Pastor Boo | Kematian Kristus (7) |

Baiklah, mari kita lanjutkan renungkan kita tentang kematian Yesus. Sebagaimana yang sudah saya sampaikan, pengorbanan Yesus tidak persis sama dengan pengorbanan di dalam Perjanjian Lama. Saya rasa, perbedaan paling pokok adalah bahwa di dalam Perjanjian Lama, pengorbanan manusia dilarang sama sekali. Akan tetapi, di dalam Perjanjian Baru, kita melihat Yesus mempersembahkan dirinya sebagai korban persembahan. Dan kita juga mengetahui bahwa di dalam Perjanjian Lama, jemaat yang mempersembahkan hewan korban, tetapi di dalam kasus Yesus, dia mempersembahkan dirinya, walaupun dalam hal ini pihak lawannya yang bertindak mendesak sampai dia disalibkan. Mereka tentu saja tidak melakukan hal itu dalam rangka menjadikan Yesus korban persembahan kepada Yahweh. Jadi, bagaimana kita akan memahami kematian Yesus? Nah, untuk memahaminya, maka kita harus berpikir di dalam semangat upacara korban dalam Perjanjian Lama. Bagaimanapun juga, Perjanjian Baru menekankan pada semangat dari Hukum Taurat, tetapi bukan makna harafiahnya. Jadi, kita perlu ajukan pertanyaan, “Hal apa yang dilambangkan oleh peristiwa ini? Prinsip apa yang diutamakan oleh ritual persembahan dalam Perjanjian Lama? Untuk apa diadakan persembahan?” Begitu kita memahami prinsip dari persoalannya, maka kita bisa mulai memahami urusan apa sebenarnya yang dibicarakan oleh Perjanjian Baru. Mari kita baca Roma 12:1

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.

Yang disampaikan oleh Paulus di sini adalah bahwa untuk beribadah kepada Allah dibutuhkan persembahan. Tentu saja dia tidak sedang membahas persembahan harafiah di sini. Saat dia menyuruh kita untuk mempersembahkan diri kita kepada Allah, yang dia maksudkan adalah ibadah rohani sebagai ibadah yang sejati. Dengan kata lain, segenap hidup kita dipersembahkan kepada Allah, dan ketika dia berbicara tentang tubuh yang menjadi persembahan yang hidup, yang dia maksudkan adalah setiap aspek dari kehidupan kita. Dengan kata lain, kita selalu berserah kepada Dia di dalam kehidupan sehari-hari di rumah, dalam pergaulan dengan keluarga, rekan sekerja, guru-guru, sesama murid dan sebagainya. Ini semua menunjukkan apa artinya menjadi persembahan yang hidup kepada Allah. Jadi, di sini kita sedang membahas bagian praktis dari hidup kita bahwa apapun yang kita lakukan di dalam hidup ini, semua itu dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah. Jadi, anda bisa lihat sendiri betapa pentingnya pokok ini. Akan tetapi, seringkali jika kita berpikir tentang hal beribadah kepada Allah, menurut kita hal itu tidak ada ongkosnya. Paling banyak, mungkin, kita hanya perlu mengorbankan sedikit waktu dan usaha, dan sebagian mungkin menyumbangkan sejumlah uang. Jadi, hal-hal tersebut tidak terlalu menuntut pengorbanan.

Namun, bagi bangsa Israel, beribadah kepada Allah melibatkan ternak yang paling baik dan pengeluaran tambahan membeli berbagai keperluan untuk menjalankan persembahan. Tak diragukan lagi, itu semua menuntut pengorbanan waktu dan biaya yang besar. Jika mereka tinggal jauh dari Yerusalem, maka biaya perjalanan ke Yerusalem harus diperhitungkan juga. Jadi, bagi orang Israel, perkara ibadah memang menuntut pengorbanan cukup besar. Di dalam Perjanjian Lama, persembahan di dalam ibadah sudah memberi arti pengorbanan. Mari kita lihat 1 Tawarikh 21:24

Tetapi berkatalah raja Daud kepada Ornan: “Bukan begitu, melainkan aku mau membelinya dengan harga penuh, sebab aku tidak mau mengambil milikmu untuk YAHWEH dan tidak mau mempersembahkan korban bakaran dengan tidak membayar apa-apa.”

Dalam pemahaman Daud, dia tidak mau mempersembahkan korban bakaran yang gratis, karena menurutnya, jika dia ingin beribadah kepada Yahweh, maka dia harus mempersembahkan korban bakaran yang memang merupakan miliknya sendiri kepada Allah. “Mempersembahkan korban” adalah makna yang tepat dari ibadah persembahan dalam Perjanjian Lama. Saat orang Israel ingin beribadah kepada Yahweh, sikap hati yang ada dalam diri mereka adalah, “Aku datang untuk mempersembahkan sesuatu untuk-Mu.” Mengapa mereka berpikir seperti ini? Nah, alasannya ada di 1 Tawarikh 29:14 dan 16

14 Sebab siapakah aku ini dan siapakah bangsaku, sehingga kami mampu memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu.

16 Ya YAHWEH, Allah kami, segala kelimpahan bahan-bahan yang kami sediakan ini untuk mendirikan bagi-Mu rumah bagi nama-Mu yang kudus adalah dari tangan-Mu sendiri dan punya-Mulah segala-galanya.

Landasan pemahaman mereka adalah bahwa segala yang mereka miliki itu berasal dari Yahweh, jadi jika mereka ingin beribadah kepada-Nya, mereka sekedar mengembalikan kepada Yahweh apa yang sudah dianugerahkan oleh Yahweh kepada mereka. Itu sebabnya bahkan Philo, seorang filsuf Yahudi yang sezaman dengan Yesus, mengatakan bahwa jika seorang Yahudi mempersembahkan korban, mereka sebenarnya hanya menjalankan peran sebagai hamba kepada Allah. Tak ada satupun milik mereka yang mereka akui sebagai milik pribadi. Semua milik mereka adalah anugerah dari Allah. Itu sebabnya mengapa Daud bisa berkata, “Kami sekedar mengembalikan kepada-Mu persembahan yang sebenarnya merupakan pemberian-Mu kepada kami.” Jadi mereka sekedar mengembalikan kepada Yahweh hal-hal yang sudah dianugerahkan oleh Yahweh kepada mereka. Sebagai contoh, mereka mempersembahkan hasil panen yang terbaik. Tak ada gunanya memelihara pikiran egois dan merasa memiliki hasil panen terbaik tersebut. Yahweh mengajarkan prinsip ini kepada mereka: “Jika kamu datang kepada-Ku, janganlah merasa memiliki, karena Aku sudah memberkatimu dengan semua hal itu. Dan apapun yang kau persembahkan buat-Ku, sebenarnya hanya sebagian dari apa yang sudah Kuberikan kepadamu.” Anda tidak bisa memberi kepada Allah lebih dari yang sudah Dia berikan kepada anda.

Sikap hati yang paling menentukan di sini adalah menghormati Allah. Mereka datang untuk beribadah, untuk mempersembahkan diri mereka kepada Allah, untuk menghormati Dia. Daud mengerti dengan jelas prinsip persembahan, dan semua prinsip itu tercermin di dalam Perjanjian Baru. Di dalam ritual persembahan bakaran, umat Israel menyatakan kasih dan pengabdian mereka kepada Yahweh.

Dalam hal korban penghapus dosa, sikap hati yang dituntut adalah pertobatan. “Saya ingin menjalin hubungan yang benar dengan-Mu, supaya saya dapat mengabdikan segenap hidup saya kepadaMu.” Dalam setiap jenis persembahan, prinsip yang mendasari adalah pengabdian. Demikianlah, Yahweh telah menyediakan aturan terkait dengan persembahan bagi bangsa Israel untuk mengungkapkan kasih dan pengabdian mereka kepada-Nya. Itu sebabnya kita lihat di dalam Roma 12:1 bahwa kita mempersembahkan segenap hidup kita kepada Allah, dan hidup yang dipersembahkan itu tentu harus hidup yang kudus dan berkenan kepada-Nya. Makna tersirat dari ayat ini adalah bahwa anda perlu membuang semua yang yang tidak berkenan di mata Yahweh. Kita harus siap bertobat dan segera membenahi hubungan dengan Allah supaya bisa melanjutkan dengan sikap hati tersebut dalam mengabdikan hidup kita kepada Allah. Dengan kata lain, dengan cara apa bangsa Israel mewujudkan perintah yang paling utama, yakni mengasihi Yahweh dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan mereka? Melalui sistem persembahan korban bakaran. Akan tetapi, dalam sejarah Israel, kita tahu bahwa mereka menyimpang dari perintah tersebut walaupun mereka masih melanjutkan ritual persembahan korban bakaran. Itu sebabnya mengapa Yahweh mengutus para nabi untuk menegur dan memanggil mereka untuk bertobat dan kembali kepada Yahweh, baru kemudian menjalankan persembahan korban bakaran yang benar.

Roma 12:1 menyatakan, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah.” Nah, kita tidak dapat menanggapi Allah dalam kasih kecuali jika kita sudah mengalami sesuatu dari Yahweh. Begitu kita mengalami kemurahan, belas kasihan, kelimpahan dan kebaikan-Nya kepada kita, hal itulah yang akan menjadi landasan bagi kita untuk mempersembahkan korban kita. Tak ada yang mau berkorban demi orang lain kecuali jika dia sudah mengalami hal yang baik dari orang itu. Kita berbicara tentang hubungan kasih. Jadi, jika kita berbicara tentang hal mempersembahkan diri kita kepada Yahweh, yang kita bahas adalah hubungan kasih dengan Dia.

Sangatlah baik jika setiap kali kita bangun pagi, kita memulai dengan datang kepada Yahweh, dan mempersembahkan segenap kehidupan kita hari itu kepada-Nya. Nafas dan hidup kita berasal dari-Nya; semua yang kita miliki adalah pemberian dari-Nya. Jadi, sebagai hamba yang baik, kita serahkan diri kita untuk menjalankan kehendak-Nya. Semua itu tak ada artinya bagi kita; yang terpenting adalah Dia dan hubungan kita dengan Dia.

Seperti yang disampaikan oleh Paulus, kita persembahkan diri kita sebagai persembahan yang hidup. Dalam setiap kesempatan yang kita jalani, kita menjalaninya sebagai persembahan buat Allah. Nah, bangsa Israel tentu saja paham akan hal ini. Mereka tahu bahwa untuk mempersembahkan hidup mereka kepada Allah, maka mereka harus berkomitmen untuk menjalankan kehendak-Nya, dan mereka juga mengerti apa yang menjadi kehendak-Nya. Yang menjadi kehendak-Nya adalah mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Ini bukanlah basa-basi! Setelah anda mempersembahkan persembahan anda, lalu anda pulang, maka anda harus membenahi hubungan anda dengan sesama manusia di sekitar anda. Di dalam Perjanjian Lama, Yahweh menginginkan agar bangsa Israel menjalankan keadilan, menunjukkan belas kasihan kepada yang lemah dan peka terhadap kebutuhan orang lain. Bangsa Israel harus mampu menjalankan prinsip itu. Persembahan mencakup urusan benar-salahnya hubungan kita dengan orang lain. Kita tidak bisa berkata bahwa kita mengasihi Allah, tetapi memusuhi sesama manusia. Dengan kata lain, kita tidak bisa beribadah ke gereja, berdoa kepada Tuhan, beribadah kepada-Nya, lalu pulang ke rumah dan melanjutkan keburukan sikap kita.

Kembali pada kemurahan Allah, kita harus menelusuri lagi pelajaran dari jaman Musa. Jika kita lihat isi Keluaran 4:23,

sebab itu Aku berfirman kepadamu: Biarkanlah anak-Ku itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku; tetapi jika engkau menolak membiarkannya pergi, maka Aku akan membunuh anakmu, anakmu yang sulung.”

Yang sedang disampaikan oleh Musa kepada Firaun adalah, “Biarkanlah anak-Ku (Israel) itu pergi, supaya ia beribadah kepada-Ku.” Jika kita ingin menjalani kehidupan sebagai persembahan, maka hal itu pasti melibatkan pelayanan. Bahasa Ibrani untuk kata ‘beribadah’ juga memiliki makna ‘melayani’. Ibadah adalah urusan yang sangat nyata. Kita persembahkan diri kita kepada Allah untuk melayani Dia. Jika kita melakukannya dengan benar, maka hidup kita akan diluruskan oleh Allah, dan kita akan mengalami bimbingan dan penguatan dari-Nya. Pengabdian dan pelaksanaan hidup sebagai ibadah dan pelayanan adalah isi dari kehidupan yang dijalani sebagai ibadah kepada Yahweh. Demikianlah, ketika Yahweh membebaskan Israel dari Mesir, tujuan dari pembebasan itu adalah supaya mereka bisa beribadah dan melayani Dia. Pernyataan ini muncul sebanyak tujuh kali di dalam Kitab Keluaran seolah menekankan kesempurnaan dari tujuan tersebut.

Di dalam Perjanjian Baru, kita melihat bahwa di dalam setiap persembahan, di sana terdapat juga doa. Doa bergantung pada jenis persembahan. Jika persoalannya adalah dosa, mereka akan melakukan pertobatan, pengakuan dosa, dan memohon kepada Yahweh untuk mengampuni mereka. Maka doanya adalah doa pertobatan. Akan tetapi, jika mereka menyampaikan korban pendamaian, maka mereka akan berdoa memohon berkat dari Allah. Dalam hal ini, permohonan yang disampaikan bisa untuk diri sendiri maupun syafaat untuk orang lain. Doa selalu menyertai persembahan. Jika persembahannya adalah ucapan syukur, maka anda datang kepada Yahweh untuk mengucap syukur atas kebaikan-Nya kepada anda. Itu sebabnya Yesus berkata di Markus 11:17

Lalu Ia mengajar mereka, kata-Nya: “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!”

Anda bisa lihat di sini, “Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.” Bait Allah bukan hanya untuk bangsa Israel, melainkan untuk seluruh dunia dan segala bangsa akan datang ke sana menyembah Yahweh. Mereka akan beribadah kepada-Nya melalui persembahan dan doa.

Sebelum Yesus disalibkan, dia selalu khusyuk berdoa, sampai dengan menjelang saat terakhirnya. Dia bersyafaat kepada Allah, berdoa untuk murid-muridnya, dan berdoa bagi mereka yang menyalibkan dia. Doa sangat menyatu dengan persembahan.

Mari kita beralih ke Ibrani 13:15, akan tetapi kita akan membaca ayat 12 dan 13 terlebih dahulu

12 Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri. 
13 Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya.

Masalah terbesar bagi kita adalah kita cenderung hanya membaca ayat 12. Yesus telah menderita dan mati untuk menguduskan umat. Hal yang sangat indah, tetapi kita lupa pada ayat 13. Penulis kitab Ibrani berkata, “Marilah kita pergi kepadanya.” Kita bergabung dalam penderitaannya, “Menanggung kehinaannya.” Kita menanggung kehinaan yang datang bersama salib. Kita dipanggil untuk berpartisipasi di dalam persembahan Kristus. Akan tetapi, kita tidak dapat menguduskan orang lain, kita juga tak dapat menebus siapapun. Namun, kita bisa menanggung kehinaan yang sama, menanggung kehinaan karena beridentifikasi dengan Yesus. Selanjutnya, mari kita baca ayat 15

Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya.

Di titik inilah doa dilibatkan, bahkan di dalam persembahan semacam ini, korban syukur kepada Allah. Memanjatkan pujian sanagtlah mudah. Banyak orang di gereja yang memuji Allah. Lalu mengapa penulis kitab Ibrani tidak sekedar menulis, “Senantiasa mempersembahkan syukur kepada Allah”? Jika kata ‘korban’ dibuang, mungkin maknanya tidak berubah. Masalahnya adalah: Ucapan syukur itu sendiri adalah korban persembahan. Mengapa? Karena sebagaimana yang sudah kita lihat di ayat 13, sangatlah sukar untuk memuji Allah saat anda berada dalam tekanan berat, sebagai contoh, jika semua orang menentang anda. Saat anda dihina, saat orang lain melecehkan anda, keadaan semacam inilah yang membuat hal memuji Allah itu sangat sukar. Dengan kata lain, saat kita menderita demi nama-Nya, kita mempersembahkan syukur kepada Allah, dan itulah cara untuk mengakui nama Yesus.

Sekarang ini, kita punya kesempatan yang bagus untuk bersyukur kepada Allah! Dengan menyebarnya covid-19 berikut segala karantina dan pembatasan yang menjadi norma baru. Kegiatan berbelanja menjadi sangat merepotkan. Saat anda pergi ke supermarket atau ke apotik, anda harus antri dan menunggu giliran anda untuk bisa masuk berbelanja. Banyak orang mengeluh. Banyak orang menggerutu menghadapi ketidaknyamanan ini dan berharap agar virus ini bisa cepat berlalu supaya mereka bisa kembali pada kehidupan mereka yang lama.

Yang kita bahas adalah penderitaan Yesus. Bagaimana kita akan mampu bersyukur kepada Allah jika kita tidak mampu menahan penderitaan? Masalahnya akan menjadi lebih berat jika, misalnya, anda harus tinggal atau bekerja dengan orang yang tidak anda senangi atau yang memiliki perilaku buruk. Persembahan korban syukur mencakup hal beryukur kepada Allah dalam semua keadaan seperti itu. Berdoa dengan ucapan syukur dan pujian adalah tindakan iman karena bukan saja anda mendapatkan keistimewaan untuk berbagi penderitaan dengan Kristus, anda juga mengakui bahwa Yahweh akan memberi anda kemenangan.

Ada satu lagi istilah penting yang perlu dibahas sebelum kita tutup, istilah itu adalah kata “oleh”. Kita melihat kata ini di dalam Ibrani 13:15 – “Oleh dia (yakni Yesus)”. Jadi kita tidak sekedar mempersembahkan korban. Kita melakukannya oleh dia. Kita dapatkan pemahaman yang sama di 1 Petrus 2:5,

Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

Bagaimana cara kita mempersembahkan persembahan rohani? Bagaimana hal itu bisa berkenan kepada Allah? Melalui Yesus. Ayat yang belakangan ini menekankan bahwa kita harus melakukannya sebagaimana cara Yesus melakukannya. Kita harus terhubung dengannya dan menurutinya. Kita tahu dari injil Yohanes bahwa Yesus tidak pernah bertindak menurut kehendaknya sendiri. Dia menjalani hidup sebagai persembahan dengan berkomunikasi dengan Bapa dan menuruti suara-Nya. Di sini kita melihat dua aspek dari Yesus. Yang pertama adalah segenap hati dan pikirannya diabdikan kepada Yahweh. Setiap saat dalam hidupnya merupakan ungkapan kasihnya kepada Yahweh. Yang kedua, Yesus senantiasa dipimpin oleh Bapa. Dalam ungkapan di Yohanes 14:10, Bapa yang diam di dalam dia itulah yang mengerjakan semua itu. Demikianlah, di sepanjang pelayanannya, Yesus menyampaikan sabda Bapa dan bertindak di dalam kuasa-Nya. Begitu kita memahami kedua aspek, yakni sikap hati Yesus kepada Yahweh dan bagaimana Yahweh bekerja melalui dia, maka menjadi jelaslah perkara bagaimana dia menjadi korban persembahan. Pengabdian ini mencapai puncaknya di kayu salib. Jika kita ingin mempersembahkan diri kita kepada Yahweh, maka kita harus melangkah di dalam jejak langkah Yesus.

Mari kita lihat Roma 15:16,

yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus.

Di sini Paulus bukan sekedar mempersembahkan dirinya sebagai korban persembahan kepada Allah, dia juga mempersembahkan bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam persembahan yang sama. Bagaimana dia melakukannya? Mari kita baca ayat 18-19

18 Sebab aku tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain kepada ketaatan, oleh perkataan dan perbuatan,  19 oleh kuasa tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh kuasa Roh. Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus.

Sekarang kita bisa melihat rahasianya. Bagaimana Kristus menjalankan pekerjaannya melalui Paulus? Dia melakukannya melalui Roh Yahweh, Roh Allah. Bagi Paulus, rahasianya hanya satu dan sederhana: Menjalani hidup sebagai persembahan artinya, “Bukan aku lagi yang menjalankannya, melainkan Kristus.” Galatia 2:20

Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan dirinya untuk aku.

Itu dia rahasianya, Paulus menyatakan bahwa apa yang dia lakukan adalah hal yang dikerjakan oleh Kristus melalui dia, oleh Roh Allah. Dia dapat mempersembahkan bangsa-bangsa bukan Yahudi kepada Yahweh karena mereka sudah belajar ketaatan; hati mereka sudah sempurna dan mereka siap untuk memberi hidup mereka kepada Yahweh. Roh Allah sudah menguduskan mereka.

Lalu bagaimana ayat ini bisa diterapkan kepada kita sekarang? Saya rasa pokok ini relevan karena tak banyak hal yang bisa kita perbuat sekarang. Kita tak bisa berkomunikasi jarak dekat dengan orang lain. Nah, puji Tuhan, kita masih punya internet. Kita masih punya kantor pos. Sebenarnya, ada banyak hal yang bisa kita perbuat sekarang ini. Kita masih bisa menjalin kontak dengan orang lain. Pertama-tama, kita bisa menekuni doa. Ini saatnya kita kembali ke pokok doa dalam persembahan. Siapa yang akan kita doakan? Biarlah Roh Allah yang membimbing anda. Ada banyak orang yang bisa kita doakan. Ada juga orang perlu kita hubungi. Anda dapat menunjukkan kepedulian anda. Sesekali waktu, anda bisa tanyakan bagaimana keadaan mereka. Ada cukup banyak hal yang bisa anda lakukan, bukan sekedar mengurusi bisnis atau pekerjaan anda. Tanyakanlah kepada Yahweh, “Hal apa yang bisa saya perbuat?” Dia mungkin membimbing anda untuk mendoakan orang lain, atau mengontak orang yang mungkin memerlukan bantuan anda, dan mungkin saling mendoakan satu sama lain.

Di atas semua itu, kita perlu memahami sosok Yesus. Bagaimana dia menjalin hubungan dengan Yahweh? Berdasarkan prinsip apa dia menjalani hidupnya? Kita bisa lihat itu semua di dalam empat Injil. Jadi kita bisa gunakan waktu kita untuk memperdalam pemahaman kita akan Firman Allah, bukannya menghabiskan banyak waktu menonton tayangan Netflix, Youtube atau sosmed. Bukannya tidak boleh melakukan semua hal itu, tetapi saya rasa lebih baik kita habiskan waktu untuk hal-hal yang berkenan bagi Yahweh.

Kami harap setiap orang segera menjalin hubungan yang lebih akrab dengan Yahweh. Kami berdoa bagi semua jemaat saat kami mengingat akan anda semua, terutama bagi yang berusia lanjut. Kami berdoa kiranya Yahweh memelihara anda dan menguatkan serta mendekatkan diri anda kepada-Nya. Kita bersyukur kepada Allah oleh Yesus Kristus, korban persembahan paling mulia, dan saya harap kita semua belajar untuk mengikut jejaknya, terus belajar di sepanjang hidup kita di bumi. Kita belajar untuk menjadi persembahan yang hidup, seperti Yesus.

Berikan Komentar Anda: