Ev. Xin Lan | Kaleb |

Karakter yang akan kita lihat hari ini adalah Kaleb. Kaleb adalah salah satu dari dua orang Israel yang berangkat dari Mesir bersama Musa yang pada akhirnya berhasil masuk ke tanah perjanjian. Saat bangsa Israel meninggalkan Mesir, angkatan mereka terdiri dari 600,000 pria dewasa. Semua umat Israel yang lain mati di padang gurun, ini termasuk Musa dan Harun, yang Allah hilangkan penghargaan untuk mereka masuk tanah perjanjian karena mereka tidak memuliakan Allah. Umat Israel yang lain, tidak mendapat penghargaan masuk ke tanah perjanjian karena dosa-dosa dan perlanggaran mereka. Jadi, dari seluruh angkatan yang keluar dari Mesir, hanya dua orang yang masuk ke tanah perjanjian, Kanaan dan mewarisi tanah itu. Kedua orang itu adalah Yosua dan Kaleb.

Terdapat banyak catatan tentang Yosua. Allah juga dengan luar biasa memakai Yosua dan memberikan penghargaan untuk mewarisi kepemimpinan Musa, memimpin Israel untuk menakluk tanah Kanaan. Dibandingkan dengan Yosua, tidak banyak yang diketahui tentang Kaleb. Alkitab tidak meninggalkan banyak catatan tentang Kaleb. Sepertinya, dia tidak melakukan apa-apa yang besar. Namun, Allah menyebut Kaleb sebagai hamba-Nya dan dengan luar biasa memberkatinya.


Kaleb, salah satu dari 12 Pengintai

Di Bilangan pasal 13:2,

“Utuslah orang untuk mengintai tanah Kanaan, yang akan Kuberikan kepada anak-anak Israel. Kamu harus mengutus seorang dari tiap suku, setiap pemimpin dari antara mereka.”

Musa memilih 12 orang sesuai dengan perintah dari Allah. Salah satu adalah pemimpin suku Yehuda yaitu, Kaleb. Yosua adalah pemimpin suku Efraim. Kedua-belas orang ini diutus sebagai pengintai ke tanah Kanaan selama 40 hari. Mereka membawa pulang hasil bumi dari Kanaan dan memberikan laporan hasil pengintaian mereka. Sepuluh dari 12 pengintai itu melaporkan, 

Mereka berkata kepada Musa, “Kami sudah pergi ke negeri ke mana engkau utus kami. Negeri itu memang berlimpah dengan susu dan madu. Inilah buah dari sana. Akan tetapi, bangsa yang tinggal di sana sangat kuat. Kota-kotanya sangat besar dan berbenteng.” Namun, Kaleb menenangkan orang-orang yang ada di hadapan Musa, lalu berkata, “Kita akan pergi ke sana dan menduduki negeri itu. Sebab, kita pasti sanggup menguasainya.” Namun, mereka yang pergi bersama dia berkata, “Kita tidak akan mampu melawan orang-orang itu sebab mereka lebih kuat daripada kita.” Kami juga melihat orang-orang Nefilim di sana yaitu keturunan Enak! Kami melihat diri kami sendiri seperti belalang, demikian pula mereka melihat kami.”

Lalu, seluruh jemaat mengeluh dengan suara nyaring serta meratap, mereka mulai menggerutu terhadap Musa dan Harun.

Orang Israel menggerutu terhadap Musa dan Harun, dan seluruh umat berkata kepada mereka, “Alangkah baiknya kalau kami mati di Mesir atau di padang gurun ini saja.  Mengapa Yahweh membawa kami ke negeri ini untuk dibunuh dengan pedang? Istri dan anak-anak kami akan menjadi tawanan. Bukankah lebih baik jika kami kembali ke Mesir?” Maka, mereka berkata satu sama lain, “Mari kita angkat seorang pemimpin, lalu kembali ke Mesir.” (Bil 14:2-4)


Laporan buruk Mengubah Sejarah Israel

Bagaimana respon Yosua dan Kaleb?

 Yosua, anak Nun, dan Kaleb, anak Yefune, yang ikut mengintai negeri itu, merobek pakaian mereka.  Mereka berkata kepada kumpulan umat Israel, “Negeri yang kami jalani untuk diintai itu sangat baik. Jika Yahweh berkenan kepada kita, Dia akan membawa kita memasuki negeri itu dan akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah dengan susu dan madu. Hanya saja, jangan memberontak melawan Yahweh, dan jangan takut kepada penduduk tanah itu, sebab bagi kita, mereka adalah mangsa. Perlindungan mereka telah meninggalkan mereka, dan Yahweh menyertai kita. Jadi, jangan takut kepada mereka!” (Bil 14:6-9)

Mendengarkan kata-kata Yosua dan Kaleb, umat itu hendak merajam keduanya dengan batu.

Jawab Yahweh, “Aku telah mengampuni mereka sesuai dengan permintaanmu.
Namun, sesungguhnya, demi Aku yang hidup dan kemuliaan Yahweh akan memenuhi seluruh bumi:  Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan mujizat-Ku yang Kulakukan di Mesir dan di padang gurun, tetapi telah mencobai Aku sepuluh kali dan tidak mendengarkan suara-Ku, tidak akan melihat negeri yang telah Aku janjikan kepada nenek moyang mereka, juga semua orang yang telah menghina Aku. Akan tetapi, hamba-Ku Kaleb akan Kubawa masuk ke negeri yang dia masuki itu dan keturunannya akan memiliki negeri itu. Sebab, dia memiliki roh yang berbeda dan telah mengikuti Aku dengan sepenuhnya.
Sementara untuk kalian, mayat kalian akan bergelimpangan di padang gurun ini.
Anak-anakmu akan menjadi gembala selama 40 tahun di padang gurun. Mereka akan menderita karena ketidaksetiaanmu, sampai kalian semua mati di padang gurun.
Sesuai jumlah hari ketika kamu mengintai negeri itu, yaitu empat puluh hari, untuk setiap harinya kamu harus menanggung kesalahanmu selama setahun, genap empat puluh tahun. Dengan demikian, kamu akan mengetahui permusuhan-Ku.’ (Bil 14: 20-24, 32-34) 

Jadi, laporan buruk dari sepuluh pengintai itu mengubah sejarah Israel. Mereka harusnya dapat dengan sangat cepat masuk ke tanah perjanjian di Kanaan. Namun, karena peristiwa ini, penaklukan Kanaan tertunda selama 40 tahun. Dibutuhkan 40 tahun sebelum mereka berhasil masuk ke tanah perjanjian. Seluruh angkatan, selain Yosua dan Kaleb, tidak diizinkan masuk ke dalam tanah perjanjian. Semuanya dikutuk, hanya Kaleb dan Yosua mendapat berkat itu. Allah memuji Kaleb karena memiliki semangat yang berbeda dan dengan sepenuh hati mengikuti Allah. Jadi, Allah mengaruniakan kepada dia dan keturunannya tanah perjanjian yang dia intai itu.


Banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih

Membaca kisah ini membuat kita memikirkan tentang kata-kata Yesus, “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” Sedikit yang dipilih dan tidak banyak yang akan menemukan jalan ke kekekalan. Terdapat setidaknya 600,000 pria dewasa di Israel pada angkatan itu. Namun, hanya dua yang masuk ke tanah perjanjian. Ini adalah satu rasio yang sangat ekstirm antara banyak yang sedikit. Hanya beberapa yang masuk ke tanah perjanjian. Apakah sangat sukar untuk memperoleh keselamatan? Sangat sukar, hanya 2 dari 600,000 orang! Sangatlah sulit untuk memperoleh keselamatan.

Anda akan bertanya, “Mengapa Allah membuat keselamatan begitu sukar bagi manusia? Jangan salah. Allah tidak dengan sengaja membuat keselamatan sulit bagi kita. Allah begitu menginginkan seluruh bangsa Israel untuk masuk ke dalam tanah perjanjian. Ini adalah janji yang Allah berikan kepada seluruh bangsa Israel. Namun, masalahnya adalah bangsa Israel ketakutan saat berhadapan dengan kesulitan dan tantangan. Bangsa Israel yang membuatnya sulit.

Lihat pada catatan di sini. Allah mengaruniakan tanah Kanaan kepada Israel. Mereka akan memperolehnya jika mau maju. Namun, bangsa Israel ketakutan saat mereka melihat bahwa orang-orang di Kanaan itu berperawakan besar dan tembok-tembok kota kokoh dan tinggi. Mereka memperkirakan bahwa mereka tidak akan mampu untuk mengalahkan orang di Kanaan. Mereka lupa siapa yang telah berjuang untuk mereka sejak mereka keluar dari Mesir. Allah-lah yang telah berjuang untuk mereka. Dari 10 tulah yang Allah kirim kepada orang Mesir, sampai pada pemisahan Laut Merah, semua itu dikerjakan oleh Allah. Semua itu adalah pekerjaan Allah yang besar. Andai saja mereka mendengarkan Allah dan mau bergerak maju, maka semuanya akan terlaksana dengan baik. Apa yang begitu menakutkan? Apa yang begitu sulit?

Kenyataannya mereka sangatlah ketakutan, mereka tidak mau melangkah maju. Mereka tidak mau mengikuti Allah. Mereka menggunakan metode dan cara mereka sendiri. Mereka mau mengangkat seorang pemimpin, untuk memimpin mereka kembali ke Israel. Itulah keputusan mereka setelah mereka melihat tantangan di depan mereka.   


Apakah mudah untuk Mematuhi Allah?

Kaleb tidak melakukan hal yang kita nilai terlalu mencengangkan. Dia hanya memutuskan untuk mengikuti Allah. Dia berkata, “Karena Allah telah memberikan kita tanah itu, maka Allah pasti punya cara untuk kita memperolehnya. Kita pasti akan menang di atas lawan dan saya akan mengikuti perintah Allah.” Kaleb tidak memakai caranya sendiri. Hasilnya, dia memperoleh tanah perjanjian. Sepertinya apa yang Kaleb lakukan bukanlah sesuatu yang sulit.

Kita perlu tahu bahwa sekarang, kita sedang mengulas sejarah. Kita melihatnya dari sudut pandang seorang pemerhati. Kita telah tahu awal dan akhir dari seluruh kisah ini. Bagi kita, semuanya jelas. Namun, janganlah kita menipu diri sendiri. Paulus berkata di 1 Kor 10:

Hal-hal ini terjadi atas mereka sebagai contoh dan dituliskan sebagai peringatan bagi kita, yang kepada siapa akhir zaman telah datang. Karena itu, biarlah orang yang menyangka kalau dirinya teguh berdiri waspada supaya ia tidak jatuh! (1Kor 10:11-12)

Mari kita berpikir sejenak untuk bertanya pada diri kita sendiri, apakah kita sesungguhnya dapat mematuhi perintah Allah dalam kehidupan nyata kita. Tidak khawatir dan takut akan tantangan yang kita hadapi, tetap memilih taat; dan tidak melakukan dengan cara kita sendiri.

Misalnya, dalam hal mencari pekerjaan. Selalunya, saat wawancara pekerjaan, kita akan melebih-lebihkan talenta dan kemapuan kita. Memberi kesan bahwa kita berpengalaman dalam pekerjaan yang sebetulnya belum pernah kita lakukan. Namun, kita memberi kesan palsu bahwa kita pernah melakukannya. Jika tidak berbuat demikian, kita tidak akan diterima untuk bekerja di perusahaan itu.

Namun, orang Kristen harus jujur, tidak melebih-lebihkan dan tidak memberikan kesan yang palsu. Apakah anda akan jujur, memberitahu apa yang anda tahu dan apa yang anda tidak tahu? Anda akan berkata, “Sulit untuk taat dalam situasi seperti ini. Jika saya jujur, apakah saya akan diperkerjakan?” Kenapa kita tidak mengandalkan Allah? Allah tahu situasi kita, Dia juga tahu kebutuhan kita. Mengapa kita tidak berani untuk mengandalkan Allah dan mengizinkan Allah untuk memimpin kita dalam usaha kita mencari pekerjaan. Seberapa banyak orang yang dapat sesungguhnya bergantung kepada Allah dalam situasi seperti ini?

Satu contoh lagi, jika dalam pekerjaan anda, mungkin bos atau kolega anda melakukan sesuatu yang curang. Mungkin mereka menipu demi kepentingan mereka sendiri, atau mereka bermain politik di kantor. Apakah kita bisa tetap patuh pada firman Allah dan tidak turut dalam permainan kotor mereka? Apakah kita bisa tidak terlibat di dalam ketidakbenaran mereka? Anda mungkin akan berkata, “Jika saya tidak turut terlibat dengan apa yang mereka lakukan, maka saya akan ditolak dan mungkin akan kehilangan pekerjaan saya.”       

Satu contoh lagi. Alkitab berkata, “Jangan mengikat diri dengan orang tidak percaya.” Orang Kristen tidak seharusnya menikah dengan orang bukan-Kristen. Namun, pada kenyataannya, orang Kristen adalah minoritas, dan kebanyakan orang di dunia ini bukanlah orang Kristen. Dan di dalam gereja, kebanyakan adalah kaum wanita dan sangat sedikit pria. Jadi, banyak wanita Kristen yang tersandung dalam hal pernikahan.

Dalam situasi-situasi yang telah saya gambarkan. Bukankah terasa begitu sulit untuk mematuhi firman Allah? Kalau kita taat, kita bisa saja berakhir lajang seumur hidup. Jadi, apa yang harus kita lakukan? Banyak orang Kristen yang menikah dengan non-Kristen. Beberapa terlihat lebih “rohani”, karena mereka memulai dengan pacaran dulu. Lalu mreka menunggu sampai pasangannya menjadi Kristen, baru mereka melanjutkan dengan pernikahan. Mereka mengira dengan berbuat demikian, mereka tidak menentang ajaran Alkitab karena pasangannya sekarang sudah Kristen. Hal ini sangatlah riskan. Pasangan anda mungkin saja menjadi Kristen karena dia mengasihi anda, bukan karena dia mengasihi Allah. Dia meresponi anda dan bukannya Allah. Pada akhirnya, keduanya harus membayar hal mahal di kekekalan. Anda bukan saja telah mencelakakan diri anda, tetapi juga melukai pihak yang satu lagi. 

Melihat dari sudut ini, kita tidak lebih baik dari kaum Israel. Mereka berhadapan dengan masalah dan musuh yang tangguh. Di bawah situasi genting itu, mereka gagal melihat kuasa Allah. Dan mereka dengan segera memakai metode mereka sendiri. Kita juga demikian. Meskipun kita tidak terang-terangan mengatakannya, di benak kita, kita mengira firman Allah tidak akan berhasil. Firman Allah tidak dapat diandalkan dan tidak terlalu efektif dalam kondisi dan situasi tertentu. Adalah lebih baik kita memikirkan cara kita sendiri. Namun, Kaleb berbeda dari kebanyakan kita. Dia taat dan berpegang kepada janji Allah, sekalipun situasi sama sekali tidak mendukung. Di hatinya, dia sudah membuat ketetapan untuk mengikuti Allah dan jalannya.


Tekad untuk berjuang sampai Akhirnya

Karena Allah sudah mengatakannya, maka dia melakukannya. Allah memuji Kaleb sebagai “memiliki roh yang berbeda dan sepenuhnya mengikuti Aku”. Apa artinya memiliki “roh yang berbeda”? Itu berarti, Kaleb adalah seorang yang punya tekad yang bulat, tidak seperti yang lain. Dia telah membuat keputusan untuk mengikuti Allah dengan tekun dan itu tidak akan berubah, tidak kira apapun situasi dan resikonya. Dia yakin Allah berada di pihaknya. Pokok ini sangatlah penting.

Sebagai orang Tionghoa, kita semua tahu tentang kisah klasik yang menggambarkan ketekadan untuk berjuang sampai mati dengan menutup setiap jalan mundur. Jadi hanya ada satu jalan, yakni berjuang sampai mati. Ini adalah kisah tentang raja dari dinasti Chu di bagian barat Tiongkok. Kaisar Xiang Yu berperang di suatu pertempuran yang dijuluki, “petempuran Rusa Raksasa:. Pada waktu itu, dia memimpin angkatan perangnya untuk melintasi sungai melawan musuhnya, angkatan perang Qin. Setelah menyeberangi sungai, Xiang Yu memerintahkan prajuritnya untuk menghancurkan semua peralatan masak dan menenggelamkan semua kapal. Dia memerintahkan untuk membakar semua rumah hunian mereka. Setiap prajurit hanya diizinkan untuk membawa bekal makanan untuk tiga hari. Mereka terlibat dalam pertempuran antara hidup atau mati. Tidak ada jalan balik. Sebagai akibatnya, walaupun situasi tidak mendukung, Xiang Yu dan pasukannya memperoleh kemenangan mutlak di dalam pertempuran itu.

Orang dunia tahu bahwa untuk mencapai apa pun, harus memiliki tekad untuk melangkah maju dan tidak berbalik. Jika seorang masih menyisakan jalan untuk berbalik, dia tidak akan maju dengan penuh kenekatan dan tanpa penyesalan. Setiap kali dia berhadapan dengan masalah, dia akan tergiur untuk mundur dan berbalik melalui pintu belakang. Seperti itulah umat Israel. Allah memimpin merkea keluar dari Mesir untuk menuju ke tanah perjanjian. Mereka telah meninggalkan Mesir dan mereka benar-benar ingin pergi ke tanah perjanjian. Namun, saat mereka berhadapan dengan kesukaran, mereka langsung mau putar balik dan kembali ke Mesir. Mereka tidak memiliki tekad seperti kaisar tadi, yang menghancurkan semua peralatan memasak dan menenggelamkan semua kapal. Umat Israel masih menyisakan jalan pulang, masih ada pintu belakang untuk mereka lari pada masa darurat. Jika mereka menilai bahwa masa depan tidak menjanjikan, maka mereka siap untuk melarikan diri melalui pintu belakang itu yang mereka tetap pertahakan itu. Karena itulah, Allah mengecam mereka tidak total dan dengan sepenuh hati mengikuti-Nya. 


Sangat sedikit yang Punya Tekad untuk bertahan sampai akhirnya

Mengapa “banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang diselamatkan”? Hal ini bukanlah karena Allah tidak suka banyak orang diselamatkan dan Dia dengan sengaja membuat standar keselamatan begitu tinggi. Alkitab berkata bahwa Allah ingin agar setiap orang diselamatkan dan Dia tidak menginginkan seorang pun binasa. Namun, persoalannya adalah sangatlah sedikit orang yang memiliki tekad dan sangat sedikit yang cukup komitmen untuk dapat bertahan sampai akhirnya.

Apakah hidup kekristenan kita dapat bertumbuh dan apakah kita dapat memperoleh janji Allah dan keselamatan pada akhirnya, kuncinya adalah, apakah kita punya tekad untuk mengikuti Allah sampai akhirnya. Yesus selalu mengajarkan para murid untuk bertahan sampai akhirnya karena mereka yang bertahan sampai akhirnya akan diselamatkan. Sebaiknya orang yang tidak punya tekad, tidak menjadi orang Kristen. Karena sekalipun dia menjadi seorang Kristen, dia tidak dapat bertahan sampai akhirnya, sama seperti orang Israel. Saat mereka berhadapan dengan masalah, mereka akan kabur. Jadi, pelajaran yang kita dapat dari Kaleb adalah: Kita menetapkan hati kita untuk mengikuti Allah dan dan tidak berubah.


Kaleb, Tidak Terpengaruh oleh Lingkungannya

Mari kita membaca dari Yosua 14:6-12,

Keturunan Yehuda datang menghadap Yosua di Gilgal. Kaleb anak Yefune, orang Kenas itu, berkata kepadanya, “Engkau mengetahui firman yang YAHWEH katakan kepada Musa, abdi Allah itu, mengenai aku dan mengenai engkau di Kadesh-Barnea.
Aku berumur empat puluh tahun ketika Musa, hamba YAHWEH itu, mengutus aku dari Kadesh-Barnea, untuk mengintai negeri itu. Dan, aku kembali kepadanya dengan membawa kabar yang jujur.
Saudara-saudaraku yang pergi bersamaku membuat hati bangsa ini tawar. Namun, aku tetap mengikuti YAHWEH, Allahku, dengan sepenuh hati.
Pada waktu itu, Musa bersumpah, katanya, ‘Sesungguhnya, tanah yang diinjak kakimu akan menjadi milik pusakamu dan anak-anakmu sampai selamanya, sebab engkau mengikuti YAHWEH, Allahku, dengan sepenuh hati.’
Sekarang, lihatlah YAHWEH telah memelihara hidupku seperti yang dijanjikan-Nya. Kini, sudah empat puluh lima tahun sejak firman YAHWEH itu diucapkan kepada Musa, sementara orang Israel berjalan di padang belantara. Dan, usiaku sekarang delapan puluh lima tahun.
Saat ini, aku masih kuat seperti ketika Musa mengutus aku. Seperti kekuatanku pada masa itu, begitu juga kekuatanku sekarang untuk berperang dan keluar masuk.
Karena itu, berikanlah pegunungan yang difirmankan YAHWEH pada waktu itu kepadaku, sebab engkau sendiri mendengar saat itu bahwa orang Enak berada di sana dengan kota-kota besar yang memiliki kubu. Sekiranya YAHWEH menyertai aku sehingga aku akan mencerai-beraikan mereka, seperti yang YAHWEH firmankan.”

Perikop ini berbicara tentang umat Israel setelah mereka 40 tahun menggembara di padang gurun. Angkatan yang keluar dari Mesir semuanya sudah mati dan hanya tersisa Yosua dan Kaleb. Yosua mewarisi posisi pemimpin dari Musa, dan memimpin Israeli untuk masuk ke tanah perjanjian. Bagaimana dengan Kaleb? Semangatnya mengikuti Allah sama sekali tidak berubah, sama persis seperti sebelumnya.

Jangan lupa bahwa semua orang yang ada di sekitar Kaleb adalah orang Israel, mereka adalah umat Allah, mereka bukan orang fasik. Memakai istilah hari ini, Kaleb sedang bersama orang percaya, dan bukan orang tidak percaya. Sekalipun Israel adalah umat Allah, tetapi hal yang mereka lakukan itu bertentangan dengan Allah dan tidak menyenangkan Allah. Dari 600,000 pria dewasa yang keluar dari Mesir, mereka semua menggerutu setelah mereka mendengar laporan buruk dari 10 pengintai itu. Akibat dari sikap mereka itu, umat Israel harus menggembara di padang gurun selama 40 tahun. Setelah itu pun, mereka tetap sering memberontak melawan Allah dan bertengkar dengan Musa. Perhatikan bahwa semua kegagalan dan kelemahan orang di sekitarnya, tidak mempengaruhi Kaleb. Dia tetap seperti sebelumnya. Dia tetap mengikuti Allah. Dia masih mengingat janji yang telah Allah berikan tentang pemberian tanah perjanjian.  

Kita harus menyadari bahwa, ada kalanya, orang non-Kristen tidak dapat mempengaruhi kita karena mereka tidak mengenal Allah. Apa yang mereka lakukan, tentunya tidak menyenangkan Allah. Namun, mereka tidak memakai Alkitab untuk menyesatkan kita. Jadi, kita dapat dengan mudah mengabaikan apa yang mereka katakan, apa yang mereka lakukan dan dengan demikian, tidak mempengaruhi kita.

Namun, orang Kristen dapat mempengaruhi kita. Mereka adalah orang yang kita kenal. Kita melihat perilaku dan perbuatan mereka, kita mungkin akan berkata di hati, mereka boleh seperti itu, kenapa saya tidak? Lagi pula, mereka melakukan dengan mengutip dasar firman Tuhan. Kedengarannnya masuk di akal! Ada kalanya, kita sudah bertekad untuk mengikuti firman Allah, kita mau setia pada Allah dan pekerjaan yang Dia mau kita lakukan, tetapi pada akhirnya, kita ditertawakan! “Mengapa kamu begitu bodoh? Firman Allah tidak bermaksud itu. Allah memberikan kepada kita kebebasan untuk memilih, kamu tidak perlu melakukan dengan cara itu.” Namun, Kaleb tidak mengikuti ikut-ikutan. Tidak kira apa kata orang, dia telah menetapkan hatinya, dia telah memutuskan untuk sepenuhnya mengikuti Allah, tanpa menghiraukan yang lain.


Kaleb, tidak Menggerutu walaupun turut dihukum

Renungkan hal ini. Di dalam peristiwa 10 pengintai memberikan laporan buruk, Kaleb tidak termasuk yang memberikan laporan yang membuat Israel putus asa dan patah semangat. Dia sepenuhnya tidak salah dalam hal ini. Namun, dia turut menggembara di padang gurun selama 40 tahun! Selalunya, kita bisa terima kalau kita berbuat salah dan kita dihukum. Karena kita memang salah. Lalu, kita bisa menerima hukumannya. Namun, saat orang lain yang berbuat salah, dan kita juga turut dihukum, bukanlah ini sulit diterima karena hal ini tidak adil. Kaleb bisa saja berkata, “Oh! Allah, Engkau tidak adil. Saya telah sepenuh hati mengikuti Engkau, tetapi pada akhirnya, saya turut harus menderita bersama orang-orang ini selama 40 tahun!” Kaleb tidak memiliki sikap ini. Perhatikan apa katanya. Bukan saja dia tidak memiliki sikap menggerutu melawan Allah, dia malah penuh dengan ucapan syukur. Apa katanya?

Sekarang, lihatlah Yahweh telah memelihara hidupku seperti yang dijanjikan-Nya. Kini, sudah empat puluh lima tahun sejak firman Yahweh itu diucapkan kepada Musa, sementara orang Israel berjalan di padang belantara. Dan, usiaku sekarang delapan puluh lima tahun. Saat ini, aku masih kuat seperti ketika Musa mengutus aku. Seperti kekuatanku pada masa itu, begitu juga kekuatanku sekarang untuk berperang dan keluar masuk. (Yos 14:10-11)  

Di beberapa ayat selanjutnya,

Sebab itu, Hebron menjadi milik pusaka Kaleb anak Yefune, orang Kenas itu, sampai saat ini, sebab ia tetap mengikuti Yahweh, Allah Israel, dengan segenap hati. (Yos 14:14)

Kaleb menetapkan hatinya mengikuti Allah dan dia tidak berubah sepanjang hidupnya, Kaleb memperoleh janji Allah pada akhirnya.


Kaleb, Tidak Fokus pada Masalah tapi Allah

Terakhir, marilah kita mempertimbangkan satu lagi pokok. Mengapa Kaleb menetapkan hatinya untuk mengikuti Allah? Motivasinya adalah janji Allah. Dia berpegang teguh dan erat kepada janji Allah dan tidak memandang tantangan di depannya sebagai masalah. Janji Allah diberikan kepada seluruh kaum Israel, tetapi bangsa Israel melihat masalah di depan mereka sebagai terlalu sukar untuk diatasi. Namun, mata Kaleb tidak tertuju pada masalah yang dia hadapi. Dia dapat melihat janji Allah walaupun belum terjadi. Dia berpegang pada janji itu. Pehatikan bahwa Kaleb di hari tuanya menyebut tentang janji Allah. Dia berkata Allah telah berjanji, maka dia harus memperoleh janji itu. 

Seringkali, saat Allah memberikan kepada kita suatu pekerjaan, kita langsung melihat masalahnya. Kita kehilangan fokus tentang janji Allah. Sebagai akibatnya, kita menyerah dan kita tidak mendapatkan janji itu pada akhirnya. Kita harus tahu bahwa sekalipun Allah memberikan manusia janji-Nya, Dia juga akan melihat apakah kita mengambil inisiatif untuk memperoleh janji itu. Jika kita tidak berinisiatif untuk memperolehnya, dan tidak menginginkannya, Allah tidak akan memaksakan janji itu ke atas kita.

Bangsa Israel pada angkatan itu tidak memperoleh janji Allah pada akhirnya, dan mereka binasa di padang gurun. Terdapat banyak sekali kesukaran yang akan kita hadapi saat kita maju mematuhi jalan Allah, marilah kita seperti Kaleb, berpegang erat pada janji Allah, dan pantang mundur, tidak kira apapun tantangan yang ada di depan kita.

 

Berikan Komentar Anda: