Pastor Eric Chang | Matius 5:38-42 |
Hari ini kita akan mempelajari Matius 5:38-42, kita membaca:
Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.
Kita semua tahu bahwa ajaran ini merupakan inti dari Khotbah di atas Bukit. Bahkan orang non-Kristen yang tidak tahu akan hal yang lain pun sangat familier dengan pasal Alkitab ini. Mereka semua telah mendengar tentang pasal ini. Pasal ini sangat terkenal. Mereka tahu ada yang unik dari ajaran Yesus.
Apa Artinya Memberikan Pipi kiri?
Apa arti dari pasal ini? Bagaimana kita dapat mengerti hal ini? Mungkin kita mendengar banyak orang berpendapat, “Ini berarti bahwa Yesus berkata kita tidak boleh membalas.” Apakah hanya itu yang ingin dikatakan—bahwa kita tidak seharusnya membalas? Jika itu yang Yesus maksudkan, mengapa ia tidak hanya berkata, “Jika seseorang menamparmu, janganlah kamu membalas.” Mengapa Yesus berkata “Siapapun yang menampar pipi kananmu berikanlah padanya pipi kirimu”? Bukankah ini memiliki arti lebih dari hanya tidak membalas? Jadi sebenarnya apa yang ingin Yesus katakan? Bagaimana kita dapat memahami pasal ini?
Saat membaca pasal ini akan muncul banyak pertanyaan dalam benak kita. Kita bertanya tentang: Apa manfaat, atau apa nilai spiritual jika pipi kanan ditampar dan kita memberikan pipi kiri untuk ditampar juga? Apa arti dari semuanya ini? Apa inti dari ajaran ini? Apa yang mau dicapai dengan semuanya ini? Jadi kita perlu mencari maknanya. Ada orang mengusulkan: “Artinya, di tahap yang lebih dalam, adalah anda harus mati kepada diri sendiri.” Makna itu sangat dekat dengan ajaran Yesus: mati kepada diri sendiri.
Masalahnya adalah: Apakah maknanya “mati kepada diri sendiri”? Dalam gereja, kita telah terbiasa menggunakan istilah-istilah yang artinya kita paham hanya secara samar-samar. Kita tidak begitu jelas apa makna yang sesungguhnya dari: “mati kepada diri sendiri”. Apa maknanya? Kita sering kali menggunakan istilah-istilah yang kita pikir kita mengerti padahal kita tidak sesungguhnya mengerti apa yang mau disampaikan oleh istilah-istilah tersebut. Banyak orang berpikir mereka mereka mengerti firman Tuhan, tetapi saat dihadapkan dengan pertanyaan, mereka tidak dapat menjelaskan pemahaman mereka, dan mereka sadar bahwa mereka tidak sesungguhnya mengerti apa yang mereka katakan. Kita tidak ingin berada pada posisi ini. Kita mau mengetahui dengan tepat apa yang firman Tuhan katakan pada kita. Dan kita tidak akan puas hanya dengan pengetahuan yang samar-samar yang sebenarnya sangat berbahaya karena kita beranggapan bahwa kita mengerti padahal sesungguhnya kita tidak begitu mengerti. Jika saya menanya kembali saat anda berkata, “Kita perlu mati kepada diri sendiri”, kira-kiranya sejauh mana pemahaman anda akan artinya kalimat ini?
Memukul Dengan Punggung Tangan – Menambah Penghinaan
Untuk mengerti hal ini lebih lanjut, saya harus menunjukkan beberapa poin teknik, untuk membantu kita mengerti pasal ini dengan lebih tepat. Perhatikan apa yang dikatakan: “Jika siapapun menampar pipi kananmu…”. Dikatakan pipi kanan, sekarang pandanglah orang lain dan lihat bagaimana anda dapat menampar pipi kanan seseorang. Renungkan ini sejenak. Pipi kanannya di sebelah ini. Jika saya menghadapnya dan saya mau menamparnya, saya menampar pipi kirinya, bukan pipi kanannya. Satu-satunya cara saya dapat menampar pipi kanannya adalah dengan membalikkan tangan dan memukulkan dalam cara ini. Apakah anda memperhatikan itu? Firman Allah itu sungguh luar biasa! Tidak ada yang sia-sia, selalu ada poin yang sempurna di dalamnya. Anda ingin menampar pipi kanannya? Anda coba. Anda tidak dapat menamparnya dengan cara ini: anda harus membalikkan tangan ke belakang. Menggunakan pukulan belakang (backstroke), atau ‘backhand stroke’ seperti pukulan yang digunakan seorang pemain tenis atau bulu tangkis. Jadi untuk menampar pipi kanannya, anda harus menggunakan punggung tangan. Adakah signifikan dalam hal ini? Ini sangat berarti! Pukulan tersebut merupakan pukulan yang sangat menghina, pukulan yang sangat menyinggung. Bahkan hari ini bagi orang Arab, memukul seseorang dengan punggung tangan merupakan penghinaan tertinggi.
Saya telah meneliti hukum Yahudi tentang hal ini sebelumnya. Topik ini sangat menarik. Di bawah hukum Yahudi dikatakan jika anda menghina seseorang dan menamparnya, anda harus membayar denda atas kesalahan itu. Membayar denda sebesar 200 zuz menurut hukum Yahudi, yaitu sebanyak 200 dinar dalam peraturan Romawi. Jika anda memukul dengan telapak tangan, dan ia membawa anda ke pengadilan Yahudi, di hadapan satu atau tiga hakim, pengadilan kecil Yahudi, anda akan didenda 200 zuz. Itu jumlah yang banyak. Dengan uang 200 zuz cukup untuk membeli sebuah jaket yang bagus. (Saya memberitahukan anda hal ini karena zuz tidak berarti bagi anda) Berbicara dalam bahasa modern, anda dapat membeli jaket yang sangat sangat mahal dan bagus dengan uang 200 zuz. Anda akan didenda dengan uang sejumlah itu. Saya tidak tahu berapa harga jaket sekarang. Saya belum pernah belanja. Perkiraan saya mungkin sekitar 100 dolar. Saya tidak begitu yakin berapa harga sebuah jaket. Tapi bagaimanapun kita tahu, dendanya cukup tinggi.
Namun, untuk sebuah tamparan yang menggunakan punggung tangan, anda akan didenda dua kali lipat di bawah hukum Yahudi. Anda akan dihukum dua kali lipat, yaitu, 400 zuz karena menampar seseorang menggunakan bagian belakang tangan anda.
Jadi anda lihat, untuk memahami PB secara rinci, sering kali sangat penting untuk kita mengerti hukum Yahudi karena itu akan membantu kita untuk mengerti banyak hal dengan lebih jelas. Sayangnya, banyak karya-karya teknis ini tidak tersedia bagi pemimpin-pemimpin, tapi kita harus menguraikan detail-detail ini untuk membantu kita lebih jelas memahami firman Tuhan.
Jadi kita lihat bahwa tamparan menggunakan punggung tangan dianggap sebagai penghinaan ganda dengan harga denda 2 kali lipat. Menampar seseorang bermakna merusak martabat seseorang, dan di bawah hukum Yahudi itu satu serangan yang sangat amat terhadap seseorang. Anda telah merusak martabatnya; anda telah merendahkan dia. Namun menampar dengan membalikkan tangan, anda telah melipatgandakan penghinaan ke atasnya. Jadi ini satu poin teknis yang perlu kita perhatikan.
Prinsip Keadilan – Mata Ganti Mata
Pada ayat 38 dikatakan: “Mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Apa itu? Ini adalah prinsip keadilan. Prinsip keadilan ini juga terdapat dalam Taurat Musa. Prinsip ini bukan bagian dari 10 Firman Allah, tapi terdapat dalam Taurat Musa. “Mata ganti mata, gigi ganti gigi’. Ini adil atau tidak adil? Bukankah kita harus memiliki keadilan? Anda mengambil mata seseorang; anda kehilangan mata anda sendiri. Jika anda memenggal tangan seseorang, tangan anda akan dipenggal. Jika anda membunuh seseorang, maka anda juga mati. Nyawa ganti nyawa! Inilah prinsip keadilan. Inilah keadilan. Ini pantas. Harus begini! Harus ada cara untuk menegakkan keadilan di dunia. Kita tidak dapat hidup di dunia ini jika tidak ada keadilan. Anda dapat melihat bahwa masyarakat harus ada keadilan. Renungkan sejenak, jika tidak ada keadilan di dunia ini, apa akan terjadi?
Pikirkan sejenak bagaimana jika tidak ada polisi. Saya dengar bahwa polisi di Montreal pernah mogok kerja. Menakjubkan! Polisi bisa mogok kerja! Saya belum pernah mendengarkan hal itu sebelumnya. Namun bagaimanapun, jika polisi mogok kerja, maka anda tahu apa akan terjadi. Dengan segera akan ada perampokan dan akan ada pembunuhan. Tentu saja akan terjadi banyak perampokan, karena ini kesempatan untuk melakukannya, pecahkan saja jendela toko saat polisi tidak ada di sana. Tiba-tiba kekacauan terjadi karena tidak ada yang menegakkan hukum.
Seluruh prinsip hukum berdasarkan prinsip “Mata ganti mata, gigi ganti gigi”, ini tidak selalu dilakukan secara leterlek, tapi gantirugi yang sepadan akan dituntut. Sebagai contoh saat kita mengemudi mobil dan menabrak seseorang yang menyebabkan orang itu terluka. Nah, apa yang pengadilan lakukan? Katakanlah anda menyebabkan matanya yang sebelah buta, anda harus bayar denda 50,000 dolar. Wah! Sebaiknya ambil mata anda saja. Mata anda lebih murah. Anda tidak mampu membayar 50,000 dolar. Anda mematahkan kakinya, mereka menghukum anda 50,000 dolar lagi, atau 100,000 dolar atau berapapun jumlah dendanya. Saya tidak tahu pasti berapa besar denda yang harus dibayar untuk ini. Karena itulah begitu banyak orang membeli asuransi karena tidak ada yang sanggup membayar denda sebesar ini. Anda tidak punya uang untuk membayar. Jadi daripada mengambil mata anda sebagai ganti—ini masih mata ganti mata, kaki ganti kaki, tangan ganti tangan—tapi daripada melakukannya secara harafiah, mereka menjatuhkan denda yang menurut mereka sepadan dengan harga kaki yang patah. Semahal mana harga sebelah kaki? Saya tidak pasti apakah 50,000 dolar atau 100,000 dolar? Jadi prinsip ini masih berlaku. Ia adalah dasar dari seluruh hukum. Inilah caranya.
Dalam hukum tidak ada pengampunan. Perkataan itu tidak berguna di hadapan hakim. Mungkin anda berkata “Oh, Pak hakim saya minta maaf! Saya tidak akan melakukan hal itu lagi. Saya sungguh- sungguh menyesal” Dan anda berpikir hakim akan berkata “Ok! Ok! Kamu sungguh menyesal. Lupakan semuanya!” Namun ia akan menjawab “Kakinya patah, aku tidak peduli seberapa besar penyesalanmu. Kamu harus membayar gantirugi.” Itulah prinsip hukum. Tidak ada pengampunan dalam hukum. Yang ada hanya keadilan. Seperti yang Yesus katakan dalam Mat 5:26: “Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana sampai engkau membayar hutangmu sampai lunas”.
Hukum Diperlukan untuk Mengontrol Dosa
Jadi hukum merupakan kontrol bagi dosa. Mengingat masyarakat ini adalah masyarakat yang berdosa, anda harus menegakkan hukum untuk mengontrol dosa. Jika tidak, dosa akan merajalela. Sifat manusia kalau tidak dikontrol, tidak terbayangkan kejahatannya.
Saya telah mengingatkan sebelumnya, apa yang dapat manusia lakukan secara alami saat batasan hukum tidak ada lagi. Itulah alasan mengapa tentara yang pergi berperang di negara yang asing berperilaku seperti binatang liar—karena mereka tidak lagi di bawah hukum entah hukum negara mereka sendiri—karena mereka berada di negara asing—atau negara tempat mereka berada, karena ia dalam keadaan perang.
Tentara akan melakukan segala macam kejahatan, jika diberi kesempatan, kecuali Panglima Tertinggi mengontrolnya dengan ketat dan akan menghukum keras tentaranya sendiri. Bagaimanapun, biasanya kontrol agak longgar. Mereka mengizinkan tentara untuk memiliki cukup kebebasan, dan setelah itu apa terjadi? Pembantaian, perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan – segala sesuatu terjadi atau akan terjadi karena tidak ada batasan hukum. Inilah alasannya mengapa tentara Jepang berperilaku seperti binatang liar di Negeri Tiongkok, tetapi hal ini benar bagi banyak negara yang lain juga.
Jadi kalau memang ini keadaannya dan hukum adalah suatu keharusan di dalam suatu masyarakat, maka mengapa anda berkata bahwa anda harus memberikan pipi kiri? Itu bertentangan dengan hukum. Bukankah ini suatu penghapusan hukum, jika anda berkata, “Ya, hukum mewajibkan mata ganti mata dst”, tapi kemudian anda tidak mematuhi hukum dan berkata, “Aku tidak keberatan ditampar beberapa kali, aku agak menikmatinya. Lanjutkan!” Apa ini? Apa yang terjadi di sini? Tampaknya ada sadisme yang terbalik, dimana anda menikmati penderitaan ketika dipukul. Jadi ajaran apa ini? Baiklah, apakah Yesus mengajarkan hal-hal yang seperti ini? Tidak sama sekali! Tapi bagaimana kita dapat mengerti hal ini?
Memberikan Pipi Kiri: Penalaran Tuhan Vs Penalaran Manusia
Untuk memahami pasal ini, kita harus mengerti satu prinsip spiritual. Prinsip spiritual apa? Prinsip spiritual mengenai perbedaan di antara penalaran manusia dan penalaran ilahi. Dan poin ini yang kita harus, oleh kasih karunia Allah, memperjelaskan kepada setiap orang di sini- perbedaan vital antara penalaran manusia dan penalaran ilahi. Cara pikir Allah dan cara pikir kita, yaitu cara pikir manusia sama sekali berbeda. Seperti yang dikatakan Yesaya, Tuhan berkata “Sebab pikiran-Ku bukanlah pikiranmu, jalan-Ku bukanlah jalanmu.” [Yes 55:8] Apakah anda mengerti maksudnya? Lihat pasal ini dan anda akan melihat betapa besar perbedaan di antara jalan Allah dibandingkan dengan jalan manusia. Sama sekali berbeda! Dan pada hakikatnya menjadi Kristen berarti seluruh pikiran kita diperbaharui, ditransformasi dan diubahkan.
Masalahnya saat ini, gereja dipenuhi dengan orang-orang yang akal budinya belum diubahkan. Pikiran mereka masih pikiran yang lama. Mereka memakai pakaian baru, tapi di dalamnya masih lama. Mereka berperilaku, berpikir, dan berbicara seperti orang non-Kristen namun mereka mengakui diri sebagai orang Kristen. Dalam minggu-minggu ini, hati saya merasakan sangat berat dan sakit saat saya memperhatikan bahwa gereja kita, sama dengan gereja yang lain, dipenuhi dengan orang-orang yang berpikiran seperti manusia lama – pikiran duniawi, pikiran manusia. Saya tidak dapat menyembunyikan kekecewaan dan kejijikan saya akan semunya itu. Terus terang terkadang itu membuat saya sakit dan muak, sehingga saya mau berhenti. Saya hanya mau menyerah. Saya mengakui kepada kalian kelemahan saya. Terkadang saya merasa begitu frustrasi sehingga saya ingin meninggalkan semuanya. Saya ingin mengatakan, “Lihat! Jika kalian tidak mau diubahkan, tidak mau menjadi ciptaan yang baru, lanjutkan saja, jalankan gereja ini dengan caramu dan aku akan keluar. Lakukan dengan cara Tuhan atau lakukan dengan caramu sendiri dan jangan melibatkan aku.” Terdapat penghakiman, kritikan dan pikiran manusia—kita tidak boleh terus berada di dalam gereja dalam keadaan ini. Saudara-saudara, kita tidak dapat terus berada di dalam gereja dalam keadaan ini, kita harus diperbaharui.
Saya ada di sini hanya untuk melakukan satu hal. Saya tidak di sini untuk membangunkan gereja demi membangunkan gereja apa saja. Saya tidak tertarik dengan ini. Saya di sini untuk membangun murid. Yesus berkata, “Pergilah dan jadikan semua bangsa muridku.” [Mat 28:19] Dan apa itu murid ? Murid-murid adalah orang-orang yang mempunyai suatu cara berpikir yang seluruhnya baru. Itulah yang mau diajarkan oleh seluruh Khotbah di Bukit, bukan untuk memberikan kita suatu kode etika. Khotbah di Bukit memberitahu kita bagaimana kita berperilaku sebagai ciptaan yang baru. Saya mau bertanya pada anda: “Apakah anda mau menjadi orang yang baru? Ini juga ditujukan pada pemimpin-pemimpin gereja. Anda ingin menjadi orang yang baru atau anda tidak mau menjadi orang yang baru? Jika anda tidak mau menjadi orang yang baru, maka lanjutkan saja sendiri dan jangan libatkan saya, karena saya tidak dapat dibeli dan saya tidak berhasrat untuk menempuh jalan lain selain jalan Tuhan. Saya tidak peduli jika saya menginjak kaki orang atau menyinggung perasaan semua orang di sini. Seperti yang telah saya katakan sebelumnya di Liverpool, saya akan menyampaikan Firman Allah dan saya tidak peduli jika semua orang merasa tersinggung dan ingin pergi. Mereka semua boleh pergi. Saya akan tetap menyampaikan firman Tuhan tanpa kompromi. Hal yang menggelikan adalah: mereka masih tidak mau pergi. Di Liverpool mereka masih tetap datang, meskipun saya terus membuat mereka tersinggung. Ada beberapa dari mereka, saya membuat mereka tersinggung selama 2 tahun penuh, setiap minggu mereka seakan dipukul palu. Kadang saya tertanya-tanya bagaimana mereka dapat bertahan begitu lama. Ini sungguh membingungkan saya. Mereka akan kembali minggu berikutnya untuk menerima pukulan demikian pula seterusnya. Saya berpikir, “Berapa lama mereka akan bertahan sebelum akhirnya mereka diremukkan atau mereka pergi?
Ada dua hal yang akan terjadi di gereja ini, saudara-saudara. Seorang itu entah sama sekali meninggalkan gereja ini atau ia akan berubah. Tidak ada cara lain. Tidak ada yang dapat duduk lama-lama di gereja ini dan bertahan terhadap pengajaran ini. Entah ia akan berpaling dan berkata, “Sudah cukup! Aku tidak ingin mendengar perkataannya lagi”, atau Allah akan mengubah dia melalui Firman-Nya. Di Liverpool, beberapa orang sanggup bertahan 2-3 tahun, dan pada akhirnya, mereka tidak datang lagi (seperti perkiraan saya yang pertama, tapi saya tertanya-tanya, mengapa mereka tidak pergi sejak awal?). Sedangkan yang lainnya diubahkan. Jadi ingatlah saudara-saudara, hanya dua hal yang akan terjadi: entah firman Tuhan sendiri yang akan mengubahkan anda atau anda tidak ingin mendengarkan lagi semuanya itu. Inilah yang diajarkan melalui Khotbah di Bukit – transformasi pikiran.
Pembaharuan pikiran – Berfungsi dalam Logika Rohani
Roma 12:1-2 seharusnya lebih dikenali oleh semua orang Kristen. Saya akan membacakan sekali lagi Roma 12:1-2. Khususnya jika anda orang Kristen yang baru dan tidak tahu pasal ini, saya mau kalian mengenal ayat ini dengan baik:
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.
Namun berubahlah oleh pembaharuan budimu—inilah artinya menjadi Kristen. Saya tidak tertarik dengan sejauh mana pengetahuan anda tentang Alkitab; saya tidak terkesan dengan semuanya itu. Saya dapat dengan penuh keyakinan berkata bahwa saya mengenal Alkitab lebih dari semua yang ada di sini. Saya tidak terkesan dengan pengetahuan Alkitab. Jangan bermegah dan memberitahu pada saya dan berkata, “Saya telah banyak membaca buku-buku penafsiran Alkitab.” Jika anda mau bermegah, maka seperti yang Paulus katakan, “Aku juga boleh bermegah dan menjadi orang bodoh [2 Ko 11:16], saya menghabiskan waktu selama 6 tahun untuk mempelajari dasar Alkitab dan Teologi. Saya juga sudah banyak melakukan penelitian. Jangan ada yang datang dan bermegah tentang pengetahuan Alkitab. Ini bukan persoalan sebanyak mana yang anda tahu. Ini adalah persoalah sejauh mana pikiran anda sudah diubahkan. Itulah yang penting! Jadi kita harus memahami ini. Di sini firman Tuhan memberitahu kita— bahwa jika kita mau mengerti pasal ini, pikiran kita harus seluruhnya diubahkan. Bagaimana pikiran kita dapat diubahkan? Dengan cara apakah pikiran kita dapat diubahkan?
Pertama saya akan menunjukkan cara pikir lama, yaitu cara pikir dunia. Saya telah menggunakan istilah ‘logika dunia’ dan ‘logika rohani’. Logika adalah sistem, cara pikir. Logika manusia adalah sesuatu yang masuk di akal. Berdasarkan penilaian manusia, itu sangat masuk akal. Kita baru saja melihat bahwa ia sangat masuk akal: mata ganti mata , gigi ganti gigi itu. Ini sangat pantas. Berdasarkan apa yang dianggap bernilai oleh dunia, logika ini sempurna. Tidak dapat dipersoalkan; tidak dapat dikritik. Bagaimana dunia ini jika tidak ada hukum? Dapatkah anda bayangkan jika tidak ada polisi? Dapatkah kita bayangkan jika tidak ada pemerintah? Tolstoy membuat kesalahan besar. Ia berpikir bahwa dunia dapat mengambil ajaran Yesus dan mengikut ajaran itu. Ini hanya satu impian kosong. Dunia tidak dapat mengikuti ajaran Yesus. Ajaran Yesus di sini adalah untuk murid-muridnya, bukan untuk dunia. Ajarannya adalah untuk orang-orang yang, menurut istilah mereka, telah ‘lahir baru’. Ini bermakna sudah diubahkan, ditransformasi. [Jangan gunakan istilah-istilah seperti ‘lahir baru’ – tidak ada seorangpun yang tahu apa maknanya.]
Secara persis ‘lahir baru’ dapat diartikan bahwa seluruh kehidupan anda, seluruh arah kehidupan anda telah berubah. Seluruh karakter, seluruh sifat telah berubah. Anda telah menjadi orang yang baru. “Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” [2 Ko 5:17]. Dan ajaran Yesus ditujukan untuk orang baru; untuk manusia baru. Bukan untuk masyarakat umum. Bagaimana anda dapat berharap dunia untuk hidup dalam ajaran ini? Tentu saja mereka tidak akan dapat hidup di dalamnya. Dan Yesus tidak memberikan ajaran ini untuk dipraktikkan oleh dunia. Ajaran ini untuk Kerajaan Allah. Sehingga tidak timbul pertanyaan, “Bagaimana orang-orang dapat mempraktikkannya?” Tidak ada seorangpun yang berkata bahwa dunia dapat mempraktikkannya, jika mereka belum lahir baru, jika mereka bukan ciptaan baru. Mereka tidak dapat mempraktikkan ajaran ini. Ini bukan untuk dunia, tapi untuk Kerajaan Allah, jadi tidak ada masalah di sini.
Namun mengertilah hal ini – bahwa dalam sistem dunia, cara pikir dunia sangat masuk akal. Logika yang sempurna. Kita mengerti bahwa harus ada hukum. Manusia harus memiliki hak. Jika manusia tidak memiliki hak, ia akan diinjak-injak. Ia akan diinjak-injak di bumi. Ia harus memiliki hak. Oleh karena itu harus ada hukum. Dan jika ada seorang yang melanggar hak anda, yang menyebabkan anda terluka, maka orang tersebut harus merasakan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada anda. Itulah logika yang sempurna dan sangat dapat diterima.
Logika Rohani Bekerja di Tingkat yang Berbeda dengan Logika Dunia
Mari kita lanjutkan untuk mempertimbangkan hal ini. Kita akan melihat bahwa pikiran dunia sangat logis. Sebagai contoh: sangat logis dan masuk akal jika dikatakan, “Saya perlu pekerjaan; saya perlu bekerja; saya perlu membeli rumah; saya perlu menikah; saya perlu punya anak; saya harus punya keturunan’, dan seterusnya. Di dalam sistemnya [penalaran dunia] sendiri, logikanya sangat sempurna. Tentu saja anda membutuhkan semua itu. Itu hal yang alami. Dan anda berkata, “Ya, saya perlu pergi bekerja; jadi saya butuh membeli mobil; saya perlu pendidikan”, dan seterusnya. Itu semuanya sangat logis. Saat anda lulus, tentu saja anda tidak mencari pekerjaan yang buruk; anda mencari pekerjaan yang baik. Semakin baik, lebih baik. Itu sungguh logis. Anda tidak perlu menjadi orang yang jenius untuk mengetahui hal itu. Di dalam sistem pikiran dunia, logikanya sempurna. Jadi di manakah letak perbedaan logika dunia dengan logika rohani? Logika spiritual berbeda karena ia bekerja di tingkat yang berbeda—pahamilah hal ini! Ia beroperasi di tingkat yang berbeda sama sekali dan anda akan menemukan bahwa di dalam tingkat logika spiritual itu sendiri, semuanya juga sangat masuk akal.
Bagaimana mungkin kedua-duanya masuk akal pada saat yang bersamaan? Karena keduanya beroperasi pada level yang berbeda. Ini adalah tipe logika yang berbeda. Ia bekerja pada tingkat yang berbeda. Karena itulah jika anda manusia rohani, anda berpikir dengan logika rohani, maka anda akan mengalami kesulitan berbicara pada orang non-Kristen karena pikiran mereka berdasarkan logika manusia. Ia tidak akan mengerti apa yang anda katakan. Ia akan berkata, “Saya tidak mengerti apa yang kamu katakan, mengapa kamu melakukan hal ini?” Ia tidak mengerti tindakan anda, cara hidup anda, karena logika anda, seluruh kehidupan anda beoperasi pada level yang berbeda sama sekali. Namun ia tidak dapat menemukan kesalahan dengan hal itu. Dia tahu bahwa entah bagaimana apa yang anda lakukan itu masuk akal juga, tapi sulit baginya untuk mengerti hal itu, karena cara Tuhan bukan cara manusia. Mereka berkata, “Saya tidak mengerti. Saya dapat melihat bahwa terdapat alasan dalam cara Tuhan bekerja, tetapi saya tidak dapat mengerti sepenuhnya”. Namun jika ia sepenuhnya orang dunia, yaitu jika pikirannya hanya terbatas pada pikiran duniawi, ia bukan saja tidak dapat mengerti pikiran anda, barangkali ia akan menyerang pikiran anda. Ia bukan hanya akan mengkritik pikiran anda, ia akan menyerang anda. Ia akan berkata bahwa anda gila, bahwa anda tidak waras.
Tidaklah mengejutkan bahwa Yesus dituduh gila. Apa yang mengejutkan tentang hal itu? Mereka tidak dapat mengerti jalan pikirannya. Paulus juga dituduh sudah gila. John Sung juga disangka gila. Menurut dunia mereka semua gila. Karena dunia tidak mengerti hal yang berhubungan dengan Allah. Seperti yang dikatakan Paulus manusia duniawi tidak menerima hal-hal rohani. Jadi kita harus memahami adanya dua penalaran dan kedua-duanya sempurna dengan tersendiri. Sekarang, sebagai orang yang sudah terbiasa, yang pernah berada di dalam dunia, anda dapat memahami pikiran orang dunia. Anda harus dapat mengerti. Seringkali kesalahan terbesar orang Kristen adalah tidak dapat membedakan dua tipe logika ini. Jadi mereka menggunakan logika rohani untuk berdebat dengan orang non-Kristen.
Orang non-Kristen tidak tahu apa yang anda bicarakan. Anda tidak dapat berkomunikasi dengan dia karena anda sedang berbicara dari tingkat logika yang berbeda. Sebagai contoh, orang tua anda yang tidak kenal Tuhan dan anda berbicara tentang Kristus pada mereka. Mereka memperhatikan anda dan berkata, “Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan dia. Kita berpikir ia pergi ke Kanada untuk belajar sesuatu yang masuk akal, tetapi ia kembali dan bicara tentang hal-hal yang tidak berguna. Kita tidak mengerti dia sama sekali”. Bagi mereka semuanya sampah; tidak masuk akal, karena mereka beroperasi di level yang berbeda. Pada kenyataannya, anda dapat mengerti mengapa mereka berpikir bahwa anda tidak masuk akal karena anda sendiri pernah berpikir dengan cara mereka berpikir. Jadi, karena anda tidak mengerti bahwa mereka berfungsi di tingkat logika yang berbeda dengan anda, maka ini sudah membuka satu jurang pemisah dalam komunikasi dan membutuhkan banyak kemahiran spiritual untuk menutupi jurang itu. Memerlukan banyak kemahiran untuk memahami mengapa mereka tidak mengerti. Terkadang sangat menyedihkan melihat seorang Kristen dan seorang non-Kristen berdebat. Mengapa? Kesalahannya terletak pada orang Kristen. Seharusnya orang Kristen memahami, bahwa non- Kristen tidak dapat memahami hal ini, sehingga diperlukan cara pendekatan yang berbeda, untuk menghilangkan jurang pemisah dalam komunikasi tersebut.
Manusia Rohani Lebih Suka Memberi Daripada Mengambil
Mari kita perhatikan sifat atau ciri-ciri dari cara pikir baru yang harus dimiliki orang Kristen sejati. Kita mempunyai cara pikir yang 100% baru. Apa itu cara pikir yang baru? Apa ciri-ciri dari logika rohani ini?
Pertama, perhatikan. Seraya kita melihat pada ajaran Alkitab (kita harus berhati-hati dalam penguraian kita dengan melihat pada ajaran Alkitab dan tidak mengembara ke tempat lain), mari kita melihat ini. Bacakan sekali lagi: “Jika seseorang menampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu, yaitu berikan pipi yang satu lagi. Jika seseorang mengingini bajumu, berikanlah, biarkan mereka mengambil jubahmu. Saya tidak tahu mengapa dalam terjemahan bahasa Inggris [dan juga Indonesia] menggunakan istilah ‘jubah’ ini. Kita tidak memakai jubah hari ini. Terjemahan ‘jubah’ tidak berarti bagi kita. Apakah anda sedang mengenakan jubah? Tentu tidak. Jadi manfaat apa yang diperoleh dari terjemahan kata ‘jubah’? Terkadang saya tidak mengerti sama sekali, mengapa si penterjemah tidak menggunakan kata ‘bajumu dan jaketmu’ atau sweatermu atau rompimu atau jaketmu? Bahasa itu akan lebih mudah dimengerti. Sedangkan kata ‘jubah’? Kita tidak memakai jubah. Tidak ada gunanya menggunakan kata seperti ini. Jadi poin yang ingin ditunjukkan di sini adalah: jika seseorang ingin mengambil baju anda, jangan katakan, “Tunggu sebentar, baju ini sangat bagus, harganya 15 dolar”. Tidak, tidak demikian! Jika ia ingin bajumu, maka lepaskan jaket anda dan katakan, “Kamu boleh memiliki ini juga”. Ia ingin mengambilnya-anda memberikan padanya. Anda memberinya yang lain juga.
Jika seseorang datang pada anda dan berkata, “Kamu harus berjalan sejauh 1 mil”, ini merupakan cara orang Romawi memperlakukan umat jajahannya, di mana orang di bawah jajahannya disyaratkan, yaitu, diwajibkan untuk membawa barang-barang milik pemerintah untuk jarak tertentu. Jika ada yang memaksa anda untuk berjalan sejauh 1 mil, (sesuai dengan hukum yang berlaku di waktu itu; ia tidak dapat memaksa anda untuk berjalan lebih jauh dari jarak tersebut), dengan senang hati anda berjalan 2 mil.
Jika seorang pengemis datang meminta pada anda karena kebutuhannya, jangan menolak dia. Berikan padanya apa yang menjadi kebutuhannya. Berikan kepada dia. Perhatikan apa yang ditunjukkan di sini? Apakah anda dapat melihatnya? Tidak tahu? Ciri pikiran dunia adalah mengambil. Sedangkan ciri dari pemikiran rohani, pikiran Allah adalah memberi. Perhatikan perbedaan pertama. Dunia ingin mengambil, mengambil, mengambil, dan mengambil sebanyak mungkin! Ambillah! Pikiran rohani adalah memberi—memberi melampaui semua alasan. Tidak masuk akal untuk memberi; anda tidak punya apa-apa, tetapi anda masih memberi yang terbaik. Memberi! Memberi! Memberi! Itulah pola pikir manusia rohani. Anda masih memberi. Mengapa anda melakukannya? Karena pikiran anda telah diubahkan. Penalaran anda sudah berubah. Anda senang memberi.
Menguji Diri—Apakah Kita Suka Memberi Atau Mengambil?
Di sini saya mau anda menguji diri sendiri. Kita menuju pada hal yang nyata. Apakah anda suka memberi? Tadi apabila saya berkata gereja penuh dengan Kristen duniawi, penuh dengan orang yang belum diubahkan, walaupun secara eksternal mereka mungkin Kristen, boleh jadi anda berkata pernyataan saya tidak adil. Anda berkata, “Mungkin ia tidak adil, memberikan pernyataan yang begitu umum”. Baik, mari kita lihat apakah itu pernyataan yang wajar atau tidak. Mari saya bertanya kepada anda, “Apakah anda benar-benar suka memberi atau anda lebih suka mengambil? Jujurlah pada diri sendiri, anda suka mengambil atau anda suka memberi? Jika saya minta anda untuk memilih. Sejujurnya mana yang menjadi pilihan anda? Memberi atau mengambil? Saya khawatir mungkin jawabannya, anda lebih senang menerima atau mengambil.
Perasaan saya berkecamuk ketika mendengar orang Kristen berkata, “Oo, Tuhan sangat baik padaku, kau tahu mengapa? Aku dapat liburan gratis, segala kebutuhanku dipenuhi. Aku tidak perlu memberi apa-apa”. Saya ingin katakan, “Saudara-saudaraku, semuanya dicukupkan? Pasti ada yang harus membayar tagihannya”. Ia lebih senang memperoleh, dan ia berpikir itu adalah berkat Tuhan. Banyak orang Kristen yang berkata, “Tuhan berapa banyak yang dapat Kau berikan padaku?” Ini sama halnya dengan berapa banyak yang dapat kita ambil dari Tuhan. “Alasan mengapa saya ada di gereja adalah karena aku mau Tuhan memberikan aku yang ini! Tuhan berikan aku yang itu!”
Ada kasus yang menarik dan benar-benar terjadi, saat saya berbicara dengan seorang saudara yang menurut pandangan saya adalah seorang yang baik. Ia berkata, “Kamu tahu, Tuhan sangat baik padaku”. Saya bertanya, “Ya? Bagaimana Ia bisa begitu baik padamu?” Ia menjawab, “Aku tidak perlu bayar apa pun untuk liburan kali ini”. “Sungguh? Bagaimana itu bisa terjadi?” “Segala kebutuhanku sudah ditanggung. Semua orang memperhatikan dan menyediakan semua kebutuhanku”. Apakah ini sungguh baik? Tidakkah terlintas dalam benaknya – mereka, orang lain – yang harus menyediakan segala biaya kebutuhannya. Mereka yang harus memberi sehingga ia tidak perlu membayar. Saya berpikir sendiri, hal seperti ini begitu lazim, begitu lazim dalam pemikiran orang Kristen. Jika anda pergi makan malam dan seseorang membayar untuk anda, anda berkata, “Puji Tuhan, Tuhan sangat baik, aku bisa makan gratis”. Tidak terpikirkah anda bahwa seseorang yang harus mengeluarkan uangnya membayar untuk anda?
Untuk apa anda bersyukur? Jika anda punya uang di kantong, anda tidak membayar dan orang lain yang membayar untuk anda dan anda mengatakan, “Tuhan sangat baik padaku”. Inilah yang saya sebutkan sebagai pemikiran duniawi yang dikemas dengan pakaian agama. Namun semuanya dilakukan tanpa mereka menyadarinya. Di sini kita dapat melihat bahwa logikanya masih berupa logika manusia duniawi. Berapa banyak yang dapat aku peroleh? Kesukaannya adalah dalam memperoleh, bukan dalam memberi, dengan itu pikirannya bukan: “Betapa bagusnya karena aku dapat memberi! Begitu bagus di mana aku punya kesempatan untuk memberi!” Pernahkah anda merasa bahagia dalam memberi? Mungkin tidak, anda berkata, “Mengapa aku harus membayar untuk makanan ini? Mengapa bukan tiga orang ini, dua orang itu, atau siapapun, mengapa bukan mereka yang membayarnya?” Itulah pikiran yang menguasai kita. Ujilah sekarang dan lihat sejauh mana pikiran anda benar-benar rohani.
Sifat Dosa- Selalu Mengambil!
Jadi kita dapat menguji pikiran kita untuk mengetahui ciri-ciri manusia duniawi. Mari kita melangkah lebih jauh untuk lebih memahami hal ini – memahami bahwa sifat dari dosa adalah selalu memperoleh dan bukan memberi, dan kita akan mengerti mengapa manusia rohani lebih suka memberi daripada memperoleh. “Adalah berbahagia memberi daripada menerima.” [Kisah 20:35] Anda tahu mengapa? Karena sifat dari dosa adalah selalu mengambil. Lihat pada 10 Firman itu. Apakah 10 Firman melarang anda untuk memberi sesuatu? Perintah mana yang melarang anda untuk memberi? Dalam ke-10 Firman tersebut, setiapnya melarang anda untuk mengambil sesuatu yang bukan milik anda, karena sifat dosa bukan hanya mengambil tetapi juga mengambil apa yang bukan menjadi hak anda.
Sifat dosa adalah selalu mengambil. Jangan mengingini, jangan mencuri, jangan berzinah, jangan melakukan ini. Semuanya ingin kita ambil, mengambil bahkan apa yang bukan menjadi hak kita. Sifat dosa adalah selalu mengambil. Mengambil di luar apa yang sudah ditentukan, itulah yang akhirnya menjadi dosa. Namun jika keinginan untuk mengambil itu sudah ada dalam diri anda, anda tidak perlu pergi terlalu jauh sebelum anda mengambil apa yang tidak menjadi hak anda. Terdapat benda-benda yang tidak bisa anda ambil. Jika anda bekerja di kantor, bolehkah anda mengambil barang-barang kantor? Anda berkata, “Saya kerja di sini.” Apakah itu memberi hak pada anda untuk mengambil barang di kantor? Kapan anda melewati batas – dari mengambil menjadi mencuri? Kapan anda melewati batas itu? Tepatnya saat kita berpikir bahwa mengambil barang kecil, bukan mencuri. Hanya mengambil barang yang besar, yang disebut mencuri. Di mana letak perbedaan di antara mengambil penghapus yang seharga beberapa sen atau mengambil mesin ketik atau mengambil sesuatu yang lain, yang lebih berharga? Adakah perbedaan dalam prinsip? Tidak kira besar atau kecil nilai barangnya, anda sudah mengambil apa yang bukan menjadi milik anda.
Sifat dosa adalah selalu mau memperoleh. Inilah sifat dosa. Anda harus memahami hal ini. Oleh karena itu, jika kita menjauhi dosa, saat kita telah diubahkan dari sifat yang dipenuhi dosa, kita tidak tertarik lagi untuk selalu memperoleh. Kita lebih tertarik untuk memberi. Sikap manusia spiritual sudah berubah. Kamu mau menampar saya, silakan tampar lagi. Saya katakan ini bukan karena menantang, “Kamu mau menampar aku? Ayo! Ayo! Ayo pukul lagi! (dengan nada geram)”. Itu adalah tantangan. Saya melihat suami isteri bertengkar. Suami menampar wajah isterinya. Dan isterinya tambah marah dan berkata, “Baiklah, bunuhlah aku! Ayo! Ambil pisau! Bunuhlah aku!” “Wow”, anda berkata, “Ia memenuhi ajaran Yesus. Ia mau berjalan mil yang kedua! Ia tidak hanya memberikan pipi kiri, bahkan ia meminta suaminya untuk mengambil nyawanya!”. Itulah sebabnya mengapa saya katakan bukan apa yang anda lakukan, yang penting adalah dengan sikap apa anda melakukannya. Anda mengerti? Ini berkaitan dengan sikap! Bukan berkata, “Kemari! Engkau menampar aku. Aku tidak cukup kuat untuk membalas, jadi ayo! Ayo! Tampar lagi!”. Itu bukan sikapnya. Jadi kita harus tahu bahwa ajaran Yesus tidak dapat dipenuhi dengan cara ini. Ajaran Yesus melibatkan sikap batiniah dari pemikiran rohani.
Manusia Rohani Melepaskan Haknya
Kita harus melanjutkan kepada prinsip kedua tentang manusia rohani. Untuk hari ini kita hanya membahas tiga poin. (Mungkin untuk poin kedua dan poin ketiga, kita tangani dengan lebih cepat untuk menyingkat waktu). Prinsip kedua adalah ini: dalam ayat 38 tersirat bahwa keadilan mensyaratkan bahwa tuntutan yang sama diberikan pada penyerang; maknanya, “Mata ganti mata, gigi ganti gigi“, tetapi, “Aku katakan padamu…” – apa yang Yesus katakan? Apakah kita tidak punya hak untuk menuntut keadilan? Tentu, anda punya hak. Jika ia menampar dengan punggung tangan, ia didenda dengan 400 zuz karena kesalahannya. Denda! Apakah saya tidak berhak membawanya ke pengadilan dan berkata, “Lihat! Ia telah menampar saya. Denda dia!” Anda memang berhak. Itu memang hak anda. Jadi apa yang ingin Yesus katakan? Yesus berkata, “Lepaskan hakmu. Buang hakmu!” Bukankah itu yang ia katakan? Ia menampar saya, saya bisa saja menuntut keadilan, tapi saya mengesampingkan hak saya. Oo, itu sangat sulit! Sekarang, anda paham apa artinya, “mati terhadap diri sendiri?” Tahukah anda, kita di sini sedang berbicara tentang, “mati terhadap diri sendiri”. “Mati terhadap diri sendiri” tidak punya arti lain kecuali seluruh pikiran kita diubahkan. Lebih baik “memberi” daripada “menerima” – melepaskan hak kita. Jika ia berbuat seperti itu pada saya, saya punya hak untuk membalas, tapi saya tidak akan menuntut hak saya itu.
Terkadang saya merasa, saat saya memenuhi ajaran ini, saya merasa seperti orang yang sepenuhnya bodoh. Di dunia ini, anda benar-benar bodoh! Saat saya di London, saya terlibat dalam satu kecelakaan mobil dengan seorang wanita. Saya tidak tahu apakah dia sedikit mabuk atau menelan terlalu banyak obat yang membuat pikirannya kacau atau apa yang telah ia lakukan. Saya mengemudi di jalan dan wanita ini muncul dari samping dan menabrak saya. Ia tiba-tiba muncul dan langsung menabrak samping mobil. Bang! Ia menabrak pintu mobil. Jadi, saya memajukan mobil dan berhenti untuk melihat apa yang terjadi. Dengan segera, dari arah belakang ia menabrak mobil saya sekali lagi. Jadi sekarang mobil tertabrak dan hancur di bagian samping dan belakang. Saya keluar dan berkata padanya, “Nyonya, apa yang sebenarnya anda lakukan? Apa yang sebenarnya terjadi? Tidakkah kamu tahu bahwa kamu tiba-tiba keluar dari cabang jalan dan menabrak pintu saya? “Oh”, ia berkata, “Remku rusak”. Ia sangat gugup. Seluruh tubuhnya gemetar. “Lihat, remku rusak”. Saya berkata, “Oke, Nyonya, tunggu di sini sebentar, saya akan mengatur segala yang diperlukan”. Terdapat prosedur khusus yang harus diselesaikan dalam kasus kecelakaan di Inggris.
Polisi datang dan ia berkata, “Remku rusak”. Polisi itu masuk ke dalam mobil dan mencoba remnya dan rem itu baik-baik saja, dapat berfungsi dengan baik. Tidak ada yang salah sedikitpun dengan remnya! Jelas sekali, dalam kebingungannya, ia bukan menginjak rem tetapi menginjak kopling. Saya rasa banyak yang tahu apa itu kopling. Kopling yang memutuskan hubungan dengan mesin saat anda memasukkan gigi. Mobil di Inggris kebanyakannya tidak punya mesin otomatis, mobil-mobil tersebut berjalan dengan gigi. Jadi, saat ia dalam keadaan kebingungan itulah yang ia lakukan. Itu belum terlalu buruk. Saya pernah menyaksikan kecelakaan serius yang diakibatkan pengendara mobil menginjak gas dan bukan rem karena salah membedakan gas dan rem dan tentunya itu orang yang baru belajar mengemudi. Namun dalam kasus ini, wanita itu tidak sedang belajar mengemudi, dan ia melakukan hal seperti ini. Polisi mencoba remnya dan menemukan tidak ada yang salah dengan rem itu.
Kerusakan pada mobil saya sangat-sangat serius. Dapat anda bayangkan, biaya memperbaikinya sangat besar. Namun saya melihat bahwa ia adalah orang Yahudi. Saya berbicara dengannya, dan ia tampak begitu gugup dan bingung, saya kasihan padanya. Lagi pula ia seorang Yahudi. Saya merasa begitu kasihan padanya dan melakukan hal terbodoh dalam hidup saya – saya mengatakan tidak akan menuntut gantirugi apa pun darinya. Saya ingin ia tahu bahwa saya melakukan hal sederhana ini demi Kristus – saya berbicara padanya tentang hal ini. Tentu saja, akhirnya, asuransi saya melambung tinggi, harus membayar kerusakan baginya karena saya sudah melepaskan hak saya—hak saya untuk mengklaim dari asuransinya.Terkadang orang Kristen tampaknya melakukan hal yang bodoh di mata dunia. Namu jika kesaksian saya memberi arti untuk dia, maka semua yang saya bayar itu tidak rugi. Karena keprihatinan saya adalah keselamatannya, bukan mobil saya, itu adalah hal yang lain. Dalam poin kedua ini, kita melepaskan hak kita. Kita punya hak tapi kita melepaskannya. Kita bisa saja menuntutnya, namun kita juga dapat melepaskannya. Menjadi Kristen adalah di mana pikiran kita diperbaharui dan kita melepaskan hak kita secara terus-menerus. Kita punya hak yang dapat dituntut secara legal – tetapi kita tidak perlu menuntut hak itu.
Kita Memilih untuk Melepaskan Hak Demi Kepentingan Kristus
Di I Korintus 9, Paulus menyatakan sesuatu yang sangat menyentuh hati saya. Dalam pasal ini, kita tidak punya waktu untuk membacanya sekarang, tetapi saya harap anda dapat membaca seluruh pasal ini nanti, di I Korintus 9:3-15 seluruh pasal ini mengenai hak. Dalam pasal ini Paulus berkata, “Tidakkah kami punya hak sebagai hamba Tuhan? Tidakkah kami punya hak untuk untuk keluar dan bekerja untuk membiayai hidup? Apakah menurut kamu, kami pelayan Tuhan tidak punya hak ini—bahwa hanya kamu yang boleh mencari uang dan kami tidak? Apakah menurut kamu pelayan Tuhan tidak mempunyai hak untuk bernikah?” Paulus berkata, “Aku juga mempunyai hak untuk bernikah. Apakah menurut kamu, hanya Barnabas dan aku yang entah mengapa dihukum untuk tetap tidak bernikah?” Ia melanjutkan, “Tetapi pada kenyataannya kami tidak menggunakan hak kami. Bukan karena kami tidak mempunyai hak. Faktanya adalah kami tidak menggunakan hak kami. Apakah aku sedang dikritik karena tidak menggunakan hak-ku?”
Anda tahu, pelayan Tuhan berada di dalam posisi yang aneh, serba salah. Jika mereka menggunakan hak mereka, mereka dikritik; jika mereka tidak menggunakan hak mereka, mereka juga dikritik. Tadi malam, saya sharing dengan seorang saudara bahwa tampaknya apa yang dilakukan seorang pelayan Tuhan tidak pernah benar menurut penilaian orang. Jika anda menggunakan hak anda, anda juga dikritik. Tidak menggunakan hak anda, anda dikritik. Sebagai seorang pelayan Tuhan, apakah saya tidak punya hak untuk berlibur? Apakah hanya anda yang boleh pergi, sedangkan saya tidak? Kalau begitu, maka mengapa apabila saya pergi berlibur, saya dikritik? Haruskah saya bekerja sampai mati? Apakah saya tidak dizinkan untuk memulihkan keadaan fisik? Cara pikir apa ini?
Pelayan Tuhan mempunyai hak. Namun kalau saya tidak menggunakan hak itu, yang ada kalanya saya lakukan, orang berkata, “Kamu tidak memperhatikan kesehatanmu. Kamu merusak kesehatanmu. Kamu tidak bertanggungjawab terhadap kesehatanmu!”. Eh! Seorang pelayan Tuhan, tidak pernah benar dalam apa yang ia lakukan! Paulus – apakah ia tidak punya hak? Dia berkata, “Apakah aku tidak punya hak?” Ia berkata, “Tidakkah aku punya hak untuk bernikah?” Jika ia tidak menikah [orang bertanya], “Mengapa kamu tidak bernikah? Sangat tidak normal! Setiap orang harus bernikah!” Khususnya bagi orang Yahudi, seorang pria diharuskan menikah. Apakah anda tahu hal itu? Itulah sebabnya mengapa Paulus berada di bawah banyak tekanan karena ia tidak mau menikah. Mereka mengatakan, “Kamu tidak normal, kamu orang aneh”. Mereka berpikir, “Mungkin ada masalah seksual, mungkin harus pergi ke dokter untuk dites, mungkin ada kelenjarnya yang tidak dapat berfungsi dengan baik?” Paulus berkata, “Apakah kamu pikir, aku tidak punya hak untuk menikah atau apakah aku tidak punya hak untuk melajang?” Sepertinya tidak kira apa yang dilakukannya tidak ada yang benar!
Kemudian, Paulus menolak untuk mengambil uang dari jemaat Korintus. Jemaat Korintus kesal padanya, “Mengapa kamu tidak mau menerima uang dari kami? Malahan kamu keluar bekerja?” Paulus tidak mau menerima uang dari jemaat Korintus karena mereka sangat kedagingan, sangat bersifat duniawi. Paulus tahu bahwa pikiran mereka belum mencapai tahap yang seharusnya dimiliki oleh seorang murid. Ia tidak mau menerima uang mereka, sehingga mereka tidak punya kesempatan untuk memegahkan diri. Namun mereka merasa terganggu dengan hal ini. “Kamu tidak mau menerima uang kami? Kamu lebih suka keluar kerja? Waktu yang kamu habiskan untuk bekerja di luar, kamu bisa mengajar kami! Namun engkau keluar dan mencari uang. Waktumu tidak bekerja, kamu tidak mengajar kami! Kamu hanya mencari nafkah untuk membiayai hidup”. Paulus tidak selalu mencari nafkah untuk membiayai hidup sendiri. Tidak dicatat bahwa Paulus menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja. Ia menerima persembahan dari jemaat Filipi, Makedonia, yaitu orang-orang Kristen yang sangat miskin. Ia menerima persembahan dari mereka, tetapi ia tidak mau menerima persembahan dari satu gereja, yaitu jemaat di Korintus. Ia menolak menerima apa pun dari mereka. Karena itu ia berkata, “Apakah menurutmu aku merampok gereja-gereja lain untuk melayanimu?” Mereka tidak senang mendengar hal ini. Tentu saja, kadang-kadang ada waktu di mana uang persembahan tidak sampai tepat waktu sehingga Paulus harus keluar mencari uang, mengumpulkan uangnya sementara menunggu uang kiriman datang. Namun orang-orang tidak senang dengannya.
Jika hari ini, saya pergi bekerja dan mencari uang, apakah saya tidak punya hak untuk melakukannya, saudara-saudara? Apakah saya melanggar hukum tertentu, jika saya pergi bekerja? Apakah saya harus dihukum untuk hidup berdasarkan jumlah apa saja yang gereja dalam kemurahannya berikan kepada saya? Apakah seorang pendeta harus dihukum dengan cara ini? Apakah pendeta tidak punya hak? Tidakkah anda lihat, poinnya di sini adalah manusia rohani melepaskan haknya. Inilah yang dikatakan Paulus dalam I Korintus 9, “Aku punya hak, tetapi aku tidak menggunakannya. Aku punya hak untuk melakukan hal-hal ini, tetapi aku tidak harus melakukannya!” Banyak pelayan Tuhan, melepaskan hak-hak mereka. Jika mereka tidak melepaskan haknya, mereka tidak akan melayani anda. Jika saudara W tidak melepaskan haknya untuk bekerja sebagai insinyur Listrik, ia tidak akan memberitakan Injil hari ini. Satu-satunya cara ia dapat melakukan ini adalah dengan melepaskan haknya. Ia juga dapat keluar dan mencari banyak uang. Ia juga dapat pergi dan menikmati hidup dan memberitakan Injil hanya di waktu luangnya.
Setiap kita mempunyai hak untuk melakukan itu. “Apakah hanya kami – hanya aku dan Barnabas,” Paulus berkata “dihukum?” Tentu saja tidak! Alasan kami melayani karena kami telah melepaskan hak untuk kehidupan yang lebih baik, dan segala sesuatu yang lebih baik. Saya tinggal di rumah yang bukan milik saya. Itu rumah ibu saya. Jadi jika saya menjual rumah itu maka 99% dari hasil penjualannya menjadi milik ibu saya. Saya mengendarai mobil, itu bukan mobil saya. Apakah saya tidak punya hak untuk mengendarai mobil?
Jadi saya tinggal di rumah yang bukan milik saya. Apakah saya memiliki rumah? Dapat disebut demikian, walaupun di atas nama saya tetapi kenyataannya bukan milik saya. Apakah saya memiliki mobil? Dapat dikatakan demikian, tetapi pada dasarnya saya hanya menggunakannya. Apakah kita tidak mempunyai hak? Apakah kita bersungut-sungut? Apakah kita mengeluh akan hal ini? Tidak! “Kami ingin”, seperti yang Paulus katakan “semua orang paham bahwa aku juga punya hak, meski aku tidak menggunakanya”. Oleh karena itu, manusia rohani mempunyai hak tetapi mereka memutuskan untuk tidak menuntut haknya. Apakah anda melihat itu? Anda juga mempunyai hak tetapi kerohanian anda akan dilihat dalam seberapa besar kerelaan anda untuk melepaskan hak anda. Ketika seseorang pergi untuk memberitakan Injil, seringkali ini bukan hanya semata-mata persoalan panggilan, sebagaimana yang suka diklaim orang. Melayani Tuhan adalah persoalan apakah mereka mau menyerahkan hak mereka ke atas itu dan ini, hak untuk kehidupan yang lebih baik, untuk semua yang lebih itu.
Sebagai contoh Henry Choy, seorang saudara terkasih yang ada di Negeri Tiongkok. Ia banyak menolong saya dalan hal rohani. Ia dapat dikatakan sebagai bapak rohani bagi saya. Ia menolak untuk menikah. Apakah ia tidak boleh menikah? Tentu saja ia punya hak untuk itu. Namun ia tidak mau, ia melepaskan haknya. Dalam artikata tertentu, bukannya ia tidak mau merasakan suasana rumahtangga yang nyaman, tetapi ia menyerahkan haknya, karena ia ingin melayani Tuhan dengan devosi yang tidak berbagi-bagi. Ia melepaskan haknya karena ia tahu Komunis akan dengan segera berkuasa di sana. Ini berarti akan ada banyak penderitaan yang harus dihadapi dan ia ingin menanggungnya sendiri. Ia tidak ingin menimpakan penderitaan ke atas istri dan anak-anaknya. Itulah hal yang menganggu kita yang sudah bernikah ini, di mana kita harus menderita dan membuat orang lain menderita. Adalah lebih baik menderita sendiri. Tentu saja, pelayanan pastoral berbeda, dan Henry tidak terlibat dalam pelayanan pastoral. Lebih baik bagi seorang Evangelis jika ia hidup lajang, karena ia harus banyak berkeliling. Ia harus melakukan perjalanan. Jika ia punya keluarga, ia sangat sering pergi meninggalkan keluarganya. Itu tidak hanya menyebabkan penderitaan bagi keluarganya, tetapi ia pun ikut menderita.
Kita memang punya hak, tetapi kita tidak harus mempertahankannya. Henry punya hak untuk menikah. Ia sangat atraktif, tampan, menyenangkan, pintar, tetapi ia memutuskan untuk hidup lajang demi Kristus. Ia punya hak; ia mengesampingkan haknya itu demi Injil. Tentu saja dalam pelayanan pastoral, ada kalanya, anda tidak dinasehatkan untuk hidup lajang, karena jika demikain akan menimbulkan banyak kesalahpahaman. Jika seorang pria lajang tampak sedang berbicara dengan seorang gadis, ini akan menimbulkan banyak pertanyaan serta menyebabkan kesalahpahaman. Dalam pelayanan pastoral, seringkali adalah kurang bagus untuk seorang pria tidak menikah. Sedangkan sebagai evangelis seringkali orang lebih suka hidup lajang.
Makanya seorang manusia rohani melepaskan haknya. Orang seperti Henry Choy mempunyai hak untuk meninggalkan Tiongkok sebelum kedatangan Komunis. Tidakkah ia mempunyai hak untuk meninggalkan Tiongkok? Apakah hanya orang lain yang boleh melarikan diri demi menyelamatkan nyawa mereka? Ia juga punya hak untuk pergi. Ia melepaskan haknya untuk pergi; ia tetap tinggal di Tiongkok. Dan seperti yang pernah saya sharingkan sebelumnya, betapa saya bersyukur karena ia tetap tinggal. Di manakah saya jika ia tidak tetap tinggal di Tiongkok? Jadi kita bersyukur kepada Allah bagi mereka yang telah melepaskan hak-hak mereka, sebagaimana Yesus melepaskan hak-haknya.
Melepaskan Hak Merupakan Inti dari Pengampunan
Pahamilah hal ini: Mengapa kita melepaskan hak kita? Karena itu adalah seluruh inti dari pengampunan! Perhatikan! Jika kita tidak melepaskan hak kita, bagaimana mungkin kita dapat mengampuni? Jika seseorang menginjak sepatu saya, sehingga sepatu saya menjadi kotor, terkena lumpur, saya dapat berkata, “Lihat, anda telah mengotori sepatu saya, anda harus membersihkannya sekarang!” Bukankah itu hak saya untuk menyuruhnya membersihkan sepatu saya? Namun anda dapat melihat bahwa inti utama dari pengampunan adalah melepaskan hak. Itulah sebabnya mengapa manusia rohani melepaskan haknya. Seluruh maksud dan tujuan dari pengampunan adalah melepaskan hak. Saya berhak untuk menyuruhnya membersihkan sepatu saya yang dia injak itu. Namun ketika saya berkata, “Aku memaafkanmu”, ini berarti saya tidak mempertahankan hak yang saya miliki. Saat saya mengatakan kepadanya “Lupakan saja! Tidak apa-apa.” Inilah seluruh intinya pengampunan. Manusia rohani belajar untuk mengampuni. Itulah alasan mengapa kita tidak mempertahankan hak kita. Jika anda menampar saya, saya punya hak untuk menuntut anda di pengadilan, dan menuntut supaya anda dihukum 400 zuz. Tapi saya melepaskan hak saya—saya mengampuni anda. Saya mengampuni demi Kristus. Jadi saya tidak mempertahankan hak saya.
Mengapa kita mengampuni? Karena Allah telah mengampuni kita, itulah alasannya. Jika Allah mempertahankan haknya, apa yang terjadi dengan kita? Kita semua akan binasa. Kita telah menghina kemuliaan ilahi-Nya, kita tidak hidup dalam kuasa-Nya, kita tidak menuruti kehendak-Nya setiap hari, kita tidak memuliakan Dia. Jika Ia mempertahankan hak-Nya, saudara-saudara, meskipun hanya atas satu poin, maka tidak satupun di antara kita yang tersisa. Kita semua tidak ada lagi. Tuhan tidak mempertahankan hak-Nya, seperti yang Yesus katakan, “Sebagaimana Bapa dan Aku mengampuni, begitu juga kamu juga harus mengampuni.” Kita harus mengikuti teladan Yesus. Bagaimana kita berani masih mempertahankan hak kita ketika dosa -hutang kita- telah dihapuskan? Dosa dalam Alkitab disebut dengan hutang. Jadi apa poin pertama yang telah kita perhatikan? Dosa selalu mau memgambil dan memperoleh. Dan anehnya semakin banyak anda mengambil, semakin besar hutang anda secara spiritual. Apakah anda memperhatikannya? Yang kedua, pengampunan adalah penghapusan hutang-hutang itu. “Ampunilah hutang-hutang kami” – itulah yang dikatakan di Doa Bapa kami -“sebagaimana kami mengampuni orang yang berhutang kepada kami.” [Mat 6:12]. Manusia rohani belajar untuk berpikir secara rohani; ia melepaskan hak-haknya. Ia tidak mempertahankan hak-haknya karena hutangnya sendiri sudah diampuni, inilah alasannya.
Manusia Rohani Terdorong Untuk Menyelamatkan Orang Lain
Apa poin yang ketiga? Mengapa kita harus melakukan semuanya ini? Mengapa saya harus memberikan pipi kiri? Apa yang sebenarnya kita lakukan? Apakah anda memperhatikan bahwa yang kita lakukan adalah lebih dari hanya tidak membalas? Inilah yang disebut dengan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Itulah yang sedang kita lakukan. Kita menggunakan senjata rohani paling ampuh yang kita miliki – yaitu kasih. Tahukah anda bahwa kasih dapat menghancurkan hati yang paling keras? Dengan kasih kita dapat merobohkan semua perlawanan yang keras terhadap Tuhan. Ia dapat melembutkan segala hal yang keras. Seperti yang dikatakan Paulus,
“Karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup meruntuhkan benteng-benteng.” [2 Korintus 10:4]
Senjata apakah itu? Senjata kasih ilahi Allah—diberikan waktu ia akan menghancurkan hati yang paling keras.
Ketika Stefanus dibunuh, adakah yang salah dalam perkataannya? Adakah ia mengatakan sesuatu yang tidak Alkitabiah? Tidak ada perkataannya yang tidak Alkitabiah! Tidak ada apa-apa yang dikatakan oleh Stefanus yang tidak sesuai Kitab Suci! Tapi mengapa mereka membunuhnya? Itu satu tindakan yang ilegal, bertentangan dengan hukum. Stefanus dapat menyerukan haknya untuk melawan orang banyak itu – tetapi ia tidak melakukan apa-apa. Ia dapat berkata, “Hai orang-orang, kutukan Allah turun atas kalian semua!” Itukah yang dikatakannya? Tidak sama sekali! Apa yang ia katakan? “Ampunilah mereka!” Ampunilah! Anda tahu bahwa saat perkataan ini keluar dari mulut anda, anda telah melepaskan hak anda. Orang Kristen tidak mempertahankan haknya karena pikirannya telah diubahkan. Diubahkan dalam hal apa? Ia tidak ingin mengambil karena ia peduli pada orang lain. Ia ingin agar orang lain diselamatkan, inilah alasannya. Seperti Tuhan telah mengampuni saya, maka demi Kristus saya mengampuni kamu. Saya ingin kamu juga diselamatkan. Saya ingin kamu menerima kasih Allah. Karena itu saya melepaskan hak yang saya miliki, saya mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, supaya kamu dapat dimenangkan. Kita tahu bahwa ini faktor yang penting – bahwa kematian Stefanus merupakan faktor yang sangat penting dalam pertobatan Paulus. Faktor ini sangat penting, karena, coba pikirkan jika Stefanus mempertahankan haknya, bagaimana ia dapat menjadi saksi bagi Paulus? Renungkan itu.
Jika saya mempertahankan hak yang saya miliki, bagaimana saya dapat menjadi saksi bagi orang lain? Apa yang saya lakukan tidak ada bedanya dengan yang dilakukan oleh orang non-Kristen. Mereka semua mempertahankan hak mereka dan saya juga melakukannya, jadi apa bedanya? Bagaimana kasih dapat dinyatakan? Wanita tersebut menabrak mobil saya, dan saya berkata, “Oke, ayo ke pengadilan, aku ingin semua uangku kembali.” Setiap orang non-Kristen akan melakukan hal itu. Jadi bagaimana saya dapat bersaksi kepada wanita itu? Apa kesaksian saya saat memberitahunya, “Tuhan mangasihimu”? Apa kesaksian saya? Kata-kata kosong yang tidak berarti! Saya harus membuktikan padanya, yaitu dengan melepaskan hak saya. Di mata dunia, yang saya lakukan merupakan suatu kebodohan, karena saya tidak menuntut ganti rugi apa pun atas kerusakan yang terjadi, tetapi saya sama sekali tidak tertarik dengan pandangan dunia. Saya hanya tertarik dengan pandangan Allah, saya hanya tertarik pada apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang murid Kristus. Saya melepaskan hak saya karena saya ingin memenangkan dia demi Kristus. Berapa pun jumlah uang itu – beberapa ratus pound sekalipun – apakah lebih berharga dari keselamatannya? Saya mempertimbangkan dan memutuskan bahwa keselamatannya lebih penting dari uang, jadi saya melepaskan hak saya. Jika seseorang menampar wajah saya dan saya punya hak untuk membawanya ke pengadilan, tetapi saya mempertimbangkannya sekali lagi mana yang lebih penting? Uang, ia membayar denda untuk pemulihan harga diri saya, atau keselamatannya? Mana yang lebih penting?
Dengan demikian manusia rohani mempertimbangkan bagaimana dapat memenangkan orang lain—bukan bagaimana ia memperoleh gantirugi – tapi bagaimana ia dapat memenangkan orang lain bagi Kristus. Sekarang bukankah kita dapat melihat saudara-saudara, bahwa ajaran Tuhan Yesus ini sangat logis? Mengapa demikian? Dalam konteks nilai rohani, ajaran ini sangat masuk akal dan logis. Jika anda berpikir secara spiritual, anda harus berpikir tentang keselamatan dia. Namun jika anda berpikir secara duniawi, anda akan berpikir cara yang lain—berdasarkan logika manusia. Adalah sangat logis untuk berkata, “Ia telah menabrak mobil saya, ia harus membayar kerusakkannya, agar lain kali ia lebih berhati-hati dalam mengendarai mobil.” Itu memang sangat logis, tapi logika saya berbeda jika saya berpikir secara rohani. Saya berkata, “Biar ia diubahkan! Biarlah kasih Kristus mengubah dia dan ia tidak akan lagi melakukan hal itu, karena ia telah menjadi ciptaan yang baru”. Cara mana yang lebih baik? Jenis logika mana yang ada dalam pikiran anda? Ujilah pikiran anda. Saudara-saudara, apakah pikiran anda sudah diperbaharui? Apakah anda mempunyai pikiran yang baru? Sudahkah anda menjadi ciptaan yang baru dalam Kristus?
Ini ujian- perhatikan apakah anda ciptaan baru atau bukan. Apakah anda peduli terhadap keselamatan orang lain daripada mengenai hak yang menjadi milik anda? Mengapa anda menemukan ajaran ini mustahil untuk dituruti? Karena anda ingin mempertahankan hak anda. Jika anda peduli bahwa orang itu harus diselamatkan, supaya kasih Kristus mengubahkan orang itu, anda tidak akan begitu peduli apakah anda mendapat ganti rugi atau tidak. Bukan masalah jika anda menampar aku. Jika melalui kasih saya anda dapat diselamatkan, maka tamparlah saya sekali lagi. Sungguh indah! Jika Kristus dapat mati bagi dosa anda, jika Kristus dapat mati bagi dosa-dosa saya, tidak dapatkah saya menahan sedikit tamparan yang membawa keselamatan bagi seseorang? “Sebab kasih Kristus menguasai kami”, kata Paulus [2 Ko 5:14], “jadi aku ditampar, dipukul beberapa kali. Aku telah dipukul dan dipukul. Untuk apa aku bertahan terhadap semuanya ini? Supaya mereka akan berbalik pada Kristus, supaya mereka dimenangkan, supaya mereka juga menjadi ciptaan baru. Supaya mereka menjadi tipe manusia yang baru, supaya mereka tidak lagi berperilaku seperti ini”. Anda boleh mengurungnya; anda boleh memukulnya; anda boleh membalas, tetapi itu tidak akan mengubah dia. Kita mempunyai senjata yang paling ampuh, yang dapat digunakan untuk memenangkan orang. Apakah ini pemikiran anda?
Yang saya bagikan di sini adalah kebenaran Firman Allah. Kita menyimpulkan dan kita telah melihat tiga poin: manusia rohani telah memahami ciri dosa, yaitu, dosa adalah menerima dan bukan memberi. Oleh karena itu, ia harus diubahkan. Perhatikan betapa berbedanya—memberi dan bukan memperoleh. Dan kita melihat bahwa manusia rohani juga tidak mempertahankan haknya karena ia telah memahami bahwa pengampunan, inti kepada pengampunan adalah pelepasan hak. Ketika tidak ada pelepasan hak, maka tidak ada pengampunan. Dan karena kita telah diampuni, maka kita akan mengampuni. Dan ketiga, kita melihat bahwa manusia rohani dimotivasikan oleh kasih Kristus; ia mempedulikan keselamatan orang lain. Dan inilah alasannya mengapa ia tidak menuntut hak-haknya, karena yang ia mempedulikan bukan hidupnya sendiri, tetapi orang lain. Ia tahu bahwa kasih merupakan senjata yang paling ampuh untuk memenangkan orang lain.
Bukan berbicara, berkhotbah dengan membanting-banting Alkitab anda di atas mimbar—semua orang dapat melakukan itu. Kehidupan anda dan perilaku anda yang menunjukkan orang Kristen yang bagaimana anda sesungguhnya. Jika anda ditampar dan anda menyeret orang ke pengadilan, setiap non-Kristen melakukan itu. Namun jika anda ditampar dan anda memberikan pipi yang satu lagi dalam kasih, di dalam sikap kasih, seolah-olah berkata, “Jika dengan tamparan ini dapat membantu keselamatan anda, maka tamparlah lagi. Jika dengan memberi jaketku dapat membantu anda diselamatkan, maka ambilkah jaket saya. Jika dengan berjalan mil yang kedua dapat membantu anda diselamatkan, aku akan berjalan mil yang kedua, bahkan jika dibutuhkan, mil yang ketiga.” Itulah sikap seorang manusia rohani, apakah anda melihatnya?
Kesimpulan
Jadi dalam menyimpulkan, marilah setiap daripada kita menyelidiki hati dan hidup kita di hadapan Tuhan dan melihat apakah kita sesungguhnya telah diubahkan. Ajaran sedemikian mustahil dipraktikkan kecuali kita telah lahir baru dan kecuali kita telah dipenuhi oleh Roh Kudus; maka kita punya kekuatan untuk melakukannya. Jadi jangan keluar dan berkata kepada diri sendiri, “Oke, sekarang aku memahami ajaran Yesus.” Jika anda memahaminya, maka anda perlu melakukannya. Menjadi seorang Kristen bukan hanya memahaminya. Ada orang yang berkata, “Aku mengenal Alkitab.” Saya katakan itu tidak mengubah apa-apa. Anda mungkin tahu semuanya, tapi semakin anda tahu, semakin besar tanggungjawab anda. Pastikan supaya ia diterapkan dan dilakukan di dalam kuasa-Nya karena Ia tahu kita tidak dapat melakukannya dengan kekuatan kita sendiri. Ia tidak mengharapkan kita untuk melakukannya di dalam kekuatan kita sendiri. Ia memberikan Roh Kudus kepada kita justru supaya kita dapat menjalani kehidupan Kekristenan ini. Namun kehidupan Kekristenan yang dimiliki kebanyakan orang Kristen hari ini, tidak membutuhkan Roh Kudus untuk dijalani, karena tidak ada perbedaan apa-apa pun dari orang-orang non-Kristen. Itulah alasannya mengapa mereka tidak membutuhkan Roh Kudus. Akan tetapi setelah kita menyadari bahwa kehidupan Kekristenan yang dimaksudkan oleh Tuhan itu sangat berbeda dari kehidupan di dunia, maka kita akan bersinar seperti cahaya di tengah dunia karena kita begitu berbeda. Namun untuk hidup dengan cara itu, anda membutuhkan kuasa—kuasa dari Allah. Semoga Tuhan berbicara kepada setiap hati kita!