Mark Lee |

Saat kita berbicara tentang hal mengenal Allah, cara pembahasannya tidaklah sama dengan penelitian ilmiah atau pembahasan tentang pengetahuan teoritis. Berbicara tentang mengenal Allah juga bukan dengan cara rayuan, diskusi atau debat di mana kita akhirnya sampai pada suatu kesimpulan. Adalah sia-sia coba meneliti Allah dengan menggunakan akal pikiran atau melalui berbagai macam penelahaan teoritis! Ini adalah karena perkara mengenal Allah itu berkaitan dengan  hal menjalin hubungan dengan Dia! Mengenal Allah berkaitan dengan Hidup! Hidup tidak dapat dipahami dan dijangkau sepenuhnya dengan akal budi. Jika Anda tidak mengalaminya sendiri, maka apa yang telah Anda dengarkan ini tidak akan memanfaatkan Anda.

Renungkanlah – hal manakah yang Anda inginkan? Apakah Anda ingin mengalami realitas Allah atau Anda sekadar menginginkan pengetahuan tentang Allah? Yang manakah yang Anda hendaki? Manakah yang lebih penting dan yang lebih nyata?

Pengetahuan sangatlah terbatas. Bahkan pengetahuan yang kita miliki sekarang ini, tidak peduli di bidang ilmu apapun, apakah tentang tubuh manusia, meja, alat-rekaman atau apa saja sangatlah terbatas. Ahli fisika terkenal, Isaac Newton pernah berkata bahwa pengetahuan kita bahkan tidak mencapai satu persen dari pengetahuan yang ada.

Sebagai contoh, Anda sedang duduk di sebuah kursi. Apa yang Anda mengetahui tentang logam atau plastik yang merupakan bahan baku kursi itu? Bagaimana dengan kertas yang ada di tangan Anda? Berapa banyak yang Anda ketahui tentang kualitas kertas, komposisi kertas dan sebagainya? Newton dengan jelas menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia tentang segala sesuatu, bahkan tidak mencapai satu persen dari apa yang harus diketahui. Dengan demikian, Anda dapat membayangkan bahwa jika pengetahuan kita tentang apa yang telah Allah ciptakan saja tidak mencapai satu persen, apa lagi pengetahuan kita tentang Penciptanya?

Inilah faktanya. Setiap ilmuwan tahu bahwa semakin banyak yang kita ketahui tentang sesuatu, maka semakin banyak pertanyaan yang muncul tanpa ada jawabannya. Sebagai contoh, di dalam penelitian di bidang kedokteran, semakin banyak penelitian yang dilakukan, maka akan semakin banyak pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Itu sebabnya, apa yang diketahui oleh orang-orang sangatlah sedikit, apa lagi jika menyangkut pengetahuan tentang Allah.

Alkitab berkata bahwa pengenalan akan Allah tidak melalui sarana akal budi. Kita dapat melihatnya di Matius 11:25 – 

“Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.'”

Di sini Yesus berkata kepada Allah, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan” – hal apakah yang Yesus maksudkan? Hal apa yang disembunyikan Allah? Tentu saja, hal-hal rohani, yaitu hal-hal tentang Allah. Yesus bersyukur kepada Allah karena telah menyembunyikan perkara-perkara rohani itu dari orang-orang bijak, pandai dan sangat berpengetahuan!

Lalu kepada siapa Allah mengungkapkan perkara-perkara rohani itu? Kepada orang kecil (babes = bayi-bayi). Kepada mereka yang belum lama dilahirkan! Tentu saja, kata ‘bayi’ di sini dipakai sebagai lawan dari kata ‘orang-orang bijak’. Bayi-bayi adalah mereka yang tidak memiliki banyak pengetahuan, tidak tahu apa-apa. Kadang kala kita berkata kepada anak-anak, “Diam, kamu tidak tahu apa-apa.” Akan tetapi, cara Allah mengerjakan sesuatu sangatlah spesial. Dia menyembunyikan hal-hal rohani tersebut dari orang bijak, namun Dia mengungkapkannya kepada mereka yang tidak tahu apa-apa.

Apa artinya ini? Artinya adalah bahwa Allah menyatakan diri-Nya kepada mereka yang rendah hati. Orang bijak mengira bahwa dia memiliki pengetahuan tentang banyak hal, dan memakai akal pikirannya untuk mempelajari Allah dan untuk mencari tahu apakah Allah itu nyata. Anda akan menemukan bahwa pencarian seperti ini tidak akan ada membuahkan hasil karena memang mustahil untuk mendapatkan jawaban dengan memakai akal pikiran manusia. Allah menyembunyikan semua itu dari orang-orang semacam ini. Dia hanya menyatakan diri-Nya kepada mereka yang bersedia untuk merendahkan dirinya!

Mungkin Anda akan berkata, “Ah celaka! Aku sudah bersekolah sampai sepuluh, dua puluh tahun – apakah itu berarti aku tidak akan pernah mengenal Allah? Apakah itu berarti bahwa lebih baik aku tidak sekolah?” Bukan itu yang dimaksudkan. Alkitab berbicara tentang masalah sikap hati. Mereka yang mengira dirinya bijak dan berhati sombong tidak akan pernah menemukan Allah. Bagi seseorang seperti Newton, orang yang rendah hati, sekalipun dia sangat terpelajar dan merupakan ilmuwan kelas satu, namun dia dapat mengerti bahwa di hadapan Allah yang maha kuasa, dia tak lebih dari seorang bayi yang tidak tahu apa-apa. Dia mengakui bahwa pengetahuannya tidak lebih dari satu persen dan dapat dikatakan tidak tahu apa-apa. Justru karena dia memiliki kerendahan hati dan bersedia diajar oleh Allah, maka Newton menemukan Allah.

Pada dasarnya, saya tidak akan menguraikan kepada Anda tentang hal ‘mengapa’ melainkan tentang hal ‘bagaimana’ karena perkara ‘bagaimana’ ini lebih penting daripada perkara ‘mengapa’! Anda harus memahami bahwa dalam hal mengenal Allah dan dalam hal mempelajari Alkitab, perkara ‘bagaimana’ itu yang penting! Anda harus berpikir, “Bagaimana supaya aku dapat mengenal Allah?” dan bukannya, “Mengapa aku harus mengenal Allah?” Karena ada banyak hal yang tidak dapat dijelaskan secara pasti. Sebagai contoh, mengapa bulan tetap berada di atas langit sana? Mengapa matahari terus saja menyinarkan terangnya? Pertanyaan “mengapa” tidak selalunya berarti.

Bagaimana mengenal Allah? Bagaimana mengalami Allah? Inilah isi dari apa yang ingin saya sampaikan pada hari ini. Setelah mendengar tentang hal ‘bagaimana’ ini, maka Anda perlu menindak-lanjutinya, dengan mengambil tindakan yang sesuai. Ini perbedaan di antara ‘bagaimana’ dengan ‘mengapa’.

Jika kita berbicara tentang perkara “mengapa”, yang akan muncul hanyalah uraian yang tiada akhirnya dan tidak ada pembahasan tentang apa yang harus kita lakukan. Namun, jika saya menyampaikan kepada Anda tentang hal ‘bagaimana’, maka Anda dapat menindak-lanjuti dengan mengambil tindakan yang perlu. Itu sebabnya, perkara ‘bagaimana’ ini lebih penting dan lebih praktis ketimbang perkara ‘mengapa’.

Marilah kita belajar mengalami Allah dan bagaimana mengikut Dia. Yang paling penting adalah bahwa Anda mengikut Dia dan mengerjakannya dengan benar! Jika Anda tidak melakukannya dengan benar, sekalipun Anda mendengarkan banyak khotbah, tidak akan ada gunanya bagi Anda. Itu sebabnya, kerjakanlah apa yang telah Anda pelajari dan dengar!

Jadi, mari kita lihat bagaimana seseorang dapat mengalami Allah. Mungkin kita dapat melihatnya dari sudut yang berlawanan – apa saja yang menghalangi seseorang dari pengenalan akan Allah? Pertama-tama, kita perlu mengetahui di mana letak persoalannya, maka, kita dapat menyingkirkan rintangan dan halangan tersebut. Kemudian, kita dapat masuk ke dalam hubungan dengan Allah.


Hambatan dalam Mengenal Allah

Apa saja hal yang menghambat seseorang dari pengenalan akan Allah? Kesombongan adalah penyebab yang paling utama. Demikianlah, Alkitab berkata, bahwa mereka yang bijak dan pandai tidak dapat memiliki pengenalan akan Allah. Jadi, ini adalah salah satu penghalangnya.

Mari kita melihat hambatan utama yang lain dengan membaca dari Perjanjian Lama, kitab Yesaya 59:1-3,

“Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu. Sebab tanganmu cemar oleh darah dan jarimu oleh kejahatan; mulutmu mengucapkan dusta, lidahmu menyebut-yebut kecurangan.”

Di sini dikatakan bahwa tangan Allah tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan membantu. Tangan melambangkan kuasa Allah. Artinya, jika Anda tidak mendapatkan keselamatan dari Allah, itu bukan karena kuasa Allah tidak mencukupi. Juga bukan karena telinga-Nya tidak cukup tajam untuk mendengarkan doa Anda. Lalu apakah penyebabnya? Mengapa kadang kala doa kita tidak didengarkan oleh Allah? Mengapa tidak ada tanggapan atau reaksi dari Dia? Jawabannya adalah karena dosa-dosa kita! Dosa memisahkan kita dari Allah.

Dosa bersifat seperti alat penyekat. Saat seseorang berkubang di dalam dosa, jalur hubungan kedua pihak tertutup, sehingga terjadilah pemisahan yang membuat kita tidak dapat berhubungan dengan Allah. Penyebab yang paling utama di balik ketidakmampuan kita untuk berhubungan dengan Allah adalah dosa. Demikianlah, Alkitab menjabarkan kebenaran itu bagi. Kita tidak mengenal Allah bukan karena pengetahuan kita terlalu sedikit atau karena kita kurang belajar, tetapi melainkan karena dosa! Pembelajaran yang sebanyak mana pun tidak akan ada gunanya jika Anda tidak menuntaskan [atau] menangani persoalan dosa ini. Jika Anda belum menyingkirkan dosa, Anda tidak akan dapat berhubungan dengan Allah, tak peduli seberapa banyak pengetahuan yang Anda miliki. Dosa seperti alat penyekat yang memisahkan Anda dari Allah.

Lalu, bagaimana agar kita dapat mengenal Allah? Berdasarkan Alkitab, langkah pertama adalah menyingkirkan semua dosa Anda! Ketika Anda menyingkirkan semua dosa Anda, pembungkus yang melingkupi Anda akan tergusur, dan Anda akan mulai dapat berhubungan dengan Allah, Anda akan dapat memulihkan jalan masuk menuju Allah ini..

Ayat tiga dalam kutipan ini berbicara tentang dosa, termasuk dosa perbuatan tangan – perilaku yang jahat; dosa perkataan – mengucapkan dusta, menyakiti hati orang lain dengan kebohongan. Jadi kita dapat melihat bahwa dosa-dosa perbuatan dan ucapan membuat kita tidak dapat berhubungan dengan Allah. Itu sebabnya, dalam prakteknya, jika kita ingin berhubungan dengan Yesus, jika kita ingin mengikut Dia, langkah pertama yang perlu Anda ambil, adalah mengatasi dosa-dosa Anda sepenuhnya! Adalah mustahil berhubungan dengan Allah tanpa sepenuhnya mengatasi dosa-dosa kita.

Baru-baru ini, saya membaca buku tentang seorang penginjil Tiongkok. Nama penginjil ini adalah Song Shang Jie atau yang lebih dikenal sebagai John Sung. Dia adalah seorang penginjil yang sangat terkenal di zaman gereja Tiongkok modern. Buku ini mencatat tentang kisah-kisah di sepanjang pelayanannya.

Dia pernah datang ke sebuah desa yang sangat kecil yang bernama desa Dong Chang. Kepala desanya adalah seorang yang percaya pada Tuhan. John Sung berdoa untuk kepala desa ini agar dipenuhi Roh Kudus. Sekalipun dia berdoa berulang kali, Roh Kudus tidak memenuhinya. Pendetanya lalu menumpangkan tangannya ke atas kepala desa ini dan berdoa baginya, akan tetapi tetap tidak ada respon. Akhirnya, pendetanya meminta dia untuk pulang [ke rumah] dan bertanya kepada Allah apakah masih ada hal yang menghalang hubungannya dengan Tuhan.

Si kepala desa ini mengikuti petunjuk dari pendetanya dan menghadap Allah di dalam doa. Selama doa itu, muncullah di dalam benaknya, gambaran tentang sebuah pohon. Ketika dia melihat ke arah pohon itu, dia teringat bahwa itu adalah pohon milik tetangganya yang telah dia tebang lima belas tahun yang lalu. Buku ini tidak memberi perincian tentang kisah lama itu; hanya disebutkan bahwa dia pernah menebang pohon milik tetangganya. Ketika Allah mengingatkan dia tentang persoalan ini, dia segera pergi mendatangi tetangganya, meminta maaf dari si tetangga, dan memberinya pembayaran ganti rugi atas pohon tersebut, karena pohon agak bernilai di daerah pedesaan.

Ketika dia pulang ke rumah, dia melanjutkan doanya. Kali ini, Allah mengingatkan dia akan sebuah cangkir teh. Beberapa waktu sebelumnya, dia membawa pulang sebuah cangkir dari kereta. Para penumpang kereta diberi cangkir untuk minum di kereta akan tetapi dia malah membawa cangkir itu pulang. Jadi, pergilah dia menuju ke stasiun kereta, berniat untuk mengembalikan cangkir tersebut. Sebenarnya, rumahnya cukup jauh dari stasiun kereta. Perlu waktu dua hari untuk berjalan kaki ke sana. Ketika dia telah mengembalikan cangkir tersebut, membayar ganti rugi, dan meminta maaf, dia harus berjalan kaki lagi selama dua hari untuk kembali ke gereja. Ketika dia sampai di gereja, dia meminta si penginjil untuk menumpangkan tangan ke atasnya dan berdoa buat dia, sebagaimana lazimnya dilakukan oleh seorang penginjil. Ajaibnya, sebelum doa itu dipanjatkan, dia sudah dipenuhi oleh Roh Kudus – Allah telah memenuhi seluruh dirinya.

Karena itulah, saya menekankan bahwa hidup tanpa dosa adalah landasan yang paling penting. Adakah sesuatu yang menjadi penghalang di antara Anda dengan Allah? Yang terutama adalah dosa di dalam hidup kita. Jika dosa sudah dibersihkan dengan tuntas dan rintangan yang menghalangi sudah disingkirkan, maka Anda akan menemukan, seperti yang disampaikan di dalam kisah ini, bahwa bahkan sebelum doa dilakukan, Roh Kudus sudah turun dan memenuhi diri Anda.

Untuk alasan ini, apa yang sudah saya sampaikan tadi, bukanlah sekadar teori, atau doktrin, melainkan sesuatu yang harus Anda alami sendiri, sesuatu yang sangat praktis, sesuatu yang dapat Anda lakukan. Jika Anda mengikuti dan melakukan dengan benar, maka Anda akan dapat mengalami realitas Allah. Jadi, saya tidak ingin Anda sekadar membuktikan apakah sebuah teori dapat dibuktikan atau tidak, tetapi agar Anda mengalami karya Allah di dalam hidup Anda!

Demikianlah, mengalami Allah tidak berada dalam ruang lingkup pengetahuan. Ia berada dalam ruang lingkup praktek – ia menuntut Anda untuk memprakteknya. Pertama-tama, kita tahu bahwa dosa menghalangi hubungan kita dengan Allah. Jika kita ingin mengalami Allah dan berhubungan dengan Dia, Alkitab menyatakan dengan jelas kepada kita, misalnya di Yesaya pasal 59, bahwa langkah pertamanya adalah menyingkirkan dosa kita.

Tetapi bagaimana kita menyingkirkan dosa dari hidup kita? Di pesan yang akan datang, kita akan melihat bagaimana kita dapat mengetahui apa saja dosa yang ada di dalam hidup kita dan selanjutnya, bagaimana kita menyingkirkan dosa dari hidup kita.

 

Berikan Komentar Anda: