Pastor Boo | Kematian Kristus (21) |

Saya akan membahas tentang Kerajaan Allah. Ini merupakan pokok bahasan yang sangat luas. Makna dasar dari Kerajaan Allah adalah kedaulatan Allah. Di dalam Alkitab, berbicara tentang Kerajaan Allah berarti berbicara tentang pemerintahan Allah di dalam hidup kita. Yesus memberitakan tentang Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan salah satu tema utama dari Injil. Hal yang disampaikan oleh Yesus ialah uraian tentang karakteristik Kerajaan Allah. Dengan kata lain, bagaimana Kerajaan Allah ini terwujud? Akan tetapi, sesuai dengan maknanya, perwujudan Kerajaan Allah itu terutama berkaitan dengan hidup kita, sikap hati dan cara berpikir kita.

Pada zaman sekarang ini, kebanyakan negara sudah bersifat kosmopolitan; percampuran masyarakat sudah menjadi lazim dan sebuah negara bisa memiliki warga dari berbagai latar belakang ras, etnis dan sebagainya. Sekarang ini sudah susah untuk mencari karakteristik yang unik dari sebuah negara, padahal pada masa lalu hal ini sangatlah mudah. Akan tetapi, di dalam setiap lingkungan budaya, ada beberapa karakteristik dari masyarakat budaya tersebut yang berbeda dengan masyarakat budaya yang lain.

Demikianlah, hari ini saya akan membahas tentang Kerajaan Allah yang dirintis oleh Yesus dalam kedatangannya yang pertama. Namun, saya perlu menegaskan fakta bahwa tema ini berkaitan dengan hidup kita, dengan cara hidup kita. Dengan kata lain, Kerajaan atau Pemerintahan Allah ini tidak bersifat eksternal, tetapi mencakup jati diri kita. Di dunia ini, kita bisa memahaminya sampai tingkat tertentu. Ketika pasukan AS mengalahkan Iraq, bagian itu yang mudah. Jika anda memiliki pasukan yang lebih kuat, anda bisa menaklukkan negara yang lebih lemah. Anda sudah menaklukkan wilayahnya, tetapi anda belum menaklukkan rakyatnya. Pasukan dan pemerintah AS menyadari hal itu. Itu sebabnya mereka terus saja berkata, “Kita harus memenangkan hati mereka.” Demikianlah, mereka tidak bisa sekadar memenangkan wilayahnya, mereka juga harus memenangkan hati rakyatnya. Jadi, saat kita berbicara tentang Kerajaan Allah di bumi, yang kita bahas bukanlah kekuasaan mentah. Itu sebabnya jika anda membaca Injil, tidak disebutkan tentang kekuasaan mentah Kerajaan Allah di sana. Yesus bahkan menjalankan pelayanannya dengan diam-diam. Dalam hal mukjizat, hal itu dilakukan di tempat-tempat yang tidak akan didatangi oleh orang-orang kaya. Semua mukjizat yang dia lakukan dia lakukan di lingkungan masyarakat miskin dan untuk orang-orang yang tidak memiliki kedudukan tinggi di tengah masyarakat. Itu sebabnya mengapa Raja Herodes hanya mendengar kabar tentang mukjizat-mukjizat itu, tetapi tidak menyaksikannya secara langsung. Itu juga salah satu alasan mengapa para pemimpin agama yang mendatangi Yesus berkata, “Tunjukkan kepada kami tandanya.” Yesus menolak untuk menunjukkan mukjizat apa pun kepada mereka. Bahkan pemerintah Roma sama sekali tidak tahu apa yang sedang berlangsung.

Cara kerja Yesus sesuai dengan cara Allah bertindak. Yahweh tidak pernah memamerkan otot-Nya. Kebiasaan unjuk otot justru merupakan cara kerja kerajaan duniawi: mereka menyatakan otoritas mereka melalui pameran kekuatan mereka. Namun, setiap kali Yesus mengadakan mukjizat dan mengusir setan, kebanyakan saksi mata yang hadir di sana merupakan rakyat jelata  dan orang-orang yang kedudukan sosialnya rendah. Sayangnya, kebanyakan dari mereka tetap tidak tergugah melihat kuasa Allah tersebut, dan hati mereka tetap tertutup untuk Allah. Alasannya karena Kerajaan Allah itu bersifat tertutup sekaligus terbuka. Kerajaan Allah terbuka kepada beberapa orang saja. Kebanyakan rakyat yang menjadi saksi mata pada zaman itu tidak dapat memahaminya. Bahkan para murid juga mengalami kesulitan untuk memahaminya! Ini karena Kerajaan Allah itu hanya bisa dipahami oleh mereka yang punya mata untuk melihat. Secara jasmani, mereka melihat langsung semua mukjizat yang dilakukan oleh Yesus, dan mereka juga mendengarkan secara langsung hal-hal yang diajarkan oleh Yesus. Akan tetapi, makna rohani dari semua itu tidak berhasil menembusi hati mereka. Ini merupakan hal yang menyedihkan, karena hal yang terjadi pada mereka ini terjadi juga pada kebanyakan dari kita.

Satu hal yang saya pelajari dalam beberapa hari terakhir ini adalah pokok tentang takut akan Yahweh, takut akan Allah. Kita bisa memandang rasa takut ini dari dua sisi. Pertama adalah rasa takut yang berfokus pada diri kita sendiri; yang kedua adalah rasa takut yang membawa kita untuk berfokus kepada kemuliaan Allah. Ada perbedaan besar di antara kedua macam rasa takut ini. Akan tetapi, keduanya disebut takut akan Allah.

Yang pertama sangat mudah dipahami. Jika anda bertanya kepada orang, entah dia itu orang Yahudi, Kristen atau Muslim, “Mengapa anda percaya kepada Allah?” kebanyakan dari mereka, jauh di dalam lubuk hati mereka, didorong oleh rasa takut untuk masuk neraka. Saat kita mati, kita berharap untuk masuk ke surga. Itu sebabnya, apapun yang terjadi, kita merasakan dorongan untuk percaya kepada Allah. Mungkin ada yang merasa lebih aman dengan bergegas minta dibaptiskan untuk mendapat jaminan tempat di surga! Bagaimana kelanjutannya adalah urusan nanti. Kita tidak tahu apa-apa tentang kehidupan di surga, tetapi kita berkeras untuk bisa masuk ke sana. Ini adalah hal yang aneh.

Ada juga yang dilandasi oleh rasa takut untuk mendapat hukuman langsung dari Allah, yaitu jika tidak berbuat baik, akan ada hukuman dari Allah. Mungkin dalam bentuk penyakit atau musibah yang mengenai keluarga atau bisnis mereka. Ini semua adalah rasa takut yang tergolong dalam bagian yang pertama. Semua terpusat pada diri anda, dalam arti kerugian apa yang harus anda tanggung jika tidak percaya kepada Allah. Dalam tradisi Yahudi, aspek yang pertama ini justru dicela dan dipandang sebagai landasan yang lemah.

Hal ini membawa kita pada yang kedua: rasa takut akan Allah yang mendorong kita untuk berfokus pada kemuliaan Allah. Dalam bahsa Inggris kata [takut] ini diterjemahkan dengan kata awe (kekaguman) atau reverence (penyembahan). Jika anda memiliki kekaguman kepada Allah, hati anda akan dipenuhi oleh penyembahan kepada Dia. Ini jelas merupakan landasan yang jauh berbeda! Landasan yang ini tidak membuat anda jauh dari Dia, justru membuat anda mendekat kepada-Nya.

Bagi anda yang pernah mengunjungi pegunungan Rocky [di Amerika] atau Himalaya [India], sebagai contoh, tentu anda kaan tahu betapa indah pemandangannya. Apa yang anda lihat akan membangkitkan rasa kagum yang luar biasa akan kreatifitas Allah dan keindahan ciptaan-Nya. Rasa kagum ini tidak membuat anda menjauhi Allah. Anda mungkin akan menandai tanggal di kalender anda, “Saya akan mengunjungi lagi tempat ini.” Saya senang menyelam, dan pernah mendapat kesempatan untuk menyelam di perairan coral reef [Australia]. Tempat ini juga membangkitkan kekaguman saya akan keindahan ciptaan Allah. Saya merasa rendah diri ketika menyaksikan kerumitan dan keindahan ciptaan Allah. Saya bisa langsung memahami bahwa semua yang sudah dilakukan oleh Allah di alam ini adalah wujud dari keindahan dalam diri-Nya. Sebenarnya kita tidak perlu sampai menyaksikan mukjizat. Jika anda memiliki mata yang dapat memahami keindahan ciptaan Allah, hal ini saja sudah cukup untuk membangkitkan kekaguman dan kerendahan diri. Mazmur 24:1 menyataan bahwa bumi dan semua isinya adalah milik Yahweh, bumi dan penghuni yang mendiaminya. Bukankah terasa tentram saat kita tahu bahwa bumi ini masih berada di bawah kendali Yahweh?

Demikianlah, kita membahas lagi tentang Kerajaan Allah, tetapi kali ini dalam rangka untuk bisa datang kepada-Nya dengan sikap hati yang benar. Di dalam Perjanjian Lama, para hamba Allah, para nabi, yang sudah menyaksikan kemuliaan Allah, mereka tidak lari ketakutan. Mereka memang merasa rendah diri, tetapi mereka tidak melarikan diri. Hal ini membantu kita untuk memahami bahwa segala yang kita pahami tentang Yahweh, entah melalui penglihatan, Firman, ciptaan, atau mukjizat, semua itu akan membawa hati kita kepada-Nya. Itu sebabnya mengapa di dalam Injil Yohanes, mukjizat yang dilakukan oleh Yesus disebut sebagai tanda. Semua mukjizat itu mengarahkan kita kepada Yahweh, pada kemuliaan-Nya.

Baiklah, kita sudah berbicara tentang ciptaan dan mukjizat. Itu semua adalah hal yang sangat memikat. Kita cenderung ingin melihat lebih banyak mukjizat. Akan tetapi, kita harus mewaspadai bahayanya! Di dalam Injil, banyak orang yang menyaksikan mukjizat, tetapi tak ada pemahaman rohani yang masuk ke dalam hati mereka. Akhirnya Injil terus berbicara tentang ketegaran hati. Jika anda amati bintang-bintang di langit, dan semua keindahan itu tidak memberi dampak dalam hati anda, saya rasa anda sedang berada dalam bahaya.

Masih ada satu masalah lagi, dan ini justru masalah yang jauh lebih besar! Saat kita berbicara tentang Kerajaan Allah, pembahasan masih terasa mudah jika tidak melibatkan urusan penghinaan. Bagaimana jika pribadi Yahweh dan kedaulatan-Nya dinyatakan melalui salib Yesus? Hal ini jelas sangat sukar untuk dipahami karena salib adalah hukuman yang paling keji penghinaannya. Akan muncul hal-hal yang sukar untuk kita hargai. Sebagai contoh, anggaplah tidak ada orang yang pernah memberitahu saya tentang pelukis terkenal dari Italia yang bernama Picasso.  Artinya, saya tidak pernah tahu apapun tentang dia. Kemudian, ada seseorang yang sangat mengagumi saya, lalu menghadiahi saya sebuah lukisan karya Picasso. Saat saya mengamati lukisan itu, mungkin saya akan berpikir, “Lukisan apa ini? Ini penghargaan atau penghinaan?” Saya mungkin akan bertanya kepada orang itu, “Apa maksud anda dengan memberi saya lukisan semacam ini?” Saya tidak punya kemampuan untuk menghargai benda seni semacam itu. Jika dia tidak memberi penjelasan kepada saya, mungkin saya sudah membuang lukisan itu. Ini karena saya tidak tahu apa-apa tentang Picasso. Bagi saya, lukisan itu terlihat buruk. Orang itu mungkin berkata, “Saya membayar sangat mahal untuk lukisan ini.”

Hal yang sama berlaku pada salib Kristus. Namun di zaman sekarang ini, telah terjadi perubahan. Orang gemar mengenakan kalung salib dari emas. Tindakan yang sulit dipahami; salib adalah alat untuk hukuman mati. Lalu, mengapa kita tidak mengenakan kalung emas dengan hiasan model kursi listrik atau tiang gantungan? Tak ada yang mau mengenakannya. Ada kontradiksi yang menyolok di sini, dan kita masih juga gemar memakai kalung salib emas. Dalam Alkitab, salib Kristus, walau terasa sangat mengusik hati bagi pendengar pada zaman abad pertama, mengungkapkan Kerajaan Allah.

Itu sebabnya Yesus berkata kepada Imam Besar, “Mulai sekarang engkau akan menyaksikan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah. Dan dia akan kembali dalam awan dengan penuh kuasa.” Mengapa dia berkata seperti itu? Karena justru di sanalah Kerajaan Allah dinyatakan dalam keindahan dan kemuliaannya! Salib Kristus juga mengungkapkan kasih Allah. Kasih-Nya dinyatakan melalui Anak-Nya, Yesus, yang menunjukkan komitmennya kepada kita, sampai dengan mengorbankan nyawanya bagi kita. Dengan kata lain, salib Kristus menyatakan totalitas kasih Allah kepada kita. Banyak orang yang mungkin mengasihi anda. Namun, saya ragu jika ada orang yang dapat mengasihi anda sepenuhnya. Saat Yohanes 3:16 menyatakan, “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini,” Yohanes ingin kita memahami bahwa Dia mengasihi kita tanpa menyayangkan apa-apa.

Saya harap anda mulai memahami hal ini dengan jelas. Kita harus belajar memahami Raja kita, yakni Yahweh. Raja seperti apakah Dia itu? Pribadi macam apakah sosok Raja ini? Saya harap Dia dapat membawa hati kita mendekat kepada-Nya. Untuk semua yang sudah Yahweh perbuat, kiranya hati kita semua dibawa mendekat kepada-Nya. Kita tidak lagi menyimpan rasa takut yang negatif terhadap Dia, seperti rasa takut yang saya uraikan dalam bagian pertama. Jadi, jika anda takut akan hukuman, takut masuk neraka, itu berarti anda belum tahu apa arti percaya kepada Allah.

Ada seorang dari kalangan Muslim yang menunjukkan ciri-ciri watak ilahi yang luar biasa. Bagi anda yang ingin menelusuri tentang dia, namanya adalah Rabia al-Adawiyya atau Rabi’a Basri. Mengapa saya membahas orang ini? Anda mungkin berkata, “Dia seorang Muslim, buat apa dibicarakan?” Saya ingin menunjukkan kepada anda bahwa kebenaran tidak dibatasi oleh agama. Terkait dengan perempuan ini, bahkan kalangan Muslim mengakui bahwa jenis orang seperti dia sangat jarang ditemui. Dalam agama apa pun, yang paling lazim ditemui adalah dua kategori orang religius. Ada beberapa kategori orang religius. Saya hanya akan membahas dua kategori saja karena saya rasa sebagian besar orang Kristen juga masuk ke dalam dua kategori ini.

Yang pertama adalah yang disebut sebagai orang yang fanatik. Kelompok ini memiliki ‘aroma’ yang khusus. Aroma yang disebarkan adalah keangkuhan, rasa paling benar sendiri, dan dominasi. Mereka selalu ingin mendominasi, mereka selalu ingin menguasai pembicaraan, menguasai orang lain, mereka ingin memiliki kendali atas orang lain. Mereka akan berusaha agar orang lain mau mendengar dan taat kepada mereka, dan ciri-ciri ini akan tampak jelas saat mereka berhadapan dengan orang-orang yang berbeda pandangan atau pendapat dengan mereka. Mereka sangat cerewet akan hal-hal yang tampak dari luar, mengenai urusan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. Uraian ini terdengar tidak asing bagi kita, bukankah begitu? Jika anda baca Injil, kebanyakan orang Farisi dan pemimpin agama masuk dalam kategori ini. Saya yakin bahwa kita juga sudah sering melihat kalangan pemimpin di lingkungan Kristen yang menunjukkan ciri-ciri ini. Mereka terlihat seperti orang yang rohani, tetapi di dalam mereka penuh dengan keegoisan, semuanya terpusat pada diri sendiri. Semuanya tentang mereka bukannya Allah.

Di sisi lain, jenis kedua yang lazim ditemui adalah orang religius yang ‘berpuas diri’. Dengan kata lain, kelompok ini akan tampil sebagai orang-orang yang sangat yakin bahwa agama mereka adalah yang paling benar. Jadi, mereka merasa sangat puas dengan agama yang mereka yakini dan memandang agama lain dengan sikap merendahkan. Saat melihat orang yang berbeda keyakinan, mereka akan memandang orang-orang itu dengan sikap merendahkan. Demikianlah ciri-ciri kalangan religius yang ‘berpuas diri’. Akan tetapi, di lingkungan Kristen kita juga melihat bahwa ini termasuk pandangan yang lazim di kalangan orang Kristen. Orang Kristen jenis ini akan beranggapan bahwa mereka yang berada dalam lingkungan agama lain akan masuk neraka. Orang Kristen jenis ini beranggapan bahwa hanya mereka saja yang akan diselamatkan, atau dalam pemahaman mereka, masuk ke surga. Bahkan orang Kristen dari lingkungan denominasi yang berbeda dianggap sebagai kelompok yang akan masuk ke neraka juga.

Saya membahas dua kategori ini karena dua golongan inilah yang paling lazim kita temui di semua lingkungan agama. Dalam lingkungan agama apapun, jenis orang yang paling sering anda temui adalah yang termasuk dalam dua kelompok itu. Jika anda berbicara tentang kebenaran, tentang hal yang benar dan yang salah, anda hanya perlu menyebut kedua kategori ini dan para pendengar akan sangat mudah memahami anda. Ini karena yang disampaikan adalah Kerajaan Ego, tentang “aku”, “beta” dan “gue”. Kita tidak benar-benar berbicara tentang Kerajaan Allah. Itu sebabnya kita sering menemui orang-orang religius, termasuk yang menyebut diri sebagai orang Kristen, yang menyelewengkan arti Kerajaan Allah dan masih berpikir bahwa mereka sedang melakukan hal yang benar.

Inilah alasan mengapa saya membahas contoh dari Rabi’ah Basri. Hal apa yang unik dari dia? Dia ingin dipenuhi oleh kasih Allah. Hal ini mengingatkan saya pada para mistikus dari kalangan Kristen di zaman pertengahan, tokoh seperti Saint John of the Cross dari Spanyol, atau Julian dari Norwich di Inggris. Hasrat utama mereka adalah keinginan untuk dipenuhi oleh kasih Allah. Rabi’ah Basri hidup pada abad ke-8, dan dia mencurahkan hidupnya dalam pengabdian penuh kepada Allah. Dalam doanya, yang dia tulis dan terpelihara sampai ke zaman kita, dia berkata,

Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut akan neraka, bakarlah aku di dalam neraka;
Jika aku menyembah-Mu karena ingin masuk ke surga, janganlah masukkan aku ke surga;
Akan tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau sendiri, janganlah menahan Keindahan Abadi dariku.

Dalam kutipan lain tentang hasratnya untuk menghapuskan surga dan neraka demi penyembahan yang khusyuk, dia berkata:

Aku tidak ingin menyembah karena takut akan hukuman atau mengejar janji masuk surga, melainkan karena kasih akan Allah.

Bisakah anda memahaminya? Dia sangat memperhatikan masalah niat. Dia ingin mengasihi Allah berdasarkan niat yang murni. Ini hal yang sangat indah. Dia sangat paham akan apa arti menjadi orang yang ‘rohani’. Saat masih muda, dia dijual sebagai budak. Dia mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah dan selalu meluangkan waktu untuk berdoa sebelum beristirahat setelah seharian bekerja. Pada satu malam, majikannya mendengar ada suara dari arah dapur, lalu dia pergi memeriksa ke dapur. Dia melihat Rabi’ah Basri sedang berdoa di dapur, dan di atas kepala perempuan ini, dia melihat ada cahaya yang menyinarinya. Ketika sang majikan melihat hal ini, dia sangat ketakutan, dia tahu perbedaan antara sinar yang alami dan yang spiritual, dan sinar yang ini memang bukan sinar yang alami. Pagi berikutnya, karena dia sendiri taat akan Allah, sang majikan memberi kemerdekaan pada perempuan ini. Dia membebaskan Rabi’ah Basri untuk memberinya keleluasaan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Perempuan ini lalu menetap di padang gurun dekat Basra, Iraq, dan mengabdikan dirinya kepada Allah di sana.

Tindakannya menyepi di tepian padang gurun tidak berarti bahwa dia memutuskan hubungan dengan masyarakat. Begitu dia mulai mengalami kasih Allah, dia mengabdikan dirinya untuk melayani masyarakat. Dia sangat peduli akan kehidupan masyarakat. Dia bahkan sempat mengajarkan beberapa pemimpin agama tentang kasih Allah. Ini adalah hal yang sangat indah, bukankah begitu? Paulus berkata, “Yang terbesar dari semuanya adalah kasih.”

Jadi, jika anda ingin mengetahui karakteristik dari Kerajaan, ciri yang paling menonjol adalah kasih. Kasih-Nya itulah yang akan memenangkan hati kita kepada-Nya. Dengan kata lain, hal yang paling sukar ditaklukkan adalah kekerasan hati kita. Itu sebabnya mengapa anda dapat melihat bahwa hal-hal yang eksternal, yang lahiriah, sangat mudah untuk diatasi. Benar, Allah dapat dengan mudah menaklukkan semua pemerintah di dunia ini. Allah bahkan dapat melakukannya sekarang juga, cukup dengan menyatakan Diri-Nya. Tentu saja, seluruh dunia akan bertekuk lutut karena menyadari besarnya kuasa Allah. Seluruh dunia dapat memahami kekuatan lahiriah, tetapi apakah hal ini akan memenangkan hati kita dan membuat kita mengasihi Dia? Bagian yang internal adalah bagian yang terberat.

Mukjizat terbesar yang dapat ditunjukkan oleh Allah adalah mengatasi dosa di dalam hidup kita. Untuk itulah Yesus menyerahkan hidupnya. Jika salib tidak menolong kita mengatasi kejahatan di dalam diri kita, tidak usah mencari mukjizat. Tak ada hal lain yang dapt menolong kita. Hanya salib yang dapat menolong kita secara rohani dalam mengatasi kejahatan di dalam hati kita. Kita harus melihat kasih Allah diwujudkan sepenuhnya melalui salib.

Saya akan membahas tentang Roma 14:17-18

17 Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. 
18 Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.

Bagaimana cara kita melayani Kristus? Banyak orang ingin melayani. Saya rasa, seperti Rabi’ah, kita perlu memeriksa motivasi kita. Mengapa anda ingin melayani Yesus? Apakah karena anda ingin dihormati dan dianggap baik oleh masyarakat? Ini hal yang berbahaya. Banyak orang yang ingin menjadi pendeta atau pastor karena alasan yang keliru, entah sepenuhnya atau beberapa bagian saja. Di zaman sekarang ini, pendeta dan pastor termasuk kalangan yang sangat dihormati di masyarakat. Anda mendapat kehormatan. Mungkin tak ada yang memberi anda lukisan Picasso, tetapi anda tetap sangat dihormati. Jadi, saya rasa kita perlu memeriksa motivasi kita. Paulus berkata, jika kita melayani Kristus dalam kebenaran, damai sejahtera dan sukacita di dalam Roh Kudus, Roh Yahweh, maka hal itu akan menjadi berkenan bagi Yahweh karena anda menjalaninya sesuai dengan kuasa dan kepribadian Yahweh.

Akan tetapi, hal ini tidak akan berlangsung dengan mudah karena, menurut Perjanjian Baru, kita akan menjalaninya di tengah berbagai tantangan. Kita melayani umat-Nya dan orang lain di dalam lingkungan yang sangat memusuhi kita. Seperti itulah lingkungan yang dihadapi oleh Yesus ketika dia melayani di tengah bangsa Israel. Apakah anda pikir banyak orang yang menyanjung dia? Yohanes Pembaptis menghadapi banyak penolakan. Hal yang sama terjadi juga pada Yesus, pihak yang menentangnya kemudian memaku dia di kayu salib. Jadi, janganlah mengartikan perjalanan itu akan berlangsung dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Anda akan melayani di tengah lingkungan yang memusuhi anda justru karena hidup baru anda berakar di dalam Allah.

Dengan kata lain, jika hidup anda berakar pada ego anda, anda akan melarikan diri. Kita tidak ingin menghadapi oposisi semacam ini. Kita ingin menyelamatkan hidup kita. Itu sebabnya kita membutuhkan kasih Allah untuk memampukan kita meninggalkan hidup yang lama dan melayani orang lain sekalipun berada di tengah oposisi.

Lalu, bagaimana kita akan melayani di tengah lingkungan yang memusuhi? Kita harus jalani hidup dalam kebenaran Allah di tengah, misalnya, ketidakjujuran, entah di tempat kerja atau di sekolah. Dalam kasus semacam ini, kita memelihara kejujuran kita sementara orang lain, misalnya, berbuat curang dalam ujian. Jika banyak yang berlaku curang, atau jika kita hidup dalam lingkungan di mana kebohongan menjadi hal yang normal, kita harus tetap jujur. Orang akan berkata kepada anda, “Semua orang melakukannya, mengapa kamu tidak?” Jika anda ingin diterima dalam lingkungan tersebut, anda akan ditekan untuk mengikuti arus. Urusan akan menjadi berat jika anda ingin memelihara integritas rohani anda, anda harus menjaga agar hati dan pikiran anda tetap tertuju pada Allah. Itu sebabnya rasa kagum akan Allah harus selalu ada di dalam hati kita.

Selanjutnya, bagaimana melayani dengan sukacita dalam lingkungan seperti ini, jika anda memiliki semua alasan untuk merasa marah dan sengsara? Di sinilah kualitas dari seorang murid akan terlihat: anda akan tetap bisa melayani dengan sukacita, sekalipun tak ada orang yang menghargainya. Ingat kembali bahwa kita harus menjaga motivasi kita tetap berada di jalur yang benar sambil terus berusaha untuk mendekat kepada Yahweh.

Yang terakhir, bagaimana melayani dalam damai sejahtera jika ada banyak kericuhan, ketegangan dan permusuhan? Dalam konteks pandemi sekarang ini, masyarakat dilanda kekuatiran akan kemungkinan harus kehilangan pekerjaan dan harus mencari pekerjaan baru. Hanya Yahweh yang dapat memberi kita jaminan dan damai sejahtera.

Demikianlah, ketidakpastian, kekuatiran, agresi, dan ketegangan adalah hal-hal yang bertentangan dengan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita di dalam Yahweh. Kita harus senantiasa hidup di bawah pemerintahan-Nya. Saya harap anda mengerti mengapa Yesus datang dan menyerahkan nyawanya. Dia mati untuk menolong kita membangun hubungan dengan Yahweh. Sangat mengagumkan jika kita melihat Rabi’ah berhasil membangun hubungan dengan Allah secara akrab. Sayangnya, orang seperti dia tergolong langka di tengah kalangan Muslim. Di dalam Perjanjian Baru, pola hubungan yang akrab dengan Allah ini diharapkan menjadi hal yang standar bagi orang percaya. Hubungan yang akrab ini seharusnya aturan utama! Celakanya, di dalam gereja zaman sekarang, pola hubungan ini masih dianggap sebagai hal yang istimewa!

Demikianlah, saya akan menutup khotbah ini. Mari kita baca 1 Petrus 3:18

Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya ia membawa kita kepada Allah; ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,

Kristus telah mati bagi dosa-dosa kita supaya dia bisa memimpin kita kepada Allah, supaya segenap hidup kita bisa berakar dan memiliki landasan di dalam Yahweh. Kiranya Yahweh berkenan memurnikan hati kita supaya kita bisa mengenal kasih-Nya di dalam Kristus.

 

Berikan Komentar Anda: