Pastor Eric Chang | Paskah |

Paskah adalah hal yang sungguh luar biasa. Apakah makna Paskah bagi kita? Yesus Kristus bangkit dari kematian dan karena itu, sekarang kita dapat menjalani hidup yang baru. Kita dapat menjadi manusia merdeka – manusia yang merdeka dari kuasa dosa, Iblis dan dunia. Hanya jika kita telah dibebaskan maka kita dapat berbicara tentang lebih dari sekadar pemenang. Yesus Kristus berkata, “Barangsiapa berbuat dosa, maka dia adalah budak dosa.” Dia tidak merdeka. Yesus Kristus telah mati dan bangkit kembali untuk memerdekakan kita. Apakah Anda merdeka? Tahukah Anda apa itu hidup yang baru?

Tema kita hari ini berkaitan dengan hal menjadi pemenang. Kita tidak mau mempelajari hal ini dari segi teori saja. Jadi, secara praktis, “Bagaimana kita bisa hidup berkemenangan?” Apa makna kemenangan atau kekalahan bagi Anda?


Shanghai –  Di masa Pendudukan Jepang

Saya cukup tua untuk bisa mengingat peristiwa Perang Dunia Kedua. Tentu saja pada saat itu saya masih anak kecil. Waktu perang sedang berlangsung saya sering terdengar bunyi yang bagi saya sangat aneh. Setiap beberapa saat, terdengar bunyi raungan yang mencekam di seluruh penjuru kota. Belakangan baru saya mengetahui bahwa itu adalah bunyi tembakan peluru meriam. Tembakan peluru meriam menghasilkan bunyi dentaman yang sangat aneh dan berisik. Sebagai seorang anak kecil, saya mendengarkan bunyi ribut itu bergaung di telinga saya sepanjang hari.

Pasukan Jepang menembaki kota Shanghai, salvo demi salvo, dari kapal perang yang berlabuh di sungai. Salvo berarti semua meriam di kapal ditembakkan secara bersamaan. Efeknya sangat mengerikan. Setelah raungan peluru meriam, akan terdengar bunyi senapan mesin yang besar. Bunyi senapan mesin yang besar akan dibalas tembakan senapan pasukan. Itu menandakan bahwa pasukan penyerbu sedang bergerak dan semakin mendekat.

Saya berbicara tentang perang sebagai seorang saksi mata.  Untuk ke sekolah saya harus melintasi jembatan sungai ‘Huang Pu’, yang selalu dikawal prajurit Jepang. Helm tentara Jepang terlihat cukup lucu pada masa itu, seperti panci yang diletakkan terbalik. Prajurit berdiri tegak dengan peralatan perang yang lengkap, terlihat rangkaian peluru serta berbagai macam benda melingkari sekujur badannya. Tangannya memegang senapan dengan bayonet yang panjang. Bayonet itu cukup panjang untuk menusuk tiga orang sekaligus. Sekarang, para prajurit hanya memakai bayonet yang pendek, akan tetapi di masa lalu, bayonet yang dipakai sangatlah panjang. 

Saya bertumbuh dengan kesan-kesan semacam itu di dalam benak saya. Setelah perang berakhir saya menemukan hal-hal yang tidak saya ketahui selama masa perang. Salah satunya adalah penemuan bahwa salah seorang kenalan baik kami, seorang profesor di bidang kimia, yang sering berkunjung ke rumah kami, adalah seorang agen khusus. Beliau ditempatkan di Shanghai untuk mengamati semua pergerakan pasukan Jepang dan menginformasikan ke markas pusat. Tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika dia tertangkap!

Setelah masa perang, ibu saya juga menceritakan bahwa pernah sekali beberapa anggota keluarga saya menumpang trem (kereta dalam kota) bersama dia di Shanghai. Trem tersebut dihentikan secara paksa oleh tentera Jepang dan mereka menggeledah setiap penumpang. Profesor ini yang juga adalah agen rahasia itu sedang membawa senjata api yang diikat di pergelangan kakinya.

Ajaibnya, tentara Jepang itu menggeledah sampai ke betis dan berhenti tepat di atas pistol tersebut. Mungkin punggungnya sudah terasa agak letih sehingga dia tidak mau menunduk lebih rendah lagi. Kalau saja dia melanjutkan penggeledahan, maka dia akan segera menyentuh pistol yang terikat di pergelangan kaki profesor kimia ini. Dan itu akan berarti akhir dari hidupnya, dan juga hidup keluarga kami.

Ayah saya pada waktu itu tidak berada di Shanghai, dia bertempur di garis depan bersama pihak Nasionalis. Suatu hari, sekumpulan perwira Jepang datang ke rumah kami. Dan ibu saya hampir saja pingsan karena ketakutan. Ibu saya mengira identitas ayah saya sudah terungkap. Ketika ibu pulang, para perwira Jepang itu sudah menunggu. Jika Anda pernah menonton film, tentunya Anda akan tahu seperti apa kelakuan tentara Jepang. Apa yang ditampilkan di film-film tersebut sangatlah akurat. Para perwira itu duduk di ruang tamu dan ibu saya bertanya, “Ada keperluan apakah kalian datang kemari?” Tak ada yang menjawab.

Ibu saya mengulangi pertanyaan ini berkali-kali, “Dapatkah Anda memberitahu saya apa urusan Anda datang kemari?” Namun mereka tidak menjawab sama sekali. Saat itu saya tidak berada di rumah. Saya masih di sekolah. Lalu ibu saya memutuskan, kalau mereka tidak mau berbicara, maka dia pun akan diam saja. Kemudian dia duduk dan berdiam diri. Mereka seperti sedang bermain patung-patungan, kamu melihat aku, aku juga melihat kamu. Akhirnya para prajurit Jepang ini merasa bosan dengan permainan tersebut, lalu akhirnya salah satu dari mereka berdiri. Dia menunjuk ke arah radio. Kemudian ibu saya berkata, “Ada apa dengan radionya?” Akhirnya dia berkata, “Radio gelombang pendek. Tidak diperkenankan. Itu adalah tindakan kriminal.”

Dari film-film tentang penjajahan Jepang, tentunya Anda tahu bahwa mereka gemar memenjarakan orang-orang untuk berbagai macam alasan. Mungkin saat itu penjaranya sudah terlalu penuh, jadi mereka memutuskan untuk membiarkan ibu saya bebas. Karena kabel radio itu menjulur sampai ke atap, dia berkata kepada ibu saya, “Pergi turunkan antena!” Ibu saya menjawab, “Saya tidak tahu bagaimana cara menurunkannya. Terlalu tinggi buat saya. Silakan Anda menurunkannya.” Dia terlihat marah. Namun akhirnya dia pergi ke atas dan menurunkan antena dan setelah itu mereka berbaris pergi, terlihat ganas seperti biasanya.

Pada kesempatan yang lain, ada dua tentara Jepang datang ke rumah dan mengapit saya di antara mereka. Mereka menawarkan banyak gula-gula kepada saya. Wah, tiba-tiba saja orang Jepang menjadi orang-orang yang baik. Mereka bertanya, “Di manakah ayahmu? Siapa nama ayahmu?” Saya tidak berani menyebutkan namanya. “Coba lihat, waah, permen yang sangat manis ini. Eh. Omong-omong, kemanakah ayahmu pergi? Dia pergi jauh ya?”

Saat itu saya harus berkata kepada mereka bahwa saya tidak tahu apa-apa. Saya tidak tahu kemana perginya ayah saya, dan saat ditanya, saya juga menjawab saya tidak tahu siapa namanya. Saya bisa melihat amah saya di jendela. “…Jangan katakan, jangan katakan…” Amah saya begitu tegang dan gemetaran. Jadi saya tahu ada yang tidak beres dengan tawaran gula-gula itu. Bagaimanapun, mereka tidak berhasil mendapatkan keterangan apa-apa dari saya. Mengenang apa yang telah terjadi rasanya cukup lucu. Akan tetapi setiap peristiwa yang saya sebutkan dapat saja berarti maut bagi saya dan ibu saya. Saya menghadapi banyak peristiwa yang dapat berakibat pada maut.


Kekalahan dan Kemenangan

Kemudian Jepang dikalahkan. Pernahkah Anda melihat pasukan yang kalah? Pernahkah Anda melihat seperti apa pasukan yang sedang menang? Pasukan China akhirnya masuk ke kota Shangai, diikuti oleh pasukan sekutu. Pihak yang menang kelihatan sangat bahagia. Mereka berbaris dengan kepala terangkat. Mereka terlihat begitu gembira. Bagaimana dengan pasukan Jepang? Oh, pasukan yang kalah kelihatan sangat menyedihkan. Para prajurit yang biasanya bangga dan angkuh sekarang berjalan dengan kepala tertunduk. Di belakang mereka adalah barisan pasukan China. Kali ini pasukan China tampil dengan bayonet terhunus, mengawasi para tawanan Jepang yang terlihat loyo dan tidak bersemangat.

Dalam berbicara tentang perang dan kemenangan, saya memandang hal ini mungkin dari cara yang berbeda dari cara pandang Anda. Saya sudah melihat pasukan di medan perang, bukan sekadar di lapangan upacara. Di tahun 1949, saya melihat peperangan yang lain lagi. Sekali lagi saya melihat seperti apa itu pasukan yang menang dan pasukan yang kalah. Hal yang sama terulang kembali. Raungan peluru meriam bergemuruh. Senapan mesin besar menyalak. Dan akhirnya terdengar suara letusan senapan. Pasukan yang sedang berbaris di lapangan upacara terlihat sangat rapi dan bagus. Sungguh berbeda dengan pemandangan pasukan dalam susunan tempur mereka.

Kali ini yang saya lihat adalah kekalahan Pasukan Nasionalis, gambaran yang sangat menyedihkan. Mereka bertempur dengan gigih, namun tak ada jalan untuk menang. Pada malam terakhir sebelum kota Shanghai jatuh, saya semalaman tidak tidur. Saya berdiri di atas atap rumah saya dan menyaksikan pertempuran yang sedang berlangsung. Saya melihat pasukan Nasionalis memundurkan pasukan mereka. Garis pertahanan sudah jebol, jadi mereka bergerak keluar. Seragam mereka tampak kusut, senapan mereka tergantung-gantung. Beberapa saat kemudian mereka membuang senapan mereka diikuti dengan seragam mereka. Mereka berjalan dengan pakaian dalam saja karena takut tertangkap oleh kaum Komunis. Pernahkah Anda melihat pasukan yang kalah?

Pada waktu fajar, pasukan Komunis bergerak masuk. Mereka sangat kelelahan karena telah bertempur semalaman. Tubuh mereka berbalut lumpur dan kelihatan kotor. Walaupun kelelahan, tetapi ada keceriaan di wajah, mereka berada di pihak yang menang. Dan mereka bergerak maju menguasai kota yang sudah ditinggal pasukan Nasionalis. Beberapa jam kemudian, datanglah pasukan baru yang masih segar dan seragam mereka terlihat bersih dan rapi. Mereka mengambil alih kota. Begitulah perbedaan antara pasukan yang menang dengan yang kalah.


Pasukan Pembebasan Allah

Pokok bahasan kita hari ini adalah jemaat sebagai suatu pasukan. Dan jika Anda seorang Kristen maka Anda berada di dalam pasukan. Jika Anda tidak berada di dalam pasukan, maka Anda bukanlah orang Kristen. Terlalu banyak orang Kristen di zaman sekarang ini yang terbiasa dengan ajaran bahwa diselamatkan atau menjadi orang Kristen, adalah sekadar masalah percaya agar Anda bisa masuk ke surga. Jika Anda berada di dalam lingkungan ajaran semacam ini, ini berarti Anda belum membaca isi Alkitab.

Saya ingin agar Anda mengerti bahwa menjadi seorang Kristen dan dibaptiskan bukanlah agar Anda memperoleh jaminan satu kursi di bioskop surgawi. Bukan supaya Anda bisa menyaksikan satu tontonan yang bagus saat Anda ke surga nanti. Atau mungkin, Anda akan bergabung di orkes di panggung surgawi memainkan gitar, harpa, atau instrumen yang lain. Itulah ajaran yang diberikan kepada saya ketika saya masih baru menjadi Kristen. Saya menjadi Kristen supaya saya memperoleh satu tiket yang akan menjamin bahwa saya akan mendapat satu kursi di surga.

Pesan penting yang mau saya sampaikan adalah bahwa setiap orang Kristen dipanggil untuk bergabung dengan bala tentara Allah. Bala tentara Allah adalah pasukan pembebasan, pasukan keselamatan. Anda diselamatkan untuk menyelamatkan orang lain. Dan perang yang harus kita tempur adalah perang yang sangat berat. Tetapi sayangnya, banyak orang Kristen bahkan tidak tahu apa itu peperangan.


Berperang bagi Keselamatan orang lain

Kita berbicara tentang lebih dari pemenang. Untuk menang harus terjadi pertarungan. Bagi Anda pertarungan itu merujuk kepada hal apa? Saya kira sebagian besar akan menjawab, “Pergumulan rohani di dalam diri yang harus kita perangi.” Atau, “Ya, kehidupan rohani adalah medan perang yang saya pergumulkan di dalam diri saya setiap hari.” Itukah jawaban Anda?

Ini bukanlah pertarungan yang dimaksudkan dalam Alkitab. Mungkin itu adalah kisah hidup Anda. Akan tetapi itu bukanlah kisah yang terdapat di dalam Alkitab. Pertarungan yang dibahas dari dalam Kitab Suci adalah berperang bagi keselamatan orang lain  bukannya pergumulan di dalam diri sendiri dan hal yang semacam itu. Namun mungkin Anda akan berkata, “Tidakkah benar bahwa kita sendiri mengalami pergumulan di dalam diri ini?” Memang benar. Akan tetapi hal itu seharusnya terjadi sebelum Anda masuk ke dalam pasukan. Pergumulan di dalam diri seharusnya sudah dituntaskan pada saat Anda maju untuk baptisan.

Apakah ada prajurit yang maju ke medan perang dengan senjata di tangan tetapi berkata, “Aku bingung apakah harus menembak atau tidak. Aku tidak yakin apakah aku berada di pihak yang benar.” Atau, “Aku merasa sangat menderita. Aku tidak yakin apakah aku bisa bertempur. Mungkin lebih baik aku berdiam di dalam lubang perlindungan saja. Mungkin sebaiknya aku mencari perlindungan di sana sampai aku dapat mengatasi persoalanku sendiri.”

Banyak orang yang menghabiskan kehidupan Kristen mereka bergumul tentang hal apakah mereka akan maju bertempur atau tidak. Mereka berkata, “Aku merasa tertekan bagaimana mungkin aku bertempur?” Apakah ada pasukan di mana kebanyakan tentaranya antri ingin bertemu komandan padahal peluru meriam pihak musuh berterbangan di sekitar mereka. “Komandan, aku…aku merasa tidak enak hari ini.” Dan yang satunya lagi terlihat lebih menderita ketimbang yang sedang menghadap. Saat si komandan itu menatap ke depan, separuh dari pasukannya berbaris antri, menunggu untuk konseling. Dan nyaris tidak ada yang sedang aktif bertempur.

Dan yang lebih ajaib lagi, ketika si komandan itu selesai menangani orang tersebut, orang ini lalu keluar dan mengantri lagi untuk giliran konseling berikutnya. Demikianlah, pada akhir petang itu, si komandan sudah sangat kelelahan tetapi orang yang pertama dia tangani sudah muncul lagi untuk minta konseling. Maksud saya, si komandan ini bahkan tidak sempat mengarahkan pertempuran. Dia harus membereskan pasukannya dulu.

Semua itu mungkin terdengar lucu, tetapi bukankah itu kenyataannya? Itulah situasi di sebagian besar gereja sekarang ini. Saya pernah berkhotbah di sebuah perkemahan di Kanada. Separuh dari peserta perkemahan itu ingin mencari konselor. Dan para konselor harus menghadapi antrian sampai keluar pintu mereka. Apa yang digumuli kebanyakan orang? “Aku tidak yakin apa yang Tuhan ingin aku lakukan.” Seperti seorang tentara yang mendatangi komandannya dan berkata, “Aku tidak tahu, apakah aku bisa maju bertempur atau tidak? Dapatkah Anda memberitahuku, apakah aku harus maju atau mundur?” Bagaimana kita mau berperang jika pasukan kita bahkan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.


Anda seorang Laskar Kristus atau Turis?

Apakah Anda seorang prajurit? Apakah Anda yakin bahwa Anda seorang tentara? Mungkin setelah ini, Anda akan berkata, “Ya, aku adalah prajurit Kristus.” Bagus, sekarang kita akan berbaris menuju medan tempur. Lalu Anda berkata, “Tunggu dulu, saya tidak berbicara tentang perang. Saya hanya mau menjadi tentara.”

Di Inggris terdapat iklan yang dipasang, “Bergabunglah dalam angkatan perang. Anda akan dapat berjalan-jalan ke Jerman, ke Bahama dan lain-lain lagi.” Oh, begitu banyak keuntungan bergabung dengan angkatan perang. “Dan Anda akan mendapatkan pelatihan yang bagus untuk masa depan karir Anda.” Yang lucu adalah mereka tidak diberitahu bahwa mereka harus berangkat ke medan perang. Saat saya mengamati iklan itu, saya bertanya-tanya, prajurit macam apakah yang sedang mereka cari itu? Karena dengan menawarkan perjalanan gratis dan juga keuntungan-keuntungan lainnya, bagi saya iklannya lebih seperti iklan untuk mendapatkan turis dan bukannya prajurit.

Akan tetapi itulah yang sedang terjadi di gereja. Kita semua ini turis. Mengapa gereja sampai mendapatkan turis? Karena gereja membuat promosi yang sama saja dengan iklan angkatan perang tersebut. Kita ajak orang untuk datang dan menjadi Kristen karena ada begitu banyak keuntungan yang bisa diraih di sana. Salah satu keuntungan yang paling utama adalah Anda akan mendapatkan kursi di pertunjukan orkes surgawi. Tak ada hal di bumi ini yang dapat dibandingkan dengan hal tersebut. Maksud saya, pernahkah Anda menonton pertunjukan di mana pemainnya adalah para malaikat? Pertunjukan ini tidak bisa dibandingkan dengan yang lain, tak ada satu pun pertunjukan di bumi yang bisa menandingi pertunjukan tersebut. Jadi pesanlah tiket Anda secepatnya. Kalau tidak, Anda mungkin akan kebagian tempat duduk terlalu jauh di belakang. Dan sejauh yang saya ketahui, Anda tidak dapat membawa teropong Anda dari bumi ke surga. Dan sewaktu di bumi juga tersedia banyak keuntungan. Mungkin Anda akan mendapatkan pendeta yang sangat ramah. Jadi, jika Anda menghadapi masalah seperti para tentara itu, maka Anda bisa antri di pintu untuk konseling.


Apa Motivasi Anda?

Gereja semacam inikah yang dibahas di dalam Alkitab? Saya pikir saat Yesus Kristus mengamati gerejanya, Dia akan menangis. Sebelum ini kita pernah membahas “Akankah Yesus menemukan iman ketika dia kembali nanti?” Ini adalah sebuah pertanyaan retorik. Pertanyaan retorik berarti pertanyaan yang jawabannya adalah tidak. Tidak, Yesus tidak akan menemukan iman. Dia tidak akan menemukan kesetiaan di dalam gerejanya di zaman ini.

Karena setiap orang mengejar kepentingan pribadi masing-masing. Mereka bertanya tentang keuntungan apa yang bisa mereka dapatkan. Mereka bahkan tidak tertarik pada perkara kemerdekaan dari dosa. “Siapa yang mau bicara tentang kemerdekaan dari dosa? Yang ingin aku ketahui adalah keuntungan nyata macam apa yang bisa aku dapatkan saat aku menjadi Kristen. Apakah aku akan lulus ujian dengan nilai yang lebih baik dari mereka yang non-Kristen? Akankah bisnisku menjadi lebih makmur karena berkat Allah. Apakah aku bisa mendapatkan istri yang lebih baik? Inilah hal-hal yang nyata. Maksudku, mendapatkan istri yang baik adalah makna hidup ini, bukankah begitu? Lihatlah orang-orang yang ramah di gereja. Maksudku, di mana lagi Anda bisa mendapatkan gadis-gadis yang ramah, baik dan sabar? Hanya ada di gereja.”

Motivasi menjadi Kristen adalah mendapatkan suami yang baik atau mendapatkan istri yang baik. Inilah yang praktis. Siapa yang mau bicara tentang pasukan? Anda tidak mungkin akan memikirkan pernikahan saat berada di medan perang. Apakah Anda melihat persoalannya? Jika seperti itu cara kita berpikir, bagaimana bisa kita menjadi laskar Kristus? Demikianlah, saat Anda berdoa, “Tuhan, aku akan menghadapi ujian masuk sekarang, tolonglah aku melewati ujian ini.” Entah bagaimana, Allah harus membantu Anda agar bisa mendapatkan gelar. Jadi Anda perlu meyakinkan Tuhan, “Lihat, aku akan menjadi prajurit yang jauh lebih baik jika aku memiliki gelar.”

Kekristenan macam apakah yang sedang kita bicarakan ini? Saya telah menjadikan diri saya ini sangat tidak populer di kalangan gereja-gereja sekarang ini. Karena saya muak dengan pemberitaan Injil yang mengubah laskar Tuhan menjadi gerombolan turis. Kumpulan orang egois, yang mengejar kepentingan pribadi. Tak heran jika orang non-Kristen menatap ke arah orang Kristen, dan berkata, “Apa bedanya antara kamu dan aku? Kamu sama egoisnya dengan aku.” Satu-satunya perbedaan adalah Anda ingin mengklaim bahwa Allah berada di pihak Anda.


Baptisan –  Hanya untuk mereka yang Siap

Baptisan adalah suatu upacara pelantikan masuknya Anda ke dalam bala tentara Tuhan. Dan seperti menjadi tentara, tak seorangpun yang boleh masuk ke dalam angkatan perang jika dia tidak siap untuk mati. Setiap tentara yang aktif memahami bahwa dia bisa saja mati. Dan semakin ganas pertempurannya, maka semakin besar pula kemungkinan dia untuk mati. Janganlah terburu-buru masuk ke dalam baptisan. Sebagaimana yang Anda ketahui, untuk bisa dibaptiskan di dalam gereja ini sangatlah sulit. Karena kami ingin agar Anda memahami sepenuhnya apa artinya menjadi Kristen. Jika Anda tidak siap untuk mati, maka janganlah berpikir untuk dibaptis.

Jika tidak, maka Anda hanya akan berdiri di depan pintu saya meminta konseling bersama peserta antrian yang lainnya. Dan mengatakan hal seperti, “Ah, aku tidak tahu bahwa menjadi orang Kristen itu harus menderita.” Nah, untuk menjadi seorang tentara Anda harus menderita. Jadi jangan terkejut saat Anda harus menderita. Ingatlah selalu apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi pasal 1:29, “Kamu dipanggil,” katanya kepada jemaat di Filipi, “bukan sekadar untuk percaya melainkan juga untuk menderita.” Dan dia berkata kepada para penatua di Efesus untuk mengingatkan jemaat bahwa melalui banyak penderitaan dan kesukaranlah baru kita dapat masuk ke dalam kerajaan.


Prinsip-prinsip Kemenangan

Mengapa gereja menolak untuk memberitakan hal tersebut di zaman ini? Mengapa gereja tidak mengatakan bahwa kita ini adalah prajurit? Mengapa kita tidak diingatkan akan isi Efesus pasal 6? Mengapa kita disuruh untuk mengenakan baju zirah, pedang dan ketopong dari Allah jika kita tidak sedang maju berperang? Apakah kita hanya sekadar berbaris di lapangan upacara saja?


Tak ada Kemenangan tanpa Pertempuran

Mari kita camkan satu hal ini dengan baik – tidak ada kemenangan tanpa pertempuran. Tahukah Anda apa itu kemenangan? Apakah Anda mengalami kemenangan tersebut? Jika Anda belum masuk ke dalam peperangan, tentu saja Anda tidak akan memenangkan perang. Sebelum ada kemenangan, harus ada pertempuran terlebih dahulu. Secara logis hal ini sangatlah mudah untuk dipahami.

Orang Kristen yang tidak tahu apa arti kemenangan adalah mereka yang memang belum masuk ke dalam peperangan. Dan saya tekankan sekali lagi, hal ini tidak ada kaitannya dengan pergumulan di dalam batin. Pergumulan batin seharusnya sudah dituntaskan pada saat Anda dibaptis. Persoalan tentang komitmen seharusnya sudah tuntas saat baptisan.

Jika pergumulan batin Anda belum tuntas, tahukah Anda apa yang akan terjadi? Anda akan hidup dalam kekalahan. Anda akan memperlihatkan gambaran pasukan yang kalah. Itukah pengalaman Anda? Kita menginginkan jemaat yang hidup berkemenangan. Orang-orang yang melihat akan berkata, “Oh, itulah Kekristenan.” Tapi bagaimana kita dapat memenangkan orang bagi Kristus jika kita hidup dalam kekalahan? Tidakkah terlintas di pikiran Anda, apa maknanya menjadi orang Kristen? Apakah itu berarti hidup dalam kekalahan di sepanjang waktu?


Tak ada kemenangan tanpa Bala Tentara

Hal yang kedua, tentu saja, tak akan ada kemenangan tanpa adanya pasukan. Anda tidak akan memenangkan sebuah pertempuran melawan satu pasukan secara sendirian. Anda tidak akan dapat sendirian memenangkan pertempuran melawan satu pasukan musuh. Memang kita memerlukan banyak orang seperti Rambo di dalam laskar kita. Akan tetapi satu Rambo tidak akan memenangkan pertempuran bagi kita. Mungkin ini cara berpikir banyak orang Kristen. Mereka berkata, “Nah, terdapat banyak orang Kristen yang hebat di dalam gereja. Mereka akan memenangkan pertempuran buat kita. Saya tidak perlu melibatkan diri.”


Tidak ada Kemenangan tanpa Panglima Tertinggi

Hal yang ketiga adalah bahwa tidak ada kemenangan tanpa adanya Panglima Tertinggi. Dialah yang memimpin kita di dalam pertempuran. Dialah yang menyusun strategi pertempuran. Dalam ilmu kemiliteran, seorang komandan yang baik, adalah bagian yang sangat penting dalam mencapai kemenangan. Jika Anda memiliki 5 juta prajurit dan seorang jendral yang buruk, maka jendral ini akan mengorbankan tentara yang 5 juta orang itu. Dari sejarah militer kita tahu bahwa seorang jendral yang cakap, walaupun pasukannya jauh lebih sedikit, akan mampu mengalahkan pasukan lawan yang berkali-kali lipat jumlahnya.

Dan hal itu juga berlaku di dalam gereja. Di bawah kepemimpinan Allah sebagai Panglima Tertinggi kita, maka jumlah pasukan bukan lagi ukuran yang penting. Contohnya pertempuran besar di antara Gideon dengan musuh bangsa Israel. Saat itu bangsa Israel memiliki 23.000 orang, Allah berkata, “Jumlahnya terlalu banyak.” Gideon menguranginya menjadi 10.000 orang. Allah berkata, “Masih terlalu banyak.” Saat itu, jumlah pasukan musuh sebenarnya jauh lebih banyak lagi. Akan tetapi Tuhan terus saja mengurangi jumlah pasukan-Nya. Tuhan berkata, “Aku hanya memerlukan 300 orang.”

Alkitab adalah buku tentang kemenangan. Dan jika Anda adalah bagian dari bala tentaraNya, maka sebaiknya Anda belajar juga untuk berpikir seperti ini, “Aku tidak tahu apa itu kekalahan”. Rasul Paulus tidak tahu apa arti kata ‘kalah’. Itu sebabnya dia berkata di dalam surat Korintus, “Syukur kepada Allah yang selalu membuat kita menang di dalam Kristus Yesus.” Dia tidak berkata ‘kadang-kadang’. Dia berkata ‘selalu’. Apakah itu juga merupakan pengalaman Anda? Apakah Anda selalu melangkah di dalam kemenangan?

Saat saya menyaksikan kekalahan prajurit-prajurit Nasionalis dan gerak mundur mereka dari Shanghai, pikiran macam apakah yang timbul di dalam benak saya? Tentu saja saya melihat bahwa komandannya telah gagal. Apakah yang dipikirkan oleh dunia ketika mereka mengamati Anda? Jika mereka melihat orang-orang Kristen yang kalah, tidakkah mereka akan sampai pada kesimpulan bahwa Yesus telah dikalahkan? Akankah Anda mengikuti raja yang kalah? Apakah Anda pikir rakyat Shanghai akan bangkit dan mengikuti pasukan Nasionalis? Para prajurit itu bahkan tidak bisa melindungi nyawanya sendiri, bagaimana mereka dapat melindungi nyawa Anda? Jika Anda sendiri tidak dapat diselamatkan, bagaimana mungkin Anda dapat menyelamatkan orang lain? Bagaimana mungkin kuasa Allah bekerja melalui Anda?


Empat Unsur dalam Bala Tentara Tuhan

Kita telah melihat pada kontras di antara pasukan yang berjaya dengan pasukan yang kalah. Sangatlah penting untuk memiliki gambaran yang jelas tentang hal ini untuk memahami tema tentang laskar Allah ini. Menurut Anda apakah gereja merupakan laskar yang berjaya atau yang kalah? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah Anda prajurit di dalam bala tentara ini? Apakah Anda adalah prajurit yang berkemenangan atau yang kalah? Jika Anda termasuk yang kalah, maka Anda menjadi orang yang mempermalukan panglima tertinggi Anda. Ada 4 prinsip dasar tentang bala tentara Tuhan sebagaimana yang diajarkan di dalam Alkitab.


I. Bala tentara Tuhan adalah Laskar Rakyat

Prinsip pertama dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adalah bahwa bala tentara Tuhan adalah laskar rakyat. Apa artinya? Ini berarti angkatan perang Tuhan bukanlah pasukan tempur profesional. Bala tentara Tuhan bukanlah orang-orang yang berperang demi bayaran. Di Perjanjian Lama, Anda akan menemukan bahwa setiap orang Israel adalah anggota angkatan perang Israel. Itu sebabnya di Perjanjian Lama, Anda tidak akan pernah menemukan adanya orang Israel yang dibayar khusus untuk berperang. Setiap orang Israel yang mampu berperang harus ikut bertempur dalam peperangan.

Ide tentang laskar rakyat jelas bukanlah ide yang baru. Hal ini sudah lama diterapkan di Israel. Laskar rakyat sudah ada sejak bangsa Israel keluar dari Mesir. Apa perintah Musa kepada bangsa Israel sebelum mereka berangkat meninggalkan Mesir? Dia berkata, “Setiap orang, setiap laki-laki harus mengikat pedangnya di pinggang mereka. Kenakanlah pedang kalian. Jika kamu tidak memiliki pedang, belilah. Juallah jubahmu dan belilah pedang. Setiap laki-laki akan berangkat dari Mesir dengan membawa pedang di pinggangnya.” Itu sebabnya mengapa Alkitab berkata, “Maka berangkatlah umat Israel meninggalkan Mesir, setiap orangnya siap untuk berperang.” Itulah laskar rakyat. Mereka berusaha untuk melengkapi orang-orangnya dengan baju zirah untuk persiapan perang. Mereka melakukan segala upaya untuk membangun laskar rakyat.

Ide tentang laskar rakyat ini masih dipakai sampai di zaman sekarang. Hal ini masih berlaku, misalnya, di Swiss, di mana setiap laki-laki yang berusia antara 20 sampai 50 tahun adalah anggota dari angkatan perang Swiss. Dan para pakar militer sepakat bahwa angkatan perang Swiss adalah salah satu angkatan perang yang paling efektif dan efisien di dunia. Setiap warga laki-laki di Swiss mendapatkan pelatihan militer minimum antara 11 bulan sampai setahun. Dan hal yang menarik juga adalah bahwa mereka menyimpan senjata di rumah masing-masing. Jadi, di rumah penduduk di Swiss Anda dapat menemukan senapan M-16 atau senjata jenis lainnya.

Mereka semua dapat dikerahkan dalam waktu 48 jam dan siap untuk berperang. Para pilot angkatan udara akan siap di posisi mereka. Unit-unit artileri akan siap juga. Semua kendaraan lapis baja akan siap dengan bahan bakar yang terisi penuh. Mereka mengikuti pola Perjanjian Lama. Di masa Perang Dunia Kedua, angkatan perang Nazi yang perkasa itu tidak berani menyerang negara Swiss yang kecil ini. Mereka tidak takut untuk menyerang Inggris, mereka juga tidak takut menyerang Perancis, akan tetapi mereka tidak menyentuh Swiss. Karena mereka tahu mereka akan kehilangan sangat banyak pasukan jika menyerang Swiss, jadi mereka bahkan tidak mau mempertimbangkannya. Israel sekarang ini masih mengikuti pola yang ada di dalam Alkitab. Bahkan Singapore sekarang juga meniru Swiss dan Israel.

Gereja juga merupakan laskar rakyat. Itu sebabnya jika Anda adalah seorang Kristen, maka Anda adalah seorang prajurit. Jika Anda bukan seorang prajurit Kristus, tolong jangan sebut diri Anda Kristen. Setidaknya, janganlah mempermalukan Panglima Tertinggi. Kiranya gereja menjadi bala tentara yang jaya. Kiranya gereja menjadi angkatan perang yang akan mampu memenangkan pertempuran bagi Tuhan.


II. Pentingnya Keunggulan Individu

Prinsip yang kedua di dalam Alkitab adalah sekalipun setiap umat Tuhan adalah anggota bala tentara-Nya, hal itu tidak berarti bahwa setiap orang hanya sekadar menjadi satu di antara kerumunan banyak orang. Tidak berarti bahwa kesempurnaan individu tidak lagi penting. Lihat pada para prajurit Perjanjian Lama yang hebat. Contohnya Pinehas yang sendirian berhasil menghentikan wabah yang melanda Israel dengan menghancurkan akar dari dosa bangsa Israel.

Di Keluaran 32, orang-orang Lewi menanggapi panggilan untuk menghentikan kelakuan orang-orang yang cabul di Israel. Memang ada orang-orang yang hebat di dalam laskar Tuhan. Itu berarti bahwa bahkan di dalam gereja, tetap tersedia tempat bagi munculnya orang-orang dengan kualitas rohani yang hebat. Malahan Tuhan mencari orang-orang yang hebat itu. Karena mereka akan menjadi contoh bagi segenap bala tentara Tuhan.


III. Allah adalah Panglima Tertinggi

Prinsip ketiga yang membuat bala tentara ini sangatlah unik adalah Allah sendiri yang menjadi Panglima Tertingginya. Ini adalah satu-satunya bala tentara di dunia yang pasukannya berada di bumi dan Panglima Tertingginya berada di surga. Bahkan angkatan perang Swiss pun tidak dapat memamerkan hal yang semacam ini. Israel sendiri kadang kala lupa bahwa Panglima Tertinggi mereka berada di surga. Itu sebabnya mengapa di dalam Yosua 5:13-15, terjadi hal yang sangat penting.

Pada saat itu umat Israel telah memasuki Tanah Perjanjian. Musa sudah mati dan Yosua adalah panglima pasukan Israel di bumi. Dan dia sedang sibuk mengatur pasukannya untuk menyerang bagian tanah Kanaan lainnya. Lalu apakah yang terjadi? Dia melihat seorang laki-laki berdiri dengan pedang yang terhunus di tangannya. Bukan pedang yang disarungkan, pedang itu digenggam di tangannya. Orang itu berdiri di depan Yosua. Lalu Yosua bertanya kepada orang itu, “Siapakah engkau? Kawan ataukah lawan?”

Tentu saja, melihat betapa perkasanya orang yang berdiri di hadapannya ini, Yosua sangat berharap kiranya orang tersebut berada di pihak Israel. Orang yang memegang pedang terhunus itu menjawab, “Bukan! Aku adalah Panglima Tertinggi bala tentara Tuhan.” Yosua segera mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah, “Engkau bukanlah panglima tertinggi pasukan ini. Akulah Panglima Tertingginya.” Segera saja Yosua menjatuhkan diri di hadapan orang tersebut. Dan Yosua berkata, “Tuhan, apakah yang harus kuperbuat untuk-Mu?” Dan Panglima Tertinggi itu berkata, “Tanggalkan kasutmu sebab engkau berdiri di tempat yang kudus.” Suatu ucapan yang sama dengan yang pernah diucapkan Allah kepada Musa.

Setiap perwira di dalam pasukan Tuhan harus memahami siapa yang menjadi Panglima Tertinggi. Panglima tertinggi kita adalah Allah. Selama kita teguh di dalam ketaatan kepada-Nya, maka kita pasti menang.


IV. Kemenangan melalui Iman kepada Allah

Prinsip yang ke-4 berkaitan dengan poin yang terakhir tadi. Bala tentara Tuhan di dalam Alkitab harus percaya pada Allah untuk menang. Bukan hanya percaya tetapi harus percaya hanya kepada-Nya. Dengan kata lain, pasukan Tuhan hanya dapat menang lewat iman. Ini adalah latar belakang dari ayat-ayat di dalam 1 Yohanes 5:3-4. Rasul Yohanes berkata, “Inilah bukti kemenanganmu terhadap dunia, yaitu imanmu.” Melalui iman kita akan menjadi lebih dari pemenang.

Itu sebabnya banyak hal-hal yang tidak lazim terjadi di Perjanjian Lama. Perjanjian Lama berulang kali mencatat bahwa bala tentara Tuhan memenangkan pertempuran tanpa harus berperang. Sebagai contoh, ketika umat Israel keluar dari Mesir,  setiap laki-laki membawa pedang di pinggangnya. Ketika mereka sampai di tepi Laut Merah, mereka menatap ke belakang dan mereka melihat pasukan dari negara adikuasa sedang mengejar mereka. Anda bisa bayangkan  ketakutan umat Israel pada waktu itu. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan dapat melawan pasukan ini.

Namun mereka lupa, sebagaimana kebanyakan orang Kristen sekarang ini lupa, siapa yang menjadi Panglima Tertinggi mereka. Di dalam kitab Keluaran 14:13, Panglima Tertinggi berfirman kepada mereka, “Diamlah dan lihatlah keselamatan yang datang dari Allahmu. Pasukan yang kuat ini, pasukan dari negara terkuat yang kalian lihat sekarang ini, tidak akan kalian lihat lagi.” Dan Dia berkata kepada Musa, “Acungkanlah tongkatmu. Acungkan ke arah laut.” Secara ajaib, air membelah dan bangsa Israel bergerak menyeberang. Pasukan dari negara adikuasa itu bergerak mendekati mereka. Lalu air membanjiri mereka. Mereka lenyap ditelan air. Bangsa Israel tidak pernah lagi melihat pasukan tersebut. Tepat seperti yang dikatakan oleh Tuhan kepada mereka.

Sungguh merupakan kesempatan yang istimewa bisa melayani Dia! Namun jangan berpikir kalau hal itu berarti bahwa bala tentara Tuhan tidak perlu bertempur. Mereka juga harus bertempur dalam banyak kesempatan dan mereka juga kalah di dalam beberapa peperangan jika tidak mentaati Tuhan. Karena Allah adalah Panglima Tertinggi, maka ada unsur lain yang penting yang muncul di dalam prinsip pasukan Tuhan ini, yakni unsur doa.

Pasukan ini adalah satu bala tentara yang aneh di dunia ini karena mereka memerangi pertempuran  melalui doa. Di dalam Keluaran 17, kita melihat adanya situasi yang aneh. Ini adalah kisah yang cukup terkenal. Ketika Musa mengangkat tangannya saat berdoa. Pasukan Israel menjadi unggul. Namun ketika lengannya terasa lelah dan dia mulai menurunkan tangannya, pasukan Israel mulai terdesak. Anda lihat, kemenangan ini berkaitan dengan prinsip iman. Hanya melalui iman dan doa maka bala tentara Tuhan dapat menang.


Kita juga harus Berperang

Sekalipun Allah menjadi Panglima Tertinggi kita, kita juga harus bertempur. Kadang kala Dia memberi kita kemenangan tanpa harus berperang, dan kadang kala Dia memberi kita kemenangan setelah melalui peperangan yang berat. Hal ini dapat kita lihat di Perjanjian Lama dan Baru.

Kadang kala Yesus menyembuhkan seorang buta cukup dengan satu sentuhan, si orang buta tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup dengan percaya kepada Kristus. Namun dalam peristiwa yang lain, dia menyuruh orang yang akan disembuhkan untuk mengerjakan sesuatu, dan hal tersebut cukup sulit untuk dikerjakan. Sebagai contoh, ada orang buta lainnya yang mestinya bisa saja Yesus sembuhkan dengan cara yang sama, namun dia tidak melakukannya. Dia menaruh lempung di mata orang itu dan berkata, “Pergilah ke kolam Siloam dan basuhlah dirimu.” Ini merupakan suatu perjalanan yang cukup jauh bagi si orang buta. Jadi, kadang kala kita perlu melakukan sesuatu. Dalam kesempatan lain, Tuhan memutuskan untuk bertindak dan Anda cukup percaya saja.


Apakah rahasia mengalahkan dosa?

Saya akan menutup sekarang dengan satu kejadian yang luar biasa di dalam Alkitab untuk mempelajari apa rahasia dari kemenangan. Jika Anda memahami rahasia ini, maka Anda akan menjadi lebih dari pemenang. Tanpa rahasia ini, Anda tidak akan dapat memenangkan pertempuran melawan dosa.  Apakah rahasia untuk mengalahkan dosa?

Mari kita renungkan tentang seorang perempuan Siro-Fenisia yang dapat dibaca di dalam Matius 15:21 dan seterusnya. Apa makna penting dari perikop ini? Anda akan melihat hal yang sungguh ajaib. Di sepanjang kehidupan Kristen saya, telah berkali-kali saya merenungkan peristiwa ini. Perempuan yang rendah hati ini tahu rahasia kemenangan yang perlu dipelajari oleh setiap anggota bala tentara Tuhan. Mari kita pelajari hal itu secara sekilas.


Perempuan Siro-Fenesia

Perempuan ini memiliki seorang anak perempuan yang sedang kerasukan setan. Anak perempuan itu masih kecil. Perempuan Siro-Fenisia ini benar-benar berharap agar anaknya dapat diselamatkan. Perhatikan bahwa dia bukan sedang memikirkan keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri. Dia menginginkan keselamatan bagi sang anak. Akan tetapi segala sesuatunya tidak berpihak pada dia, dia sama sekali tidak layak untuk meminta kesembuhan itu.

Di Matius 15:22, dikatakan bahwa perempuan ini adalah orang Kanaan. Tahukah Anda arti penting dari hal ini? Kita tadi baru saja berbicara tentang penaklukan sebuah negeri oleh umat Israel. Negeri apakah itu? Itulah tanah Kanaan. Musuh orang Israel adalah orang Kanaan. Perempuan ini adalah bagian dari musuh turun temurun bangsa Israel. Mungkin pada zaman ini, ia dapat disejajarkan sebagai seorang Palestina yang dipandang sebagai musuh ketat orang Yahudi.

Hal kedua yang juga tidak menguntungkannya adalah bahwa Yesus di Matius 15:24 berkata bahwa pelayanannya pada waktu itu dibatasi hanya kepada umat Israel, yaitu hanya kepada orang-orang Yahudi. Jadi perempuan ini berada di luar parameter atau di luar cakupan pelayanan Yesus.

Hal yang ketiga adalah bahwa Yesus pada waktu itu sedang mengundurkan diri dari pelayanan umumnya. Malahan Matius 7:24 memberitahu kita bahwa dia tidak menginginkan ada orang yang tahu di mana dia berada, itu adalah saat untuknya berdiam diri. Dengan kata lain, perempuan itu datang di luar jam kerjanya. Mungkin jawaban yang diberikan kepadanya adalah, “Datanglah nanti saat kantor sudah di buka lagi.” Namun sekalipun dia datang pada jam kerja, tetap saja dia tidak memenuhi syarat karena dia tidak terdaftar sebagai bagian dari orang yang akan dilayani. Dengan kata lain, dia tidak memenuhi syarat untuk meminta pertolongan yang diperlukan itu. Bagaimana perasaan Anda jika Anda yang berada di dalam posisi tersebut?

Akan tetapi, memenuhi syarat atau tidak, dia tidak mau mundur. Dan perikop ini memberitahu kita bahwa dia tetap teguh. Dia tidak mau pergi. Para murid berkata, “Jangan ganggu guru kami. Dia tidak akan berbicara kepadamu. Pergi sajalah.” Akan tetapi apakah yang dia lakukan? Dia mulai berseru keras, “Tuhan, tolonglah aku! Tolonglah aku!” Dia berteriak sekeras-kerasnya. Anda dapat melihat itu di dalam ayat 23, “ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak“. Saat itu perempuan ini sudah ditolak. Yesus berkata, “Saat ini Aku tidak diutus untuk menolong orang-orang asing.” Jika Yesus berkata seperti itu kepada Anda, apakah yang akan Anda lakukan?


Apa Reaksi Anda?

“Yah, sayang sekali, dia tidak mau menolongku. Sudahlah.” Lalu Anda duduk di pojok dan menangis. Oh, perempuan ini bukan tipe yang begitu. Perempuan ini belum selesai. Penolakan tidak akan menghentikan dia. Lalu dia berteriak sekeras-kerasnya, dan apakah yang dia dapatkan? Dia mendapatkan penolakan yang kedua. Yesus berkata, “Tidak baik mengambil roti untuk anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Waah, Anda mungkin berkata, “Tolong, jika engkau tidak mau menolongku, tidak perlu engkau sampai bersikap sekasar itu terhadapku! Aku sudah cukup banyak dilanda masalah. Anak perempuanku sedang sakit. Tapi engkau menyamakan aku dengan anjing. Manusia macam apakah engkau ini? Seharusnya engkau penuh dengan belas kasihan. Tapi bukan saja engkau tidak berbelas kasihan, engkau bahkan menyebutku anjing. Sudah, ini batasnya. Cukup sudah!” Akan tetapi perempuan ini tidak demikian.


Sikap Hati yang Kritis

Renungkanlah hal itu. Paling tidak, ada 3 reaksi yang mungkin timbul dari sini. Salah satu reaksinya adalah sikap hati yang mengecam. “Yesus begitu terkenal. Dia adalah guru yang luar biasa, mengajarkan tentang hal mengasihi musuhmu. Aku orang Kanaan, tetapi ternyata dia tidak dapat mengasihi aku. Bukan saja dia tidak memiliki belas kasihan. Dia begitu kasar, dia menyebutku anjing. Guru macam apakah ini? Ah, lupakan saja, aku pergi.” Apakah Anda akan bereaksi seperti ini?

Banyak orang Kristen yang bereaksi seperti ini. Mereka berdoa, lalu kemudian mereka berkata, “Tuhan tidak menjawab. Dia tidak berbelas kasihan. Dia berbicara tentang hal mengasihi sesama manusia. Tetapi dia tidak mengasihiku. Sekalipun aku ini bukanlah orang Kristen yang baik, sekalipun aku ini musuhnya, tidak seharusnya dia memperlakukan aku seperti ini. Dia benar-benar memperlakukan aku seperti anjing.” Banyak orang yang menyebut dirinya sebagai orang Kristen namun menjadi orang Kristen yang kalah, karena memiliki sikap hati yang semacam ini. Bahaya dari kekalahan adalah bahwa Anda akan menjadi kristis. Anda menyalahkan Tuhan dalam setiap hal.


Mengasihani Diri Sendiri

Reaksi kedua adalah mengasihani diri sendiri. Mereka bukan saja kesal tetapi juga mengasihani diri sendiri. Wajah mereka begitu sendu, menggambarkan orang Kristen yang sangat menderita. “Allah tidak peduli denganku. Dia peduli dengan orang lain. Dia menyembuhkan anak orang lain. Lihat, dia menyembuhkan orang buta. Dia bahkan membangkitkan orang mati. Tapi dia bahkan tidak mau melirik aku.” Reaksi yang membuat Anda sibuk mengasihani diri sendiri dan berkubang dalamnya.


Marah

Atau, kita menjadi sangat marah. Saya sudah sering melihat wajah menyeramkan orang-orang Kristen yang sedang marah. Seperti wajah tentara Jepang! “Tuhan, engkau memperlakukan aku seperti ini. engkau merendahkan aku di depan orang banyak. Bagaimana mungkin orang penting seperti aku ditangani seperti ini? Aku orang penting di dunia ini. Tahukah engkau berapa banyak uang yang kumiliki? Orang semua lagi tunduk dan hormpat padaku. Tuhan memang tidak tahu diri.” Demikianlah, Anda marah karena merasa Tuhan telah berlaku tidak adil. Dia boleh saja memperlakukan orang lain seperti anjing, tetapi tidak terhadap aku. Tahukah Anda apa akar dari sikap hati semacam ini?


Si Aku –  Akar dari Permasalahan

Jika Anda perhatikan ketiga macam reaksi yang disebut di atas, semuanya menunjukkan bahwa akar dari permasalahan adalah si aku, keegoisan dan kesombongan. Jika kita memahami hal ini maka kita akan mengerti mengapa Yesus menangani perempuan ini secara demikian. Tuhan melihat ke dalam hati Anda dan dengan jelas melihat apa yang ada di dalam hati Anda. Apakah Anda ini orang yang egois dan gemar mengasihani diri sendiri. Orang yang gemar mengasihani diri sendiri adalah orang yang perhatiannya tertumpu hanya pada dirinya sendiri. Atau apakah Anda termasuk orang yang gemar mengecam. Di luarnya Anda mungkin terlihat rendah hati, akan tetapi di dalamnya Anda adalah orang yang tinggi hati. Dan demi kebaikan Anda sendiri, Dia mungkin akan menyebut Anda anjing. Sampai Anda menyadari, “Tuhan, benar. Aku ini memang anjing.”

Si pemazmur berkata di dalam Mazmur yang pasal 22, “Aku ini bukan manusia, aku ini hanyalah cacing. Aku ini hanyalah anjing saja.” Dan itulah yang dikatakan perempuan ini, “Ya, Tuhan. engkau benar. Aku ini anjing. Namun ingatlah satu hal, berbelas-kasihanlah kepada anjing ini. Sebab bahkan anjing pun mendapat remah-remah yang jatuh dari meja makan. Berikanlah aku beberapa keping remah-remah itu.” Tidak ada keangkuhan yang terlihat. Dan apakah yang Yesus lakukan? Dia berkata, “Hai perempuan. Jadilah seperti apa yang kau kehendaki. Engkau akan mendapatkan apa yang kau kehendaki. Aku akan memberi padamu apa yang kau minta.” Namun pertama-tama, dia harus belajar menjadi anjing.


Rahasia kemenangan – Rendahkanlah diri Anda

Apa yang terjadi di akademi militer? Tahukah Anda bagaimana para rekrut ditangani? Sebelum seseorang dapat menjadi prajurit yang baik, dia dijadikan seperti anjing dulu. Dia disuruh untuk merangkak-rangkak di dalam lumpur. Berbaris sampai sekian lama di lumpur, dan ditangani seperti sampah. Dia diajar untuk taat sepenuhnya pada komando. Secara harfiah, dia diperlakukan seperti anjing, supaya dia bisa menjadi prajurit yang terbaik di dunia. Itulah harga yang harus dibayar.

Inilah rahasia kemenangan. Jika Anda berada di dalam bala tentara Tuhan, belajarlah untuk bisa berkata seperti perempuan ini, “Ya, Tuhan. Aku ini anjing. Dan sebagai anjing, berilah aku beberapa potong remah-remah dari meja-mu.” Dan, akhirnya ia bukannya mendapatkan potongan remah-remah, tetapi pesta makan yang besar. Dan lebih dari itu, dia memperoleh rahasia kemenangan. Di dalam kerajaan Allah, perempuan ini akan berada di tempat yang tinggi. Rendahkanlah diri Anda di bawah tangan perkasa Allah, dan Dia akan mengangkat Anda, itulah hal yang dipelajari oleh perempuan ini. Di sanalah letak rahasia kemenangan.


Bahaya Kesombongan

Bertahun-tahun yang lalu, saat saya masih muda, saya mengenal banyak tentara dan bahkan beberapa jenderal. Sungguh lucu, saya bahkan nyaris menjadi menantu salah seorang jenderal yang bernama Jenderal Tang. Waktu saya kuliah di London, ada satu jenderal yang beribadah di gereja. Saya tidak tahu mengapa jenedral ini sangat tertarik pada saya. Setiap malam dia akan menelepon saya dan mengajak saya mengobrol. Saat itu saya tidak begitu tahu mengapa dia ingin mengobrol dengan saya. Namun, suatu hari, saya mulai dapat menebak. Karena dia mulai bercerita kepada saya bahwa dia memiliki seorang anak gadis yang manis. Dan setiap kali kami berkumpul, dia selalu menyempatkan diri untuk membicarakan tentang anak gadisnya itu. Anaknya pada waktu itu berada di Amerika Serikat.

Akan tetapi, jenderal ini juga adalah seorang jenderal yang telah kalah. Dia juga seorang ahli matematika yang sangat cerdas yang pernah kuliah di kampus yang sama dengan saya di London. Tentu saja saya masuk jauh setelah dia. Dia adalah orang yang sangat besar kemampuannya. Namun satu hal yang belum dia pelajari adalah pelajaran dari perempuan Siro-Fenisia ini. Memang keangkuhan hal yang sangat sulit untuk diatasi. Dia orang yang sangat sombong, walau pun tidak terhadap saya. Saya mulai melihat bahwa dia tidak akan dapat menjadi prajurit yang tangguh. Kemampuan dan kecerdasan tidaklah cukup. Pelatihan saja tidak cukup.

Pada suatu hari seorang jenderal Inggris mengunjungi kami. Nama jenderal ini adalah Mayor Jenderal Sir Wilson Hutterdam. Ketika saya memperkenalkan Jenedral Wilson kepada Jenderal Tang, keangkuhan Jenderal Tang sungguh mengejutkan saya. Saya tidak percaya pada apa yang saya lihat. Pangkatnya setingkat lebih tinggi daripada jenderal Inggris yang berpangkat Mayor Jenderal, sedangkan dia sendiri berpangkat Letnan Jenderal. Waah, dia memperlakukan jenderal Inggris ini seperti anjing. Dia meremehkan jenderal Inggris ini. Dia berbicara sangat kasar kepada jenderal Inggris ini padahal orang Inggris ini tidak melakukan satu pun kesalahan padanya, dia hanya berkata, “Hello.”

Setelah pertemuan itu, saya bertanya kepada Jenderal Tang, “Mengapa Anda berbicara sekasar itu padanya?” Dia menjawab, “Aku adalah Letnan Jenderal.” Hah, pikir saya, “Sekarang aku tahu mengapa engkau akhirnya menjadi jenderal yang kalah.” Jenderal yang terbaik adalah jenderal yang memiliki kerendahan hati. Pahamilah rahasia dari kemenangan ini. Jika hal ini berlaku bagi dunia, bukankah lebih lebih lagi di tengah Jemaat?

Saya mau memberikan satu pertanyaan kepada Anda sebagai satu tantangan kepada kita semua, “Bersediakah kita mengakui bahwa kita ini hanya seekor anjing atau seekor cacing saat kita berdiri di hadapan Raja segala raja?” Hanya dengan cara itu Dia akan mengangkat kita menjadi lebih dari sekadar pemenang!

 

Berikan Komentar Anda: