Ev Xin Lan | Ruben (1) |

Hari ini tokoh Alkitab yang akan kita pelajari adalah Ruben. Ruben adalah anak sulung Yakub, tetapi ia kehilangan gelar kesulungannya. Yakub mempunyai duabelas anak laki-laki, Yusuf mewarisi gelar anak sulung, ia mendapatkan dua bagian dari warisan ayahnya. Dari dua belas suku Israel, keturunan Yusuf mendapatkan dua bagian. Selain itu, yang menjadi pemimpin dari semua saudara-saudaranya, bukanlah Ruben, tetapi anak ke-empat, yaitu Yehuda. Yehuda mendapat berkat Allah yang luar biasa dan mempunyai populasi terbesar. Suku Yehuda juga mendapatkan luar tanah yang paling besar. Raja-raja yang memimpin juga berasal dari suku Yehuda. Semua berkat yang dinikmati oleh Yehuda, harusnya dinikmati oleh anak sulung yakni Ruben, tetapi dia justru kehilangan semuanya itu. Apa yang terjadi kepada Ruben, sungguh-sungguh adalah hal yang semestinya kita pelajari.

Alkitab tidak punya catatan yang banyak tentang kehidupan Ruben. Hanya ada beberapa catatan singkat tentangnya. Kejadian pasal 29 mencatatkan bagi kita kelahiran Ruben. Yakub mempunyai dua orang istri; Lea dan Rahel. Yakob juga mempunyai dua orang selir: Bilha dan Zilpa. Yakub mencintai Rahel. Ketika dilihat Yahweh bahwa Lea tidak dicintai, Allah membuka kandungan Lea; tetapi Rahel mandul. Maka Lea mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan dia menyebutnya Ruben; Ruben artinya “mempunyai seorang anak lelaki”.

Kejadian pasal 35 mencatat bahwa Ruben melakukan dosa yang serius. Dia tidur dengan Bilha, selir ayahnya ketika Yakub, ayahnya tidak berada di situ. Yakub pun mendengar akan hal itu. Jadi seluruh keluarga tahu akan kejadian yang memalukan ini. Namun, pada saat itu Yakub tidak mengatakan apa-apa dan tidak menghukum dia.

Kejadian pasal 37 mencatat bahwa Yakub menyayangi Yusuf, ia mengasihi Yusuf lebih daripada anak-anak yang lain. Karena Yusuf lahir pada masa tuanya dan Yusuf merupakan anak sulung dari istri tercintanya, yakni Rahel yang meninggal muda. Rahel melahirkan dua orang anak laki-laki untuk Yakub, yang satu adalah Yusuf dan satu lagi yang lain adalah Benyamin.

Ketika Yusuf berumur 17 tahun, dikatakan bahwa Yusuf sering pergi menggembalakan kawanan domba bersama kakak-kakaknya. Apabila dia kembali, dia akan melaporkan perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan oleh saudara-saudaranya kepada Yakub, ayahnya. Oleh karena kasih Yakub kepada Yusuf, dia membuatkan sebuah jubah yang maha indah hanya untuk Yusuf. Panjangnya sampai ke mata kaki. Kemungkinan itu dibuat dari tenunan berkelas tinggi yang digunakan untuk mereka yang hidup dalam kemewahan, orang kaya dan juga para pangeran yang tidak perlu bekerja keras. Itu memberitahu kita bagaimana Yusuf dikasihi di rumah ayahnya. Saudara-saudaranya iri hati padanya karena hal itu. Mereka berbicara dengan kasar terhadap dia. Selain itu, Yusuf juga membagikan dua buah mimpi. Arti dari mimpi-mimpi adalah bahwa saudara-saudaranya akan bersujud di hadapannya. Dia akan memimpin saudara-saudaranya, hal yang memang tergenapi pada akhirnya. Namun, pada waktu Yusuf menyampaikannya, mereka sama sekali tidak dapat menerima semua itu dan semakin bencilah mereka padanya.

Suatu ketika, kesepuluh saudara laki-laki Yusuf pergi menggembalakan kambing domba, Yakub meminta Yusuf untuk mencari tahu keadaan mereka. Ketika saudara-saudaranya melihatnya dari jauh, mereka melihat suatu kesempatan untuk menangani Yusuf. Mereka merencanakan untuk membunuh Yusuf. Sembilan orang saudaranya berpikir demikian, hanya Ruben yang tidak.


Ruben Gagal Menyelamatkan Yusuf

Kejadian 37:21-22 memberitahu kita:

Ketika Ruben mendengar hal ini, ia ingin melepaskan Yusuf dari tangan mereka, sebab itu katanya: “Janganlah kita bunuh dia!” Lagi kata Ruben kepada mereka: “Janganlah tumpahkan darah, lemparkanlah dia ke dalam sumur yang ada di padang gurun ini, tetapi janganlah apa-apakan dia” maksudnya hendak melepaskan Yusuf dari tangan mereka dan membawanya kembali kepada ayahnya.

Alkitab mengatakan Ruben tidak ada keinginan untuk menyakiti Yusuf. Dia memakai taktik menunda, dia membiarkan saudara-saudaranya memasukkan Yusuf ke dalam sumur dan setelah itu, dia akan mencari kesempatan untuk menyelamatkan Yusuf. Mereka memang melakukannya. Namun, di bawah saran Yehuda, mereka menjual Yusuf kepada sekelompok pedagang yang sedang dalam perjalanan ke Mesir. Yusuf pun dibawa ke Mesir. Kejadian pasal 37:29 berkata,

Ketika Ruben kembali ke sumur itu, ternyata Yusuf tidak ada lagi di dalamnya. Lalu dikoyakkannyalah bajunya, “Anak itu tidak ada lagi, ke manakah aku ini?”

Jelas sekali saudara-saudaranya memilih waktu ketika Ruben tidak berada di tempat. Lalu, mereka menjual Yusuf sehingga ketika Ruben kembali dan mendapati Yusuf sudah tidak ada, dia sangat sedih. Ketika orang Israel menunjukkan dukacita, mereka akan mengoyakkan baju mereka. Jadi, di antara saudara-saudaranya, hanya Ruben yang tidak ingin melukai Yusuf dan tidak ada hubungannya dengan kejahatan ini.


Ruben, Tidak Mendapat Kepercayaan Ayahnya

Di Kejadian pasal 42, tercatat bahwa seluruh tempat menghadapi kelaparan, keluarga Yakub juga menghadapi ancaman kepunahan. Namun, ada secercah harapan di Mesir, hanya Mesir yang mempunyai gandum. Lalu, Yakub mengutus anak-anaknya ke Mesir untuk membeli gandum. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa perdana menteri Mesir yang menjual gandum bagi mereka itu adalah Yusuf. Namun, Yusuf tidak memberitahu mereka sejak awal karena dia tidak mempercayai mereka. Dia tidak tahu apakah mereka juga akan menyakiti Benyamin. Yusuf menguji mereka dan berbicara dengan kasar terhadap mereka. Yusuf juga menahan satu orang saudara sebagai sandera dan membiarkan yang lain pulang ke rumah mereka. Mereka harus membawa Benyamin untuk menebus Simeon yang ditahan di Mesir.

Setelah saudara-saudaranya tiba di rumah, mereka memberitahu Yakub akan semua yang telah terjadi pada mereka. Namun, pada waktu itu Yakub bersikeras tidak mengizinkan Benyamin pergi ke Mesir bersama mereka. Yakub takut Benyamin ditimpa kemalangan. Kita dapat melihat bahwa sejak kehilangan Yusuf, Yakub tidak mempercayai anak-anaknya sendiri. Sepertinya, dia juga punya keraguan, jangan-jangan mereka yang menyebabkan dia kehilangan Yusuf. Namun, dengan tidak pergi ke Mesir berarti mereka sekeluarga akan berakhir dalam kematian. Seluruh keluarganya akan mati kelaparan. Pada waktu itu Ruben berkata kepada ayahnya,

“Kedua anakku laki-laki boleh engkau bunuh, jika ia tidak kubawa kepadamu; serahkanlah dia ke dalam tanganku, maka dia akan kubawa kembali kepadamu.”

Jadi, kita melihat bahwa Ruben rela memikul tanggung jawab atas keluarganya, dia berjanji untuk melindungi Benyamin, ia bahkan rela mengorbankan kedua anak lelakinya. Namun, kita melihat bahwa Ruben gagal mendapatkan kepercayaan dari ayahnya.


Ruben, Tidak Memperoleh Berkat yang Seharusnya Menjadi Miliknya

Catatan terakhir tentang Ruben di dalam Alkitab ada di Kejadian 49. Sebelum Yakub meninggal, dia memanggil kedua belas anak laki-lakinya dan bernubuat bagi mereka. Tentang Ruben, Yakub berkata,

“Ruben, engkaulah anak sulungku, kekuatanku dan permulaan kegagahanku, engkaulah yang terutama dalam keluhuran, yang terutama dalam kesanggupan. Engkau yang membual sebagai air, tidak lagi engkau yang terutama, sebab engkau telah menaiki tempat tidur ayahmu; waktu itu engkau telah melanggar kesuciannya. Dia telah menaiki petiduranku!

Karena Ruben berbuat dosa, akhirnya dia kehilangan hak kelahirannya.

Melihat pada seluruh kehidupan Ruben, selain dosa besar mencemari tempat tidur ayahnya, dia tidak mempunyai kesalahan yang lain. Dia adalah orang baik. Sebagai contohnya, dia tidak ingin menyakiti Yusuf dan rela memberikan jaminan keselamatan untuk Benyamin. Dapat kita lihat Ruben merupakan seorang yang cukup baik. Dia tahu bahwa dia adalah anak sulung, dia juga mempunyai sikap yang bersahaja sebagai anak sulung. Pada suasana kritis, dia tahu tanggung jawabnya, tetapi dia tetap kehilangan hak kelahirannya karena dia berzinah dengan selir ayahnya.  Bahkan setelah Ruben melakukan dosa ini, Yakub tidak menghukum dia. Namun, sampai ke akhirnya ketika Yakub bernubuat, dia menyebutkan hukuman untuk Ruben, itu juga merupakan penghakiman Allah bagi Ruben.


Keturunan Ruben Menjadi Suku yang Paling Lemah

Pada kemudian hari, suku Ruben menjadi suku yang sangat lemah dalam kuasa dan pengaruh. Di keduabelas suku Israel, suku Ruben sangat kecil. Bahkan di Ulangan pasal 33, sebelum Musa mati, dia memberkati suku Israel, ketika berkata-kata tentang Ruben, dia ayat ke 6, dia berkata,

“Biarlah Ruben hidup dan jangan mati, tetapi biarlah orang-orangnya sedikit jumlahnya.”

Dapat kita lihat di Kejadian, kutuk Allah yang diberitahukan Yakub kepada Ruben, terpenuhi. Ruben tidak mendapat posisi di atas. Bukan hanya itu, populasi suku Ruben sangat sedikit jumlahnya, hampir tidak adan sehingga Musa berdoa baginya agar jangan mati, tetapi biarlah orang-orangnya sedikit.

Itu adalah akibat dosa, Ruben tidak hanya kehilangan berkat hak kelahirannya, tetapi dia juga menyebabkan keturunannya kehilangan posisi sebagai anak sulung. Jadi, kualitas kehidupan kita secara langsung memengaruhi keturunan kita. Mereka mungkin mendapat berkat Allah karena kita, atau mereka mungkin dikutuk Allah karena kita. Kita harus benar-benar berhati-hati.

Bahkan, sebelum Yakub mengucapkan penghakiman Allah, Ruben sudah kehilangan otoritasnya sebagai anak sulung dalam keluarga. Nampaknya tidak ada orang yang mendengarkan dia. Sebagai contohnya, dalam peristiwa menjual Yusuf, Ruben berkata agar jangan menyakiti Yusuf, tetapi mereka menjual Yusuf ketika dia tidak ada di tempat sehingga dia tidak tahu apa yang terjadi ke atas Yusuf. Saat membawa Benyamin ke Mesir, Ruben menjamin kepada ayahnya bahwa ia akan melindungi Benyamin. Namun, ayahnya tetap tidak setuju dan tidak mau mengizinkan Benyamin pergi ke Mesir. Sangat jelas, di mata keluarganya, Ruben kehilangan otoritas sebagai anak sulung. Tidak ada yang mau mendengarkan dia. Sebaliknya, Yehuda yang mengambil posisinya. Saudara-saudaranya mendengarkan usul Yehuda untuk menjual Yusuf; Yakub juga mendengarkan Yehuda dan menerima jaminan dari Yehuda dan membiarkan Benyamin pergi ke Mesir. Dapat kita katakan, setelah Ruben berdosa, dia kehilangan posisinya sebagai anak sulung dalam keluarga.

Sebenarnya dosa Ruben membawa akibat dalam 3 aspek: pertama, di mata manusia, dia kehilangan wibawa dan otoritasnya sebagai anak sulung dan keluarganya tidak lagi menghormati dia sebagai anak tertua. Kedua, di mata Allah, dia kehilangan posisi dan berkat kesulungan. Yang terakhir, bukan hanya dia yang kehilangan hak kesulungan, keturunannya pun juga kehilangan posisi sebagai pemimpin.

Dapatkah kita melihat bahwa ini adalah harga dosa? Saya takut, ketika Ruben berbuat dosa, tidak terpikir olehnya bahwa ia harus membayar harga seberat itu. Itulah sebabnya seluruh Alkitab memberitahu kita “jangan berbuat dosa”. Harga dosa sangat besar, lebih daripada yang dapat kita bayangkan dan lebih daripada yang dapat kita tanggung. Kenikmatan sesaat seharga berkat kekekalan kita.


Pikirkan Akibat Dosa

Ada sebuah pepatah Tionghoa yang mengatakan, “Pikir tiga kali sebelum berbuat sesuatu”. Sebelum kita bertindak kita harus berpikir dengan hati-hati: apakah hal ini tepat untuk dilakukan? Dapatkah aku menanggung akibat dari berbuat sesuatu yang salah? Jika kita berpikir seperti ini, kita akan dapat menghindari banyak kejahatan.

Yusuf saudara Ruben, mempunyai kesempatan untuk berbuat zinah. Setelah Yusuf dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya, dia dibeli oleh kepala pengawal Firaun Mesir, yaitu Potifar. Karena Allah menyertai Yusuf, Dia menjadikannya berhasil dalam segala apanpun yang dia buat. Potifar mempekerjakan Yusuf dengan luar biasa dan menjadikannya kepala pengawas rumahnya, mengurus pekerjaan rumahnya dan segala harta miliknya. Selain roti yang dia makan, Potifar tidak tahu apa-apa. Demikianlah dia memercayakan segala yang dia miliki di tangan Yusuf. Namun, pada waktu itu, istri Potifar memandang Yusuf dengan birahi dan ingin tidur dengannya. Namun, apakah tanggapan Yusuf? Dia berkata,

“Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”

Yusuf mempunyai cara pandang rohani. Dia tahu dengan jelas jika dia melakukan dosa ini, dia akan bersalah kepada Allah; dia tahu bahwa akibat dari bersalah terhadap Allah adalah satu hal yang tidak dapat dia tanggung. Jadi dia bersikeras untuk tidak berdosa.

Namun, Ruben gagal dalam hal ini. Bagaimana Ruben melakukan dosa? Apakah dia yang tertarik pada Bilha selir Yakub atau Bilha yang menggoda dia terlebih dulu, tidak ada catatannya dalam Alkitab. Kita tidak tahu. Namun, tidak kira apa pun alasannya, Ruben akhirnya melakukan dosa besar ini, maka dia kehilangan berkat kesulungannya.

Jadi, apakah kita melihat jauh ke depan untuk memikirkan akibat dari perbuatan kita, sebelum kita mulai melakukan sesuatu? Alkitab menggambarkan Ruben sebagai unstable as water yang berarti tidak stabil seperti air. Jelas sekali, pada saat itu dia hanya memikirkan keinginan seksualnya. Dia ingin melakukannya, dan dia lakukan. Dia tidak memikirkan akibat dari perbuatannya. Jika anda melihat beberapa laporan tindak kejahatan, anda akan dapati banyak penjahat menunjukkan penyesalan yang mendalam setelah melakukan kejahatan. Ketika ditanya kenapa dia melakukannya kejahatan? Kenapa dia membunuh? Hampir semua akan berkata, “Saya teramat emosi dan marah pada saat itu, maka saya melakukannya”. Sekarang anda harus membayar nyawa dengan nyawa, dan sekarang anda merasa sangat menyesal. Anda tidak akan membunuh jika anda memikirkan akibat dari perbuatan itu. Sekalipun ada orang yang hatinya keras dan mereka tidak takut untuk membayar nyawa dengan nyawa, hampir semua mengakui bahwa kejahatan yang dilakukan adalah sebuah tindakan yang impulsif atau menuruti keinginan hati. Dia terlalu emosi, maka dia bertindak tanpa memikirkan akibat-akibatnya.

Tidak membendung nafsu seks, itu yang terjadi dan itulah yang membuat orang jatuh dan tidak berpikir panjang akan akibatnya. Ketika aku ingin merasa senang, maka aku lakukan. Namun, kita harus berpikir dengan jelas, apakah kita menginginkan kenikmatan sesaat dan sakit yang abadi atau kesakitan sesaat, tetapi kebahagiaan abadi? Dosa akan memberikan kita kebahagiaan, tetapi hanya sementara. Akhirnya kita harus membayar harga yang lebih mahal untuk sedikit kebahagiaan yang sementara. Kita akan mendapati melawan dosa itu sangat menyakitkan, tetapi akhirnya, kita akan mendapatkan berkat kekal. Inilah tepatnya pelajaran dari Ruben dan Yusuf.

Ruben berzinah dengan selir ayahnya, Yakub. Dia memuaskan keinginannya yang membawa kesenangan baginya. Namun, dia kehilangan hak anak sulungnya dan berkat kekal. Yusuf menolak untuk berhubungan dengan nyonyanya, sebagai akibatnya dia difitnah dan dipenjarakan. Dapat kita katakan Yusuf menderita karena melawan dosa. Namun, pada akhirnya, Allah memberikan Yusuf berkat yang sungguh luar biasa. Dia diangkat ke tempat yang paling tinggi menjadi perdana menteri Mesir. Namun, yang terpenting adalah Allah memberikan dia gelar dan berkat anak sulung. Apa yang hilang dari Ruben karena dosanya, itulah yang Yusuf dapatkan karena dia tidak berbuat dosa. Ini perenungan yang sangat berharga buat kita. Kita ingin menjadi orang yang seperti apa? Berbicara tentang dosa perzinahan, di dalam Alkitab bahkan hingga sekarang ini, dosa zinah merupakan dosa yang paling sering dan paling mudah dilakukan.

Pada kenyataannya, kita dapat melihat tingkat dosa suatu negara atau generasi dengan melihat tingkat dosa perzinahan. Di Kanaan tempat pengembaraan Yakub, masyarakat di sana hidup di dalam tingkat keberdosaan yang sangat parah. Pada artikel yang lalu, kita sudah melihat tentang Yehuda, yang terlibat dengan pelacuran dengan wanita yang dipikirkan pelacur di kuil penyembahan orang Kanaan. Mereka bukan pelacur biasa, tetapi pelacur di kuil pelacur, di mana pelacuran merupakan bagian dari penyembahan berhala. Berhubungan dengan pelacur merupakan suatu bentuk penyembahan. Jadi orang-orang di situ dengan terang-terangan memesan pelacur. Dapat kita lihat bahwa anak-anak Yakub juga terpengaruh dengan kebiasaan orang setempat. Saya pikir Ruben pun demikian, kenapa dia mempunyai hubungan dengan selir ayahnya? Mungkin, orang-orang pada saat itu, menganggap perilaku jenis ini sebagai perilaku yang umum karena sudah menjadi sesuatu yang lazim.


Dosa sudah Menjadi Sesuatu yang Lazim

Sama seperti sekarang ini, beberapa jenis dosa yang serius, tidak lagi dianggap sebagai dosa. Sudah menjadi sesuatu yang lazim dan lumrah. Sekitar dua puluhan tahun yang lalu di Tiongkok, jika ada perselingkuhan, semua orang akan tahun dan pelaku perselingkuhan akan dicibir dan dikucilkan. Mereka akan merasa sangat aib dan bahkan ada yang bisa dipenjarakan. Namun sekarang, mempunyai wanita simpanan merupakan suatu status yang menjadi kebanggaan seorang pria. Bahkan ada yang akan menyombongkan diri dengan membual tentang berapa wanita simpanan yang dimilikinya. Hidup bersama sebelum menikah sudah diterima secara meluas. Pasangan-pasangan ini menyebutnya sebagai “pernikahan percobaan”. Hal yang tidak dapat dipercaya adalah: ketika saya menonton sebuah program televisi, ada beberapa para pasangan yang dengan santai tanpa rasa malu menceritakan tentang gaya hidup seks bebas. Ada yang sudah bernikah dan ada yang masih berpacaran. Ketika ditanya, kebanyakan mengakui mereka sudah melakukan hubungan suami istri bahkan sebelum menikah. Mereka tidak merasa malu dan para penonton yang hadir juga tidak merasa bahwa mereka sudah melakukan sesuatu yang mengaibkan. Ada satu pasangan yang saat ditanya kapan mereka berhubungan untuk pertama kali, mereka menjawab, “Setelah menikah dan di rumah”. Pembawa acara bereaksi dengan kaget dan menemukan itu hal yang sangat langka. Dia lalu meminta penonton untuk bertepuk tangan dan bersorak dan berkata, “Ini merupakan contoh pasangan yang baik, kita harus belajar dari mereka!”

Hal yang mengagetkan adalah tanpa disadari, dosa sudah menjadi sesuatu yang dianggap biasa. Mereka tidak berpikir bahwa seks sebelum menikah merupakan dosa. Konsep ini juga telah masuk ke dalam gereja. Di gereja semakin banyak yang terjerumus di dalam dosa ini dan gereja pun menerimanya. Umat-umat Allah telah dipengaruhi oleh dosa dunia. Di dalak Alkitab dan sejarah gereja, hal ini sudah berulang kali terjadi. Hal ini menyebabkan umat Allah kehilangan berkat Allah dan berkat yang kekal.


Apa yang Allah berikan, bisa Diambil Kembali

Di Perjanjian Lama, selain Ruben, ada lagi orang yang di ketahui kehilangan berkat anak sulungnya, yakni Esau. Kita sudah mempelajari tentangnya. Esau adalah anak Ishak, kakak dari Yakub. Dia adalah paman dari Ruben. Esau adalah anak sulung. Allah menganugerahkan berkat Abraham dan Ishak adalah ahli warisnya. Esau, sebagai anak sulung, adalah ahli waris dari Ishak. Namun, Esau dikuasai kedagingan, untuk semangkuk sup kacang merah, dia menjual hak kesulungannya. Alkitab berkata “Esau memandang rendah hak kesulungannya”. Maka, ia kehilangan posisinya dan juga berkat anak sulung. Demikian juga Ruben karena pikiran yang kedagingan, melampiaskan keinginan seksualnya dan kehilangan posisinya sebagai anak sulung.

Jadi, kita melihat bahwa apa yang Allah berikan kepada kita, Ia bisa mengambilnya kembali. Allah ingin memberikan berkat kepada kita, tetapi jika hidup kita tidak sesuai, jika kita kita berbuat dosa, Allah akan menarik kembali berkat yang telah dia berikan sebelumnya kepada kita dan memberikannya kepada orang lain. Hal ini diperingatkan berulang kali di Alkitab.

Seluruh suku Israel adalah peringatan yang Allah berikan kepada kita. Di Roma pasal 9, Paulus berkata dengan pedih,

“Aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur.”

Namun, mereka kehilangan semua ini. Israel ditinggalkan Allah dan bangsa ini punah sebagai suatu bangsa selama lebih dari 2,000 tahun.

Apakah Allah berubah? Tidak, Allah tidak berubah. Hal ini terjadi karena dosa manusia. Dosa membuat kita kehilangan berkat dan janji-janji Allah. Jadi, kita harus berhati-hati. Jangan berpikir karena kita orang Kristen, kita mendapat kasih karunia Allah dan pasti suatu saat kita mendapat berkat Allah dan dapat masuk ke dalam kerajaan-Nya. Ya, ini memang janji yang Allah berikan kepada kita, tetapi jika hidup kita tidak sesuai kepada panggilan Allah, jika kita hidup di dalam dosa, semua yang seharusnya menjadi milik kita akan diberikan kepada orang lain, sama seperti halnya Esau dan Ruben.


Kesimpulan

Ruben adalah anak sulung Yakub, tetapi dia kehilangan hak kesulungannya. Kenapa? Karena ia tidak mengekang nafsu seksualnya dan melakukan perzinahan dengan selir ayahnya. Maka, Allah mengambil pergi gelar dan berkat anak sulungnya. Pada akhirnya, suku Ruben kekuatannya sangat lemah dan sedikit dari segi jumlah. Dari kedua belas suku Israel ia menjadi suku yang terkecil.

Dari Ruben kita melihat keseriusan dosa. Ruben berbuat dosa. Sebenarnya hal ini membawa akibat pada tiga tempat: Pertama dia kehilangan wibawa di mata manusia. Di juga kehilangan hak anak sulungnya. Keluarganya tidak menghormati dia sebagai anak sulung. Kedua, di mata Allah, dia kehilangan gelar dan berkat anak sulung. Ketiga, bukan hanya dia yang kehilangan gelar dan berkat kesulungan, tetapi keturunannya juga kehilangan posisi sebagai pemimpin.

Jadi, sebelum kita melakukan sesuatu, kita harus memikirkan akibatnya dengan berhati-hati. Apakah kita mampu menanggung akibatnya? Dosa akan menyebabkan kita kehilangan berkat dan janji-janji Allah. Allah telah memberikan janji-janji kepada kita, tetapi jika hidup kita tidak sesuai dengan panggilan kita, atau kita berbuat dosa, semua yang seharusnya menjadi milik kita akan Allah ambil kembali dan memberikannya pada orang lain.

 

Berikan Komentar Anda: