Pastor Eric Chang | Matius 18:5-9 |

Mari kita kembali kepada Firman Allah sambil kita melanjutkan pendalaman kita tentang pengajaran Yesus di dalam Matius pasal 18. Saya sering memakai Matius sebagai dasar pembahasan, namun perikop yang sejajar dapat ditemukan di dalam Markus dan Lukas.

Di khotbah yang lalu kita mempelajari ayat 1-4 dan melihat bahwa hikmat dan rencana Allah selalu bersifat revolusioner. Satu-satunya kata yang dapat dipakai untuk menggambarkan pengajaran Yesus adalah bahwa ajarannya bersifat revolusioner. Seringkali kita memakai kata ‘revolusi’ di dunia ini, akan tetapi kenyataannya tidaklah sedemikian revolusioner. Revolusi yang kerap terjadi di dunia ini hanya sekadar pergantian dari satu diktator yang satu ke diktator lainnya, hanya berlaku dari segi istilah tanpa adanya banyak perubahan. Tampilan luarnya mungkin berubah, akan tetapi isinya sama saja.

Akan tetapi ketika Yesus berbicara tentang revolusi, dia memang benar-benar revolusioner karena segala sesuatunya berubah. Di dalam ayat 1-4, dia berbicara tentang perubahan yang total dan utuh dari arah tujuan hidup seseorang. Yesus berkata, “Jika kamu tidak berubah dan menjadi seperti anak kecil ini, maka kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”

Dan di ayat 4, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.”

Perkataan ini bukan berarti bahwa anak-anak selalu berperilaku rendah hati. Bukan itu maksudnya. Anak-anak tidak dikenal karena kerendahan hati mereka. Namun poin di sini adalah bahwa kita yang sudah dewasa ini dan yang sudah cukup tua ini, kembali menjadi anak-anak. Itulah yang dimaksudkan dengan merendahkan diri.

Ketika Anda yang sudah dewasa, sudah cukup matang, sebagaimana adanya, berbaliklah dan menjadi anak kecil kembali, itulah yang disebut dengan merendahkan diri. Berbalik dari masa dewasa menuju masa kecil, yakni merendahkan diri sampai ke tingkatan anak kecil, itulah mrendahkan diri. Jadi poinnya bukan karena anak kecil itu rendah hati melainkan karena kita merendahkan diri menjadi anak kecil. Dan ini benar-benar suatu revolusi, suatu perubahan arah yang seutuhnya.

Kita selalu ingin menjadi orang dewasa dan kita berangan-angan, “Yah, usiaku baru 20 tahun dan aku masih bukan siapa-siapa di dunia ini. Mungkin kalau aku sudah mencapai usia 25, aku akan menjadi orang penting. Mungkin saja. Dan kalau aku masih belum jadi orang penting, mungkin kalau aku tumbuhkan jenggot, itu akan membantu untuk meningkatkan kedewasaanku.” Namun ketika Anda berusia 25, Anda dapati bahwa Anda masih belum begitu dewasa ada orang lain yang berusia 30 tahun yang berkata, “Siapa kamu?” Lalu Anda berpikir, “Nah, tunggu sampai aku berusia 30 tahun nanti, aku akan benar-benar menjadi orang penting.” Dan ketika Anda berusia 30 tahun, Anda dapati bahwa Anda masih belum juga menjadi orang penting. Dan Anda berharap bahwa suatu hari nanti, saat Anda sudah mulai memiliki beberapa uban di rambut Anda, maka Anda akan menjadi orang yang lebih ‘khusus’, dan mungkin bisa menjadi orang penting. Namun saat Anda mulai memiliki beberapa uban di kepala dan Anda dapati bahwa Anda masih juga bukan siapa-siapa. Selalu saja kita berpikir bahwa usia dan status akan menjadikan kedudukan kita lebih tinggi di dunia dan kita akan menjadi orang penting.

“Dan kalau aku sudah lulus sarjana penuh, aku akan jadi orang penting. Sekarang ini aku baru sarjana muda jadi aku masih belum jadi apa-apa.” Kemudian Anda memperoleh gelar tersebut, lalu Anda dapati bahwa dunia ini penuh dengan sarjana muda. Menjadi seorang ‘Sarjana” ternyata masih kurang bagus, mungkin Anda ingin coba mengejar gelar ‘Master’. Kemudian Anda dapati bahwa di pasaran sudah begitu banyak Master, dan Anda mungkin ingin mengejar gelar PhD. Dan segera saja Anda dapati bahwa ketika Anda melamar pekerjaan, sudah banyak orang bergelar PhD yang ikut melamar pekerjaan itu. Kita semua mengalami pendakian tanpa akhir untuk mengejar kedewasaan – dalam rangka menjadi orang penting ini – selalu saja terjadi, suatu pengejaran tanpa akhir ke arah sana.

Dan Yesus berkata, “Kamu harus mengalami revolusi di dalam hidupmu, dan berbalik arah di dalam hidupmu.” Dan Anda berkata, “Hei, sepanjang waktu aku berusaha untuk meninggalkan masa kanak-kanak tetapi engkau malah menyuruhku untuk menjadi anak kecil lagi.” Ya, inilah perubahan yang harus terjadi. Kesediaan untuk dihina dan ditolak sebagaimana yang kita bisa lihat mengenai Kristus di dalam Yesaya pasal 53.

Tentu saja kita mengasihi anak-anak, akan tetapi secara sosial mereka tidak memiliki status. Kita mengasihi mereka. Mereka adalah makhluk-makhluk kecil yang manis, asalkan mereka tidak terlalu banyak membuka mulut, tidak terlalu banyak bicara, dan bersikap sopan, tidak menumpahkan makanan di karpet atau di meja, tidak tampil menawan dan berbicara dengan sopan santun. Di samping semua hal yang bagus itu, mereka memang makhluk-makhluk kecil yang menawan akan tetapi mereka bukan siapa-siapa di dunia ini. Saat mereka menyampaikan pendapatnya, kita berpikir, “Sungguh naif, sangat konyol.”

Dan mendadak saja Yesus berkata kepada kita, “Jika kamu tidak menjadi seperti anak kecil.” Wah! Ini benar-benar memusingkan! Namun memang inilah karakter ajaran Yesus. Pengajaran Yesus memang selalu seperti ini. Selalu membuat kita terperanjat. Selalu mengejutkan kita.

Tepat ketika kita melangkah ke satu arah, Yesus berkata, “Tidak, kamu menuju ke arah yang salah. Jalan yang benar ke arah sana.” Dan Anda berkata, “Hei, aku baru dari arah sana.” Dan Yesus berkata, “Dan ke sanalah kamu harus pergi. Kembali ke masa-masa ketika kamu selalu diremehkan dan ditolak, masa ketika kamu masih anak kecil yang bukan siapa-siapa di dunia ini.” Anda berkata, “Aku justru tidak mau jadi yang seperti itu.” Yesus berkata, “Kalau kamu tidak mau jadi yang seperti itu, maka kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan.”

Siapa bilang menjadi orang Kristen itu mudah? Kekristenan itu bertentangan dengan kecenderungan manusiawi kita, berlawanan dengan ambisi-ambisi di mana kita diindoktrinasi sejak masa kecil kita. “Kapan kamu bisa dewasa?” adalah ucapan yang selalu kita dengarkan. “Apa kamu masih anak kecil? Kapan kamu bisa dewasa? Dengan demikian kita selalu ingin menjadi dewasa, namun sekarang kita disuruh menjadi anak kecil. Luar biasa, bukankah begitu?

Kita disuruh untuk kembali ke tahapan di mana kita akan mempercayai Allah seperti cara anak kecil mempercayai sesuatu. Dan kita mempercayai Dia sedemikian hingga kita akan melangkah bersama dengan Dia, bahkan sekalipun orang-orang akan berkata, “Sungguh konyol! Sungguh bodoh! Terlalu naif! Terlalu kekanak-kanakan!” Saat kami berkata, “Amin. Haleluyah!” Anda berkata, “Apa? Kalian mengamini hal itu? Apa kalian tidak malu? Kalian ingin menjadi anak-anak?”

Bagaimana Anda akan menghindari ajaran Yesus? Dapatkah Anda temukan cara yang lebih baik untuk menjelaskan ajaran ini? Ajaran Yesus dengan radikal menantang cara kita dibesarkan, diindoktrinasi dan pembentukan cara berpikir kita sejak kecil. Dan ke arah sanalah kita disuruh, untuk kembali lagi menjadi orang yang tidak berarti di tengah masyarakat seperti halnya seorang anak kecil. Dan ini semua adalah hal yang telah kita pelajari pada khotbah yang lalu.

Dan hari ini, kita sampai pada Matius 18:5-9.

Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” “Tetapi barangsiapa menyesatkan* salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.  Celakalah dunia dengan segala penyesatannya*: memang penyesatan** harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.  Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal.  Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua.

* Celakalah dunia dengan segala penyesatannya, atau, Celakalah dunia dengan pencobaannya yang menjadi sandungan (Stumble = sandungan, menjegal) – saya memakai kata ‘stumble (sandungan)’ karena, sebagaimana yang bisa Anda lihat di dalam bagian catatan pinggir di terjemahan bahasa Inggris versi RSV, kata aslinya dalam bahasa Yunani bermakna ‘to stumble (menjadi sandungan)’. Kata ini oleh sebagian besar terjemahan berbahasa inggris diterjemahkan dengan kata ‘sin (membuat berdosa)’ dan di dalam terjemahan LAI dipakai kata ‘penyesatan’.

**[memang penyesatan harus ada] – karena pencobaan itu memang tak terhindarkan. (Ini bukanlah terjemahan yang bagus. Lebih baik jika diterjemahkan sebagai “datangnya pencobaan itu memang tak terhindarkan.” Bukannya harus datang melainkan tak terhindarkan; harus datang dalam pengertian bahwa Anda tidak bisa menghindarkannya, bukan dalam arti bahwa ini adalah hal yang dibutuhkan.)


Menyambut seseorang yang hatinya seperti anak kecil berarti menyambut Kristus

Ini adalah kata-kata yang menggetarkan! Perkataan yang penuh kuasa dari Yesus! Namun apakah arti dari perkataan ini? Apakah makna pentingnya? Makna dari ayat 5 cukup sederhana. Sangat mudah untuk dipahami.

Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” Hal ini sangat mudah untuk dipahami karena hanya orang yang benar-benar seperti anak kecil inilah yang benar-benar mewakili Kristus.

Barangsiapa yang menyambut orang seperti ini, berarti dia sedang menyambut Kristus karena orang, yang seperti anak kecil, ini memang benar-benar mewakili Kristus. Orang ini telah merendahkan dirinya dari hal-hal seperti kesombongan, keangkuhan, keegoisan, mengandalkan diri sendiri, membanggakan diri, lalu menjadi sama seperti anak kecil lagi. Orang dengan sikap hati yang merendahkan diri, dengan sikap hati yang memandang Allah sebagai bapa, yang mempercayai Allah seperti anak kecil yang mempercayai bapanya, orang yang tidak peduli dengan pandangan orang lain terhadap dia karena karena dia mengasihi bapanya dan bersedia melakukan apa yang diinginkan oleh bapanya sekalipun orang lain akan mencela, mentertawai, merendahkan, meremehkan dan menolaknya, itu semua tidak masalah karena dia telah belajar untuk merendahkan dirinya dan menjadi seperti anak kecil lagi.

Orang yang semacam ini memang benar-benar mewakili Kristus. Tidak menyambut orang semacam ini berarti tidak menyambut Kristus, akan tetapi, menyambut orang seperti ini, yaitu orang yang telah belajar untuk benar-benar berhati seperti anak kecil, berarti menyambut Kristus, karena orang tersebut memang benar-benar mewakili Kristus.

Saya tidak tahu apakah Anda dan saya, sebagai orang-orang Kristen, benar-benar telah mewakili Kristus dengan tepat di tengah dunia ini. Apakah menurut Anda, Anda telah mewakili Kristus dengan tepat di dunia ini? Di saat orang lain melihat Anda dan saya, mereka memandang bahwa Anda dan saya adalah perwakilan Kristus, lalu mereka berkata, “Ya, orang ini memang benar-benar mewakili Roh Kristus.”?

Perlu diingat bahwa merendahkan diri itu sama sekali bukan dalam arti Anda membungkukkan punggung Anda lalu Anda berbicara dengan suara yang pelan sampai-sampai orang lain tak dapat mendengarkan suara Anda. Lalu Anda berusaha mengenakan pakaian yang sesederhana mungkin, lalu menganggap bahwa itulah yang disebut dengan merendahkan diri.

Kerendahan itu terdapat di dalam hati. Ini bukanlah masalah tampilan luar; melainkan masalah sikap hati. Itulah hal yang paling penting. Kerendahan ini merupakan sikap hati yang tidak mengejar kemuliaan dari orang lain, sikap hati yang tidak peduli tentang apa yang dipikirkan oleh orang lain terhadap Anda. Ia tidak mengejar pujian dari Anda. Ia tidak ingin ditinggikan karena ia telah merendahkan dirinya dari posisi orang dewasa ke posisi sebagai orang yang tidak diakui di tengah dunia. Ia tidak peduli dengan penilaian Anda. Inilah sikap yang tertanam jauh di dalam hati yang tidak terungkap lewat seberapa bungkuk punggung orang yang bersangkutan.

Jadi, pengertian sederhananya adalah: inilah jenis orang yang benar-benar memiliki pikiran Kristus dan oleh karenanya dia mewakili Kristus baik dalam tutur kata maupun tindakannya. Jadi, ayat 5 ini sangatlah mudah untuk dipahami. “Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini,” bukan semua jenis anak melainkan anak jenis tertentu, yakni jenis orang yang telah merendahkan dirinya untuk menjadi anak-anak.


‘Anak-anak kecil’: panggilan bagi murid
& panggilan bagi anak secara harfiah

Dan di dalam ayat 6, anak itu lalu digambarkan sebagai “anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku.” Para murid itu dipanggil dengan sebutan ‘anak-anak kecil (little ones = anak-anak, kawanan kecil, anak-anak kecil).’ Para murid, kerap dipanggil dengan sebutan ‘anak-anak (children)’ atau ‘anak-anak kecil (little ones) dengan demikian, panggilan ini bukan sekadar merujuk kepada anak-anak secara harfiah melainkan juga kepada para murid. “Anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku.” Tentu saja, perkataan ini juga tertuju kepada anak-anak, secara harfiah, yang percaya kepada Yesus, dan mereka memang termasuk di sini, akan tetapi cakupan istilah ini tidak terbatas pada mereka saja.


Betapa berharganya Anda jika Anda termasuk dalam anak-anak kecil
nya!

Kalimat yang selanjutnya itu sangatlah penting. “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya (bagi si penyesat itu) jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.”

Batu kilangan yang disebutkan di sini sangatlah besar karena pada zaman itu terdapat dua jenis batu kilangan. Jenis yang pertama adalah batu kilangan yang berukuran kecil yang biasa digunakan para ibu rumah tangga. Anda boleh sebut itu sebagai batu kilangan ukuran rumah tangga. Dan setiap rumah tangga memiliki batu kilangan jenis yang ini untuk menggiling tepung dan juga untuk menggiling dupa untuk dibakar pada hari Sabat, atau pun bahan-bahan lainnya yang bisa digiling dengan batu kilangan ukuran kecil ini.

Sedangkan yang satunya lagi berukuran sangat besar, bisa dikatakan bahwa yang ini adalah jenis komersil. Terlalu berat untuk diputar oleh tenaga manusia sehingga dipakai tenaga hewan seperti keledai yang diikatkan di gagangnya untuk memutar batu kilangan jenis komersil ini. Dan itulah sebabnya kita bisa temukan di dalam kosa kata bahasa Yunani tentang batu kilangan yang diputar oleh keledai. Dan di dalam ayat ini yang disebutkan adalah ‘batu kilangan yang besar’ itu. Jadi, dalam ayat ini, Yesus sedang berkata, “Kalau kamu menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya kepada-ku ini, lebih baik jika lehermu diikatkan dengan batu kilangan yang besar itu dan dengan itu kamu melompat ke laut yang paling dalam.”

Lalu Anda bertanya, “Apa maksud semua ini? Apa artinya?” Apakah itu berarti bahwa setiap kali Anda menyinggung perasaan saudara atau saudari seiman, maka Anda harus bunuh diri? Yah, mungkin itu salah satu jalur pemahamannya. Jika Anda memahaminya secara harfiah, mungkin memang itu artinya. Jika nanti Anda menyinggung hati saudara atau saudari seiman, maka Anda perlu mencari sebuah batu kilangan yang besar dan melompat dari jembatan. Inikah yang Yesus maksudkan? Anda lihat, cara Yesus memilih kata-kata sangatlah menusuk sehingga membuat Anda terkejut dan berpikir, “Apa maksudnya ini?”

Yang Yesus mau kita pahami adalah ini: tujuan utama dari perkataan ini adalah untuk menanamkan di dalam benak kita tentang betapa dia sangat mengasihi anak-anak kecil-nya, murid-murid yang percaya kepada-nya. Dan Yesus berkata bahwa jika ada di antara Anda yang menyesatkan salah satu murid-nya untuk berbuat dosa, maka perlu Anda pertimbangkan bahwa hukuman dari Allah kepada Anda akan sangat keras, akan sangat menghancurkan sampai jauh melampaui apa yang mungkin Anda lakukan terhadap diri Anda sendiri.

Jika Anda membuat salah satu dari anak-anak kecil Allah ini tersandung, padahal Allah begitu mengasihi mereka, maka apa yang akan Allah lakukan terhadap Anda akan jauh melampaui tindakan Anda yang paling merusak terhadap diri Anda sendiri. Anda mungkin akan sangat sulit menerima hal ini jika Anda menjadi sasaran penghakiman dari Allah.

Itulah cara Yesus untuk menyatakan betapa besar kasih-nya dan kasih Allah kepada murid-murid-nya. Allah mengasihi mereka dengan kasih yang begitu besar sehingga jika ada orang yang menyakiti mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh nabi dari Perjanjian Lama, “Setiap orang yang menjamahmu berarti sedang menjamah biji mata Allah” (Zak 2:8). Dan Anda tentu tahu betapa sakitnya jika ada debu yang masuk ke mata Anda, sungguh sakit sekali.

Demikianlah, setiap orang yang menjamah Anda, sebagaimana yang dikatakan oleh nabi Perjanjian Lama, berarti dia sedang menjamah biji mata Allah. Sedemikian sensitifnya Allah terhadap setiap orang yang berniat mencelakai salah satu dari umat-Nya.

Tahukah Anda betapa berharganya Anda bagi Allah jika Anda adalah murid-Nya? Tahukah Anda betapa berharganya Anda bagi Allah? Sampai-sampai jika ada orang yang menjamah Anda, orang yang sekadar menjamah Anda, itu saja sudah berarti menjamah biji mata Allah. Dan Anda tentu tahu jika Anda, atau jika ada orang yang menjamah biji mata Anda, reaksi Anda akan bersifat spontan. Anda akan segera bereaksi. Jika orang memukul Anda di bagian lain tubuh Anda, Anda masih bisa menunda reaksi Anda, akan tetapi jika yang disentuh adalah mata Anda, tindakan reaksi Anda akan bersifat otomatis dan spontan. Sedemikian berharganya mata ini bagi tubuh. Sedemikian berharganya Anda ini bagi Allah. Itulah poinnya.

Dan setiap orang yang mencelakai seorang murid atau berusaha mencelakainya, terutama secara rohani, maka reaksi Allah akan sangat aktif dan penuh kuasa terhadap orang itu. Ya, reaksinya akan penuh kuasa. Allah sangat mengasihi murid-murid-Nya dan Dia sangat sensitif terhadap apapun yang terjadi pada Anda jika Anda adalah murid-Nya. Nah, ini adalah pokok yang sangat berharga bagi kita.


Menyesatkan berarti membuat si anak kecil itu tersandung

Namun ada pertanyaan yang perlu diajukan di sini: apakah arti dari menyesatkan anak kecil itu? Pertanyaan ini sangatlah penting karena jika reaksi Allah akan begitu cepat dan dahsyat, sampai-sampai dikatakan bahwa lebih baik jika leher Anda dikalungi batu kilangan dan Anda dibuang ke laut daripada harus menghadapi penghakiman dari Allah, maka tentulah kita harus tahu apa arti dari menyesatkan atau membuat orang yang semacam ini tersandung.

Makna dari menyesatkan atau membuat seseorang tersandung ini haruslah digali dengan akurat dari dalam Kitab Suci. Di sini, membuat seseorang tersandung itu bukanlah sekadar berarti menjengkelkan orang yang bersangkutan. Bukan berarti bahwa setiap kali Anda menjengkelkan saudara seiman Anda lalu Anda harus segera terjun ke laut. Bukan begitu. Makna kata menjatuhkan, menyesatkan atau menyandung ini jauh lebih serius daripada itu.

Kata ini (to stumble = menyandung, menjatuhkan, menyesatkan) ini berarti membuat seseorang tersandung dan berkemungkinan untuk meninggalkan Allah untuk selamanya. Maksudnya adalah kalau Anda menghancurkan imannya dan membuat dia tersandung; membuat dia terjerumus sedemikian dalamnya di dalam dosa sehingga dia mungkin saja akan meninggalkan Kristus selamanya. Ini adalah situasi yang sangat serius. Kata ‘menyandung’ ini di dalam terjemahan versi RSV dipakai kata “berbuat dosa (to sin)’. Pada bagian-bagian yang lainnya, RSV selalu menerjemahkan kata ini dengan memakai istilah ‘murtad (to fall away)’ yang cukup tepat, dengan makna berpaling dari Kristus.

Artinya, jika Anda melakukan hal-hal yang semacam ini terhadap seorang murid, sehingga dia berpaling dari Kristus dan imannya ambruk, Anda telah membuat dia tersandung. Jika Anda telah berbuat itu, dibandingkan dengan kemarahan Allah yang akan tertuju kepada Anda, maka hal mengikatkan batu kilangan ke leher dan terjun ke laut akan menjadi tidak ada apa-apanya. Jadi, kata ‘menyandung’ ini bermakna membuat orang tersebut meninggalkan Tuhan.

Sebagai contoh, di Matius 13:21 kata Yunani yang sama digunakan dengan makna yang mirip. Contoh pemakaian kata Yunani ini ada banyak sekali akan tetapi kita akan melihat yang terdapat di dalam Matius 13:21 saja. Perikop yang sejajar dengan ini terdapat di dalam Markus 4:17. Perikop ini berbicara tentang benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, dan ayat 21 berkata, “Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad.” Jika Anda memiliki Alkitab versi RSV, Anda bisa lihat di catatan pinggirnya bahwa kata tersebut sebenarnya bermakna ‘stumble (tersandung)’. Kata Yunani yang dipakai di kedua ayat ini adalah sama persis – murtad atau tersandung.

Kata Yunani yang sama juga dipakai lagi di Matius 24:10. Perikop itu berbicara tentang masa Akhir Zaman sebelum kedatangan kembali Yesus, di saat banyak orang murtad dari Kristus. Kasih mereka menjadi dingin; mereka akan murtad dari Kristus.

Matius 24:10 berbunyi seperti ini: Dan banyak orang akan murtad (kata yang sama, stumble = tersandung, terjatuh, tersesat) dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. Jadi kata ‘stumble‘ ini  bukan menunjuk kepada tindakan yang membuat orang itu merasa tidak senang. Kata ‘stumble‘ di sini berarti membuatnya jatuh secara rohani.


Mencobai dia untuk berbuat dosa

Tindakan semacam apakah yang bisa membuat iman seseorang menjadi ambruk? Dengan cara apa Anda bisa menjatuhkan seorang murid sehingga imannya binasa? Kita hanya perlu perhatikan apa yang ada di dalam Kejadian pasal 3, dan Anda akan segera lihat tentang hal yang dilakukan oleh Iblis terhadap Adam dan Hawa.

Salah satu cara untuk menjatuhkan seseorang secara rohani adalah dengan mencobainya untuk berbuat dosa, sama seperti yang telah terjadi pada Adam. Adam jatuh ke dalam godaan untuk berbuat dosa dan riwayatnya berakhir. Dia masuk ke dalam masalah. Iblis mencobai dia, mencobai dia untuk melakukan hal yang seharusnya tidak dia lakukan. Terdapat banyak godaan yang bisa membuat kita jatuh dalam cara ini. Hal ini menunjukkan bahwa Anda bisa menjatuhkan seorang Kristen lewat berbagai macam cara. Cukup dengan mencobai dia untuk melakukan hal yang dia tahu seharusnya tidak dia perbuat.

Bisa saja, misalnya, dosa di bidang seksual, suatu godaan seksual. Atau mungkin dalam hal uang, menggoda dia untuk mencuri uang atau untuk mengantongi uang yang seharusnya tidak boleh dia ambil, atau tindakan apapun yang mirip dengan itu. Di dalam segala hal yang mendorong seorang murid untuk mengerjakan sesuatu yang seharusnya tidak dia kerjakan, dan menyajikan hal tersebut di hadapannya dalam tampilan yang sangat memikat sehingga dia tersandung di sana lalu jatuh. Kita bisa menjatuhkan seorang murid lewat cara semacam ini.


Mencobai dia untuk masuk ke dalam ajaran sesat dan membuatnya menyembah uang

Di dalam Perjanjian Lama,  kita juga bisa temukan bahwa seseorang bisa jatuh ke dalam penyembahan berhala, dan kata ‘tersandung’ dalam Perjanjian Lama berbahasa Yunani, dan juga yang berbahasa Ibrani, seringkali digunakan dalam kaitannya dengan penyembahan berhala, seperti yang tertulis di dalam Yehezkiel 14:3, 44:12. Di sana kita bisa lihat, dalam masing-masing ayat, bahwa rakyat telah disesatkan untuk menyembah allah yang lain.

Di zaman sekarang ini kita bisa melakukan hal yang sama juga. Kita bisa tergoda dengan ajaran sesat, dan akibatnya kita jadi menyembah allah yang lain. Hal ini bisa terjadi juga. Penyembahan berhala di zaman sekarang ini masih tetap ada.

Secara lebih sederhananya,  kita bisa digoda untuk menyembah uang. Uang adalah berhala yang paling utama sekarang ini, anak lembu emas zaman sekarang. Semua orang berlutut menyembah anak lembu emas. Harga emas belakangan ini melonjak tinggi. Bisnis emas ini tak pernah sepi, dengan demikian semua orang berlomba mengejar emas. Semua orang menyembah anak lembu emas, berhala itu. Sungguh menarik, behala yang disembah dalam Yehezkiel 7:19 memakai bahan emas dan perak. Jenis penyembahan berhala macam inilah yang sedang mencengkeram kita dengan sangat kuatnya.


Menawarkan seorang Pendeta untuk terlibat dalam bisnis

Dan saya sangat prihatin dengan setiap penawaran yang diberikan kepada seorang Pendeta untuk terlibat di dalam bisnis ini atau itu. Saya tidak tahu bagaimana Anda bisa menjalankan bisnis tanpa memiliki semacam hasrat, atau dalam istilah yang lebih tegas lagi, ‘penyembahan’ terhadap anak lembu emas, terhadap uang. Lagi pula, apakah pendorong di dalam bisnis selain niat untuk menghasilkan uang, dan mendapatkannya lebih banyak lagi? Dan keberhasilan diukur dengan berapa banyak uang yang bisa Anda keruk setiap minggu atau bulannya. Pencobaan. Saya sangat prihatin akan hal ini.

Seseorang pernah mendatangi saya dan berkata, “Mengapa Anda tidak berbisnis, walaupun sedikit saja, sebagai sampingan? Hanya perlu beberapa jam sehari dan Anda bisa meraih ratusan dolar per bulan, tergantung berapa banyak waktu yang Anda curahkan untuk itu. Mungkin bisa mencapai angka ribuan dolar jika Anda benar-benar menekuninya. Jadi, mengapa Anda tidak tambahi penghasilan pastoral Anda yang kecil ini dengan melakukan sedikit bisnis?”

Saya segera tolak ide ini karena begitu Anda mulai curahkan satu jam lalu bisnis itu memberi hasil beberapa ribu dolar, maka Anda mulai berpikir, “Mungkin kalau kutambahkan jadi dua jam, aku bisa dapat lebih lagi. Mungkin kalau tiga jam.” Dan, tak lama sesudah itu, suatu hari nanti, mungkin saya akan berdiri di mimbar dan berkata, “Saya benar-benar tidak punya waktu untuk mempersiapkan khotbah saya karena saya sibuk dengan bisnis saya. Bisnis saya sekarang ini sedang berkembang pesat. Kalau bisnis saya berkembang lebih besar lagi, sebaiknya Anda pergi mencari pendeta lain karena bisnis saya sekarang ini sedang bagus-bagusnya. Silakan Anda cari pendeta yang lain.” Saya merasa bahwa orang yang menganjurkan saya untuk melakukan bisnis sampingan itu sedang menaruh batu sandungan di hadapan saya, sedang merayu saya untuk berpaling ke penyembahan berhala.

Mengapa kita tidak bisa puas dengan sekadar ada makanan dan minuman? Mungkin penghasilan kita tidak sampai separuh dari penghasilan orang lain, namun seperti yang Paulus katakan, “Asal ada makanan dan minuman, ada pakaian, cukuplah sudah.” Tidak menjadi masalah apakah saya tak bisa memiliki mobil mewah seperti orang lain. Tak jadi masalah jika saya tak bisa mengenakan mantel yang indah seperti yang dikenakan oleh orang lain. Namun syukur kepada Allah, saya mendapat cukup makanan dan pakaian yang memadai buat saya. Mengapa kita selalu saja tergoda pada ilah yang satu ini, yaitu mamon, yang berkata, “Mari, sembahlah aku dan aku akan beri kamu lebih banyak uang lagi”? Waspadalah terhadap pencobaan yang satu ini.

Namun, yang lebih berbahaya lagi, waspadalah jangan sampai kita justru menjadi orang yang menawarkan pencobaan ini ke hadapan orang lain. Ini adalah hal terakhir yang mau saya lakukan, karena saya takut kalau-kalau orang itu akan begitu larut di dalam urusan uang ini, kalau-kalau dia terjatuh dan menjadi sesat.

Jadi, hal pertama tentang bagaimana kita bisa membuat seorang murid tersandung adalah menggodanya untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tidak diperbuat, misalnya melakukan dosa seksual. Atau menawarkan seorang hamba Tuhan untuk berbisnis. Anda boleh saja berbisnis. Tak ada salahnya melakukan bisnis. Berbisnis itu tidak berdosa. Tak ada ayat dalam Alkitab yang mengatakan bahwa Anda tidak boleh berbisnis, tak ada ayat semacam itu.

Namun terhadap seseorang hamba Tuhan, jika Anda berkata, “Mengapa kamu tidak mengerjakan bisnis sampingan?” Hal ini bisa sangat menghancurkan pelayanannya. Hal ini bisa menjadi batu sandungan. Saya tidak memusuhi para pengusaha. Bisnis adalah jalan hidup mereka. Akan tetapi jika Anda menggoda seorang yang sedang melayani Tuhan untuk mengubah arah tujuan hidupnya, atau setidaknya membagi waktunya untuk berbisnis, waspadalah untuk tidak melakukan hal yang bisa merusak panggilan serta komitmennya ini.


Mencobai dia untuk memakan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya

Ada lagi hal yang ketiga. Hal ketiga ini bisa kita temukan di dalam Kitab Suci, misalnya, di dalam 1 Korintus 8:13, di mana hal ini bukan berkenaan dengan hal yang berdosa melainkan bertentangan dengan hati nuraninya. Bagi Anda hal itu bisa saja tidak dosa akan tetapi hal itu bertentangan dengan hati nuraninya. Hal ini bisa kita lihat dalam hal yang berkenaan dengan jenis daging tertentu sebagai makanan,  hal mencobai seseorang yang tidak makan jenis daging tertentu lalu Anda mencobai dia untuk memakannya.

Sebagai contoh, ada orang yang dibesarkan sebagai seorang vegetarian. Bagi Anda memakan daging itu tidak ada salahnya, akan tetapi menurut dia memakan daging itu salah. Oleh karenanya, jika Anda mengelabui atau memaksa dia untuk makan daging, misalnya Anda menyajikan hidangan kepadanya, lalu dia memakannya, dan Anda berkata, “Ha..ha..ha! Itu daging!”  Lalu dia merasa, “Aduh! Apa yang telah kuperbuat?” Dia menjadi bingung harus berbuat apa. Apakah dia akan jatuh sakit? Apa yang harus dia perbuat? Anda telah mengelabui dia untuk melakukan hal itu. Hal ini tidak benar, karena Anda telah menjatuhkan dia. Hati nuraninya lemah. Anda berkata, “Yah, seharusnya dia memiliki hati nurani yang kuat.” Akan tetapi dia lemah. Percuma saja mengatakan bahwa dia seharusnya tidak memiliki hati nurani yang lemah. Jika Anda beri dia waktu, mungkin suatu saat dia bisa memahami hal ini.

Dan Paulus menyampaikan tentang hal ini di dalam 1 Korintus, karena dia – secara khusus – prihatin dengan umat Yahudi. Anda tahu bahwa orang Yahudi tidak bisa makan daging babi. Mereka tumbuh besar dalam larangan untuk tidak makan daging babi. Orang Muslim juga tidak makan daging babi. Anda mungkin berkata, “Jangan konyol! Daging babi itu sama saja dengan daging yang lainnya!”

Lalu pada suatu hari, ketika dia sedang makan, Anda sajikan daging babi kepadanya, dan dia mengira bahwa itu adalah daging ayam, lalu dia menelannya. Kemudian Anda berkata, “Enak tidak?” “Enak, enak.” “Tahukah kamu daging apa itu?” “Tidak.” “Itu daging babi!” “Oh!” Orang yang malang ini merasa begitu bersalah. Lalu apa yang Anda rasakan? Bagi Anda hal itu sangat lucu. Anda mentertawai dia. Padahal dia sedang dalam kegelisahan yang mencekam. Dia sedang dalam kekuatiran. Dia telah melanggar pantangan leluhurnya. Dia [merasa] sedang menuju ke neraka! Tidak boleh begitu. Jadi, Anda bisa menyebabkan seseorang tersandung karena tidak mau peduli dengan hati nuraninya yang lemah.


Mencobai seseorang untuk meminum minuman yang bertentangan dengan hati nuraninya

Hal keempat yang bisa menjatuhkan seseorang adalah dengan mendorongnya untuk meminum minuman yang bertentangan dengan hati nuraninya. Bagi sebagian orang, minum minuman beralkohol itu dosa. Hati nurani mereka lemah. Mereka mengira bahwa minum minuman beralkohol itu sangat berdosa. Mereka dibesarkan dalam pandangan bahwa alkohol itu dilarang dalam Kitab Suci, hal yang jelas tidak demikian halnya. Akan tetapi dengan seseorang dibesarkan dalam pandangan bahwa alkohol itu dosa, maka saya harus sangat berhati-hati berurusan dengannya karena hati nuraninya lemah. Hati nurani saya tidaklah lemah akan tetapi hati nuraninya lemah.

Oleh karena itu, Paulus di sini berkata, “Dengan demikian, jika makanan atau minuman tertentu menyebabkan saudaraku jatuh, maka aku tidak akan makan daging kalau hal itu bisa membuat saudaraku tersandung.” Jika dengan minum alkohol saya bisa mengganggu hati nurani saudara ini, maka saya tidak akan memiumnya, karena saya peduli pada hati nuraninya, bukan pada kebebasan saya. Saya bebas untuk melakukannya, akan tetapi saya tidak akan menjalankan kemerdekaan saya jika itu mengganggu hati nuraninya.

Anda berkata, “Di abad kedua puluh ini kamu tidak mau minum teh atau kopi? Kamu belum kenal peradaban?” Lalu Anda mulai menghina dan mengejeknya. Anda membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Kita harus memiliki kesabaran. Kita tidak boleh menjadi angkuh. Sekali lagi, ini adalah masalah kerendahan hati.

Namun begitu sering kita menjatuhkan orang lain lewat berbagai macam cara. Dan kita akan terkejut melihat betapa mudahnya kita menjadi sandungan bagi orang lain. Anda mungkin berpikir, “Oh, saya kuat,”  namun Anda akan terkejut mendapati betapa mudahnya Anda dijatuhkan oleh orang lain yang bersikap tidak bertenggang rasa, bukankah begitu? Dan jika Anda menjadi pihak yang mengalami hal semacam itu, tidak akan mudah bagi Anda untuk menerimanya.


Menghentikan seseorang menjalankan ibadah atau kehidupan rohaninya

Sekarang kita sampai pada cara yang kelima di mana kita bisa menjatuhkan seseorang. Dan poin yang kali ini sifatnya jauh lebih serius, jauh lebih berbahaya. Dan dalam poin ini,  yang disampaikan di dalam Matius 16:23, diuraikan tentang hal yang diperbuat oleh Petrus terhadap Yesus. Matius 16:23 berjarak dua pasal dari pasal yang sedang kita pelajari ini. Kita telah mempelajari perikop tersebut dan Anda tentu ingat pada apa yang dikatakan oleh Yesus kepada Petrus.

“Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: ‘Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.'”

Oh, ini adalah batu sandungan yang berbahaya.

Bagaimana Petrus sampai menjadi batu sandungan? Yesus sedang dalam perjalanan menuju ke kayu salib. Dia akan menyerahkan nyawa-nya bagi Anda dan saya, bagi seluruh dunia, namun Petrus malah berkata, “Tuhan, jangan pergi ke kayu salib. Engkau tentu tidak mau hal ini terjadi pada-mu. Engkau tidak perlu menempuh sengsara ini. Aku mengasihi-mu dan aku tidak akan membiarkan-mu menempuh penderitaan semacam ini. Tuhan, jangan lakukan itu.” Dan Yesus berkata, “Petrus, menyingkirlah.” Dan “Yesus menyebut Petrus sebagai batu sandungan. “Kamu telah menjadi sandungan bagi-ku,  kamu menghalangi jalan-ku.”

Batu sandungan adalah semacam batu besar yang menghadang Anda, yang menghambat kemajuan Anda, yang menghentikan langkah Anda di dalam kehidupan rohani Anda. Ini adalah hal yang sangat serius. Di sini, Anda bisa lihat betapa mudahnya kita menjadi batu sandungan.

Satu hal yang selalu saya takutkan, bahkan dalam niat saya yang paling baikpun, adalah bahwa saya mungkin saja menghalangi langkah seseorang di dalam perjalanan rohaninya bersama Kristus. Kita bisa saja melakukan hal ini walau dengan niat yang baik. Petrus melakukan hal ini dengan niat yang baik. Dia mengira bahwa dia sangat mengasihi Yesus sehingga ketika Yesus berkata bahwa dia akan pergi menuju kematian, Petrus berkata, “Tidak, tidak, tidak. Jangan lakukan ini pada diri-mu.”

Seringkali, saat seorang saudara atau saudari berkata bahwa ia akan memikul salibnya dan mengikut Kristus, dia akan masuk ke jalur pemuridan, jalan yang sempit, apa yang terjadi? Muncullah batu-batu sandungan. Entah itu dari keluarga atau sahabat, atau siapapun itu, mereka berusaha menghentikannya, dan berkata, “Oh, kamu tidak perlu melakukan hal ini. Kamu tidak perlu berbuat ini terhadap dirimu. Kamu tidak perlu memikul salib dan memikul semua penderitaan, penyangkalan diri dan kerugian ini. Kamu tidak perlu melakukan ini pada dirimu.”

Dan sebagian dari mereka mengatakan hal tersebut dalam kasih yang tulus kepada Anda. Hal itulah yang menjadikan urusan ini sulit. Saat itu Petrus berbicara kepada Yesus dalam kasih yang tulus. Hal itulah yang membuat urusan ini menjadi sulit untuk dijalani dan membuat batu sandungan itu begitu efektif. Saat Anda ingin mengikut Yesus,  saat Anda ingin memikul salib, kadang kala ayah atau ibu Anda, yang mungkin saja justru telah menjadi Kristen,  akan memohon kepada Anda dengan air mata berlinang, “Jangan lakukan ini, demi ayah [atau ibu], tolong jangan lakukan ini.” Lalu Anda melihat air mata di wajah mereka. Anda melihat ketulusan kasih mereka, di saat mereka sedang menghalangi jalan Anda di jalur pemuridan.

Sungguh berat, bukankah begitu? Memang sangat berat. Dan saya sudah melihat betapa banyak orang yang terhenti langkahnya karena mereka tahu bahwa halangan itu bersumber dari kasih yang tulus. Coba diingat lagi, Petrus berbicara dalam kasih yang tulus kepada Yesus, “Tolong jangan pergi ke kayu salib.” Akan tetapi ketegasan dari tanggapan Yesus hanya bisa dipahami oleh mereka yang sangat memperhatikan pada kehendak Bapa. “Menyingkirlah Petrus. Kamu telah menjadi batu sandungan bagi-ku.”

Berapa banyak orang Kritsen yang ingin melayani Tuhan dan Anda berkata kepada mereka, “Ah! Kamu harus pikirkan baik-baik hal ini. Kupikir kamu tidak usah lanjutkan. Kupikir kamu tidak punya karunia untuk berkhotbah. Kupikir kamu tidak begini dan tidak begitu…” lalu kawan yang malang ini menggaruk-garuk kepalanya dan berkata, “Yah, dia ini sudah lebih lama menjadi orang Kristen dibandingkan aku. Kalau menurut dia aku ini tidak cocok untuk melayani Tuhan, tentunya dia benar. Mungkin aku ini tidak cocok untuk melayani Tuhan.”

Jika Anda melakukan hal ini, kalau Anda menghalangi pertumbuhan rohaninya, waspadalah karena di sini Tuhan berkata, “Adalah lebih baik jika lehermu dikalungi batu kilangan dan dan kamu terjun ke laut yang dalam.” Jangan pernah berani menghalangi orang yang ingin melayani Tuhan. Jangan pernah berkata kepadanya bahwa dia tidak berguna, bahwa dia tidak memiliki karunia dan bahwa dia tidak perlu melakukan hal tersebut. Beranikah Anda mengambil tanggung jawab tersebut. Saya tidak berani mengambil tanggung jawab itu.

Satu-satunya hal yang saya lakukan dan memang harus saya lakukan adalah memastikan bahwa orang tersebut tahu harga dari keputusannya itu. Sudahkah dia benar-benar menghitung biayanya? Apakah dia benar-benar tahu persoalan-persoalan yang terkait di sini? Dan ketika saya sudah menjelaskan kepadanya persoalan yang terkait dengan keputusan ini, ketika dia sudah diberi kesempatan untuk menghitung harganya, dan ketika dia tetap ingin melanjutkan, saya tidak bisa dan saya tidak boleh menghalangi dia.

Saya sering melihat banyak orang yang sudah lama menjadi Kristen merusak semangat orang-orang yang melayani Tuhan. Mereka berkata kepada orang-orang yang baru menjadi Kristen, “Oh, kamu masih terlalu baru menjadi Kristen. Kamu baru dua tahun mnejadi orang Kristen. Kamu tidak boleh berkhotbah dan melakukan ini dan itu.” Lalu mereka berpikir, “Kalau orang-orang yang sudah lama menjadi Kristen berkata seperti itu,  berarti aku ini memang benar-benar tidak cocok untuk melayani Tuhan.” Lalu mereka tidak mau melanjutkan lagi. Dan kebanyakan dari mereka, begitu sudah berpaling, kepergian mereka tidak tertahan lagi. Mereka seperti meluncur turun dari bukit secara rohani, sampai akhirnya mereka benar-benar murtad dari Tuhan. Saya telah sering melihat tragedi semacam ini terjadi.

Apa yang akan dikatakan Allah kepada Anda pada Hari itu jika Anda pernah melakukannya? Jadi, waspadalah agar tidak menjadi penghalang bagi sesama orang Kristen. Tentu saja, orang-orang non-Kristen akan selalu menjadi batu sandungan. Anda sudah bisa memperkirakannya. Namun bagi seorang Kristen, ingatlah bahwa Tuhan tidak sedang berbicara kepada orang non-Kristen. Dia sedang berbicara tentang orang Kristen yang menjadi penghalang bagi orang Kristen yang lainnya dan jika Anda sebagai orang Kristen justru menjadi penghalang, atau hambatan yang menyebabkan kejatuhan sampai-sampai orang tersebut murtad dari Tuhan, maka Tuhan berkata kepada Anda sebagai seorang Krsiten, sebagai seorang murid, akan lebih baik jika Anda terjun ke laut yang paling dalam ketimbang menghadapi penghakiman Allah yang akan dicurahkan kepada Anda. Ini adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Jadi, kita telah melihat di sini tentang lima macam cara di mana kita bisa menjatuh atau menyesatkan seorang murid.


Namun ada juga batu sandungan yang bagus seperti Yesus

Namun apakah ini berarti bahwa kita tak pernah boleh menyinggung hati seorang Kristen, kita tak pernah boleh melukai perasaannya? Tidak sama sekali. Kita harus mengerti bahwa ada dua macam batu sandungan, yaitu yang baik dan yang buruk. Apa maksudnya itu? Kita sudah melihat Petrus yang menjadi batu sandungan bagi kemajuan rohani Yesus; bagi kemajuan rohani Yesus dalam menyelesaikan karya keselamatan. Ini batu sandungan yang buruk.

Akan tetapi ada batu sandungan yang bagus. Yakni batu sandungan yang mencegah orang dari melangkah menuju kebinasaan. Yesus sendiri adalah batu sandungan. Dia berusaha mencegah orang-orang tersandung. Anda bisa melihat di dalam Roma 9:33 tentang Yesus yang menjadi batu sandungan itu sendiri. Roma 9:33 ini seringkali disalah-artikan. Di sini, Yesus dijadikan sebagai hambatan bagi mereka yang berusaha melangkah di jalan yang menuju kebinasaan, yang melangkah menuju maut.

Paulus berkata di Roma 9:33,

“Seperti ada tertulis: Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan.”

Sungguh ayat yang indah. Yesus sendiri adalah batu sandungan bagi orang yang tidak percaya, bukan dengan tujuan untuk menghancurkan mereka karena Yesus datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan. Dia datang dengan tujuan menghalangi Anda melangkah di jalan kebinasaan.

Sekarang ini Anda mungkin sedang menuju ke sana sebagai seorang non-Kristen, bahkan tanpa menyadari hal itu, Anda sedang berjalan di jalan besar kebinasaan ini, sedang menuju api yang kekal. Salib Kristus menghalangi jalan menuju neraka. Seperti yang sering saya katakan, salib Kristus menghalangi jalan menuju neraka. Dia berdiri di depan gerbang neraka, sehingga setiap orang yang ingin masuk ke neraka harus melewati tangan-nya yang terentang, yang menghalangi langkah Anda menuju neraka itu. Anda harus memaksakan diri Anda untuk melewati lengan Kristus yang terentang dan yang tertembus oleh paku itu untuk bisa masuk ke dalam neraka. Dia adalah batu sandungan dan barangsiapa yang percaya kepada-nya tidak akan dipermalukan, ayat ini berkata demikian.

Dalam pengertian ini, jika kita melihat seorang saudara yang sedang melangkah menuju kebinasaan, jika dia sedang melangkah menuju dosa, maka tentu saja kita harus menghalanginya, kita harus menghentikannya. Kita harus merayu dia untuk tidak terus melangkah di jalan yang membinasakan diri sendiri ini. Di dalam pengertian ini, Yesus sama sekali tidak takut untuk menyinggung hati orang-orang Farisi.

Kita dapati bahwa Yesus sendiri, di Matius 15:12, adalah Batu Sandungan  kepada orang-orang Farisi. Matius 15:12 berbunyi seperti ini:

“Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: ‘Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?'”

Kata ‘telah menjadi batu sandungan (offended = tersinggung, menyinggung, menyakiti)’ berasal dari kata Yunani yang persis sama dengan kata ‘stumble (menjatuhkan, menyesatkan, menjadi sandungan).’ “Tahukah Engkau bahwa orang-orang Farisi telah tersandung oleh perkataan-mu?”

Ini adalah pokok yang sangat penting untuk dipahami. Itulah sebabnya mengapa saya berkata bahwa ada batu sandungan yang benar dan ada juga batu sandungan yang salah. Jenis yang salah adalah yang membuat seorang manusia rohani jatuh ke dalam dosa dan murtad dari Kristus. Jenis batu sandungan yang benar adalah adalah yang mencegah dia dari berbuat dosa, menyatakan kebenaran di dalam kasih dan dengan penuh kasih menganjurkan dia untuk tidak melanjutkan langkahnya di jalan kebinasaan.

Dari semua ini kita bisa melihat apa yang Yesus sampaikan di sini. Apakah yang disampaikan oleh Yesus di sini? Yakni setiap kali Anda menyinggung hati seorang saudara seiman maka Anda harus terjun ke laut? Bukan sama sekali. Anda mungkin saja perlu untuk menyinggung hati saudara seiman. Dia mungkin perlu untuk mendengarkan kebenaran. Akan tetapi jika Anda menyinggung hatinya dan mengakibatkan dia tersandung sehingga dia mengalami keruntuhan rohani, maka beban tanggung jawab Anda akan besar sekali. Anda telah menyentuh biji mata Allah dan Anda akan mengalami penghakiman-Nya yang keras.

Jadi, mulai sekarang, saya rasa seluruh pokok dari Firman Tuhan yang terdapat di dalam perikop ini tentunya sangat mudah untuk dipahami. Pokok yang disampaikan oleh Yesus adalah: “Aku begitu mengasihi anak-anak kecil-ku sehingga siapapun yang berani menyebabkan mereka murtad dari-ku secara rohani, penghakiman yang terjadi atas orang itu tak akan dapat dibandingkan dengan apapun yang bisa dia lakukan terhadap dirinya sendiri.” Semua ini tentunya sangat mudah untuk dipahami.


Tak ada orang Kristen yang bisa murtad dari Kristus?

Namun perhatikan juga satu poin yang penting. Jika benar bahwa sekali Anda berada dalam kasih karunia maka Anda akan tetap berada di dalam kasih karunia (tidak kira apa yang Anda lakukan), maka apa yang disampaikan oleh Yesus di sini tidak akan ada artinya. Pendapat semacam itu akan menghapus semua yang disampaikan oleh Yesus di sini. Jika memang benar bahwa sekali selamat maka Anda akan tetap selamat, maka firman Tuhan di sini tidak akan ada artinya. Karena ‘anak-anak kecil’ yang percaya kepada Kristus, menurut pandangan ini berarti mereka yang telah selamat itu akan selalu selamat, lalu mengapa mereka masih bisa murtad?

Menurut ajaran tersebut, Anda boleh berbuat dosa terhadap saudara yang lain sebanyak yang Anda mau karena tak ada satu halpun yang bisa Anda lakukan untuk menjatuhkan dia dari imannya. Tak ada yang bisa Anda perbuat untuk mendorong dia masuk ke dalam kebinasaan kekal. Dengan demikian, Anda boleh berbuat dosa terhadap saudara yang lain sebanyak yang Anda mau. Bisa Anda lihat betapa ajaran yang sesat ini begitu meluas di kalangan gereja-gereja dan menyingkirkan serta menghancurkan landasan dari ajaran Yesus, saya harap Anda mewaspadai ajaran ini. Ada ajaran yang telah menjadi sandungan terhadap begitu banyak orang.

Pandangan bahwa sekali Anda berada dalam kasih karunia maka Anda akan tetap berada dalam kasih karunia, jadi Anda boleh berbuat dosa sebanyak yang Anda mau. Saya boleh mencobai Anda dengan kekayaan, perbuatan dosa dan seks, saya boleh mencobai Anda dengan segala macam hal dan Anda tetap saja tidak akan terjatuh karena begitu Anda berada di dalam kasih karunia maka Anda akan tetap berada di dalam kasih karunia, bukankah begitu? Lalu apa masalahnya? Mengapa Yesus begitu peka terhadap pencobaan yang bisa membuat seorang saudara berbuat dosa? Bukankah dia tak perlu terlalu risau akan hal tersebut. Bukanlah tak ada satu pun hal yang bisa Anda lakukan untuk mencelakai anak-anak kecil ini? Ajaran semacam ini jelas-jelas bertolak belakang dengan hakekat dari pengajaran Yesus sendiri.

Jelaslah tidak benar bahwa Anda tidak bisa mencelakai saudara seiman yang lain. Jelaslah tidak benar bahwa Anda tidak bisa membuatnya murtad dari Tuhan, saya mohon agar Anda pahami hal ini dengan cermat. Jika memang ajaran itu benar,  maka pengajaran Yesus di sini tidak akan ada artinya. Tentunya tidak akan ada gunanya memperingatkan seseorang agar tidak membuat seorang saudara seiman murtad.


Anda tidak perlu takut untuk berbuat dosa?

Namun yang kedua, perhatikan baik-baik bagian yang berikut ini. Jika memang benar bahwa sekali selamat maka Anda akan tetap selamat, maka bagian yang berikutnya [dari perikop ini] juga akan ikut menjadi salah. Mari kita baca ketiga ayat terakhir, yakni ayat 7-9:

Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah (Mengapa celaka?) orang yang mengadakannya. Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua.

Kemudian, jika memang benar bahwa begitu Anda menjadi murid, lalu Anda akan tetap selamat, maka tentu saja ajaran Yesus di sini menjadi tidak benar karena tidak peduli apakah dengan tangan ini saya berbuat dosa, apakah dengan mata atau dengan seluruh tubuh, tentunya tidak akan menjadi masalah. Saya boleh saja berbuat dosa dan terus berdosa karena saya tidak akan bisa tersesat. Ini jelas bukan ajaran Yesus.

Perhatikan baik-baik di sini dan lihat sendiri apa pokok kebenaran dari persoalan ini. Pandangan semacam itu jelaslah tidak benar. Doktrin ini, yang datangnya langsung dari neraka, telah menjerumuskan saudara-saudari di zaman sekarang ini ke dalam jaminan keselamatan yang palsu. Jamian palsu adalah bahwa sekali Anda berada dalam kasih karunia maka Anda akan terus berada dalam kasih karunia. Engkau tak perlu khawatir. Itu bukanlah jaminan keselamatan yang sejati. Jaminan yang sejati adalah jaminan dari Roh Kudus di dalam hati Anda, yang bersaksi bersama dengan hati Anda bahwa Anda adalah anak Allah. Itulah satu-satunya jaminan sejati menurut Alkitab yang bisa Anda lihat di dalam Roma pasal 8. Namun justru akibat adanya ajaran semacam itu, menjadi kudus itu sesuatu yang tidak berarti lagi. Anda tidak perlu takut berbuat dosa.

Perhatikanlah ajaran Yesus dengan teliti dan cermatilah apa yang disampaikan oleh Yesus. Yesus mengatakan hal ini kepada para murid, “Kalau tanganmu berbuat dosa, sebaiknya kamu berreaksi dengan sangat keras dan penuh tekad sehingga sekalipun tanganmu itu sangat berharga bagimu, dan jika kamu memenggal tanganmu lalu kamu menjadi pengangguran, menjadi cacat, menjadi buntung,” kata Yesus di sini, “maka lebih baik kamu menjadi buntung, lebih baik menjadi cacat daripada masuk neraka.”

Tentu saja di sini Yesus memakai bahasa kiasan. Bukan berarti dengan memotong tangan itu lalu membuat Anda berhenti berbuat dosa. Akan tetapi jika hal itu memang menolong Anda, jika hal itu memang bisa menghentikan Anda berbuat dosa, maka lebih baik Anda untuk melakukannya karena Allah adalah Allah yang penuh kasih akan tetapi Dia juga adalah Allah yang maha kudus. Sangatlah penting untuk merenungkan ajaran Tuhan dengan sangat cermat.


Gereja tidak memahami ajaran
Yesus

Anda tahu, tampaknya di zaman sekarang ini gereja tidak memahami ajaran Yesus, tidak memahaminya sebaik pemahaman sebagian dari orang-orang Farisi, dan juga sebagian dari para rabi. Sambil menutup pembahasan ini, saya akan uraikan kisah tentang rabi Nahum dari Gimzo.

Rabi Nahum dari Gimzo adalah seorang yang buta. Dia tidak punya tangan dan kaki dan tubuhnya dipenuhi koreng, konon kabarnya demikian. Rabi Nahum dari Gimzo hidup di masa awal gereja, sekitar tahun 80-120, jadi cukup dekat dengan masa hidup Kristus. Jika Anda perhatikan kisah hidup Rabi Nahum dari Gimzo, Anda mungkin akan mengira bahwa orang-orang Farisi, dengan segala kekonyolan yang kita anggap ada pada diri mereka, ternyata memahami Injil lebih baik ketimbang orang-orang Kristen. Rabi ini memiliki banyak murid. Dia adalah orang yang sangat hebat, orang dengan kebajikan yang sangat luar biasa.

Suatu hari, para muridnya bertanya, “Bagaimana mungkin seorang benar seperti engkau, orang yang sangat baik, mengasihi,  ternyata buta dan buntung kaki dan tangannya, serta memiliki tubuh yang dipenuhi koreng? Bagaimana mungkin seorang benar seperti engkau harus menanggung penderitaan semacam ini?”

Lalu rabi ini menjawab, “Nah, kejadiannya seperti ini. Dulu, ketika aku masih muda, aku sedang mengantarkan makanan dengan tiga ekor keledai, dan di tengah jalan ada seorang sakit di pinggir jalan yang berkata kepadaku, ‘Rabi, berilah aku sedikit makanan dari yang sedang kau antarkan itu.'” Dan rabi Nahum menjawab, “Aku akan memberimu sesuatu setelah selesai mengantarkan makanan ini.” Dan ketika dia kembali, dia temukan bahwa orang itu sudah mati di pinggir jalan. Dia telah mati di saat menunggu rabi itu.

Lalu rabi Nahum turun dari keledainya dan berlutut di sisi mayat orang itu dan berkata, “Oh Allah, biarlah mata yang melihat orang ini tanpa belas kasihan menjadi buta. Biarlah tangan yang melihat orang ini tetapi gagal menolongnya menjadi buntung. Biarlah kaki yang tidak bergegas menolong orang ini menjadi buntung juga.”

Setelah mengatakan hal ini, dia ternyata merasa bahwa dia masih belum juga melunasi hutang kasihnya kepada orang tersebut, sehingga dia berkata, “Biarlah tubuhku ini dipenuhi dengan koreng. Allah adalah Allah yang hidup, demikianlah, maka hari ini kalian melihat keadaanku sekarang ini, aku buta, tangan dan kakiku buntung.” Dia tidak memberitahu bagaimana hal itu bisa terjadi, mungkin di dalam peperangan atau peristiwa-peristiwa yang semacam itu. Namun pada waktu dia berbincang-bincang dengan para muridnya, dia sudah dalam keadaan buta dan cacat.

Dan ketika para murid mendengarkan hal ini, mereka berkata, “Rabi, celakalah kami yang telah melihatmu dalam keadaan seperti ini.” Namun rabi Nahum berkata, “Tidak, celakalah aku jika kalian tidak melihatku dalam keadaan seperti ini.”

Apakah maksud rabi ini? Maksudnya, “Celakalah aku jika aku tidak mengalami sekarang penghakiman dari Allah karena tidak menolong orang itu sampai dia mati. Karena lebih baik bagiku untuk menjadi buta sekarang, menjadi tanpa tangan dan kaki sekarang daripada harus dengan seluruh tubuh yang utuh aku dicampakkan ke dalam neraka.”

Bisakah Anda melihat betapa pemahaman rabi Nahum akan ajaran Yesus jauh lebih baik daripada kebanyakan orang Kristen? Dia tahu bahwa lebih baik masuk ke dalam hidup yang kekal dalam keadaan seperti itu daripada dengan seluruh anggota tubuh yang utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dia memahami hal yang tidak dipahami oleh kebanyakan orang Kristen.

Jadi marilah kita pahami bahwa Allah begitu mengasihi kita, dengan kasih yang jauh melampaui pemahaman kita. Allah mengasihi kita begitu rupa sehingga jika ada orang lain berusaha menghalangi atau mencelakai kita secara rohani, maka orang itu akan menghadapi segenap murka Allah yang akan tercurah ke atasnya. Akan tetapi kita sendiri juga harus melangkah di dalam kekudusan di hadapan Allah kita yang maha pengasih itu.

Janganlah berkata, “Karena Allah begitu mengasihi kita maka kita boleh berbuat dosa sesuka hati kita. Karena Dia begitu mengasihi kita maka Dia tidak akan keberatan.” Dia jelas sangat keberatan. Dia sangat mengasihi kita, jika kita berbuat dosa, maka kita juga akan menghadapi penghakiman Allah. Pahamilah dalam ajaran Tuhan tentang keseimbangan yang sempurna antara kasih dan kekudusan Allah.

Bisakah Anda melihatnya? Keseimbangan yang sempurna. Allah begitu mengasihi kita dengan batas-batas yang melampaui pemahaman kita, akan tetapi kasih-Nya itu tidak akan membuat-Nya bertenggang rasa terhadap dosa di dalam diri kita. Marilah kita miliki hikmat dari rabi ini, yakni rabi Nahum dari Gimzel ini, untuk bisa mewujudkan satu hal, yakni di satu sisi bersukacita di dalam kasih Allah dan di sisi lain melangkah dalam rasa syukur dan sukacita di dalam kekudusan Allah

Izinkan saya sampaikan satu hal untuk Anda ingat sebelum kita tutup. Tak ada orang yang mengasihi Anda, tak ada orang yang mengasihi Anda seperti Allah mengasihi Anda. Renungkanlah hal itu dalam-dalam. Ibu Anda mengasihi Anda tidak seperti cara Allah mengasihi Anda. Ayah Anda mengasihi Anda tidak seperti cara Allah mengasihi Anda. Tak ada satupun sahabat di dunia ini, tidak juga suami atau istri, yang bisa mengasihi Anda sebesar kasih Allah kepada Anda. “Kasih ilahi menyempurnakan segala kasih,” entah itu kasih ayah, ibu, saudara, suami, istri. Kasih ilahi jauh melampaui semua jenis kasih itu.  “Sukacita surga turun kepada kita,” diberikan kepada kita.

 

Berikan Komentar Anda: