Pastor Eric Chang | Matius 13:1-9 |

Kita akan melanjutkan pembahasan kita tentang pengajaran Yesus dengan melihat lebih jauh ke dalam perumpamaan tentang penabur ini, namun kali ini dari sudut pendekatan yang berbeda.

Perumpamaan ini sangat kaya makna. Satu, atau bahkan dua khotbah, mungkin masih belum cukup untuk membahas isinya. Bukankah luar biasa melihat begitu banyak hal yang disampaikan oleh Yesus hanya dengan satu perumpamaan? Sebagai perumpamaan yang menjadi dasar, ia menyimpulkan ajaran Yesus tentang keselamatan dengan tepat dan indah. Saya akan menyingkapkan beberapa kekayaan makna dari perumpamaan ini dengan membaginya menjadi dua bagian. Di bagian yang pertama, kita akan melihat bagaimana keselamatan yang adalah anugerah dari Allah itu tersedia bagi kita melalui iman. Ini berarti kita akan meneliti makna iman. Kita akan berbicara mengenai iman dari segi komitmen, dan menguraikan bagaimana komitmen menerangi makna iman.

Pertama-tama, mari kita tengok unsur-unsur penting dari perumpamaan ini. Benih adalah Firman Allah dan penabur benih adalah pengkhotbah, Yesus sendiri adalah penabur pertama. Benih ini ditaburkan di atas tanah yang mewakili hati manusia. Semuanya sudah jelas. Lalu apa lagi yang dapat kita pelajari lebih jauh?

Perhatikan bahwa benih itu diberikan secara cuma-cuma sebagai anugerah. Ia jatuh ke atas permukaan tanah sebagai anugerah bagi tanah tersebut. Tanah tidak mampu menghasilkan benih dan tidak berhak atasnya; bahkan sebenarnya tidak layak untuk menerimanya. Jadi benih itu juga adalah keselamatan Allah yang dianugerahkan kepada kita sebagai hadiah dan bukan hasil usaha kita.

Benih juga disebut sebagai Firman Allah. Akan tetapi apa makna dari Firman Allah? Yang terutama, Firman Allah berarti pesan-pesan dari Allah, pesan tentang keselamatan, tentang kerajaan. Perhatikan juga, bahwa Firman ini datang kepada kita dalam bentuk perumpamaan. Di dalam Perjanjian Lama, Firman ini disebut sebagai terang. “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Maz.119:105). Kita juga sudah memahami bahwa Firman, sebagai terang, bertindak mengungkapkan dan bukannya menyembunyikan kebenaran. Poin ini ditegaskan oleh ayat-ayat yang dimulai dari Markus 4:21, yang disampaikan segera sesudah pembicaraan perumpamaan tentang penabur ini. Terang, kata Yesus, ditaruh ditempat yang menyolok. Tidak disembunyikan, sehingga setiap orang yang datang ke rumah itu akan dapat melihat terang tersebut. Ia melanjutkan pembicaraan tentang terang di Lukas 8:21, segera sesudah pembicaraan tentang penabur.

“Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan.”

Perumpamaan bukan untuk menutupi keselamatan, tetapi untuk mengungkapkannya.

Benih, yaitu Firman Allah, juga disebut sebagai misteri atau rahasia. Kita melihat hal ini persis pada bagian awal dari penjelasan perumpamaan tentang penabur. Di Matius 13:11 kita mendapatkan,

Jawab Yesus: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.”

Apa arti dari kata “rahasia” atau “misteri”? Di dalam Alkitab, banyak hal yang digambarkan dengan kata ‘rahasia’ ini. Firman Allah digambarkan sebagai ‘rahasia’ di Kolose 1:26. Di Efesus 6:19, Paulus berbicara tentang rahasia Injil. Kristus sendiri digambarkan sebagai rahasia di  Kolose 2:2 – “rahasia Allah, yaitu Kristus.” Ini berarti bahwa Firman Allah, atau Injil , atau Kristus, tidak akan dapat Anda pahami dengan berbekal cara pikir alamiah. Rahasia adalah sesuatu yang tidak Anda mengerti sampai ia diungkapkan bagi Anda. Itu sebabnya ia disebut rahasia. Anda tidak mengetahui tentangnya sampai Anda diberitahu.

Injil disebut rahasia karena kita tidak menerima dan memahami Injil sebelum dinyatakan kepada kita. Injil bukan sesuatu yang dapat kita uraikan berdasarkan hikmat dan kecerdasan manusiawi kita. Kita tidak menemukan keselamatan Allah. Ia dinyatakan kepada kita sehingga kita dapat memahami, menerima, mengenali dan menjadikannya milik kita. Inilah alasan mengapa ia disebut rahasia. Sebuah rahasia di dalam Alkitab bukanlah sesuatu yang sulit dipahami; ia adalah sesuatu yang tidak mungkin dipahami! Itu sebabnya Injil disebut rahasia. Anda tidak dapat mengungkapkan Injil; atau memahaminya. Ia sepenuhnya tidak terpahami sampai Allah sendiri menyatakannya kepada kita. Coba ingat kembali saat Anda masih belum menjadi Kristen. Sangat mudah memahami mengapa Injil disebut rahasia. Pada waktu Anda mendengarkan Injil kala itu, apakah hal yang Anda dengar itu terasa masuk akal? Tidak. Terdengar seperti suatu misteri bagi Anda. Ia tersegel, sampai, sejalan dengan pencarian dan semakin terbukanya hati Anda kepada Allah, Ia menyatakan maknanya kepada Anda.

Kristus adalah rahasia. Kita memang tidak akan dapat memahaminya jika Allah tidak menyatakan dia kepada kita. Tidak peduli seberapa cerdas Anda, atau seberapa hebat akal Anda, Anda tidak akan dapat memahami Yesus. Itu sebabnya Yesus disebut rahasia Allah.

Firman Allah adalah rahasia. Pernahkah Anda membacanya? Lakukanlah pendalaman Alkitab maka Anda akan berhadapan dengan rahasia juga. “Apa arti ayat ini? Saya dapat memahami kata-katanya di dalam bahasa Inggris atau Indonesia. Bahkan di dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Tapi sesudah membaca kata-kata ini, saya tidak dapat memahaminya!” Orang-orang cerdas yang membaca Alkitab tidak akan dapat memahaminya. Saya menantang Anda untuk membawa Alkitab Anda kepada seorang guru besar di perguruan tinggi dan memintanya untuk membaca Alkitab. Katakan, “Profesor, apakah Anda memahami artinya? Dapatkah Anda memahami artinya?” Ia akan membacanya, tetapi tidak akan dapat memahaminya. Cobalah ajukan sebuah perumpamaan. Beri persoalan yang sederhana saja. Ia akan membacanya, akan tetapi tetap saja tidak akan dapat memahaminya. Mengapa? Apakah ini karena ia bodoh? Tidak. Karena ia memang tidak akan mampu memahaminya sebelum Allah mengungkapkan hal itu padanya. Itulah rahasia Firman Allah.

Ini pokok yang sangat penting dalam kita mempelajari Alkitab. Juga dalam hal memahami keselamatan. Setiap kali Anda membaca Alkitab, fakta bahwa ia merupakan rahasia pasti akan melingkupi Anda karena Anda tidak dapat memahaminya! Cobalah baca surat Kolose atau Efesus. Jika Anda pikir Anda mampu memahaminya, cobalah baca kitab Wahyu. Saya yakin bahwa Anda akan benar-benar sadar makna kerahasiaan Firman Allah. Tidak ada jalan untuk dapat memahaminya jika Allah belum mengungkapkannya kepada Anda. Saya ingat, ketika masih baru menjadi Kristen, saya membaca kitab Wahyu berulang kali. Saya menggaruk kepala, tidak ada satu hal pun yang dapat saya pahami dari sana. Tidak satupun! Setidaknya saya boleh berlega karena saya masih dapat mengikuti bagian-bagian yang menyangkut surat-surat kepada jemaat. Itulah batas pemahaman saya. Memasuki pasal 4 dan selanjutnya, saya benar-benar buta. Semuanya terasa seperti misteri bagi saya.

Allah dapat mengungkapkan rahasia itu kepada kita. Saya teringat pada saat sedang beristirahat di Swiss, ketika saya membuka lagi kitab Wahyu di hadapan Tuhan, saya berkata, “Tuhan, ajari saya! Saya mohon, biarlah RohMu menyatakan artinya bagi saya.” Dan ketika saya membaca lagi, saya kagum karena saya dapat memahaminya! Sangat luar biasa. Saya mulai mengerti. Terang mulai masuk ke benak saya; kekayaan maknanya mulai muncul. Segala sesuatu di dalam Firman Allah adalah rahasia dan hanya dapat dipahami jika Allah menganugerahkan maknanya kepada kita melalui Roh.

Itu sebabnya, setiap orang yang membual tentang pengetahuannya yang hebat mengenai isi Alkitab tidak layak untuk melayani Allah. Ia belum memahami bahwa jika ia mendapatkan suatu pengertian, itu semua karena Roh Allah telah mengungkapkannya kepada dia. Sering kali orang mendengarkan pembahasan saya dan berkata, “Kami belum pernah mendengar penjelasan seperti ini.” Akan tetapi saya tidak menjadi bangga sedikitpun akan hal ini. Jika ada sesuatu yang dapat saya lihat, maka itu terjadi karena Allah yang mengungkapkannya kepada saya yang sebenarnya tidak layak untuk menerimanya. Saya tidak sedang merendah. Saya sekadar menyampaikan kebenaran. Jika saya memandang bahwa saya cukup cerdas, atau dapat memberikan penjelasan yang lebih baik ketimbang orang lain, maka Allah akan menyisihkan saya dan berkata, “Sudah selesai urusanKu denganmu. Engkau tidak berguna lagi bagiKu karena sudah menganggap dirimu sebagai orang penting.”

Kita baca di Matius 13:11, “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga.” Dari sini kita dapat melihat bahwa murid-murid tidak memperolehnya berdasarkan usaha sendiri. Bukan karena kehebatan mereka maka rahasia Allah diberikan kepada mereka, sehingga mereka boleh berkata, “Lihatlah saya, saya orang yang sangat baik. Dan sekarang saatnya Engkau memberitahu rahasia itu.” Tak seorang pun dari kita yang cukup layak untuk mendapatkan rahasia Allah. Hal ini sepenuhnya merupakan karunia, kita sama sekali tidak berhak mendapatkannya. Ini adalah anugerah Allah kepada kita. Setiap orang yang berjalan bersama Allah tahu persis apa itu kasih karunia, dan hanya oleh kasih karunia inilah saya dapat mengerjakan buku ini.


Firman Menyalurkan Kehidupan

Firman Allah menyalurkan kehidupan bagi kita. Yesus dengan indah menggambarkan Firman Allah sebagai benih. Hal yang spesial tentang benih adalah hidup terkandung di dalamnya. Sesudah ia menyentuh tanah, ia menjadi hidup. Tanah memberikan hasil karena adanya benih itu. Dikaitkan dengan kehidupan ini, maka dapat dikatakan bahwa saya tidak memiliki kehidupan di dalam jiwa saya. Tanpa kasih karunia Allah, saya mati. Betapa indahnya penggambaran tanah itu sebagai hati. Hati kita seringkali kotor, bukankah demikian? Bukankah tanah itu terdiri dari lumpur, kotoran dan debu? Seperti itulah rupa hati saya. Akan tetapi Allah menanamkan benihNya di dalam hati saya, dan kekotoran – ketidakbenaran – ini diubah menjadi sesuatu yang sangat produktif oleh kuasaNya yang ajaib. Itulah kuasa kasih karunia yang mengubahkan.

Semua ini menyangkut keselamatan karena keselamatan berbicara tentang kehidupan. Ketika Firman Allah datang ke dalam hidup Anda, ia membawa hidup Allah ke dalam jiwa Anda sehingga Anda menjadi manusia baru. Ketidak-benaran di dalam hati Anda diubah menjadi lahan yang menghasilkan banyak buah bagi produksi Firman Allah untuk memberkati yang lainnya. Anda dilahirkan kembali bukan oleh benih yang fana melainkan oleh benih yang kekal, yaitu Firman Allah. “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh Firman Allah, yang hidup dan yang kekal” (1Pet.1:23). Firman Allahlah yang telah membuat Anda lahir baru karena Firman Allah berisi kehidupan – yaitu kehidupan milik Allah. Firman Allah itu memiliki kuasa dan daya cipta. Ia menciptakan langit dan bumi dengan FirmanNya. Firman Allah berbeda dengan ucapan manusia yang kosong dan sia-sia. Firman Allah memiliki kuasa untuk mengubah. Ia sangatlah luar biasa. Demikianlah, Firman Allah dipandang sebagai benih karena adanya hidup Allah di dalam Firman itu yang membawa keselamatan bagi jiwa Anda sebagai anugerah dari Allah kepada Anda, jika Anda siap dan bersedia menerimanya.

Mari kita simpulkan poin yang pertama ini. Benih itu adalah Firman Allah. Ia adalah rahasia, anugerah dan kehidupan.

Jika kita renungkan ungkapan-ungkapan di atas, tampaklah bahwa semua ungkapan ini dipakai untuk menggambarkan Yesus sendiri. Yesus disebut rahasia, sebagaimana yang kita lihat di Kolose 2:2. Dan Yesus juga adalah kehidupan: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh.14:6). Selanjutnya kita mengetahui bahwa Yesus adalah anugerah Allah bagi kita, sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus. “Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!” (2Kor.9:15). Dan kita tidak boleh lupa akan besarnya kasih Allah kepada dunia ini sehingga Ia mengaruniakan AnakNya yang tunggal (Yoh.3:16). Demikianlah, Yesus adalah anugerah bagi kita semua. Dan di Galatia 3:16, Yesus disebut sebagai benih. Luar biasa, bukankah demikian? Di dalam Alkitab bahasa Indonesia, yang kita lihat adalah kata ‘keturunan’. Kata yang diterjemahkan sebagai ‘keturunan’ itu sebenarnya berarti benih di dalam naskah sumbernya. Kata ‘benih’ yang dipakai di Galatia 3:16 itu mirip tapi memang tidak sama dengan yang dipakai di dalam perumpamaan tentang penabur ini. Karena yang dibicarakan di surat Galatia itu adalah benih manusia – keturunan manusia. Sedangkan di dalam perumpamaan ini, kita berbicara tentang benih tanaman. Kata ini juga membuka ingatan kita pada Kejadian 3:15 di mana Allah menjanjikan kepada manusia bahwa benih perempuan itu akan meremukkan kepala si ular.

Pesan keselamatan itu dirangkum dalam pribadi Yesus sendiri. Kita belum mengabarkan Firman Allah jika kami tidak mengabarkan tentang Kristus. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata, “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan” (1Kor.1:23). Satu hal yang menarik adalah benih membawa kehidupan dengan cara mati terlebih dahulu. Yesus membawa kehidupan lewat kematian di kayu salib. Tidak heran kalau Yesus disebut sebagai benih. Yesus sendiri memang menyamakan dirinya dengan benih: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh.12:24). Bukankah luar biasa? Yesus adalah benih; anugerah sekaligus rahasia Allah. Anda dapat menyebutnya sebagai sumber hidup. Saya akan mencoba untuk membahas julukan-julukan tersebut agar Anda dapat melihat sekilas kemuliaan Kristus.


Yesus adalah Alasannya

Satu-satunya alasan mengapa saya menjadi Kristen adalah Yesus. Saya tidak tertarik dengan gereja ataupun dogma-dogma gereja. Kenyataannya, hal-hal yang terjadi di dalam gereja seringkali membuat orang patah arang. Sekadar contoh, mereka sering bertengkar satu sama lain. Perilaku orang Kristen tidak menunjukkan standar yang luar biasa, malahan banyak juga orang Kristen yang tidak mampu berperilaku menurut standar yang biasa. Orang Kristen seharusnya menjadi terang dunia. Namun yang lebih sering kita lihat adalah kegelapan dalam hidup orang Kristen. Hal apakah yang dapat membuat kita, yang sudah menjadi Kristen, untuk terus bertahan sebagai orang Kristen? Hal apakah yang membuat orang yang tidak percaya untuk datang kepada Yesus? Jawabannya adalah Yesus. Dialah satu-satunya alasan bagi kita untuk bertahan dan bagi orang lain untuk datang mendekat. Kehidupan dan perilaku banyak anggota gereja sekarang ini memang menyedihkan kita. Seringkali saya juga merasa malu dengan diri saya sendiri karena tidak dapat lebih memberi dan mengabdi kepada Tuhan. Allah telah memberi saya AnakNya yang tunggal, bukan sekadar berkat ini dan berkat itu. Kemuliaan, keindahan dan kasih Kristus kepada saya itulah yang membuat saya bertahan sebagai orang Kristen.

Pernahkah Anda berpikir tentang memberikan anak Anda kepada orang lain? Bagaimana penilaian Anda jika ada seseorang yang berkata, “Saya sangat mengasihi Anda, dan saya rela mempercayakan anak saya kepada Anda”? Anda tentu akan memandang bahwa orang itu mengasihi Anda tanpa batas. Demikianlah, Allah datang kepada orang yang tidak berarti semacam saya ini dan berkata, “Inilah AnakKu. Kuberikan dia kepadamu.” Dan ketika saya menatap ke arah Yesus, Sang Anak, kemuliaan Allah memancar dari wajahnya karena Roh Allah telah membuka mata saya untuk dapat melihat kemuliaan itu. Ingat, Yesus adalah rahasia Allah. Anda tidak akan dapat memahaminya jika mengandalkan hikmat Anda sendiri. Sudahkah Allah membuka mata Anda untuk dapat melihatnya? Paulus menyebutkan Yesus sebagai karunia Allah yang tak terkatakan, tak terbayangkan!

Lalu, bagaimana cara saya untuk mengabarkan Kristus? Bagaimana agar saya bisa membagikan kemuliaannya? Hanya mata yang telah terbuka dan melihat kemuliaan itu yang dapat memahaminya. Bagaimana caranya menjelaskan tentang Yesus? Saya dapat menjelaskan tentang dia sebagai rahasia Allah, sebagai hidup yang telah dianugerahkan Allah kepada saya. Yesus mengungkapkan Allah bagi kita. Saya tidak tahu bagaimana menjelaskan dengan cara yang lain. Anda harus melihat dan mengalami sendiri. Anda harus membuka hati untuk dapat menerima pernyataan dari Roh Allah tentang Yesus. Selanjutnya, api akan mulai menyala di dalam hati Anda.

Tidak ada yang dapat membangkitkan api di dalam hati seseorang sedemikian kuatnya dibandingkan penglihatan tentang Yesus. Jika saya memiliki kuasa untuk mengungkapkan kemuliaan Kristus di hadapan Anda, hati Anda akan membara sedemikian rupa sehingga tidak ada hal lagi yang akan dapat menghentikan pengabdian Anda kepadanya. Namun saya tidak memiliki kuasa itu. Saya hanya dapat berbicara tentang jalan untuk sampai pada penglihatan tentang kemuliaan itu. Sedangkan penglihatan itu sendiri tidak berada di dalam kuasa saya. Saya hanya dapat memberitahu tentang jalannya. Jika Anda sudah sampai pada penglihatan itu, bila Anda sudah mulai melihat kemuliaan Kristus, Anda tidak akan peduli lagi pada segala macam akibat yang harus ditanggung. Anda tidak akan lagi berbicara tentang beratnya pengorbanan yang harus dipikul karena memang tidak berarti jika dibandingkan dengan apa yang sudah Anda lihat. Akan tetapi, bagaimana caranya membawa orang lain untuk sampai ke penglihatan itu? Inilah yang menjadi beban pergumulan saya sepanjang waktu.

Sudah banyak gelar yang saya hubungkan dengan Kristus – mungkin sudah ratusan – jika dikumpulkan mungkin akan memenuhi satu buku. Tetapi setiap kali saya mengamati gelar-gelar tersebut, saya masih kurang puas. Banyak sekali gelar yang dikaitkan dengan Yesus. Ia adalah Bintang Pagi, Bunga Bakung di Lembah-lembah. Ia juga adalah Hidup. Namun, tahukah kita apa arti hidup itu sesungguhnya? Satu-satunya cara untuk dapat memahami hidup adalah dengan menjalaninya. Kita tidak dapat melihat hidup; kita juga tak dapat mencium, menyentuh, mendengar atau mengecapinya. Ada orang yang berkata bahwa mereka tidak mempercayai hal-hal yang tidak terlihat. Nah, Anda tidak dapat melihat hidup. Anda dapat melihat perwujudan dari kehidupan, namun Anda tidak dapat melihat wujud dari kehidupan itu sendiri. Saya memberi Anda sebiji benih dan berkata, “Di dalamnya ada kehidupan.” Namun Anda tidak dapat mengambil pisau, membelah biji itu dan melihat kehidupan di dalamnya. Hidup tidak dapat dilihat; ia harus dijalani. Dan saya tidak mungkin memasukkan pengalaman kehidupan di dalam Yesus ke dalam diri Anda. Saya hanya dapat menunjukkan bagaimana agar Anda dapat masuk ke dalam hidup Yesus. Hanya Allah sendiri yang dapat menyalakan api pengabdian itu di hati setiap orang, kita tidak memiliki kuasa itu. Ini adalah karunia Allah kepada kita. Dan karunia ini sudah diberikan olehNya; sudahkah Anda menerimanya?

Baiklah kita lanjutkan dengan bagian kedua dari pembahasan kita. Allah telah menganugerahkan benihNya secara cuma-cuma kepada setiap orang. Keselamatan di dalam Kristus adalah anugerah cuma-cuma (karunia). Tidak ada keselamatan di luar Kristus. Allah tidak memberi keselamatan atau hidup secara terpisah. Sudahkah Anda menerima keselamatan? Bagaimana Anda tahu? Dapatkah Anda menunjukkan keselamatan itu? Semua karunia Allah, termasuk segala berkatNya, hanya dapat ditemukan di dalam Kristus. Sebagaimana halnya dengan kehidupan yang ada di dalam benih, keselamatan juga hanya ada di dalam Kristus. Anda tidak akan dapat menemukannya di tempat lain. Setiap orang yang menghendaki keselamatan tanpa Kristus, atau menginginkan Kristus hanya untuk memperoleh keselamatan, malahan tidak akan memperoleh keselamatan itu. Ia bahkan tidak tahu apa arti keselamatan itu.

Allah begitu mengasihi dunia ini – seluruh dunia – sehingga Ia menganugerahkan keselamatan secara cuma-cuma. Lalu, mengapa dunia tidak terselamatkan? Rasul Yohanes menjelaskan bahwa itu karena dunia lebih menyukai kegelapan daripada terang (Yoh.3:19). Masalahnya adalah sekalipun anugerah Allah ini cuma-cuma, tidak setiap hati bersedia menerimanya.

Sudah banyak penjelasan tentang iman yang kita dengar. Bahwa kita diselamatkan oleh iman. Saya sendiri sengaja untuk tidak menggunakan kata ini karena sudah sedemikian banyak yang menyalahartikannya sehingga tidak ada lagi yang tahu apa arti sejatinya. Tentu saja kita dibenarkan oleh iman. Tapi apa arti iman itu? Sudah banyak penjelasan yang saya dengar. Penjelasan yang paling sering disampaikan adalah kutipan yang menyatakan bahwa iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1). Apa artinya bagi kita? Tidak ada. Iman disebut sebagai dasar bagi segala yang tidak kelihatan, tetapi iman itu sendiri tidak kelihatan. Bagaimana sesuatu yang tidak kelihatan dapat menjadi dasar bagi hal lain yang tidak kelihatan juga? Jika Anda mencoba untuk memahami hal ini, memang banyak pertanyaan yang akan timbul. Secara sederhana kutipan tersebut dapat diartikan sebagai Anda menyakini apa yang memang sudah menjadi keyakinan Anda. Ini tidak memberi kita banyak pemahaman. Iman adalah dasar, tapi dasar dari apa?

Ayat tentang iman di atas pada dasarnya hanya menjelaskan tentang dampak dari iman atas jiwa Anda. Jika Anda memiliki iman, maka Anda memiliki dasar bagi hal-hal yang tidak kelihatan. Ini adalah dampak atau efek dari iman bagi jiwa Anda. Ayat ini bukanlah definisi dari iman. Jika Anda gagal untuk memahami hal ini, maka Anda tidak akan sampai kepada definisi iman, akan tetapi sekadar berputar-putar dalam tautologi (pengulangan tanpa arti). Jika Anda tidak memiliki iman, maka Anda hanya akan memiliki satu pernyataan yang tidak ada artinya karena Anda menyakini apa yang memang sudah menjadi keyakinan Anda – demikianlah keadaan Anda di dalam pandangan orang non-Kristen. Akan tetapi, orang yang memiliki iman mengerti apa artinya karena ia memang sudah memiliki hal yang disebut sebagai iman ini; ia sudah memiliki dasar bagi hal-hal yang tidak kelihatan.


Arti Iman yang Alkitabiah

Lalu apa arti iman itu? Para pengkhotbah sering membuat ilustrasi tentang iman. Contoh, Charles Spurgeon (penginjil dari Inggris) membuat gambaran tentang seorang anak di dalam rumah yang sedang terbakar. Anak itu berdiri di samping jendela. Satu-satunya pilihan adalah melompat keluar melalui jendela. Di luar ada seorang dewasa yang berdiri di bawah dan berseru, “Lompatlah! Saya akan menangkapmu!” Lalu anak itu, melihat api yang semakin mendekat, lalu dia memberanikan diri untuk melompat ke dalam pelukan orang itu. Inilah gambaran Spurgeon tentang iman.

Di mana letak iman dalam gambaran ini? Ilustrasi ini menyatakan bahwa iman adalah sikap dari anak kecil tersebut yang percaya kepada orang dewasa ini sehingga ia mau melompat keluar dari jendela ke pelukan orang tersebut. Lalu apa arti kepercayaan itu sendiri? Rasa percaya ini didorong oleh rasa takut terhadap api yang semakin dekat. Rasa percaya ini diarahkan kepada orang dewasa yang dianggap sebagai gambaran dari Yesus. Namun saya sendiri lebih cenderung untuk menggunakan kata komitmen ketimbang percaya, karena kata percaya kurang kuat dalam menggambarkan sikap dari anak kecil ini. Anak ini melakukan hal yang lebih dari sekadar percaya pada orang dewasa yang kuat tersebut. Jika orang dewasa itu gagal menangkap si anak, mungkin akan berakibat pada kematian atau cacat pada anak itu. Kata percaya terlampau lemah dalam menggambarkan keutuhan komitmen si anak. Rasa percaya ini melibatkan nyawa sebagai taruhannya. Anda harus siap mempertaruhkan nyawa Anda jika Anda ingin berbicara tentang iman yang alkitabiah. Untuk mempercayai bahwa Yesus sudah mati bagi Anda, tidak ada satu hal pun yang perlu Anda pertaruhkan di situ, tidak sampai sejauh nyawa. Iman yang alkitabiah adalah keyakinan yang ditegakkan dengan taruhan nyawa sekalipun. Jika kita hanya sekadar percaya bahwa Yesus telah mati bagi kita, sebenarnya kita tidak sedang mempertaruhkan apapun di sana. Itu sebabnya saya sangat prihatin dengan penyalahgunaan kata iman sekarang ini. Apa yang sudah Anda pertaruhkan untuk iman Anda?

Whitelaw menyusun sebuah traktat yang berjudul The Reason Why (Alasan Mengapa), yang merupakan traktat yang digunakan secara luas karena mengobral kasih karunia murahan – demikianlah komentar Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya The Cost of Discipleship (Harga Untuk menjadi Murid). Argumentasi yang dikemukakan di traktat ini sangatlah memuakkan. Dikatakan jika Anda percaya bahwa Yesus telah mati bagi Anda dan ternyata Anda keliru, maka Anda sendiri tidak mengalami kerugian apa pun. Akan tetapi jika Anda benar, maka Anda memperoleh hidup yang kekal. Apapun pilihan Anda, tidak ada kerugian sedikitpun di pihak Anda karena tidak ada yang Anda pertaruhkan di sini.

Anggaplah Anda menerima sebuah kupon lotere gratis. Jika nomor kupon Anda tidak keluar, maka Anda tidak merugi karena kupon tersebut Anda peroleh dengan cuma-cuma. Walaupun Anda tidak menang, Anda juga tidak merugi karena Anda tidak mengeluarkan biaya apapun. Namun jika nomor kupon Anda keluar sebagai pemenang, Anda akan mendapatkan uang yang luar biasa besarnya. Jadi, jika Anda menang maka Anda mendapatkan segalanya; sedangkan jika Anda kalah, Anda tidak menanggung kerugian apapun. Dapatkah ini disebut sebagai iman – di mana Anda memperoleh segala sesuatu atau tidak kehilangan satu apa pun? Menang atau kalah, Anda tidak merugi sama sekali.

Saya pernah mendengar ada penginjil yang berkhotbah tentang keselamatan seperti ini: Yesus adalah anugerah Allah bagi kita. Jika Anda menerima Yesus dan ternyata ia palsu, maka Anda tidak akan merugi, bukankah begitu? Jadi, ini adalah pertaruhan yang menguntungkan! Jika Yesus ternyata benar, maka Anda mendapatkan hidup yang kekal. Hadiah yang sangat besar! Dan ini lebih bagus ketimbang memenangkan jutaan dolar. Anda tidak akan dapat membeli hidup yang kekal dengan jutaan dolar. Namun apakah hal ini layak kita sebut sebagai iman? Tidak ada sesuatupun yang saya pertaruhkan di sini dan tidak ada pengeluaran apapun yang saya lakukan. Jika Anda membeli kupon lotere, maka Anda sudah mempertaruhkan beberapa ribu rupiah. Di dalam kasus iman semacam ini, Anda tidak mempertaruhkan apapun.

Renungkan gambaran tentang anak kecil itu sekali lagi. Anak yang melompat itu mempertaruhkan hidupnya kepada orang dewasa yang menunggu di bawah. Jika orang tersebut gagal menangkapnya, maka si anak bisa mati. Anak ini harus mempertaruhkan kehidupannya pada keyakinan bahwa ia akan jatuh ke pelukan tangan orang dewasa yang kuat itu. Itulah iman di dalam gambaran Spurgeon ini. Iman ini adalah komitmen total karena Anda harus mempertaruhkan nyawa Anda di sini.

Apa yang Anda pertaruhkan ketika menerima Yesus sebagai Tu(h)an (Lord) dan Penyelamat Anda? Adakah sesuatu yang Anda pertaruhkan? Jika Yesus ternyata salah, apakah Anda merugi? Bagi kebanyakan di antara kita, tidak ada kerugian apapun. Bahkan sekalipun Yesus ternyata salah dan Anda sudah terlanjur rajin ke gereja setiap minggu, tidak ada kerugian yang Anda rasakan. Menyanyikan pujian memiliki dampak yang menenangkan. Anda bertemu dengan orang-orang yang menyenangkan di gereja, sekalipun Yesus tidak nyata. Apa kerugian Anda? Tidak ada. Anda masih dapat bekerja seperti biasa, masih ada penghasilan. Dalam kenyataannya, pada banyak kasus, Anda dapat memperoleh penghasilan yang lebih baik karena Anda seorang Kristen. Orang-orang lebih mempercayai dan menghargai Anda karena memandang bahwa Anda layak untuk dipercaya dan jujur. Menjadi orang Kristen bisa mendatangkan banyak keuntungan. Apa kerugian kita? Sekalipun Injil ternyata palsu dan Anda sudah terlanjur menjadi Kristen seumur hidup, apakah Anda akan merugi? Tidak. Anda akan tetap memiliki rumah Anda, mobil dan sahabat-sahabat Kristen yang siap mendampingi Anda di saat sulit. Lalu apa yang sudah Anda pertaruhkan sebagai orang Kristen?

Lalu apa iman itu? Bagaimana membayangkan diri ini sebagai orang yang melompat dari gedung tersebut? Kapan Anda pernah melompat ke dalam pelukan Yesus? Apa yang Anda pertaruhkan? Anak itu mengambil resiko mati atau cacat. Jika Yesus tidak benar, apa resikonya bagi Anda? Bagi kebanyakan orang, resikonya tidak ada. di mana letak imannya? Kita dibenarkan oleh iman. Mana iman Anda? Apa yang Anda pertaruhkan demi Yesus? Untuk mempercayai bahwa sesuatu itu benar, tidak menuntut pengorbanan apapun. Untuk mempercayai bahwa nomor kupon Anda yang gratis itu akan menang, tidak menimbulkan resiko apapun. Bagaimana menerapkan ilustrasi yang diberikan oleh Spurgeon ini ke dalam dunia nyata?

Saya akan menggunakan ilustrasi lain yang juga sering digunakan oleh para pengkhotbah. Seorang misionaris menceritakan pengalamannya ketika di India dalam menggambarkan iman. Sewaktu ia sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah tempat, ia harus menyeberang melalui sebuah jembatan gantung di atas sebuah jurang yang dalam. Ketika ia menatap ke arah jembatan gantung yang terayun jauh di atas sungai tersebut, ia berkata, “Lupakan saja, saya tidak mau menyeberang.” Penduduk setempat berusaha meyakinkannya. Mereka berjalan melintasi jembatan gantung itu bolak-balik dengan mudahnya. “Tapi saya orang barat. Saya lebih tinggi dan lebih berat daripada kalian. Kenyataan bahwa kalian dapat melintas dengan mudah tidak dapat begitu saja saya jadikan bukti kekuatan jembatan ini,” demikian katanya. Karena ia menolak untuk menyeberang, maka penduduk setempat berkata kepadanya, “Baik, Anda lebih tinggi dan lebih berat ketimbang kami. Jadi kami akan menyeberang sekaligus dua orang. Beban kami berdua tentunya lebih berat daripada Anda sendiri.” Maka menyeberanglah dua orang penduduk sekaligus tanpa ada masalah apa-apa. Karena tidak ada lagi alasan untuk menolak, maka ia mengerahkan keberanian dan mulai melangkah meniti jembatan gantung tersebut. Dengan gemetar ia mulai menyeberangi jembatan itu perlahan-lahan. Akhirnya ia sampai juga ke seberang. Inilah gambarannya tentang iman. Pada mulanya ia tidak percaya bahwa jembatan gantung itu sanggup menahan berat badannya. Namun sebagaimana yang sudah disebutkan di dalam surat Ibrani, “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita … berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” (Ibr.12:1). Dengan banyaknya saksi yang ada, misionaris ini mengerahkan keberaniannya dan mengambil langkah iman menyeberangi jembatan gantung itu.

Bukankah gambaran ini sama dengan kisah anak kecil yang melompat dari jendela tersebut? Jika imannya sia-sia, jika jembatan itu putus, apakah ia akan merugi? Ya, kehilangan segalanya, termasuk nyawanya. Ini berarti bahwa iman yang alkitabiah menuntut Anda untuk mempertaruhkan segalanya, tanpa itu maka tidak layak disebut iman. Jika jembatan gantung itu tidak kuat dan putus, maka ia akan jatuh dan mati. Ini dapat kita jadikan penjelasan tentang apa arti iman itu.

Iman yang dikhotbahkan oleh seorang penginjil, jika tidak melibatkan komitmen total, tidak menempatkan diri di jembatan gantung, bukanlah iman yang alkitabiah. Sama saja dengan mendapatkan kupon lotere gratis. Sekalipun kita tidak menang, kita juga tidak merugi. Mengabarkan Injil seperti yang disajikan oleh Whitelaw dalam traktatnya adalah suatu pelecehan terhadap ajaran alkitabiah. Karena dengan jelas ia berkata, “Percayalah kepada Yesus! Jika Yesus salah, Anda juga tidak rugi, bukankah begitu?” Sangat memalukan ucapan seperti ini. Saya pun malu karenanya! Lebih buruk lagi, ini adalah suatu penipuan. Jika Anda belum berkomitmen secara total kepada Kristus, maka harapan Anda akan anugerah keselamatan itu sia-sia, karena ia hanya diberikan kepada mereka yang memiliki iman. Kita semua dibenarkan oleh iman, yaitu komitmen total kepada Allah dan MesiasNya, Yesus. Inilah pemahaman yang muncul dari ilustrasi Spurgeon dan pengertian alkitabiah.

Definisi tentang iman yang diambil dari Ibrani 11 sama sekali tidak seperti memenangkan lotere. Setiap contoh iman yang ditampilkan adalah contoh komitmen yang total. Abraham mempertaruhkan segalanya di atas Firman Allah. Ia langsung berangkat setiap kali Allah menyuruhnya pergi. Ia mempertaruhkan segalanya – kehidupan, keluarga dan pekerjaannya. Saat Allah berkata, “Pergilah!” maka ia segera berangkat. Ini adalah komitmen total. Jika kita baca Ibrani 11, kita melihat bahwa dengan iman, orang-orang tersebut menaklukkan kerajaan-kerajaan, membungkam mulut musuh dan mengatupkan mulut singa. Jika iman tidak berkarya, Daniel tentunya sudah menjadi santapan singa. Jika mereka tidak menaklukkan kerajaan-kerajaan, maka merekalah yang akan ditaklukkan. Musa, demi imannya, menganggap segala kekayaan Mesir tidak berarti. Ia menolak kedudukan dan kekayaan yang dapat diberikan oleh Mesir serta memilih untuk bersatu dengan umat Allah. Akibatnya, ia kehilangan segala sesuatu. Mengapa kita membaca Ibrani 11 dengan mata tertutup dan mengira bahwa keselamatan adalah semacam kepercayaan intelektual pada kematian dan kebangkitan Yesus yang tidak membutuhkan pengorbanan apapun dari kita? Jika kita mengira bahwa kita tidak akan kehilangan apapun, maka kita sudah memegang pemahaman yang salah.


Komitmen Total Menyelamatkan

Mari kita kembali ke perumpamaan tentang penabur. Benih adalah anugerah Allah bagi setiap orang di dunia ini, yang terbagi dalam dua kelompok – mereka yang diselamatkan dan yang tidak diselamatkan – dan masing-masing kelompok terbagi lagi menjadi tiga kategori. Tiga kategori mereka yang diselamatkan adalah yang menghasilkan tiga puluh, enam puluh dan seratus kali lipat dari benih yang ditabur. Dari ketiga kategori orang yang tidak diselamatkan, dua di antaranya terdiri dari orang-orang percaya dan satu lagi orang yang tidak percaya. Bunakah ini mengherankan? Kita terbiasa untuk menganggap bahwa mereka yang tidak selamat adalah yang tidak percaya. Akan tetapi Yesus justru membagi kelompok orang yang tidak diselamatkan menjadi dua kategori orang,  yang percaya dan yang tidak percaya! Ini menunjukkan bahwa pikirannya berbeda dengan kita. Dua kategori orang yang percaya yang tidak diselamatkan itu merupakan orang yang menerima Firman Allah. Satu menerima dengan sukacita, akan tetapi tidak berakar dan segera murtad, sementara yang satunya lagi menerima akan tetapi terjepit mati oleh keinginan-keinginannya akan dunia ini.

Mari kita periksa apa arti komitmen sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Yang menyelamatkan adalah iman yang diungkapkan dengan komitmen yang total. Ada tiga poin yang dapat kita simpulkan tentang komitmen berdasarkan perumpamaan ini:

Pertama, komitmen melibatkan keterbukaan. Benih dapat berakar di tanah yang baik karena tanah tersebut sudah dibajak sehingga terbuka untuk menerima benih. Sebaliknya, benih tidak dapat memasuki tanah di pematang yang sudah mengeras. Burung-burung datang dan membawanya pergi. Komitmen atau iman datang dari hati yang terbuka bagi Firman Allah dan bagi Kristus. Namun ini baru langkah yang pertama.

Sesudah masuk ke dalam tanah, maka benih itu harus menguasai lahan sepenuhnya. Ini berarti bahwa Firman Allah harus menguasai hati Anda sepenuhnya. Kita lihat bahwa beberapa orang yang telah menerima Firman Allah tetap musnah pada akhirnya. Di sini kita mendapatkan gambaran tentang tanah yang berbatu-batu, yang membatasi jangkauan Firman Allah di dalam hati orang itu. Apakah hati Anda sudah benar-benar terbuka bagi Firman Allah?

Cobalah meluangkan waktu untuk memeriksa apakah Firman Allah telah menguasai hati Anda sepenuhnya. Atau, adakah batu dan penolakan di dalam hati Anda? Hal yang akan membuat Anda berkata kepada Tuhan , “Engkau sudah masuk terlalu jauh di dalam hidup saya dan jangan lanjutkan itu – cukup sudah, hanya sebatas ini saja. Saya tidak mau menjadi fanatik. Saya tidak mau menjadi orang yang gila agama. Saya hanya ingin dihargai secara religius. Jangan mendorong saya untuk menjadi seperti mereka yang melayani full-time. Coba lihat mereka. Ada yang sesudah berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik, selanjutnya malahan mencampakkan itu semua dan menjadi pekerja full-time di gereja! Bagi saya, garis batasnya jelas; saya orang yang bijak. Saya akan mengambil jalan tengah – tidak berat ke sini atau ke sana. Itulah yang disebut sebagai keseimbangan.”

Jika Anda menarik garis batas, Anda akan kecewa sendiri. Anda seolah-olah sedang berkata kepada Tuhan, “Engkau adalah Tuhan dalam hidupku sebatas tidak melanggar garis ini.” Jika begini sikap Anda, maka Dia tidak dapat disebut sebagai Tuhan Anda. Ia harus menjadi Tuhan sepenuhnya atau tidak sama sekali, tidak ada pilihan lain. Anda tidak dapat berkata kepadanya, “Jangan melewati garis batas.” Jika Anda berlaku seperti itu, lalu di mana letak kedaulatan Allah? Apakah Anda melukiskan garis batas itu di dalam hati Anda? Mungkin Anda tidak memasang garis batas, akan tetapi Anda membiarkan keinginan-keinginan akan dunia ini menguasai Anda. Anda berkata, “Tuhan, Engkau adalah Allahku yang sejati. Tetapi saya juga harus memperhatikan berbagai macam hal yang menyangkut kepentingan saya.” Lalu Anda berakhir seperti benih yang jatuh di tanah yang bersemak belukar. Cepat atau lambat, Anda akan terjepit oleh mereka.

Orang-orang ini tidak selamat karena komitmen mereka tidak total. Apa yang disampaikan oleh Yesus sudah sangat tegas, tidak dapat ditambah-tambah lagi: Jika benih tidak menguasai tanah itu sepenuhnya – jika masih ada garis batas, masih ada kepentingan duniawi lainnya – maka Anda tidak akan dapat bertahan. Pertama-tama, Anda harus membuka hati di hadapan Tuhan. Kedua, Anda harus dapat berkata kepada Tuhan, “Engkaulah yang memiliki hidup saya sekarang. Tidak ada lagi satu pun bagian dari hidup saya yang akan menolak kedaulatan dan pengaturan Engkau.” Dapatkah Anda mengucapkan hal ini dengan setulus hati? Di kalangan hamba Tuhan pun, saya ragu, apakah cukup banyak yang dapat berkata seperti itu dengan setulus hati.

F.B. Meyer adalah seorang pengkhotbah besar pada zamannya – di awal abad yang lalu. Ia menulis banyak buku yang sangat bernilai. Dalam sebuah bukunya ia menceritakan pengalamannya pada saat melayani sebagai gembala di sebuah gereja. Walaupun ia sudah berusaha keras, gereja tersebut tetap saja mati secara rohani. Lalu ia datang ke hadapan Allah dan bertanya, “Tuhan, apa salah saya?” Tuhan menjawab, “Ada batu di dalam hatimu. Engkau menetapkan suatu batas. Aku bukan Tuhan yang sepenuhnya di dalam hidupmu.” Tuhan kemudian membuka matanya, dan ia menyadari bahwa ternyata ia termasuk dalam kategori orang yang memiliki tanah yang subur di atas tetapi mengandung batu di lapisan bawah. Ia tidak mengizinkan Allah untuk berkarya lebih jauh dengan hidupnya. Allah berkata kepada Meyer, “Aku tak dapat memakai kamu karena ada bagian dalam kehidupanmu yang kau tutup dariKu.” Meyer lalu berlutut di hadapan Tuhan dan berkata, “Ya Tuhan, inilah seluruh hidupku. Inilah kunci-kunci pintu semua ruangan di hatiku. Tidak ada yang tertutup bagiMu. Kumohon, runtuhkan saja pintu-pintu itu sehingga kunci-kunci itu pun dapat dibuang sekalian.” Lalu Allah merobohkan semua pintu dan menempatkan sebuah jendela yang memungkinkan terangNya menyinari semua ruangan di dalam kehidupannya. Sejak saat itu, Allah memakai Meyer secara luar biasa. Bagaimana dengan kehidupan Anda? Berapa banyak pintu yang masih tertutup bagi Allah di dalam kehidupan Anda?

Poin ketiga yang penting bagi komitmen adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh benih – sinar matahari. Kita semua tahu bahwa tanpa adanya sinar matahari tidak ada yang bisa tumbuh. Sebagaimana yang sudah saya bahas di pesan sebelumnya, Yesus dengan jelas membandingkan sinar matahari dengan penganiayaan, penderitaan dan pencobaan, menggunakan tiga kata yang berbeda dalam bahasa Yunani.

Saya sering mendapat pertanyaan seperti ini, “Bagaimana saya bisa tahu bahwa saya sudah berkomitmen total kepada Tuhan? Apakah jika saya memasuki pelayanan full-time bagi Tuhan? Itukah satu-satunya jalan bagi saya untuk mengetahuinya?” Tebakan yang melenceng. Sebagaimana yang sudah kita lihat, di antara pendeta pun masih ada yang belum berkomitmen total, seperti kesaksian pengkhotbah terkenal F.B. Meyer tentang dirinya. Ia seorang pendeta yang sudah belajar di sekolah tinggi Alkitab dan berbagai perguruan tinggi lainnya, akan tetapi masih belum berkomitmen total. Saya ingin tahu berapa banyak siswa sekolah Alkitab yang berkomitmen total kepada Tuhan. Terakhir kali, saat saya berceramah di sekolah Alkitab, saya menantang para siswa di sana dengan menanyakan, sejauh mana Allah dan KristusNya sudah menjadi Tuan (lord) dalam hidup Anda? Jangan mengira bahwa dengan mempersiapkan diri untuk menjadi penginjil, Anda sudah berkomitmen sepenuhnya kepada Tuhan. Kesimpulannya tidak selalu seperti itu.

Lalu bagaimana caranya Anda bisa tahu? Itu semua bergantung pada bagaimana reaksi Anda terhadap sinar matahari. Itulah ujiannya. Matahari dapat membinasakan atau membantu pertumbuhan tanaman. Di dalam perumpamaan ini, matahari membinasakan tanaman yang tidak memiliki akar. Tanaman yang lain justru bertumbuh ke arah sinar matahari dan berbuah. Pernahkah Anda mengamati bagaimana bunga mekar? Ia membuka ketika matahari mulai terbit dan menutup pada saat matahari terbenam. Ia menampilkan segala keindahannya di tengah sinar matahari. Hal yang sama berlaku pula di dalam kehidupan orang Kristen sejati. Akan tetapi bagi orang Kristen yang tidak berakar, yang komitmennya lemah atau tidak ada sama sekali, ia akan tersapu musnah. Sinar matahari yang sama membawa kehidupan bagi seseorang dan membawa kebinasaan bagi orang lain. Ia membawa pertumbuhan dan kelimpahan bagi yang satu dan kehancuran bagi yang lainnya. Di dalam perumpamaan ini, benih yang jatuh ke tanah dangkal/berbatu, menjadi layu dan mati ketika matahari terbit, sementara itu benih yang jatuh ke tanah yang baik tumbuh subur dan menghasilkan buah – tigapuluh, enampuluh dan seratus kali lipat dari benih yang ditaburkan.

Kita akan segera mengetahui apakah seorang Kristen itu berkomitmen sepenuhnya atau tidak dari reaksinya terhadap ujian. Pada saat kesukaran datang, aniaya bagi imannya, saat itulah Anda akan melihat apakah ia seorang Kristen yang sejati atau bukan. Apakah ia akan dapat bertahan hidup secara rohani atau tidak.

Di tahun 1904 terjadi Kebangkitan Welsh di daerah Wales (Inggris). Saya pernah menginjil di Wales sekitar tahun 1960-an, mengabarkan Injil di tempat kebangkitan itu pernah terjadi, dan itu merupakan suatu pengalaman yang luar biasa bagi saya. Pada tahun 1904 itu, benih Firman Allah ditaburkan di sana dan menghasilkan sangat banyak buah. Begitu besarnya hasil karya Roh Allah sehingga orang yang melintasi daerah itu pasti akan mendengar lagu pujian di setiap sudut wilayah itu. Di jalanan atau di atas bus, semua orang menyanyikan lagu pujian. Kalau saja hal ini terjadi di Montreal, tempat saya tinggal. Saya membayangkan jika saya melintasi Jalan St. Catherine dan mendengarkan banyak orang menyanyikan lagu pujian bagi Allah! Betapa luar biasanya pemandangan itu. Semua itu terjadi pada masa Kebangkitan Welsh. Demikian kuatnya gerakan Roh Allah sehingga perubahan itu menjangkau sampai setiap sudut wilayah itu. Hari ini, kerohaniannya sudah mati, sama seperti tempat-tempat yang lain.

Pernah suatu ketika saya dan rekan-rekan kerja Kristen bersaksi dari pintu ke pintu. Saya ingat jelas pada suatu waktu salah seorang saudara mengetuk sebuah pintu dan mulai berbicara tentang Kristus, lalu pintu dibanting di depan mukanya. Ketika ia pulang, wajahnya memancarkan sukacita. Saya kira ia akan menceritakan saat-saat bersaksi yang sangat indah, jadi saya tanyakan apa yang sudah terjadi. Ia berkata, “Haleluyah! Tadi ada pintu yang dibanting di muka saya.” Saya sangat terkejut! Rekan-rekan yang lain baru menunjukkan sukacita jika orang yang mereka datangi mau mendengar dan memperlakukan mereka dengan baik, mungkin dengan secangkir teh atau ditambah dengan biskuit. Dan orang ini bersukacita karena ada pintu yang dibanting di mukanya. Ia memperhitungkan hal itu sebagai suatu kesempatan untuk menderita bagi Tuhan. Saya membatin, “Orang ini akan dipakai secara luar biasa oleh Allah karena ketika matahari bersinar atasnya; ketika aniaya datang, ia menanggapinya dengan sukacita.” Rekan saya ini melanjutkan ceritanya, “Tahukah kamu apa yang saya katakan kepada ibu itu waktu ia membanting pintunya? Saya berseru dari balik pintu, ‘Ibu, saya mengasihi ibu. Saya akan berdoa buat ibu.'” Kesaksian yang sangat penuh kuasa. Dapatkah Anda membayangkan bahwa Anda adalah ibu itu, yang sesudah membanting pintu malah mendengar seruan dari luar, “Saya mengasihimu.”? Ini adalah suatu kesaksian yang sangat kuat. Dan untuk dapat melakukannya, dibutuhkan komitmen yang utuh.

Saat kita membaca catatan harian hamba-hamba Tuhan yang dipakai Allah hati kita benar-benar dihiburkan. Sebagai contoh, Charles Wesley, seorang hamba Allah yang besar yang hidup sekitar dua ratus tahun yang lalu. Selama ia berkeliling mengabarkan injil, seringkali ia dipukuli – sampai pakaiannya robek, rambutnya dijambak, wajahnya ditampar dan ditinju. Namun kesan yang kita dapatkan dari membaca buku catatan hariannya adalah kehangatan kasih. Tidak ada jejak kepahitan terhadap mereka yang menganiaya dan menyiksanya – hanya ada kasih. Itulah hamba Allah sejati! Ia bersyukur kepada Allah atas kesempatan untuk menderita.

Seringkali, di Tiongkok, saudara-saudara seiman kita ditangkap oleh pihak komunis. Namun mereka malah menjulurkan tangannya ke arah ‘gong an’ (polisi) dan berkata, “Saya tidak layak menerima hak istimewa ini. Terima kasih.” Para petugas tidak tahu lagi harus berbuat apa. “Apa ini? Kalian berterima kasih karena diborgol?” tanya mereka. Matahari bersinar atas orang-orang Kristen ini dan mereka bersyukur kepada Allah dan bersukacita akan hal itu. Perhatikanlah rasul Paulus. Ia jelas-jelas berkata, “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita” (Roma 5:3). Begitulah contoh orang yang berkomitmen total. Mengapa? Mereka bersedia mempertaruhkan segalanya bagi Tuhan dan siap untuk kehilangan segalanya. Itulah yang disebut iman!

Bagaimana Anda bisa tahu bahwa Anda sudah berkomitmen total kepada Tuhan? Di saat segala sesuatunya mulai bermasalah – katakanlah, sebagai contoh, orang tua atau sahabat-sahabat Anda mulai menolak Anda, atau jika Anda dipecat karena Anda tidak mau memalsukan laporan pajak atau melakukan kecurangan lainnya – Anda akan segera melihat apakah Anda memiliki komitmen atau tidak. Ketika hal-hal seperti itu terjadi, Anda dapat menilai reaksi Anda. Anda mungkin akan bersukacita, “Haleluyah! Ini benar-benar kesempatan yang istimewa menderita demi Kristus!” atau mungkin Anda akan mengeluh dan berkata, “Lihatlah apa yang terjadi! Menjadi orang Kristen bikin saya dipecat. Sesudah menjadi Kristen, yang saya dapat hanyalah masalah!” Matahari yang bersinar terik akan menguji komitmen kita.

Saya sudah melayani Tuhan selama bertahun-tahun dan kadang-kadang mengalami saat kehabisan uang sama sekali. Dan saya sering berkata, “Haleluyah! Sekarang saya dapat ikut merasakan seperti apa menjadi murid Yesus, yang tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala.” Ketika orang bertanya, “Haruskah kita membayar pajak?” Yesus tidak merogoh kantongnya. Malahan ia berkata, “Adakah seseorang yang membawa koin di sini?” Jika Yesus membawa koin di dalam kantongnya, pasti ia sudah mengeluarkannya. Ia tidak memiliki uang. Ia harus meminta orang lain untuk memperlihatkan koin untuk dapat berkata, “Gambar dan rupa siapakah yang tertera di sini?” (lihat Lukas 20:24).


Mengalami Kasih Allah secara Pribadi

Berjalan bersama Yesus, melayani dan hidup untuk dia adalah hal yang indah. Saya mempertaruhkan seluruh hidup saya demi kepercayaan saya pada Allah dan KristusNya. Jika apa yang saya yakini ternyata salah, maka saya sudah mati kelaparan. Ketika saya pergi ke Inggris untuk belajar melayani Tuhan, saya tidak memiliki uang sama sekali. Di sana saya juga tidak memperoleh izin kerja. Dengan demikian saya harus menyerahkan segenap hidup dan pendidikan saya kepada Tuhan. Jika Allah yang saya sembah bukan Allah yang hidup, saya memang akan benar-benar mati kelaparan. Akan tetapi Allah sudah membuktikan diriNya. Inilah yang saya maksudkan dengan mengalami Allah. Hanya orang yang mempertaruhkan segalanya bagi Dia yang akan mengalami kuasaNya.

Kita berkata bahwa kita dibenarkan oleh iman, dan itu benar. Anugerah pembenaran dari Allah diberikan kepada kita secara cuma-cuma. Namun di dalam menerima anugerah itu – menerima benih itu dalam hidup saya – saya mempertaruhkan seluruh hidup saya kepada anugerah dari Allah ini. Jika Allah ternyata bohong, maka besarnya kerugian saya adalah seluruh hidup saya. Akan tetapi saya sudah mendapatkan keyakinan akan kebenaran karena saya tahu siapa yang saya percayai. Itu sebabnya mengapa saya berani mempertaruhkan hidup saya demi Dia. Dan semakin banyak bidang kehidupan yang saya serahkan kepadaNya, semakin dekat pula pengenalan saya akan pribadiNya. Demikianlah siklus ini berjalan. Ketika Anda mulai mempercayakan hidup Anda kepadaNya, Anda akan melihat kuasaNya mulai bekerja dalam hidup Anda. Dengan demikian Anda akan semakin mempercayaiNya. Dan karena Anda semakin mempercayaiNya, maka Anda akan menyerahkan semakin banyak lagi aspek kehidupan yang Anda serahkan ke dalam tanganNya.

Kita melihat di dalam perumpamaan ini ada yang menghasilkan tigapuluh, enampuluh dan ada yang seratus kali lipat. Jika mereka memiliki komitmen yang total, lalu mengapa ada perbedaan hasil?

Setiap orang dapat saja berkomitmen secara total, akan tetapi kualitas komitmen mereka berbeda. Dalam hal keutuhan mereka berimbang, akan tetapi dalam hal kualitas ada perbedaan. Mari kita ambil salah satu ilustrasi yang sudah ada untuk menjelaskan hal ini. Di dalam kesaksian tentang jembatan gantung. Setiap orang yang menyeberangi jembatan itu pastilah memiliki komitmen yang total terhadap jembatan gantung itu, karena jika jembatan itu putus, maka orang yang menyeberang akan tewas. Akan tetapi kualitas komitmen mereka sangat berbeda. Si penginjil, dengan keragu-raguannya, melangkah penuh takut dan gemetar. Sekalipun ia berserah kepada jembatan itu, adakah kegairahan di dalam hati dia saat menyeberangi jembatan itu? Adakah sukacita ketika ia menyeberang? Tidak. Yang terlihat malahan rasa takut dan keragu-raguan. Kualitas komitmennya sangat jauh jika dibandingkan dengan penduduk setempat yang menyeberang juga. Mereka melangkah dengan sukacita, tanpa rasa takut, dengan mudah, mungkin sambil bernyanyi. Seorang anak kecil mungkin akan berpegangan erat-erat di atap rumah, menangis, penuh ketakutan dan gemetar ketika harus terjun ke bawah. Ada juga yang segera terjun tanpa ragu-ragu dan dengan berani. Semua melakukan hal yang sama, akan tetapi kualitas tindakan mereka berbeda. Sikap mereka berbeda.

Anda dapat menjalani kehidupan Kekristenan dengan komitmen yang total. Dan saya sudah sering melihat perbedaan kualitas dari orang yang berkomitmen total. Ada orang yang menyerahkan segalanya bagi Tuhan sambil terus menerus menggerutu tentang hal itu. Mereka selalu berkata, “Saya sudah menyerahkan segalanya bagi Tuhan. Lihatlah beban yang saya tanggung demi Dia.” Anda tidak dapat menyangkal bahwa mereka sudah serahkan segalanya bagi Allah, akan tetapi bagaimana kualitas kehidupan yang mereka jalani? Mereka penuh dengan keluhan. Jika cara hidupnya seperti itu, buat apa repot-repot menyerahkan hidup kepada Dia? Ada lagi yang menjalani komitmennya dengan sedikit sukacita, dan ada pula yang menjalani itu dengan penuh sukacita!

Perhatikan sekali lagi ilustrasi jembatan gantung ini. jika Anda menyeberang dengan gemetaran, apakah hal itu akan mendorong semangat orang lain untuk ikut menyeberang? Mereka akan berkata, “Saat saya lihat orang ini menyeberang dengan gemetaran, saya jadi ragu untuk menyeberang.” Akan tetapi jika mereka melihat Anda menyeberang dengan penuh sukacita, mereka akan berkata, “Baiklah, saya akan menyeberang juga.” Bagaimana cara Anda menyeberang akan sangat berbeda, bergantung pada kualitas komitmen Anda.

Kualitas komitmen Paulus bersinar terang di hadapan kita. Ia mempertaruhkan segenap hidupnya, dan ia bersukacita dalam menghadapi penderitaan. Ini akan membuat orang lain berpikir, “Wah, Paulus memang luar biasa!” Akan tetapi ada juga yang menggerutu soal pengorbanan, gemetaran di jembatan gantung dan berpikir, “Apa yang akan terjadi jika … tapi akhirnya saya jalankan juga, tapi pengorbanannya besar sekali!” Tidak heran jika orang ini akan membuat yang lain berpikir, “Jika seperti itu kejadiannya, lebih baik saya tidak ikut menyeberang.” Kualitas kesaksian kita berbeda dan dengan demikian buah yang dihasilkan berbeda pula. Orang yang menyeberang dengan penuh kepercayaan akan membawa banyak orang lain ikut menyeberang dengan penuh kepercayaan juga. Akan tetapi orang yang menyeberang dengan ragu-ragu akan membuat orang lain ragu-ragu pula. Itu sebabnya, ketika kita menerapkan ilustrasi ini ke dalam perumpamaan si penabur pada bagian jumlah buah yang dihasilkan, kita dapat melihat bahwa benih-benih itu menghasilkan buah akan tetapi dengan jumlah yang berbeda.

Marilah kita tidak sekadar mempunyai iman yang berkomitmen total akan tetapi juga dengan kualitas, pengaruh dan kuasa yang membuat orang lain dapat melihat kemuliaan Tuhan di dalam diri kita. Dan dengan demikian kita akan menghasilkan buah yang tigapuluh, enampuluh dan seratus kali lipat!

 

Berikan Komentar Anda: