Pastor Eric Chang | Manusia Baru 3(b) |


Pembaruan: Suatu Proses yang Terus-menerus

4 Akan tetapi, ketika kemurahan dan kasih Allah, Juru Selamat kita, dinyatakan,
5  Ia menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan benar yang kita lakukan, melainkan karena belas kasih-Nya melalui pembasuhan kelahiran kembali dan pembaruan Roh Kudus,
6  yang Ia curahkan atas kita dengan melimpah melalui Kristus Yesus, Juru Selamat kita.

Hal kedua yang dibicarakan Paulus adalah “pembaruan” yang, sebagaimana sudah kita bahas, tidak boleh dikacaukan dengan “kelahiran kembali”. Kata Yunani untuk “pembaruan” adalah anakainōsis. “Ana” berarti lagi, dan “kainōsis” berarti pembaruan. Gabungan kedua kata ini memiliki arti “memperbarui lagi”. Kata ini muncul dua kali dalam Perjanjian Baru, di Titus 3.5 dan Roma 12.2 (“berubahlah oleh pembaruan budimu”).

Di ayat yang terakhir, kata “berubahlah” menggunakan present tense, menunjukkan bahwa pembaruan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Proses ini dimulai hanya sesudah terjadinya “permandian kelahiran kembali”. Kelahiran kembali adalah sesuatu yang terjadi sekali saja—Anda dilahirkan—dan berikutnya Anda masuk ke dalam proses pembaruan di mana Anda bertumbuh kepada kepenuhan Kristus (Ef 4:13-15).

Kita tidak dapat masuk ke pembaruan tanpa kelahiran kembali. Kita juga tidak dapat lahir kembali tanpa mengakhiri hidup yang lama. Apabila kita lahir kembali, kita lahir telanjang ke dalam dunia rohani, dan kita hidup sepenuhnya bergantung pada anugerah dan kemurahan Allah. Saat-demi-saat kita hidup bergantung pada anugerah dan kemurahan-Nya, bertentangan dengan ajaran yang mengatakan bahwa kita diselamatkan oleh satu tindakan anugerah yang berlangsung sekali untuk selamanya, yang jika benar, berarti bahwa kita tidak membutuhkan anugerah Allah lagi sesudah kelahiran kembali.

Apakah kita menganggap bahwa anugerah Allah hanya dibutuhkan saat kelahiran kembali, dan sesudah itu kita tidak membutuhkannya lagi dalam proses pembaruan? Ini jelas–jelas sangat menyimpang dari kebenaran. Rasul Paulus melontarkan kecaman berikut, “Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?” (Gal 3:3). Setiap tahap keselamatan (kelahiran kembali, pembaruan dan pencapaian akhir kepenuhan Kristus) semuanya berjalan atas anugerah Allah. Kita melangkah dari anugerah demi anugerah.

“Sebagai Orang tak Bermilik”

Mari kita terapkan dalam kehidupan nyata. Seandainya saya seorang mahasiswa, seluruh pandangan hidup saya berubah saat saya menjadi Kristen. Studi saya sekarang sepenuhnya berada di bawah pengaturan Tuhan. Tidak ada sertifikat, diploma atau ijazah yang menjadi milik saya; semuanya milik Tuhan, karena saya sendiri sudah menjadi milik Tuhan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh rasul Paulus,

“…kamu bukan milik kamu sendiri. Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.” (1Kor 6:19,20)

Mulai sekarang, tidak ada satu hal pun yang menjadi milik saya. Segala yang saya miliki adalah milik Tuhan, karena saya adalah milik-Nya.

Akan tetapi, kita harus memahami hal ini: Allah menghendaki perubahan di dalam, bukan sekadar tindakan luar menyerahkan sesuatu. Komitmen total bukan sekadar melepaskan pekerjaan, tetapi suatu cara yang sama sekali baru dalam berpikir. Sebagaimana yang disampaikan oleh Paulus, “Dan sekalipun aku membagi–bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.” (1Kor 13:3). Tanpa kasih, yaitu, tanpa perubahan yang terjadi di dalam, segalanya tidak berarti, tidak berguna. Semuanya terjadi di luar saja. Lagi pula ini dapat membawa ke pemahaman yang berbahaya yang menganggap keselamatan itu dapat dibeli dengan melepaskan karir, kekayaan, dan lain-lain. Ini secara bahaya mendekati ajaran tentang “keselamatan oleh perbuatan” di mana keselamatan “dibeli” dengan mengorbankan pekerjaan atau harta milik.

Allah tidak menghendaki pekerjaan dan uang kita. Yang Ia inginkan adalah hati kita. Banyak orang mungkin tertarik dengan uang kita, tetapi Tuhan menginginkan hati kita. Kalau kita belum menyerahkan segenap hati kita, Ia tidak menghendaki satu rupiah pun dari kita, jangankan mobil kita atau rumah kita. Yang utama harus diutamakan. Hanya setelah hati sudah benar di hadapan Allah baru kita dapat berbicara tentang hal–hal sekunder seperti pekerjaan dan harta milik.

Jika kita benar–benar telah dilahirkan kembali, kita tidak akan menganggap apa-apa pun sebagai milik kita. Sama seperti orang-orang Kristen pertama, sebagaimana tercatat,

“dan tak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri” (Kis 4:32)

Kita tidak lagi menempatkan Allah di luar rencana kita, dan berkata, “Aku akan melakukan ini atau itu. Aku akan kuliah dan kemudian mendapatkan pekerjaan.” Kita sekarang hidup di bawah pemerintahan Kristus, dalam ketaatan total pada Bapa kita.

Dengan cara hidup seperti ini kita akan mengerti apa yang dimaksudkan Paulus ketika ia berkata,

“Sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu.” (2Kor 6:10)

Memiliki segala sesuatu! Walaupun kita sudah melepaskan segalanya, tetapi kita akan mendapati bahwa di dalam Kristus segala yang kita butuhkan, secara jasmani maupun rohani, dipenuhi oleh Bapa kita. Apakah kita mengira kita sudah melepaskan banyak demi Tuhan? Kalau begitu perhatikan pernyataan yang mengejutkan ini,

“Sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya kamu punya. Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah” (1Kor 3:21-23)!

Kata Kerja Anakainizo and Anakainoo

Hanya sesudah kita benar–benar dilahirkan kembali baru kita dapat berbicara tentang tahap yang berikut: pembaruan. Pembaruan juga harus terjadi di dalam, bukan sekadar tampilan di luar saja. Saat Alkitab berbicara tentang pembaruan budi, itu menunjuk kepada segenap cara kita berpikir.

Berkaitan dengan “pembaruan” (contohnya “pembaruan budi,” Roma 12.2) ada dua kata kerja lain yang muncul tiga kali dalam Perjanjian Baru. Ketiga kemunculan itu memberi kita suatu gambaran jelas tentang apa yang dimaksudkan oleh Alkitab dengan “pembaruan”, sehingga kita tidak perlu menduga–duga.

Kata kerja anakainizō, “dibarui”, muncul di Ibrani 6.6. Mari kita baca ayat yang cukup terkenal, tetapi mengerikan ini, mulai dari ayat ke-4:

“Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia surgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia–karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibarui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinanya di muka umum.”

Kutipan ini berbicara tentang kemurtadan. Kata Yunani (parapiptō) yang diterjemahkan sebagai “murtad” di ayat ini dijelaskan di kamus standar Yunani-Inggris karya Bauer, Arndt dan Gingrich sebagai “gagal untuk meneruskan komitmen, meninggalkan, murtad”. Murtad bukan sekadar melakukan suatu dosa yang serius, tetapi suatu tindakan sengaja meninggalkan Allah sesudah menyatakan komitmen kepada-Nya. Jika seseorang murtad, adalah mustahil untuk memperbaruinya. Tidak ada kesempatan kedua. Tak ada lagi yang dapat dilakukan untuknya.

Jika Anda menyatakan komitmen, ingatlah bahwa berbahaya sekali menyatakan komitmen total kalau Anda sebenarnya tidak bermaksud demikian. Karena Tuhan, Allah yang hidup, akan menuntut komitmen total dari Anda, karena kita akan  dihakimi menurut ucapan kita (Mat 12:37; Luk 19:22). Jika Anda menyatakan diri berkomitmen total, Tuhan akan berkata, “Aku menerima perkataanmu dan akan menuntut pelaksanaannya darimu.”

Kata kerja yang berhubungan, anakainoō , digunakan dua kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini muncul di 2Korintus 4.6 dalam konteks penganiayaan:

“Meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibarui dari sehari ke sehari.”

Di sini Paulus berbicara tentang dibarui setiap hari. Adalah penting untuk mengerti dengan jelas bahwa pembaruan merupakan suatu proses; kelahiran kembali adalah peristiwa yang berlangsung hanya sekali saja. Sesudah dilahirkan kembali, kita masuk ke dalam proses pembaruan yang berkelanjutan. Jika kita mencoba meloncati kelahiran kembali dan melompat ke dalam pembaruan, kita akan terjebak dalam peperangan antara yang lama dan yang baru. Cukup banyak orang yang meloncati tahap kelahiran kembali, dan secara keliru mengira bahwa upaya mereka untuk memperbarui dirinya adalah bukti bahwa mereka telah menjadi manusia baru.

Jika kita mencoba memperbarui diri kita dengan kekuatan diri (sekalipun dengan ketulusan dan doa), kita sedang mencoba untuk mengubah diri dan pikiran kita tanpa mengalami kelahiran kembali. Ini akan membawa kita pada banyak kesulitan. Sayang sekali, banyak pengajar dan penginjil yang tidak pernah menerima ajaran yang jelas tentang kelahiran kembali dan pembaruan di dalam Firman Tuhan; dan sebagai akibatnya, banyak orang menjadi Kristen tidak mengalami kelahiran kembali dan karenanya tidak dapat bertumbuh di dalam kehidupan Kekristenan. Menjadi manusia baru di dalam Kristus bukan sekadar masalah kepercayaan atau perubahan moral; ini masalah transformasi melalui kuasa Roh Allah.

Mungkin kita berusaha untuk menjadi orang yang baik, rajin belajar Alkitab, memberikan persembahan, berbuat baik, atau bahkan mencari petunjuk Tuhan—namun semua itu dapat dilakukan tanpa mengalami kelahiran kembali. Banyak orang Kristen bingung dalam membedakan perbuatan–perbuatan agamawi tersebut dengan memiliki hidup baru, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka sudah dilahirkan kembali. Ini adalah jebakan yang menyebabkan banyak orang Kristen jatuh tanpa menyadarinya.


Tanpa Kelahiran Kembali, Kita tidak dapat Mengetahui Kehendak Allah

Mungkin Anda akan berkata, “Saya sedang mencari kehendak Tuhan bagi hidup saya. Jadi, apakah saya harus menikah dengan pria yang tampan dan menawan ini atau tidak? Lihat, saya sudah menanyakan kehendak Tuhan. Keputusan saya memang dilandasi oleh keinginan untuk menikah (oh, betapa tampannya si pria itu!), tetapi setidaknya saya sudah menanyakan kepada Tuhan apakah saya boleh menikah dengannya atau tidak.”

Namun, apakah Anda mendapatkan suatu jawaban? Anda tidak mendengar Tuhan berkata “tidak”, maka Anda menyimpulkan bahwa Dia setuju. Persoalannya adalah, tanpa kelahiran kembali, Anda tidak dapat mengetahui pikiran Tuhan. Semua ini semata-mata tebak–tebakan. Akhirnya Anda menjadi begitu putus asa untuk mendapatkan tuntunan, sehingga Anda membuka sembarang halaman Alkitab dan menunjuk secara acak, berharap dengan demikian Anda dapat menemukan kehendak Allah.

Firman Allah tentu saja sangat penting sebagai petunjuk, tetapi kita tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya di sana kalau kita melompati langkah pertamanya, kelahiran kembali. Akankah Tuhan berbicara kepada kita kalau telinga kita tertutup oleh dosa dan keegoisan? Atau sementara kita masih dengan keras kepala mencoba menambalkan kain yang baru pada baju yang lama (cara hidup kita yang lama)? Atau menuangkan anggur baru (hidup baru dalam Kristus) ke dalam kantong tua? Kantong itu akan meledak apabila anggurnya mengembang. Dalam keputus-asaan (dan kecerdikan?) orang lalu berusaha mencari jalan keluar: isi kantong separuh saja, agar masih tersisa ruang untuk anggur itu mengembang! Terjebak di tengah antara yang lama dengan yang baru, orang masih saja berusaha untuk membuat kompromi dan menghindari komitmen total terhadap Allah.

Ada banyak cara untuk menipu diri sendiri, tetapi kita tidak akan pernah dapat menipu Allah, sebab Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan (Gal 6:7). Kita akan menuai apa yang kita tabur. Jika kita menabur dalam daging, kita akan menuai kebinasaan dari daging. Ini adalah hukum kehidupan yang tak dapat dihindarkan, secara jasmani maupun rohani.

Janganlah membayangkan bahwa karena tahap yang kedua—pembaruan—adalah sebuah proses, maka tahap yang pertama termasuk di dalamnya. Kedua hal ini berbeda. Maka, janganlah melompati tahap yang pertama—kelahiran kembali—dan mengira bahwa usaha kita dalam memperbarui diri menyatakan bahwa kita sudah dilahirkan kembali. Janganlah melakukan kesalahan besar ini, karena kita akan membayar harga yang sangat mahal berupa kepedihan, tekanan batin, kemunafikan, dan akhirnya penghakiman.

Ada juga yang, sebagai contoh, memiliki pengalaman berbahasa lidah dan, akibatnya, percaya bahwa ini merupakan bukti bahwa mereka sudah dilahirkan kembali. Yang benar adalah, mereka yang sudah dilahirkan kembali ada yang menerima karunia untuk berbahasa lidah. Akan tetapi, kebalikannya tidak semestinya benar, yaitu tidak semua orang yang berbahasa lidah sudah dilahirkan kembali. Khususnya di akhir zaman ini, penting untuk kita menyadari kenyataan bahwa tidak semua bahasa lidah berasal dari Allah. Kegagalan untuk memahami hal yang penting ini telah membawa banyak orang tertipu atau (lebih parah lagi) menipu diri sendiri.

Apakah kita sudah benar–benar dilahirkan kembali? Apakah kuasa transformasi Allah sudah masuk ke dalam diri kita? Kalau seseorang tidak mengucapkan selamat tinggal kepada segala miliknya, ia tidak dapat menjadi murid Yesus (Luk 14:33). Ini tidak berarti Yesus tidak menginginkan kita menjadi muridnya. Kenyataannya adalah, kita tak sanggup (“dapat”) menjadi muridnya. Ia mungkin ingin menerima kita, tetapi tidak dapat karena kita tak akan dapat bertahan sebagai muridnya selama kita belum melepaskan kehidupan beserta dengan cara pikir dan ego kita yang lama.


Pembaruan di Kolose dan Efesus

Bagian lain dalam Alkitab yang memuat kata anakainoō  (memperbarui) adalah Kolose 3.10. Di sini sekali lagi kita melihat berlalunya yang lama dan datangnya yang baru. Membaca dari ayat 9,

“Karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbarui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.”

Mari kita perhatikan, di sini dinyatakan bahwa yang diperbarui adalah “manusia baru”, manusia baru di dalam Kristus. Manusia lama tak dapat diperbarui, yang lama “ditanggalkan”. Dalam bahasa Yunani, “diperbarui” menggunakan bentuk present participle, yang menandakan suatu proses berkelanjutan yang berawal dari kelahiran kembali.

Kata yang berkaitan, ananeoō, muncul hanya sekali dalam Perjanjian Baru:

“…harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibarui di dalam roh dan pikiranmu” (Ef 4:22,23)

Sekali lagi kata “dibarui” di sini menggunakan bentuk present tense (proses yang berkelanjutan), sementara kata “menanggalkan” menggunakan bentuk aorist (suatu tindakan tegas sekali untuk selamanya). Dalam proses pembaruan, Allah menyebabkan kita untuk bertumbuh sampai kepada keserupaan dengan gambar-Nya.


Sudahkah Anda Benar-benar Dilahirkan Kembali?

Sebagai ikhtisar, adalah teramat penting demi kehidupan kekal di dalam Kristus, untuk mengetahui apakah Anda sudah dilahirkan kembali atau belum. Jika kehidupan Kristen Anda ditandai oleh pertentangan batin yang berlanjutan, kekalahan rohani terus menerus, dan kejatuhan demi kejatuhan di dalam daging ketimbang pertumbuhan yang berkemenangan, besar kemungkinan Anda belum dilahirkan kembali, Anda belum menjadi manusia yang baru di dalam Kristus.

Anda telah melompati kelahiran kembali, dan langsung masuk dalam pembaruan. Anda menambal baju lama dengan kain baru, hanya untuk mendapati bahwa baju lama tersebut kemudian robek apabila kain baru itu menyusut. Kita perlu memeriksa keadaan rohani kita jika kita ingin mengalami kehidupan Kristen yang berkemenangan. Pembaruan bukanlah pengalaman yang suram, tetapi merupakan proses pertumbuhan yang penuh sukacita dalam kekuatan Tuhan.

Pada masa muda, saya sangat membanggakan kekuatan fisik saya. Menjadi dewasa memang ada kesulitannya, tetapi saya tetap merasa bagus. Sejalan dengan peningkatan kekuatan jasmani, kita akan mendapati diri kita mampu melakukan lebih banyak hal, dan mendapatkan lebih banyak kepuasan. Itulah ciri kehidupan rohani yang seharusnya dimiliki oleh orang Kristen. Bukankah kita ingin melihat gereja dipenuhi oleh orang-orang Kristen yang mendapati kehidupan Kristen itu menyenangkan? Sudahkah kita mengalami apa yang Yesus sebutkan sebagai “hidup yang berkelimpahan“?

Jika hidup yang berkelimpahan tidak menjadi kenyataan bagi kita, kita akan membuat diri sendiri dan orang lain menjadi sengsara. Apakah kita menjadi beban bagi orang lain, atau menjadi inspirasi bagi mereka? Beberapa orang Kristen benar–benar menjadi beban bagi orang lain, sementara yang lain pula amat menyegarkan. Ada beberapa orang, kenangan tentang mereka saja cukup untuk membuat Anda merasa lebih baik. Ada juga yang menyegarkan Anda semata-mata dengan kehadiran mereka. Namun, bukankah ada beberapa orang yang menjadi beban kepada orang lain? Semoga Tuhan melindungi kita dari menjadi salah satu dari mereka.

Seharusnya sudah jelas sekarang bahwa orang yang belum dilahirkan kembali menempatkan diri sendiri sebagai pusat kepentingan, sementara yang benar–benar sudah dilahirkan kembali menempatkan Kristus sebagai pusat kepentingan. Ini berarti kita dapat memastikan apakah kita sudah dilahirkan kembali atau belum dengan memperhatikan apa, atau siapa, yang menjadi pusat dalam setiap tindakan atau pikiran kita. Jika hati dan pikiran kita terpusat pada Kristus, bukan pada diri sendiri, kita tahu bahwa kita sudah menerima hidup yang baru di dalam Kristus dan menjadi manusia baru di dalam Dia.

Semoga Allah dalam anugerah-Nya yang melimpah, menganugerahi kita untuk dapat sepenuhnya mengalami kenyataan dan kuasa-Nya dalam hidup kita melalui permandian kelahiran kembali dan pembaruan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.

 

Berikan Komentar Anda: