Pastor Eric Chang | Matius 21:33-46 |

Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur ada di dalam Matius 21:33-46

Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi merekapun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?

Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.”

Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”

Ketika imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mendengar perumpamaan-perumpamaan Yesus, mereka mengerti, bahwa merekalah yang dimaksudkan-Nya. Dan mereka berusaha untuk menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak itu menganggap Dia nabi

Apa yang menjadi inti dari perumpamaan ini? Pertama-tama, Yesus menceritakan perumpamaan ini, (ayat 45), kepada para pemimpin agama di Israel. Para pemimpin agama dan orang-orang Farisi tahu bahwa Yesus berbicara tentang mereka. Lalu bagaimana kita memahami perumpamaan ini? Ide kuncinya terdapat dalam satu kata yang selalu muncul di dalam Perjanjian Baru yaitu kata ‘buah’. Sebelum kita bahas tentang hal itu, mari kita pastikan dulu apa maknanya kebun anggur ini. Dengan membandingkan kedua bagian di dalam Firman ini kita akan sampai pada jawabannya. Bagian yang pertama ada di dalam ayat 40-41, Yesus berkata, “Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Orang-orang menjawab, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Lalu di ayat 43 Yesus berkata, “Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.” Dengan membandingkan kedua bagian tersebut, kita dapat melihat bahwa kebun anggur ini mewakili Kerajaan Allah. Dan kerajaan itu dicabut dari orang-orang yang tidak menghasilkan buah dan diberikan kepada mereka yang akan menghasilkan buah.

Tujuan seseorang menanam anggur tentunya untuk mendapatkan buah anggur itu. Kita menghendaki buah sebagai hasil dari investasi kita. Jadi kita dapat mengartikan bahwa alasan Allah mendirikan kerajaan-Nya adalah untuk mendapatkan buah rohani. Tahukah kita bahwa jika kita berada di dalam kerajaan Allah, maka Ia berharap agar kita menghasilkan buah bagi-Nya? Dan dapatkah kita memahami bahwa jika kita berada di dalam kerajaan Allah, maka kita sedang berada dalam posisi yang sama dengan para penggarap kebun anggur itu? Keberadaan para penggarap di kebun anggur adalah untuk merawat kebun agar kebun itu menghasilkan buah sesuai dengan harapan Allah. Allah mempercayakan kerajaan-Nya ke dalam pengelolaan kita supaya kita menghasilkan buah sesuai dengan harapan-Nya. Inilah konsep dari keselamatan yang, seringkali, ternyata justru terasa asing bagi kita. Pandangan kita tentang keselamatan adalah bahwa Allah mendirikan kerajaan-Nya supaya kita bisa masuk dan menikmati buahnya, bersenang-senang dan berangkat ke surga. Itu bukanlah konsep keselamatan dalam Alkitab. Konsep yang benar adalah kita diselamatkan oleh kuasa Allah supaya bisa menghasilkan buah.


Hukum Kepemilikan di masa Perjanjian Baru

Di bagian awal perumpamaan ini, kita melihat bahwa si pemilik tanahlah yang membuka kebun anggur dan menanam pagar pelindung kebun itu. Ia juga menggali lubang pemerasan anggur karena hasil panen akan diperas menjadi minuman. Minuman anggur adalah lambang sukacita. Minuman anggur bukan hanya akan membawa sukacita bagi mereka yang berada di kebun anggur itu, tetapi minuman ini juga memberi sukacita bagi orang-orang lain. Akan tetapi justru dalam hal inilah gereja telah gagal. Juga dibangunkan menara jaga untuk menjadi peneduh bagi orang-orang yang bekerja di sana. Mereka perlu dilindungi dari teriknya sinar matahari. Menara jaga ini juga berfungsi sebagai pos penjagaan agar pencuri atau hewan-hewan perusak yang akan merusakkan kebun tidak masuk. Jadi menara jaga itu berfungsi sebagai peneduh sekaligus sebagai pos penjagaan.

Kebun anggur ini telah direncana dan ditata dengan cermat. Persiapan yang sangat baik telah dibuat agar ia mampu menghasilkan buah yang sesuai dengan harapan. Jadi jika buah yang dihasilkan ternyata kurang, maka kesalahan tidak terletak pada si pemilik tanah. Ia tidak dapat dituduh sebagai gagal mempersiapkan kebunnya untuk dapat menghasilkan buah yang banyak. Ia juga tidak dapat dikatakan tidak menyediakan sarana penjagaan yang baik, bahwa ia tidak mendirikan pagar pengaman sehingga kebunnya mudah rusak. Kita juga tidak bisa menuduhnya tidak menyiapkan lubang pemerasan sehingga anggur yang dipanen tidak sempat diolah. Juga tidak bisa dikatakan bahwa ia belum mendirikan menara jaga sehingga para pekerja tidak memiliki tempat berteduh dari terik matahari dan tempat untuk mengawasi kebun. Kita tidak bisa menuduhnya lalai karena tidak mempunyai pos jaga untuk memastikan kebun anggur aman dari pencuri. Dari ayat yang pertama ini, kita melihat bahwa jika para penggarap itu tidak menghasilkan buah, maka itu bukan kesalahan dari si pemilik kebun karena kebun itu sudah dirancang dan dipersiapkan dengan sempurna.

Ayat selanjutnya dari perumpamaan ini memberitahu kita bahwa setelah membuat persiapan dan perencanaan yang sempurna, maka si pemilik kebun berhak untuk mengharapkan hasil buah pada musim panen. Ketika musim anggur tiba, ia mengirim hamba-hambanya, perwakilannya, untuk bagian buah yang menjadi haknya. Namun para hamba ini bukan saja tidak menerima buah, mereka bahkan dipukuli dan ada yang dibunuh. Para penggarap itu begitu memusuhi si pemilik tanah.

Saya tidak akan membahas secara terperinci persoalan hukum dalam perumpamaan ini. Profesor Duncan M. Derrett membahas latar belakang hukum bagi perumpamaan ini di dalam bukunya, Law in The New Testament (Hukum dalam Perjanjian Baru.). Bagi Anda yang tertarik, Anda dapat mengacu ke buku Profesor Derrett. Buku itu memberi kita gambaran tentang posisi hukum para penggarap dan si pemilik tanah.

Di jaman itu, di Galilea, ada banyak tuan tanah di Israel. Mereka adalah para tuan tanah ‘absentee’ (yang tidak ada di tempat). Tanah milik mereka menyediakan pekerjaan bagi penduduk setempat dan memberi keuntungan buat mereka. Menurut aturan hukum, seorang pemilik tanah harus mengirim utusannya setiap tahun untuk mengambil bagian panen dari para penggarap. Berdasarkan hukum Yahudi, jika seorang tuan tanah tidak mengambil bagian hasil panennya selama tiga tahun berturut-turut, maka ia akan kehilangan haknya atas bagian panen dari kebun anggur tersebut. Ia harus menegakkan hak kepemilikannya atas tanah tersebut dengan cara mengirim hambanya setiap tahun.

Sikap para penggarap ini sangat jelas. Mereka ingin menggulingkan si pemilik tanah dan mengambil alih kepemilikan atas kebun anggur tersebut. Inilah alasan mereka membunuh para hamba yang dikirim dan juga anak si pemilik tanah itu. Si anak pemilik tanah ini diutus sebagai pilihan terakhir. Hal ini mudah dipahami dari segi hukum. Setelah tahun yang keempat, jika buah hasil panen tidak juga diberikan, maka si pemilik tanah harus mengambil langkah hukum. Ia harus mengirim utusan yang memiliki kuasa untuk bertindak. Seorang hamba atau budak tidak memiliki kewenangan hukum untuk bertindak. Akan tetapi seorang anak, sebagai pewaris kebun anggur itu, memiliki kewenangan hukum untuk bertindak atas nama ayahnya dalam pengadilan.

Ini adalah latar belakang yuridis yang tidak dibahas oleh Matius dan rekan-rekan sejamannya karena mereka memusatkan perhatian pada pesan rohaninya ketimbang pada masalah perincian hukumnya. Karena kita tidak memahami aspek hukumnya maka kita sulit memahami mengapa para penggarap itu bertindak demikian dan mengapa pula si pemilik kebun bertindak seperti itu. Sebagai contoh, tampaknya aneh si pemilik kebun mengambil resiko dengan mengirimkan anaknya padahal para hamba yang diutusnya sudah dibunuh. Tetapi si pemilik kebun tidak memiliki pilihan lain karena hanya putranya yang bisa bertindak secara hukum mewakili dirinya. Inilah alasan mengapa si pemilik kebun beranggapan bahwa para penggarap itu akan menghormati anaknya karena ia memiliki kuasa untuk mengambil tindakan hukum terhadap mereka.

Di lain pihak, para penggarap itu berusaha untuk memanfaatkan aturan hukum demi keuntungan mereka. Sebagai contoh, mereka dapat saja mengklaim bahwa kebun anggur itu tidak subur, dan dengan begitu mereka tidak dapat menghasilkan panen yang bisa dibagi dengan si pemilik kebun. Dengan berbuat demikian mereka dapat membalikkan tuduhan kepada si pemilik kebun, dengan berkata bahwa ia telah menyediakan kebun anggur yang tidak subur, yang telah mengakibatkan mereka menjadi bangkrut. Sebenarnya, si pemilik kebun justru bisa terkena kewajiban harus membayar para penggarap karena telah menyediakan kebun anggur yang ditanami dengan bibit yang jelek, dan yang tidak disiapkan dengan layak sehingga membuat mereka gagal menghasilkan panen yang baik. Jika selama tiga tahun berturut-turut para penggarap bisa membuktikan hal ini, mereka berpeluang untuk mengambil alih kebun tersebut. Lebih jauh lagi, saat mereka membunuh pewaris kebun anggur itu, mereka bisa berkilah, di depan hakim, bahwa itu dilakukan untuk membela diri. Jika, sebagai contoh, mereka berkata bahwa si anak datang dengan sekumpulan orang untuk mengusir mereka secara paksa dari kebun itu tanpa melewati prosedur hukum yang benar, maka mereka dapat mengklaim bahwa tindakan mereka adalah demi membela diri dan di dalam kerusuhan tersebut si anak menemui ajalnya. Dengan begitu, sudah sewajarnya jika pengadilan mengalihkan kepemilikan kebun itu kepada mereka. Dengan sedikit pemahaman hukum ini sebagai latar belakangnya, kita bisa melihat bahwa perumpamaan ini merupakan situasi yang bisa terjadi dalam dunia nyata. Yesus memakai situasi yang nyata untuk menarik pelajaran rohani dari sana.

Dalam mengamati perumpamaan ini, orang yang terbiasa mempelajari Perjanjian Lama akan melihat adanya suatu kesejajaran dengan Yesaya pasal 5, terutamanya di ayat-ayat 1-2. Malahan, kata-kata dalam bahasa Yunani dari Yesaya 5:1-2 juga digunakan di dalam perumpamaan ini. Ini berarti kita bisa mempelajari perumpamaan ini tanpa harus menebak apa maknanya. Di dalam Yesaya pasal 5, kebun anggur itu adalah Israel. Di dalam Matius 21:45, bangsa Israel, khususnya para pemimpin umat, digambarkan sebagai penggarap kebun anggur itu. Jadi, kesejajarannya terlihat jelas. Kerajaan Allah atau kebun anggur itu, pada awalnya dipercayakan kepada bangsa Israel. Allah ingin mendapatkan buah rohani dari bangsa Israel, jadi Ia mengutus hamba-hamba-Nya. Para hamba ini adalah para nabi yang telah Allah utus sejak berabad-abad ke tengah-tengah bangsa Israel. Berkali-kali Ia mengirimkan para hamba-Nya untuk mengingatkan umat Israel tentang kewajiban mereka pada Allah. Kita lihat dari dalam Alkitab bahwa para nabi secara konstan meminta umat Israel menghasilkan buah rohani, mengingatkan orang Israel bahwa mereka adalah umat Allah, bahwa mereka berada di dalam kebun anggur Allah dan harus menghasilkan buah yang sesuai dengan yang diharapkan oleh Allah.

Apa yang dilakukan oleh orang Israel terhadap para nabi? Awalnya mereka hanya mengabaikan mereka dan menyuruh para nabi untuk pergi dengan tangan hampa. Akhirnya, mereka sampai pada sikap menghina dan mengasari para nabi. Sebagai contoh, nabi Yeremia mereka buang ke dalam sebuah sumur, ia hampir saja mati di sana jika tidak ditolong oleh seorang sahabat pada saat-saat terakhir. Orang-orang Yahudi terus saja menyiksanya. Beberapa nabi bahkan dibunuh. Jadi kita bisa melihat bahwa, berkali-kali, ketika Allah mencari buah dari umat-Nya – bukan dari orang-orang yang tidak percaya, tetapi dari umat-Nya sendiri – yang Ia dapatkan hanyalah penolakan.

Bagian terakhir dari ayat 33 menyebutkan bahwa ketika si pemilik tanah selesai menanami kebun anggurnya, ia lalu pergi ke negeri lain. Tentu saja kita tidak bisa menyimpulkan bahwa Allah lalu pergi ke negeri lain. Sangat tidak masuk akal. Namun pernyataan tersebut sebenarnya dapat dipahami dengan mudah jika kita bandingkan dengan bagian lain dari pengajaran Yesus. Kerajaan Allah telah dipercayakan kepada umat-Nya sehingga jika Ia hadir langsung – jika si pemilik kebun berada di tempat – maka Ia harus bertanggungjawab penuh atas pengelolaan kebun anggur itu. Namun dengan berangkat ke tempat lain, ini berarti bahwa Ia telah mempercayakan kesejahteraan kerajaan-Nya sepenuhnya kepada umat-Nya di jaman ini.

Dari sini kita melihat di masa Perjanjian Lama kerajaan Allah telah dipercayakan sepenuhnya ke dalam pengelolaan orang Yahudi Mereka bertanggungjawab penuh atas kerajaan-Nya. Sekarang ini, hal yang sama juga berlaku bagi orang Kristen. Sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kerajaan itu, maka kita harus bertindak dengan penuh tanggung jawab. Kita tidak bisa mengalihkan tanggungjawab itu kepada orang lain karena Allah telah meletakkan kerajaan itu ke dalam pengelolaan kita. Ia telah mengalihkan kerajaan itu dari orang-orang Yahudi, seperti yang kita lihat dalam perumpamaan ini, dan meletakkannya ke dalam pengelolaan Gereja.


Gagal menyatakan kemuliaan Allah

Jika saya amati kinerja dari Gereja, saya mendapati bahwa bukan saja kita ini tidak lebih baik daripada orang-orang Yahudi, namun saya khawatir kita ternyata lebih buruk dari mereka. Apakah kita sudah memberikan kepada Allah buah yang Ia inginkan? Buah macam apa yang dihasilkan oleh Gereja sekarang ini? Adakah Gereja yang sudah memuliakan Allah dengan kemurnian, kekudusan dan kasih sehingga orang-orang dunia dapat melihatnya dan berkata dengan kagum, “Kita sudah melihat terang Allah bersinar dari Gereja”?

Hati saya terasa sangat berat saat merenungkan hal ini. Kita telah gagal dalam hal memberikan kepada Allah buah yang menjadi hak-Nya. Sama seperti para penggarap itu, sama seperti orang-orang Yahudi itu, kita hanya mencari keuntungan saja dari kerajaan Allah. Kita menghendaki pagar pelindung-Nya untuk melindungi kita dari dunia ini. Kita menghendaki pemerasan anggur yang menghasilkan sukacita. Kita ingin meminum semua anggur itu sendiri tanpa mau membaginya dengan siapapun; bahkan dengan Allah juga! Sama seperti para penggarap itu, kita memanfaatkan semua yang telah disediakan oleh-Nya bagi kita – menara jaga, pagar pengaman, pemerasan anggur, dan bahkan minuman anggurnya – demi keuntungan dan kesenangan kita sendiri. Kita telah merendahkan Kekristenan ke tingkat yang menyedihkan!

Karena Allah telah memercayakan kerajaan-Nya ke dalam pengelolaan kita, maka Ia akan meminta pertanggungjawaban dari kita, para penggarap kebun anggur-Nya. Ia akan menuntut pertanggungjawaban dari setiap dari kita. Saya mungkin harus memberi pertanggungjawaban yang lebih besar karena saya menggembalakan sekumpulan domba-Nya dan dengan begitu pertanggungjawaban saya lebih berat. Akan tetapi semua penggarap memiliki tanggungjawab, bukan hanya orang-orang yang telah dipercaya untuk menggembalakan saja. Jadi kita semua harus bersiap-siap, seperti yang telah dikatakan oleh para nabi Perjanjian Lama, “Bersiaplah untuk menghadapi Allahmu.” Kita harus bersiap-siap untuk memberikan pertanggungjawaban tentang segala sesuatu yang telah kita kerjakan. Apakah kita telah menghasilkan buah? Jika tidak, pertimbangkan baik-baik akibat yang ditanggung oleh mereka yang tidak berbuah. Kerajaan ini telah dipercayakan kepada para penggarap sampai si pemilik datang kembali, seperti yang kita lihat dari ayat 40. Kita telah dipercayakan segala kemakmuran kerajaan Allah hingga Ia datang kembali untuk menghakimi nanti. Beranikah kita bermalas-malasan saat berhadapan dengan tanggungjawab seperti ini?

Matius 21:34 berkata, “Ketika hampir tiba musim petik,…” Nah, ada satu lagi persoalan teknis hukum di sini yang perlu kita pahami berdasarkan Imamat 19:23-24. Di sini kita melihat aturan mengenai pemeliharaan pohon buah-buahan dan penanaman kebun anggur. Hukum ini, yang juga disebutkan di dalam Mishnah (Kitab Hukum orang Yahudi), menyatakan bahwa kebun anggur masih belum produktif sampai tahun yang kelima. Membutuhkan waktu bagi kebun anggur untuk bisa menghasilkan buah. Si pemilik tidak bisa berharap banyak dari kebun anggurnya sampai dengan tahun yang kelima.

Akan tetapi di dalam kebun tersebut juga ditanam berbagai macam tanaman selain tanaman anggur. Setiap orang yang mengerti masalah pertanian tahu bahwa sebuah lahan tidak akan ditanami dengan satu macam tanaman saja. Sering kali, Anda akan menikmati hasil yang lebih baik dengan menanam secara tumpang sari. Timun, labu, melon dan buah-buahan yang lain sering ditanam secara tumpang sari di dalam kebun anggur orang Yahudi. Walaupun si pemilik kebun tidak bisa mengharapkan hasil panen anggur sampai dengan tahun yang kelima, tetapi buat empat tahun yang pertama ia masih bisa mengharapkan hasil dari tanaman yang lain di dalam kebun anggur itu. Dengan demikian, ia mengharapkan hasil dari kebun anggurnya sejak musim panen yang pertama.

Ada lagi poin hukum lain yang perlu kita lihat. Berdasarkan aturan orang Yahudi, selama empat tahun yang pertama, si pemilik kebun hanya boleh menerima sepersepuluh dari hasil kebunnya. Hal ini adalah supaya beban ekonomi para penggarap tidak terlalu berat. Memasuki tahun kelima, ia boleh menerima separuh dari hasil kebun karena kebun itu sudah dapat beroperasi dengan kapasitas penuhnya.

Pelajaran rohani dari pengaturan ini sangat jelas. Jika Anda masih seorang Kristen yang masih sangat baru, di sekitar empat tahun pertama kehidupan Kristen Anda, Tuhan tidak menuntut banyak dari Anda. Ia akan lebih sabar dan berpengertian dalam menangani Anda. Namun sejalan dengan kehidupan kekristenan Anda, Ia akan menuntut hal yang lebih besar dari Anda. Dari analogi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa setelah tahun kelima, Ia akan menuntut banyak dari Anda – dari hanya sepersepuluh, melonjak jadi separuh bagian.

Seorang Kristen yang baru percaya adalah seperti bayi rohani. Tak ada orang yang berharap banyak dari bayi. Jika ia masih belum bisa menyebut, “Ayah” atau “Ibu”, kita tidak akan berkata, “Bodoh sekali!” Anda tidak akan berkata seperti itu pada seorang bayi karena Anda tahu memang belum saatnya ia bisa berbicara. Akan tetapi pada saat ia sudah berusia lima tahun, Anda akan berharap bahwa anak tersebut sudah memiliki perilaku yang lebih terdidik. Jika ia masih saja menumpahkan susunya sembarangan, Anda akan menjadi tidak sabar terhadapnya. Saat ia masih bayi, dan menumpahkan susu dan makanannya di lantai, Anda masih bisa tersenyum. Bagaimanapun juga, dia masih bayi. Akan tetapi jika ia sudah berusaia lima tahun, dan masih melakukan hal-hal seperti itu, Anda tidak akan begitu sabar menghadapinya.

Kita bisa melihat keindahan perumpamaan ini. Saat Anda masih seorang Kristen yang baru, Tuhan memperlakukan Anda dengan sabar dan lembut. Jelas Dia tetap mengharapkan buah dari Anda, namun jika Anda gagal, Ia akan dengan lebih sabar menangani Anda. Sejalan dengan pertumbuhan Anda, standar yang diharapkan-Nya dari Anda menjadi semakin tinggi. Saat Anda mencapai tingkatan orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk pelayanan full-time, Tuhan menuntut standar kesempurnaan yang sangat tinggi. Saat Anda menjadi hamba Tuhan, mungkin sebagai pendeta, standar yang dituntut menjadi semakin tinggi lagi. Anda sendiri pasti akan berharap bahwa seorang pendeta akan berperilaku dengan cara yang sangat memuliakan Tuhan, jauh melebihi seorang Kristen yang masih baru. Anda berhak untuk berharap seperti itu, dan Allah berhak untuk menuntut hal itu. Ketika para pelayan Tuhan gagal memenuhi standar, maka Anda pasti berharap bahwa tindakan disiplin yang diterapkan ke atas mereka akan lebih berat ketimbang terhadap orang lain. Hal ini benar berdasarkan prinsip di dalam Firman Allah.

Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut” (Lukas12:48).

Jika kita menerima banyak, tuntutan yang kita hadapi juga lebih banyak.

Pada hari penghakiman nanti, Allah akan menghakimi para pendeta dengan lebih berat ketimbang orang lain. Itu sebabnya rasul Yakobus berkata,

Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat” (Yakobus 3:1).

Saya punya alasan untuk menjadi takut dan gemetar karena saya seorang pengajar Firman. Tidak ada alasan untuk menyombongkan diri, atau bahkan berpuas diri, karena apa yang Allah tuntut dari saya membuat lutut saya gemetar. Paulus juga memahami persoalan ini dengan baik, dan berkata bahwa kita harus mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gemetar (Filipi 2:12). Ia sering berbicara tentang hal takut dan gemetar karena ia tahu bahwa jika kemurahan Allah kepadanya besar, maka penghakiman-Nya juga akan lebih berat jika ia gagal menindak-lanjuti kemurahan itu.

Kira-kira sudah berapa lama Anda menjadi orang Kristen? Sekalipun Allah itu sangat sabar, tetapi Ia menuntut standar yang tinggi. Jika Anda hanya mau menjadi orang Kristen pada nama saja, maka sebaiknya Anda melupakan hal Kekristenan. Ingatlah bahwa Anda berurusan dengan Allah yang hidup yang memiliki standar yang sangat tinggi. Seperti yang dikatakan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48). Ini adalah suatu standar yang sangat tinggi. Kita tidak bisa sempurna dalam arti bersih dari dosa, akan tetapi kita harus sempurna dalam hal pengabdian dan komitmen yang utuh kepada Allah. Yaitu, komitmen yang utuh tanpa cela.

Jika Anda berkata bahwa standar untuk menjadi seorang Kristen terlalu tinggi, Anda benar. Baca saja Khotbah di Bukit untuk melihat buktinya. Lalu, apakah kita harus melarikan diri dan tidak menjadi Kristen karena standarnya terlalu tinggi? Apakah olahragawan menghindari olimpiade karena standar di sana jauh lebih tinggi daripada standar di sekolah atau di tingkat daerah? Justru karena standar di olimpiade sangat tinggi maka banyak olahragawan yang tertantang dan berjuang untuk meraihnya. Akan tetapi, kita tidak dibiarkan untuk mengejar standar tersebut berdasarkan kekuatan kita sendiri. Malahan Allah telah menyediakan bagi kita segala yang diperlukan untuk bisa sukses bekerja di kebun anggur-Nya.


Buah yang Allah cari

Alasan mengapa orang menanam kebun anggur atau mengapa Allah mendirikan kerajaan-Nya adalah karena Ia berharap untuk mendapatkan buahnya – buah rohani dari umat-Nya. Buah dan minuman anggur adalah hasil yang kita harapkan dari sebuah kebun anggur. Akan tetapi buah rohani apa yang digambarkan oleh anggur itu? Alkitab tidak meninggalkan kita dalam kebingungan. Pertama-tama, buah yang Ia harapkan dari kita adalah iman – bukan sekadar kepercayaan sesaat, melainkan kepercayaan terus menerus. Inilah yang dipanggil kesetiaan (Lukas 18:8).

Hal kedua yang Allah kehendaki dari kita dinyatakan dengan jelas di dalam Yesaya 5:7. Ayat ini memberitahu kita apa yang Allah harapkan dari umat Yahudi. Ia ingin agar mereka menghasilkan keadilan akan tetapi yang terlihat malah pertumpahan darah. Ia mengharapkan kebenaran dari mereka akan tetapi yang didapat justru kebohongan. Apa yang Allah harapkan dari umat-Nya dinyatakan dengan sangat jelas sehingga umat Yahudi tidak bisa berkata bahwa mereka tidak tahu apa yang dikehendaki oleh Allah. Nabi Mikha adalah salah satu hamba Allah yang datang untuk menagih buah tetapi tidak mendapatkan apa-apa.

“Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mikha 6:8).

Kesetiaan berarti: kasih yang teguh, kasih yang setia, komitmen sejati untuk melangkah dengan rendah hati bersama Allah. Jadi Allah menghendaki keadilan, kesetiaan dan persekutuan dalam kerendahan hati dengan-Nya.

Memasuki Perjanjian Baru, kita memperluas hal ini ke dalam poin yang berikutnya. Apa yang dikehendaki oleh Allah dari umat Kristen sekarang ini? Tidak lain dari buah Roh, yang dijelaskan dalam Galatia 5:22-23, buah dengan sembilan cirinya, seperti kumpulan buah anggur dalam satu tandan. Di dalam ayat tersebut tidak disebut ‘buah-buah’, melainkan ‘buah’ Roh. Setandan buah yang melekat ke satu tangkai, seperti buah anggur. Hal-hal yang termasuk dalam buah Roh itu di antaranya, kasih, sukacita, dan damai sejahtera. Kita juga dapat melihat poin yang lain lagi dari sini. Di dalam 1 Tesalonika 4:3, Paulus berkata bahwa Allah menghendaki agar kita menjadi kudus. Artinya, kehidupan yang kita jalani ini harus dicirikan oleh kekudusan.

Tampaknya seolah-olah Allah menuntut buah dari kita untuk Dia nikmati sendiri. Akan tetapi kita tidak boleh lupa bahwa semakin banyak buah yang kita hasilkan, semakin banyak hasil yang kita nikmati. Karena hukum menyatakan bahwa Allah berhak atas sepersepuluh dari hasil panen dalam empat tahun pertama; dan haknya menjadi separuh dari tahun yang kelima. Jika, jumlah yang kita hasilkan sangat banyak, maka bagian separuh buat kita juga akan menjadi sangat besar, bukankah demikian? Dengan demikian, di dalam proses memberi ini kita semakin diberkati. Sangat bodoh jika kita memandang bahwa Allah ingin menikmati sendiri semua hasil dari kita. Sebagian dari buah yang kita hasilkan menjadi berkat bagi diri kita sendiri sekaligus juga bagi orang lain. Sebenarnya, semua buah yang dihasilkan itu sangat sedikit yang akan dinikmati oleh si pemilik kebun. Hasil panen itu akan mengalir ke tempat lainnya – seperti pasar, dan mengalir menjadi berkat bagi orang lain.

Di dalam perumpamaan ini, siapakah yang menolak untuk memberikan buah? Jawabannya sangat membuat hati sedih. Umat Allah sendirilah yang gagal memberikan buah bagi-Nya. Hal yang sama dapat dilihat di dalam sejarah. Allah tidak berkata bahwa orang-orang yang tidak percaya yang telah gagal; Ia tidak membebankan kesalahan ini ke pundak orang-orang yang tidak percaya. Kesalahan itu terdapat pada orang-orang Yahudi, dan di jaman ini, kesalahan ini terletak pada pundak orang Kristen. Para pimpinan umat telah gagal.

Kita sendirilah yang seharusnya menindak keras diri ini. Jika kita tidak melakukannya, maka Allahlah yang akan melakukannya. Seperti yang dinyatakan dalam Firman Allah, “Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita” (1 Korintus 11:31). Kita terlalu memanjakan diri. Setiap kali ada gereja yang melakukan tindakan disiplin terhadap seseorang, masyarakat terkejut, “Oh, mereka bertindak terlalu keras terhadap orang ini.” Biarlah saya memberitahu Anda, jika kita tidak mengambil tindakan disiplin, maka Allah yang akan melakukannya, dan hal itu akan berlangsung dengan lebih keras. Kita harus menindak keras diri kita sendiri jika kita ingin menerima kemurahan dari Allah.

Di dalam perumpamaan ini, kita melihat bahwa umat Allah sendiri yang ternyata gagal! Itu adalah suatu tragedi yang besar bagi generasi ini, malahan di dalam setiap generasi dalam sejarah Gereja. Jika kita tidak ingin gagal, kita tidak boleh berpuas diri dan harus belajar untuk bersikap lebih tegas terhadap diri sendiri.


Kesalahan fatal

Saat kita mempelajari perumpamaan ini, ada beberapa hal yang pasti terlintas di benak kita. Sebagai contoh, mengapa para penggarap itu gagal memberikan hasil panen? Dan mengapa mereka memperlakukan para hamba Allah seperti itu? Jawabannya terdapat di dalam ayat 38, “Namun ketika para penggarap melihat kedatangan anak si pemilik kebun anggur, mereka berkata satu sama lain, ‘Dia ini adalah pewaris; mari kita bunuh dia dan merampas warisannya!'” Dari sini kita bisa melihat bahwa para penggarap itu ingin memiliki kebun anggur itu. Mereka mau bebas melakukan apa saja yang mereka mau dengan kebun anggur itu. Hal inilah yang tepatnya telah mereka lakukan terhadap Yohanes Pembaptis. Seperti yang dikatakan oleh Yesus,

“Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang (Yesus mengacu kepada Yohanes Pembaptis), tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka” (Matius 17:12).

Persoalan yang dihadapi oleh gereja sekarang ini tepatnya adalah sikap orang-orang Kristen yang mengerjakan keselamatan itu semaunya sendiri. Individualisme dan keegoisan adalah akar dari kegagalan orang-orang Kristen di mana-mana. “Aku mengerjakannya sekehendak hatiku. Beginilah jalan yang ingin kutempuh.” Jika kita datang kepada Tuhan dengan sikap seperti ini, memaksakan kehendak sendiri di dalam setiap urusan, kita tidak akan pernah bisa menjadi pengikut-Nya. Setiap orang yang mengira bahwa ia bisa dengan gampang mendapatkan semua keuntungan dari kerajaan Allah – seperti keselamatan dan semua berkat – dan terus memaksakan kemauannya sendiri telah membuat kesalahan yang sangat besar. Seperti bait lagu Frank Sinatra, “I did it my way (Kulakukan dengan caraku sendiri)”. Pada hari penghakiman nanti, lagu itu akan menjadi lagu yang paling kita sesali. Saat Allah mulai mengerjakan kehendak-Nya, mereka yang selama ini bertindak semaunya sendiri akan menghadapi hal yang tidak tertahankan. Hal yang paling menyedihkan dari semua ini adalah ketika mereka memaksa untuk bertindak semaunya sendiri, mereka malah menjerumuskan diri ke dalam bencana dan ketidak-bahagiaan. Ada juga orang yang ingin melayani Allah namun dengan cara yang mereka tentukan sendiri!

Jika Anda adalah penggarap di kebun anggur Allah, yang berarti Anda adalah seorang Kristen dan juga seorang murid, tanyakanlah diri Anda, “Apakah aku benar-benar menjalani kehidupan Kristen menurut kehendak Allah?” (Di sini kita sampai pada poin tentang mencintai kebenaran, jadi sangat penting bagi Anda untuk jujur kepada diri sendiri.) Jika jawabannya adalah tidak, pertimbangkanlah hal apa yang akan terjadi. Jika Anda sedang memanfaatkan kebun anggur Allah, kemurahan dan berkat-berkat-Nya dengan cara yang Anda tentukan, maka Anda tidak akan menghasilkan buah sesuai dengan yang diharapkan oleh Allah.

Penolakan terhadap pengangkatan Yesus sebagai Tuan ke atas hidup Anda – bukan sekadar dalam perkataan namun dalam kehidupan – adalah hal yang sering saya lihat ada di dalam diri orang-orang Kristen. Perhatikanlah cara Anda merencanakan sesuatu, cara Anda berpikir dan mengerjakan sesuatu sekarang ini. Pernahkah Anda menempatkan kepentingan Allah sebagai patokan yang utama? Jujurlah terhadap diri Anda sendiri. Kapan, dalam keseharian Anda, pernah Anda menempatkan kepentingan Allah sebagai yang utama? Saya tidak berbicara tentang teori di sini, namun tentang kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Jika Anda dapat menjawab pertanyaan ini dengan jujur, mungkin Anda selamat dan tidak berakhir sebagai salah satu dari para penggarap yang harus menghadapi penghakiman Allah.


Ketidak-setiaan akan membangkitkan murka Allah

Apa yang terjadi pada para penggarap yang gagal memberikan hasil panen? Jika Anda mengira bahwa sekali Anda masuk ke dalam kerajaan Allah, lalu Anda akan selamanya aman di dalam kerajaan-Nya, maka Anda sudah melakukan kesalahan fatal! Perhatikan baik-baik apa yang dikatakan oleh Alkitab. Sebenarnya, Yesus malah menarik jawaban dari para pendengar perumpamaan ini. Ia berkata, “Katakan, apa yang akan dilakukan oleh si pemilik kebun anggur jika ia kembali?” Bagaimana menurut Anda? Apakah mereka akan dibebaskan dari penghakiman karena mereka adalah penggarap di kebun anggurnya? Justru karena mereka menjadi penggarap di kebun anggurnya, maka si pemilik kebun anggur itu menghakimi mereka. Dan hal inilah yang dikatakan oleh Allah kepada umat Israel, “Karena engkau, dan hanya engkau adalah umat-Ku (dari antara semua umat manusia), maka Aku akan menghakimimu. Jika engkau bukan umat-Ku, Aku tidak akan menghakimimu. Tetapi karena engkau adalah umat-Ku, maka Aku akan menghakimimu.”

Dalam pengertian tertentu, setiap orang adalah milik Allah. Ia akan menghakimi kita karena kita adalah ciptaan-Nya. Jika kita menjadi milik-Nya dalam dua pengertian, melalui penciptaan dan penebusan, maka Ia akan menuntut lebih lagi dari kita. Apa yang akan terjadi dengan mereka yang tidak menghasilkan buah bagi Allah? Bayangkanlah jawaban yang didapatkan oleh Yesus dari para pendengar perumpamaan ini, “Kata mereka kepada-Nya: ‘Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu.’” (ayat 41). Di dalam perumpamaan ini, para penggarap telah membunuh hamba-hamba-Nya. Bagi mereka yang telah membunuh hamba-hamba-Nya, yang menolak klaim-Nya dan menolak untuk hidup di bawah pemerintahan-Nya, maka mereka harus menghadapi akibatnya. Mereka tidak boleh lupa bahwa mereka berhadapan dengan Allah yang hidup yang akan datang kembali. Di dalam ayat 41 kita melihat kata ‘membinasakan’ yang diterjemahkan dari kata Yunani yang berarti ‘buruk, ngeri, mengerikan’. Jadi, Allah akan membinasakan mereka dalam kematian yang mengerikan. Seberat itulah penghakiman yang harus dihadapi oleh orang-orang itu.

Allah adalah Allah pengasih. Akan tetapi kita tidak boleh membuat kesalahan dengan mengira bahwa karena Ia adalah Allah pengasih maka Ia tidak akan menghakimi. Justru karena Ia tidak bisa menolerir keegoisan dan kejahatan semacam ini maka Ia akan mengambil tindakan keras terhadap hal-hal tersebut.

Selanjutnya, setelah para penggarap itu dihukum, kebun anggur itu kemudian diserahkan kepada orang lain yang akan memberikan hasil panen kepada Allah pada musimnya (ayat 41). Sekarang ini, kita dijejali dengan satu ajaran yang aneh dalam gereja, yaitu bahwa jika kita sudah ada di dalam kebun anggur maka kita akan selalu berada dalam kebun anggur itu, dan kebun anggur itu tidak akan pernah diambil dari kita. Sekali kita masuk ke dalam kerajaan, maka selamanya kita akan berada di dalam kerajaan, dan kerajaan itu tidak akan pernah diambil dari kita. Jika seperti itu pemahaman yang kita pegang, maka yang kita lakukan tak lebih dari sekadar menciptakan doktrin untuk menciptakan rasa aman di dalam hati. Sebenarnya, bukan hanya kebun anggur itu diambil dari mereka, tetapi mereka juga dibinasakan. Mereka berakhir dalam kebinasaan. Paulus berkata kepada kita, “Karena jika Allah tidak menyayangkan cabang yang asli, maka Ia juga tidak akan menyayangkan kamu” (lihat Roma 11:21). Jika kita tinggal di dalam kebaikan-Nya, kita akan hidup dengan menghasilkan buah seperti yang Dia inginkan. Kita tidak akan berakhir dalam kebinasaan. Segala sesuatu tergantung dari buah yang kita hasilkan.


Tanda dari hamba yang sejati

Dengan mengamati perumpamaan ini, timbul pertanyaan, “Mengapa orang Yahudi membenci hamba-hamba Allah yang sejati?” Mengapa hamba-hamba Allah yang sejati dibenci oleh generasinya dan ditolak oleh Gereja? Dan lagi, bagaimana kita bisa tahu apakah seseorang itu hamba Allah yang sejati atau yang palsu? Bagaimana Anda bisa tahu bahwa orang yang sedang berkhotbah adalah hamba Allah yang sejati? Perumpamaan ini memberi kita kriteria yang sangat jelas. Seorang hamba Allah yang sejati akan meminta buah. Itu sebabnya mengapa mereka dibenci. Jika mereka tidak meminta apapun, mereka tidak akan dibenci. Jika mereka datang kepada para penggarap dan berkata, “Kalian telah mengerjakannya dengan sangat baik! Kalian tidak mau memberikan hasil panen kepada pemilik kebun? Tidak masalah. Jika Anda sudah di kebun ini, maka Anda akan tetap berada di kebun ini. Tidak perlu khawatir. Apa yang bisa dilakukan oleh si pemilik kebun terhadap kalian?” Jelas hamba seperti itu tidak akan dipukuli. Jika ia berkhotbah seperti ini, tak akan ada orang yang merajamnya dengan batu. Jelas para penggarap tidak akan melemparinya dengan batu, malahan mereka akan berkata, “Sobat, masuklah kemari.”

Setiap hamba Allah yang sejati, di lain pihak, akan datang dan berkata, “Allah meminta buahnya. Kamu harus hidup dalam kebenaran dan kekudusan. Kamu harus berpaling dari dosa-dosamu. Dan kamu tidak cuma harus bertobat dan dengan itu menerima hidup yang kekal, tetapi kamu harus selalu hidup dalam kekudusan. Kamu harus hidup seperti itu.” Apa yang akan terjadi jika Anda berkhotbah seperti itu? Mengejutkan! Gereja akan mengusir Anda. Jika Anda tidak percaya, saya tantang Anda untuk mencobanya. Saya sudah mencobanya dan saya mengetahui hal ini dari pengalaman.

Lihat John Wesley sebagai contoh. Ketika ia datang dan berkata kepada Church of England bahwa mereka harus memelihara kekudusan, mereka mengusirnya. Orang pasti berpikir bahwa gereja tentunya paham tentang pentingnya kekudusan. Walaupun sudah ditahbiskan sebagai pengkotbah di Church of England, Wesley dilarang untuk berkhotbah di semua gereja milik pemerintah. Ia bahkan dilarang untuk berkhotbah di gereja yang digembalai oleh ayahnya sendiri. Ketika ayahnya meninggal, ia tidak diijinkan untuk memimpin upacara pemakaman ayahnya di dalam gereja. Ia harus berdiri di luar gereja untuk memimpin upacara pemakaman ayahnya sendiri. Dan satu-satunya kesalahannya adalah ia memberitakan kekudusan!

Bagaimana kita bisa mengenali seorang hamba Allah yang sejati? Tidak perlu memakai cara-cara yang rumit untuk bisa mengenali seorang hamba Allah yang sejati. Cukup dengan mendengarkan khotbah yang disampaikannya. Jika ia berkata bahwa semuanya baik-baik saja sementara kenyataannya dunia sedang kacau balau, kita akan tahu bahwa dia adalah nabi palsu. Menurut Perjanjian Lama, para nabi palsulah yang berkata, “Semuanya baik-baik saja. Tenanglah. Tidak ada masalah sama sekali” (Lihat Yeremia 6:14 dan 8:11). Malahan, kita dapat mengenali seorang hamba Allah sejati cukup dengan mengamati satu unsur dalam khotbahnya yaitu seruan bagi kekudusan.

John Sung melakukan hal tersebut. Setiap orang yang mendengar atau membaca khotbahnya akan tahu bahwa ia adalah hamba Allah yang sejati. Kemanapun ia pergi, ia berkhotbah tentang kekudusan. Walaupun Allah memakainya dengan sangat luar biasa, ia sendiri tidak diterima dalam lingkungan yang dilayaninya. Saat Sung berkhotbah di China, para penginjil, pekerja Kristen dan para pendeta menolaknya. Sekarang ini, kita semua menghormati dia, bertingkah seperti orang-orang Yahudi di jaman Yesus. Mereka mencat putih kuburan para nabi yang telah dibunuh oleh nenek moyang mereka. Yesus berkata kepada mereka,

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu” (Matius 23:29-31).

Intinya, Yesus berkata, “Kamu menghormati nabi-nabi jaman dahulu karena mereka sudah tidak ada. Karena mereka tidak bisa menegurmu sekarang, jadi memang gampang untuk berkata bahwa mereka adalah orang-orang yang luar biasa!” Sekarang ini, banyak orang yang berkata bahwa Wesley adalah orang yang hebat, karena Wesley sudah tidak ada dan tidak bisa lagi mengecam kejahatan dan rendahnya moral di Gereja. Kita bisa memujinya karena ia sudah mati. Tidak heran jika Yesus berkata bahwa kita sudah membongkar aib sendiri, yaitu kemunafikan kita. Hal yang terpenting di sini adalah: entah Anda membaca dari sebuah buku atau mendengar sebuah khotbah, Anda harus mengamati unsur kekudusan ini, buah yang dicari Allah dari umat-Nya.

Apa yang penting dari buah ini? Buah adalah intisari dari kehidupan seorang Kristen. Sebenarnya, kata ‘buah’ muncul sebanyak 66 kali dalam Perjanjian Baru. Kata kerjanya muncul sebanyak 8 kali, jadi semuanya berjumlah 74 kali dalam Perjanjian baru. Buah adalah hal yang sangat-sangat penting.

Paulus membuat pernyataan yang sangat menarik di dalam Roma 7:4. Ia berkata kepada kita bahwa poin utama dari menjadi seorang Kristen adalah agar kita bisa menghasilkan buah bagi Allah. Paulus sangat memahami hal ini. Mengapa Yesus menjadikan kita umat-Nya? Mengapa Ia menebus kita? Mengapa Ia mati dan bangkit dari kematian? Semua ini supaya kita bisa menghasilkan buah bagi Allah. Ini adalah hal yang sangat menentukan atau satu persoalan kunci dalam hal menjadi seorang Kristen.

Untuk mengetahui apakah Anda seorang Kristen sejati atau bukan, Anda hanya perlu bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya menghasilkan buah? Adakah kekudusan di dalam hidup saya?” Tidak perlu cara yang rumit untuk memeriksanya. Periksa saja kehidupan Anda. Adakah kekudusan menjadi bagian dari hidup Anda? Apakah ada buah yang dapat Anda persembahkan kepada Allah? Jawablah semua pertanyaan itu, dan Anda akan tahu siapa Anda.

Apakah Anda tahu seberapa dekat Anda dengan Allah? Apakah Anda mengalami kuasa Allah bekerja di dalam hidup Anda? Apakah Anda menjalani kehidupan sebagai orang Kristen di rumah, sekolah dan tempat kerja Anda?  Adakah keindahan yang terpancar dari hidup Anda? Adakah aroma dan buah enak yang menyegarkan orang lain? Atau apakah Anda justru menimbulkan stres dan konflik kemanapun Anda pergi dan membuat orang lain terganggu emosinya? Anda akan tahu apakah kuasa Allah bekerja di dalam hidup Anda karena Anda tidak akan mampu menghasilkan buah jika kuasa dan hidup Allah tidak bekarya di dalam hidup Anda. Luangkanlah waktu untuk merenungkan pentingnya menghasilkan buah bagi Tuhan.

 

Berikan Komentar Anda: