Pastor Eric Chang | Matius 22:1-14 |

Perumpamaan ini umumnya disebut sebagai perumpamaan tentang perjamuan kawin atau pesta perkawinan. Perumpamaan ini terdapat di dalam Matius 22:1-14 dan diawali dengan kalimat seperti: Lalu Yesus berbicara pula dalam perumpamaan kepada mereka. Kata ‘mereka’ mengacu kepada para imam kepala dan orang-orang Farisi. Pada pasal yang sebelumnya, Yesus berkata bahwa kerajaan Allah akan diambil dari mereka dan diberikan kepada bangsa yang akan menghasilkan buah bagi kerajaan itu (Mat. 21:43). Jadi Yesus menyampaikan perumpamaan ini secara khusus kepada para pemimpin agama tersebut, dan juga kepada mereka yang mau mendengarkannya. Berikut ini adalah perumpamaan tersebut selengkapnya.

Lalu Yesus berbicara pula dalam perumpamaan kepada mereka: “Hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini.” 

Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu.

Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”

Mari kita amati sejenak perumpamaan ini untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Pertama-tama, kita melihat bahwa orang-orang tersebut sebelumnya sudah menerima undangan perjamuan dan jelas bahwa mereka awalnya tidak menolak undangan tersebut. Akan tetapi mereka tidak datang ke perjamuan kawin tersebut. Hal khusus yang tampak dari perumpamaan ini adalah bahwa sekalipun mereka tidak datang ke perjamuan tersebut, akan tetapi sang raja tetap mengirim hamba-hambanya yang lain untuk mengundang mereka lagi. Namun kali ini mereka bertindak lebih keras ketimbang reaksi mereka yang pertama, mereka membunuh hamba-hamba yang diutus oleh sang raja. Jadi, sebagai pembalasannya, sang raja membinasakan kota tersebut.

Gambaran yang ada di sini sangat mudah untuk dipahami. Di dalam ayat 7, pembinasaan kota tersebut adalah nubuat bagi pembinasaan Yerusalem. Orang-orang Yahudi telah menolak undangan pesta perjamuan Allah. Mereka, seperti yang disebutkan dalam perumpamaan yang sebelumnya, melukai para utusan-Nya, nabi-nabi-Nya, hamba-hamba-Nya, merajam dan membunuh para nabi-Nya. Dengan demikian datanglah penghakiman Allah terhadap kota tersebut. Jadi, pembinasaan kota Yerusalem dengan jelas dinyatakan di sini.

Ini bukanlah suatu tema yang baru di dalam ajaran Yesus. Pembinasaan Yerusalem dinyatakan dan dinubuatkan secara gamblang, contohnya, di dalam Lukas 19:41-44 di mana Yesus Kristus berkata kepada orang-orang Yahudi bahwa Yerusalem pasti akan dihancurkan. Unsur nubuatan tersebut juga dimasukkan ke dalam perumpamaan ini. Pernyataan yang sama disampaikan di dalam beberapa ayat terakhir di Matius 23. Dan pernyataan yang sama juga muncul di dalam ayat-ayat awal dalam Matius 24, yang secara khusus menyampaikan tentang penghancuran Bait Allah.

Dari Matius 22:9 dan seterusnya, para hamba disuruh untuk pergi ke persimpangan-persimpangan jalan dan mengundang setiap orang ke pesta perjamuan tersebut. Persimpangan-persimpangan jalan tersebut adalah jalan-jalan yang menuju keluar dari Yerusalem. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan ‘persimpangan jalan’ ini sebenarnya berarti ‘jalan-jalan yang menuju keluar kota’. Karena kota itu sudah dibinasakannya, maka sang raja harus mengundang orang-orang yang berada di luar wilayah kota tersebut – mereka yang tinggal di desa-desa sekitar dan yang tinggal di ladang-ladang di luar kota.

Karena orang-orang Yahudi – khususnya mereka yang tinggal di Yerusalem – telah menolak Injil, maka Injil itu lalu disampaikan kepada orang-orang di luar Yerusalem, misalnya kepada orang-orang asing, namun orang-orang Galilea tidak dikecualikan. Sebagaimana yang mungkin sudah Anda ketahui, sebelas dari kedua belas murid Yesus berasal dari Galilea. Penduduk Yerusalem – sombong, berpuas diri dan juga sangat yakin dengan jaminan keselamatan mereka – selalu saja menolak pesan keselamatan yang disampaikan oleh Yesus. Dengan begitu, maka Injil kemudian disampaikan kepada orang-orang di luar lingkungan kota Yerusalem.

Jika kita baca perumpamaan ini dengan teliti, kita akan melihat adanya hal yang bersifat problematis di sini. Kita diberitahu bahwa penduduk di luar kota telah menyambut undangan tersebut, pesta perjamuan itu dipenuhi oleh para tamu. Lalu sang raja tampil untuk menyambut para tamu. Ia mendapati ada satu orang yang datang tanpa mengenakan pakaian pesta, dan menanyai orang itu, “Bagaimana kamu masuk ke sini tanpa memakai pakaian pesta?” Dan orang ini tidak mampu menjawab. Lalu dia dilemparkan keluar. Ingatlah bahwa orang ini telah menerima undangan itu dan ia sudah hadir di dalam pesta perjamuan, namun nasibnya berakhir dengan dilemparkannya orang ini keluar karena ia tidak memakai pakaian pesta. Apa makna dari pakaian pesta ini? Ini tentunya merupakan satu unsur kunci yang harus kita pahami dengan baik.

Seseorang dapat saja hadir di dalam pesta perjamuan, namun kemudian dilemparkan keluar karena kedapatan tidak memakai pakaian pesta. Di dalam buku karangannya, Profesor Edward Schweitzer dengan tepat melihat persoalan ini dan menyatakan: “Matius memperingatkan tentang jaminan keselamatan palsu yang mengira bahwa keselamatan dari Allah sudah tersimpan dengan aman di saku.” Selanjutnya, pada halaman berikutnya, ia berkata, “Di sini kita juga melihat keprihatinan khusus Matius. Seperti yang secara khusus terungkap dalam perumpamaan ini, murid-murid Yesus sendirilah yang harus mencamkan peringatan untuk tidak kehilangan hal yang telah diberikan kepada mereka.” Suatu pengamatan yang sangat bermakna, yaitu seseorang bisa saja hadir di pesta perjamuan itu tapi kemudian dilemparkan keluar.

Sekarang kita akan beralih kepada poin kedua yang sudah kita sebutkan sebelumnya – bahwa ada banyak yang dipanggil tapi hanya sedikit yang dipilih. Pernyataan ini sekilas tampaknya tidak sesuai karena apa yang kita lihat di dalam perumpamaan ini. Karena ternyata banyak yang diundang dan telah memberikan tanggapan dan hanya satu yang diusir keluar. Kesimpulan yang diambil mestinya berbeda. Seharusnya kesimpulannya adalah, “Ada banyak yang dipanggil, dan hanya satu yang diusir,” bukannya, “hanya sedikit yang dipilih.” Jika Anda amati secara sekilas perumpamaan ini, tentunya kesimpulan yang akan Anda ambil adalah bahwa banyak yang dipanggil dan dari mereka semua hanya satu yang dilemparkan keluar. Akan tetapi, kesimpulan yang muncul di luar dugaan, di sini disebutkan, “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” Artinya masih ada tersisa pertanyaan, “Yang diusir hanya satu orang, lalu bagaimana bisa hanya sedikit yang dipilih?” Penempatan kata ‘banyak’ dan ‘sedikit’ di dalam bagian kesimpulan dalam perumpamaan ini tampaknya kurang tepat. Lantas bagaimana cara kita memahaminya?

Hanya ada dua alternatif yang tersedia bagi kita. Kita bisa menghapus Matius 22:14 karena menganggapnya kurang tepat, hal yang dengan segera akan dilakukan oleh beberapa cendekiawan, khususnya yang beraliran liberal. Dengan alternatif pertama berarti kita memandang bahwa ayat ini tidak pas. Mungkin saat Matius memasukkan ayat ini, ia tidak dengan baik memahami situasi, dan ia memasukkannya ke dalam bagian ini secara sembarangan. Tentunya kita tidak akan menerima pemecahan semacam ini. Saya yakin bahwa Anda tentu tidak akan dengan mudah mencoret sebuah ayat dari sebuah bagian dalam Alkitab karena memandangnya tidak cocok dengan ayat-ayat lainnya.

Jika alternatif yang ini tidak dapat kita terima, berarti hanya tertinggal satu alternatif lagi yang ada buat kita – yaitu bahwa orang yang hadir di pesta perjamuan tanpa mengenakan pakaian pesta itu bukanlah satu-satunya tamu yang hadir tanpa pakaian pesta. Hanya kesimpulan ini yang dapat kita buat setelah yang pertama tadi tidak dapat kita terima; jika tidak, maka itu berarti bahwa kita tidak punya pilihan lain selain alternatif yang pertama itu. Dan jika kita juga menolak alternatif yang kedua ini, maka bagaimana kita bisa berkata bahwa hanya sedikit yang dipilih?


Pengertian atas kata ‘sedikit’

Kita tidak bisa menghapus Matius 22:14 karena sebenarnya bukan hanya di ayat ini saja Yesus berkata bahwa hanya sedikit yang dipilih. Sebagai contoh, di dalam Matius 7:13, Ia telah berkata,

“Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya.”

Ini adalah pernyataan yang maknanya sama persis dengan yang ada di dalam Matius 22:14.

Yesus juga terus mengucapkan hal yang serupa dengan ini di dalam Matius 9:37:

Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.

Hanya sedikit orang yang ikut ambil bagian di dalam pekerjaan Tuhan. Sebagian besar pekerja, mereka tidak ditemukan. Anda tentunya akan bertanya, “Apakah tidak ada orang Kristen?” Tentu saja tidak begitu halnya. Lalu mengapa jumlah pekerjanya hanya sedikit? Mengapa hanya sedikit orang yang terlibat di dalam melayani Tuhan – bekerja di dalam kebun anggur Tuhan – jika kita semua mendapat panggilan untuk melayani?

Dan kita akan menemukan lagi ide tentang “sedikitnya” jumlah pekerja ini di dalam 1 Petrus 3:20. Ada begitu banyak manusia di zaman Nuh namun hanya delapan orang yang diselamatkan. Delapan orang saja dari seluruh angkatan itu. Kita juga tidak boleh lupa bahwa dari seluruh angkatan – sekitar dua juta orang – yang keluar dari Mesir, hanya dua orang yang diizinkan masuk ke Tanah Perjanjian. Yang lain dibinasakan akibat ketidak-percayaan mereka sekalipun mereka telah menanggapi panggilan untuk keluar dari Mesir, bahkan sekalipun mereka disebut sebagai umat Allah, umat perjanjian Allah, umat yang dipanggil oleh Allah.

Di dalam Wahyu 3:4, kita juga mendapati hal yang sama. Hanya sedikit jemaat yang tetap setia kepada Tuhan. Jemaat yang lainnya telah menjadi tidak setia. Itu sebabnya pengajaran ini tidak boleh dihapuskan dari perumpamaan ini karena pengejaran tersebut tersebar di banyak bagian dalam Alkitab. Tidak ada hal yang hanya khusus ditemukan di perumpamaan ini.

Ini menjadikan pilihan yang tersisa bagi kita hanya alternatif yang kedua: bahwa orang yang dibicarakan dalam perumpamaan ini hanya merupakan perwakilan dari seluruh kelompok orang yang hadir di pesta perjamuan tanpa memakai pakaian pesta. Akan tetapi Yesus tidak menangani seluruh kelompok tersebut sebagai satu kumpulan karena jawaban kepada pertanyaan yang dikemukakan-Nya berbeda dari orang ke orang: “Bagaimana kamu masuk ke perjamuan ini tanpa mengenakan pakaian pesta?”

Pada penghakiman nanti, hal yang dibahas dalam perumpamaan ini, setiap orang harus memberi pertanggungjawaban secara pribadi. Tuhan akan menghakimi kita satu persatu. Kita tidak akan dihakimi sebagai satu kelompok. Ini adalah hal yang mengerikan! Alkitab memberitahu kita bahwa pada hari itu, semua kitab akan dibuka dan setiap orang akan dihakimi sesuai dengan perbuatannya. Akan lebih menyenangkan jika dalam penghakiman nanti kita bisa bersembunyi di balik kerumunan orang-orang. Jadi ketika Tuhan memanggil nama kita, kita bisa berkata, “Siapa yang Engkau maksudkan? Itu pasti bukan aku!”

Jika saja kita bisa bersembunyi di balik kerumunan orang-orang dan dihakimi secara kelompok, kita pasti akan merasa lebih enak. Akan tetapi jika nama kita dipanggil dari antara sekian banyak orang dan harus menjelaskan kepada Allah tentang hal mengapa kita melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal, tentunya ini bukan peristiwa yang menyenangkan.

Lebih jauh lagi, dalam bagian lain dari pengajaran Yesus, cara penggunaan satu orang yang mewakili suatu kelompok secara konstan dipakai dalam perumpamaan-perumpamaan yang lain. Kita melihat hal ini di dalam perumpamaan tentang talenta (Mat. 25:30) sebagai contohnya. Kerajaan Allah dibandingkan dengan para hamba yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola dana milik sang majikan. Di dalam perumpamaan ini hanya tiga orang hamba yang disebutkan. Tentunya tidak mungkin si majikan hanya memiliki tiga orang hamba, dan hanya satu dari tiga orang itu yang terbukti tidak setia. Jika demikian, maka berarti jumlah yang disebutkan hanya sedikit dalam hal memasuki kerajaan Allah merosot hanya menjadi tiga orang saja yang memasuki kerajaan Allah, dan satu orang kemudian dibuang keluar, ke dalam kegelapan. Tentunya ketiga orang itu mewakili tiga jenis orang. Tidak bisa kita artikan secara harfiah bahwa hanya satu orang yang gagal sementara dua yang lainnya berhasil.


Anak juga bisa dibuang keluar

Matius 8:11-12 juga berkaitan dengan hal perjamuan di dalam kerajaan Allah, di mana hamba-hamba yang setia dari Allah – Abraham, Ishak dan Yakub – hadir.

Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi

Sekali lagi ‘kegelapan yang paling gelap’ disebutkan di sini. Mereka yang dilemparkan keluar adalah orang-orang yang seharusnya mewarisi kerajaan ini – anak-anak kerajaan itu. Siapakah yang berhak mewarisi selain anak-anak? Anak-anak kerajaan yang seharusnya mewarisi kerajaan itu dilemparkan keluar karena mereka tidak memakai pakaian pesta. Dengan demikian segala sesuatunya bergantung pada pemahaman tentang apa itu pakaian pesta.

Saya mengajak Anda untuk memperhatikan satu teknik mengejutkan yang dipakai oleh Yesus di dalam pengajaran-Nya. Sering kali, Ia menyampaikan sesuatu yang tampaknya tidak cocok. Dan ketidak-cocokan ini akan membuat Anda terkejut dan mendorong Anda untuk berpikir. Kadang kala saya mencoba untuk meniru Yesus dalam hal ini, khususnya saat saya sedang memberikan pelatihan di gereja-gereja yang saya gembalakan. Saya akan duduk dengan santai dan menyampaikan sesuatu yang tidak pantas, membuat para peserta mengerutkan alisnya dan berpikir apakah mereka tidak salah mendengar apa yang saya sampaikan. Mengapa pengajar melakukan hal ini? Karena hal itu akan menarik perhatian muridnya dan membuat mereka berpikir. Sebagai guru yang sempurna, Yesus sering kali melakukan hal ini untuk menggugah pikiran kita. “Apa betul seperti ini? Kelihatannya ini bukan kesimpulan yang benar,” demikian pikir kita. Dan itulah tepatnya hal yang ingin Ia lakukan terhadap kita. Ia ingin agar kita berpikir, “Bagaimana kesimpulan seperti ini bisa cocok dengan perumpamaannya?” Dan kita akan mulai berpikir lebih keras tentang hal tersebut.


Semuanya telah diundang

Ide kunci di dalam perumpamaan ini adalah kata memanggil. Kata “memanggil” (call) ini muncul sebanyak lima kali di dalam sembilan ayat pertama Matius pasal 22. Kata ‘memanggil’ di dalam bahasa Yunani juga berarti ‘mengundang’. Diundang berarti dipanggil. Kata yang sama juga dipakai dalam hal panggilan terhadap orang Israel (lihat Hosea 11:1 di mana Allah berkata bahwa Ia memanggil anakNya (yaitu orang-orang Israel) keluar dari Mesir; ayat ini dikutip dalam Matius 2:15).

Semua orang Kristen telah mendapat panggilan. Kata yang sama ini juga berlaku bagi orang-orang Kristen. Kata ‘memanggil’ terhadap orang Kristen merupakan kata Yunani yang sama, yang di dalam perumpamaan ini diterjemahkan dengan ‘mengundang’. Ini karena tidak ada banyak perbedaan antara mengundang dengan memanggil. Jika Anda mengundang seseorang, berarti Anda memanggil orang itu. Kata ‘memanggil’ dipakai sebagai contoh di dalam Roma 8:30, 9:24, 1 Korintus 7:15, 17, 18, 21, 22, 24, dsb.

Ada kesalahpahaman di kalangan orang Kristen yang mengira bahwa kata ‘memanggil’ ini berarti bahwa Anda dipanggil untuk masuk ke dalam pelayanan sepenuh waktu bagi Tuhan. Ini keliru karena kata ‘memanggil’ di dalam Alkitab dipakai untuk semua orang Kristen. Jika Anda seorang Kristen, berarti Anda sudah dipanggil. Jika Anda belum dipanggil, berarti Anda bukan orang Kristen.

Setiap orang Kristen disebut sebagai orang kudus. Kita semua dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus, dipanggil untuk memberi tanggapan kepada Allah dan untuk menjadi milikNya, menjadi umatNya yang unik. Saya menggunakan kata ‘unik’ bukan untuk mengartikan bahwa perilaku kita akan menjadi aneh. Tetapi dunia mungkin akan memandang perilaku kita sangat aneh.

Berdasarkan perumpamaan ini, jelaslah bahwa sekalipun Anda seorang Kristen – telah menanggapi undangan Allah untuk datang ke pesta perjamuan keselamatan – Anda bisa saja mangkir dari panggilan itu walaupun pada awalnya Anda bersedia datang. Ini adalah hal yang disampaikan oleh Paulus ketika berkata kepada orang-orang di Galatia. Ia berkata kepada mereka,

“Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu” (Gal.1:6).

Orang-orang Galatia telah menerima panggilan itu dan pada awalnya mereka menanggapinya, namun belakangan mereka berpaling dari panggilan itu.

Ada ayat-ayat di dalam kitab Wahyu yang sangat mirip dengan perumpamaan ini, karena ayat-ayat itu berbicara tentang pesta perkawinan Anak Domba – perjamuan keselamatan. Di sana dikatakan, “Berbahagialah mereka yang diundang (atau dipanggil, karena kata Yunani yang dipakai sama saja) ke perjamuan kawin Anak Domba” (Why. 19:9). Ini adalah suatu peringatan bahwa jika kita sudah diundang masuk ke keselamatan Allah dan telah menanggapi panggilan itu, kita harus waspada, jangan sampai seperti orang-orang di Galatia itu yang berpaling dari Dia yang sudah memanggil kita.

Secara terus menerus kita mendapati di dalam Alkitab bahwa panggilan dan undangan memiliki arti yang sama. Jika kita adalah orang Kristen, maka kita telah menerima panggilan. Bagaimana panggilan itu datang kepada kita? Ia datang kepada kita dalam bentuk undangan. Sebagai contoh, Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat. 11:28). Ini adalah suatu undangan; yang juga suatu panggilan. Ketika Ia berkata, “Marilah kepadaKu,” maka ucapan itu merupakan suatu undangan dan panggilan. Saat Anda menanggapi panggilanNya, maka Anda menjadi seorang Kristen dan dengan demikian juga menjadi seorang murid. Ada lagi panggilan yang sejenis di dalam Injil Yohanes, “Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum!” (Yoh. 7:37). Sebagai orang Kristen, kita telah memberi tanggapan kepada panggilan itu dan telah meminum air itu.

Apa perbedaan antara memanggil dan memilih? Perumpamaan ini menyatakan, “banyak yang dipanggil akan tetapi hanya sedikit yang dipilih.” Jika Anda mengundang seseorang ke rumah Anda, berarti Anda telah memilih untuk mengundangnya ke rumah Anda. Jadi, memanggil adalah salah satu bentuk dari tindakan memilih. Saya tidak akan memanggil seseorang jika saya tidak memilih untuk memanggilnya. Jadi orang itu dipanggil berdasarkan pilihan. Memang terdapat hubungan yang erat antara memanggil dan memilih, dan memanggil adalah salah satu bentuk dari memilih. Akan tetapi keduanya tidak sama persis.

Lihatlah Yudas sebagai contohnya. Kata ‘terpilih’ seperti yang dipakai di dalam Yohanes 6:7 juga berlaku padanya. Di sini, Yesus berkata pada murid-muridNya,

“Bukankah Aku sendiri yang telah memilih kamu yang dua belas ini? Namun seorang di antaramu adalah Iblis.” (Yoh.6:70).

Kedua-belas rasul adalah orang-orang yang terpanggil; mereka diundang dan dipilih. Akan tetapi di tingkat hati, Yudas adalah seorang musuh Allah. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun seseorang mungkin saja menanggapi panggilan Allah, dan di dalam memberikan tanggapan itu ia masuk dalam kalangan orang-orang yang terpilih, akan tetapi ia bisa tetap memiliki hati yang menentang Allah, hati yang berkeras untuk melangkah semaunya sendiri.

Sangatlah berbahaya jika Anda berkeras untuk bersikap sekehendak hati di dalam kehidupan Kristen, karena Anda akan segera mendapati – secara sengaja ataupun tidak – betapa diri Anda telah menjadi musuh Allah. Itu sebabnya, setiap orang yang berkeras untuk melangkah sekehendak hatinya sendiri, terutamanya dalam pelayanan Allah, harus ditangani sedemikian rupa sehingga ia bisa memahami bahwa hal ini tidak boleh berlangsung seperti itu, demi kebaikannya sendiri dan juga demi kebaikan gereja. Ini adalah persoalan yang berbahaya. Seseorang dapat masuk ke dalam golongan rasul, seperti Yudas, dan berakhir sebagai seorang musuh Allah.

Contoh yang lainnya adalah orang-orang Yahudi yang tadinya adalah umat pilihan Allah – mereka masih disebut sebagai umat pilihan Allah sekarang ini – dan mereka itu menjadi orang-orang terpilih karena mereka memberi tanggapan kepada panggilan atau pilihan Allah. Namun akhirnya mereka ditolak dan kerajaan itu diambil dari tangan mereka.

Di tengah kalangan orang-orang terpilih, ada sekelompok orang lagi yang dipilih dari antara yang terpilih itu. Kita melihat bahwa orang Yahudi pada umumnya disebut sebagai orang-orang yang dipilih oleh Allah (Rom. 11:28), seperti halnya dengan orang-orang Kristen sekarang ini yang bisa disebut sebagai umat pilihan – Israel yang baru. Namun di ayat 5 dan 7 dari pasal yang sama, disebutkan bahwa umat pilihan itu ternyata gagal. Dari sini kita bisa melihat bahwa terdapat kumpulan orang-orang terpilih di tengah kalangan umat yang terpilih itu. Untuk menyederhanakannya, kita perlu membedakan kedua macam orang terpilih ini:

  • Mereka yang terpilih sekarang ini tidak otomatis tetap menjadi orang terpilih di hari penghakiman nanti.

  • Kita adalah umat pilihan jika kita adalah orang Kristen. Karena Ia telah mengundang kita dan kita telah memberikan tanggapan, kita menjadi orang-orang yang dipilih oleh Allah.

Celakalah kita jika kita berani menyombongkan hal ini. Pertanyaan yang penting bukanlah apakah kita ini orang-orang terpilih sekarang, melainkan apakah kita masih akan menjadi orang-orang terpilih, masih diterima, di hari penghakiman nanti. Yang penting bukan apakah kita sekarang ini adalah umat pilihan, melainkan apakah di hari penghakiman nanti Allah masih mau menerima kita sebagai umat pilihan-Nya. Dan sekali lagi, apakah Ia akan menerima kita tergantung pada apakah kita nanti memakai pakaian pesta itu.


Undangan yang sama, tanggapan yang berbeda

Seiring dengan pembahasan kita tentang perumpamaan ini, kita melihat bahwa panggilan Allah disampaikan kepada semua orang, seperti yang terungkap di dalam pernyataan “banyak yang dipanggil.” Setiap orang yang mendengarkan Firman Allah, yang mendengarkan undangan Yesus untuk datang kepada-Nya adalah orang yang telah dipanggil. Ada tiga macam tanggapan terhadap panggilanNya ini, dan kita termasuk ke dalam salah satunya:

  • Pertama, mereka yang telah diundang tetapi menolaknya. Sebagai contoh, jika sekarang ini Anda telah mendengarkan Injil namun menolak undangan Kristus untuk datang padaNya dan meminum air hidup, maka saat ini Anda tergolong orang semacam ini – orang yang telah diundang namun langsung menolaknya. Alasan mengapa Anda menolak undangan itu tidaklah penting. Yang jelas Anda telah menolaknya.

  • ·Ada orang-orang yang telah menerima undangan itu dan mereka memenuhinya. Mereka adalah orang-orang yang hadir di dalam pesta perkawinan itu.

  • Perumpamaan ini menyebutkan kelompok ketiga: yaitu orang-orang yang telah diundang dan hadir ke dalam pesta perjamuan itu, namun mereka kemudian dilemparkan keluar karena tidak memenuhi syarat, alasannya adalah karena mereka tidak memakai pakaian pesta.

Di dalam kategori yang manakah Anda berada? Rasul Paulus memberikan penjelasan tentang arti pakaian pesta ini dengan sangat jelas. Namun sebelum kita masuk ke dalam pembahasan tentang uraiannya tentang arti pakaian pesta, kita harus memperhatikan baik-baik pertanyaan yang diajukan di dalam perumpamaan ini (ayat 12). Pada umumnya kita akan mengira bahwa pertanyaan yang diajukan adalah, “Mengapa kamu tidak mengenakan pakaian pesta di dalam pesta perkawinan ini?” Kita mengira itulah pertanyaan yang dikemukakan, namun ternyata tidak demikian. Pertanyaannya adalah,

“Bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?”

Ada perbedaan yang sangat besar pada kedua pertanyaan itu. Sebelumnya, saya selalu mengira bahwa maksud dari pertanyaan itu adalah, “Mengapa kamu tidak mengenakan pakaian pesta di pesta perkawinan ini?” Pertanyaan yang terdapat di dalam ayat itu ternyata memiliki makna yang jauh lebih luas lagi.

Makna yang terkandung di dalam pertanyaan pada ayat itu adalah bahwa Anda tidak akan mungkin masuk ke dalam pesta itu tanpa mengenakan pakaian pesta. Ini bukan pertanyaan yang berkaitan dengan kata ‘apa’ atau ‘mengapa’, tetapi masalahnya adalah ‘bagaimana’. Bagaimana seorang tamu di pesta perkawinan bisa masuk tanpa pakaian pesta? Ia tidak akan bisa masuk ke tempat pesta jika tidak mengenakan pakaian pesta. Jika ia memang mengenakan pakaian pesta saat memasuki tempat pesta, lalu di mana pakaian itu sekarang? Mengapa ia tidak mengenakannya?

Tamu undangan tidak bisa masuk tanpa mengenakan pakaian pesta. Jadi pakaian pesta ini disediakan baginya saat ia memasuki tempat pesta itu. Namun, dengan alasan yang tidak dijelaskan, ia kemudian memutuskan untuk menanggalkan pakaian pestanya, mungkin karena ia merasa kepanasan; atau karena kecerobohannya ia telah mengotori pakaian itu. Ketika pakaian itu menjadi kotor, mungkin ia malu untuk mengenakannya terus.

Yang kita bicarakan bukanlah pakaian pesta yang dikenakan oleh mempelai. Pakaian pesta di sini berarti pakaian yang layak untuk dipakai dalam acara pesta seperti itu. Jadi tidak berarti bahwa semua tamu wanita akan datang dengan mengenakan pakaian pengantin. Maksud sesungguhnya hanyalah sehelai pakaian yang pantas untuk dikenakan dalam acara pesta. Sebagai contoh, tentunya akan sangat tidak pantas jika Anda mengenakan blue jeans dalam sebuah pesta perkawinan. Tamu-tamu undangan pesta pernikahan di zaman sekarang ini, mungkin cara berpakaiannya sudah lebih santai, namun di kebanyakan negara, terutama di belahan timur, mengenakan pakaian santai untuk menghadiri pesta dipandang tidak sopan.

Terlebih lagi, tamu undangan ini tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut (ayat 12). Jika ia punya alasan yang baik, tentu ia akan memberi jawaban. Sebagai contoh, ia bisa saja berkata, “Tuan, saya tahu bahwa yang saya kenakan ini bukanlah pakaian pesta, tetapi saya tidak mampu untuk membeli pakaian pesta. Ini adalah pakaian terbaik yang saya miliki. Maafkan saya.” Di dalam terang pengajaran Yesus, yang selalu mengarahkan simpatinya terhadap orang-orang miskin, saya yakin bahwa Tuhan pasti akan memaafkannya. Fakta bahwa ia hanya diam saja menunjukkan bahwa ia tahu bahwa ia tidak memiliki alasan yang bisa diterima.

Pada zaman itu, sebuah pakaian pesta tentu sudah disediakan baginya. Sudah merupakan tradisi di zaman itu untuk menyediakan pakaian pesta bagi undangan yang tidak mampu untuk membelinya. Sebagai contoh, di dalam kejadian 45:22 dan Hakim-hakim 14:12, kita diberitahu bahwa para tamu diberi pakaian pesta. Apakah hal ini masih dilakukan atau tidak di zaman Yesus, tidak menjadi masalah bagi kita. Yang penting adalah bahwa pada pesta perkawinan Anak Domba – jamuan keselamatan – nanti Allah akan menyediakan pakaian yang kita butuhkan.

Ini adalah sebuah pengajaran penting yang terungkap dari perumpamaan ini, dan kita akan beralih kepada Paulus untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas lagi. Ia memakai kata Yunani dalam menjelaskan hal mengenakan pakaian dalam pengertian rohani. Paulus menggunakan kata-kata ini sebanyak 15 kali di dalam pengajarannya. Dan ia selalu memakai kata ini di dalam pengertian rohani, bukan yang harfiah. Sebagai contoh, ia berbicara tentang mengenakan kekekalan di dalam 12 Korintus 15:53-54. Di dalam ayat-ayat ini, kekekalan digambarkan seperti sehelai pakaian yang Anda kenakan. Dan ‘mengenakan’ berarti bahwa kita harus masuk ke dalam kekekalan itu. Inilah yang Paulus katakan:

Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan (kata Yunani untuk “mengenakan pakaian”) yang tidak dapat binasa (ayat 53).

Dengan demikian, diri yang tidak kekal ini harus mengenakan kekekalan. Ketika yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang fana mengenakan yang kekal, maka digenapilah apa yang tertulis di dalam Alkitab: maut ditelan dalam kemenangan. Menurut Paulus, pada saat kita ditebus di hari kebangkitan nanti, kita akan diberikan kekekalan – tubuh yang baru yang tidak akan pernah mati sebagai ganti bagi tubuh sekarang ini yang pasti akan mati. Jadi kita bisa katakan bahwa tubuh yang fana ini mengenakan kekekalan, seperti mengenakan sehelai baju.

Paulus juga mengatakan hal yang serupa di dalam 2 Korintus 5. Di sini dikatakan bahwa kita mengeluh dan merindukan kediaman surgawi, karena dengan mengenakannya maka kita tidak akan kedapatan telanjang.

“Selama kita di dalam kemah ini (tubuh jasmani), kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup” (lihat 2 Kor. 5:2-4).

Yang akan kita kenakan nanti, pada hari kebangkitan itu, adalah hidup.

Dari cara Paulus memakai kata ‘mengenakan’ ini, kita dapat melihat bahwa ia memandang pakaian sebagai lambang dari cara hidup yang baru – kekekalan. Lebih jauh lagi, bisa jadi ia memandang pakaian sebagai lambang kualitas hidup yang baru – hidup kebangkitan atau hidup yang baru yang disebut hidup yang kekal. Ini bukanlah kehidupan yang tanpa batas waktu seperti yang dibayangkan oleh kebanyakan orang. Ini adalah kualitas hidup yang baru – kualitas hidup milik Allah.


Mengenakan Kristus

Untuk bisa memenuhi syarat bagi hidup kekal yang akan kita kenakan itu – atau yang tidak dapat binasa, menurut istilah Paulus – apa yang harus kita kenakan sekarang ini? Tidak lain adalah Yesus Kristus sendiri. Di dalam Galatia 3:27, Paulus memberitahu kita bagaimana Yesus menjadi jalan hidup kita yang baru:

Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.

Di sini, sekali lagi kita melihat pemakaian istilah ‘mengenakan’. Jika Anda adalah seorang Kristen, berarti Anda telah mengenakan Yesus Kristus. Itu sebabnya mengapa dikatakan juga bahwa Anda ‘di dalam Dia’.

Ada dua langkah yang berkaitan di dalam hal mengenakan Yesus. Di dalam Galatia 3:26 kita diberitahu, “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.” Ayat ini memberitahu kita bahwa kita perlu memiliki iman, yang merupakan langkah pertama. Ayat selanjutnya berkata bahwa kita perlu dibaptiskan, dan itu adalah langkah yang kedua. Kita mengenakan Yesus Kristus melalui iman dan baptisan. Iman itu harus dinyatakan dalam baptisan, yang berarti mati bagi cara hidup yang lama dan masuk ke dalam cara hidup yang baru di dalam Kristus.

Jadi, ada dua langkah di hadapan kita. Pertama, jubah keselamatan itu disediakan bagi kita. Itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada kita, dan kita tidak bisa memperolehnya dengan kekuatan sendiri. Malahan, kita ini sangat tidak layak dan tidak mampu untuk memperoleh jubah itu dengan kekuatan sendiri. Sebagai contoh, adalah mustahil bagi saya untuk menyelamatkan diri saya sendiri. Saya jelas tidak mampu melakukannya. Yesus diberikan sebagai keselamatan dari Allah kepada kita, membebaskan kita dari belenggu dosa dan maut. Saat kita mengenakan Yesus – karunia Allah yang diberikan saat baptisan – kita bisa melanjutkan langkah menuju hidup yang kekal.

Paulus merujuk kepada Yesaya 61:10 saat memakai istilah ‘mengenakan’ ini. Ayat di dalam kitab Yesaya menyatakannya dengan sangat indah:

Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya.

Itulah karunia dari Allah, yang tertulis di dalam Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru; tidak ada perbedaan sama sekali di dalam hal ini di antara kedua Perjanjian itu. Keselamatan selalu merupakan pemberian dari Allah. Tak ada orang yang dapat memperolehnya berdasarkan kelayakannya sendiri. Untuk bisa memperolehnya dengan kekuatan sendiri, berarti kita harus menunjukkan kepada Allah bahwa kita layak atas jubah itu. Dan ini jelas merupakan hal yang mustahil.

Keindahan dari pengajaran Yesus dan kedalaman dari pemahaman rohani Paulus memang selalu membuat kita takjub. Jika kita cermati kata ‘mengenakan’ di dalam bahasa Yunani, kata ini selalu dipakai dalam middle form. Di dalam bahasa Yunani, ada kalimat yang berbentuk aktif, middle, dan pasif. Bentuk pasif menunjukkan hal yang diperbuat oleh orang lain terhadap Anda; bentuk aktif menunjukkan hal yang Anda perbuat terhadap orang lain. Akan tetapi bahasa Yunani memiliki satu bentuk lagi, middle, yang dipakai untuk menunjukkan hal yang Anda perbuat terhadap diri Anda sendiri. Bentuk ini disebut juga sebagai bentuk refleksif. Tata bahasa Inggris tidak memiliki bentuk middle ini. Dalam bahasa Inggris Anda harus berkata, “Do it yourself (lakukanlah sendiri).” Di dalam tata bahasa Yunani, Anda tidak membutuhkan kata ‘yourself ‘. Anda cukup memakai kata kerja di dalam bentuk middle.

Terlebih lagi, kata ‘mengenakan’ seperti yang digunakan oleh Paulus ini selalu ditulis dalam bentuk middle. Artinya, Anda mengenakan pakaian bagi Anda sendiri. Dari sini kita bisa melihat betapa sempurnanya pengajaran Alkitab. Allah menyediakan jubah keselamatan itu tetapi Anda harus mengenakannya sendiri. Allah tidak mengenakannya bagi Anda; Anda harus mengenakannya sendiri. Allah memberi Anda jubah itu sebagai hadiah dan Ia berkata, “Inilah jubahnya; ambillah.” Kemudian Anda harus mengenakannya. Jadi, Allah telah mengerjakan bagian-Nya yaitu menyediakan jubah keselamatan, tetapi Anda bertanggungjawab untuk mengenakannya, dan terus mengenakannya.


Hal yang sekilas terlihat tidak konsisten

Saat kita membandingkan Galatia 3:27 dengan Roma 13:14, tampaknya seperti ada ketidaksamaan di sini. Karena Galatia 3:27 berkata bahwa mereka yang telah percaya, yang telah menyerahkan dirinya kepada Kristus di dalam iman dan telah dibaptis, telah mengenakan Kristus. Jadi kita tentunya sudah mengenakan Kristus. Namun apa yang dikatakan oleh Roma 13:13-14?

“Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”

Di dalam ayat ini, Paulus menyuruh orang Kristen untuk mengenakan Yesus Kristus. Bukankah dia berkata (dalam Gal.3:27) bahwa kita telah mengenakan Kristus? Bagaimana mungkin Anda mengenakan sesuatu yang sebenarnya telah dikenakan? Tampaknya seperti ada ketidak-cocokan karena Paulus telah berkata di dalam surat kepada jemaat di Galatia bahwa kita telah mengenakan Kristus, namun di dalam surat Roma, ia menyuruh kita untuk mengenakan Kristus. Bagaimana cara kita memahaminya?

Kedalaman dan keindahan dari pemahaman Paulus terlihat di sini. Cara untuk memahaminya adalah cukup dengan melihat konteksnya; sesederhana itu. Di dalam Galatia 3, Paulus berkata bahwa ketika Anda membuat komitmen awal dalam iman Anda, Anda telah mengenakan Yesus Kristus. Masalahnya adalah bahwa orang Kristen sering kali menanggalkan kembali Kristus!

Di dalam Roma 12, perhatikan, Paulus berkata, “…conduct your life” (yang diterjemahkan sebagai “hidup dengan sopan”). Jelas bahwa ia memperhatikan cara kita menjalani kehidupan Kristen kita. Saat kita pertama kali menjadi Kristen – saat kita pertama kali menanggapi undangan untuk masuk ke dalam pesta perkawinan itu – kita dengan senang hati menerima pakaian pesta dan mengenakannya di saat membuat komitmen awal. Belakangan, kita kedapatan tidak mengenakan pakaian pesta itu lagi karena kita telah kembali ke dalam hidup kita yang lama. Alkitab berkata bahwa setiap kali kita tidak menjalani hidup sebagai orang Kristen yang benar dan kembali pada cara hidup kita yang lama, berarti kita telah menanggalkan Yesus Kristus dan mengenakan kembali kepribadian buruk kita yang lama.

Bagaimana jika kita terus saja mengenakan kembali perilaku kita yang lama? Kita akan mendapati bahwa kita tetap berada di dalam perjamuan itu. Karena kita masih berada di tengah jemaat. Sekali kita menjadi orang Kristen, mungkin kita akan selalu dikenali sebagai orang Kristen. Namun tidak berarti bahwa kita akan selalu berperilaku sebagai orang Kristen. Apa yang diperhitungkan di hari penghakiman nanti bukanlah komitmen awal kita, namun apakah perilaku kita sudah benar-benar sebagai orang Kristen yang sesungguhnya. Hal inilah yang menjadi penentu di hari penghakiman nanti. Jangan mengira bahwa karena kita sudah masuk ke dalam perjamuan itu, maka kita akan bisa menikmati segala hidangan lezat di dalamnya. Masih ada bahaya menanti di hari penghakiman nanti, kita bisa saja dilemparkan keluar ke kegelapan di luar karena kita tidak mengenakan Yesus Kristus. Perilaku kita menjadi bukti bahwa kita tidak lagi mengenakan pakaian pesta, yang sudah kita terima itu.

Inilah hal yang persisnya dikatakan juga oleh Paulus: “Seperti yang sudah kuperingatkan kepadamu, kamu sudah diundang dan sudah menanggapi panggilanNya. Dan sekarang kamu mau berpaling dari Dia yang telah memanggil-mu. Kamu menerima pakaian pesta itu. Tidak ingatkah kamu bahwa kamu telah mengenakannya?” (lihat Galatia 1:6). Dan lagi, di dalam Galatia 3:26-27, Paulus mengingatkan kita bahwa ketika kita membuat komitmen di dalam iman dan dibaptiskan, kita telah menerima pakaian pesta dan mengenakannya. Apakah kita sekarang sedang berpaling dari Dia yang telah memanggil kita?

Paulus secara konsisten berbicara tentang pakaian pesta yang kita kenakan dalam pengertian yang sangat praktis, dengan mengaitkannya dengan perilaku kita. Pakaian itu berarti cara hidup kita. Ia menekankan hal ini berkali-kali. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, ia memakai istilah ‘mengenakan’ ini tidak kurang dari 15 kali. Mari kita lihat beberapa contohnya:

Di dalam Roma 13:14, Paulus memakai istilah itu di dalam bentuk imperatif: “Kenakanlah…” Ia memerintahkan orang-orang Kristen untuk mengenakan pakaian itu. Jika Anda mengaku sebagai orang Kristen, maka berperilakulah sebagai orang Kristen. Jika Anda berperilaku tidak sebagai orang Kristen, maka apapun pengakuan Anda, Anda masih belum menjadi orang Kristen. Ini adalah poin yang berulang kali ia tekankan.

Di dalam Efesus 4:22-24, ia memakai istilah mengenakan dan menanggalkan pakaian. Di dalam ayat 22, ia berkata,

“Yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu.”

Dan di dalam ayat 24, ia melanjutkan dengan,

“dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.”

Artinya adalah menanggalkan cara hidup yang lama dan mengenakan cara hidup yang baru – yaitu, mengenakan Kristus.

Jika Anda berkata bahwa Anda telah mengenakan Kristus, biarlah hal itu terlihat di dalam kehidupan Anda. Biarlah itu terbukti lewat perilaku Anda sehingga orang dapat melihat Yesus di dalam Anda. Paulus sebenarnya berkata, “Karena kamu menyatakan komitmen saat dibaptis, maka saat itu kamu mengenakan Kristus. Nah, jika kamu telah mengenakan Kristus, maka biarlah orang-orang dapat mengamati-mu dan berkata, ‘Aku melihat Kristus di dalam kamu; aku melihat kamu mengenakan Dia; dan aku telah melihat Kristus di dalam perilaku-mu sehari-hari.'” Sejak saat baptisan itu, mestinya orang lain dapat melihat sesuatu, yaitu kualitas hidup yang baru. Kita telah menanggalkan cara hidup kita yang lama – dengan segala kekotoran, keegoisan, kedengkian, dan kekerasannya. Mestinya orang lain dapat melihat Kristus di dalam diri kita melalui perilaku kita.

Di dalam Efesus 6:11,14 dan Roma 13:12, Paulus menyuruh kita mengenakan Yesus, perlengkapan senjata Allah. Sekali lagi dia membahas hal ini di dalam pengertian sebagai hal yang mendasar bagi keselamatan kita. Kadang kala ia menyebut pakaian ini sebagai perlengkapan perang yang merupakan perangkat penting bagi keselamatan di dalam peperangan. Karena kita masuk ke dalam peperangan rohani, maka pakaian ini bukan sekedar hiasan pemanis. Pakaian ini merupakan perlindungan kita untuk saat ini. Mengenakan Kristus berarti mengenakan perlengkapan perang yang penting bagi keselamatan kita.

Di dalam Kolose 3:9-10, Paulus menyatakan poin yang sama lagi:

“Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.”

Istilah ‘menanggalkan’ berarti melepaskan watak yang lama. Kata ini tidak bermakna ‘mengesampingkan. Kata ini di dalam bahasa Yunani berarti melepaskan sehelai pakaian. Kembali kita melihat rujukan tentang mengenakan cara hidup yang baru yang membawa perilaku yang baru.

Terakhir, hal ini diperjelas lagi di dalam 1 Tesalonika 5:7-8,

“Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam. Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan.”

Menurut ayat-ayat ini, apa yang harus kita kenakan? Tidak lain adalah iman, kesetiaan, pengharapan dan kasih di dalam pergaulan kita. Kasih digambarkan sebagai pakaian yang kita kenakan.

Sebagai orang Kristen, kita telah menanggapi undangan Allah. Dan kita mungkin sudah memasuki Jemaat-Nya, ke dalam kerajaan-Nya, ke dalam pesta perjamuan-Nya. Kita sudah membuat komitmen iman itu dan telah dibaptiskan, dan kita memang telah mengenakan Yesus Kristus di dalam komitmen awal itu. Namun hal yang penting adalah bahwa Allah ingin melihat apakah kita mengenakan pakaian pesta itu sepanjang hidup kita. Di hari penghakiman nanti, mereka yang kedapatan – terhitung sejak saat mereka membuat komitmen itu – tidak berperilaku sebagaimana mestinya, akan dilemparkan keluar dari kerajaan Allah.

Pesan yang disampaikan kepada kita sangatlah jelas. Jadi camkanlah hal itu baik-baik. Allah telah menyediakan jubah keselamatan yang indah kepada kita. Terserah pada kita untuk mengenakannya atau tidak.

 

Berikan Komentar Anda: