini sudah semakin merasuk di masyarakat belahan timur. Kita memiliki gereja yang semakin besar tanpa kehidupan di dalamnya. Saya pernah mengunjungi gereja besar dengan jemaat 2,000 orang. Saya ingin melihat apa sebabnya orang-orang datang ke sana. Teman saya yang adalah seorang penatua di gereja itu memberitahu saya alasannya. Khotbahnya sendiri tidak ada isinya, dan teman ini mengakui hal itu. Menurut teman saya, banyak orang yang datang ke gereja pada hari Minggu karena sudah merupakan tradisi dan kebiasaan. Mereka akan merasa tidak enak kalau tidak ke gereja. Terasa seperti telah kehilangan sesuatu di hari Minggu itu. Saya kagum melihat sekitar 2000 orang datang dan pergi begitu saja. Mereka duduk di sana, dan setelah itu berlalu begitu saja, tanpa bertegur sapa dengan yang lain karena memang tidak saling kenal.

Bagaimana mengubah semua itu? Bagaimana caranya memiliki gereja yang terdiri dari para murid yang saling mengasihi? Memang ada banyak masalah yang harus kita benahi. Salah satunya berkaitan dengan pengajaran. Perlu diberi penekanan bahwa keselamatan tidak didasari oleh perbuatan. Keselamatan adalah anugerah dari Allah. Keselamatan adalah kasih karunia dari Allah. Namun yang menjadi masalah adalah, kita dengan keliru memandang bahwa semua perbuatan baik itu salah. Tindakan saling mengasihi juga ikut-ikutan menjadi tidak relevan, karena keselamatan itu bukan hasil dari perbuatan maka tindakan saling mengasihi juga termasuk ke dalam kategori perbuatan, bukankah begitu? Dan oleh karena itu maka perintah untuk mengasihi dapat dianggap sebagai suatu hal yang bersifat pilihan, tidak wajib, karena termasuk dalam kategori perbuatan. Karena jika Anda mengasihi orang lain dan saat dia sedang sakit, Anda lalu mengunjunginya, bukankah itu masuk kategori perbuatan? Jika dia tidak bisa pergi ke gereja karena mengalami cedera, dan Anda memboncenginya ke gereja, bukankah itu kasih atau perbuatan baik? Jika keselamatan tidak melibatkan perbuatan baik, maka kasih juga ikut menjadi urusan pilihan. Semuanya itu adalah masalah yang saling berkaitan.

Persoalan besar lainnya yang berkaitan dengan individualisme adalah bahwa AKU ini mendapat prioritas sebagai yang nomor satu, dan prioritas selanjutnya adalah keluargaku. Keluarga dulu, baru yang lain. Gereja masuk ke peringkat kedua, ketiga, atau ke berapapun itu, kalau memang bisa masuk peringkat. Kami, orang-orang Tionghoa, memiliki ikatan kekeluargaan yang sangat kuat dan hal itu bisa menjadi rintangan yang sangat berat dalam pemuridan. Di Lukas 14:26 dikatakan, “Barangsiapa tidak membenci ayahnya, ibunya, saudaranya laki-laki, saudaranya perempuan dan bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridku.” Wah! Ini benar-benar duri ikan yang menusuk di tenggorokan. Maksud saya ajaran semacam ini jelas dipandang sesat oleh orang Timur! Yesus mengajarkan hal yang sesat, kita disuruh membenci ayah dan ibu kita. Kita cenderung tidak mau membaca ayat ini. Lalu Anda mengambil spidol hitam dan menutupi ayat ini. Berpura-pura tidak pernah melihat ayat ini. Dilewati saja. Tentunya Yesus tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu, dan jika memang begitu, mestinya dia tidak bermaksud serius. Saya pernah dimusuhi oleh cukup banyak orang ketika berkhotbah di Taiwan, saat berkhotbah tentang ayat ini. Kelihatannya semua pendengar tidak menyukai keberadaan saya di sana. Saya berkata bahwa bahasa Yunani dan juga Ibrani, kata ‘membenci’ itu memang berarti membenci, dan kita cenderung untuk mengartikannya sebagai kasih dalam tingkatan yang lebih rendah. Kita berusaha lari dari persoalan. Benar, kita memang mengasihi mereka tetapi tidak sebesar kasih kita kepada Allah.


Pemuridan dan Membenci Orang yang Kita Kasihi

Saya pikir sangatlah jelas bahwa orang Yahudi, seperti halnya dengan orang Tionghoa, memiliki ikatan kekeluargaan yang sangat kuat.Yesus tahu bahwa ikatan kekeluargaan akan mencegah Anda menjadi murid 100%. Dan jika Anda bukan murid 100%, maka sama artinya dengan bukan murid Yesus. Jadi ayat ini Yesus tujukan kepada struktur kekeluargaan Yahudi yang sangat kuat ini. Setiap upaya untuk memecahkan ikatan kekeluargaan dengan mengikut Yesus dan bukannya mengikuti keluarga akan menuai reaksi yang keras dari keluarga. Anda akan ditolak dan dibuang dari keluarga. Jadi ayat ini memang ditujukan kepada kita secara khusus. “Aku ingin mengikut engkau, Yesus, tetapi izinkan aku untuk mengubur ayahku dulu.” Dan apa jawaban Yesus? “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Jawaban yang sulit ditelan! Bagaimana mungkin engkau berkata seperti itu, Yesus? Seharusnya engkau tahu, tidak ada yang salah dengan mengikuti upacara penguburan ayahku. Yang benar saja! Tidakkah Alkitab berkata bahwa kita harus menghormati ayah dan ibu kita? Ah, kita semua tahu bagaimana cara mengutip ayat yang satu itu. Ayat tersebut sangat akrab dengan telinga kita. Kita menyukainya. Demikianlah, kita memilih ayat yang kita sukai saja. Namun mengapa Yesus berkata bahwa kita harus membenci ayah dan ibu kita?

Tanpa memahami konteks dari pemuridan, maka ayat ini akan menimbulkan masalah besar. Yang dimaksudkan oleh Yesus adalah, “Tak ada satupun hal yang boleh menjadi penghalang langkahmu dalam mengikut aku, bahkan kasihmu terhadap orang tuamu pun tidak boleh menjadi penghalang itu dan jika mereka menghalangi langkahmu maka mereka sudah menjadi musuhku. Jika engkau mengikut aku, maka engkau akan mengasihiku dan membenci para musuh itu, atau sebaliknya engkau justru mengasihi para musuh itu dan membenci aku.” Sebenarnya, tidak ada yang dibesar-besarkan dalam pernyataan tersebut, karena jika Anda ingin mengikut Yesus tanpa persetujuan dari keluarga Anda, maka mereka akan membenci Anda. Kata benci berarti suatu penolakan. Yesus tidak sedang berbicara tentang masalah perasaan. Ia tidak sedang menyuruh Anda untuk menumbuhkan perasaan benci terhadap orang yang kita kasihi.

Yang Yesus maksudkan adalah, “Kamu harus mengikut aku. Tidak boleh ada satu hal pun yang menghentikanmu. Dan segala sesuatu yang menghalangimu dalam mengikut aku harus kau tolak agar bisa mengikut aku.” Yesus sendiri, di dalam konteks yang lain, mengutip ayat yang sama juga, “Hormatilah ayahmu dan ibumu.” Jadi Yesus tidak sedang berkata bahwa Anda harus menumbuhkan perasaan benci terhadap mereka, melainkan bahwa Anda harus siap untuk menolak mereka jika mereka tidak mengizinkan Anda mengikut Yesus.  Apakah keluarga sedemikian pentingnya sehingga bisa menghentikan langkah Anda dalam mengikut Yesus?


Pemuridan dan Masalah “Role Model”

Sekarang kita masuk ke dalam masalah yang selanjutnya. Persoalan penting di dalam pemuridan melibatkan contoh panutan atau role model. Seseorang yang Anda bisa lihat dan tiru. Ayat di 1 Korintus 11 berkata, “Jadilah pengikutku (imitator, peniru), sama seperti aku menjadi pengikut Kristus.” Banyak orang yang tidak tahu bagaimana caranya menjadi murid karena mereka tidak punya guru. Langkah yang sering mereka ambil adalah pergi ke sekolah Alkitab atau seminari, hanya untuk mendapati bahwa sekolah Alkitab dan seminari tersebut tidak menerapkan pola pemuridan. Anggaplah Anda pergi ke sebuah sekolah Alkitab, lalu Anda bertemu dengan seorang pengajar atau profesor di sana, dan Anda berkata, “Aku akan menjadi muridmu. Aku akan mengikutimu.” Dia akan menjawab, “Tidak bisa. Ini adalah sekolah Alkitab. Tak ada orang yang berbicara tentang pemuridan di sini. Kamu tidak bisa mengikutiku terus. Kamu hanya bisa masuk ke kelas, dan menyimak kuliah di sana.” Ketika Anda tamat, serta mendapatkan gelar dan ijazah, Anda akan mengucapkan selamat tinggal kepada para pengajar di sana. Tidak ada lagi hubungan antara Anda dengan mereka. Berdasarkan sistem pendidikan kita, tidak ada jalan untuk bisa menjadi seorang murid. Anda tidak tahu bagaimana harus memulainya karena tidak ada orang yang bisa diikuti. Ini adalah sebuah persoalan yang besar.

Saya merasa mendapat kesempatan yang sangat istimewa karena pada saat masih baru menjadi Kristen, Tuhan memperkenalkan saya kepada hamba-Nya yang luar biasa. Dan sesungguhnya, saya dimuridkan oleh mereka sekalipun saat itu saya masih belum memahami konsep pemuridan. Saya melihat kualitas kehidupan mereka dan mereka merawat, membangun dan memupuk pertumbuhan saya. Saya sering memberi kesaksian tentang Henry Choi, tentang bagaimana ia memberi contoh kehidupan seorang murid Yesus yang sejati. Ia menempatkan saya di bawah sayapnya. Ia mengajarkan Firman Allah kepada saya secara pribadi. Saya hanya punya waktu enam bulan menjalani pemuridan ini karena ia ditangkap oleh pemerintah Komunis dan dikirim ke kamp kerja paksa, dan tidak pernah terlihat lagi. Akan tetapi masa enam bulan tersebut, bagi saya yang masih baru menjadi Kristen, sangatlah penting bagi pertumbuhan rohani saya. Saya tidak tahu akan menjadi orang Kristen macam apa saya ini kalau tidak bertemu dengan Henry Choi yang dengan penuh kasih melatih saya. Dia akan memberitahu saya, “Kamu akan menghadapi masalah seperti ini. Kalau kamu berhadapan dengan masalah tersebut, lakukanlah hal ini. Sedangkan untuk masalah yang lain lagi, lakukanlah yang itu.” Ia mewariskan kasih yang besar terhadap Firman Allah di dalam diri saya. Ia membangkitkan semangat saya lewat kasihnya terhadap Firman Allah. Saat ia mengajarkan Firman Allah, akan terlihat sukacita yang luar biasa di dalam hatinya. Firman Allah adalah sesuatu yang dia pakai untuk menjalani hidupnya. Dan ia sangat bersemangat saat berbicara tentang pemuridan.

Jadi kita harus memiliki contoh panutan. Adakah orang yang dapat Anda ikuti? Mungkin tidak. Saya mendapat hak istimewa untuk memiliki dua orang guru yang sangat berjasa bagi kehidupan rohani saya. Ketika Henry Choi ditangkap, saya kehilangan guru. Ia telah pergi, dan Tuhan kemudian memberi saya guru yang lain, seorang saudara bernama Yang. Pemuridan bersamanya berjalan selama beberapa bulan. Selama itu, saya tinggal bersamanya. Kami menyewa kamar bersama, sehingga kami bisa meluangkan banyak waktu untuk bersekutu setiap harinya. Di saat ia pergi memberitakan Firman Allah, saya mengikutinya dan ikut mendengarkan khotbahnya, saya juga mengamati caranya menghadapi persoalan, caranya berdoa bagi orang lain dan bagi orang-orang sakit. Kemanapun ia pergi, ia selalu dikerumuni oleh banyak orang. Suatu kesempatan istimewa bagi saya untuk bisa bersamanya selama beberapa bulan. Demikianlah, saya memiliki dua pembimbing.

Menemukan seorang guru mungkin merupakan hal tersulit di dunia ini. Ada berapa orang yang menurut Anda layak untuk diikuti? Apakah Anda kenal seseorang yang menurut Anda berkualitas sangat luar biasa sehingga Anda bersedia untuk mengikutinya? Karena semua itu harus atas dasar kesukarelaan, bukankah begitu? Saya bisa saja berkata, “Baiklah, kalian bertiga ikuti orang ini.” Dan Anda menjawab, “Mengapa saya harus mengikut dia? Kualitas hidupnya sangat buruk. Buat apa saya ikut dia?” Jadi Anda membutuhkan orang yang benar-benar ingin Anda ikuti. Selanjutnya, ia akan mewariskan kualitas hidupnya kepada Anda, dan belakangan Anda sendiri akan menjadi seorang pembentuk murid. Orang lain akan mengikut Anda. Itulah pemuridan. Anda memiliki berlapis-lapis generasi murid. Anda tidak bisa menjadi seorang pengikut seumur hidup. Akan tiba waktunya, Anda harus menjadi seorang guru. Itulah cara pertumbuhan gereja melalui jalan pemuridan. Di dalam gereja kami, kami berusaha menjalankannya, dan pertumbuhannya masih berlanjut. Secara ringkas, Anda memulai dengan mengikut seorang guru supaya pada suatu hari nanti Anda sendiri bisa mewariskan terang itu kepada orang lain pada saat mereka mengikut Anda.

Saya tidak tahu bagaimana memecahkan persoalan mencari guru bagi Anda, karena saya tidak tahu siapa yang bisa Anda ikuti.  Saya pernah baca di buku tentang catatan harian John, seorang penginjil yang menurut saya adalah penginjil dari Tiongkok yang terbesar. John Sung menulis bahwa ia tidak akan berani mengucapkan hal yang sama dengan Paulus, “Jadilah pengikutku, sama seperti aku adalah pengikut Kristus.” John Sung melanjutkan, katanya, “Kualitas kehidupanku tidak cukup baik. Aku sering menyinggung perasaan orang lain. Beberapa kali aku memarahi orang lain, dan sebagainya.” Ia pernah menyuruh seorang penerjemah untuk turun dari panggung karena menurutnya orang itu sangat lambat. Hal ini menimbulkan masalah ketersinggungan yang cukup besar, dan belakangan ia meminta maaf kepada penerjemah itu. Setelah peristiwa itu, ia kemudian meminta maaf kepada orang tersebut, akan tetapi ketersinggungan itu sudah terlanjur terjadi. Banyak orang yang terpengaruh oleh peristiwa itu. Seorang hamba Allah mestinya tidak berbuat seperti itu. Demikianlah, John Sung menulis, “Kualitas hidupku tidak cukup bagus. Aku tidak berani menyuruh orang untuk meniru aku.” Kita tentu tidak menuntut bahwa sang guru haruslah sempurna. Menurut Alkitab, Paulus sendiri berkata, “Bukannya karena aku telah sempurna,” akan tetapi ia masih bisa berkata, “Tirulah aku,” sekalipun ia tidak sempurna karena memang ada suatu kualitas di dalam hidupnya yang jauh melebihi milik kita. Dengan demikian kita tetap bisa meniru dia sekalipun ia tidak mengaku sebagai orang yang sempurna.

Di tengah arus individualisme zaman ini, kita menjadi tidak suka berada di bawah arahan orang lain. Kita ingin menjadi bos atas diri kita sendiri. Kita ingin merdeka. Kita tidak ingin berada terlalu dekat dengan orang lain. Kita tidak mau menempatkan diri ini di bawah seorang guru atau rabi. Jadi, individualisme juga akan menjadi penghalang kita. Namun jika Anda bisa mengatasinya, jika Anda bisa memahami arti kesempatan istimewa untuk dapat bersama-sama dengan seorang hamba Allah, maka Anda akan menyadari betapa dengan cara inilah ajaran Tuhan dijalankan, dengan cara kita mengikuti seorang hamba Allah sampai kita menjadi hamba Allah juga di tingkatan yang sama dan selanjutnya Anda bisa membimbing orang lain di dalam kehidupan rohani. Jika Anda bisa melakukan hal ini dengan kasih karunia Allah, jika hal ini bisa berlangsung di dalam gereja, maka Anda akan dapat menyaksikan semakin banyak raksasa rohani yang muncul di dunia. Jika saya, dengan kasih karunia Allah, bisa mencapai tingkatan Henry Choi atau pun saudara Yang, yang saya lihat sangat jauh di depan saya, maka saya memiliki hal yang bisa dikejar. Saya memiliki gambarannya, contoh panutannya. Saya tahu apa itu pemuridan. Dan ini jauh lebih berharga ketimbang masuk ke sekolah Alkitab dan mengumpulkan banyak pengetahuan, lalu keluar tanpa mengetahui bagaimana menjalani kehidupan Kristen itu.


Penutup

Kita perlu memohon kepada Tuhan agar di satu sisi Tuhan membangkitkan manusia-manusia ilahi dan agar Anda diberi kasih karunia untuk bisa bertemu dengan salah satu di antaranya. Kita senang sekali berkata bahwa kita bukanlah pengikut manusia, kita hanya mengikut Tuhan. Namun jangan berpikir bahwa mengikuti manusia itu tidak alkitabiah dan menurunkan derajat kita. Mencari seseorang yang dapat dijadikan contoh adalah hal yang harus dilakukan. Akan tetapi, pemuridan jauh melebihi hal itu. Pemuridan berarti menempatkan diri ini di bawah kewenangan seorang guru sehingga ia bisa mengungkapkan kelemahan dan persoalan Anda. Ia dapat memberitahu Anda, di bagian mana Anda harus mengejar pertumbuhan saat Anda sendiri tidak bisa mengamati dengan cermat. Seorang guru yang baik adalah berkat yang sangat luar biasa karena ia bisa melihat kelemahan Anda yang tidak bisa Anda lihat sendiri, dan ia dengan lemah lembut membimbing Anda menuju ke arah kemenangan. Anda memiliki orang yang menjadi tempat untuk membahas persoalan Anda. Seseorang yang mengasihi dan menyayangi Anda sebagai ayah. Hubungan antara guru dan murid sama seperti hubungan antara orang tua dengan anaknya. Inilah yang membuat gereja memiliki ciri sebagai satu keluarga, karena hubungan orang tua – anak di dalamnya. Demikianlah, saya menikmati sukacita memiliki dua ayah yang telah mengubah hidup saya sedemikian rupa. Tak dapat saya bayangkan seperti apa jadinya saya ini jika tidak bertemu dengan kedua hamba Allah itu yang menjadi pembimbing saya lewat contoh kehidupan, doa dan khotbah mereka. Perjumpaan yang sungguh sangat berharga dan mendatangkan perubahan terbesar dalam hidup saya. Kiranya kita semua juga akan menemukan orang yang dapat dijadikan panutan dan guru.

 

Berikan Komentar Anda: