Pastor Boo | Kematian Kristus (11) |

Hari ini kita akan membaca 1 Korintus 1:17-19

17 Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis, tetapi untuk memberitakan Injil; dan itupun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia.
18 Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah. 
19 Karena ada tertulis: “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.”

Paulus sedang mengingatkan jemaat di Korintus, jika mereka mengikuti hikmat orang-orang bijak dari lingkungan duniawi, maka hubungan mereka dengan Allah akan bermasalah. Karena di ayat 19 disebutkan, “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.” Nah, ini adalah perkataan yang berbobot.

Jika anda pelajari sejarah kota Korintus, anda akan tahu bahwa Korintus adalah kota yang makmur. Ada banyak ajaran filsafat yang berkembang di sana. Generasi muda yang menjalani pendidikan di sana akan mendapat semua ajaran filsafat ini, yang mempengaruhi cara berpikir mereka selanjutnya. Secara keseluruhan, sangatlah mudah bagi jemaat di Korintus untuk mencampurkan berbagai ajaran filsafat itu ke dalam gereja. Sebenarnya, semua masalah ini bukanlah hal yang asing bagi kita di zaman sekarang. Kita melihat hal yang sama berulang lagi sekarang. Jika anda pelajari keadaan masyarakat di Korintus, menurut para pakar, ada tiga hal yang menjadi ciri masyarakat di sana.

Yang pertama adalah dorongan untuk bersaing. Karena ketatnya situasi persaingan di sana, sikap untuk selalu mengejar prestasi dan menonjolkan diri sendiri sangat kuat. Setiap kali anda merasa sukses, tentu saja anda ingin memamerkan hal itu kepada orang lain. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata, “Jika ada yang ingin bermegah, hendaklah dia bermegah di dalam Tuhan.” Jadi, ciri yang pertama adalah kecenderungan kuat untuk memamerkan diri sendiri.

Hal yang kedua adalah masalah kemandirian. Pokok ini mereka artikan sebagai kemampuan untuk memenuhi semua kebutuhan dengan kekuatan sendiri. Itu berarti bahwa anda tidak bergantung pada orang lain. Oleh karenanya, anda membanggakan otonomi anda. Secara tidak langsung, hal ini terkait dengan kecenderungan untuk membanggakan diri sendiri.

Hal yang ketiga terkait dengan hasrat untuk meningkatkan kemampuan dan kebanggaan. Istilah modern untuk urusan ini adalah ‘upgrade (peningkatan kemampuan)’. Untuk itu anda harus terus belajar. Demikianlah, masyarakat Korintus gemar belajar akan hal-hal yang baru. Mereka sangat menghargai pengetahuan. Semakin banyak hal yang anda ketahui, semakin tinggi kehormatan anda, dan semakin banyak pula ide-ide baru yang bisa anda coba.

Bukankah ketiga masalah ini mirip dengan kondisi kita? Bukankah ketiganya menggambarkan keadaan masyarakat kita? Kita menghargai prestasi, kemandirian dan kemajuan. Masyarakat dunia berfungsi sejalan dengan ketiga prinsip ini. Itu sebabnya di tengah masyarakat kita, hal yang senang kita dengar adalah kisah sukses, tentang orang-orang yang memulai dalam kondisi miskin, lalu mereka berjuang, dan karena sikap pantang menyerah, mereka berhasil menjadi kaya, dan bahkan bisa menjadi sangat kaya. Kita sangat ingin tahu rahasia orang-orang seperti itu.

Demikianlah, jemaat di Korintus membawa masuk mentalitas semacam ini ke dalam gereja. Itu sebabnya mengapa Paulus sangat bersedih melihat kejadian ini, karena bukan seperti itu cara kerja Allah. Kita harus kembali ke ajaran Alkitab. Paulus berkata di ayat 18 bahwa pemberitaan tentang Kristus adalah sumber kuasa yang mengalir dari Allah. Sumber kuasa bukan dari kesuksesan material sebagaimana yang dianut oleh masyarakat dunia.

Ada satu lagi persoalan yang terkait dengan masyarakat Korintus, hal yang terkait dengan kepandaian berbicara. Masyarakat di sana sangat gemar akan keahlian berpidato, keahlian membangkitkan emosi masyarakat. Jadi, para pembicara di sana bukan sekedar berbagi pengetahuan, mereka pandai membangkitkan hasrat para pendengarnya. Kemampuan ini membutuhkan keahlian khusus, dan hasilnya bisa sangat luar biasa. Di zaman sekarang ini, kita memiliki banyak penceramah dan pakar motivasi. Mereka sangat paham akan hal yang mereka perbuat, memiliki kumpulan kisah sukses untuk dibagikan, dan mereka juga tahu cara memotivasi masyarakat untuk bersemangat menjalankannya. Ini adalah hal yang sangat memikat.

Jadi anda bisa memahami seperti apa kejadian di tengah jemaat di Korintus. Jika kita memakai teknik yang sama di tengah gereja kita, hasil yang muncul bisa saja efektif. Anda bisa meyakinkan orang lain untuk membangkitkan motivasi mereka. Lalu, apa yang salah dengan hal ini? Kita menarik orang untuk datang kepada Kristus melalui kekuatan perkataan kita. Kita memakai kekuatan retorika. Kita juga punya penginjil zaman modern yang tahu bagaimana memakai bahasa yang memikat serta meyakinkan. Banyak orang di tengah jemaat yang sangat kagum akan keahlian berpidato seperti ini. Lalu, kita menganggap bahwa ini adalah hal yang baik. Akan tetapi, jika Paulus yang mendengar orang memakai keahlian ini, dia bisa sampai pada kesimpulan yang berbeda, karena sejauh yang dia pahami, ini bukanlah cara Allah bekerja. Ini adalah cara kerja manusia.

Kita perlu membahas persoalan ini dengan lebih terperinci. Kita harus bisa memahami bahwa hikmat duniawi ini bisa berbahaya bagi gereja. Mulai dari ayat 17 sampai 19, hal apakah yang sedang dibandingkan oleh Paulus? Dia sedang membandingkan hikmat duniawi dengan kuasa Allah. Paulus tidak sedang membandingkan lemahnya dunia di hadapan kuasa Allah. Tahukah anda mengapa? Karena, di dunia ini, semua orang tahu bahwa manusia itu lemah dan kita memiliki keterbatasan dalam banyak hal. Ada banyak hal yang berada di luar kendali kita. Serangan virus belakangan ini menunjukkan bahwa kita masih harus berjuang untuk menangani virus ini walaupun kita sudah memiliki teknologi modern. Kita semua tahu bahwa kita lemah. Tak seorang pun berani berpikir bahwa dia akan hidup selamanya. Tak peduli seberapa kuat diri kita, begitu terjangkit oleh virus, kita langsung mengerti keterbatasan kita. Saya harap anda tidak terjangkit oleh virus ini. Korban jiwa sudah berjatuhan, berbagai pihak yang berwenang menyerukan semua orang untuk bersikap hati-hati.

Karena kita tahu bahwa kita ini lemah, kemudian ditambah dengan berbagai bencana yang menimpa dunia, kita bisa terdorong untuk memandang kehidupan dari sisi yang negatif. Banyak orang berkata, “Kalau Allah memang benar-benar ada, mengapa Dia tidak menghentikan semua kejahatan dan bencana ini? Mengapa Dia tidak menghentikan peperangan? Mengapa Dia tidak menghentikan penyebaran virus dan penyakit berbahaya? Mengapa Dia tidak menghapus kemiskinan?” Ada begitu banyak daftar tindakan yang ingin kita usulkan kepada Allah. Mungkin jika kita tidak menyukai tetangga kita, lalu kita berhaap agar Allah menyingkirkannya.

Kita setuju bahwa Allah memegang kendali; sayangnya, Dia bertindak menurut kehendak-Nya sendiri. Dia tidak sama dengan superman kita. Kita harus mencermati mentalitas kita. Kita tahu bahwa hikmat duniawi berkaitan dengan pemakaian kekuasaan untuk mengendalikan manusia atau benda. Jika kita memiliki kesuksesan duniawi dalam hal prestasi, kemandirian dan kemajuan, maka kita akan memiliki kekuasaan atas banyak hal. Kita akan memiliki kendali atas banyak orang atau, setidaknya, memiliki pengaruh yang besar. Itu sebanya kita cenderung gandrung terhadap orang-orang besar! Di zaman Romawi kuno, orang-orang seperti itu disebut dengan istilah benefactor (pelindung). Banyak orang yang tidak keberatan tunduk di bawah perintahnya selama mereka bisa menikmati berbagai manfaat yang banyak darinya. Tokoh pelindung kemudian memperoleh kendali atas banyak orang; sangat besar kewenangan yang dia miliki. Seperti itulah cara hikmat duniawi bekerja.

Lalu apa itu hikmat dari Allah? Prinsipnya cukup berbeda. Hikmat Allah bermakna kuasa atas sesuatu. Apa arti ‘atas sesuatu’? Hikmat Allah berbicara tentang hal menuntaskan suatu tujuan. Dia tidak tertarik pada pelaksanaan kekuasaan duniawi. Jika kita perhatikan semua tokoh pahlawan dari komik, mereka semua memakai kekuatan duniawi untuk menghentikan kejahatan dan mengalahkan musuh-musuh mereka. Akan tetapi, kita tidak mendapati Allah melakukan hal yang sama. Ini tentu merupakan hal yang aneh. Kuasa-Nya ditujukan untuk mengejar satu tujuan tertentu. Namun, ada satu hal yang pasti, Dia tidak tertarik untuk menjadi raja lalim atas kehidupan kita. Tahukah anda mengapa? Karena jika Allah bersikap demikian, maka Dia tidak akan memberi kita kebebasan berkehendak. Kita semua akan menjadi boneka-Nya.

Itu sebabnya banyak orang yang memiliki pemahaman yang aneh tentang Allah. Sebagai contoh, ada pemahaman tentang Allah sebagai inang pengasuh. Gambaran yang diberikan adalah Dia selalu mengawasi kita secara ketat, mencermati semua hal yang kita perbuat. Dia melakukan pengawasan ketat, memberitahu umat-Nya tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi, Allah tidak bersikap seperti itu. Jika anda tidak berdoa, apakah anda akan mendapat teguran atau hukuman langsung dari-Nya? Ternyata Allah tidak melakukan apa-apa. Sebagian orang berkata, “Oh, aku tak boleh melakukan hal ini, karena jika aku nekat melakukannya, maka Allah akan menghukum saya.” Kita selalu membawa cara berpikir seperti ini, membayangkan bahwa Allah selalu mengawasi kita dan bersemangat untuk menghukum kita. Tentu saja, kesalahan cara pandang seperti itu tidak boleh membawa kita pada kesimpulan bahwa Allah tidak peduli; Dia peduli, namun Dia menyatakan diri-Nya dengan cara yang mungkin berbeda dari pemahaman kebanyakan orang. Itu sebabnya kita perlu mempelajari hikmat-Nya.

Ada satu kisah menyentuh di Lukas 24, saat Yesus berjalan bersama kedua orang muridnya. Pada waktu itu, dua murid ini tidak mengenali Yesus sama sekali. Meskipun mereka sudah sampai di tujuan dan pembicaraan mereka juga sudah berhenti, Yesus tetap saja melangkah. Kalau mereka tidak meminta Yesus untuk tinggal bersama mereka, mungkin dia akan melangkah terus meninggalkan mereka. Dalam kasus ini, Yesus sedang mengungkapkan cara berpikir Yahweh. Kita selalu mengira bahwa Yahweh adalah Tuhan yang gemar memaksakan kehendak-Nya atas diri kita. Kadang kala kita memang mengalami bahwa Dia melakukan hal itu. Allah mungkin akan menegur nurani kita saat kita melakukan hal yang salah. Dia mungkin akan mengusik hati kita untuk menolong kita dalam memahami kesalahan apa yang sudah kita lakukan, akan tetapi ini tidak sama dengan hukuman. Sebenarnya Allah tidak pernah memaksakan kehendak-Nya atas diri kita; Dia sangat menghargai kebebasan kita dalam menetapkan kehendak. Yang Dia inginkan adalah, jika kita mengerjakan kehendak-Nya, maka hal itu seharusnya dijalankan secara sukarela, berdasarkan kasih kita kepada Dia, bukan karena rasa takut seolah-olah kita selalu berada di bawah ancaman.

Lalu, apa yang disebut sebagai karya Allah itu, dan tujuan apa yang Dia kejar melalui kuasa-Nya? Nah, mari kita baca lebih jauh di dalam 1 Korintus 1:30

Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita.

Sekarang kita bisa memahami apa yang ingin dicapai oleh Allah melalui salib Kristus. Tujuannya adalah mewujudkan kebenaran, kekudusan, dan penebusan di dalam hidup kita. Dengan kata lain, Allah ingin menumbuhkan watak atau kepribadian-Nya di dalam hidup kita.

Hikmat manusia dilandasi oleh tujuan untuk mengendalikan orang lain. Jika kita melakukannya dengan kasar, maka kita akan menyinggung banyak orang. Itu sebabnya anda harus memahami cara-cara yang lebih halus, dan di titik inilah keahlian dalam berinteraksi menjadi sangat diperlukan. Anda perlu tahu bagaimana cara berhubungan dengan orang lain, cara untuk tampil sebagai orang yang ramah, lalu anda melatih kemampuan berbicara serta cara merangkai kata-kata. Ucapan anda akan memiliki dampak luar biasa sehingga orang-oang termotivasi untuk menjalankan kehendak anda. Mungkin anda memiliki semua pengetahuan dan pengalaman, tetapi anda juga perlu menguasai kemampuan berinteraksi atau cara mempengaruhi orang lain. Keterampilan lunak sangatlah penting bagi hikmat manusia. Ini adalah hal yang akan membuat orang lain mengerjakan hal-hal yang anda inginkan. Demikianlah, makna hikmat manusia bisa dirangkum dalam satu pertanyaan berikut: “Apa yang bisa saya dapatkan dari sini?” Hikmat ini harus memberi saya sesuatu; saya harus bisa memperoleh hal yang saya inginkan.

Akan tetapi, hikmat Allah jauh berbeda. Dalam wujud pertanyaan, maka hikmat Allah memiliki makna: “Apa yang bisa saya perbuat untuk orang lain?” Kebenaran, kekudusan dan penebusan adalah hal-hal yang dinyatakan bagi kebaikan kita semua. Jika anda mengerti cara berpikir Kristus, bahwa yang dia utamakan adalah kebaikan untuk orang-orang seperti anda dan saya, maka anda akan mengerti mengapa dia bersedia membayar harganya, yakni disalibkan. Dengan kata lain, dia sudah melayani umat di sepanjang hidupnya, membentangkan semua prinsip yang baik untuk kehidupan rohani kita, dan pada akhirnya, dia juga menyerahkan nyawanya. Demikianlah, hikmat Allah sungguh jauh berbeda dengan hikmat manusia. Dia mengutamakan kebaikan untuk kita, akan tetapi hikmat manusia memiliki tujuan lain, yakni kebaikan untuk diri sendiri. Dalam hikmat manusia, setiap orang mengejar kepentingan pribadinya. Tidak ada yang peduli akan kepentingan orang lain, itu adalah urusan orang lain, bukan urusan mereka.

Mari kita lanjutkan. Di dalam 1 Korintus 1:21

Oleh karena dunia, dalam hikmat Allah, tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil.

Anda tidak akan mengenal Allah dengan memakai hikmat duniawi, tak peduli seberapa cerdas diri anda. Ini adalah pokok yang sangat penting. Prinsip ini terkait erat dengan gereja. Dengan kata lain, kita tidak anti pendidikan. Kita bisa saja mengikuti pendidikan, atau menyekolahkan anak-anak kita. Pokok pengenalan Allah ini bukan untuk diartikan sebagai prinsip anti pendidikan. Dan hal ini juga bukan hal yang disampaikan oleh Paulus. Dengan kata lain, orang yang sedang belajar untuk menjadi pengacara, dokter, atau apapun itu, sedang menjalani hal-hal yang tidak terkait dengan pengenalan akan Allah. Kita tidak bisa memakai berbagai teknik dan teori yang kita dapat dari sistem pendidikan kita dan – yang lebih penting lagi – sikap hati masyarakat lalu membawanya masuk ke dalam gereja, dan mengira dengan itu semua kita bisa mengenal Allah.

Satu-satunya jalan bagi kita untuk mengenal Allah adalah melalui salib Kritus. Apa arti salib Kristus bagi Paulus? Mari kita lihat 1 Korintus 2:2

Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.

Paulus berkata, “Aku telah memutuskan.” Ini adalah pernyataan yang sangat tegas; ini berarti bahwa dia berjuang untuk mengenal Yesus Kristus, dia yang telah disalibkan. Kehidupan Paulus difokuskan pada sosok yang telah disalibkan itu. Dia tidak sedang membahas peristiwa yang telah lalu; jadi bukan sekedar Kristus yang telah mati tetapi Kristus yang telah bangkit dan masih merupakan sosok yang telah disalibkan. Sosok Kristus masih membawa tanda-tanda penyaliban. Silakan diingat lagi ucapan Yesus kepada Tomas, “Rabalah lubang di tanganku dan juga di lambungku.” Paulus selalu berusaha untuk mengenal Yesus, mulai dari cara berpikir, bertindak dan semua hal yang telah Yesus ucapkan. Semua itu adalah hal yang penting. Hal-hal ini tidak terkait dengan prestasi atau kebanggan pribadi atau hal-hal yang sejenisnya. Dengan kata lain, semua ambisi pribadinya sudah lama lenyap! Bagi Paulus, semua okus ditujukan kepada Tuan kita Yesus. Dan dalam rangka memahami Yesus, Paulus juga mendapat pengertian tentang cara berpikir Yahweh.

Sebagian orang memandang Paulus sebagai pembicara yang hebat. Mereka memandang Paulus sebagai orang cerdas yang sejajar dengan berbagai filsuf terkemuka di dunia ini. Saya yakin jika Paulus hidup pada zaman sekarang, maka akan ada banyak kampus yang bersedia menganugerahi dia gelar Doktor kehormatan (honoris causa). Namun, saya rasa Paulus mungkin akan sangat terkejut dan tidak mau terlibat dengan semua urusan dunia intelektual seperti itu. Apa gunanya semua penghargaan intelektual? Tidak ada gunanya jika dikaitkan dengan hal pengenalan akan Allah. Paulus bahkan berkata di dalam 2 Korintus, “Aku bukanlah pembicara yang fasih.” Dia tidak memakai bahasa yang indah atau yang memiliki kekuatan untuk menekan. Saya yakin bahwa di dalam penginjilannya, dia memakai bahasa yang sederhana sehingga bahkan orang awam bisa memahami uraiannya. Sekalipun dia menguasai filsafat Yunani, dia tidak memakai filsafat untuk menyampaikan khotbahnya. Ini adalah hal yang perlu saya pelajari juga. Belajar untuk menyederhanakan penyampaian tanpa kehilangan makna yang dimaksudkan. Dan Paulus melakukan hal yang seperti itu. Yang lebih penting adalah bahwa dia tidak membuat kompromi dalam penginjilan dan pengajarannya. Bagi Paulus, pemberitaan salib adalah yang utama, dan pemberitaan tentang salib tidak pernah memikat hati orang. Bagi orang Yahudi, ini adalah batu sandungan. Bagi orang Yunani, ini adalah kebodohan. Dan pemberitaan salib memang masih dipandang sebagai kebodohan bagi kebanyakan orang sampai dengan zaman sekarang.

Tahukah anda seberapa mengerikan peristiwa penyaliban itu? Di mana letak hikmat Allah di dalam peristiwa ini? Ini adalah kejadian yang sangat menakutkan. Akan tetapi, melalui pemberitaan salib inilah – hanya melalui salib – kita bisa memahami kepribadian Allah. Itu sebabnya mengapa di 1 Korintus 1:21 disebutkan bahwa satu-satunya jalan untuk mengenal Allah ialah dengan menyusuri jalan salib Kristus. Untuk melakukannya, anda harus meninggalkan hikmat duniawi yang hanya mengejar kepentingan pribadi. Sekarang ini kebanyakan dari kita sudah menyimpang jauh dari jalan salib. Siapa yang masih memberitakan jalan salib ini sekarang? Semua penginjil berkata bahwa anda hanya perlu percaya bahwa Yesus telah mati bagi kita dan anda hanya perlu menerima dia sebagai Juruselamat anda. Penginjilan semacam ini tidak akan menghasilkan apa-apa karena tidak menangani masalah dosa dan keduniawian di dalam cara berpikir kita.

Belakangan ini saya menjumpai sebuah buku yang berjudul “Bagaimana Tetap Menjadi Kristen Di Pendidikan Tinggi Kristen (How to stay a Christian in seminary).” Nah, seminari (pendidikan tinggi Kristen) adalah tempat untuk mendidik orang yang akan melayani di gereja. Akan tetapi, mahasiswa di seminari bisa kehilangan iman mereka di tengah proses pendidikan ini! Penulisan buku semacam itu sebenarnya adalah suatu kekalahan! Ini menunjukkan adanya masalah besar dalam cara seminari melatih orang untuk melayani di gereja. Segenap pendekatan yang dipakai bersifat intelektual dan memakai teknik serta metode yang sama sekali tidak rohani. Tidak ‘rohani’ karena tidak membawa orang untuk mengenal Allah. Seminari hanya menimbun berbagai pengetahuan tentang Alkitab dan teknik intelektual sampai menjadi beban yang tidak dapat ditanggung lagi oleh mahasiswanya. Terdengar akrab di telinga? Silakan lihat isi Matius 23:4.

Itu sebabnya mengapa kami ingin lebih menekankan pokok tentang hal mengenal Allah melalui salib. Mari kita baca 1 Korintus 2:3-5

3 Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. 
4 Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, 
5 supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.

Pemberitaan dan pengajaran Paulus dilakukan sedemikian rupa sehingga iman kita diarahkan pada kuasa Allah. Penginjilannya menarik hati dan pikiran kita menjauhi cara berpikir duniawi, meletakkan kepercayaan pada kuasa Allah. Lalu, untuk apa kuasa itu? Untuk mengubah kita; menumbuhkan iman kita. Jalur ini tidak menghancurkan iman kita juga tidak menimbulkan keraguan dalam hati kita. Pengenalan akan Allah akan memperkuat dan memperkaya hubungan kita dengan Allah sehingga kita bisa mengalami bagaimana Allah berkarya di dalam kehidupan kita, dan yang paling istimewa adalah persahabatan dari Allah.

Mari kita renungkan sejenak tentang hikmat Allah. Anda akan dapati bahwa hikmat Allah itu sifatnya seperti aikido. Aikido sendiri adalah cabang bela diri yang mirip dengan judo atau taichi. Cabang bela diri ini memanfaatkan tenaga dari lawan untuk mengalahkan lawan. Namun jika kita kaitkan dengan hikmat Allah, di mana letak hikmat Allah lewat kayu salib dalam perbandingan ini? Nah, Yesus menampung semua perlakuan yang dapat dilakukan oleh orang berdosa pada dirinya. Masyarakat pada zamannya telah memberinya hal yang terburuk, dan Yesus menampung itu semua. Dia menanggung semuanya di kayu salib. Jika anda baca catatan Injil, ada sesuatu yang terjadi di kayu salib karena kuasa Allah bekerja di sana. Ada banyak orang yang disalibkan sebelum selama dan sesudah zaman Yesus, akan tetapi berbagai peristiwa yang mengiringi penyaliban Yesus memang tidak ada duanya. Ucapannya yang pertama di kayu salib adalah, “Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Hal yang terjadi selanjutnya adalah peristiwa pertobatan salah satu penjahat yang disalibkan bersama dengan dia. Dia meminta Yesus untuk ingat kepadanya. Ini adalah hal yang luar biasa. Sementara dalam keadaan tersalib dan mengalami kesakitan yang luar biasa, Yesus masih bisa berkata kepada penjahat itu, “Pada hari ini, kamu akan bersamaku di surga.” Ketika Yesus meninggal, perwira Romawi yang mengawasi penghukuman itu berkata, “Sungguh, orang ini adalah orang benar.” Allah sudah mengubah hati perwira Romawi ini, seorang perwira yang tentunya sudah terbiasa menyaksikan pelaksanaan hukuman salib dan orang-orang yang mati karenanya. Kemudian, hal keempat yang terjadi dalam catatan Lukas 23 adalah munculnya penyesalan dalam diri orang banyak, mereka memukuli dada mereka sendiri. Hikmat Allah sudah bekerja bekerja melalui penderitaan Kristus, dan orang-orang mengalami perubahan. Pada akhirnya, Allah membangkitkan dia dari antara orang mati. Dia membenarkan hamba-Nya, dan melalui tindakan itu, dosa telah dikalahkan, dosa telah dimatikan. Nah, kita tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi, yang kita ketahui hanya hasilnya, dan sampai dengan zaman sekarang ini, melalui kematian dan kebangkitan Kristus, kita bisa dibebaskan dari dosa dan melanjutkan pengenalan kita akan Allah melalui Yesus. Sekarang kita bisa melihat teknik aikido dari Allah bekerja. Dia tidak memakai kekuatan yang memaksa. Dia tidak mencegah pihak Roma menyalibkan Yesus, Dia juga tidak menghukum orang Roma. Bukankah kita cenderung ingin mencegah dan menghukum orang-orang yang melakukan hal itu? Yesus justru menanggung semua kejahatan itu, dan ketika Yesus akhirnya mati, justru kuasa jahatlah yang mengalami kehancuran. Dengan kata lain, Allah memakai kekuatan yang dikerahkan oleh kejahatan untuk mengalahkan kejahatan itu sendiri di kayu salib.

Anda bisa perhatikan satu pokok penting lagi tentang hikmat duniawi, yakni jika kita bertindak mengikuti jalur hikmat duniawi, maka tidak akan ada harmoni di dunia ini. Dalam 1 Korintus 1:10, sebelum Paulus berbicara tentang pemberitaan salib di ayat 18, dia menganjurkan jemaat di Korintus agar bersatu dalam pemikiran dan petimbangan mereka, agar tidak terjadi perpecahan di antara mereka. Hal ini sangat mudah dipahami, jika kita bertindak untuk kepentingan sendiri bagaimana kita bisa bersatu? Pasti akan banyak muncul persaingan. Kemudian Paulus melanjutkan, di ayat 31, dalam 1 Korintus 1:31

Karena itu seperti ada tertulis: “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.”

Ini adalah kutipan dari Perjanjian Lama, mari kita lihat dalam Yeremia 9:23-24

23 Beginilah firman YAHWEH: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, 
24 tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah YAHWEH yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman YAHWEH.”

Yeremia menyatakan, “Anda mungkin kuat, kaya, penuh pengalaman dan bijaksana menurut ukuran dunia, tetapi anda tidak boleh membanggakan semua itu. Anda tidak boleh mengandalkan semua itu.” Yang boleh dijadikan alasan untuk bermegah ialah, sebagaimana disampaikan oleh firman Yahweh sendiri, “Bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah YAHWEH yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi.” Sumber kebanggaan itu adalah hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia.

Lalu. apa isi hubungan kita dengan orang lain? Kita harus membagikan kasih setia, keadilan dan kebenaran Allah di bumi. Jadi, anda bisa lihat bahwa hikmat Allah adalah kuasa untuk menjalankan atau melakukan seseuatu. Bisa juga dikatakan bukan sekedar kuasa untuk bertindak tetapi sekaligus untuk menjadi. Saat kita menjadi serupa dengan gambaran-Nya, maka kita akan bisa memahami bagaimana hikmat Allah mengatasi kejahatan di dunia.

Mari kita baca Yakobus 3:13-18 sebagai penutup bahasan hari ini.

13 Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan. 
14 Jika kamu menaruh perasaan iri hati dan kamu mementingkan diri sendiri, janganlah kamu memegahkan diri dan janganlah berdusta melawan kebenaran! 
15 Itu bukanlah hikmat yang datang dari atas, tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan. 
16 Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. 
17 Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.
18 Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai.

Hikmat Allah dengan jelas diuraikan di kutipan ini. Sebagai kontrasnya, ayat 15 mengungkapkan sisi demonik dari hikmat duniawi. Dengan ambisi demi kepentingan pribadi, maka akan selalu ada iri hati. Setiap orang mengejar kepentingan pribadinya dan berebut kue yang sama. Jika ada yang berhasil melewati yang lainnya, maka iri hati akan muncul. Yakobus menyatakan bahwa hikmat duniawi ini memiliki sisi demonik juga.

Perhatikan bahwa hikmat Allah tidak ada kaitannya dengan rangkaian kata yang indah atau prinsip filsafat apapun. Semua disampaikan dalam bahasa sederhana yang bisa dipahami oleh semua orang. Uraian tentang hikmat Allah diawali dengan ciri kelemahlembutan (meekness) di ayat 13. Menurut kamus bahasa Yunani-Inggris, kata ‘meekness (kelemahlembutan)’ ini memiliki makna: “kualitas tidak terlalu terkesan dengan kehebatan diri sendiri.” Di situlah sumber dari kesombongan. Sumber lain memberi definisi: “Sikap rendah hati yang penuh dengan kebaikan dan kelembutan kepada orang lain.” Ringkasnya, kelemahlembutan ini adalah lawan dari keangkuhan, kepentingan pribadi dan hasrat untuk mengendalikan orang lain.

Selanjutnya, semua ciri hikmat Allah diuraikan di ayat 17, dimulai dengan kualitas kemurnian. Kemurnian ini terkait dengan hasrat tunggal – yang sudah dijelaskan oleh Paulus – yakni: Untuk mengenal Yesus Kristus yang telah disalibkan. Itulah kemurnian! Anda terfokus, dan dengan fokus itu, anda mengalami kedamaian, kebaikan Allah, dan anda menjadi terbuka untuk mengenal kebenaran. Anda tidak merasa terancam oleh siapapun. Tak ada dorongan untuk saling membandingkan dan berkompetisi. Selanjutnya kita akan dipenuhi oleh belas kasihan, semua buah yang baik dari belas kasihan itu. Saat kita bersikap tidak pilih kasih dan tulus, maka tidak akan ada prasangka. Semua orang memiliki kedudukan yang sama dan berharga di mata Allah. Anda akan berurusan dengan orang lain di dalam ketulusan tersebut, tanpa membawa kepentingan pribadi. Kita tidak lagi memikirkan tentang apa yang bisa kita dapatkan dari orang lain. Kita tidak lagi memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadi.

Lalu apa hasilnya? Di ayat 18 disebutkan bahwa akan ada panen kebenaran, yang ditaburkan dalam kedamaian oleh mereka yang mengadakan damai. Anda lihat, demikianlah cara Yahweh, di dalam hikmat-Nya, menangani dunia ini. Kita harus selaraskan diri kita dengan Allah. Bertindaklah menurut jalan-Nya. Dan Paulus berkata kepada kita, “Jalan-Nya adalah jalan salib. Dan tanpa itu, maka kita tidak akan mengalami kuasa-Nya.”

Demikianlah, saya harap kita semua mencita-citakan hal ini: Untuk mengenal Yahweh dan Putra-Nya, Yesus. “Karena inilah hidup yang kekal itu,” kata Yohanes (dalam Yoh 17:3), “Bahwa kita mengenal satu-satunya Allah yang benar, yakni Bapa, dan Yesus Kristus yang telah Dia utus.” Dengan demikian, barulah kita bisa memahami apa itu hikmat Yahweh dan bagaimana hikmat-Nya itu diungkapkan oleh Yesus Kristus. Saya harap kita semua belajar menerapkan hal ini. Jika kita menjalankannya, maka kita bisa melihat keindahan dari tumbuhnya umat Allah. Gereja akan menjadi sumber keindahan dan bukan menjadi hal yang memalukan bagi Allah.

 

Berikan Komentar Anda: