Pastor Eric Chang | Lukas 12:13-21 |

Hari kita melanjutkan ke perumpamaan di Injil Lukas 12:13-21. Nas ini sering disebut sebagai perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh:

13  Seorang dari antara orang banyak itu berkata kepada Yesus, “Guru, suruhlah saudaraku untuk berbagi warisan denganku.”
14 Akan tetapi, Yesus berkata kepadanya, “Saudara, siapa yang mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?”
15 Kemudian, Yesus berkata kepada mereka, “Berjaga-jagalah dan waspadalah atas segala bentuk keserakahan karena hidup seseorang tidak bergantung pada banyaknya harta yang ia miliki.”
16 Lalu, Yesus menceritakan sebuah perumpamaan kepada mereka, “Ada tanah milik seorang yang sangat kaya yang menghasilkan banyak sekali hasil panen.
17 Jadi, orang itu berpikir dalam hatinya, ‘Apa yang harus kulakukan karena aku tidak mempunyai tempat lagi untuk menyimpan hasil panenku?’
18 Dan, ia berkata, ‘Inilah yang akan aku lakukan. Aku akan membongkar lumbung-lumbungku dan membangun yang lebih besar. Di situ, aku akan menyimpan semua gandum dan barang-barangku.
19 Lalu, aku berkata kepada jiwaku, ‘Hai jiwaku, engkau mempunyai banyak barang yang tersimpan untuk bertahun-tahun; beristirahatlah, makan, minum, dan bersenang-senanglah!’
20 Namun, Allah berkata kepada orang itu, ‘Hai, orang bodoh! Malam ini juga, jiwamu akan diambil darimu. Lalu, siapakah yang akan memiliki barang-barang yang kamu simpan itu?’
21 Demikianlah yang akan terjadi pada orang yang menyimpan harta bagi dirinya sendiri, tetapi tidaklah kaya di hadapan Allah.”


Satu Gambaran Keberhasilan

Di perumpamaan ini, Yesus memberikan gambaran tentang seorang pengusaha, atau seorang petani yang sangat sukses. Dunia akan menilai dia sebagai orang yang sangat berhasil, tetapi yang menjadi persoalan adalah keberhasilan duniawi tidaklah sama dengan keberhasilan rohani. Lalu, apa arti sukses yang sesungguhnya? Apakah mendapatkan promosi dalam pekerjaan merupakan suatu sukses? Apakah mendapatkan gelar kesarjanaan dengan nilai sempurna dari universitas yang ternama merupakan suatu sukses? Lulus dengan nilai pas-pasan berarti tidak sukses? Jadi, apa itu sukses? Apakah kesuksesan itu berkaitan dengan pendidikan? Apakah kesuksesan dinilai berdasarkan gelar yang Anda raih? Apakah didasari oleh nilai uang? Apakah sukses itu diukur berdasarkan keberhasilan usaha Anda? Apa itu sukses? Si petani dalam perumpamaan ini merasa bahwa ia sudah mendapatkan kesuksesan.

Bagaimana sukses dapat diraih? Sukses diraih melalui berbagai macam cara. Sebagai contoh, sukses dapat diperoleh lewat kerja keras. Sukses didapatkan dari hasil perencanaan, pemanfaatan waktu dan sumber daya yang baik. Sukses jarang datang sebagai sebuah kebetulan. Faktor kebetulan sangat sedikit peranannya. Sebagian besar unsur pembentuk sukses adalah kemampuan dan kerja keras. Beberapa ahli bahkan menyatakan bahwa peran kemampuan hanya sekitar 5%, sisa 95% adalah hasil dari kerja keras. Jika dilihat dari segi ini, si petani dalam perumpamaan ini merupakan orang yang memiliki kedua kualitas itu. Ia adalah orang yang rajin bekerja. Ia pastilah seseorang yang sangat berpengalaman di bidang pekerjaannya. Cobalah Anda menjalankan usaha tani dan lihat sendiri hasilnya. Jika saya disuruh mengelola lahan pertanian, pada tahun pertama saja saya mungkin sudah bangkrut. Saya tidak tahu apa-apa tentang usaha pertanian. Tidak ada sedikit petunjuk pun yang saya miliki untuk dapat menjalankan usaha pertanian. Saya tidak punya pengalaman dalam bidang ini. Namun, orang yang sedang kita bahas ini merupakan orang yang tahu persis seluk-beluk bidang usahanya. Ia sangat terlatih dan sangat berhasil di bidang usaha ini. Ia juga tahu bagaimana cara mengelola uangnya. Ia tahu bagaimana cara mengelola waktunya. Jadi, apakah ada yang kurang dari orang ini? Singkatnya, dia adalah gambaran dari kesuksesan! Kebanyakan orang berusaha sekuat tenaga, tetapi hanya dia yang mendapatkan panen berlimpah.

Kita juga dapat berkata bahwa ia diberkati Allah. Allah memberinya cuaca yang bagus. Cuaca memegang peran yang sangat menentukan dalam usaha pertanian. Ia mungkin saja seorang yang sangat ahli dalam bercocok-tanam, ia mungkin tahu bagaimana menangani tanaman, tetapi jika cuaca tidak mendukung, jika tidak ada hujan, akibatnya akan sangat merugikan. Atau, jika hujan turun terlalu banyak, atau turun pada saat yang tidak diharapkan, akibatnya sama saja, yaitu kerugian besar. Mungkin tidak ada bisnis lain yang memiliki tingkat ketergantungan yang begitu tinggi pada cuaca dibandingkan dengan pertanian. Bisnis pertanian, menurut orang Yahudi, dapat dikatakan sangat bergantung pada rahmat Allah. Jadi, bukankah di dalam penilaian kita, orang ini sedang menerima berkat Allah berupa panen yang melimpah? Di atas kemampuan dan kerja kerasnya, ia mendapatkan cuaca yang sangat bagus. Orang akan mengira ia diberkati Allah. Mungkin ia sendiri akan berpikir seperti itu. Ia mengira Allah berada di pihaknya. Segala sesuatu berjalan dengan baik. Cuaca baik dan hasil panen setiap tahunnya sangat baik! Akhirnya ia mendapatkan sangat banyak hasil panen. Sedemikian banyaknya hasil panen yang ia dapatkan sehingga lumbungnya yang sekarang ini tidak dapat lagi menampung semua hasil panen itu. Ia justru harus berpikir bagaimana memecahkan masalah kelebihan hasil panen ini!

Di Lukas 10:17 ia berkata, “Apa yang harus kulakukan? Tidak ada cukup tempat untuk menampung hasil panenku. Baiklah, aku akan melakukan hal ini…” Perhatikan, ia adalah orang yang cepat memikirkan jalan keluar. Ia bukan jenis orang yang berkata, “Aduh, aku tidak tahu harus berbuat apa.” Ia cepat tanggap dan segera berkata, “Aku akan melakukan hal ini.” Jenis orang yang tangkas mengambil keputusan. Ia tahu apa yang harus diperbuat. Ia tidak sampai kehilangan akal. Ia bertanya dan ia sendiri yang jawab, “Aku akan merombak lumbungku dan menggantikannya dengan yang besar untuk menyimpan semua hasil panen dan barang-barangku.” Gambarannya terlihat ideal.


Mengapa Yesus Menyebutnya Bodoh?

Apa masalahnya? Persoalan moral apa yang bisa kita amati dari sini? Kita tidak dapat menuduh dia cacat moral karena tidak disebutkan bahwa ia adalah orang yang berbuat dosa. Ia tidak dikatakan melakukan perbuatan jahat seperti merampok atau menipu. Tuduhan semacam itu tidak dapat dialamatkan kepada dia. Kenyataannya, seringkali orang-orang yang bekerja keras merupakan orang-orang yang baik secara moral. Orang-orang malaslah yang biasanya, karena tidak suka bekerja, punya banyak waktu untuk keluyuran di jalanan serta menimbulkan banyak masalah. Akan tetapi, pekerja keras selalunya adalah orang yang menjadi teladan di tengah masyarakat. Mereka selalu menjauhkan diri dari masalah karena mereka tidak punya waktu untuk membuat onar. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bayangkanlah seorang peneliti yang rajin yang jarang meninggalkan laboratoriumnya. Ia bekerja siang dan malam di sana. Kapan ia punya waktu untuk berbuat dosa? Kapan dia punya waktu untuk mencuri, merampok, berzinah atau melakukan dosa-dosa lainnya? Ia tidak punya waktu untuk semua ini. Ia terlalu khusyuk dengan pekerjaannya. Bayangkanlah orang-orang seperti suami-istri Curie (peneliti bahan-bahan radioaktif dan cahaya) yang selalu sibuk dalam laboratorium mereka. Ada lagi orang seperti Newton (perumus teori gravitasi) yang sangat sibuk dan selalu memikirkan pekerjaannya sehingga ketika hari pernikahannya tiba, ia membiarkan istrinya duduk menunggu di luar laboratorium. Sebelumnya ia berpesan bahwa ia hanya akan masuk beberapa menit. Akan tetapi, calon istrinya itu harus menunggu sampai berjam-jam karena begitu ia masuk ke dalam laboratorium, ia menjadi begitu asyik dengan pekerjaannya sehingga lupa bahwa hari itu adalah hari pernikahannya. Pada kesempatan lain, ketika sedang di dalam sebuah penelitian, ia bermaksud untuk memasak makan siangnya, tetapi yang dimasukkannya ke dalam kuali adalah jam, bukannya telur. Pikirannya sangat terkonsentrasi pada pekerjaan sehingga ia tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal yang lain. Orang-orang ini sangat menikmati pekerjaan mereka. Mereka biasanya merupakan orang-orang yang bermoral. Mereka tidak keluyuran di jalanan dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa.

Kira-kira seperti inilah gambaran dari si petani yang kaya ini. Ia adalah seorang pekerja keras, yang tidak suka cari masalah, yang punya banyak rencana, ide dan sangat berhasil. Lalu, apa kesalahannya? Apa persoalannya? Keadaan orang ini tampaknya sangat ideal.


PANDANGAN YANG KELIRU TENTANG SUKSES

Selain itu, ia tampaknya diberkati oleh Allah, mendapatkan cuaca yang baik. Saya menyebutkan hal ini karena ada kecenderungan di kalangan orang Yahudi untuk berpandangan bahwa orang kaya merupakan orang yang berkenan di hadapan Allah, dan mereka yang miskin tidak. Saya sangat prihatin karena cara pandang orang Yahudi ini ternyata juga banyak terdapat di tengah lingkungan orang Kristen. Sebagai contoh, setiap kali seseorang mendapat keberhasilan, ia berkata, “Oh, terima kasih Tuhan, Engkau sungguh baik!” Ia memuji Allah, tetapi ketika bisnisnya bermasalah, ia mulai berkata, “Ya Tuhan, apa salahku? Mengapa aku harus mengalami semua ini?” Masih banyak orang Kristen yang menghubungkan keberhasilan dengan berkat dari Allah, dan kegagalan dengan kutukan dari Allah. Ini adalah pandangan yang sangat berbahaya, dan ini bukanlah pandangan yang alkitabiah. Ini adalah pandangan manusia dan bukannya pandangan Alkitab. Penilaian bahwa jika Anda gagal, itu adalah akibat dari hukuman Allah tidak selalu dapat dibenarkan. Saya mengenal orang-orang yang sudah keras belajar, tetapi masih juga gagal dalam ujian. Namun, peristiwa itu sama sekali bukan bukti bahwa Allah sedang menghukum atau memusuhi mereka. Dalam beberapa peristiwa, kegagalan ternyata justru menjadi berkat bagi sebagian dari mereka.

Seringkali, sukses justru merupakan kutuk bagi seseorang. Ada beberapa orang yang mendapatkan sukses yang sangat besar dan akibatnya mereka malah murtad dari Allah. Orang yang memperoleh sukses besar justru sering menghadapi masalah rohani yang paling berat. Ada seorang sahabat karib saya di London. Kami berdua sama-sama belajar di sebuah perguruan tinggi, tetapi di fakultas yang berbeda. Ia kuliah di fakultas teknik. Ia sangat berhasil karena kecerdasannya. Ia lulus dengan nilai tertinggi, mendapatkan medali emas. Saya tidak tahu apakah ia pernah mendapatkan nilai di bawah sempurna pada masa kuliahnya. Seolah-olah masih belum cukup, ketika lulus dari Imperial College di University of London, ia lulus dengan predikat sebagai yang terbaik dari tujuh lulusan terbaik di angkatannya. Sangat sukses! Lalu, ia melanjutkan kuliah di Montreal untuk gelar doktornya. Ini pun dijalaninya dengan prestasi yang sama. Sekarang ini, ia menjadi profesor dalam bidang studinya, tetapi secara rohani, ia seorang pecundang. Sukses dapat menjadi hal yang paling buruk dalam hidup Anda. Saya harap Anda dapat mengerti persoalan ini. Tidak ada hubungan yang baku antara sukses dengan berkat Allah. Orang yang dikisahkan di dalam perumpamaan ini adalah orang yang selalu mendapatkan sukses. Ia tidak pernah mengalami kegagalan. Kemakmuran, cuaca baik dan keberhasilan, semua ada padanya. Akan tetapi, ia menjadi orang yang gagal total secara rohani, mirip seperti sahabat saya yang mengalami kegagalan dalam kerohaniannya.

Saya juga mengenal beberapa orang yang rajin belajar serta sangat cerdas, tetapi anehnya, mereka tetap gagal dalam ujian. Sangat aneh! Jangan mengira bahwa Anda adalah orang bodoh jika Anda tidak lulus ujian. Ada juga orang cerdas yang gagal dalam ujian, dan kita tidak tahu apa sebabnya. Anda mungkin tahu bahwa Albert Einstein (perumus teori relativitas) bukan orang yang menonjol pada masa sekolahnya. Boleh dibilang Einstein pada saat itu dianggap bodoh. Saya pernah berkhotbah di sebuah sekolah di Swiss, dan sekolah itu merupakan tempat di mana Albert Einstein pernah belajar. Sesudah acara kebaktian, salah satu guru bertanya kepada saya, “Tahukah Anda bahwa Albert Einstein adalah salah satu lulusan dari sekolah ini?” Saya menjawab, “Tidak, ini hal yang sangat menarik. Dia pasti siswa yang sangat menonjol kecerdasannya.” Namun, guru itu menjawab, “Oh, tidak. Ia murid yang sangat bodoh.” Guru itu menjelaskan bahwa Einstein sedemikian bodohnya sehingga nyaris saja tidak dapat melanjutkan ke universitas. Hampir semua universitas menolaknya. Akhirnya ia diterima di University of Zurich, setelah nyaris ditolak. Ia diberi kesempatan untuk masuk walaupun tidak ada prestasi yang dapat dibanggakan. Nah, prestasi selanjutnya dari Albert Einstein tentunya sudah Anda ketahui. Jadi, kenyataan bahwa selama masa sekolahnya ia berprestasi buruk bukanlah akhir dari segalanya. Kisah-kisah kegagalan selama masa sekolah tidak membuktikan bahwa ia tidak punya harapan. Yang mana yang disebut sukses, dan yang mana yang disebut sebagai berkat dari Allah? Ini adalah perkara yang perlu dipahami, dan kegagalan dalam memahami hal ini akan berakibat timbulnya berbagai macam masalah.

Lalu, apa yang menjadi masalah dengan petani kaya ini? Apa kesalahannya? Tidakkah Anda setuju bahwa apa yang dia lakukan merupakan hal yang sangat masuk akal? Jika Anda memperoleh banyak hasil panen dan tidak ada lagi tempat untuk menyimpannya, tindakan apa yang masuk akal selain membangun lumbung yang lebih besar? Itulah tindakan yang mungkin akan Anda lakukan di dalam keadaan yang sama. Adakah hal lain yang akan Anda lakukan? Jadi, ketika kita mengamati orang ini, kelihatannya kita tidak dapat melihat kesalahannya. Menurut ukuran dunia, orang ini jelas adalah orang yang terhormat, orang yang akan sangat disegani di tengah masyarakat. Jika orang ini masuk ke gereja, Anda akan berkata, “Nah, ini dia orang yang sangat diberkati Allah. Hasil panennya melimpah, orangnya baik dan tidak pernah berbuat jahat.” Saya tidak akan heran jika ia juga sangat murah hati dalam memberi persembahan.


Tidak Memahami Kenyataan Rohani

Jadi, mengapa ia disebut bodoh? Kita memandang ia sangat bijak. Dengan standar duniawi, ia adalah orang yang sangat bijak. Apa masalah orang ini? Persoalan orang ini tidak terletak pada kepribadiannya. Inilah hal yang perlu dipahami. Yesus tidak pernah menyatakan bahwa ia adalah orang yang jahat. Yesus juga tidak menyatakan bahwa ia tidak pandai. Kata “bodoh” di dalam Alkitab tidak mengandung arti “tidak pandai”. Kata ini perlu dipahami secara rohani, bukannya secara intelektual. Inilah hal yang perlu diperhatikan. Jadi, apa pokok permasalahannya? Kebodohan rohani. Apa itu kebodohan rohani? Mari kita berhenti sejenak untuk meneliti apa persoalan orang ini.

Kata Yunani bagi “bodoh” terdiri dari dua bagian. Bagian yang di depan adalah penyangkalan, pernyataan yang bersifat negatif, dan bagian belakangnya berarti “pikiran”. Jadi, secara kasar dapat diterjemahkan dengan “tidak punya pikiran”‘, atau “tidak berakal”. Atau, dapat diartikan sebagai, “tidak punya pemahaman rohani” karena kata “pikiran” di sini diartikan secara rohani.

Mengapa ia disebut tidak memiliki pemahaman rohani? Kesalahan apa yang ia lakukan? Kata “bodoh” juga dipakai di 2 Korintus 12:6a. Mari kita lihat ayat ini supaya Anda dapat memahami makna alkitabiah dari kebodohan, dengan demikian kita dapat menguji diri kita masing-masing untuk melihat apakah kita bijak atau bodoh. Firman Allah berkata, di ayat berikut ini,

Akan tetapi, jika aku ingin berbangga, aku tidak akan menjadi bodoh karena aku akan mengatakan kebenaran.

Di ayat ini, Paulus berkata, “Aku tidak mau berbangga, tetapi jika aku berbangga, aku hanya mengatakan kenyataan.” Kata “bodoh” di sini mengandung makna “kehilangan hubungan dengan realitas, atau orang yang tidak berhubungan dengan kenyataan”. Maksud perkataan Paulus adalah, “Apa yang akan aku banggakan adalah kebenaran. Aku hanya mengatakan kebenaran. Aku tidak akan berbicara lepas dari kebenaran. Aku memiliki alasan untuk bermegah sekalipun aku tidak ingin bermegah.” Paulus memiliki banyak dasar untuk dapat bermegah secara manusiawi. Kita semua tahu bahwa Paulus merupakan orang yang dapat dikatakan sukses menurut ukuran dunia. Ia adalah seorang cendekiawan yang besar. Otaknya cemerlang. Anda hanya perlu membaca tulisan-tulisannya atau mempelajari kitab Roma untuk dapat melihat bahwa ia adalah orang yang sangat cerdas, yang mampu menguraikan pokok pikiran dengan singkat dan tepat.

Saya mengenal beberapa orang dengan kecerdasan seperti Paulus. Ketika saya masih kuliah di London, saya biasa mengikuti pelayanan Martin Lloyd Jones. Ia adalah penulis buku dan seorang pengkhotbah dari Inggris yang terbesar di angkatan ini. Saya rasa tidak ada pengkhotbah yang lebih besar ketimbang dia dalam angkatan ini. Saya sudah mengikuti khotbah sebagian besar pengkhotbah besar dari Inggris. Martin Lloyd Jones tadinya adalah seorang dokter spesialis jantung sebelum ia meninggalkan dunia berikut segala gemerlapnya demi mengabarkan Injil. Saya ingat rekan sejawatnya — seorang dokter spesialis kulit yang sangat ternama — berkata bahwa ketika Martin Lloyd Jones meninggalkan bidang kedokteran, dunia kedokteran sangat terkejut karena ia merupakan bintang baru yang berkembang sangat pesat di dunia kedokteran. Ia orang yang sangat cerdas. Sedemikian cerdasnya sehingga ia sudah terkenal di Inggris sebagai seorang ahli jantung sebelum menginjak usia 30. Akan tetapi, Tuhan menumpangkan tangan-Nya atas Lloyd Jones dan ia berpaling dari dunia medis dan menjadi pendeta di sebuah gereja kecil di Wales, gereja yang sangat tidak terkenal. Di sanalah ia mengabarkan Injil, dan Allah memakai dia dengan sangat luar biasa. Jika Anda mendengarkan dia, misalnya ketika sedang membahas persoalan gereja, Anda segera akan menyadari bahwa ia adalah orang yang sangat cerdas. Ia sangat cepat memahami pokok persoalan. Sepertinya bagi dia, sangat mudah dan sederhana. Ketika orang-orang masih berputar-putar berusaha memahami masalah yang terjadi, ia duduk menunggu dan mendengarkan. Ketika tiba gilirannya berbicara, ia menguraikan persoalan yang dihadapi langsung ke titik utamanya hanya dalam beberapa kalimat. Otaknya sangat cemerlang. Jika saya membayangkan dia, saya selalu teringat pada Paulus, orang yang terpanggil oleh Allah, yang juga berotak cemerlang. Kemampuan untuk dapat melihat sampai ke pokok persoalan dalam perkara rohani sangatlah penting.

Sayangnya, walaupun orang yang sukses di dalam perumpamaan ini sangatlah cemerlang secara manusia, ia tidak memiliki kebijaksanaan rohani. Akalnya tidak menjangkau sampai ke perkara rohani. Itu sebabnya ia disebut bodoh. Ia tidak melihat persoalannya sampai ke perkara rohani. Ia tidak dapat memahami keadaan yang dihadapinya secara rohani. Ia hanya berpegang pada satu aspek saja dari hidup ini, yaitu aspek jasmani. Namun, hal yang menyangkut keberadaan manusia secara utuh, yang mencakup aspek rohani, tidak dapat dilihatnya.

Saya tidak tahu apakah Anda dapat memahami kenyataan rohani dengan baik. Jika belum, Anda akan gagal menangkap pesan dari perumpamaan ini. Anda akan masuk ke dalam kategori yang sama dengan orang kaya yang bodoh ini, sangat sukses di dunia, tetapi tidak mampu memahami persoalan rohani. Banyak orang yang bingung mengapa Martin Lloyd Jones meninggalkan bidang kedokteran. Mengapa ia, sebagai seorang yang sangat berbakat di dunia kedokteran, melakukan hal ini, yang merupakan suatu tindakan bodoh secara duniawi? Maksud saya, Anda masih dapat membantu orang lain, secara jasmani dan rohani, sambil mengembangkan karir yang sukses sebagai seorang dokter ahli jantung. Anda benar-benar boleh melakukan hal itu! Ia seharusnya dapat mempertahankan pekerjaannya sebagai ahli jantung, dan menjadi ahli jantung bagi Ratu Inggris, sebuah nominasi yang sedang dipertimbangkan bagi dia saat itu pada usianya yang masih muda. Akan tetapi, ia sudah terlanjur sampai pada pengertian yang mendalam tentang kenyataan hidup. Ia memahami realitas kehidupan jasmani, dan kemudian ia juga sampai pada pemahaman akan realitas kehidupan yang baru, yaitu kehidupan rohani. Di dalam terang pemahamannya yang mendalam inilah, ia mengambil keputusan tersebut. Bidang yang baru ini harus ditekuni dengan segenap perhatian karena hanya sisi inilah yang akan bertahan kekal selamanya. Itulah alasannya. Ia membuat keputusan yang sangat menentukan ini dengan sangat cepat. Ia orang yang dapat melihat pokok persoalan dengan cepat. Orang lain mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat memahami perkara ini. Mereka kurang cepat dalam memahami perkara rohani, dan mungkin juga perkara jasmani! 

Ada seorang sahabat karib saya yang lain, seorang ahli bedah juga, yang meninggalkan praktek medisnya yang sudah dijalaninya selama puluhan tahun di Timur Jauh. Ia seorang yang sangat ahli dan menjadi andalan banyak lembaga. Sudah banyak operasi sulit yang berhasil dijalankannya. Akan tetapi, sekarang ia meninggalkan karir yang sudah dijalaninya selama lima belas tahun di Asia Tenggara itu, termasuk karir sebagai dokter bagi Raja Laos, untuk melayani Tuhan. Akhirnya, sesudah lima belas tahun berkarir, ia sampai pada kesimpulan bahwa mulai sekarang, sampai akhir hayatnya, ia akan menghabiskan seluruh waktunya untuk mengabarkan Injil karena ia merasa bahwa menjalankan dua hal itu sekaligus tidaklah mungkin. Orang dapat menjalankan dua pekerjaan, tetapi tidak akan dapat menjalankan keduanya dengan baik. Akhirnya, dia harus menentukan prioritas. 


PELAYANAN FULL-TIME TIDAK SEMESTINYA KEHENDAK ALLAH

Tentu saja, setiap orang yang mencapai pemahaman yang mendalam tentang kehidupan rohani tidak harus menjadi seorang pelayan full-time. Saya tidak ingin memberikan kesan seperti itu. Menjadi seorang pelayan full-time mungkin bukan merupakan panggilan bagi Anda. Allah mungkin saja tidak menghendaki Anda untuk meninggalkan karir Anda sekarang ini. Jika Anda masih menjalankan pekerjaan Anda sekarang ini, hal itu tidak semestinya berarti Anda kurang memahami perkara rohani. Saya tidak bermaksud menimbulkan kesan seperti itu. Namun, yang menjadi maksud saya adalah bahwa orang yang berpaling dari dunia dan menjadi pelayan full-time, seringkali merupakan orang yang mendapat pemahaman yang mendalam tentang kehidupan rohani, yang dapat menembus kedangkalan sehingga menjangkau inti dari pokok perkara kehidupan.

Jadi, pemahaman pertama dari kata “bodoh” bukanlah merupakan suatu penghinaan. Saya harap Anda dapat memahami bahwa ungkapan ini tidak dimaksudkan sebagai penghinaan di dalam Alkitab, tetapi merupakan sebuah deskripsi. Ia adalah deskripsi bagi keadaan Anda sebagai sebuah diagnosa. Ketika dokter berkata bahwa Anda sedang sakit, tentunya ia tidak bermaksud untuk menghina Anda. Yang sedang ia lakukan adalah memberikan diagnosa. Kata “bodoh” di dalam Alkitab juga merupakan sebuah diagnosa. Ia memberitahu Anda bahwa secara rohani Anda masih belum sampai pada pemahaman yang tepat akan fakta yang ada.


Gagal dalam Memahami Kehendak Allah

Paulus juga memakai kata “bodoh” ini di Efesus 5:17, yang memberi kita makna yang kedua.

Karena itu, janganlah menjadi bodoh, tetapi mengertilah apa itu kehendak Tuhan.

Jadi, poin yang kedua adalah, menjadi bodoh berarti Anda gagal memahami kehendak Allah. Hal ini berkaitan dengan poin yang pertama, yaitu kebodohan berarti kurangnya pemahaman atas kenyataan-kenyataan rohani. Seorang yang mendapatkan pemahaman tentang perkara-perkara rohani secara mantap tidak semestinya meninggalkan pekerjaannya dan beralih menjadi pelayan full-time. Hal ini akan ditentukan oleh poin yang kedua: memahami kehendak Allah bagi Anda. Allah bisa saja menghendaki agar Anda menjadi pelayan full-time, tetapi karena Anda tidak memahami perkara rohani, Anda tidak memahami kehendak Allah bagi Anda, maka Anda tidak melibatkan diri dalam pekerjaan Allah. Atau mungkin sebaliknya, Anda sekarang adalah seorang pelayan full-time, tetapi hal itu sebenarnya bukan merupakan kehendak Allah bagi Anda. Anda menjadi seorang pelayan full-time, atau menjadi teolog atau apa pun, dan melakukan banyak kegiatan di gereja, yang sebenarnya bukan merupakan kehendak Allah bagi Anda. Anda melakukan semua ini justru karena Anda belum dapat memahami kehendak Tuhan. Demikianlah, kejadiannya bisa berlangsung seperti itu. Apakah Anda memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi Anda? Apakah Anda benar-benar mengetahui hal itu?

Sebelum Anda memuji diri dan merasa lebih pintar daripada orang kaya ini, mari kita tanyakan dua hal:

  • Apakah Anda benar-benar mengerti fakta-fakta rohani? Sudahkah Anda menyadari bahwa segala yang ada di dunia ini akan segera berlalu? Apakah kehidupan Anda bukan mengenai menimbun harta bagi diri sendiri?
  • Apakah arah tujuan hidup ini sangat jelas bagi Anda? Untuk apa Anda menjalani kehidupan ini? Apa tujuan hidup Anda? Apa sasaran yang sedang Anda kejar? Sangatlah penting untuk memahami hal ini dengan pasti. Anda akan membuat keputusan akan hal-hal ini berdasarkan kokoh atau tidaknya pemahaman Anda atas fakta-fakta rohani.

Jika bagi Anda hanya hal-hal jasmani yang dianggap nyata, sama seperti orang kaya ini, sudah tentu keputusan-keputusan Anda akan didasari oleh pandangan Anda atas perkara jasmani. Namun, jika Anda memahami bahwa segala yang ada di dunia ini hanya sementara dan sedang berlalu, segala sesuatu yang sedang Anda kejar sekarang ini mendadak menjadi tidak berarti. Anda akan beralih pada hal-hal yang kekal karena Anda menyadari bahwa hanya hal-hal itulah yang akan bertahan selamanya.

Ketika John Sung ditanyai, “Mengapa Anda menjadi penginjil? Anda kan seorang ahli kimia.” Ia menjawab, “Karena saya sudah mendapat pemahaman tentang dunia ini. Untuk apa saya berjuang mengejar sesuatu yang akan berlalu? Saya ingin mengejar hal-hal yang kekal, hal-hal yang benar-benar penting.” Inilah alasan yang diberikan oleh Paulus juga. Ia berkata di 2 Korintus 4:18b,

Kami tidak memperhatikan hal-hal yang kelihatan, melainkan hal-hal yang tidak kelihatan. Sebab, hal-hal yang kelihatan adalah sementara sedangkan hal-hal yang tidak kelihatan adalah kekal.

Jika Anda dapat menangkap fakta ini, Anda akan membuat keputusan berdasarkan pemahaman Anda akan fakta ini. Mengapa saya melayani Tuhan? Karena oleh anugerah Allah, saya akhirnya sampai pada pemahaman bahwa hanya hal-hal yang kekal sajalah yang benar-benar penting. Hal-hal yang lain akan segera berlalu. Apa gunanya saya berjuang untuk mendapatkan sesuatu dari dunia? Apa gunanya saya menjadi pimpinan utama sebuah perusahaan? Apa gunanya saya menjadi profesor di sebuah universitas? Jika saya berjuang mengejar hal-hal itu, saya rasa saya punya peluang yang bagus untuk mendapatkannya. Jika saya mencurahkan usaha saya untuk mengejar hal-hal itu, saya rasa peluang saya tidak kalah dengan mereka yang sekarang ini sudah membuktikan kelayakannya dalam memperoleh posisi-posisi itu. Saya tidak berminat pada hal-hal itu. Mengapa? Karena semua itu akan segera berlalu. Hal-hal itu tidak menarik minat saya. Saya hanya tertarik pada perkara-perkara kekal, dan pada usaha-usaha untuk terlibat di dalam pekerjaan kekal itu. Jika ada satu orang yang berpaling kepada Tuhan dan memperoleh keselamatan melalui usaha saya, saya akan memandang hal itu sebagai hal yang paling berarti. Namun, jika saya menjadi seorang profesor di sebuah universitas, apa yang menjadi pencapaian saya? Mungkin nama saya akan dicantumkan dalam sejarah kampus tersebut: “Dari tahun 19XX-XX, Profesor Eric Chang mengajar di kampus ini.” Saya akan mendapatkan sedikit perhatian. Seseorang yang membaca nama saya di dalam artikel tentang kampus itu akan bertanya-tanya, “Siapa orang ini?”, lalu membuang artikel itu ke tong sampah. Jadi, apa artinya saya menjadi profesor? Apa manfaatnya?

Apakah yang menjadi tujuan hidup Anda? Jika Anda tergerak ingin melayani Allah melalui bidang kedokteran karena Anda tidak memiliki karunia untuk berkhotbah, puji Tuhan! Dalam hal ini, alasan Anda untuk menekuni bidang kedokteran memang berbeda. Namun, sangat sulit untuk membuat pengakuan seperti itu dengan jujur. Saya ceritakan tentang seorang sahabat dan teman sekamar saya dahulu — orang yang lulus dengan nilai sempurna, yang memenangkan medali emas karena kepandaiannya, yang telah mendapatkan sukses luar biasa di bidang akademis, dan sekarang menjadi profesor bidang teknik di Malaysia — bagaimana keadaannya secara rohani sekarang? Dulu ketika masih kuliah, ia selalu berkata kepada saya, “Aku belajar dengan rajin hanya untuk satu tujuan: untuk melayani Tuhan.” Hal ini membingungkan saya, bagaimana ia akan dapat mencapai hal itu? Bagaimana Anda akan melayani Tuhan dengan mengejar nilai sempurna di bidang teknik? Namun, saya tidak mempersoalkan hal. Saya menduga mungkin saja hal ini bisa dilakukan. Lagi pula, apa hak saya untuk mempersoalkan hal itu? Ia juga biasa berkata, “Saya tidak peduli dengan nilai sempurna. Saya tidak peduli dengan medali emas.” Saya pikir ia benar-benar tulus mengatakan itu. Ia belajar keras untuk tujuan yang jauh melampaui kebanggaan diri. Akan tetapi, mempertahankan visi rohani yang jernih tidaklah mudah. Sangat sulit menjaga agar mata Anda tetap tertuju pada tujuan rohani. Tak lama berselang, ia mulai berpaling, tergelincir dan jatuh. Sekarang ini, saya mendengar bahwa ia sudah jarang ke gereja. Anda lihat, bukan hanya sekadar kejelasan tujuan saja, tetapi Anda juga harus benar-benar jujur dengan niat Anda. Anda harus benar-benar tulus. Sangat bodoh jika Anda tidak tulus. Jadi, pemahaman akan fakta-fakta rohani harus diimbangi dengan ketulusan atas fakta-fakta itu dan tidak bermain-main dengan berkata, “Saya melakukan hal ini demi Tuhan. Saya membeli rumah ini bagi Tuhan, dan saya membeli rumah yang kedua dan yang ketiga dst… juga buat Tuhan.” Tak lama lagi, Anda akan membeli separuh kota buat Tuhan. Sebenarnya, apa yang akan dilakukan oleh Tuhan dengan rumah-rumah Anda itu? Ada orang yang berkata seperti ini, “Saya ingin memperoleh banyak uang bagi Tuhan.” Boleh-boleh saja. Sebagian besar dari uang yang didapatkan akan menjadi milik orang itu, dan sebagian lagi akan dipakai untuk Tuhan jika orang ini memang memiliki nurani yang bersih. Namun, apakah memberi kepada Tuhan memang benar-benar merupakan niatnya? Anda mungkin berkata, “Gereja tidak akan dapat berbuat banyak tanpa uang.” Baiklah, memang ada benarnya. Gereja memang memerlukan uang untuk sebagian kegiatannya, tetapi niat Anda untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya bagi Tuhan sangatlah diragukan! Ini bukan pemahaman yang benar akan kehendak Tuhan bagi Anda. Inilah pokok kedua yang harus Anda pahami.

Mengertikah Anda apa kehendak Allah bagi diri Anda? Jika tidak, seperti orang kaya yang bodoh ini, Anda akan berakhir dalam kebodohan juga sekalipun Anda mungkin orang yang cerdas dan terhormat. Seperti yang sudah kita amati sebelumnya, tidak ada tuduhan yang bersifat moral atas orang kaya ini.  Ia disebut “bodoh” karena ia tidak memahami kehendak Allah bagi manusia. Orang kaya ini tidak memahami apa kehendak Allah khususnya dalam hal pemilikan kekayaan.


Kekayaan Menyebabkan Keserakahan dan Keegoisan

Bacalah pengajaran Alkitab dan Anda akan melihat bahwa di sepanjang Alkitab, kekayaan dipandang sebagai perusak bagi kehidupan rohani. Jangan memandangnya sebagai berkat rohani dalam masa Perjanjian Baru ini. Dalam Perjanjian Baru, kekayaan adalah pengacau. Kekayaan merupakan hal yang sangat berbahaya untuk ditangani. Alkitab berkata kepada kita:

… cinta akan uang adalah akar dari segala macam kejahatan. (1Tim 6:10)

Namun, pada zaman sekarang ini, kekayaan kembali memperoleh kehormatan di tengah lingkungan gereja. Orang akan berkata bahwa tidak ada yang salah dengan kekayaan. Tentu saja, tidak akan ada orang yang berkata ada sesuatu yang salah dengan kekayaan. Namun, kekayaan memiliki cara untuk membuat Anda jatuh cinta padanya, dan di sanalah masalahnya dimulai. Demikianlah, kita baca di 1 Timotius 6:9,17, peringatan untuk waspada terhadap kekayaan. 

Orang yang ingin menjadi kaya jatuh ke dalam pencobaan dan jebakan, serta berbagai nafsu yang bodoh dan membahayakan yang akan menenggelamkan orang-orang ke dalam kehancuran dan kebinasaan.

Sementara itu, perintahkan orang-orang kaya di zaman ini agar tidak sombong atau menaruh harapan pada kekayaan yang tidak pasti, tetapi taruhlah harapan kepada Allah, yang dengan melimpah menyediakan segala sesuatu bagi kita untuk dinikmati.

Di Matius 19:23-24, Markus 10:24-25 dan Lukas 18:24-25, kita menemukan ungkapan tegas yang dipakai oleh Yesus,

“Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, sulit bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi, Aku mengatakan kepadamu bahwa lebih mudah bagi seekor unta untuk melewati lubang jarum daripada orang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

Seorang kaya adalah orang yang sukses di dunia, bukankah demikian? Ia menjadi anggota Rotary Club. Ia bepergian dengan menaiki Rolls Royce, atau Cadillac, atau mobil mewah lainnya. Walaupun dunia menghormati orang kaya, Yesus berkata orang kaya akan sangat sulit untuk dapat masuk ke dalam kerajaan Allah. Kekayaan akan menjadi penghambat yang besar bagi kita untuk dapat memasuki kerajaan Allah. Pahamilah poin ini.

Apakah kita ingin memahami kehendak Allah? Marilah kita pahami pernyataan berikut ini dengan jelas. Kata Yakobus di Yakobus 2:5,

“Saudara-saudara yang kukasihi, dengarkanlah! Bukankah Allah telah memilih orang yang miskin di mata dunia untuk menjadi kaya dalam iman dan mewarisi Kerajaan Allah yang telah Ia janjikan kepada mereka yang mengasihi Dia?”

Apakah Anda ingin mengetahui kehendak Allah? Apakah Anda ingin memiliki hikmat? Maka dengarkanlah ini: Allah telah memilih orang yang dianggap miskin oleh dunia untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris kerajaan. Alkitab nyaris tidak pernah berbicara yang baik tentang orang kaya. Tidak ada sama sekali! Cukup Anda baca Yakobus 5:1-6 tentang kecaman terhadap orang kaya,

1 Hai orang-orang kaya, dengarkanlah! Menangis dan merataplah untuk penderitaan yang akan menimpamu.
2 Kekayaanmu telah membusuk dan pakaianmu dimakan ngengat.
3 Emas dan perakmu telah berkarat, dan karat itu akan menjadi bukti yang memberatkanmu serta akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah menimbun harta pada hari-hari terakhir.
4 Dengarlah, upah para pekerja yang mengolah ladangmu, yang kamu tahan dengan kecurangan, berteriak melawanmu. Dan, teriakan para pemanennya telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam.
5 Kamu telah hidup di bumi dalam kemewahan dan kesenangan diri sendiri, kamu telah menggemukkan hatimu pada hari penyembelihan.
6 Kamu sudah menghukum dan membunuh orang benar, dan ia tidak melawanmu.

Jika kita telusuri Alkitab, kita akan menemukan kecaman terhadap orang kaya terus bermunculan di sana-sini.

Namun sekarang ini, jika saya mendengarkan program siaran Kristen di televisi dan di radio di Amerika — entah itu oleh PTL atau yang lainnya, walaupun saya tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan nama baik pihak lain — tampak ada suatu kecenderungan umum di gereja bahwa kekayaan dipandang sangat baik. Apakah kita sudah tidak peduli lagi dengan Firman Allah? Prasangka dan tradisi kita sudah menggusur Firman Allah keluar dari hidup kita. Kita memiringkan Firman Allah untuk mencocokkannya dengan pandangan dan tradisi kita. Kita melakukan hal ini juga dalam hal kekayaan.

Cobalah selidiki buku konkordansi Anda dan pelajarilah kata “kekayaan” di dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru. Anda akan segera melihat bahwa tidak ada penilaian yang baik terhadap kekayaan. Ini sangat mengejutkan! Dan juga, berkaitan dengan orang muda yang kaya di Matius 19:16-22 (Mrk 10:17-22; Luk 18:18-23), yang keadaannya sangat mirip dengan orang kaya yang bodoh ini, kita mendapati bahwa persoalan yang muncul sama saja. Sangatlah susah bagi seorang kaya untuk dapat masuk ke dalam kerajaan. Mengapa? Bukan karena kekayaan itu jahat, tetapi karena ia mengumpulkan kekayaan bagi dirinya, dan itu menunjukkan betapa ia kurang memahami kenyataan rohani. Kekayaan membuat orang menjadi sangat egois. Di dalam perumpamaan kita hari ini, perhatikanlah sikap dari orang kaya yang bodoh ini dan lihatlah kebodohan rohaninya. Perhatikan bahwa ia sangat mementingkan diri sendiri saja. Kata “aku” dan “-ku” terus bermunculan dari ayat 17 sampai 19. Perhatikanlah kemunculan kedua kata tersebut ini,

17 … ‘Apa yang harus kulakukan karena aku tidak mempunyai tempat lagi untuk menyimpan hasil panenku?’
18 Dan, ia berkata, ‘Inilah yang akan aku lakukan. Aku akan membongkar lumbung-lumbungku dan membangun yang lebih besar. Di situ, aku akan menyimpan semua gandum dan barang-barangku.
19 Lalu, aku berkata kepada jiwaku, ‘Hai jiwaku, engkau mempunyai banyak barang yang tersimpan untuk bertahun-tahun; beristirahatlah, makan, minum, dan bersenang-senanglah!’

Demikianlah, kata “aku” dan “-ku” berkali-kali muncul dalam ayat-ayat itu. Orang ini perhatiannya hanya terpusat pada diri sendiri.

Periksalah jalan pikiran Anda sebagaimana saya juga memeriksa jalan pikiran saya. Betapa banyak pikiran kita diisi dengan kata “aku” — masa depanku, pendidikanku, tugasku, pekerjaanku, kesejahteraanku, jiwaku, segala sesuatu disisipi oleh kata “aku”. Seluruh pikiran kita beredar di sekitar “aku”. Sepanjang hari kita memikirkan diri kita sendiri saja. Kita adalah orang-orang bodoh, bukankah begitu? Kita belum memahami apa kehendak Allah karena pikiran kita hanya berkisar pada diri sendiri saja. Apa itu kehendak Allah? Kehendak Allah adalah agar kita mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan akal kita. Jika Anda sangat mengasihi seseorang, Anda akan terus memikirkan orang itu, dan bukannya diri Anda sendiri. Jika Anda pernah jatuh cinta, Anda akan mengerti maksud saya. Ketika Anda sedang jatuh cinta, apa yang Anda lakukan? Anda akan terus memikirkan orang itu sepanjang hari. Anda lupa makan dan minum, susah tidur, lupa belajar, lupa kerja, lupa segala-galanya. Mengapa? Karena hati ini dipenuhi oleh orang itu — “kekasihku”! Titik beratnya bukan pada “aku” tapi pada “kasihku”! Segenap pikiran Anda tertuju pada dia. Anda membatin, “Apa saja yang sedang dilakukan dia sekarang? Di mana dia sekarang? Apa yang akan dikerjakannya hari ini?” Lalu, Anda bergegas pergi menelpon, dan ketika tidak ada orang yang mengangkat telepon, Anda mulai cemas, “Ada masalah apa di sana? Apa yang terjadi dengan dia? Kenapa ia tidak menjawab telpon saya?” Seluruh pikiran Anda tersita oleh dia. Anda harus mengasihi Allah seperti ini, dengan segenap hati Anda. Sebelum kita memuji diri sendiri, periksalah seberapa banyak di antara kita yang memiliki hikmat? Berapa banyak di antara kita yang hatinya tersita oleh urusan Allah dan oleh saudara-saudara seiman?

Marilah kita jujur pada diri sendiri. Kita tidak lebih baik daripada orang kaya yang bodoh ini karena setiap hari yang kita pikirkan adalah, “Apa yang harus kulakukan hari ini? Makan apa hari ini? Aha! Hari Minggu! Aku akan pergi mencari rumah makan dan menikmati hidangan spesial di sana!” Isi pikiran kita adalah, “Apa yang akan kulakukan dengan waktuku? Siapa yang akan kukunjungi? Apa yang akan kunikmati?” Isi hati ini dipenuhi dengan kata “aku” dan “milikku”. Alkitab mengekpos isi hati kita, bukankah demikian? Ia mengungkapkan jati diri kita, seperti apa kita sebenarnya. Bahkan bagi pelayan full-time, ujilah dengan jujur, hal apa saja yang memenuhi isi hati ini? Sebagian besar masih dipenuhi oleh “aku” dan “milikku” — keluargaku, pekerjaanku, rumahku dan kesuksesanku! Nah, sekarang kita dapat memahami persoalan yang ada pada diri orang kaya yang bodoh ini: kegandrungannya pada diri sendiri. Itulah penyakit yang menimpanya.

Perhatikan lagi hal lainnya. Ia selalu saja berbicara pada diri sendiri, “Apa yang harus kukatakan? Apa yang harus kulakukan?” Ia bertanya dan ia sendiri yang menjawab. Ia punya banyak waktu untuk berdialog dengan diri sendiri. Anda tahu mengapa? Karena ia menyukai dirinya lebih daripada segalanya. Ia sangat mencintai dirinya sendiri. Anda lebih suka berbicara dengan orang yang Anda kasihi, dan jika orang itu adalah Anda sendiri, Anda akan selalu berdialog dengan diri sendiri sepanjang hari! Orang ini berkata kepada dirinya sendiri sampai ke tingkat seperti ini, “aku akan berkata kepada jiwaku” (Luk12:19). Ia sudah memutuskan apa yang akan dikatakan kepada jiwanya. Ia tidak hanya menikmati pembicaraan dengan dirinya pada saat itu, tetapi juga sudah memutuskan isi pembicaraan waktu akan datang. “Jiwaku, persediaan dan kekayaan yang ada akan cukup untuk waktu lama; bergembiralah, makan, minum dan menikahlah.” Ia berkata, “Oh, kita akan menikmati setiap saat yang ada, aku dan jiwaku! Kita akan menikmati saat-saat yang indah dalam hidup ini!”

Jangan merasa lebih baik daripada dia. Bagaimana dengan kita? Kita juga selalu berbicara pada diri sendiri. Pernahkah kita belajar untuk membalikkan arah pikiran dan menujukannya kepada Allah? Apakah kita benar-benar mengasihi Allah sedemikian rupa sehingga kita ingin berbicara pada-Nya, “Ya Tuhan, apa yang hendak Engkau perintahkan padaku hari ini?” Atau, “Tuhan, aku ingin menghabiskan hari ini memuji-Mu. Sangat senang dapat memuji dan bersyukur pada-Mu. Engkau begitu baik padaku dan aku tahu bahwa Engkau akan terus memenuhi cawanku sampai meluap, jadi aku ingin memuji-Mu sebelum itu semua terjadi. Aku akan berkata, ‘Tuhan, aku sudah memutuskan apa yang akan kukatakan pada-Mu'”. Inilah sikap yang berbeda. Jadi, kita harus belajar mengubah pusat perhatian dari diri sendiri kepada Allah. Kita masih banyak menyimpan “kebodohan” di dalam diri kita, bukankah begitu? Perumpamaan ini ternyata menyingkapkan keadaan rohani kita yang sebenarnya.


Kaya di Dunia?

Perhatikan kesalahan besarnya di sini, di Lukas 12:19, “Aku akan berkata kepada jiwaku…” Apakah ia masih tertarik dengan jiwanya? Orang ini masih memikirkan jiwanya. Jadi, ia tidak sepenuhnya buta pada perkara rohani. Namun, kesalahannya adalah mengira bahwa jiwanya akan dapat dipuaskan dengan kekayaan jasmani. Bukankah ini kesalahan umum yang melanda gereja yang mengira jiwa manusia dapat dipuaskan oleh kesejahteraan jasmani? Itu sebabnya kita bekerja begitu keras. Kita ingin menggelembungkan isi rekening kita agar dapat berkata, “Sekarang kita boleh beristirahat.” Orang kaya yang bodoh ini melakukan perbuatan yang ingin kita lakukan juga, bukankah demikian? Jika kita sudah memiliki rekening bank yang besar nilainya, untuk apa kita bekerja keras lagi? Kita dapat duduk dan bersantai. Apa gunanya bekerja keras jika bukan untuk menikmati waktu santai pada akhirnya? Jadi, orang kaya ini berpendapat bahwa jiwanya dapat dipuaskan dengan kesejahteraan jasmani.

Lihatlah keindahan dari perumpamaan ini: ketika orang itu berbicara kepada jiwanya, Allah berbicara kepada dia di ayat yang berikutnya,

“Malam ini juga, jiwamu akan diambil darimu. …”

Dengan kata lain, “Jadi, kamu sedang memikirkan jiwamu? Nah, malam ini juga jiwamu akan diambil darimu.” Orang ini tidak memahami prinsip rohani, sebagai contoh, di Matius 16:26,

“Apa untungnya jika seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya?”

Apa gunanya memiliki seluruh isi dunia, tetapi kehilangan nyawa? Ia gagal untuk memahami hal ini. Ia belum sampai pada pemahaman itu. Ini adalah poin pertama dari kebodohan, yaitu fakta bahwa tidak ada gunanya jika kita mendapatkan seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawa. Bukan hanya ini kesalahan yang dibuatnya.

Kesalahan kedua adalah ia tidak memahami kehendak Allah bagi hidupnya. Kita dapat melihat apa itu kehendak Allah di Yohanes 12:25, di mana Yesus berkata,

Orang yang mencintai nyawanya, akan kehilangan nyawanya, tetapi orang yang tidak mencintai nyawanya di dunia ini, akan memeliharanya untuk hidup kekal.

Ayat ini dapat diungkapkan lewat kalimat berikut, “Orang yang mencintai kehidupan duniawi akan kehilangan hidupnya. Akan tetapi, orang yang membenci kehidupan duniawi akan memelihara hidupnya untuk masa yang kekal.” Itulah jalan keselamatan. Jika Anda mencoba untuk menyelamatkan nyawa Anda di dunia ini, atau mencintai kehidupan duniawi dengan menimbun kekayaan bagi diri sendiri, Anda akan kehilangan hidup Anda. Namun, jika Anda siap untuk membenci nyawa Anda, artinya membenci kehidupan duniawi, atau merelakan kekayaan Anda, Anda akan memelihara hidup Anda untuk masa yang kekal. Anda dapat mengatakan bahwa dari pandangan duniawi, Martin Lloyd Jones membenci nyawanya dan berpaling dari karir duniawinya yang sukses itu. Ia memperoleh hidup yang kekal. Itulah prinsip yang Alkitabiah. Itu sebabnya mengapa Yesus berkata, “Jika ada yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya sendiri, memikul salibnya, dan mengikut Aku.” (Mat 16:24; Mar 8:34; Luk 9:23). Berpalinglah dari dunia, maka Anda akan memperoleh hidup yang kekal. Pada akhirnya, kita harus menentukan pilihan.

Betapa kita ingin berdiri di tengah-tengah! Kita ingin menikmati yang terbaik dari kedua sisi. Anda berkata, “Baiklah, saya tidak ingin menjadi terlalu kaya. Asal cukup makmur saja bolehlah. Pada saat yang sama, saya boleh berpijak di dalam kerajaan Allah.” Pilihan ini tidak dapat diambil. Jangan mengira Anda dapat menipu Allah dengan membuat kompromi. Yang Anda lakukan justru menipu diri sendiri. Anda harus memutuskan akan ke mana tujuan hidup Anda. Jangan mengira bahwa kompromi, atau mengambil “jalan tengah” dapat menyelesaikan masalah. Jangan berharap untuk dapat memperoleh bagian dari dunia dan dari Allah, dan kita akan memperoleh segala-galanya. Dalam kenyataannya, kita tidak akan memperoleh apa-apa!


Kaya di hadapan Allah?

Ini pilihan yang lain, yaitu mengikuti Allah sepenuhnya. Berkomitmen total kepada Allah. Ini bukan berarti Anda akan mengalami kelaparan dan kekurangan. Bukan! Ini berarti seluruh arah tujuan hidup Anda diarahkan sepenuhnya kepada Allah. Segala sesuatu yang dipercayakan-Nya kepada Anda adalah milik-Nya. Anda hanya akan menjadi seorang pengelola bagi kekayaan tersebut. Anda tidak akan berkata, “Apa yang akan kulakukan dengan uangku? Apa yang akan kulakukan dengan barang-barangku? Kekayaanku?” Seperti saya ini, saya tidak punya apa-apa. Jika ada sesuatu yang menjadi milik saya, itu adalah milik Tuhan dan saya hanya seorang pengurus saja. Jika Ia berkata kepada saya, “Berikan,” saya akan memberikan. Jika Ia berkata, “Bagaimana dengan jaketmu? Orang itu membutuhkannya…”, jaket itu akan berpindah tangan kepada orang tersebut. Itu bukan jaket saya. Jika orang tersebut membutuhkannya, ia boleh mendapatkannya. Jika Tuhan memberi saya tempat untuk tinggal, saya akan bersyukur kepada-Nya atas hal itu. Tentu saja, saya butuh tempat untuk menetap. Akan tetapi, jika Tuhan berkata, “Pergilah”, saya segera berangkat. Itu bukan rumah saya. Saya tidak punya apa-apa. Yang saya miliki hanya Tuhan dan itu sudah lebih dari cukup buat saya. Saya tidak tertarik dengan hal-hal lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Paulus di 1 Korintus 7:31, pendeknya orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya“, yaitu tidak menjadi serakah atas barang-barang tersebut. Kita harus makan. Betul sekali, tetapi makanan bukanlah persoalan pokok. Kita perlu tempat tinggal. Betul, tetapi rumah saya bukanlah milik saya. Jika Tuhan berkata, “Pergilah”, kita harus pergi dan meninggalkan segala sesuatu di belakang karena segala sesuatu adalah milik-Nya dan hidup saya ini pun milik-Nya. Tujuan hidup Anda harus jelas. Pastikan bahwa Anda sudah membuat pilihan yang benar.

Namun, saya ingatkan sekali lagi bahwa segala tindakan kompromi pasti berujung pada kebinasaan. Tidak pernah ada orang yang berhasil dalam kehidupan rohani lewat jalan kompromi. Jalan kompromi dipenuhi oleh bangkai-bangkai mereka yang telah jatuh dalam bencana rohani. Tetapkan putusan Anda dan pilihlah jalur yang tunggal, apakah sepenuhnya melayani Allah atau Mamon. Yesus berkata bahwa Anda tidak dapat melayani Allah dan Mamon pada waktu yang bersamaan. Mamon adalah uang. Anda tidak dapat melayani Allah dan uang. Anda harus dengan jujur dan tulus membuat keputusan, menetapkan tujuan Anda, apakah Allah atau Mamon.

Akhirnya, apa yang terjadi dengan orang kaya yang bodoh ini? Ia kehilangan jiwanya dan Yesus bertanya kepadanya di Lukas 12:20, “Dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” Sering kali saya membaca berita di koran di Inggris, dan saya membaca pengumuman tentang kematian; orang ini meninggalkan kekayaan senilai 40 ribu poundsterling, orang itu meninggalkan 60 ribu poundsterling. Akan menjadi milik siapa uang tersebut? Mereka mengumpulkan uang sebanyak itu, siapa yang akan memilikinya? Dinas pajak akan mengambil sebagian. Lalu sisanya lagi? Jadi, kesimpulannya seperti yang disampaikan di ayat 21,

Demikianlah yang akan terjadi pada orang yang menyimpan harta bagi dirinya sendiri, tetapi tidaklah kaya di hadapan Allah.”

Jika Anda ingin menjadi kaya, cara yang paling benar adalah dengan menjadi kaya di hadapan Allah. Bagaimana caranya menjadi kaya di hadapan Allah? Seperti yang Yesus katakan di Khotbah di Bukit,

19 “Jangan menimbun untuk dirimu sendiri harta di bumi, tempat ngengat dan karat merusak, dan tempat pencuri membongkar serta mencuri.
20 Akan tetapi, kumpulkan untuk dirimu sendiri harta di surga, tempat ngengat dan karat tidak merusak dan tempat pencuri tidak membongkar serta mencuri.” (Mat 6:19-20)

Berikan milik Anda kepada mereka yang membutuhkan dan Anda akan memperoleh harta di surga. Dengan cara inilah harta duniawi dapat memberi arti. Anda tidak akan pernah kehilangan. Jika Anda menaruh uang Anda di bank, Anda akan kehilangan uang itu suatu saat nanti, entah karena inflasi, deflasi, perang, atau pun sebab-sebab lainnya. Akan tetapi, berikanlah harta Anda kepada orang miskin dan Anda akan menjadi kaya di hadapan Allah. Kekayaan tersebut akan kekal selamanya. Kiranya Allah memberi kita hikmat yang kekal.

 

Berikan Komentar Anda: