Ev. Xin Lan | Ruben (2) |  

Hari ini kita akan meneruskan untuk melihat karakter Ruben. Ruben adalah anak Yakub yang paling tua, tetapi dia kehilangan hak kesulungannya. Yakub mempunyai dua belas anak. Anak kesebelas, yaitu Yusuf, mewarisi gelar sebagai anak sulung. Dia mendapat dua bagian dari warisan ayahnya. Dari kedua belas suku Israel, Yusuf memperoleh dua bagian. Berikutnya, anak yang keempat, yaitu Yehuda, menjadi pemimpin saudara-saudaranya yang lain. Dia juga mendapat berkat yang besar dari Allah. Suku Yehuda mempunyai populasi yang terbanyak. Suku Yehuda juga mendapatkan wilayah yang terbesar. Raja-raja berasal dari suku Yehuda. Semua berkat ini seharusnya diberikan kepada anak tertua, yaitu Ruben, tetapi ia kehilangan semua itu. Ada sesuatu yang harusnya kita pelajari dari kisah Ruben.

Terakhir kali kita melihat kehidupan Ruben. Alkitab tidak mempunyai catatan yang banyak tentang kehidupan Ruben. Hanya ada beberapa catatan kecil di sana sini tentang hidupnya. Kita dapat melihat bahwa dia bukanlah seorang yang jahat. Ketika semua saudaranya ingin menyakiti Yusuf, hanya Ruben yang tidak setuju. Kemudian, ketika seluruh negeri mengalami bencana kelaparan, mereka terpaksa ke Mesir. Namun, mereka tidak tahu bahwa Perdana Menteri Mesir pada waktu itu adalah Yusuf. Yusuf meminta mereka membawa Benyamin adik bungsu mereka ke Mesir, jika tidak, mereka tidak akan dapat membeli gandum dari dia. Namun, Yakub bersikeras untuk tidak mengizinkan mereka membawa Benyamin. Pada momen yang mendesak itu, Ruben rela menjamin keselamatan Benyamin. Dia bahkan siap mengorbankan anak-anak lelakinya dalam usahanya membujuk Yakub. Jadi, Ruben bukanlah orang yang tidak baik. Dia memiliki sikap sebagai anak sulung yang rela mengambil-alih tanggung jawab keluarga. Namun, kenapa dia kehilangan gelar kesulungannya? Alasannya adalah karena dia melakukan dosa yang serius, dia berzinah dengan selir ayahnya. Pada akhir hidupnya, ketika Yakub bernubuat, dia mengucapkan kutuk bagi Ruben, “Kamu tidak bisa mendapat tempat yang tinggi.” Dari contoh ini, kita dapat melihat dengan jelas bahwa dosa itu sangatlah serius.


Ruben Mempermalukan ayahnya, Yakob

Dalam pesan ini, kita akan melihat dosa Ruben dari sudut pandang yang lain. Mari kita membaca dari Kejadian 49:3-4. Bagian ini adalah tentang kutuk yang Yakub ucapkan atas Ruben,

“Ruben, anak sulungku, engkaulah kekuatanku, buah pertama dari kegagahanku. Engkaulah yang paling terhormat dan berkuasa dari semua anakku. Tetapi, nafsumu seperti air bah yang tidak bisa engkau kuasai. Jadi, engkau takkan tetap menjadi anakku yang paling terhormat. Engkau menaiki tempat tidur ayahmu dan tidur dengan salah satu istrinya. Engkau membawa aib kepada tempat tidurku, tempat tidur tempatmu berbaring.”

Maksud dari perkataan Yakub di sini adalah, Ruben adalah anak sulungnya, awal dari kegagahan dan keluhuran dan kesanggupannya. Artinya, Ruben merupakan perwakilan Yakub. Dia seharusnya menjadi pemimpin di antara saudara-saudaranya. Dia memiliki segala yang dimiliki ayahnya, tetapi dia bukan saja tidak memimpin saudara-saudaranya, dia malah mempermalukan ayahnya. Jadi dosa Ruben bukan hanya sekadar perzinahan. Pada generasi itu, Allah belum memberikan hukum Taurat. Di Roma pasal 2, dikatakan bahwa mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat tidak akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat. Allah tidak menghukum Ruben berdasarkan hukum Taurat. Jika tidak, Ruben sudah mati. Namun, selain dari perzinahan, dia bukan saja tidak mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin, tetapi dia juga sangat mempermalukan ayahnya. Oleh karena itulah dia tidak layak atas warisan ayahnya. Warisan Yakub itu merupakan berkat dan janji Allah. Itu semua diberikan kepada Abraham dan diteruskan ke generasi selanjutnya. Warisan itu seharusnya diberikan kepada Ruben, tetapi dia mempermalukan ayahnya dan mempermalukan Allah juga. Demikianlah dia menjadi tidak layak untuk memperoleh berkat-berkat Allah.


Apakah kita mempermalukan Allah?

Jadi, jika kita berpikir, “Oh! Ruben melakukan dosa perzinahan, menaiki petiduran ayahnya, oleh karena itulah dia kehilangan hak kesulungan dan berkat Allah”. Maka tidak ada apa-apa yang dapat kita pelajari dari Ruben. Kita berangapan bahwa, “Aku tidak melakukan dosa semacam ini, maka aku baik-baik saja”. Pemikiran ini terlalu dangkal. Pada masa Ruben, tidak ada hukum. Sekarang kita hidup pada zaman yang berbeda. Apabila kita melakukan dosa besar semacam ini, hukum dan juga moral di masyarakat tidak akan melepaskan kita tanpa kita menanggung akibatnya. Jadi, semua faktor ini menjadi hal yang menahan kita dari melakukan dosa jenis ini. Apalagi kita sebagai orang Kristen, kita tidak berani melakukan dosa ini. Lalu, apa pelajaran dari kisah Ruben untuk kita? Pelajaran yang utama adalah, apakah hidup kita mempermalukan Allah?

Di dalam Perjanjian Lama, Allah sering mencela Israel: karena engkau maka namaku dihina oleh bangsa kafir. Engkau telah mempermalukan nama-Ku. Mari kita membuka Yehezkiel 36:16-20:

16  Firman YAHWEH datang kepadaku, isinya,
17  “Anak manusia, ketika keturunan Israel tinggal di negeri mereka sendiri, mereka menajiskannya dengan perilaku dan perbuatan-perbuatan mereka, jalan mereka seperti perempuan yang najis pada masa menstruasinya di hadapan-Ku.
18  Oleh sebab itu, Aku mencurahkan murka-Ku ke atas mereka karena darah yang telah mereka tumpahkan di negeri itu, karena mereka telah mencemarkannya dengan berhala-berhala mereka.
19  Aku menyerakkan mereka ke antara bangsa-bangsa dan mereka tersebar ke seluruh negeri. Sesuai dengan jalan-jalan dan perbuatan mereka, Aku mengadili mereka.
20  Dan ketika mereka datang kepada bangsa-bangsa tempat mereka pergi, mereka mencemarkan nama-Ku yang kudus karena dikatakan tentang mereka, ‘Inilah umat YAHWEH, tetapi mereka harus meninggalkan negeri-Nya.’

Israel tidak berperilaku sesuai dengan firman Allah. Mereka berbuat jahat, maka Allah menghakimi dan menyerakkan mereka di antara bangsa-bangsa. Israel binasa dan ditaklukkan oleh bangsa kafir. Bangsa kafir menghina mereka, “Kamu begitu lemah, di manakah Allahmu? Allah seperti apa Dia?” Maka nama Allah dipermalukan oleh orang kafir karena orang Israel. Dengan kata lain, Israellah yang menyebabkan nama Allah dipermalukan. Mereka tidak memberikan pimpinan sehingga orang dapat melihat bahwa Allah ada di tengah mereka. Sebaliknya, mereka memberikan alasan bagi orang kafir untuk menghina Allah. Apakah akibatnya? Israel kehilangan berkat Allah. Inilah yang ingin ditunjukkan oleh Paulus di Roma pasal 9 dalam Perjanjian Baru, “Israel kehilangan hak kesulungannya! Mereka kehilangan janji Allah, sama seperti Ruben. Allah mengambil janji yang telah diberikan kepada Ruben dan memberikannya kepada orang yang bukan anak sulung, yaitu bangsa non-Yahudi.

Perhatian dari Alkitab Perjanjian Lama adalah Israel, tetapi dalam Perjanjian Baru, Yesus memberitakan Injil kepada non-Israel. Sehingga hari ini hampir seluruh gereja adalah non-Yahudi. Hampir semua orang Yahudi sampai ke hari ini tidak mengakui Yesus sebagai Mesias, anak Allah. Pada masa Perjanjian Baru, bangsa non-Yahudi menjadi anak sulung. Israel kehilangan posisi sebagai anak sulung karena mereka telah mempermalukan nama Allah.

Sekarang ini kita orang non-Yahudi menjadi anak-anak sulung. Kita dapat mewarisi warisan dari Allah. Hanya bila kita bertobat, berubah dan menjadi seorang manusia baru, kita dapat mewarisi kerajaan kekal yang sudah disediakan bagi kita. Namun, akankah kita mengalami nasib yang sama seperti Ruben dan bangsa Israel? Apakah kita telah mempermalukan Bapa dan Allah kita sehingga tanpa kita sadari kita kehilangan gelar anak sulung dan berkat Allah? Apakah hidup kita lemah dan tiada kekuatan? Ketika orang non-Kristen melihat hidup kita, akankah mereka berpikir bahwa Allah anda tidak mempunyai kekuatan apa pun? Jika tidak, kenapa hidup anda berantakan? Tanpa damai, tanpa sukacita dan begitu mudah marah? Di manakah Allah anda? Bukankah lebih baik menyembah allah saya? Saya percaya pada uang. Mencari uang adalah hal terpenting yang terutama! Saya hanya percaya pada kehidupan saat ini. Dunia kehidupan sekarang adalah nyata. Dapat dilihat dan disentuh. Kehidupan masa depan? Siapa yang tahu?

Banyak orang Kristen mempermalukan nama Allah di antara orang non-Kristen. Mereka tidak melihat Allah hidup di dalam kita, mereka tidak melihat kekuatan Allah. Akibat dari ini semua adalah kita akan kehilangan gelar kesulungan kita. Inilah yang Paulus bicarakan di Roma pasal 11. Dia mengatakan sebelumnya orang Israel kehilangan gelar kesulungannya, kemudian diikuti dengan peringatan Paulus kepada orang-orang non-Yahudi yang mendapatkan gelar anak sulung: Kamu harus berhati-hati. Oleh karena kamu adalah tunas liar, janganlah kamu bermegah terhadap cabang-cabang asli itu. Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, yaitu Allah tidak menyayangkan Israel ketika mereka berbuat kesalahan, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu jika kamu berbuat kesalahan. Allah akan memotong kamu.

Jadi, ini merupakan suatu peringatan bagi kita. Akankah kita kehilangan gelar dan berkat anak sulung? Apakah kita telah mempermalukan Allah?

YAKUB TIDAK SEGERA MENGHUKUM RUBEN

Mari kita kembali lagi kepada Ruben. Perhatikan setelah Ruben tidur dengan Bilha selir ayahnya, Alkitab tidak mengatakan apa pun tentang itu. Tidak dikatakan Yakub menghukum dia. Sepertinya masalah itu hilang begitu saja. Hanya ketika Yakub mendekati ajalnya, Alkitab menyebutkan hal ini lagi dan mengumumkan penghukumannya. Alkitab tidak mengatakan bahwa Ruben bertobat. Jika dia bertobat, penghakiman tidak akan datang pada kemudian hari. Mungkin sesaat setelah dia melakukan dosa semacam itu dan dia tahu bahwa ayahnya mengetahui hal itu, dia sangat takut. Dia khawatir bagaimana ayahnya akan menghukum dia. Namun, setelah hari demi hari, tahun berganti bahkan setelah beberapa puluh tahun, ayahnya tidak berbicara tentang hal ini. Perlahan-lahan masalah itu sepertinya menghilang begitu saja. Mungkin Ruben sudah mengabaikan dan melupakan hal itu, seolah-olah hal ini tidak pernah terjadi.

Namun, Yakub tidak lupa dan Allah pun tidak lupa. Sampai saat menjelang ajal Yakub, dia mengumumkan penghukuman bagi Ruben dan itu merupakan juga penghakiman dari Allah. Mungkin pada saat itu, Ruben sangat kaget, dia tidak pernah berpikir ayahnya masih ingat peristiwa itu dan mengambil hak kesulungan darinya.

Ini memperingatkan kita akan sikap kita terhadap dosa. Setelah kita berbuat dosa, apakah kita langsung menangani hal itu dan segera bertobat? Akankah kita sama seperti Ruben? Orang lain sepertinya tidak menghukum saya dan Allah pun tidak, maka kita melupakan masalah dan mengira bahwa hal itu sudah berlalu. Dalam Alkitab, ada sebagian dosa yang akan Allah langsung hakimi segera; sementara ada dosa jenis yang lain, penghakiman tidak selalu datang segera. Penghakiman akan diberikan pada akhirnya. Namun, itu bukan berarti Allah sudah lupa.

Dalam hal ini, nenek moyang kita mempunyai pepatah yang sangat baik: 天网恢恢 疏而不漏 (Jaring surga memiliki mata jaring yang besar, tetapi tidak ada yang lolos). Bagi seorang yang melakukan perbuatan jahat, sepertinya tidak akan pernah ada penghukuman dan segala sesuatu tidak berubah seperti sebelumnya. Inilah yang dimaksud dengan “jaring dengan mata jaring yang besar”, seolah-olah anda terhindar akibat. Namun, akan ada suatu hari, dosa anda akan dihukum. Ini yang disebut, “tidak ada yang lolos”. Nenek moyang kita tahu bahwa penghakiman hanyalah persoalan waktu.

ALLAH MENYERAHKAN MEREKA

Sebenarnya untuk lebih tepatnya, Allah akan menghakimi setiap dosa, tetapi dengan menggunakan cara yang berbeda. Mari kita membuka Perjanjian Baru di Roma 1:24,26 dan 28:

Ayat 24: Karena itu, Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka yang menginginkan kecemaran sehingga mereka saling mencemari tubuh mereka di antara mereka sendiri.

 

Ayat 26: Karena itu, Allah menyerahkan mereka kepada nafsu-nafsu yang hina, sebab perempuan-perempuan mereka menukar hubungan yang wajar dengan hubungan yang tidak wajar.

Ayat 28: Dan, karena mereka tidak mau mengakui Allah dalam pengetahuan mereka, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang bobrok sehingga mereka melakukan hal-hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.

Dalam ketiga ayat ini, kita selalu membaca kalimat “menyerahkan mereka”. Dalam perikop yang sama, kata “menyerahkan mereka” muncul tiga kali. Pada Roma pasal 2, dimulai dari ayat 18 sampai akhir perikop, berbicara tentang segala macam dosa manusia. Anda akan dapati ketika manusia berdosa, Allah akan menanggapi dan akan menghakimi. Apakah penghakiman Allah di sini? Allah “menyerahkan mereka”, membiarkan mereka terus berdosa seperti itu.

Sebenarnya “menyerahkan mereka” juga merupakan penghakiman Allah. Bukan berarti Allah tidak melihatnya dan dosa yang sudah dilakukan itu menghilang begitu saja. Tidak, penghakiman Allah sudah dimulai, yaitu dengan “menyerahkan mereka”. Allah menyerahkan mereka untuk terus berbuat dosa sampai akhirnya Allah akan menghakiminya. Ini merupakan suatu bentuk penghakiman yang bahkan lebih mengerikan karena Allah mengabaikannya untuk sementara sehingga penghakiman terakhir tiba. Akibatnya akan lebih ngeri daripada penghakiman yang diberikan pada saat itu juga, karena dengan demikian, tidak ada jalan untuk kembali lagi. Tahukah saudara bahwa dosa-dosa seksual yang makin merajarela di setiap penjuru dunia merupakan penghakiman Allah?

Jadi, apakah sikap kita terhadap dosa? Jika kita berbuat dosa, kita harus menangani hal itu secepat yang kita bisa. Jika tidak, Allah akan membereskannya. Mungkin kita tidak akan melihat penghakimannya buat sementara, tetapi jangan terlalu cepat senang dulu, mengira bahwa semuanya baik-baik dan akan dilupakan. Allah tidak akan lupa, Dia akan “menyerahkan” kita. Jika kita menunggu sampai penghakiman terakhir datang, itu akan mengerikan.

Jelas sekali, Ruben berbuat dosa dan dia tidak menangani hal itu. Dia berpikir itu semua sudah berlalu, entah ayahnya sudah lupa atau dia tidak mempermasalahkannya. Namun, akhirnya, setelah beberapa dekade, ayahnya, yaitu Yakub, mengumumkan kutuk atas dirinya. Mungkin Ruben tidak pernah memikirkan hal itu lagi pada waktu itu. Dia tidak menyangka bahwa dosa yang dia lakukan sudah lama sekali itu akan dihukum dengan begitu berat. Yakub tidak memberikannya kesempatan untuk bertobat hanya karena hal itu sudah terjadi lama sekali. Pada kemudian hari, suku Ruben benar-benar kehilangan kedudukan sebagai anak sulung. Dari ke dua belas suku Israel, Ruben lemah dari segi kuasa dan pengaruhnya sangat kecil. Tidak pernah ada nabi muncul dari suku Ruben, tidak juga seorang raja. Ruben membayar harga yang mahal untuk dosanya itu.

ALLAH YANG MAHA ADIL

Sampai di sini, kita mungkin bertanya, “Ruben berbuat dosa, kenapa keturunannya juga dihukum? Keturunannya harus menanggung kutuk ini sejak mereka dilahirkan dan kutuk itu tidak pernah berubah, bukankah Allah tidak adil?

Sebenarnya jika kita melihat Alkitab, kita akan menemukan bahwa tidak seorang pun yang lebih adil daripada Allah. Ruben berbuat dosa dan membawa pengaruh begitu dalam bagi keturunannya, tetapi bukan berarti kutuk ini tidak dapat berubah. Apakah karena anda lahir dari suku Ruben, maka anda harus hidup di bawah kutuk? Tidak, tidaklah demikian. Setiap orang mempunyai pilihan yang berbeda, Allah akan mempunyai tanggapan yang berbeda. Di dalam Alkitab, definisi dari kata “kekal” bukanlah suatu definisi yang mati. Allah mengutuk untuk selamanya, tetapi jika kita memilih untuk mengikuti Allah, takut akan Allah, Allah akan mengubah kutuk abadi ini; sebaliknya jika Allah berkata dia akan memberkati selamanya, tetapi kita memilih untuk meninggalkan Dia dan menjauh dari-Nya, Allah akan mengubah berkat kekalnya. Semua ini berkaitan dengan tanggapan kita.

Mari kita melihat satu contoh. Pada kenyatannya, ketika Yakub bernubuat untuk anak-anaknya di Kejadian pasal 49, dia bukan hanya mengutuk Ruben, tetapi juga Simeon dan Lewi. Mari kita melihat Kejadian 49:5-6:

“Simeon dan Lewi adalah kakak beradik. senjata kekejaman ada di tempat tinggal mereka. Aku takkan bergabung dengan pertemuan rahasia mereka. Aku takkan ambil bagian dalam rencana mereka yang jahat. Dalam kemarahan, mereka telah membunuh orang, dan mereka memotong binatang hanya untuk kesenangan.”

Di sini, Yakub menyebutkan bahwa Simeon dan Lewi telah membunuh orang yang tidak bersalah. Kejadian ini tercatat pada Kejadian pasal 34. Keluarga Yakub mendirikan tenda mereka di depan kota Sikhem dan menetap di situ. Suatu hari, anak perempuan Yakub satu-satunya, Dina, yaitu saudara kandung perempuan dari Simeon dan Lewi, pergi berjalan-jalan. Akibatnya dia dilihat oleh Sikhem, pangeran kota itu, lalu memperkosanya. Kemudian, Sikhem dan ayahnya pergi kepada keluarga Yakub untuk melamar. Sikhem berharap dapat menikahi Dina karena ia sangat mencintainya. Namun, anak-anak Yakub sangat marah dan menjawab dengan tipu daya, “Kecuali setiap laki-laki di antara kamu harus bersunat, jika tidak, kami tidak dapat memberikan saudara perempuan kami untuk menikah denganmu”.

Ketika Sikhem mendengar hal itu, dia sangat senang. Maka dia tidak bertangguh untuk melakukannya dan setiap laki-laki di kotanya disunat. Pada hari ketiga ketika mereka menderita kesakitan, Simeon dan Lewi mengambil pedang dan menyerang kota itu. Mereka membunuh setiap laki-laki. Mereka menjarah harta benda dan juga para perempuan dan anak-anak dan menghancurkan kota itu.

Yakub tidak setuju dengan perbuatan semacam ini. Namun, sama seperti dosa Ruben, Yakub tidak menghukum mereka sampai ke saat terakhir. Jadi, Simeon dan Lewi dikutuk karena dosa ini. Namun, melihat sejarah dari Perjanjian Lama, kita akan menemukan bahwa kutuk untuk Simeon itu tergenapi. Suku Simeon tidak memiliki pengaruh. Namun, suku Lewi berbeda. Sebaliknya suku Lewi menjadi para iman Yahweh dan diberkati dengan luar biasa.

Kenapa? Oleh karena keturunan Lewi memilih untuk takut akan Allah dan taat kepada-Nya! Kejadian ini tercatat dalam Keluaran 32. Ketika Musa tidak bersama mereka, orang Israel membuat patung anak lembu emas dan menyembahnya. Ketika Musa kembali, dia sangat marah dan berkata,

“Siapa yang memihak kepada YAHWEH datanglah kepadaku!”

Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi. Berkatalah ia kepada mereka:

“Beginilah firman YAHWEH, Allah Israel: Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang, dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya.”

Maka anak-anak Lewi melakukan seperti yang diperintahkan. Tepatnya karena peristiwa ini, keturunan Lewi menjadi menjadi imam Yahweh. Kutuk semula telah berubah menjadi berkat.

Jadi, kutuk yang Allah berikan kepada Ruben tergantung pada tanggapan dari keturunan Ruben, itu bukanlah hal yang sudah ditentukan sebelumnya. Allah sesungguhnya memang adil. Bagaimana tanggapan kita kepada Allah, demikianlah tanggapan Allah kepada kita.


Kesimpulan

Mari kita menarik sebuah kesimpulan kecil. Hari ini kita masih melihat tokoh Ruben. Ruben adalah anak sulung Yakub. Seharusnya dia mendapat semua berkat dan janji Allah melalui Yakub, tetapi dia kehilangan semua itu. Kenapa? Sebagai anak sulung, dia mewakili ayahnya. Dia seharusnya menjadi pemimpin, tetapi dia melakukan dosa, yakni berzinah dengan selir ayahnya. Dia mempermalukan ayahnya, maka Allah mengambil gelar anak sulung darinya. Siapa yang mempermalukan Allah, Allah akan menarik kembali janji berkat-Nya.

Kita juga sudah melihat sikap Ruben terhadap dosa. Ketika dia melihat bahwa ayahnya tidak menghukum dia, maka dia menggampangkan dan mengabaikan hal itu. Ia sama sekali melupakannya. Namun, ayahnya tidak lupa dan Allah pun tidak melupakannya. Pada titik-titik terakhir, Yakub mengumumkan penghukumannya. Sikap Allah terhadap dosa berbeda-beda dalam penghakiman. Salah satunya adalah dengan “menyerahkan mereka”. Sepertinya Allah tidak melihat dosa kita dan mengabaikannya. Namun, ini pun merupakan suatu bentuk penghakiman. Penghakiman ditahan sampai hari terakhir dan akibatnya menjadi lebih mengerikan. Hal ini juga mengingatkan kita akan sikap kita terhadap dosa. Kita harus membereskannya segera, jika tidak, tidak ada jalan untuk kembali lagi ketika Allah berhadapan dengan kita pada hari terakhir.

Akhirnya, kita juga melihat bahwa Lewi dan Simeon juga dikutuk bersama-sama, tetapi keturunan Lewi menanggapi Allah dengan positif dan mengikuti Allah. Mereka menjadi para imam Allah. Jadi bagaimana kita memberikan tanggapan kepada Allah, demikianlah Allah akan memberikan tanggapan kepada kita. Kutuk bisa berubah menjadi berkat dan berkat dapat berubah menjadi kutuk. Allah secara mutlak adil.

 

Berikan Komentar Anda: