Pastor Eric Chang | Lukas 10:25-37 |
Sebelum melanjutkan dengan Perumpamaan Tentang Orang Samaria yang Baik Hati, mari kita membuka Matius 15:1-9 karena pasal ini sangat berkaitan dengan perumpamaan yang akan kita pelajari hari ini. Di sini kita membaca tentang ahli-ahli Taurat yang gemar mempelajari hukum Taurat, yang juga merupakan pengajar-pengajar hukum Taurat. Mereka juga berperan sebagai pelaksana-pelaksana Hukum Taurat. Itulah sebabnya mengapa mereka disebut ahli-ahli Taurat. Matius 15:1-2.
1 Kemudian, beberapa orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dari Yerusalem datang kepada Yesus dan berkata,
2 “Mengapa murid-murid-Mu melanggar tradisi nenek moyang? Sebab, mereka tidak mencuci tangan ketika makan roti!”
Maksud mencuci tangan di sini tidak ada hubungannya dengan kebersihan, jangan-jangan Anda berpikir murid-muridnya begitu lalai dalam hal kebersihan sehingga mereka tidak mencuci tangan sebelum makan. Itu bukan maksudnya. Mencuci tangan di sini berhubungan dengan adat membasuh tangan, bukan dengan kebersihan. Meskipun tangan Anda sangat bersih, tetapi jika Anda menyentuh benda-benda tertentu yang dianggap najis, tangan Anda dianggap najis. Umpamanya, jika Anda pergi ke pasar dan Anda menyentuh sesuatu yang dijual oleh bangsa lain, yaitu bangsa non-Yahudi, Anda menjadi najis. Pada kenyataannya, apa saja yang berhubungan dengan bangsa-bangsa lain, yaitu bangsa non-Yahudi, adalah najis. Sebagai contoh, jika seorang dari bangsa lain menyentuh buku himne ini, dan kemudian seorang Yahudi menyentuh buku himne ini, orang Yahudi ini akan menjadi najis, sekalipun buku himne ini sangat bersih. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orang Yahudi ini? Ia harus membasuh tangannya menurut adat. Jadi, pembasuhan tangan ini tidak ada hubungannya dengan kotoran di tangan, tetapi ada hubungannya dengan kenajisan. Ayat-ayat 3-6a:
3 Dan, Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, “Dan, mengapa kamu juga melanggar perintah Allah demi tradisimu?
4 Karena Allah berfirman, ‘Hormatilah ayah dan ibumu,’ dan, ‘Siapa yang mengutuki ayah atau ibunya, harus dihukum mati.’
5 Namun, kamu berkata, “Siapa saja yang berkata kepada ayah atau ibunya, ‘Apa pun pemberian untukmu sudah dipersembahkan kepada Allah,’”
6 ia tidak perlu menghormati ayah atau ibunya.
Saya akan menjelaskan artinya. Orang Yahudi mempunyai satu peraturan yang menyatakan jika sesuatu dijanjikan sebagai persembahan kepada Allah, ia tidak perlu lagi diberikan kepada orangtua mereka. Seandainya Anda diharapkan untuk memberi seratus dollar kepada orangtua Anda, dan kemudian Anda memutuskan untuk tidak memberikan seratus dollar itu. Bagaimana Anda memecahkan masalah ini? Mudah sekali! Adat istiadat keagamaan menyediakan satu jalan. Anda bisa mengumumkan seratus dollar ini sebagai suatu “persembahan”, dan dengan demikian Anda tidak perlu memberikan uang itu kepada orangtua Anda lagi. Namun, apakah itu berarti Anda wajib memberikannya kepada Allah? Nah, inilah yang aneh. Anda tidak perlu memberikannya kepada Allah! Anda tidak perlu benar-benar mempersembahkannya. Anda perlu menjadi seorang pengacara spesialis Taurat Yahudi untuk memahami urusan ini. Bagaimana Anda bisa menyebutnya sebagai “persembahan”, tetapi tidak perlu dipersembahkan kepada Allah? Saya tidak dapat memahaminya. Justru inilah yang dikatakan oleh Yesus: “Kamu menggunakan adat istiadatmu untuk menghapuskan Firman Allah.” Kemudian Yesus melanjutkan ke ayat 6:
6 … Dengan demikian, kamu membatalkan firman Allah demi tradisimu.
7 Kamu, orang-orang munafik, memang benar nubuatan Yesaya tentang kamu:
8 ‘Bangsa ini menghormati Aku dengan mulut mereka, tetapi hati mereka jauh dari pada-Ku.
9 Dan, sia-sia mereka menyembah-Ku dengan mengajarkan perintah-perintah manusia.’”
Adat istiadat dan perintah manusia — seperti membasuh tangan dan berjalan tidak lebih dari 1,750 kaki pada hari Sabat — menyebabkan firman Allah tidak berlaku. Bagaimana mereka menyatakan firman Allah tidak berlaku? Seandainya ada seseorang dalam kesusahan, Anda bisa berkata, “Karena hari ini ialah hari Sabat, aku tidak bisa datang menolong kamu karena peraturan Sabat menetapkan aku hanya bisa berjalan sejauh 1,750 kaki. Oleh karena itu, aku tidak bisa datang karena jaraknya melampaui apa yang ditetapkan oleh tradisi.” Dengan cara ini, mereka menyatakan firman Allah tidak berlaku.
Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati
Berlatarbelakangkan ini, mari kita sekarang membuka Lukas 10:25-37 untuk membahas salah satu perumpamaan Yesus. Ini adalah perumpamaan yang terkenal tentang Orang Samaria yang Murah Hati.
25 Kemudian, seorang ahli hukum Taurat berdiri untuk mencobai Yesus, katanya, “Guru, apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan hidup yang kekal?”
26 Jawab Yesus kepadanya, “Apa yang tertulis dalam Hukum Taurat? Apa yang kamu baca di dalamnya?”
27 Orang itu menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu. Dan, kasihilah sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.”
28 Yesus berkata kepadanya, “Jawabanmu itu tepat. Lakukanlah itu, maka kamu akan hidup.”
29 Akan tetapi, orang itu ingin membenarkan dirinya, maka ia berkata kepada Yesus, “Dan, siapakah sesamaku manusia?”
30 Yesus menjawab itu dengan berkata, “Ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, ia jatuh ke tangan para perampok yang merampas pakaiannya dan memukulinya, kemudian meninggalkannya tergeletak dalam keadaan hampir mati.
31 Kebetulan, seorang imam melewati jalan itu. Ketika ia melihat orang itu, ia pergi begitu saja dengan berjalan di sisi jalan yang lain.
32 Demikian juga yang dilakukan oleh seorang Lewi, ketika datang ke tempat itu dan melihat orang itu, ia melewatinya dengan berjalan di sisi jalan yang lain.
33 Akan tetapi, ada seorang Samaria yang sedang dalam perjalanan lewat di situ. Dan, ketika ia melihat orang itu, ia merasa kasihan kepadanya.
34 Lalu, orang Samaria itu mendekatinya, dan membalut luka-lukanya. Ia mengolesinya dengan minyak dan anggur, lalu menaikkan orang itu ke atas keledainya dan membawanya ke sebuah penginapan, lalu merawat orang itu.
35 Keesokan harinya, orang Samaria itu mengeluarkan uang 2 dinar dan memberikannya kepada penjaga penginapan itu dengan berkata, ‘Rawatlah orang yang terluka ini. Dan, berapa pun kamu menghabiskan uang untuknya, aku akan menggantinya saat aku kembali.’”
36 Lalu, Yesus berkata, “Menurutmu, siapakah di antara ketiga orang itu yang menjadi sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan para perampok itu?”
37 Jawab ahli Taurat itu, “Orang yang menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Lalu, kata Yesus, “Pergilah, dan lakukanlah hal yang sama.”
Banyak orang yang tahu mengenai Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati. Namun, berapa orang yang memahaminya? Mengetahui adalah satu hal; memahami adalah hal yang lain. Kita mengetahui banyak, tetapi memahami sangat sedikit.
“Apa yang harus kulakukan untuk mewarisi hidup yang kekal?”
Pertama-tama, perhatikan bahwa perumpamaan ini sangat penting karena hubungannya dengan pertanyaan, “Apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan hidup yang kekal?” Perumpamaan ini berkaitan dengan hidup yang kekal. Hal ini jarang ditekankan. Seringkali, cerita ini semata digunakan untuk mengajar orang supaya berbuat baik kepada sesama manusia. Namun, tidak ada pertanyaan ditimbulkan tentang kaitannya dengan hidup yang kekal. Apa pertalian perumpamaan ini dengan hidup yang kekal?
Perumpamaan ini adalah jawaban kepada pertanyaan bagaimana mewarisi hidup kekal! Sangat aneh bagaimana kita seringkali mengajarkan ajaran Yesus di luar konteksnya. Saya tidak pernah diberitahu bahwa Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati ini ada hubungannya dengan persoalan tentang hidup yang kekal. Saya pikir perumpamaan ini semata mengajar kita supaya berbuat baik. Namun, itu bukan maksud dari jawaban Yesus. Jawaban Yesus merupakan jawaban bagi pertanyaan penting ini: bagaimana untuk memperoleh hidup yang kekal?
Lihat sekali lagi pada pertanyaan yang dinyatakan dengan baik ini. Pertanyaan ini disampaikan oleh seorang ahli Taurat, seorang yang menghabiskan seluruh hidupnya mempelajari Kitab Suci. Ia betul-betul tahu bagaimana untuk mengutarakan pertanyaannya. Secara teologis, pertanyaan itu dinyatakan dengan baik. Pertanyaannya bukan, “Bagaimana aku menerima hidup yang kekal sebagai upah?” atau “Bagaimana aku menjadi layak menerima hidup yang kekal?” Itu bukan pertanyaannya. Pertanyaannya ialah: “Bagaimana aku mewarisi hidup yang kekal?” Untuk mewarisi hidup yang kekal atau mewarisi apa pun, Anda harus menjadi seorang anak! Pertanyaannya ialah: “Bagaimana aku menjadi anak Allah supaya aku bisa mewarisi hidup yang kekal?” Pertanyaan ini disampaikan dengan baik sekali.
Jangan seorang pun berkata bahwa orang Yahudi berbicara tentang keselamatan oleh perbuatan atau keselamatan melalui melakukan hukum Taurat karena melainkan Anda seorang anak Allah, Anda bahkan tidak berada di bawah hukum Taurat. Ahli Taurat itu berkata, “Bagaimana aku mewarisi….? Apa yang harus kulakukan supaya berada dalam suatu kedudukan untuk menerima hidup yang kekal dari Allah? Apa yang harus kuperbuat untuk menjadi anak Allah agar Allah memberikan aku hidup yang kekal?” Memang sebuah pertanyaan yang pantas dari seorang ahli Taurat!
Apakah Kaitannya “Percaya pada Yesus” dan “Lakukanlah Itu”?
Apakah jawaban Yesus? Yesus membalas pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan yang lain. “Baik, kamukan sarjana teologia? Kamukan ahli dalam Kitab Suci? Apa yang tertulis dalam Kitab Suci? Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kamu baca di sana?” Ahli Taurat menjawab di ayat 27,
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu. Dan, kasihilah sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.”
Ia memang seorang ahli Taurat yang hebat! Ia benar-benar menguasai bahannya. Ia tidak salah sedikit pun. Ia memalukan paku tepat pada tempatnya. Itu jawaban yang sempurna dan Yesus segera mengiyakannya pada ayat 28,
“Jawabanmu itu tepat. Lakukanlah itu, maka kamu akan hidup.”
Anda barangkali ingat, di Lukas 18:18, orang kaya yang muda juga menanyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang harus kuperbuat untuk mewarisi hidup yang kekal?” Yesus memberikan jawaban yang sama persis seperti di sini. Lalu apa jawabannya? Apakah jawaban Yesus kepada pertanyaan yang penting ini? Anda mungkin menyangka suatu jawaban seperti ini: “Percayalah kepada aku dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal.” Cukup aneh, itu bukan jawabannya. Pada kedua kesempatan tersebut, kita, sebagai orang Kristen, akan segera menjawab: “Percayalah kepada Yesus dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal.” Namun, itu bukan jawaban Yesus. “Pergilah dan genapilah apa yang dituntut Allah dari kamu,” itulah jawaban Yesus! “Pergilah, dan perbuatlah demikian.” Ini sangat mengejutkan kita.
Apakah Yesus pernah mengatakan bahwa kita harus mempercayainya untuk memperoleh hidup yang kekal? Tentu saja, Yesus pernah berkata demikian. Ia berkata demikian umpamanya di Yohanes 11:25-26,
“Akulah kebangkitan dan kehidupan; siapa pun yang percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan percaya kepada-Ku takkan pernah mati.”
Berarti, setiap orang yang percaya pada Yesus memperoleh hidup yang kekal. Jika begitu halnya, kita mempunyai sebuah masalah eksegesis di tangan kita. Atau, apakah itu suatu masalah? Di satu pihak, kita harus mempercayai Yesus untuk memperoleh hidup yang kekal; dan di lain pihak, kita harus menggenapi tuntutan perintah-perintah Allah. Jadi, yang mana satu jawaban yang betul? Apakah keduanya merupakan jawaban yang berbeda? Apakah kita mempercayai Yesus dan memperoleh hidup yang kekal? Atau, apakah kita harus menggenapi Hukum Taurat untuk memperoleh hidup yang kekal? Bagaimana Anda menyatukan kedua jawaban ini? Ini merupakan pertanyaan yang sangat penting! Atau, apakah terserah kita untuk memilih jawaban mana yang lebih kita sukai?
Saya pikir justru itulah yang dilakukan oleh banyak orang Kristen. Mereka memutuskan bahwa mereka lebih menyukai jawaban, “Percayalah kepada Yesus dan kamu tidak akan mati. Kamu akan memperoleh hidup yang kekal.” Mereka lebih menyukai jawaban itu. Sedangkan jawaban yang lagi satu tentang melakukan hukum Taurat, kita akan lupakan saja. Kita akan melupakan jawaban itu dan berkata, “Baik, itu tidak ada hubungannya dengan kita.” Jika kita berbuat seperti itu, kita memetik dan memilih dari firman Tuhan apa yang kita suka dan menolak apa yang kita tidak suka. Kita telah memutuskan yang mana jalan menuju hidup yang kekal, atau bagaimana kita harus memahami pernyataan, “Percaya kepada Yesus.”
Satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan menempatkan kedua jawaban itu bersebelahan dan bertanya: Apa hubungannya satu dengan yang lain? Bagaimana “Percaya kepada Yesus” berkaitan dengan pertanyaan Yesus, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?”? Bagaimana “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu” berkaitan dengan jawaban Yesus, “Pergilah, dan perbuatlah demikian?” Jadi, bagaimana kita dapat menguraikan semua ini? Yang mana jawaban yang benar: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal” atau “percayalah kepada-Ku dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal”? Apakah Anda telah memutuskan yang mana satu terlebih dulu? Atau, apakah mungkin terdapat suatu hubungan internal di antara kedua jawaban tersebut, “Percayalah kepada Yesus” dan “Kasihilah Allah dengan segenap hati”? Barangkali, keduanya mempunyai arti yang sama. Jika demikian halnya, perumpamaan yang sangat penting ini menjadi definisi bagi “Percayalah kepada Yesus”.
Jika saya bertanya kepada Anda, apa artinya percaya kepada Yesus? Apakah yang akan menjadi jawaban Anda? Sangat penting untuk mendapatkan jawaban yang tepat karena hidup yang kekal bergantung padanya. Tahukah Anda apa artinya percaya kepada Yesus? Saya sudah tahu apa jawaban standarnya, “Kami percaya Yesus mati untuk kita” dan “Kami percaya Yesus bangkit dari antara orang mati.” Akan tetapi, semua ini pada dasarnya hanya suatu penerimaan mental akan fakta-fakta tertentu. Apakah ini yang dimaksudkan Yesus? Kita harus mengizinkan Yesus yang mendefinisikan apa yang dimaksudkan dengan “percayalah kepada-Ku.” Bukan terserah kita untuk memutuskan apa artinya “percayalah kepada-Ku” dengan mengimpor arti kita sendiri ke dalamnya. Hidup yang kekal bergantung pada hal ini. Oleh karena itu, kita harus melihat apa yang diartikan oleh Yesus saat dia berkata, “Percaya kepada-Ku”. Syukur kepada Allah, Yesus tidak meninggalkan kita dalam kegelapan.
Apa arti Percaya kepada Yesus?
Mari kita melihat perumpamaan ini sekali lagi sambil merenungkan pertanyaan ini. Di perumpamaan ini, Yesus pada dasarnya menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan, “Kamu harus pergi dan mengasihi Allah dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dengan segenap kekuatanmu. Jika kamu berbuat demikian, kamu akan mewarisi hidup yang kekal karena Anda terbukti sebagai anak Allah yang sejati.”
Ah! Akan tetapi, jawaban ini agak menakutkan kita. Pertama-tama, kita melihat bahwa hal ini melibatkan komitmen yang total. Kata “segenap” dipakai empat kali. Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan semua yang ada padamu, dengan segenap keberadaanmu. Lebih total dari itu, tidak ada. Kedua, ini berarti bukan saja Anda mengasihi Allah, tetapi Anda juga mengasihi sesama manusia, jika Anda benar-benar mengasihi Allah.
Anda barangkali berkata, “Mengasihi Allah tampaknya jauh lebih mudah daripada mengasihi sesama manusia karena bagaimanapun juga, Allah begitu baik dengan kita, Ia begitu murah hati terhadap kita, tetapi manusia sangat menjengkelkan. Karena itu, aku tidak ingin mengasihi sesama manusia. Aku bisa hidup tanpa sesama manusia. Manusia selalu menyusahkan aku. Mereka selalu melakukan hal-hal yang menyusahkan aku. Mereka mengadakan pesta di sebelah rumah menyebabkan aku tidak dapat tidur pada waktu malam. Allah tidak melakukan hal-hal seperti itu padaku. Tetapi tetanggaku? Mustahil! Tahukah kamu tentang tetanggaku ini? Ia membiarkan tamannya dipenuhi dengan rumput liar, dan rumput liar tumbuh di mana-mana. Setiap kali angin datang, bunga-bunga rumput liar ditiup ke tamanku dan tamanku berantakan dengan rumput liar! Tamanku dirusakkan karena tetanggaku ini tidak berbuat apa-apa tentang rumput liar di tamannya. Anda lihat, Allah tidak pernah membiarkan rumput liar-Nya masuk ke dalam tamanku. Akan tetapi, tetanggaku ini sama sekali tidak bertimbang rasa. Makanya, mengasihi Allah itu wajar, tetapi mengasihi sesama manusia bukan untukku.”
Kita menemukan hal yang tidak menyenangkan ini dalam perintah Allah: Ia telah mengikatkan kasih akan sesama manusia kepada kasih akan Allah! Kita ingin berkata, “Tuhan, sebaiknya kedua hal itu dipisahkan, oke? Aku mengasihi Engkau, itu cukup. Namun, jangan menuntut supaya aku mengasihi tetanggaku!” Justru bagian yang kedua ini yang memberikan masalah, bukan?
Itulah protes yang disampaikan oleh ahli Taurat tersebut. Ahli Taurat tidak menimbulkan pertanyaan apa pun tentang mengasihi Allah. Akan tetapi, dia diganggu oleh tuntutan untuk mengasihi sesama manusia karena seperti kebanyakan dari kita, kebetulan ia mempunyai seorang tetangga yang menyusahkan. Karenanya, ia memutuskan untuk menanyakan satu lagi pertanyaan, “Dan siapakah sesamaku manusia? Dan tolong jangan katakan kepadaku bahwa tetanggaku dengan rumput liarnya itu harus kuterima sebagai sesamaku manusia! Atau, orang yang memukul-mukul gendang di sebelah rumahku itu!” Maka, ia bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?” Dan Yesus menjawab, “Aku akan menceritakan kepada kamu sebuah cerita. Ada seorang Samaria…”
Orang Samaria yang Murah Hati
Anda tahu, orang Yahudi membenci orang Samaria. Mereka menganggap hina orang Samaria. Orang Samaria adalah mereka yang berketurunan campuran. Mereka dianggap orang yang rendah. Orang Yahudi gemar berbicara tentang kemurnian rasial — “orang Yahudi yang murni”, entah apa artinya. Pada kenyataannya, tidak seorang pun yang murni. Namun, orang Samaria adalah suku campuran. Mereka berkompromi dengan dunia. Yesus memilih seorang Samaria! “Ah, mengapa engkau berbicara tentang orang Samaria saat berbicara tentang “sesama manusia”, bicaralah tentang beberapa orang Yahudi yang baik. Dari semua contoh, engkau memilih contoh seorang Samaria!”
Yesus berkata, “Ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho…”. Yerikho tidak jauh dari Yerusalem, tetapi jalannya bergunung-gunung, dan merupakan tempat di mana banyak penyamun bersembunyi. Itu suatu tempat yang bagus untuk menyergap, untuk menyerang tiba-tiba. Jadi, orang Yahudi ini diserang oleh penyamun-penyamun. Menurut Anda, siapa penyamun-penyamun itu? Tentu saja, sesama orang Yahudi! Siapa lagi? Kawasan ini berada di dalam wilayah Israel. Ia jatuh ke tangan saudara-saudara sebangsanya, yang merampoknya habis-habisan, yang memukulnya dan meninggalkannya setengah mati. Lalu, datang seorang Samaria yang sedang dalam perjalanan. Apa yang dilihatnya? Ia melihat orang ini, yang dipukul dan ditinggalkan setengah mati. Dari semua orang, ia menaruh belas kasihan terhadap orang ini. Seorang Samaria menaruh belas kasihan terhadap seorang Yahudi, musuhnya!
Seorang Imam, Sesama Orang Yahudi Melewatinya dari Seberang Jalan
Yesus berkata, “Akan tetapi, tahukah kamu bahwa sebelum itu terjadi, ada dua orang Yahudi yang jalan melewatinya. Yang pertama ialah seorang imam, atau Anda bisa berkata, seorang pendeta. Apa yang dilihatnya? Ia melihat orang ini terbaring di pinggir jalan, setengah mati. Pada kenyataannya, apabila seseorang itu setengah mati, Anda tidak tahu apakah ia masih hidup atau tidak. Ia terbaring pingsan, dipenuhi luka memar dan berdarah. Namun, pendeta itu memutuskan bahwa ia harus cepat ke gereja. Banyak orang menunggunya di gereja. Bagaimana mungkin ia tidak datang? Banyak orang yang harus diberikan firman Tuhan. Ia tidak akan berhenti untuk merawat orang ini karena banyak orang sedang menunggu di gereja. Ia melihat jam tangannya. Kebaktian akan dimulai segera. Jadi, ia harus ke gereja. Ia harus melayani Tuhan pada hari itu dan sangat penting untuk datang tepat waktu. Ia akan terlambat jika ia menghabiskan waktu merawat orang ini. Oleh karena itu, ia berpikir, “Minta maaf! Bagaimanapun juga, barangkali korban itu sudah mati. Tidak ada gunanya membuang waktu!” Jadi, pendeta itu lalu pergi meninggalkan korban. Saya menggunakan gambaran yang modern, tetapi secara kasar itulah yang terjadi.
Apa yang sedang dilakukan oleh imam itu? Ia sedang dalam perjalanan ke Bait Suci untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang imam. Seorang imam agak berbeda dari seorang pendeta, karena seorang imam harus melayani di Bait Suci, jadi dia haruslah tetap tahir. Jika ia menjadi najis, ia tidak diizinkan untuk melayani di Bait Suci. Satu cara untuk menjadi najis adalah dengan menyentuh orang mati. Bagaimana kalau orang di pinggir jalan itu sudah mati? Bagaimana ia tahu tanpa menyentuhnya? Ia perlu memeriksa nadinya untuk memastikan apakah ia masih hidup atau sudah mati. Jika orang ini sudah mati, imam itu akan menjadi najis dan tidak dapat berfungsi sebagai seorang imam pada hari itu. Maka ia mempertimbangkan hal itu, lalu memutuskan untuk tidak mengambil risiko dan meninggalkan orang ini di pinggir jalan. Ia harus melanjutkan tugas keimamannya. Ada banyak hal yang lebih baik yang perlu dilakukan demi Allah daripada merepotkan diri dengan seseorang yang terbaring di pinggir jalan yang bagaimanapun juga, barangkali telah mati. Apa pendapat Anda? Ia mempunyai alasan yang bagus, bukan? Imam itu mempunyai alasan yang wajar.
Lebih dari itu, ia ada istri dan anak-anak untuk dipertimbangkan. Seandainya ia menjadi najis dan karenanya tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang imam, ia tidak akan menerima persepuluhan yang dipersembahkan di Bait Suci. Jika ia tidak menerima persepuluhan dari Bait Suci, istri dan anak-anaknya akan kelaparan.
Terdapat begitu banyak pertimbangan. Kehidupan ini begitu rumit! Anda tidak bisa menyederhanakan kehidupan ini secara berlebihan. Setelah memberikan hal ini beberapa pertimbangan, ia memutuskan, “Nah, bagaimanapun juga, pekerjaan Allah harus diutamakan.” Apakah pekerjaan Allah? Pekerjaan Allah ialah melayani di Bait Suci. Oleh karena itu, ia harus tetap tahir. Maka, terhuyung-huyung ia pergi.
Seorang Lewi, juga Sesama Yahudi Melewatinya dari Seberang Jalan
Kemudian, seorang Lewi datang ke tempat itu. Seorang Lewi bukan seorang imam, tetapi merupakan seorang awam yang melakukan tugas keimaman. Ia juga bekerja di Bait Suci, tetapi bukan sebagai seorang imam. Ia semacam seorang pengurus gereja, bergantung pada apa tugasnya di Bait Suci. Mereka diberi tugas yang berbeda-beda. Beberapa dari mereka adalah pemain musik di Bait Suci. Beberapa dari mereka itu seperti anggota paduan suara gereja yang diberikan tugas tertentu dalam gereja. Yang lain mengurus pelbagai macam departemen dan bangunan dalam Bait Allah. Ada juga yang lain yang memperhatikan detil-detil seperti menyediakan kayu untuk membakar korban bakaran. Mereka merupakan petugas-petugas Bait Allah. Orang Lewi tersebut datang ke tempat itu dan melihat orang yang terluka ini. Oleh karena ia juga harus tetap tahir atas alasan yang sama seperti imam itu, ia berpikir dengan cara yang sama seperti imam itu. Setelah mempertimbangkan hal itu, ia juga melewatinya dari seberang jalan.
Sekarang Anda dapat melihat mengapa kita membaca Matius 15:1-9 tadi. Apa yang lebih penting? Apakah prioritas Anda? Apakah perintah-perintah Allah? Apakah ada yang lebih penting daripada belas kasihan? Imam itu berpikir demikian. Ia pikir ada hal-hal lain yang lebih penting daripada orang yang terbaring di pinggir jalan itu. Ia mendahulukan adat istiadatnya. Adat istiadat mencegahnya dari menolong orang itu. Itulah maksud perkataan Tuhan, “firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri.” Apakah firman Allah? Firman Allah adalah Anda mengasihi Allah dengan segenap keberadaan Anda, dan mengasihi sesama manusia seperti dirimu sendiri. Itulah perintah Allah. Akan tetapi, imam dan orang Lewi itu telah menyatakan firman-Nya tidak berlaku karena mereka lebih prihatin tentang ketahiran dan kenajisan daripada firman Allah. Oleh karena itu, mereka meninggalkan orang itu. Mereka menyangkal perintah Allah demi adat istiadat mereka sendiri.
Orang Samaria Tergerak oleh Belas Kasihan
Sekarang mari kita mempertimbangkan orang Samaria ini. Orang Samaria ini datang dan hatinya tergerak oleh belas kasihan. Orang itu adalah seorang Yahudi dan sebagai orang Samaria, ia tidak menyukai orang Yahudi. Ia berpikir kepada dirinya sendiri, “Ia orang Yahudi dan orang Yahudi tidak pernah berbaik dengan kami. Mereka itu sombong dan congkak. Kami tidak mau berhubungan apa pun dengan orang Yahudi.” Ia ingin jalan melewatinya, tetapi kasih menyentak hatinya. “Ah, tidak. Aku tidak bisa.” Maka ia berpaling kembali dan melihat, dan masih ia berkata, “Tidak.” Ia ingin terus berjalan kembali, tetapi sekali lagi, kasih menariknya kembali. Terjadi suatu pergumulan kasih di dalam hatinya. Pada akhirnya, ternyata belas kasihannya lebih kuat. Belas kasihan adalah kasih. Kasih bekerja di dalam hatinya.
Orang Samaria ini melakukan tiga hal:
Pertama, orang Samaria ini berhenti untuk menolong dengan risiko yang besar pada dirinya sendiri. Kita telah menyatakan bahwa jalan dari Yerusalem ke Yerikho itu penuh dengan penyamun. Itu suatu tempat yang berbahaya untuk berkeluyuran terlalu lama. Lebih cepat ia pergi, lebih baik. Sebaiknya ia jangan menunggu sampai waktu malam; itu jauh lebih buruk. Waktu sangat penting. Ia sebaiknya pergi secepat mungkin karena sangat berbahaya untuk berkeluyuran di situ.
Hal yang kedua, selain dari bahaya yang harus dihadapinya, orang Samaria harus menangani perasaan jengkelnya terhadap orang Yahudi. Orang Samaria tidak sabar dengan orang Yahudi. Ingatkah Anda bahwa orang Yahudi sangat memandang rendah orang Samaria?
Yang ketiga adalah bon yang harus dibayar. Pada waktu sekarang, perawatan rumah sakit sangat mahal dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa rumah sakit murah pada waktu itu. Barangkali ia harus menanggung tagihan yang besar karena merawat orang ini. Sebetulnya sudah cukup baik ia membawanya ke tempat penginapan dan berkata, “Oke, kamu lakukan saja apa yang kamu inginkan dengan orang ini!” Akan tetapi, ia pergi lebih jauh dan berkata, “Aku akan membayar biaya perawatan untuk orang ini. Aku telah melihat keadaannya. Ia tidak ada uang, dan aku tidak akan meninggalkannya begitu saja di sini.”
Lebih dari itu, sebagai seorang Samaria, ia tidak ada harapan sama sekali untuk menerima ganti rugi. Berarti, jika orang yang diserang dan dilukai itu ternyata agak kaya dan mampu membayar kembali orang Samaria ini, secara hukum orang Samaria ini tidak dapat menuntut uangnya kembali sekalipun orang itu dapat membayarnya. Mengapa? Karena seorang Samaria tidak ada kedudukan di Mahkamah orang Yahudi. Ia tidak dapat pergi ke Israel dan menuntut orang Yahudi itu di Mahkamah dan berkata, “Lihat, aku telah membayar semua biaya perawatan untuk kamu. Bukankah wajar kamu kembalikan hutangmu kepadaku? Aku tidak meminta bunga. Aku hanya meminta kembali uang yang telah kubelanjakan untuk kamu.” Ia tidak dapat berbuat seperti itu. Dengan lain kata, ia harus mengeluarkan biaya itu tanpa mengharapkan balasan sama sekali. Uang itu tidak mungkin didapatnya kembali.
Kita harus memahami tiga hal ini tentang orang Samaria ini. Sangat indah! Itulah inti kasih. Kasih memberikan dirinya tanpa memperhitungkan bahaya kepada dirinya sendiri, tanpa mempertimbangkan perasaan pribadi terhadap orang itu, dan tanpa memperhatikan apakah Anda akan menerima kompensasi bagi tindakan Anda. Begitu indah sekali!
Pengajaran Yesus: Diselamatkan dengan Melakukan Hukum Kasih
Sesudah Yesus menjelaskan kepada ahli Taurat itu, ia berkata, “Pergilah, dan perbuatlah demikian. Bukankah kamu bertanya kepadaku apa yang harus kamu perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Nah, aku baru selesai menjelaskan kepada kamu. Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Ini berarti: (1) Anda pergi tanpa mempertimbangkan keamanan pribadi. (2) Anda pergi tanpa mempertimbangkan kebangsaan atau suku. Anda tidak bertanya apakah orang itu bangsa Kanada, atau Yahudi, atau Inggris, atau Perancis, atau Afrika atau apa saja tentang orang itu. Barangkali Anda tidak menyukai orang semacam itu, tetapi Anda tidak mengasihi karena Anda menyukai orang itu. “Mengasihi” dan “menyukai” tidak ada kaitannya di dalam Alkitab. (3) Akhir sekali, Anda pergi dan menolong orang itu, tanpa memikirkan keuntungan apa yang mungkin Anda terima sebagai balasan.
Yesus berkata, “Mengertikah kamu sekarang apa itu kasih? Pergilah, dan perbuatlah demikian. Perbuatlah demikian dan kamu akan mewarisi hidup yang kekal.” Apa yang dimaksudkan oleh Yesus? Apakah Yesus bermaksud bahwa kita diselamatkan dengan melakukan hukum Taurat? Tampaknya jawabannya adalah “Ya”, bukan? Dapatkah Anda memikirkan jawaban yang lain?
Pengajaran Paulus: Dibenarkan dengan Melakukan Hukum Taurat oleh Kasih
Akan tetapi, Anda berkata, “Paulus tidak pernah mengajarkan itu! Kita dibenarkan bukan karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya karena iman saja.” Menurut Anda, apakah itu yang diajarkan Paulus? Biar saya mengagetkan Anda sedikit. Saya akan membacakan kepada Anda perkataan Paulus sendiri di Roma 2:13,
Sebab, bukan pendengar Hukum Taurat yang dibenarkan di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukannya yang akan dinyatakan benar.
Tahukah Anda Paulus yang menuliskan kata-kata ini? Orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. Ini sangat mengherankan! Itulah tulisan Paulus sendiri, dari semua tempat, di surat Roma, surat yang terkenal tentang keselamatan itu. Bacalah kata-kata tersebut dengan berhati-hati sekali lagi. Ayat itu tidak membutuhkan penjelasan. Kata-kata tersebut sangat jelas: orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dinyatakan benar.
Namun Anda berkata, “Apakah hukum Taurat yang harus dilakukan supaya dibenarkan? Apakah hukum Taurat?” Mari kita melihat jawaban Paulus sendiri di Roma 13:8, dan ini mengingatkan kita akan pengajaran Yesus tentang Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati.
Janganlah berutang apa pun kepada siapa pun, tetapi kasihilah satu dengan yang lain karena orang yang mengasihi sesamanya telah memenuhi Hukum Taurat.
Sekali lagi Anda berkata, “Akan tetapi, Paulus, kita tidak diselamatkan oleh hukum Taurat, mengapa kita perlu peduli apakah kita memenuhi hukum Taurat atau tidak?” Paulus peduli apakah Anda memenuhi hukum Taurat atau tidak. Mengherankan! Surat Roma adalah eksposisi Paulus tentang keselamatan. Ia berkata, “Janganlah berutang apa pun kepada siapa pun, tetapi kasihilah satu dengan yang lain karena orang yang mengasihi sesamanya telah memenuhi Hukum Taurat.”
Selanjutkan ia berbicara tentang melakukan hukum Taurat di ayat 9-10:
9 Sebab, “Jangan berzina, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini,” dan jika ada perintah lain, semuanya sudah terangkum dalam perkataan ini, “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.”
10 Kasih tidak melakukan kejahatan kepada sesama manusia. Karena itu, kasih adalah penggenapan Hukum Taurat.
Paulus menerangkan dengan jelas sekali bahwa: kasih adalah kegenapan hukum Taurat. Sebagaimana telah kita lihat, ia berkata di Roma 2:13, bahwa orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan dan bukan saja orang yang mendengarkan hukum Taurat, yang akan dibenarkan. Dibenarkan dengan melakukan hukum Taurat dalam tulisan Paulus! Betapa mengherankan! Bagaimana Anda melakukan hukum Taurat? Oleh kasih! Ini benar-benar sangat menakjubkan!
Hari ini terdapat semacam ajaran yang menyimpang yang mengusulkan entah bagaimana, bahwa pekerjaan baik itu tidak baik! Saya tidak tahu bagaimana mereka membuat kesimpulan itu bahwa, “Tidak baik kalau kamu memenuhi hukum Taurat untuk memperoleh hidup yang kekal. Tidak baik kalau kamu melakukan hukum Taurat. Kita jangan melakukan itu.” Aneh! Apakah kita telah salah mengerti Paulus? Mengapa Paulus peduli apakah kita memenuhi hukum Taurat oleh kasih? Jika Anda berpikir Paulus menganggap hukum Taurat itu tidak baik dan karena itu kita jangan memenuhinya, Anda sama sekali tidak mengerti Paulus.
Biarlah Paulus sendiri yang menjelaskan pandangannya akan hukum Taurat dari Roma 7:12,14.
Jadi Hukum Taurat itu adalah kudus, dan hukum itu kudus, benar dan baik.
Apakah Paulus menganggap hukum Taurat itu tidak baik? Tidak sama sekali! Ia menganggap hukum Taurat itu kudus, benar dan baik. Kemudian ayat 14,
Sebab kita tahu bahwa Hukum Taurat bersifat rohani, tetapi aku bersifat jasmani, terjual di bawah dosa.
Apakah hukum Taurat? Hukum Taurat bersifat rohani. Jadi di dalam pasal ini, Paulus menyatakan empat hal tentang hukum Taurat: hukum Taurat adalah kudus, benar, baik dan rohani. Kalau begitu, apa salahnya dengan memenuhi hukum Taurat jika hukum Taurat adalah semua ini? Saya bertanya-tanya kalau Anda dapat melihat hal ini dengan jelas dan memahaminya dengan mendalam?
Yesus mengatakan hal yang sama. Ia terus-terang menyatakan kepada kita di Matius 5:19, bahwa jika seseorang mengajarkan tentang kelonggaran hukum Taurat, belum penghapusan hukum Taurat, tetapi hanya melonggarkan salah satu perintah yang paling kecil dari hukum Taurat, orang itu akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga. Perhatikan, Yesus tidak berkata tidak melakukan hukum Taurat, dia berkata cuma melonggarkan sedikit. Dan Yesus tidak berkata melonggarkan satu perintah yang penting, tetapi salah satu yang paling kecil! Orang seperti ini akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga.
Di dalam seluruh Kitab Suci, apakah dalam Perjanjian Lama atau Baru, hukum Taurat adalah sangat baik dan berbahagialah orang yang hendak melakukannya. Itulah inti dari seluruh Perjanjian Lama, dan seluruh mazmur-mazmur. Tidakkah Anda membaca mazmur-mazmur? Mazmur-mazmur sentiasa berbicara tentang manusia Allah yang rindu untuk memenuhi hukum Allah dengan segenap hatinya. Apabila kita datang ke Perjanjian Baru, ada beberapa orang yang dengan sia-sia membayangkan bahwa hukum Taurat telah dihapuskan! Apakah hukum Taurat telah dihapuskan? Tidak hukum moralnya. Tidak di mana pun dikatakan bahwa hukum moral telah dihapuskan. Tidak dimana pun juga hal itu dapat ditemukan di dalam firman Tuhan. Namun begitu, ada beberapa orang yang dengan sia-sia membayangkan bahwa hal itu telah terjadi. Tidak dinmana pun juga di dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa hukum Taurat telah ditiadakan! Sebaliknya, hukum Taurat benar-benar ditegakkan.
Biar saya menjelaskannya dengan cara ini. Daripada membentuk hukum Taurat dan kemudian meniadakannya, Allah seharusnya tidak membentuk hukum Taurat dari awal. Kalau Allah ingin menghapuskan hukum Taurat, menurut Anda kapan waktu yang terbaik untuk menghapuskannya? Menurut Anda kapan? Tentu saja sebelum Yesus mati di atas kayu salib! Seandainya saya adalah seorang hakim, seandainya sayalah pembuat undang-undang di negeri ini, dan anak saya dijatuhkan hukuman mati dan sedang menunggu pelaksanaan hukum mati. Kapan waktu yang baik untuk menghapuskan hukuman mati? Waktu yang terbaik untuk menghapuskan adalah sebelum anak saya dihukum mati. Jika saya menghapuskan undang-undang itu setelah hukuman mati dilaksanakan, itu sudah terlambat. Ia sudah mati! Jika Allah ingin menghapuskan hukum Taurat, waktu yang terbaik adalah sebelum Yesus dijatuhkan hukuman mati di atas kayu salib. Maka, Yesus tidak perlu mati. Ia tidak perlu mati karena tuduhan melanggar hukum Taurat, dan Yesus tidak perlu mati demi umat manusia yang melanggar hukum Taurat. Itu sangat mudah dimengerti. Akan tetapi, apa gunanya menghapuskan hukum Taurat setelah Yesus mati? Kenyataan bahwa Yesus mati menunjukkan bahwa Allah tidak hanya tidak akan menghapuskan hukum Taurat, tetapi sebaliknya Ia menetapkan bahwa hukum Taurat tidak dapat diubah; bahwa hukum Taurat tidak dapat ditiadakan. Hukum Allah tidak dapat dibatalkan. Hukum moral Allah sentiasa tetap berlaku.
Adat istiadat dapat berlalu. Semua itu tidak terlalu penting. Apakah mobil diizinkan untuk diparkir di jalan ini atau tidak, merupakan persoalan yang kecil. Mungkin hari ini, meteran parkir ada di sebelah ini, dan karena itu, jika Anda memarkir di sebelah lain, Anda telah membuat pelanggaran. Namun, hukum-hukum seperti ini dapat berubah di kemudian hari dan Anda bisa saja memarkir di sebelah lain pada waktu itu. Persoalan-persoalan yang kecil seperti ini dapat dibandingkan dengan hukum-hukum adat istiadat. Tidak penting apakah Anda melakukannya atau tidak, karena tidak ada persoalan moral yang terlibat. Akan tetapi, apakah hukum-hukum moral mendasar sebuah negeri dapat berubah adalah persoalan yang sangat berbeda. Suatu persoalan moral yang mendasar adalah seperti, apakah sebuah negeri akan mengizinkan kejahatan dilegalisasikan, apakah yang jahat dapat menjadi yang baik dari sekarang. Saya mengulanginya sekali lagi, tidak di mana pun juga di dalam firman Tuhan, dituliskan bahwa aspek moral dari hukum Taurat telah dihapuskan.
Sebenarnya, kalau kita membaca Roma 2, kita mengerti bahwa penghakiman akan dilaksanakan berdasarkan hukum moral Allah pada hari itu. Jika hukum Allah telah dihapuskan, berdasarkan apa Allah harus menghakimi Anda? Bagaimana perbuatan-perbuatan Anda akan dihakimi? Tidak, tidak di mana pun juga di dalam Alkitab kita membaca tentang hukum Taurat dihapuskan. Hukum Allah tetap berlaku. Itulah sebabnya Yesus berkata di Matius 5:18,
Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, sampai langit dan bumi berlalu, tidak ada satu iota atau satu coretan pun yang akan hilang dari Hukum Taurat sampai semuanya digenapi.
Hukum Taurat akan semuanya terjadi. Hukum Taurat harus dipenuhi.
Manusia Tidak dapat Melakukan Hukum Taurat
Kalau begitu, apa artinya semua ini? Apakah ini berarti kita dapat menyelamatkan diri kita dengan melakukan hukum Taurat? Apakah demikian halnya, bahwa entah bagaimana kita dapat menyelamatkan diri kita dengan memenuhi tuntutan hukum Taurat? Jawaban kepada pertanyaan itu tentulah “Tidak.” Anda berkata, “Aneh! Aku pikir kamu baru saja berkata hukum Taurat itu baik!” Memang benar, hukum Taurat itu baik, tetapi tidak pernahkah Anda membaca Roma 7:14? Hukum Taurat memang baik, tetapi pokok permasalahannya terletak pada “aku”, bukan dengan hukum Taurat. Aku yang jahat! Karena saya jahat, saya tidak dapat memenuhi hukum Taurat. Itulah pokok permasalahannya. Hukum Taurat itu sangat baik. Apa salahnya kalau kita hendak memenuhi hukum Taurat? Tidak sama sekali! Kita harus mau memenuhi hukum Allah, untuk mengasihi-Nya dengan segenap keberadaan kita, untuk mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Pokok persoalannya ialah, saya tidak dapat melakukannya. Saya tidak dapat mencapainya!
Diselamatkan dengan Memenuhi Hukum Taurat: Mengasihi Oleh Roh Kudus
Apa yang dapat kita simpulkan dari ajaran Yesus? Apakah ajaran Paulus? Anda akan mendapati bahwa ajaran Paulus selalu serasi dengan ajaran Yesus dalam setiap detil. Ia tidak sedikit pun menyimpang dari ajaran Yesus. Anda telah melihat di Roma 2:13 bahwa orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. Paulus melanjutkan dengan menyatakan di Roma 13:8 bahwa oleh kasih, hukum Taurat dipenuhi. Jadi logikanya sangat jelas. Satu-satunya jalan untuk dibenarkan adalah memenuhi hukum Taurat, dan satu-satunya jalan untuk memenuhi hukum Taurat adalah mengasihi. Namun, kita tidak dapat mengasihi karena kita pada dasarnya egois. Kalau begitu, di mana kita ditinggalkan? Jawabannya: Keselamatan berasal hanya dari Allah, Dialah yang dapat memampukan kita untuk mengasihi, Dialah yang mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita. Justru itulah yang dikatakan oleh Paulus di Roma 5:5 bahwa Allah telah menyebabkan kasih-Nya dicurahkan dengan limpahnya, bukan saja beberapa tetes, tetapi dicurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita supaya kita dapat memenuhi hukum Taurat. Bukankah ini luar biasa? Bagaimana Ia melakukan hal ini? Oleh Roh Kudus! Itulah sebabnya kasih adalah buah Roh.
Perhatikan bahwa pertanyaan ahli Taurat itu maupun jawaban Yesus tidak menunjukkan bahwa kita menerima hidup yang kekal sebagai upah atau jasa. Sebagaimana kita telah lihat dari awal, ahli Taurat itu terlalu ahli dalam Firman Allah untuk melakukan kesalahan seperti itu. Ia sudah membaca kitab Yesaya. Ia tahu kita tidak dapat menerima hidup yang kekal sebagai jasa, ataupun upah. Standar Allah terlalu tinggi. Jalan-Nya bukan jalan kita. Rancangan-Nya bukan rancangan kita; jalan-Nya dan rancangan-Nya lebih tinggi daripada kita. Saya tidak dapat mencapai hal-hal ini. Hal-hal tersebut terlalu ajaib bagi saya. Bagaimana mungkin saya dapat memenuhi standar-Nya? Standar Allah terlalu tinggi bagi saya! Pertanyaan ahli Taurat itu ialah: “Bagaimana aku mewarisi?” bukan “Bagaimana aku menghasilkan?” Diskusi itu bukan tentang bagaimana kita lewat pekerjaan kita memperoleh hidup kekal! Pertanyaan ahli Taurat itu maupun jawaban Yesus tidak ada hubungannya dengan “keselamatan oleh perbuatan”.
Lalu, pertanyaan itu tentang apa? Pertanyaan itu berhubungan dengan suatu jenis kehidupan yang baru, yaitu kehidupan Allah di dalam diri Anda. Itulah intinya keselamatan. Jadi, Paulus mengajarkan hal yang sama: “Bagaimana aku dapat dibenarkan?” Saya akan dibenarkan hanya dengan melakukan hukum Taurat. Akan tetapi, apakah artinya melakukan hukum Taurat? Melakukan hukum Taurat adalah mengasihi. Namun, saya tidak dapat mengasihi, maka apa yang dapat saya lakukan? Syukur kepada Allah, jawabannya ada di dalam Kristus. Ia memberikan kepada saya Roh Kudus yang memampukan saya untuk mengasihi karena Roh Kudus mencurahkan kasih Allah ke dalam hati saya. Mari kita tetap bersama Paulus untuk beberapa waktu.
Paulus berkata di Galatia 5:6,
Sebab, dalam Yesus Kristus, bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya. Hanya iman yang bekerja melalui kasih yang ada artinya.
Apa yang mempunyai arti untuk keselamatan? Apakah hanya iman? Tidak! Hanya iman yang bekerja melalui kasih. Ini sangat menakjubkan! Hal bersunat adalah melakukan hukum Taurat. Disunatkan berarti melakukan hukum Taurat. Tidak bersunat berarti hanya mempercayai Kristus tanpa disunat sama sekali. Perhatikan, seluruh konteks pembahasan ini dalam Galatia 5:6 adalah, jika Anda ada di dalam Kristus, hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai arti, yaitu bukan iman maupun perbuatan. Ah, ini sangat menakjubkan! Kalau begitu, apa yang berarti? …. iman yang bekerja melalui kasih. Apa artinya “iman yang bekerja oleh kasih“?
Sekali lagi Paulus tidak meninggalkan kita dalam kegelapan. Ia menjelaskan dengan sepenuhnya di Galatia 6:15, dengan menggunakan kata-kata yang sama supaya kita dapat menempatkan mereka bersebelahan dan melihat apa artinya. Di Galatia 6:15, Paulus mengatakan hal yang sama seperti di Galatia 5:6, tetapi dengan satu perubahan yang penting. Di Galatia 6:15, Paulus berkata,
“Disunat atau tidak disunat apalah artinya. Yang penting adalah menjadi ciptaan baru.”
Paulus sedang berkata bahwa perbuatan maupun iman tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru. Mengapa ia mengatakan ini? Karena kasih adalah kunci kepada seluruh persoalan tentang keselamatan apakah dalam ajaran Yesus maupun dalam ajaran Paulus. Mengapa?
TANPA KASIH, IMAN DAN PERBUATAN TIDAK MEMILIKI ARTI
Sekali lagi Paulus menjelaskan hal ini dengan indah sekali kepada kita. Mari kita melihat 1 Korintus 13 dan biarlah Paulus sendiri yang menjelaskannya kepada Anda. Kita sering membacakan 1 Korintus 13 pada upacara perkawinan, tetapi mengertikah Anda apa yang sedang dibacakan? Betapa mudahnya kata-kata menjadi familier kepada kita, tetapi kita tidak mengerti artinya:
Ayat 1:
Jika aku dapat berbicara dalam bahasa-bahasa manusia dan para malaikat, tetapi tidak mempunyai kasih, aku adalah gong yang berbunyi dan canang yang gemerencing.
Saya pikir Anda tahu apa gong dan canang itu. Gong dan canang adalah alat musik yang benar-benar sangat berisik. Canang dibuat hanya dari selembar logam yang tipis, tetapi membuat kebisingan yang bukan main dahsyat. Ayat 2:
Jika aku mempunyai karunia bernubuat dan mengetahui semua rahasia dan semua pengetahuan, dan jika aku memiliki semua iman untuk memindahkan gunung-gunung, tetapi tidak mempunyai kasih, aku bukanlah apa-apa.
Paulus sendiri berkata bahwa sekalipun Anda memiliki iman yang sempurna, iman itu tidak akan menyelamatkan Anda, kecuali ia bekerja melalui kasih. Iman saja tidak dapat menyelamatkan Anda. Inilah ajaran yang alkitabiah. Paulus tidak semata berkata iman. Ia berkata iman yang bekerja melalui kasih. Itulah yang berarti bagi Kristus. Itulah sebabnya kalau Anda memiliki iman yang sempurna, tetapi tidak mempunyai kasih, Anda sama sekali tidak berarti di mata Allah. Itu berarti Anda nol, kosong sama sekali. Ayat 3:
Jika aku memberikan semua hartaku untuk memberi makan kepada orang miskin, dan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada gunanya bagiku.
Bagaimana dengan pekerjaan atau perbuatan? Kita melihat masalah yang sama dengan pekerjaan. Apa lagi yang dapat diminta dari seseorang yang telah memberikan segala sesuatu yang ada padanya dan bahkan tubuhnya sendiri? Sesudah Anda memberikan segala-sesuatu yang ada padamu, tetapi tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedah nya. Mari kita merenungkan hal ini sebentar. Kita dapat menyerahkan tubuh kita untuk dibakar karena beberapa alasan. Barangkali kita memperjuangkan tujuan tertentu atau sebuah ideal. Saya pernah tinggal di Negeri Tiongkok, saya pernah hidup di bawah pemerintahan Tentara Pembebasan Rakyat, dan juga dibawah Partai Komunis. Saya tahu itu seperti apa. Banyak orang sanggup memberikan segala sesuatu dan dibakar hidup-hidup kalau perlu, demi memperjuangkan ideologi mereka. Apakah kasih yang mendorong mereka? Tidak semestinya. Apa yang mereka lakukan tampak mulia, bersifat kepahlawanan, dan sangat indah. Saya selalu mengagumi kepahlawanan semacam ini. Namun, itu tidak semestinya didorong oleh kasih. Sebenarnya, itu bisa saja didorong oleh kebencian, kebencian terhadap musuh. Makanya, perbuatan tidak berguna dan iman juga tidak berarti dalam hubungannya dengan keselamatan.
Bagaimana kalau iman dan perbuatan digabungkan bersama? Masih tidak berguna. Mengapa? Apakah Anda pasti? Pasti ada sesuatu! Nah, jika Anda menjumlahkan nol dengan satu nol yang lain, Anda masih mendapatkan nol. Bagaimanapun juga, Anda tidak mendapat apa-apa.
Lalu, apa yang berarti? Pengajaran Alkitab jauh lebih dalam dari semua ini. Jauh lebih dalam. Apa yang berarti adalah suatu ciptaan baru. Alkitab dengan terus terang menyatakan kepada kita bahwa kita bisa mempunyai iman tanpa kasih, sebagaimana Paulus katakan di sini, tetapi Anda tidak dapat mempunyai kasih tanpa iman. Itulah sebabnya mengapa kasih itu jauh lebih dalam. Saya mengulangi sekali lagi. Anda bisa mempunyai iman tanpa kasih, seperti Paulus katakan di sini, tetapi Anda tidak bisa mempunyai kasih tanpa iman. Tidak mungkin Anda bisa mengasihi tanpa iman, tanpa Allah memungkinkan Anda untuk mengasihi. Jika Anda memahami hal ini, Anda akan mengerti mengapa di mana ada kasih, di situ ada iman. Kasih bukan sifat asli hati manusia. Kasih datang dari Allah. Kasih dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus. Ini berarti jika Anda mengasihi, Anda telah menjadi satu ciptaan yang baru. Kalau tidak, Anda tidak dapat mengasihi.
Itu, sebenarnya, adalah seluruh inti bagi Surat Yohanes yang Pertama. Anda hanya perlu membaca Surat Pertama Yohanes dan Anda akan menyadari bahwa itulah yang ingin ditekankan bahwa:
…kasih berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah. (1Yoh 4:7)
Jika Anda tidak lahir dari Allah, Anda tidak dapat mengasihi. Anda dapat mengasihi hanya jika Anda lahir dari Allah, lahir dari atas, atau lahir kembali. Itulah sebabnya mengapa Paulus berkata, “Sebab bersunat (perbuatan) atau tidak bersunat (iman) tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Atau, iman yang bekerja oleh kasih karena kasih itu berasal dari Allah. Rasul Yohanes berkata kasih itu berasal dari Allah. Kasih itu bukan berasal dari manusia; kasih itu berasal dari Allah. Oleh karena itu, iman maupun pekerjaan tidak ada gunanya kecuali iman bekerja melalui kasih karena kasih berarti Allah melakukan pekerjaan-Nya di dalam kita. Dapatkah Anda mengerti?
Pengajaran Alkitab tentang keselamatan tidak hanya sekadar berhubungan dengan apa yang Anda percaya saja. Sangat penting bahwa Anda percaya karena secara tidak langsung kasih menyatakan adanya iman. Akan tetapi, iman tidak semestinya menyatakan adanya kasih. Jadi, Anda perlu mempunyai iman, tetapi iman itu secara tersendiri, tidak berarti. Jika Anda berkata, “Baiklah, kalau begitu, iman plus perbuatan.” Iman dan perbuatan masih tidak berarti. Anda berkata, “Saya terkejut.” Ya, Anda terkejut! Karena melainkan Allah ada di situ, melainkan Roh Kudus ada di situ, Anda bisa bekerja sebanyak yang Anda suka, Anda bisa percaya sebanyak yang Anda suka, keduanya tidak akan membawa Anda ke mana-mana. Bukan apa yang Anda lakukan, atau apa yang Anda percayai yang berarti. Dengan lain kata, pengajaran Alkitab tentang keselamatan, tentang bagaimana memperoleh hidup yang kekal itu berhubungan dengan siapa diri Anda. Siapa diri Anda itulah yang berarti. Anda harus menjadi ciptaan yang baru. Ciptaan baru itu, seperti yang dikatakan rasul Paulus, diciptakan dalam gambar dan rupa Kristus. Anda harus menjadi serupa dengan Kristus karena Kristus telah menjadikan Anda seorang manusia yang baru.
Kesimpulan: Diselamatkan dengan Menjadi Manusia Baru yang Mengasihi
Di sini kita melihat jawaban Yesus yang begitu indah, mendalam dan penuh kuasa. Yesus berkata, “Kasihilah.” Mengapa? Karena Yesus tahu kasih hanya berasal dari Allah, karena itu Anda hanya dapat mengasihi apabila Anda menjadi suatu ciptaan baru. Bagaimana hal ini dapat dilakukan? Hanya melalui Kristus.
Sekarang kita dapat melihat jawaban bagi pertanyaan yang kita tanyakan dari permulaan. Yang mana jawaban yang benar? Apakah jawaban bagi pertanyaan, “Bagaimana aku mewarisi hidup yang kekal?” Apakah jawabannya, “Percayalah kepada Yesus” atau “Penuhilah tuntutan untuk mengasihi”? Bukan salah satu, tetapi keduanya. Kita tidak mungkin dapat memisahkan keduanya karena melainkan Anda percaya kepada Yesus, Anda tidak akan pernah dapat mengasihi. Melainkan Yesus masuk ke dalam kehidupan Anda dan menjadikan Anda suatu ciptaan baru, maka Anda tidak dapat mengasihi. Karena Anda tidak dapat mengasihi, Anda tidak dapat memenuhi perintah Allah. Karena Anda tidak dapat memenuhi perintah-Nya, Anda tidak dapat mewarisi hidup yang kekal.
Dengan lain kata, kita diselamatkan bukan karena Allah menghapuskan hukum Taurat, bukan karena Allah membawa kita melangkahi hukum Taurat. Bukan seperti seorang pelajar yang harus mengambil ujian, tetapi mendapatkan saudaranya yang lain untuk mengambil ujian itu untuk dia karena ia tahu ia tidak bisa lulus. Apakah ini benar? Itu curang! Tidak benar! Alkitab tidak mengajarkan bahwa Anda tidak bisa lulus ujian itu dan karena itu Yesus mengambil ujian itu untuk Anda. Itu tidak dapat diterima bahkan menurut standar manusia. Apa yang terjadi adalah Allah memberikan pada Anda kemampuan mental dan rohani untuk mengambil ujian itu dalam kekuatan-Nya, dalam anugerah-Nya, dalam pengetahuan-Nya, dalam hikmat-Nya, dalam kuasa-Nya yang disediakan-Nya bagi Anda, sebagaimana Allah sediakan bagi Yesus. Karena itulah, Anda lulus ujian itu. Itulah caranya Allah bekerja. Benar-benar menakjubkan! Tidak ada kecurangan yang terlibat. Sama seperti apabila Anda menolong saudara Anda lulus ujian, Anda tidak mengambil ujian itu untuk dia karena Anda tampak seperti saudara Anda. Saya pernah mendengar kasus seperti itu — saudara kembar yang mengambil ujian untuk saudaranya yang lain. Sebaliknya Anda, dalam usaha untuk menolong saudara Anda, berkata, “Baik, kamu telah gagal sebelumnya. Sekarang aku akan menolong kamu. Aku akan bekerja bersama kamu. Aku akan memberikan segala sesuatu yang ada padaku supaya kamu lulus ujian itu.” Tentu saja, itu bukan satu contoh yang bagus, tetapi hanya satu ilustrasi yang kecil. Allah memberikan kepada kita Roh Kudus. Ia hidup di dalam kita. Ia menyediakan kekuatan yang diperlukan dan kita sendiri yang mengambil ujian itu, dan syukur kepada Allah, kita lulus oleh anugerah-Nya. Karena itu, kita diselamatkan oleh anugerah. Kita diselamatkan bukan oleh pekerjaan atau perbuatan kita sendiri, tetapi oleh anugerah. Allah menyelamatkan kita dengan menjadikan kita orang yang baru, orang yang suka memenuhi Taurat-Nya, orang yang gembira melakukan perintah-Nya.
Mari kita membaca 1 Yohanes 5:1-4 dalam hubungannya kepada perumpamaan kita. Apakah rasul Yohanes mengatakan apa-apa tentang menghapuskan hukum Taurat? Tidak sama sekali! Sebaliknya, yang dikatakan Yohanes adalah bahwa Allah telah menaruh kasih-Nya ke dalam diri kita dengan menjadikan kita manusia-manusia baru, sehingga kita mendapati perintah-perintah-Nya sangat menyenangkan, tidak berat. Kita membaca hal ini di 1 Yohanes 5:1-4.
1 Setiap orang yang percaya bahwa Yesus adalah Kristus lahir dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi Bapa, juga mengasihi anak yang lahir dari Bapa.
2 Dengan ini, kita tahu bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu ketika kita mengasihi Allah dan menaati perintah-perintah-Nya.
3 Karena inilah kasih Allah, bahwa kita menaati perintah-perintah-Nya; dan perintah-perintah-Nya tidaklah berat.
4 Sebab, apa pun yang lahir dari Allah mengalahkan dunia; dan inilah kemenangan yang telah mengalahkan dunia: iman kita.
Jadi, kita mendapati bahwa iman dan kasih, kasih dan iman sentiasa saling berdampingan di dalam pengajaran Alkitab. Kita lahir dari Allah, karena itu kita mengasihi. Karena kita mengasihi, kita memenuhi perintah-Nya. Dan perintah-perintah-Nya tidak berat. Semua ini dilakukan melalui iman kita, suatu iman yang menyelamatkan yang didefinisikan dalam istilah kasih. Terdapat pelbagai jenis iman yang dapat dibicarakan. Akan tetapi, iman yang siap untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan, adalah iman yang menyelamatkan karena iman itu diartikan dalam istilah kasih. Saya ingin menekankan kepada Anda sekali lagi bahwa terdapat banyak jenis iman di dalam Perjanjian Baru, tetapi iman yang menyelamatkan ialah iman yang bekerja melalui kasih.
Kita mengakhiri dengan poin yang sangat penting ini. Saya mau Anda mengingat hanya satu hal jika Anda tidak dapat mengingat semua yang telah kita katakan:
Kita diselamatkan bukan hanya oleh apa yang kita percaya, bukan hanya oleh apa yang kita lakukan, tetapi oleh apa yang telah kita jadi oleh kuasa Allah dan oleh anugerah Allah.
“Karena anugerah Allah, aku adalah aku yang sekarang.” Ajaran yang ajaib tentang keselamatan di dalam Alkitab adalah: kita diselamatkan bukan saja karena kita percaya Yesus mati untuk dosa-dosa kita. Kita bisa percaya, tetapi jika kita tidak mempunyai sedikit pun kasih di dalam hati kita, percaya kita itu tidak memiliki nilai apa pun. Kita juga tidak akan diselamatkan dengan berbuat baik karena kita memang dapat melakukan semua ini tanpa kasih di dalam hati kita sama sekali. Alkitab mengajarkan bahwa kita diselamatkan tatkala kita menjadi manusia baru, apabila oleh Roh Kudus, Allah mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita. Anda diselamatkan, atau Anda mewarisi hidup yang kekal apabila Anda menjadi manusia baru yang mengasihi. Seperti orang Samaria yang murah hati itu, Anda mengasihi bahkan musuh Anda karena belas kasihan yang diberikan oleh Allah. Itulah yang diajarkan oleh Yesus di dalam Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati. Semoga Allah menolong kita untuk benar-benar mengerti Firman-Nya!