Ev. Xin Lan | Musa (7) |
Tokoh Alkitab yang akan kita bahas masih Musa. Kita akan melanjutkan pembahasan tentang kualitas kesetiaannya. Mari kita lihat Bilangan 12:6-8
6 YAHWEH berkata, “Dengarkanlah perkataan-Ku! Jika ada seorang nabi di antaramu, Aku, YAHWEH, akan menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan. Aku akan berbicara kepadanya melalui mimpi.
7 Akan tetapi, Musa tidak seperti itu. Ia adalah hamba yang setia di rumah-Ku.
8 Aku berbicara kepadanya dengan berhadapan muka, jelas, dan tidak menggunakan maksud yang tersembunyi. Ia melihat rupa YAHWEH. Sebab itu, mengapa kalian berani menentang hamba-Ku Musa?”
Dalam pembahasan sebelumnya, kita melihat dua pokok dari kutipan ini. Pertama, Allah Yahweh secara pribadi menyatakan bahwa Musa merupakan hamba-Nya. Hal ini Dia sampaikan dua kali. Yang kedua adalah bahwa Allah secara pribadi mengatakan bahwa Musa “setia di rumah-Ku.” Perbedaan antara Musa dengan yang lainnya adalah kesetiaan. Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan tentang kesetiaan Musa. Mengapa Allah memuji kesetiaan Musa? Hal apa yang sudah dilakukan oleh Musa? Hal apa yang bisa kita pelajari dari Musa? Apa yang perlu dilakukan supaya kita dipandang setia oleh Allah?
Perhatikan Allah menyatakan bahwa Musa “setia dalam segenap rumah-Ku”. Allah tidak sekadar menyatakan bahwa Musa “setia kepada-Ku.” Yang ditegaskan oleh Allah adalah bahwa Musa “setia dalam segenap rumah-Ku”. Ungkapan “segenap rumah-Ku” ini berarti rumah Allah. Hal apakah yang dirujuk oleh ungkapan “rumah Allah” ini? Ungkapan itu mengacu pada umat Allah, yakni bangsa Israel. Allah sudah memberikan tugas kepada Musa, yaitu mengelola rumah tangga Allah, umat Allah, memimpin umat Allah keluar dari Mesir untuk melayani Allah. Jadi, selama 40 tahun hidupnya, Musa dengan setia menjalankan pekerjaan yang diberikan oleh Allah kepadanya. Dia memimpin umat Allah sampai hari kematiannya. Inilah kesetiaan yang ditunjukkan oleh Musa.
Sangat mudah untuk mengatakan bahwa kita percaya kepada Allah karena Allah tidak kelihatan. Artinya, sangat mudah bagi kita untuk menipu diri sendiri. Kita mengira bahwa kita sudah setia kepada Allah. Syukurlah, Allah sudah memberikan tongkat ukur untuk menilai: Apakah kamu memang setia kepada-Ku? Allah akan menilai apakah kita memang setia pada pekerjaan yang sudah diberikan Allah kepada kita.
Mudahkah menjalankan pekerjaan yang sudah diberikan Allah kepada kita dengan setia? Jika kita lihat hal yang sudah dijalankan oleh Musa,, kita tahu urusannya sama sekali tidak mudah. Pertama adalah waktu, dia menghabiskan 40 tahun untuk menjalankannya. Berapa bagian dari kehidupan kita yang jumlahnya 40 tahun? Dalam berbagai pembahasan sebelumnya, kita melihat bahwa kehidupan Musa dibagi menjadi tiga tahap dan setiap tahapnya mencakup masa 40 tahun. Tahap 40 tahun pertama dijalani oleh Musa dalam bentuk kehidupan di istana di Mesir, menikmati kedudukan tinggi dan segala kenikmatan. Tahap yang kedua dia jalani dalam bentuk pengasingan di Midian, menjadi gembala selama 40 tahun. Tahap kedua ini merupakan periode di mana Allah melatih dia. Dan 40 tahun yang ketiga merupakan masa ketika dia dengan setia menjalankan pekerjaan yang diberikan oleh Allah kepadanya. Musa menjalankan tugas ini sampai dengan saat kematiannya.
Dapat dikatakan bahwa periode ketiga dalam kehidupan Musa merupakan periode terbaik di dalam hidupnya. Mengapa demikain? Karena ini adalah tahap kematangannya. Periode pertama adalah masa pertumbuhan. Dia mencapai kematangannya di dalam masa 40 tahun yang ketiga. Dia bisa saja mengejar prestasi duniawi atau bertahan dalam kehidupan mewah di Mesir. Akan tetapi, dia memilih untuk memakai 40 tahun itu untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan Allah kepadanya.
Jangka hidup kita ada batasnya. Sebelumnya, kita tidak mengenal Allah. Kita menghabiskan waktu kita dengan sia-sia. Kemudian, kita mulai mengenal Allah, dan kita menjadi Kristen. Kita mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk bertumbuh dan ketika masa pertumbuhan ini sudah selesai, apakah kita masih memilih untuk memakai sisa hidup kita, yang merupakan periode kematangan kita, untuk melayani Allah?
Jika kita lihat Musa, Allah sudah memberi dia tugas untuk memimpin bangsa Israel. Dia harus setia untuk menjalankan tugas ini. Apakah ini tugas mudah? Sama sekali tidak mudah. Bangsa Israel merupakan bangsa pemberontak. Allah sendiri menyebut mereka sebagai bangsa yang ‘tegar tengkuk’. Musa memimpin mereka selama 40 tahun. Mereka sering menentang Musa dan penentangan mereka bisa berkembang sampai menjadi pemberontakan. Kita bisa melihat catatan di dalam Alkitab, bangsa Israel sudah menentang dan memberontak terhadap Musa sampai sekitar 14 kali.
Peristiwa yang pertama tercatat di Keluaran 14:10-12, Musa sudah memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, tetapi pasukan Firaun mengejar dan sudah dekat dengan posisi mereka. Ketika bangsa Israel melihat pasukan Mesir yang semakin dekat, mereka ketakutan setengah mati dan menggerutu kepada Musa,
10 Ketika Bangsa Israel melihat Firaun dan tentaranya datang ke arah mereka, sangat ketakutanlah mereka dan berseru kepada YAHWEH.
11 Mereka berkata kepada Musa, “Mengapa kamu membawa kami keluar dari Mesir? Apakah karena di Mesir tidak ada kuburan sehingga kamu membawa kami keluar dari sana supaya kami mati di padang gurun?
12 Bukankah saat masih di Mesir kami pernah berkata kepadamu, “Tinggalkan kami supaya kami dapat melayani orang-orang Mesir”? Sebab, lebih baik bagi kami tinggal di sana dan menjadi hamba daripada mati di padang gurun.”
Peristiwa yang kedua tercatat di Keluaran 15:23-24. Ketika bangsa Israel sampai di Mara, mereka mendapati bahwa air di sana tidak dapat diminum. Air itu pahit, dan mereka menggerutu kepada Musa lagi dengan berkata,
“Apakah yang akan kami minum?”
Yang ketiga tercatat di Keluaran 16:2-3. Oleh karena bangsa Israel mengira bahwa seharusnya mereka tidak menghabiskan waktu di padang gurun, segenap umat menggerutu kepada Musa dan Harun di padang gurun itu dengan berkata,
2 Di padang itu, orang Israel mulai mengeluh kepada Musa dan Harun.
3 Mereka berkata, “Jauh lebih baik jika YAHWEH membunuh kami di negeri Mesir. Di sana, paling tidak kami dapat makan sekenyangnya. Kami mendapat semua makanan yang kami butuhkan. Tetapi sekarang kamu membawa kami ke padang gurun ini supaya kami semua mati kelaparan.”
Yang keempat ada di Keluaran 17:1-4. Ketika bangsa Israel berkemah di Rafidim. Mereka dapati bahwa di sana tidak ada air minum, mereka bertengkar dengan Musa dan menggerutu,
“Mengapa engkau membawa kami keluar dari Mesir? Apakah engkau membawa kami kemari supaya kami, anak-anak kami, dan ternak kami semua mati kehausan?”
Alkitab mencatat bahwa mereka nyaris melempari Musa dengan batu untuk membunuh dia.
Yang kelima tercatat di pasal 32 kitab Keluaran. Ini merupakan insiden yang sudah pernah kita bahas secara terperinci. Ketika itu Musa sedang berada di atas gunung Sinai untuk menerima Hukum Taurat dari Allah selama 40 hari, siang dan malam. Bangsa Israel tidak sabar menunggu. Mereka lalu membuat patung lembu emas, membuat dosa yang berat.
Yang keenam ada di Bilangan 11:1-3. Seluruh umat menggerutu dan membangkitkan muka Yahweh. Yahweh lalu mengirimkan api kepada mereka, tempat itu kemudian disebut “Tabera”.
Yang ketujuh ada di Bilangan 11:4-35. Ketika itu, umat Israel merasa jemu dengan manna yang disediakan Allah bagi mereka. Mereka tidak memiliki daging untuk dimakan, jadi mereka mengeluh dan berkata,
4 … “Kami mau makan daging!”
5 Kami teringat akan ikan yang kami makan di Mesir secara cuma-cuma. Kami juga teringat akan mentimun, semangka, daun bawang, bawang merah, dan bawang putih di sana.
6 Akan tetapi sekarang, jiwa kami mengering dan tidak ada apa pun untuk dimakan selain manna ini.
Peristiwa yang kedelapan tercatat di pasal 12 kitab Bilangan. Kali ini bukan umat biasa yang memberontak terhadap Musa. Yang memberontak adalah rekan sekerja Musa sendiri, yakni Miryam dan Harun. Mereka mengatai Musa,
“Apakah YAHWEH hanya berbicara melalui Musa saja? Bukankah Dia juga telah berbicara melalui kita?”
Yang kesembilan ada di pasal 13-14 kitab Bilangan. Musa sudah membawa bangsa Israel ke pinggiran tanah perjanjian, yaitu tanah Kanaan. Lalu dia mengirim 12 mata-mata untuk meneliti kondisi wilayah itu. Setelah 12 orang itu kembali, 10 orang dari mereka membawa kabar buruk. Mereka melaporkan bahwa penghuni wilayah itu terlalu kuat untuk bisa ditaklukkan. Akhirnya bangsa Israel menjadi kesal dan menggerutu kepada Musa,
“Alangkah baiknya kalau kami mati di Mesir atau di belantara ini saja. Mengapa YAHWEH membawa kami ke negeri ini untuk dibunuh dengan pedang? Istri dan anak-anak kami akan menjadi tawanan. Bukankah lebih baik jika kita kembali ke Mesir?.”
Yang kesepuluh ada di pasal 16 kitab Bilangan. Keturunan Lewi, yakni Korah beserta keturunan Ruben, Datan dan Abiram, melibatkan 250 orang pemimpin terkemuka bangsa Israel bangkit memberontak dan berkata kepada Musa dan Harun,
“Cukuplah semua ini! Seluruh umat adalah orang-orang kudus dan YAHWEH ada di antara mereka. Jadi, mengapa kamu meninggikan diri lebih daripada jemaat YAHWEH ini?.”
Yang kesebelas tercatat di Bilangan 16:41. Oleh karena Allah sudah menghukum Korah, bangsa Israel bangkit menyalahkan Musa dengan berkata,
“Kamu telah membunuh umat YAHWEH.”
Yang keduabelas tercatat di Bilangan 20:1-13. Ketika bangsa Israel sampai di tempat bernama Kadesh, mereka kehabisan air minum. Lalu mereka mengerumuni Musa dan Harun, mereka bertengkar dengan Musa dan Harun serta berkata,
3 … “Lebih baik kami mati di hadapan YAHWEH seperti saudara-saudara kami.
4 Mengapa kamu membawa umat YAHWEH ke padang gurun ini? Apakah kamu menginginkan supaya kami dan binatang ternak kami mati di sini?
5 Mengapa kamu membawa kami keluar dari negeri Mesir? Mengapa kamu membawa kami ke tempat celaka ini? Di tempat ini tidak ada gandum, tidak ada pohon ara, anggur, atau buah delima bahkan tidak ada air untuk diminum.”
Yang ketigabelas tercatat di Bilangan 21:4-9. Umat Israel menggerutu karena jalur yang dilalui sangat berat. Mereka berkata,
“Mengapa kamu membawa kami keluar dari Mesir? Kami akan mati di padang gurun! Tidak ada roti dan air! Kami muak dengan makanan yang tidak enak ini!”
Yang keempatbelas ada di dalam Bilangan pasal 25. Bangsa Israel berzinah dengan perempuan bangsa Moab dan berpaling dari Yahweh kepada allah orang Moab.
Dari semua catatan yang terdapat di dalam Alkitab ini, kita bisa melihat bahwa urusan memimpin bangsa Israel sama sekali bukan hal yang mudah bagi Musa. Siapa yang mau menjalankan tugas semacam ini, tugas yang sangat menyita waktu dan membuat sakit hati seperti ini? Melayani Allah tidak mudah karena anda akan diserang, dihina, ditentang dan yang lebih menyakitkan adalah bahwa kebanyakan hal itu justru dilakukan oleh umat Allah. Kita mungkin berkata, “Saya tahu orang yang tidak percaya gemar bertengkar satu sama lain. Namun, di dalam rumah tangga Allah, bagaimana mungkin mereka yang percaya kepada Allah juga gemar menyerang, menghina dan memberontak?”
Memang ada dua jenis umat Allah. Ada dua macam benih di rumah Allah. Ada dua jenis orang Kristen di dalam gereja. Ajaran ini cukup sering diulangi di dalam Alkitab. Jenis yang satu adalah yang tetap tinggal di dalam daging dan yang satunya lagi adalah yang rohani. Di Galatia 4:29, Paulus berkata bahwa orang Kristen yang dikuasai kedagingan selalu menganiaya orang Kristen yang rohani. Hal ini terjadi di dalam sejarah, dan tetap berlangsung sampai zaman sekarang. Kita hanya bisa berdoa kepada Allah dengan hati yang takut dan gentar, apakah kita ini termasuk jenis orang Kristen yang tetap berdiam di dalam daging – yang gemar menganiaya – atau tidak. Berdoalah supaya Allah bermurah hati kepada kita.
Demikianlah, Musa dengan setia menjalankan pekerjaan yang diberikan Allah kepadanya. Tidaklah mudah baginya untuk memimpin umat Israel dengan setia. Menghadapi berbagai penolakan, penghinaan dan pemberontakan serta ditambah dengan tugas lain yang juga menyita waktu dan melelahkan, bisa saja dia mendadak memutuskan untuk berhenti dan pergi. Pada zaman sekarang ini, berhenti dari pekerjaan dan bercerai merupakan tren masyarakat kita. Jika kita menganggap pekerjaan kita susah, berat dan hasilnya terlalu rendah, pimpinan terlalu keras, kita berhenti! Jika kita sudah menikah dan ternyata pasangan kita susah menjalani hidup bersama, beban terasa berat, kita bercerai! Akar persoalannya adalah kita tidak setia. Menghadapi kesukaran, kita lalu melarikan diri. Namun, jika anda ingin menjadi orang Kristen, anda harus memiliki pertimbangan yang matang. Yang diinginkan oleh Allah dari orang Kristen adalah kesetiaan. Orang Kristen harus menghadapi banyak kesukaran. Jika anda takut menghadapi kesukaran dan cenderung lari dari persoalan, kehidupan Kristen anda tidak akan bertahan lama.
Mari kita kembali pada kesetiaan yang ditunjukkan oleh Musa. Apakah dalam setiap persoalan, dia langsung memaksa diri untuk terus melanjutkan memimpin bangsa Israel? Itukah kesetiaan? Tentu saja tidak. Kesetiaan tidak sesederhana itu. Kesetiaan adalah sikap hati yang aktif, bukan sikap keras kepala dalam mempertahankan pekerjaan, bukan urusan memaksa diri untuk menjalankan hal yang sudah ditugaskan oleh Allah kepada kita. Dengan keras kepala terus melakukan sesuatu tidaklah sukar, tetapi ini bukanlah makna kesetiaan menurut Alkitab. Mari kita beralih ke Matius 25:14-30 dalam Perjanjian Baru. Dalam bagian ini, Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan:
14 “Sebab, Kerajaan Surga sama seperti seseorang yang akan pergi ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan menyerahkan miliknya kepada mereka.
15 Kepada yang seorang, ia memberikan lima talenta. Kepada yang lainnya, dua talenta, dan kepada yang lainnya lagi, satu talenta. Masing-masing sesuai kemampuannya. Kemudian, ia pergi.
16 Orang yang menerima lima talenta itu langsung pergi, dan menjalankan talenta itu, dan ia menghasilkan lima talenta lagi.
17 Demikian juga orang yang menerima dua talenta, ia menghasilkan dua talenta lagi.
18 Akan tetapi, orang yang menerima satu talenta itu pergi, menggali lubang di tanah, dan menyembunyikan uang tuannya.
19 Lama sesudah itu, tuan dari hamba-hamba itu datang dan mengadakan perhitungan dengan mereka.
20 Orang yang telah menerima lima talenta itu menghadap dan membawa lima talenta lagi, katanya, ‘Tuan, engkau menyerahkan lima talenta kepadaku. Lihatlah, aku telah menghasilkan lima talenta lagi.’
21 Tuannya berkata kepadanya, ‘Bagus sekali, hamba yang baik dan setia. Kamu setia dengan hal-hal kecil, aku akan mengangkat engkau atas banyak hal, masuklah ke dalam sukacita tuanmu.’
22 Dan, orang yang menerima dua talenta juga menghadap dan berkata, ‘Tuan, engkau menyerahkan dua talenta kepadaku. Lihat, aku telah menghasilkan dua talenta lagi.’
23 Tuannya menjawab, ‘Bagus sekali, hamba yang baik dan setia. Kamu setia dengan hal-hal kecil, aku akan mengangkat engkau atas banyak hal, masuklah ke dalam sukacita tuanmu.’
24 Kemudian, orang yang menerima satu talenta juga menghadap dan berkata, ‘Tuan, aku tahu engkau orang yang kejam, menuai di tempat yang engkau tidak menabur, dan mengumpulkan di tempat yang engkau tidak menyebarkan benih.
25 Karena itu, aku takut, dan pergi dan menyembunyikan talentamu di dalam tanah. Lihat, engkau memiliki apa yang menjadi milikmu.’
26 Namun, tuannya menjawab dan berkata kepadanya, ‘Kamu hamba yang jahat dan malas! Kamu tahu bahwa aku menuai di tempat yang aku tidak menabur dan mengumpulkan di tempat yang aku tidak menyebarkan benih.
27 Karena itu, seharusnya kamu menyimpan uangku di bank dan ketika aku kembali, aku akan menerima milikku kembali dengan bunganya.
28 Ambillah satu talenta itu darinya dan berikan kepada dia, yang memiliki sepuluh talenta itu.
29 Sebab, setiap orang yang memiliki akan diberi lagi, dan ia akan berkelimpahan. Akan tetapi, dari orang yang tidak memiliki, bahkan apa yang ia miliki akan diambil.
30 Lemparkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling pekat. Di tempat itu akan ada tangisan dan kertak gigi.’”
Hal apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada kita di dalam perumpamaan ini? Dia mengajarkan tentang kesetiaan kepada kita. Ketiga hamba itu menerima hal yang sama dari majikan mereka, yakni talenta – yang bisa kita pandang sebagai misi pelayanan. Dua hamba yang pertama bersikap aktif dan berusaha memenuhi tugas yang telah diberikan oleh majikan mereka. Pada akhirnya, mereka berhasil mengembalikan uang pokok berikut keuntungannya dan melaporkan semua itu kepada majikan mereka. Akan tetapi, hamba yang ketiga juga dengan setia memelihara apa yang sudah diberikan oleh Allah kepadanya, mengembalikan hal yang yang sudah diberikan secara utuh. Namun, bagaimana komentar sang majikan kepada hamba yang ketiga? Dua hamba yang pertama dipandang setia, tetapi hamba yang ketiga dipandang malas.
Inilah makna kesetiaan dalam Alkitab. Bukan sekadar dengan pasif menjaga apa yang sudah diberikan, tetapi aktif menjalankannya. Tuhan sudah memberi misi kepada anda, akan tetapi cara menjalankan hal yang sudah diberikan itu menjadi tanggung jawab anda. Anda harus kreatif dan aktif dalam menjalankan misi anda. Jika kita hanya menjalankannya dengan pasif dan pesimis, dan tidak bergerak jika tidak mendapat perintah dari majikan kita, Tuhan akan menilai kita tidak setia serta malas.
Bagaimana Musa menunjukkan kesetiaannya? Sikapnya penuh dengan inisiatif dan aktif. Dia mengupayakan segala cara untuk menjalankan misi yang Allah berikan kepadanya. Dia mencurahkan segenap hidupnya dalam pelaksanaan tugas. Oleh karena sikap semacam inilah, setiap kali bangsa Israel memberontak, dia mampu menanggung bebannya tidak dengan sikap yang pasif serta putus asa, melainkan dengan sikap yang aktif mengasihi mereka. Oleh karena sikap hati inilah, ketika murka Allah bangkit dan ingin memusnahkan bangsa Israel, Musa bisa bersyafaat dengan sepenuh hati bagi umat Israel, bahkan siap mengorbankan nyawanya demi keselamatan bangsa Israel. Inilah wujud kesetiaan Musa, tak peduli seberapa sukar hal yang harus dia hadapi, dia tidak lupa dengan misi yang Allah berikan kepadanya dan dia mengerahkan segala upaya untuk memenuhinya.
Sebelum Musa mati, dengan sepenuh hati dia menyuruh segenap bangsa Israel untuk menjalankan perintah Allah. Mari kita lihat Ulangan 31:24-29
24 Hal ini terjadi ketika Musa selesai menulis perkataan hukum Taurat ini ke dalam sebuah buku dengan lengkap sampai selesai,
25 Musa memerintahkan kepada orang Lewi yang mengusung Tabut Perjanjian YAHWEH, dengan berkata,
26 “Ambillah kitab Taurat ini dan letakkanlah di samping Tabut Perjanjian YAHWEH, Allahmu. Kitab itu akan menjadi saksi bagimu.
27 Sebab aku tahu pemberontakanmu dan kedegilanmu. Sesungguhnya, selama aku masih hidup denganmu sampai hari ini, kamu sudah memberontak terhadap YAHWEH. Lebih lagi, bagaimana nanti ketika kau sudah mati?
28 Kumpulkanlah para tua-tua dan para pemimpin suku dari sukumu dan para petugasmu. Aku akan mengatakan perkataan ini ke telinga mereka dan memanggil langit dan bumi agar menjadi saksi terhadap mereka.
29 Sebab, aku tahu bahwa setelah aku mati kamu akan berperilaku sangat busuk dan menyimpang dari jalan yang telah aku perintahkan kepadamu dan kejahatan akan menimpamu di kemudian hari. Kamu akan melakukan hal yang jahat di mata YAHWEH, membuat-Nya marah karena pekerjaan tanganmu.”
Kita bisa lihat bahwa sesaat sebelum kematiannya, Musa masih juga mengajar bangsa Israel. Dia memakai ungkapan “memanggil langit dan bumi”. Segenap perasaannya tercurah dalam ungkapan ini. Inilah tanda kesetiaan Musa. Tidak heran jika Allah memuji Musa secara pribadi. Allah menyatakan bahwa Musa setia di dalam segenap rumah-Nya.
Kita perlu bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya setia?” Mungkin anda akan berkata, “Allah tidak memberikan apa-apa kepada saya untuk dikerjakan!” Keliru. Sekalipun anda masih belum mengenal Allah, sebenarnya Allah sudah memberi anda sesuatu. Apakah itu? Hidup anda. Setiap orang menerima hidupnya dari Allah. Pada akhirnya, kita semua harus memberikan pertanggungjawaban kita kepada Allah. Bagaimana cara kita menjalani hidup kita? Apakah kita memakai hidup kita untuk mengenal Allah kita yang sudah menciptakan kita, untuk mengasihi dan melayani Dia?
Mungkin kita sudah menjadi Kristen, mungkin kita bahkan sudah masuk ke dalam pelayanan penuh waktu. Akan tetapi, apakah kita sudah setia kepada-Nya? Apakah kita sudah setia pada pelayanan yang Allah berikan kepada kita? Kita gemar meraih hal-hal yang berada di luar jangkauan kita. Kita selalu ingin melakukan sesuatu yang hebat bagi Allah, melakukan sesuatu yang besar dan spektakular. Namun, Alkitab menyatakan bahwa Allah akan melihat apakah kita sudah setia untuk hal-hal yang kecil sebelum Dia mempercayakan hal-hal yang besar untuk kita. Inilah ajaran di dalam perumpamaan yang kita bahas tadi. Sang majikan memuji dua hamba yang pertama dengan berkata, “Engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.” Jika kita setia pada perkara-perkara yang kecil, Allah akan memberi kita tanggung jawab untuk perkara-perkara yang besar.
Mengapa Musa mampu menjalankan dengan setia karya besar yang Allah percayakan kepadanya di dalam masa 40 tahun terakhir dalam hidupnya? Oleh karena di dalam masa 40 tahun yang kedua di dalam hidupnya, ketika Allah melatih dia untuk pekerjaan besar, dengan setia Musa menekuni urusan-urusan kecil yang Allah percayakan kepadanya. Selanjutnya, Allah memberikan dia tugas besar.
Demikianlah, kita perlu memeriksa diri kita sendiri di hadapan Allah: Apakah kita sudah setia dalam berbagai urusan yang Allah percayakan kepada kita? Apakah kita menjalankan segenap urusan dengan sepenuh hati? Apakah kita menjalankan urusan-urusan seperti memasak, mempersiapkan studi Alkitab atau memimpin kelompok kecil dengan setia? Apakah kita menjalankannya dengan santai dan ceroboh? Bukankah kita cenderung berpuas diri ketika urusannya sudah hampir selesai? Bukankah kita cenderung meninggalkan berbagai urusan yang kita pandang terlalu membosankan dan terlalu melelahkan untuk mencari tempat dan pekerjaan yang baru? Ini bukanlah kesetiaan. Kiranya Allah menguji hati kita dan bermurah hati kepada kita.