Ev. Xin Lan | Musa (6) |

Hari ini, tokoh Alkitab yang kita bahas masih Musa. Mari kita buka Alkitab di kitab Bilangan 12:6-8

6  YAHWEH berkata, “Dengarkanlah perkataan-Ku! Jika ada seorang nabi di antaramu, Aku, YAHWEH, akan menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan. Aku akan berbicara kepadanya melalui mimpi.
7  Akan tetapi, Musa tidak seperti itu. Ia adalah hamba yang setia di rumah-Ku.
8  Aku berbicara kepadanya dengan berhadapan muka, jelas, dan tidak menggunakan maksud yang tersembunyi. Ia melihat rupa YAHWEH. Sebab itu, mengapa kalian berani menentang hamba-Ku Musa?”

Ada dua pokok yang bisa kita lihat dari bagian ini. Pokok pertama adalah bahwa Yahweh menyatakan sendiri bahwa Musa adalah hamba-Nya. Dia menegaskan hal ini sampai dua kali.

Pokok kedua yang bisa kita lihat adalah bahwa Allah sendiri menyatakan, “Musa, seorang yang setia dalam segenap rumah-Ku.” Allah memuji Musa secara pribadi. Perjanjian Baru juga memuji Musa. Mari kita lihat Perjanjian Baru di kitab Ibrani 3:1-2.

1  Karena itu, saudara-saudara yang kudus, kamu yang memiliki bagian dalam panggilan surgawi, pandanglah Yesus, Sang Rasul dan Imam Besar pengakuan kita,
2  yang setia kepada Dia yang telah menetapkan-Nya, sama seperti Musa yang setia dalam seluruh rumah-Nya.


Musa, Setia di dalam seluruh Rumah-Nya

Mari kita baca juga Ibrani 3:5.

Musa setia dalam seluruh rumah Allah sebagai seorang pelayan, untuk memberi kesaksian kepada hal-hal yang akan dikatakan di kemudian hari.

Pasal 3 kitab Ibrani ini mengatakan bahwa Yesus Kristus setia di dalam segenap rumah-Nya. Ayat 5 membandingkan Yesus dengan Musa. Dua kali Musa disebutkan setia di dalam seluruh rumah Allah. Jadi, kita bisa melihat bahwa salah satu kualitas yang membedakan Musa dari orang lain adalah kesetiaannya. Allah secara pribadi memuji Musa sebagai hamba yang setia dan dia setia di dalam seluruh rumah Allah.

Saya rasa kata ‘hamba’ merupakan kata yang tidak asing lagi bagi kita. Di dalam Perjanjian Lama, Allah menyebut Abraham, Ishak dan Yakub sebagai hamba-hamba-Nya. Allah menyebut para nabi sebagai hamba-hamba-Nya. Di dalam Perjanjian Baru, setiap orang Kristen dan mereka yang masuk ke dalam pelayanan penuh adalah hamba-Nya. Jadi, sekalipun Musa merupakan seorang man of God (abdi Allah) yang dipakai secara luar biasa oleh Allah, dia juga sama seperti kita, seorang hamba Allah.

“Hamba” adalah budak, orang yang menjadi milik majikannya. Tentu saja, ada berbagai tingkatan di lingkungan hamba. Ada yang diangkat menjadi kepala pelayan dan diberi kewenangan oleh majikannya untuk mengelola semua urusan rumah tangga. Musa adalah kepala pelayan yang menangani semua urusan dalam rumah Allah. Mengapa dia bisa menjadi kepala pelayan di rumah Allah? Karena dia setia. Hamba seperti apa yang diinginkan oleh majikannya untuk menjadi kepala pelayan? Tentu saja, hamba yang setia. Paulus menegaskan hal yang sama. Mari kita buka 1 Korintus 4:1-2 di dalam Perjanjian Baru.

1  Beginilah hendaknya orang memperhitungkan kami yaitu sebagai hamba-hamba Kristus dan orang-orang yang dipercayakan rahasia-rahasia Allah.
2  Dengan demikian, orang-orang yang dipercaya dengan hal-hal yang berharga haruslah membuktikan bahwa mereka dapat dipercaya.

Sebenarnya, hal yang diminta oleh Allah dari para hamba-Nya adalah kesetiaan. Yesus Kristus juga selalu mengingatkan kita untuk setia. Sebagai contoh, dia mengajarkan hal ini melalui perumpamaan tentang “Hamba yang setia dan yang tidak setia” di Matius 24:45-51. Di  Matius 25:14-30, dia mengajarkannya lewat perumpamaan tentang “Talenta”. Perikop paralelnya ada di Lukas 19:11-27, perumpamaan tentang “Sepuluh Mina”. Di Lukas 16:1-13, ada juga perumpamaan tentang “Hamba yang tidak setia.” Dari semua kutipan itu, kita bisa melihat bahwa Yesus Kristus mengajar kita untuk menjadi hamba yang setia, dan Musa merupakan contoh bagi kita. Allah memuji dia secara pribadi sebagai hamba yang setia, dan dia setia di dalam seluruh rumah Allah. Jadi kita perlu pelajari kehidupan Musa untuk mengetahui bagaimana dia bisa menjadi setia kepada Allah. Apa saja yang dia lakukan? Apa yang harus kita perbuat supaya dipandang setia oleh Allah?


Berbuat seperti yang diperintahkan Allah

Kesetiaan Musa tercermin dalam kesetiaannya kepada firman Allah. Apa pun hal yang diperintahkan oleh Allah untuk dia sampaikan, kerjakan, untuk siapa pun dan firman apa pun yang harus disampaikan, dia akan melakukannya sesuai dengan perintah dari Allah. Ungkapan “sesuai dengan perintah Allah” merupakan ungkapan yang sering muncul di dalam Keluaran. Dari pasal 7 sampai pasal 13, diuraikan bagaimana Musa berurusan dengan Firaun. Ketika Allah memerintah Musa untuk menemui Firaun, entah untuk menyampaikan firman atau untuk melakukan sesuatu, Musa melakukannya sesuai dengan perintah Allah. Kita akan lihat Keluaran 7:6

Demikianlah diperbuat Musa dan Harun; seperti yang diperintahkan YAHWEH kepada mereka, demikianlah diperbuat mereka.

Mari kita lihat Keluaran 7:10.

Musa dan Harun pergi menghadap Firaun, lalu mereka berbuat seperti yang diperintahkan YAHWEH.

Kemudian di Keluaran 7:20.

Demikianlah Musa dan Harun berbuat seperti yang difirmankan YAHWEH.

Selanjutnya, kita akan melihat pasal terakhir dalam kitab Keluaran, yakni pasal 40. Bisa dikatakan bahwa pasal ini merupakan kesimpulan dari seluruh isi kitab Keluaran. Di dalam pasal ini, ungkapan “seperti yang diperintahkan YAHWEH” muncul berulang kali. Mari kita lihat Keluaran 40:16-32.

16  Musa taat kepada Tuhan. Ia melakukan semuanya tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH kepadanya.
17  Maka, Kemah Suci didirikan pada tanggal 1 bulan pertama tahun kedua.
18  Musa mendirikan Kemah Suci. Pertama, ia meletakkan semua alasnya, memasukkan kerangka-kerangkanya ke dalam alas, memasang kayu-kayu usuk, dan mendirikan tiang-tiangnya.
19  Sesudah itu, Musa membentangkan tenda bagian luar di atas Kemah Suci. Lalu ia memasang penutup di atas tenda luar. Ia melakukan hal-hal ini tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH.
20  Musa mengambil lempeng batu Perjanjian dan memasukkannya ke dalam Tabut. Ia memasang kayu pengusungnya dan menutup Tabut dengan tutup pendamaian.
21  Musa membawa Tabut itu ke dalam Kemah Suci. Ia memasang tirai di depan Tabut Perjanjian itu sebagai penutup, tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH kepadanya.
22  Musa meletakkan meja di dalam Kemah Pertemuan, di sebelah Utara, di luar tirai.
23  Ia menata roti sajian secara urut di hadapan YAHWEH, tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH kepadanya.
24  Ia meletakkan tatakan lampu di dalam Kemah Pertemuan, di sebelah Selatan Tenda, berhadapan dengan meja tadi.
25  Musa menyalakan lampu-lampu di atas tatakan lampu itu di hadapan TUHAN, tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH kepadanya.
26  Kemudian, Musa meletakkan mezbah emas di dalam Kemah Pertemuan, di depan tirai.
27  Ia membakar kemenyan di atas mezbah emas itu, seperti perintah YAHWEH kepadanya.
28  Lalu, Musa memasang tirai pada pintu masuk Kemah Suci.
29  Musa meletakkan mezbah kurban bakaran di depan pintu masuk Kemah Suci, yaitu Kemah Pertemuan. Lalu, Musa mempersembahkan kurban bakaran di atas mezbah. Ia mempersembahkan kurban bakaran dan kurban sajian kepada Tuhan, tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH kepadanya.
30  Musa meletakkan bejana di antara Kemah Pertemuan dan mezbah. Ia mengisi bejana itu dengan air untuk pembasuhan.
31  Musa, Harun, dan anak-anak Harun membasuh tangan dan kaki mereka dengan air dari bejana ini.
32  Setiap kali mereka masuk ke dalam Kemah Pertemuan dan mendekati mezbah, mereka harus membasuh tangan dan kaki mereka, tepat seperti yang diperintahkan YAHWEH kepada Musa.

Kutipan ini cukup panjang. Dalam kutipan ini, ungkapan “seperti yang diperintahkan YAHWEH” muncul berulang kali. Tahukah anda ada berapa kali ungkapan itu muncul? Jumlahnya ada 8 kali, di ayat 16, 19, 21, 23, 25, 27, 29, dan 32. Jadi, ciri yang paling unggul dari watak Musa adalah kesetiaannya. Dia sangat setia dalam mematuhi firman Allah. Hal apa pun yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, dia jalankan persis seperti yang diperintahkan. Entah itu firman untuk disampaikan kepada Firaun, atau Hukum Taurat yang akan disampaikan kepada bangsa Israel. Dari pasal 20 kitab Keluaran, sampai bagian akhir kitab ini, Allah menyampaikan Hukum Taurat kepada Musa, dan Musa dengan setia menyampaikannya kepada bangsa Israel. Musa bukan hanya setia menyampaikan firman Allah, dia juga setia dalam menjalankannya. Apa pun hal yang diperintahkan Allah kepadanya, dia melakukannya seperti yang diperintahkan.

Inilah hal yang perlu kita pelajari: Kesetiaan dalam menyampaikan firman Allah dan kesetiaan dalam melakukan Firman Allah. Segenap isi Alkitab adalah Firman Allah. Apakah kita sudah menyampaikannya dengan setia sambil melakukannya dengan setia juga?

Dalam hal menyampaikan Firman Allah dengan setia, hal yang utama adalah bahwa kita harus mengerti makna firman yang disampaikan. Seringkali kita tidak mengerti makna suatu firman saat membacanya. Jika kita tidak mengerti Firman Allah, bagaimana kita dapat menyampaikan sambil menjalankannya dengan setia? Di sini kita bisa melihat hubungan antara menyampaikan dan menjalankan firman Allah. Jika kita tidak setia dalam memberitakan dan menjalankan Firman Allah, kita tidak akan memahami isi Alkitab karena Allah tidak akan mengungkapkan firman-Nya kepada kita. Mengapa Musa bisa memahami firman Allah? Karena Allah secara pribadi memerintahkan serta mengungkapkan Firman-Nya kepada Musa. Mengapa Allah secara pribadi memberi perintah kepada Musa? Karena Musa adalah orang yang setia. Dia bisa menyampaikan firman Allah dengan setia, dan dia juga bisa menjalankan isi firman itu dengan setia.


Allah Mencari  Orang yang Setia

Allah tidak begitu saja memberikan wahyu-Nya kepada seseorang, Dia mencari orang yang setia. Rasul Paulus paham betul prinsip ini. Mari kita lihat isi 1 Timotius 1:12 di dalam Perjanjian Baru.

Aku bersyukur kepada Dia yang telah menguatkanku, yaitu Yesus Kristus, Tuan kita, karena Ia menganggap aku setia dengan menempatkan aku dalam pelayanan ini.

Paulus mengerti bahwa Allah memilih dia untuk melayani Allah dan untuk menginjil karena dia setia. Tak heran jika Paulus menerima banyak wahyu dan mampu memahami Firman Allah dengan utuh. Selain keempat Injil yang merupakan catatan tentang ajaran Yesus, sebagian besar dari surat-surat lain yang dimasukkan ke dalam Perjanjian Baru merupakan ajaran dari Paulus. Oleh karena Allah menilai dia setia, dia bisa memberitakan firman Allah dengan setia, maka Allah membuka pemahamannya akan isi Firman Allah. Paulus tidak malu mengemban tugas berat yang diberikan Allah kepadanya. Hal-hal yang diungkapkan oleh Allah kepadanya, dengan setia dia sampaikan. Mari kita lihat isi Kisah 20:25-27

25  Dan sekarang, lihatlah, aku tahu bahwa tidak ada di antaramu, yang kepadamu aku berkeliling memberitakan kerajaan, akan melihat wajahku lagi.
26  Karena itu, aku bersaksi kepadamu hari ini bahwa aku tidak bersalah atas darahmu semua.
27  Sebab, aku tidak menahan diri untuk memberitakan kepadamu semua rencana Allah.

Ini merupakan ucapan perpisahan dari Paulus kepada jemaat di Efesus, mulai saat itu, mereka tidak akan bertemu dengannya lagi, jadi dia mengucapkan hal ini, “Sebab aku tidak menahan diri untuk memberitakan kepadamu semua rencana Allah.” Dia sudah memberitakan kehendak Allah dengan setia.

Mari kita beralih ke 2 Timotius 2. Ini adalah surat yang dikirim Paulus kepada muridnya, Timotius. Mari kita baca ayat 2.

Apa pun yang telah kamu dengar dari aku di depan banyak saksi, percayakan itu kepada orang-orang yang setia, yang juga mampu mengajar orang lain.

Paulus memberi perintah kepada Timotius: Kepada siapa kamu akan mempercayakan firman Allah? Kepada mereka yang akan dengan setia mengajarkan kepada orang lain. Timotius mendengarkan  Firman Allah, dan akan dengan setia juga mengajar orang lain tentang isi Firman Allah yang sudah dia dengarkan. Jadi, kalau kita tidak mengerti isi Firman Allah, kita perlu menguji diri kita: Apakah kita sudah setia? Jika kita tidak setia dalam memberitakan Firman Allah, Allah tentu tidak akan mengungkapkan maknanya kepada kita.

Selain itu, urusan memahami Firman Allah juga membutuhkan pengorbanan. Musa naik ke gunung Sinai untuk menerima Hukum Allah. Berapa lama dia menjalankan proses ini? Empat puluh hari dan empat puluh malam! Mari kita beralih ke Keluaran 24:18

Lalu, Musa pergi lebih tinggi ke atas gunung dan masuk ke dalam awan itu. Ia tinggal di gunung itu selama 40 hari dan 40 malam.

Mendengarkan firman Allah selama empat puluh hari dan empat puluh malam dan mencatatnya, siapa yang tahan menjalankannya? Bangsa Israel yang hanya menunggu di bawah saja tidak sabar dengan proses ini. Tentunya Musa menghadapi kondisi yang lebih berat di atas karena dia yang menjalani proses ini. Di sini tidak disebutkan apakah dia sempat tidur atau tidak, kemungkinan besar dia tidak sempat. Kejadian berikutnya adalah patung anak lembu emas. Hal ini membangkitkan murka Allah, dan Musa juga sampai membanting pecah dua loh batu yang dia bawa. Pada akhirnya, Allah mengampuni bangsa Israel, dan Dia mengulangi lagi proses penyampaian Hukum Taurat kepada Musa. Demikianlah, Musa kembali berdiam di atas selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Mari kita lihat Keluaran 34:28

Musa berada bersama YAHWEH selama 40 hari dan 40 malam. Ia tidak makan apa pun atau minum air. Dan, ia menulis kata-kata perjanjian itu, yaitu Sepuluh Hukum, pada kedua lempeng batu.

Kali ini, Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa Musa tidak makan dan minum selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Dapatkah kita melewati kondisi ini? Mudahkah menerima dan memahami wahyu Allah? Apakah kita bersedia menjalani pengorbanan ini? Tak heran jika kita tidak memahami Firman Allah karena kita takut menderita. Kita ingin menerima imbalan tanpa harus membayar harganya. Kita ingin memahami isi Firman Allah dengan pengorbanan yang minimal. Ini adalah sikap orang duniawi. Hasilnya adalah kecenderungan untuk mencari kursus kilat dalam urusan apa pun. Izinkan saya memberitahu anda, tidak ada hal yang bisa dipelajari dengan singkat. Ada satu pepatah Tionghoa yang mengatakan, “Dibutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum kita bisa tampil di atas panggung.” Firman Allah juga demikian. Ajaran yang dangkal atau bahkan keliru munculnya dari orang yang tidak mau berkorban untuk memahami makna Firman Allah. Mereka ingin mendapat kesimpulan secepat mungkin.

Akan tetapi, hamba Allah yang sejati akan menghabiskan banyak waktu dan pengorbanan yang besar untuk bisa memahami Firman Allah. Sebagai contoh, di dalam Mazmur 1 disebutkan hal tentang merenungkan hukum Yahweh siang dan malam. Di Mazmur 119:148, pemazmur berkata,

Mataku bangun sebelum jam jaga malam, supaya aku dapat merenungkan firman-Mu.

Pemazmur merenungkan firman Allah siang dan malam. Ketika ia bangun pada pagi hari, dia masih merenungkan firman Allah. Dapatkah kita melakukannya? Ada terlalu banyak hal lain yang harus kita lakukan. Jika kita bisa membaca satu perikop dalam Alkitab setiap hari, itu saja sudah lumayan. Bagaimana kita bisa merenungkan firman Allah siang dan malam? Tak heran jika kita tidak memahami isi Alkitab. Tanpa meluangkan waktu dan upaya, mana mungkin kita bisa memahami firman Allah?


Pengajar Firman adalah Seorang Pekerja Keras

Mari kita beralih ke 2 Timotius 2:15. Inilah anjuran Paulus kepada Timotius:

Lakukan yang terbaik untuk mempersembahkan dirimu dengan layak di hadapan Allah sebagai pekerja yang tidak perlu malu, dan yang telah mengajarkan perkataan kebenaran dengan tepat.

Perkataan kebenaran yang dianjurkan oleh Paulus kepada Timotius adalah untuk dengan tepat memilah firman Allah dan menjadi yang tidak usah malu. Mengapa dia menganjurkan untuk menjadi pekerja yang tidak usah malu? Apakah menganjurkan untuk memilah dengan tepat firman Allah saja tidak cukup? Jika anjurannya adalah agar menjadi pengajar yang tidak usah malu, karena hanya pengajar yang mengajarkan firman Allah, bukankah ini akan lebih logis? Mengapa dia memakai kata ‘pekerja’? Karena jika kita tidak membayar harga kesusahan dan jerih payah, kita tidak akan mengerti isi Firman Allah. Tahukah anda makna kata pekerja? Kata ini biasanya dipakai untuk menyebutkan mereka yang bekerja di ladang. Mari kita lihat bagaimana Alkitab memakai kata ‘pekerja’. Mari kita beralih ke Matius 9:37

Kemudian Ia berkata kepada murid-murid-Nya, “Sesungguhnya, panenan banyak, tetapi pekerja-pekerjanya sedikit.”

Ini adalah ucapan yang disampaikan oleh Yesus kepada para muridnya, “Penenan banyak, tetapi pekerja-pekerjanya sedikit.” Hal apakah yang dilakukan oleh para pekerja di sini? Mereka memanen tuaian, bekerja di kebun atau di ladang.

Mari kita beralih ke Matius 20:1-2

1  “Sebab, Kerajaan Surga adalah seperti pemilik kebun yang pagi-pagi sekali pergi untuk mencari pekerja-pekerja bagi kebun anggurnya.
2  Ketika ia sudah sepakat dengan para pekerja itu untuk sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.

Hal apa yang dikerjakan oleh para pekerja di sini? Mereka menggarap kebun anggur. Mereka pergi ke kebun anggur, memanen buah dan memangkas ranting-ranting yang tidak diperlukan, itulah pekerjaan di kebun anggur. Pada zaman sekarang ini, kebanyakan orang tidak mau bekerja di kebun atau bertani. Mengapa? Terlalu berat. Para orang tua mendorong anak-anak mereka untuk bersekolah, tujuannya adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang tidak melelahkan pada masa depan. Namun, kita perlu tahu bahwa menjadi seorang Kristen dan melayani Allah berarti kita harus mau bekerja keras seperti pekerja kebun atau petani. Kita harus merenungkan firman Allah siang dan malam, kita gunakan waktu dan upaya sepenuhnya untuk firman Allah. Mereka yang ingin bermalas-malasan dan tidak bekerja keras, sebaiknya tidak menjadi orang Kristen karena Allah tidak akan memakai anda. Pelayanan anda tidak akan berdampak. Anda tidak akan memahami firman Allah. Menjadi seorang Kristen dan melayani Allah adalah kegiatan yang sangat sibuk dan melelahkan, sama seperti Musa. Itu sebabnya mengapa Allah mengungkapkan makna firman-Nya kepada Musa.

Di samping itu, memberitakan Firman Allah dengan berterus terang bisa membahayakan jiwa anda. Kepada siapa Musa menyampaikan firman Allah? Dia harus menyampaikannya kepada Firaun. Siapakah Firaun ini? Dia adalah raja di Mesir. Mesir adalah negara terkuat pada zaman itu, negara yang paling berkuasa. Demikianlah, Firaun adalah tokoh yang paling berkuasa di zaman itu. Menyampaikan firman Allah kepada orang seperti Firaun – apalagi jika yang disampaikan bukanlah hal yang baik, yakni kutukan dan penghakiman – siapa yang berani menyampaikannya kalau bukan Musa?

Musa juga harus menyampaikan firman Allah kepada bangsa Israel. Apakah ini pekerjaan yang mudah? Keliru. Sama sekali tidak mudah menyampaikan firman Allah kepada umat Allah. Bangsa Israel seringkali mengeluh, bertengkar, bahkan sampai memberontak terhadap Musa. Mari kita lihat Bilangan 12:1-2.

1  Miryam dan Harun berbicara menentang Musa. Mereka mengkritiknya karena ia menikah dengan perempuan Kush.
2  Mereka berkata, “Apakah YAHWEH hanya berbicara melalui Musa saja? Bukankah Dia juga telah berbicara melalui kita?” Dan, YAHWEH mendengar hal itu.

Perhatikan ucapan mereka: “Apakah YAHWEH hanya berbicara melalui Musa saja? Bukankah Dia juga telah berbicara melalui kita?” Ucapan seperti ini keluar dari mulut Miryam dan Harun. Mereka bukan jemaat biasa, mereka merupakan rekan sekerja Musa. Allah memilih Miryam dan Harun untuk bekerja bersama Musa dalam memimpin bangsa Israel. Kita bisa melihat penegasannya di Mikha 6:4.

Sesungguhnya, Akulah yang maju dan menuntun engkau keluar dari tanah Mesir, dan telah membebaskan engkau dari rumah perbudakan. Aku membebaskanmu dari perbudakan, dan telah mengutus Musa, Harun, dan Miryam kepadamu.

Jadi Miryam dan Harun bukanlah umat biasa. Mereka berkedudukan sama seperti Musa, sebagai pengajar bagi bangsa Israel. Akan tetapi, mereka juga menentang Musa, dengan berkata, “Apakah YAHWEH hanya berbicara melalui Musa saja? Bukankah Dia juga telah berbicara melalui kita?”

Ini merupakan jenis ucapan yang sering kita dengar pada zaman sekarang: “Kita semua punya Alkitab. Kalau Alkitab sudah menyatakan sesuatu dengan jelas, mengapa anda menyampaikan hal yang berbeda? Mengapa anda berkata bahwa Allah bersikap sangat keras? Allah itu baik, kita semua adalah anak-anak-Nya. Mengapa Allah memberi pengertian kepada anda, tetapi tidak kepada kami?” Jika ditelusuri sampai ke akar persoalannya, biasanya mereka adalah orang-orang yang tidak mau mendengar kebenaran dan tidak mau menaati firman Allah. Mereka cenderung menentang orang-orang yang dengan jujur menyampaikan firman Allah. Jika kita ingin menyampaikan firman Allah dengan setia, kita harus bekerja keras dan membayar harga. Itulah hal yang dialami oleh Musa.

 

Berikan Komentar Anda: