Pastor Eric Chang | Lukas 14:15-24 |

Hari ini kita akan membahas Firman Allah yang diambil dari Lukas 14:15-24. Bagian ini disebut sebagai perumpamaan tentang perjamuan besar (perumpamaan tentang orang-orang yang berdalih). Perumpamaan ini berbicara tentang kerajaan Allah. Firman Allah adalah seperti intan atau batu permata, yang memancarkan keindahan yang berbeda-beda tergantung pada arah datangnya sinar. Di pembahasan ayat-ayat ini sebelumnya, saya membahas dari sudut bahwa hanya mereka yang miskin di hadapan Allah yang akan mendapat tempat di dalam kerajaan Allah.

Di pembahasan kali ini kita akan melihatnya dari sudut yang berbeda, yang menyangkut persoalan berdalih. Setelah bertahun-tahun melayani Tuhan, saya mendapati bahwa salah satu kemampuan manusia unggul adalah kemampuan untuk berdalih. Saat seorang non-Kristen diajak untuk ikut dalam kebaktian, ia akan berkata, “Maaf, saya sibuk”. Ini berarti acara kebaktian adalah bagi mereka yang punya waktu luang dan tidak punya banyak hal untuk dikerjakan. Saat diajak untuk mendengarkan Firman Allah, mereka segera akan mencari alasan untuk menolak. Mengapa? Hal yang lebih penting adalah mengapa orang-orang Kristen juga banyak mencari-cari alasan? Bukan hanya orang non-Kristen yang gemar berdalih. Banyak orang Kristen saat diajak ke Pendalaman Alkitab akan berkata, “Tempat tinggal saya terlalu jauh”, “Ongkos bisnya naik”, “Saya harus mengerjakan ini dan itu”, “Saya kedatangan tamu.” Aneh sekali! Begitu banyak hal yang terjadi bersamaan dengan saat diadakan kegiatan Pendalaman Alkitab. Sungguh menakjubkan! Alasan yang diajukan tidak selalunya benar. Hanya sekadar mencari alasan untuk tidak menerima undangan Anda.


Dua macam dalih

Pada dasarnya ada dua macam dalih. Yang pertama adalah dalih sebelum suatu peristiwa terjadi, dalam hal ini sebelum perjamuan itu diadakan. Pesta perjamuannya sudah siap dan Anda mengundang seseorang untuk datang. Lalu tiba-tiba ia teringat bahwa ia baru saja membeli sebidang tanah dan sekarang ia menjadi sangat sibuk. Itu adalah alasan yang dibuat sebelum suatu peristiwa terjadi, untuk menghindar dari kewajiban untuk datang.

Yang kedua adalah dalih sesudah suatu peristiwa terjadi. Saat Anda gagal mengerjakan sesuatu, Anda akan membuat alasan untuk membenarkan diri Anda dengan menjelaskan mengapa Anda mengalami kegagalan. Orang yang berhasil mengerjakan sesuatu tidak perlu berdalih. Jika Anda lulus dalam ujian, Anda tidak perlu mencari alasan mengapa Anda lulus. Jika Anda tidak lulus, maka Anda akan mencari alasan. “Oh, pengajarnya bersikap tidak adil, tugas makalahnya terlalu sulit, dan pengajarnya tidak pernah mengajarkan bagian yang diujikan”. Terdapat seribu macam alasan untuk menjelaskan mengapa Anda gagal. Paling tidak Anda mendapat pembenaran di mata Anda sendiri walaupun orang lain tetap menyalahkan Anda.

Kita juga sudah terbiasa dengan dalih jenis yang kedua ini. Hal ini sudah diterapkan sejak awal sejarah umat manusia. Ketika Hawa berbuat dosa, Adam berkata, “Salah perempuan itu.” Dan Hawa menyalahkan Iblis, dan Iblis tidak berhasil mencari pihak lain lagi untuk disalahkan, jadi tuduhan itu tertumpah padanya. Sejak itu, kegiatan mengalihkan kesalahan ini menjadi kebiasaan semua generasi.

Jadi, ada dalih yang muncul setelah suatu peristiwa terjadi, untuk menjelaskan suatu kegagalan, dan ada juga yang dibuat sebelum suatu peristiwa terjadi, untuk menghindari tanggungjawab. Di dalam perumpamaan ini, kita membahas tentang dalih yang dibuat sebelum suatu peristiwa terjadi, yaitu dalih yang dibuat untuk menghindari tanggungjawab.

Hidup yang kekal atau masuk ke dalam kerajaan Allah, seringkali digambarkan di dalam Alkitab dengan ungkapan pesta perjamuan. Lukas 14:15-21

Mendengar itu berkatalah seorang dari tamu-tamu itu kepada Yesus: “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh.

Perhatikan secara khusus ayat 18, “Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf (berdalih).

Ini adalah sebuah cerita berdasarkan kejadian nyata yang tercatat di dalam Talmud. Namun kita tahu bahwa hal semacam ini memang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, Anda mengadakan persekutuan keluarga dan ternyata orang-orang yang diundang tidak hadir. Anda sudah menghabiskan banyak waktu untuk memasak dan mendadak orang-orang itu berkata, “Oh, saya baru ingat, saya tidak bisa datang nanti.” Saya sudah mendengar banyak keluhan tentang hal ini. Tadinya mereka berharap bisa makan bersama, menikmati saat-saat indah bersama keluarga, dan orang-orang yang diundang justru tidak datang dengan memberi berbagai macam alasan. Sama seperti di perumpamaan ini, orang-orang yang telah diundang itu membuat berbagai macam alasan untuk tidak hadir.


Ciri-ciri dalih di dalam perumpamaan ini

Perhatikan tiga ciri dari dalih-dalih tersebut. Pertama, dalih dibuat dengan cara yang sangat sopan. “Maafkan saya…”, “Mohon pengertiannya…” – disampaikan dengan sangat sopan dan beradab. Mungkin orang berpikir bahwa jika dalih disampaikan dengan cara yang sangat sopan, maka dalih itu akan lebih bisa diterima.

Kedua, isi dalih tidak selalunya berisi kebohongan. Mereka memang sedang sibuk. Yang satu baru menikah. Alasan yang dibuat tidak harus merupakan kebohongan. Namun sulit dipahami mengapa Anda tidak dapat menghadiri pesta perjamuan jika Anda baru saja menikah. Mungkin istrinya tidak begitu suka dengan pesta. Dalih yang lainnya adalah transaksi pembelian lima pasang lembu kebiri dan pembelian ladang. Semua itu bisa jadi benar. Pada saat seseorang membuat alasan, apa yang dikatakannya tidak selalunya bohong. Suatu kenyataan bisa saja dimanfaatkan sebagai suatu alasan untuk menghindar dari kewajiban memberi tanggapan.

Poin yang ketiga, dalih adalah suatu penolakan terhadap undangan untuk memasuki kerajaan-Nya. Tidak peduli sesopan apapun dalih itu disampaikan, tidak peduli sewajar apapun dalih itu, hasilnya tetap suatu penolakan kepada undangan Allah. Pesan yang disampaikan melalui perumpamaan ini adalah: Tuhan tidak mempersoalkan apakah alasan Anda itu benar dan memang merupakan suatu kenyataan. Akan tetapi peringatan-Nya adalah: jika Anda membiarkan sesuatu hal, walaupun hal itu nyata, untuk menghalangi langkah Anda memasuki hidup yang kekal, maka Anda tidak akan pernah masuk ke sana. Anda selamanya akan menghindari keselamatan. Inilah poin perumpamaan ini: membuat dalih akan mengorbankan keselamatan Anda. Jika orang tahu seberapa besar harga dari dalih yang dibuatnya, tentu ia akan lebih berhati-hati dalam berurusan dengan dalih.


Orang kayalah yang berdalih

Perhatikan bahwa di dalam perumpamaan ini orang miskin berada dalam posisi tidak dapat membuat dalih. Apakah Anda berada dalam posisi mampu untuk berdalih? Orang-orang miskin, jika diundang ke sebuah pesta perjamuan, tidak akan membuat dalih macam-macam. Mereka tidak mampu. Mereka tidak ingin berdalih. Sangat berbahaya jika kita sampai di tingkat di mana kita merasa bisa berdalih. Apa posisi itu?

Apa dalih yang mereka buat? Yang pertama berkata bahwa ia baru saja membeli sebidang tanah. Anda harus agak kaya untuk membeli sebidang tanah. Tidak semua orang mampu membeli sebidang tanah. Tanah adalah harta milik yang mahal, khususnya di Yudea karena Israel adalah negeri yang kecil. Di negara yang luas seperti Kanada, Anda mungkin bisa membeli tanah karena harganya murah. Akan tetapi di negara yang kecil, misalnya seperti Swiss harga tanah sangatlah mahal! Di Israel juga demikian. Israel adalah sebuah negara yang kecil tetapi penduduknya cukup banyak jika dibandingkan dengan luas wilayahnya. Dengan begitu harga tanah di sana sangatlah mahal, dan orang yang membeli tanah haruslah cukup kaya.

Orang yang selanjutnya juga cukup kaya. Ia tidak sekadar membeli satu atau dua ekor lembu kebiri, ia membeli lima pasang lembu kebiri, atau sepuluh ekor. Jadi, paling sedikit, ia memiliki sepuluh ekor lembu kebiri, dan kita tidak diberi tahu apa lagi hartanya yang lain. Bahkan di Kanada, harga seekor lembu cukup mahal, apalagi sepuluh. Jadi jelaslah bahwa dia orang yang cukup kaya.

Dalam hal menikah, Anda juga harus punya cukup harta. Pada jaman itu, pesta pernikahan biasanya berlangsung selama tujuh hari. Pada pesta pernikahan di Kana, Yesus menolong tuan rumah ketika mereka kehabisan anggur. Yang pasti jika pesta diadakan sampai tujuh hari, maka pesta pernikahan tentu akan menjadi urusan yang cukup mahal karena harus menyediakan cukup banyak makanan dan anggur.

Orang-orang kayalah yang mampu membuat dalih. Pada saat orang mulai makmur, saat mereka mulai menjadi gemuk, dalih-dalih mulai diciptakan. Arti penting hal ini harus dipelajari dengan teliti. Pada saat masih kuliah, Anda sangat miskin. Membeli sepotong es krim mungkin merupakan suatu kemewahan. Namun, saat Anda sudah bekerja dan mendapat penghasilan yang bagus, apa artinya seporsi es krim? Anda bahkan bisa membeli menu-menu mewah lainnya. Dulunya Anda tidak mampu untuk makan di restoran. Mungkin kadang-kadang Anda membeli burger di McDonald, namun seiring dengan meningkatnya kemakmuran Anda, Anda tidak sudi lagi melirik McDonald. Itu hidangan untuk orang miskin. Anda akan makan di restoran mewah karena Anda mampu membayarnya. Seiringan dengan itu akan terjadinya penurunan kualitas rohani Anda.

 

Tidak miskin di hadapan Allah

Inilah poinnya. Yesus sedang memberitahu kita hal-hal apa saja yang berlawanan dengan kondisi miskin di hadapan Allah. Apa itu miskin di hadapan Allah? Menjadi miskin di hadapan Allah berarti memiliki kesadaran yang mendalam akan kekurangan. Memang tidak nyaman jika kita merasa kekurangan, namun berbahagialah orang yang merasa kekurangan. Apa artinya tidak miskin di hadapan Allah? Menjadi ‘kaya di hadapan Allah’ berarti tidak merasakan adanya kekurangan, atau hanya sedikit merasa kekurangan. Anda mungkin berbicara dengan seorang non-Kristen tentang perkara rohani dan ia tidak begitu merasa kekurangan. Ia merasa sudah cukup puas. Jika ia merasa tidak puas, ia akan mengisinya lewat televisi. Cukup dengan menekan tombolnya, nah, seluruh dunia ditampilkan dengan tata warna dan suara yang menarik, dan Anda segera larut di dalamnya. Saat Anda masih miskin, gambar di layar televisi Anda mungkin kabur dan berbintik, sangat sulit ditonton. Anda akan berkata, “Percuma saja menonton TV. Terlalu melelahkan mata.” Namun jika Anda sudah kaya, segala kenikmatan yang ditawarkan oleh televisi akan segera menyita perhatian Anda. Masalah rohani? Tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Ada begitu banyak cara untuk mengalihkan perhatian kita dari persoalan yang ada.

Perhatikan orang-orang di dalam perumpamaan ini. Salah satu dari tersita perhatiannya pada sebidang lahan. Saat Anda masih kuliah, Anda tidak akan memikirkan tentang pembelian lahan, karena Anda tidak mampu membelinya – untuk jajan saja sudah susah! Tapi sekarang, sebidang tanah yang sangat luas telah menyita perhatian Anda. Anda tidak sekadar membeli sebidang lahan, karena begitu tanah itu Anda beli, maka Anda harus membersihkannya, mencari pekerja, membeli peralatan, menyiapkan lahan, dan mengurus berbagai hal sehubungan dengan tanah itu. Wah, sangat sibuk! Lalu orang yang kedua baru saja membeli lima pasang lembu kebiri. Dengan kesepuluh ekor lembu itu, ia harus mencari orang untuk memelihara, memberinya makan dan memastikan lembu-lembu itu produktif. Dan seorang istri, ini adalah sarana yang sangat bagus untuk melupakan segala persoalan di dunia ini, kecuali jika pernikahan Anda kemudian bermasalah. Akan tetapi orang ini sedang berbahagia – ia baru saja menikah. Di hari-hari seperti itu, orang ini sepertinya sedang berada di langit ke tujuh. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal lain seperti kebutuhan rohani.

Cobalah pahami pelajaran yang Yesus sampaikan di sini. Tanyalah diri Anda. “Bagaimana kondisi rohani saya? Atau, apakah saya sedang mengeraskan hati terhadap kebutuhan rohani saya?” Sungguh aneh, seringkali orang harus mengalami bencana yang mengerikan sebelum ia terjaga dan mulai menyadari, “Celaka! Mengapa saya tidak tahu akan hal ini sebelumnya? Mengapa saya bisa membutakan mata terhadap kenyataan rohani yang ada? Di mana saja saya bersembunyi selama ini?” Tiba-tiba seseorang yang Anda kasihi meninggal dunia. Tiba-tiba kesehatan Anda menurun dan dokter berkata, “Maaf, Anda mengidap kanker tahap terakhir.” Oh! Sekarang semua acara di TV tidak memikat hati Anda lagi. Persoalan yang sedang dihadapi sekarang tidak mau berlalu dengan mudah. Persoalan tersebut memelototi Anda setiap saat. Ia tidak mau berlalu. Segala macam hiburan tidak sanggup menolong Anda lagi. Anda tidak tertarik lagi dengan ladang, lembu kebiri, dan bahkan pernikahan Anda, karena nyawa Anda sedang terancam. Mengapa seringkali setelah mengalami peristiwa-peristiwa ini baru kita terjaga atau sadar?

Saya ingin secara khusus berkata kepada Anda-Anda yang akan atau yang sudah berhasil di dunia ini: “Perhatikan baik-baik kenyataan ini. Ada hubungan yang sangat nyata di antara kemakmuran ekonomi dan kurangnya kesadaran akan kebutuhan rohani.” Dari ilustrasi yang saya sampaikan tadi terdapat juga hubungan yang nyata di antara kemiskinan ekonomi dengan menjadi miskin di hadapan Allah. Bisa jadi karena alasan inilah Yesus terus menerus mendorong murid-murid-Nya untuk melepaskan segala yang mereka miliki. Ia berkata kepada orang muda yang kaya di dalam Matius 19:16-26, “Engkau harus melepaskan segala kekayaanmu karena kekayaanmu akan membuat hatimu berlemak. Engkau tidak akan memiliki kesadaran akan kebutuhan rohani. Dengan begitu kamu tidak akan dapat menjadi murid-Ku dan tidak akan dapat masuk ke dalam kerajaan Allah.”

“Melepaskan segala uang hasil keringatku, dan juga harta warisan yang baru kudapatkan? Apakah Engkau ingin menyuruhku kembali ke masa-masa sengsara sebagai mahasiswa yang miskin? Tidak, tidak, Tuhan pasti tidak bermaksud demikian! Pernyataan itu hanya untuk si orang kaya yang muda itu. Saya tidak terikat pada uang seperti orang muda yang kaya itu.” Demikianlah, berbagai dalih mulai diluncurkan. Kita sangat ahli dalam menciptakan dalih, namun justru dalih-dalih kita itulah yang akan menjadi sumber bencana bagi kita.


Berkat dapat berubah menjadi kutuk

Sejarah bangsa Israel adalah peringatan bagi bangsa Israel itu sendiri. Di Ulangan 31:19 Allah berbicara kepada bangsa Israel. Tuhan memberi petunjuk kepada Musa tentang apa yang harus dilakukan dengan bangsa Israel yang akan mengalami keruntuhan rohani. Segera sesudah pembebasan mereka dari tanah Mesir (peristiwa keluaran), Tuhan sudah memperingatkan bahwa Israel akan mengalami kejatuhan rohani. Ulangan 31:19-20:

Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah kepada orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka, supaya nyanyian ini menjadi saksi bagi-Ku terhadap orang Israel. Sebab Aku akan membawa mereka ke tanah yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka, yakni tanah yang berlimpah-limpah susu dan madunya; mereka akan makan dan kenyang dan menjadi gemuk, tetapi mereka akan berpaling kepada allah lain dan beribadah kepadanya. Aku ini akan dinista mereka dan perjanjian-Ku akan diingkari mereka.

Perhatikan bahwa hal yang dimaksudkan sebagai berkat bagi bangsa Israel berubah menjadi kutukan. Mereka memasuki Tanah Perjanjian, tanah yang penuh dengan susu dan madu yang berlimpah. “Susu dan madu” adalah berkat kemakmuran lahan pertanian di sana, suatu hal yang sangat penting dalam masyarakat tersebut. Madu melambangkan kesuburan tanah, karena jika tanahnya tidak subur maka tidak akan tumbuh bunga-bungaan, dan tidak akan ada madu yang bisa dihasilkan oleh lebah. Madu berlimpah jika tanah di negeri itu subur. Di sisi lain, susu berasal dari hewan ternak. Jadi yang dimaksudkan adalah kesuburan tanah dan hewan ternak. Kemakmuran digambarkan melalui ungkapan susu dan madu itu. Namun Tuhan Allah berkata melalui Musa bahwa ketika bangsa ini memasuki tanah yang sangat diberkati itu, jika mereka tidak mengelolanya dengan layak, berkat itu akan menjadi kutuk.

Saat Anda mau mencari pekerjaan, Anda akan berdoa dengan setulus hati, “Tuhan, kasihanilah aku, berilah aku satu pekerjaan yang baik supaya aku dapat bersaksi sebagai orang Kristen. Ini adalah niat yang utama, akan tetapi, di samping itu, aku juga perlu untuk memiliki penghasilan yang cukup.” Demikianlah, Anda berdoa meminta pekerjaan yang baik, dan Allah memberi Anda pekerjaan yang bagus! Dan Anda berkata, “Sungguh berkat yang luar biasa! Allah begitu baik kepada saya!” Berhati-hatilah. Berkat yang diperlakukan dengan sembarangan akan menjadi kutuk. Berkat diberikan agar kita bisa menjadi berkat bagi orang lain. Jika Anda menyimpannya bagi diri Anda sendiri, maka ia akan menjadi kutuk. Dengan menjadi saluran berkat maka berkat itu akan menjadi milik kita yang sejati. Selanjutnya Allah akan memberi kita lebih banyak berkat dan kasih karunia-Nya. Dengan demikian kita menimbun harta di surga, di mana kita tidak akan kehilangannya lagi.

Akan tetapi, jika surga tidak nyata bagi Anda, maka bank akan menjadi lebih penting ketimbang surga. Dan Anda akan menyimpan harta Anda di bank, bukan di surga. Jadi kita harus menuntaskan perkara yang sangat pokok ini. Bagaimana kita memandang perkara rohani, apakah kita sedang menciptakan banyak dalih guna menghindari ajaran Yesus. Kebanyakan orang setelah melewati masa-masa susah, cenderung menimbun harta demi berjaga-jaga akan hal-hal yang mungkin terjadi. Dan kita mendapati bahwa ajaran Yesus yang berkata berbahagialah orang yang miskin, yaitu, miskin di hadapan Allah, menjadi hal yang sangat sulit untuk diterima. Sangat bertentangan dengan jalan pemikiran kita. Karena hal-hal ini bertentangan dengan jalan pemikiran kita, maka kita akan mulai menciptakan dalih-dalih.

Demikianlah, hati bangsa Israel dipenuhi dengan lemak, dan apa yang terjadi di Tanah Perjanjian? Tepat seperti yang telah diperingatkan oleh Tuhan, kerohanian mereka ambruk. Saat berada di bawah perbudakan Mesir, saat mereka berada di bawah telapak kaki orang Mesir, saat mereka menderita dan miskin, mereka sangat miskin di hadapan Allah. Mereka begitu rendah hati dan sangat bergantung kepada Allah. Namun ketika mereka meninggalkan Mesir dan masuk ke Tanah Perjanjian, mereka menikmati segala kelimpahan. Mereka menjadi gemuk, dan seiring dengan itu kerohanian mereka menurun. Perkara sering kita amati di dalam Alkitab.


Israel (dan orang-orang Kristen) telah menerima undangan Allah

Mungkin Anda akan berkata pada diri sendiri, “Tidak. Aku tidak seperti mereka karena aku adalah orang Kristen. Aku telah menerima undangan itu. Yang dibahas adalah orang-orang yang menolak undangan itu. Sedangkan aku menerima undangan itu.” Perhatikan dengan saksama perumpamaan ini. Perumpamaan ini berbicara tentang orang-orang yang pada awalnya menerima undangan tersebut, namun belakangan menolaknya.

Di ayat 16-17,

“Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap.”

Hal penting yang tidak boleh kita lewatkan adalah bahwa orang-orang itu sudah diundang sebelumnya. Mereka sudah menerima undangan itu, karena itu si tuan rumah segera mempersiapkan pesta perjamuannya. Jika mereka menolak sejak awal, maka tidak perlu dipersiapkan pesta perjamuannya. Akan tetapi saat diundang mereka tidak menolak. Jadi si tuan rumah melanjutkan persiapannya. Namun ketika pesta perjamuan itu siap digelar dan utusan dikirim untuk menyampaikan, “Pesta perjamuannya sudah siap. Karena Anda sudah menerima undangan, harap segera datang.” Mereka yang sudah diundang itu bersama-sama membuat dalih untuk tidak hadir. Mereka membuat alasan untuk tidak hadir pada saat perjamuan itu sudah siap berlangsung. Si tuan rumah berada dalam situasi di mana segala persiapan sudah selesai, tetapi para undangan tidak mau hadir. Segala hidangan yang disediakan akan menjadi sia-sia. Jadi ia segera mengundang semua pengemis, orang-orang miskin, dan orang-orang kecil untuk datang dan menikmati hidangan agar semua itu tidak sia-sia. Ini memang gambaran tentang orang Israel dan orang-orang Kristen. Orang Israel dan orang Kristen mulanya menerima undangan Allah untuk menjadi umat-Nya. Mereka telah menerima undangan untuk memasuki kerajaan-Nya. Mereka menerima kedaulatan-Nya. Ini poin yang mau kita perhatikan: Israel dan orang Kristen, sama seperti mereka yang berdalih di dalam perumpamaan ini, memang telah menerima undangan dari Allah pada awalnya.

Anda mungkin telah menerima undangan itu, akan tetapi hal ini bukan poin yang penting. Hal yang penting adalah, ketika pesta perjamuan siap digelar – ketika tiba saatnya memasuki kerajaan Allah, masuk ke dalam hidup yang kekal – apakah Anda hadir di sana? Apakah Anda akan memasuki kerajaan Allah? Atau, apakah pada saat itu Anda akan menjadi salah satu korban dari penyakit hati rohani ini? Apakah Anda akan menjadi gemuk? Hal ini sangatlah penting untuk diperhatikan.

Sekali lagi, saya ingin secara khusus menyampaikan kepada Anda yang akan mendapatkan pekerjaan yang baik dengan gaji dan penghasilan yang besar. Perlahan-lahan dan tanpa disadari hati Anda akan mulai diliputi lemak, dan Anda akan masuk ke dalam daftar mereka yang sudah gagal secara rohani. Sudah sering saya bertemu dengan orang yang berkata, “Oh ya, pada waktu masih kuliah dulu, aku sangat aktif di gereja. Saat itu aku menjadi pemimpin kaum muda, memimpin Pendalaman Alkitab, memimpin ini dan itu.” Lalu saya bertanya, “Semuanya itu baik, tapi di mana Anda sekarang?” Jawabannya adalah, “Sekarang? Aku sudah menikah dan memiliki beberapa anak dan aku sekarang sudah punya bisnis, dan masih banyak lagi hal untuk dikerjakan. Aku tidak punya waktu lagi.” Prioritasnya sudah bergeser, dan mereka sudah cukup puas jika sesekali masih sempat ke gereja.

Jadi Anda harus berwaspada ketika “memasuki kehidupan yang mapan”, karena dalam periode inilah Anda mulai melihat betapa diri Anda akan menciptakan banyak dalih. Dan jika Anda sudah mulai banyak menciptakan dalih, ingatlah pesan yang disampaikan oleh Yesus melalui perumpamaan ini. Pada saat Anda mulai menciptakan dalih, itu berarti secara rohani Anda sedang mundur. Sungguh berbahaya bermain-main dengan dalih! Cobalah mawas diri. Berwaspadalah ketika Anda mulai berkata bahwa Anda terlalu sibuk, atau jika ada berbagai alasan yang terlihat wajar yang menyita waktu doa atau waktu ibadah. Hal yang perlu kita perhatikan adalah hanya orang-orang yang gagal yang menciptakan dalih. Dengan begitu saat Anda mulai menciptakan dalih, maka Anda tahu bahwa Anda sedang menuju kebinasaan rohani. Seringkali, saat berbicara dengan orang-orang Kristen yang sudah gagal, kita melihat banyaknya alasan yang dikemukakan yang tampaknya masuk akal, “Orang Kristen tidak saling memahami. Mereka tidak sabar. Mereka telah menjadi batu sandungan bagi saya. Mereka tidak mau memahami watak saya,” dan alasan-alasan itu masih terus ditambah dengan segudang dalih lainnya. Seperti yang sudah saya katakan, orang yang tidak gagal tidak perlu menciptakan dalih.


Israel menolak para nabi dengan menuduh mereka sesat

Akan tetapi perhatikan juga, dari sejarah bangsa Israel dan juga dari perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur, dalih-dalih pada awalnya disampaikan secara sopan tetapi lama kelamaan berubah menjadi kurang sopan, menjadi sengit dan akhirnya dibarengi dengan kekerasan. Hal inilah yang perlu Anda camkan baik-baik. Pada awalnya, dalih disampaikan dengan sangat sopan, seperti yang kita lihat dalam perumpamaan kita hari ini. Mari kita bandingkan dengan perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur (Matius 21:33-43). Dari Alkitab kita mengetahui bahwa pada awalnya para penggarap hanya mengusir para hamba yang diutus tuan empunya kebun. Mungkin mereka saat itu membuat dalih tentang mengapa mereka tidak punya hasil panen untuk diberikan dan berkata, “Kami mohon maaf, datanglah lagi tahun depan.” Selanjutnya, datanglah hamba yang lain, dan orang ini mereka pukuli. Selanjutnya, datang lagi hamba yang lain, dan orang ini dipukuli sampai parah dan diusir. Dan akhirnya, anak si pemilik kebun anggur itu mereka bunuh. Jika Anda sudah mulai membuat dalih, maka sangatlah sulit untuk berhenti. Perlahan-lahan, sopan santun saat berdalih juga menghilang. Semangat permusuhan mulai mewarnai dalih yang dibuat. Pelan-pelan, kecaman Anda terhadap gereja, terhadap orang Kristen secara umum menjadi semakin keras. Dan secara berangsur-angsur, Anda memisahkan diri bahkan dari pergaulan dengan orang Kristen secara umum.

Inilah persisnya hal yang kita lihat dari dalam sejarah bangsa Israel, dan luar biasanya adalah bahwa dalih-dalih itu menjadi semakin kencang, dogmatis dan semakin ngotot. Kita bisa melihat seluruh sejarah kejatuhan rohani bangsa Israel. Sebagai contoh, Anda bisa melihat bahwa beberapa hamba Allah di dalam Perjanjian Lama mengalami penghinaan, penganiayaan dan sebagainya. Pengalaman Mikha bin Yimla di dalam 2 Tawarikh 18:23 adalah salah satu contohnya. Ia dihina, ditampar, direndahkan dan dimasukkan ke penjara, dan itu masih cukup ringan bagi seorang nabi Allah. Namun di dalam beberapa pasal kemudian, saat kita sampai di dalam 2 Tawarikh 24:18-22, kita lihat nabi Allah yang lain, Zakharia bin Yoyada.  Yoyada adalah seorang imam di Israel, dan Zakharia anaknya adalah seorang nabi. Dan Zakharia mengecam orang Israel dengan berkata, “Allah meninggalkanmu karena engkau telah meninggalkan Allah.” Tahukah Anda apa yang ia alami karena berkata seperti itu? Ia dilempari batu, dirajam sampai mati, tepat seperti yang dikatakan oleh Yesus bahwa mereka telah melempari seorang nabi Allah sampai mati! Zakharia dirajam sampai mati! Hukuman rajam adalah bentuk hukuman yang biasanya diberikan kepada orang yang menghujat Allah, atau yang melakukan kejahatan serius lainnya. Apakah kejahatan Zakharia? Kejahatannya adalah karena ia telah membuat ‘pernyataan yang berisi pengkhianatan’. Bagi orang Yahudi, berkata bahwa Allah telah meninggalkan bangsa Israel merupakan suatu pernyataan pengkhianatan. Ini adalah suatu pernyataan yang sangat serius karena sama saja dengan berkata bahwa mereka bukan merupakan umat Allah lagi. Itu berarti bahwa Allah telah menolak mereka sepenuhnya, Allah telah pergi dari mereka. Itulah maksud dari pernyataan yang berisi pengkhianatan. Akan tetapi, terdapat satu pesan yang disepakati oleh semua nabi Allah dan disampaikan kepada Israel, yaitu, “Allah telah meninggalkan engkau.”

Saya tahu persis seperti apa perasaan Anda jika saya berkata, “Allah telah meninggalkanmu.” Anda bisa saja mengatakan hal itu kepada orang lain. Tetapi jika perkataan tersebut tertuju kepada Anda, Anda pasti akan sangat terkejut! “Allah telah meninggalkanku?” Jadi sekarang Anda dapat mengerti mengapa reaksi orang-orang Israel terhadap para nabi bisa sedemikian kerasnya. Dan di dalam Kisah Para Rasul pasal 7, ketika Stefanus mengatakan hal yang sama kepada orang-orang Yahudi, ia juga dilempari batu sampai mati. malahan, Alkitab memberitahu kita bahwa mereka begitu marah sampai-sampai mereka menutup telinga; mereka tidak mau mendengarkan ucapan Stefanus lagi. Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya! Allah tidak akan melakukan hal itu! Ia tidak mungkin melakukannya! Jika saya berkata, “Allah telah meninggalkan Gereja-Nya sekarang ini!” Hah! Orang akan menyeret saya keluar dan berkata, “Orang ini sesat! Orang ini sumber bencana! Allah tidak akan meninggalkan gereja-Nya! Berani sekali kau berkata seperti itu?”

Begitulah persisnya reaksi yang muncul di dalam Perjanjian Lama. Begitulah cara mereka menentang para nabi. Pertama-tama, mereka mungkin akan menuduh para nabi bukan hanya dengan tuduhan pengkhianatan tetapi juga tuduhan sesat. Mengapa dituduh sesat? Saya akan bacakan Ulangan 31:6 buat Anda (namun ini bukanlah cara mengutip dan menafsirkan Alkitab yang benar). Allah berkata kepada orang Israel melalui Musa,

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka (para musuh), sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”

“Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Kata-kata itu berdering di telinga orang Israel sepanjang sejarah mereka: “Ia tidak akan meninggalkan engkau! Ia tidak akan meninggalkan engkau!” Dan sekarang ada nabi yang mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Allah, bahwa Allah telah meninggalkan umat-Nya padahal Allah berkata bahwa Ia tidak akan meninggalkan umat-Nya. Jadi bagaimana mungkin nabi-nabi ini mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan ucapan hamba Allah yang besar, Musa, yang berkata bahwa Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya?

Sebenarnya, contoh ini masih belum cukup. Nabi besar Samuel di dalam 1 Samuel 12:22 menyampaikan jaminan ini kepada umat Israel,

“Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, sebab nama-Nya yang besar. Bukankah TUHAN telah berkenan untuk membuat kamu menjadi umat-Nya?”

“Tuhan tidak akan membuang umat-Nya demi nama-Nya yang besar!” Semua tidak bergantung pada kelakuan Anda. Semua bergantung pada-Nya – sebab nama-Nya yang besar. Ia tidak akan membuang umat-Nya!

Siapa Zakharia ini yang datang lalu berkata bahwa Allah sudah meninggalkan umat-Nya? Ini pasti sesat! Tak heran jika kita akan merajamnya sampai mati karena ia menyampaiakan hal-hal yang bertentangan dengan janji Allah melalui hamba-hamba-Nya yang besar, Musa dan Samuel. Mereka menjadi semakin sengit ketika nabi-nabi seperti Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel semua datang dan mengatakan hal yang sama. Nabi-nabi ini juga dituduh sebagai pengkhianat dan sesat.

Terlebih lagi, firman yang terdapat di dalam Ulangan 31:6,

Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau

dikutip di Ibrani 13:5. Beginilah bunyinya:

Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu (biasanya dilewatkan saja). Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”

Ini adalah bagian yang penting dari ayat ini: “Aku tidak akan pernah, tidak, tidak pernah meninggalkanmu!” Orang Kristen juga gemar mengutip ayat ini. Ayat yang sangat menentramkan. Orang bahkan akan mengingatkan Anda tentang bentuk ungkapan negatif yang diulang sampai tiga kali (triple negative) dalam bahasa Yunaninya! Mereka akan berkata, “Si penyesat besar yang bernama Eric Chang ini berkata, ‘Anda tidak dijamin untuk diselamatkan, jadi jangan berpuas diri dulu.’ Padahal tokoh-tokoh besar Gereja yang jauh lebih berbobot ketimbang orang ini, Eric Chang ini, yang memberitahu kita tentang ungkapan negatif dalam bahasa Yunani yang diulang sampai tiga kali di dalam Ibrani 13:5 – Allah tidak akan pernah, tidak, tidak akan pernah meninggalkanmu!” Tentu saja, menurut mereka apa yang disampaikan pada bagian awal ayat itu tentang cinta akan uang tidak ada kaitannya dengan bagian akhirnya, dan itu sebabnya kita harus memusatkan perhatian hanya pada bagian yang akhir saja!

Nah, jika kita memperlakukan Firman Allah dengan cara seperti ini, jika begini cara kita mengutip Firman Allah, maka peluang untuk menipu diri sendiri menjadi tidak terbatas. Kita bisa saja menalar seperti ini, “Hamba-hamba Allah itu memang harus dirajam karena mereka berani membuat pernyataan sesat bahwa Allah telah meninggalkan umat-Nya. Kamu pikir Allah itu siapa? Kamu pikir kemurahan Allah itu tergantung pada dirimu? Demi nama-Nya sendirilah maka Allah tidak akan meninggalkanmu. Sekalipun orang Israel mungkin berbuat dosa berulang kali, tidak menjadi masalah karena yang menjadi penentu adalah nama-Nya.” Saya sangat sering mendengar cara orang menalar seperti ini. Belum pernahkah Anda mendengarnya? Jadi, setelah mengutip Kitab Suci, sekarang kita memiliki satu teologi untuk mendukung pernyataan kita: Teologi Kemutlakan Kasih Karunia (theology of the sovereignty of grace). Teologi ini terdengar sangat meyakinkan sehingga Anda tidak dapat menentangnya. Anda terbungkam. Kemutlakan kasih karunia yang diajarkan kepada kita berarti bahwa tidak peduli seperti apapun kelakuan Anda, Allah tidak akan pernah meninggalkan Anda.

Tentu saja ada beberapa ayat yang terdengar tidak nyaman di telinga seperti 2 Timotius 2:12, yang bunyinya mirip dengan perkataan Zakharia, ayat itu berkata, “Jika engkau meninggalkan-Nya, maka Ia akan meninggalkanmu.” Ayat ini terasa tidak nyaman. Di satu sisi, Allah berkata, “Aku tidak akan meninggalkanmu,” tapi di sini Ia akan meninggalkan Anda. Apakah Allah akan meninggalkan Anda atau tidak?

Jika kita ingin mengutip Ulangan 31:6 dengan benar, kita harus membaca beberapa ayat selanjutnya. Saya mau menunjukkan kepada Anda bahwa jika Anda menyalahgunakan Alkitab, Anda sebenarnya sedang memanfaatkannya untuk membuat dalih. Saya harap Anda mengerti bahwa Anda memang bisa memanfaatkan Alkitab untuk mencari alasan. Dan jika Anda memanfaatkan Alkitab untuk membuat dalih, maka Anda sedang melakukan bunuh diri rohani. Akibatnya sungguh berat. Ingatlah bahwa Iblis sekalipun bisa memanfaatkan Alkitab. Ia memakai Alkitab ketika mencobai Yesus di dalam Matius 4:1-11 karena Iblis juga tahu bahwa jika Anda mengutip ayat Alkitab keluar dari konteksnya, maka Anda bisa menciptakan pengertian apapun dari sana. Kita menemui kata-kata, “Tuhan tidak akan meninggalkan Anda,” di dalam Ulangan 31:6. Tetapi lihatlah di ayat 16 dan 17, apa yang kita temukan?

TUHAN berfirman kepada Musa: “Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu (Musa akan meninggal) dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjian-Ku yang Kuikat dengan mereka. Pada waktu itu murka-Ku akan bernyala-nyala terhadap mereka, Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, sehingga mereka termakan habis dan banyak kali ditimpa malapetaka serta kesusahan. Maka pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah kita?”

Bacalah ayat 17 baik-baik. Allah telah meninggalkan mereka! Allah akan meninggalkan mereka! Jadi mengapa kita berhenti membaca sampai di ayat 6 saja? Itulah yang disebut sebagai penyalahgunaan Alkitab. Kita harus membaca keseluruhan pasalnya dan melihat apa konteksnya. “Aku akan meninggalkan mereka.” Inilah tepatnya hal yang dikatakan oleh Yesus. “Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu” (Matius 21:43). Mengapa? “Karena mereka telah mengingkari perjanjian-Ku. Aku akan meninggalkan mereka.”

Saudaraku yang kekasih, kita akan masuk ke dalam kebinasaan jika kita memanfaatkan ayat Alkitab sebagai dalih untuk membenarkan perbuatan dosa orang Kristen, dan menciptakan Doktrin seperti Kemutlakan Kasih karunia. Kasih karunia Allah memang mutlak akan tetapi setiap janji Allah ada syaratnya. Setiap janji Allah berisi syarat. Ia tidak akan meninggalkan umat-Nya selama umat-Nya memelihara perjanjian-Nya. Tidak ada janji di dalam Alkitab yang tidak disertai dengan syarat. Dapatkah Anda menunjukkan satu saja janji yang tidak bersyarat? Ibrani 13:5 adalah ayat yang sangat berharga. “Aku tidak akan membiarkan dan meninggalkanmu,” adalah janji bagi mereka yang setia pada perjanjian, bagi mereka yang menjauhkan dirinya dari kecintaan akan uang. Kita tidak boleh memenggal ayat tersebut.


Dalih lain yang dipakai dalam Perjanjian Lama

Akan tetapi kita bisa saja mencari dalih lain untuk tidak menaati Allah. Dan jika kita mulai memakai alasan jenis ini, kita akan masuk ke tempat yang sangat berbahaya. Selain dari dalih pengkhianatan dan keseatan, inilah beberapa macam dalih yang dipakai di dalam Perjanjian Lama dalam rangka menolak pesan para nabi:

Dalih bahwasuara terbanyak itulah yang selalu benar.” Hamba Allah yang sejati adalah kaum minoritas yang sangat sedikit jumlahnya. Mereka selalu kalah jumlah di sepanjang sejarah. Anda mungkin akan selalu tergoda untuk ikut suara terbanyak. Ingatlah akan satu hal: hamba Allah yang sejati selalu, dan selalu saja, menjadi minoritas di sepanjang sejarah gereja.

Sebagai contoh, nabi Mikha di dalam 2 Tawarikh 18:5. Sang Raja bertanya kepada 400 nabi. Empat ratus nabi! Dan mereka mengucapkan hal yang sama, bahwa sang raja harus berangkat berperang dan ia pasti menang. Tetapi Mikha adalah satu-satunya nabi yang berkata kepada raja, “Jika engkau maju berperang, maka engkau pasti akan kalah. Engkau pasti mati. Engkau tidak akan pulang dari peperangan ini. Aku tidak akan melihat wajahmu lagi.” Empat ratus nabi berkata, “Allah beserta-mu. Berkat Allah beserta-mu.” Mereka semua adalah nabi Tuhan, menurut pengakuan mereka. 400 berbanding satu! Suara siapa yang akan Anda dengarkan? Suara dari 400 orang pasti tidak akan salah!

Kita sudah terbiasa mendengar rayuan iklan. Suara banyak orang tidak mungkin salah!  “721.000 orang telah beralih ke Pepsi.” 721.000 orang jelas tidak mungkin salah! Jelas itu merupakan bukti bahwa Pepsi lebih unggul ketimbang Coca-cola! Hebat. Jika Anda memandang seperti itu, maka Anda pasti akan beralih ke Pepsi. Anda terpikat oleh jumlah yang disebutkan. Saya yakin bahwa Anda pasti pernah melihat iklan semacam ini di koran atau di mana saja: “721.0000 orang, menurut poll Gallup.” Kita terpesona oleh angka yang disajikan dan si pembuat iklan tahu akan hal itu, jika tidak maka mereka tidak akan menyebutkan angka.

Empat ratus nabi Tuhan (menurut pengakuan mereka)! Empat ratus yang berkata kepada raja, “Majulah! Allah akan beserta-mu, dan engkau akan pulang dengan kemenangan oleh kasih karunia dan kuasa Allah! Allah menyertai umat-Nya Israel! Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya! Berangkatlah di dalam nama Tuhan, dan engkau akan menang!” Wah! Empat ratus! Dan lihatlah satu nabi yang kurus kering yang bernama Mikha yang berkata, “Oh tidak, tidak! Allah tidak akan menyertaimu! Engkau akan kalah!” Siapa yang akan Anda dengarkan? Anda akan mendengarkan orang yang omongannya sesuai dengan keinginan Anda. Siapa yang mau mendengar omongan satu orang ini?

Hal ini terus berlangsung di dalam sejarah gereja. Hal itulah yang akan Anda alami. Terdapat banyak sekali pemimpin Kristiani. Mayoritas dari para tokoh agama itu mengatakan satu hal, sedangkan saya – satu orang yang tidak masuk hitungan – mengatakan hal yang lain. Jadi, siapa yang akan Anda dengarkan? Sudah tentu suara mayoritas, para pemimpin umat yang terhormat, suara merekalah yang akan Anda dengarkan.

Hal yang sama terjadi di masa Yesus. Dan hal ini terjadi pada-Nya. Ia menyampaikan khotbah yang bertentangan dengan adat-istiadat orang Israel. Para imam kepala, ahli kitab dan yang lainnya segera menentang Yesus. Dan apa yang dimiliki oleh Yesus? Hanya sekelompok kecil murid yang tidak berpendidikan. Ia tidak diakui secara resmi, Ia tidak memiliki kedudukan resmi, bahkan Ia tidak memiliki ijazah dari sekolah teologia. Setidaknya, jika Ia termasuk golongan rabi dengan bekal ijazah yang cukup berbobot, mungkin Ia akan mendapat sedikit pengakuan. Akan tetapi Ia hanya ditemani oleh sekumpulan nelayan yang berkerumun sebagai murid-Nya, sekumpulan orang-orang yang tidak berbudaya. Anak Manusia ini berdiri menentang seluruh sistem keagamaan orang Israel, bait Allah, para imam, para pemimpin umat, semua orang! Tidak heran jika orang menjadi bingung, siapa yang harus dipilih: “Suara siapa yang harus kami dengarkan? Suara para pemimpin agama, para rabi atau suara orang ini dengan segerombolan murid nelayan-Nya?” Suara siapa yang akan Anda dengarkan? Manusia Allah selalu merupakan minoritas. Demikianlah, Anda mendapatkan dalih. Saat Anda menolak untuk mendengarkan pesan, Anda akan selalu berada di dalam posisi yang sangat kuat untuk menolaknya. Mengapa? Seperti yang kita lihat sebelumnya, kebenaran selalu ada di tengah kaum minoritas.

Dalih karena kurangnya bukti. Kurangnya bukti adalah suatu dalih atau “alasan” yang sangat kuat. Ingat akan poin yang baru saja kita dapatkan: kejatuhan rohani berjalan seiring dengan meningkatnya kemakmuran ekonomi.

Tahukah Anda kapan bangsa Israel berada pada titik terparah secara rohani? Pada saat bangsa ini berada dalam puncak kemakmurannya. Pada waktu nabi-nabi Allah datang dan berkata kepada Israel, “Allah telah meninggalkan-mu,” bukti yang ada di depan mata tampaknya justru berkebalikan. Mengapa?

Orang Israel menjawab, “Lihatlah kemakmuran ini! Lihatlah betapa kayanya Israel sekarang ini! Apa maksud-mu dengan berkata bahwa Allah telah meninggalkan kami?”

Perhatikanlah pesan dari para nabi, dan Anda akan melihat bahwa pesan dari para nabi secara konstan menyerang kehidupan mewah orang-orang Israel. Ada yang tidur di ranjang gading. Wah! Mereka hidup dalam kemewahan yang luar biasa! Mereka minum dari cawan emas. Beberapa nabi menyebut para wanita Israel, “Lembu-lembu Basan.” Mengapa? Karena lembu-lembu Basan adalah lembu-lembu yang mendapat makanan yang baik dan gemuk-gemuk. Nabi-nabi ini sikapnya terlihat kasar, bukankah begitu? Bagaimana mungkin hamba Allah bisa begitu kasar? Sekarang kita lihat keadaannya. Israel saat itu sangat kaya, dan tentunya kemakmuran adalah lambang dari berkat Allah. Apakah Anda akan menyatakan bahwa kemakmuran adalah kutuk dari Allah? Nah, kebanyakan orang tidak memandangnya sebagai kutuk dari Allah. Itu adalah berkat.

Lalu para nabi datang ke tengah bangsa yang makmur karena diberkati Allah (demikian setidaknya menurut pandangan bangsa ini), dan berkata, “Allah telah meninggalkan-mu!”

Bangsa Israel menjawab, “Omong kosong! Jika Allah telah meninggalkan kami, kita semua akan menjadi miskin, bukankah begitu? Kita akan melarat dan hidup dalam kesukaran!”

Sebelum kejatuhannya di tahun 721 SM, bangsa Israel berada dalam kemakmuran, dan juga kedudukan politik yang lumayan bagus. Tidak terlalu buruk. Itu sebabnya mereka berani memberontak terhadap kerajaan Asyur. Mereka merasa cukup yakin untuk bisa melawan kerajaan yang jauh lebih kuat dari mereka. Begitu besarnya keyakinan mereka terhadap kekuatan ekonomi dan angkatan perangnya. Setiap orang yang mengerti tentang sejarah Israel akan dapat memahami bahwa para nabi berada dalam kedudukan yang sangat sulit, kurang sekali bukti untuk mendukung bahwa pesan yang mereka bawa itu benar.

Jika sekarang ini Anda berkata kepada gereja, “Allah telah meninggalkan-mu karena kamu telah meninggalkan Allah,” Mereka akan berkata, “Omong kosong! Kita belum pernah berada dalam keadaan yang baik seperti sekarang ini! Lihatlah dana yang terkumpul sekarang ini! Anggaran kita tahun lalu 200.000 dolar dan sebesar 80.000 kita anggarkan untuk kegiatan penginjilan. Lihat program televisi kami yang menjamur di segala tempat. Dan semakin banyak saja orang yang beralih ke bidang hiburan Kristen. Ini adalah kesuksesan. Dan kamu berkata bahwa Allah telah meninggalkan kami? Omong kosong!”

Dalih karena kurangnya bukti religius. Bukan sekadar bukti ekonomi dan politik yang kurang, bukti religius juga kurang.

Orang Yahudi berkata, “Itu tidak benar. Kami tidak meninggalkan Allah. Dan Allah tidak meninggalkan kami, terbukti dari kekayaan kami. Masuklah ke Bait Allah dan lihatlah apa yang ada di sana, ada begitu banyak orang yang beribadah di sana.” Itulah poinnya. Ada begitu banyak kegiatan keagamaan di sana. Seandainya Anda tahu sejarah Israel, maka Anda akan mengetahui bahwa kegiatan keagamaan telah menggeser kerohanian yang sejati.

Di dalam setiap gereja yang mengalami kematian rohani, Anda akan melihat banyak sekali kegiatan keagamaan di sana. Ini adalah prinsip yang mendasar. Akan ada banyak departemen di dalam gereja itu. Ada yang mengurusi pendidikan, kaum muda, humas, dan lain-lain. Dan Anda akan melihat sepasukan pendeta di bawah pimpinan seorang pendeta utama yang menjadi direktur atas semuanya. Wah! Sangat tertata rapi dan mengesankan. Dan mereka mempekerjakan seorang MBA untuk mengurusi keuangan gereja. Sangat efisien. Segala sesuatu telah mereka atur dengan sempurna. Satu-satunya hal yang tidak mereka punyai adalah kehidupan rohani yang mendalam dan penuh kuasa. Nah, saya tidak bermaksud menentang efisiensi, dan saya juga tidak berkeberatan dengan penataan organisasi. Siapa yang keberatan dengan itu semua? Hal yang ingin saya sampaikan di sini adalah sebuah prinsip: Jangan mengartikan kegiatan keagamaan sebagai hal yang sama dengan kehidupan rohani.

Semua dalih itu terjadi pada jaman Yesus, dan akan terus muncul di jaman-jaman berikutnya karena ini adalah prinsip-prinsip yang bersifat permanen. Yesus menghadapi situasi yang sama. Yesus berkata kepada orang Israel, “Kerajaan Allah akan diambil darimu. Kamu tidak menyadari saat Allahmu mendatangi-mu, dan Allah telah meninggalkan-mu, Allah telah menelantarkan-mu.”

Namun bangsa Israel saat itu sangat kaya. Sekalipun mereka berada di bawah kekuasaan Roma, hidup mereka cukup enak. Secara ekonomi, mereka bahkan menikmati kemakmuran. Secara politik, keadaan mereka juga tidak terlalu buruk. Roma adalah penjaga perdamaian yang cukup baik. Bangsa Israel tidak harus memelihara angkatan perang karena penguasa Roma yang menjaga perdamaian. Ini sangat menghemat anggaran karena mereka tidak harus menyisihkan dana untuk angkatan perang. Jadi mereka bisa memusatkan perhatian pada masalah ekonomi. Dengan begitu, bangsa Israel menjadi sangat makmur. Dan kemakmuran ini membuat hati mereka menjadi semakin memberontak terhadap pemerintah Roma. Mereka semakin yakin akan dapat mengalahkan pasukan Roma. Begitulah kemakmuran dan rasa percaya diri bangsa Israel saat itu. Dan di dalam hal keagamaan, bangsa Israel juga sangat giat. Ingatkah Anda akan peristiwa pengusiran para pedagang dari halaman Bait Allah? Bait Allah penuh sesak oleh para jemaat pada zaman Yesus. Gedung ini tidak kekurangan jemaat. Itu sebabnya para pedagang sampai berduyun-duyun memenuhi halaman Bait Allah. Para penukar uang dan penjual hewan kurban. Bait Allah hiruk-pikuk oleh segala macam kegiatan di sana. Besar kemungkinan orang Yahudi akan berpikir, “Kamu bilang kami meninggalkan Allah? Omong kosong! Perhatikan Bait Allah kami.” Itu sebabnya mengapa para nabi mengecam kegiatan bangsa ini di Bait Allah, seperti yang saya lakukan sekarang.

Nabi Yesaya menyampaikan kepada bangsa Israel bahwa Allah berkata, “Siapa yang meminta kamu datang membawa hewan korban ke Bait-Ku? Siapa yang menghendaki semua ini? Apa kamu pikir Aku menghendaki semua ini? Yang Ku-inginkan adalah jiwa yang mengabdi. Yang Ku-inginkan adalah keadilan dan kebenaran. Aku tidak menghendaki semua kegiatan keagamaan seperti ini.” Anda bisa membaca itu semua itu di pasal pertama kitab Yesaya (Yesaya 1:11-17), dan kecaman itu terus berlanjut melalui Yesaya. Kita sudah mengganti kegiatan keagamaan dengan kerohanian.

Jadi jika Anda sangat aktif dalam berbagai kegiatan di gereja, Anda mungkin akan memakai hal itu sebagai dalih bagi keadaan Anda yang tidak bertumbuh secara rohani, atau mungkin menyangkal bahwa kerohanian Anda sedang merosot. Izinkan saya mengingatkan Anda bahwa dalih-dalih semacam ini akan terus ada sampai di hari penghakiman nanti. Dengan semakin dekatnya kedatangan Yesus yang kedua, dunia tidak akan menjadi semakin miskin. Yang kaya akan semakin kaya. Dan gereja-gereja, karena prinsip-prinsip yang mereka ajarkan, akan menjadi salah satu lembaga yang paling kaya. Saya yakin Anda telah melihat bahwa pada umumnya orang Kristen tergolong di antara orang-orang kaya, dan kekayaan dipandang sebagai tanda dari berkat Allah. Kita merasa kasihan kepada negara-negara miskin. Kita merasa ‘sangat diberkati oleh Allah’. Begitulah! Tapi ingatlah akan apa yang sudah kita lihat: berkat bisa berubah menjadi kutuk seiring dengan semakin gemuknya hati kita, dan kita mulai menciptakan banyak dalih untuk menghindar dari kewajiban untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak Allah.


Mencemar nama baik hamba Allah

Hal yang terakhir adalah kita mungkin akan menolak pesan dari Allah dengan sikap yang semakin mengeras hingga ke tahap yang paling serius. Anda mungkin akan tiba ke tahap di mana Anda mulai menyerang hamba Tuhan. Anda mungkin akan berkata, misalnya, bahwa orang itu dirasuki setan, hal yang sudah diucapkan oleh orang Yahudi terhadap Yohanes Pembaptis di dalam Matius 11:18, “Ia kerasukan setan.” Yohanes pembaptis itu sudah gila!

Serangan macam apa yang ditujukan kepada Yesus dalam rangka mencemarkan nama baik-Nya? Hampir semua julukan yang buruk dialamatkan kepada-Nya! Saya akan menunjukkan lima hal yang mereka katakan tentang Yesus. Renungkanlah kelima hal ini:

1.   Seperti Yohanes Pembaptis, Yesus juga dituduh kerasukan setan, dan bekerja dengan kuasa iblis, sebagai contoh, di dalam Yohanes 10:20 – “Ia kerasukan setan…”

2.   Tuduhan kedua yang diajukan kepada Yesus adalah, “Ia…gila; mengapa kamu mendengarkan Dia?” ia dituduh gila. Tuduhan ini tercatat di dalam Yohanes 10:20, dan juga dalam bagian-bagian yang lain.

3.   Ketiga, di dalam Matius 11:19, “Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.” Bukan sekadar pelahap dan pemabuk, Ia juga disamakan dengan orang-orang berdosa karena pergaulan-Nya dengan mereka. Anda tentunya tidak sudi mendengarkan perkataan orang yang lingkungan pergaulannya buruk!

4.   Keempat, Ia adalah pelanggar hukum Taurat. Sebagai contoh, Ia dituduh tidak memelihara hari Sabat, dalam Matius 12:1-14. Lawan-lawan-Nya dengan sinis berpikir, “Wah! Seorang pelanggar Hukum Allah! Dan orang ini mengaku membawa berita bahwa Allah telah meninggalkan kita! Jika ada orang yang telah ditinggalkan oleh Allah, tentunya dia itulah yang ditinggalkan oleh Allah, bukannya kami!”

5.   Dan tuduhan terakhir terhadap Yesus adalah bahwa Ia seorang penghujat. Ia telah mengatakan hal yang menentang Allah. Di dalam Yohanes 10:33, 36, sebagai contohnya, dan juga di dalam tiga kesempatan yang lain, Ia menerima tuduhan sebagai penghujat, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.

Di atas itu semua, orang masih bisa menambahkan satu lagi tuduhan terhadap Yesus, yaitu Ia mempunyai semangat suka mengecam atau semangat kritis. Kecaman yang diajukan-Nya terhadap orang-orang Farisi di dalam Matius pasal 23 akan dikutip sebagai contoh. Kecaman tersebut akan membuat kita tersentak, apalagi hati orang-orang Farisi yang menjadi sasaran langsung kecaman tersebut. Apakah mungkin, orang yang bersifat kritis seperti ini adalah seorang hamba Tuhan yang sejati! Lagi pula, orang-orang Farisi termasuk di antara orang-orang yang paling dihormati, salah satu golongan yang paling intelektual pada zaman itu. Dan mereka membenarkan diri mereka sendiri dengan berpikir, “Apakah engkau akan mengecam orang lain dengan kutukan yang berlipat tujuh seperti itu? Hah! Itu bukanlah sikap orang yang benar! Ia terlalu kritis!”

Semua yang disebut di atas merupakan dalih yang sangat baik untuk menolak orang-orang yang datang membawa pesan, dan dengan menciptakan dalih seperti itu, kita sudah menolak pesan dari Allah. Sebagai contoh, jika Anda tidak suka isi khotbah yang saya sampaikan, Anda bisa saja berkata, “Orang ini sangat sombong dan gemar mengecam. Dan yang lebih buruk lagi, ia sendiri tidak memelihara ajaran Tuhan, ia pelahap dan peminum.” Setelah berkata seperti ini, Anda tidak perlu mendengarkan khotbah saya lagi. Anda telah menyingkirkan pesan itu.

Ingatlah baik-baik poin ini: Setiap dalih atau alasan, untuk menghindari apa yang Tuhan perintahkan kepada Anda, untuk tidak menanggapi kehendak atau panggilan-Nya, akan mengorbankan keselamatan Anda!

 

Berikan Komentar Anda: