Pastor Boo | Kematian Kristus (22) |

Mari kita mulai dengan membaca Ibrani 9:22

Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.

Tampaknya ayat ini menegaskan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” Jika kita mempelajari Alkitab, kita perlu melakukannya dengan teliti. Ayat ini tidak membuat pernyataan yang bersifat mutlak karena diawali dengan ungkapan: “hampir segala sesuatu,” yang berarti tidak seluruhnya. Terlebih lagi, ayat 22 ini menyebutkan, “menurut hukum Taurat.” Jadi, ayat ini masih membuka ruang bagi pengampunan tanpa melibatkan ritual penumpahan darah. Jika anda baca Perjanjian Lama, anda akan dapati kasus-kasus di mana Allah memberi pengampunan tanpa melibatkan ritual penumpahan darah. Sebagai contoh, Imamat 5:11-13, kita akan baca ayat 11 saja.

Tetapi jikalau ia tidak mampu menyediakan dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, maka haruslah ia membawa sebagai persembahannya karena dosanya itu sepersepuluh efa tepung yang terbaik menjadi korban penghapus dosa. Tidak boleh ditaruhnya minyak dan dibubuhnya kemenyan di atasnya, karena itulah korban penghapus dosa.

Yang dipakai di sini bukan hewan korban; hanya tepung terigu. Ayat ini menguraikan petunjuk Yahweh tentang penghapusan dosa bagi orang yang sangat miskin. Tanpa hewan korban, mereka masih dapat menerima pengampunan. Itu sebabnya Ibrani 9:22 memakai ungkapan “hampir segala sesuatu”: ‘hampir’, tetapi tidak ‘semua’. Sangatlah penting untuk diperhatikan bahwa jika anda membaca Perjanjian Lama, ada beberapa kejadian di mana Allah memberi pengampunan tanpa ritual hewan korban. Di Yesaya 6:6-7, Yesaya mendapat pengampunan melalui bara [dari mezbah Bait Allah] yang disentuhkan ke bibirnya. Kemudian Yahweh berkata,” Kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.” Tak ada pencurahan darah hewan korban di sini.

Demikian juga jika anda melihat Zakharia 3:1-6. Di sini Yosua, Imam Besar, dibersihkan dan diampuni, tanpa melibatkan hewan korban. Yang lebih terkenal lagi ialah dosa raja Daud. Ketika dia terlibat perzinahan dengan Batsyeba dan merancang pembunuhan Uria, suami Batsyeba, ini adalah dosa yang akan berakibat pada hukuman mati menurut hukum Taurat. Namun karena dia bertobat, Nathan berkata, “TUHAN telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati” (2 Samuel 12:13). Kembali di sini kita tidak melihat pencurahan darah.

Ada beberapa contoh dari nabi-nabi yang menyampaikan firman Yahweh kepada bangsa Israel lewat ungkapan, “Kalau kamu bertobat dan kembali kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu.” Sebagian besar pernyataan-Nya bernada seperti itu. Anda bisa melihatnya di Yesaya 43:25; Yeremia 33:6-8, dan Yehezkiel 36:22-25. Semua referensi ini menolong kita untuk memahami bahwa masalah pengampunan itu sepenuhnya merupakan hak dari kedaulatan Yahweh. Dia sendiri yang menentukan siapa yang akan diampuni berdasarkan tanggapan kita kepada Dia. Dengan kata lain, Yahweh tidak terikat oleh ritual hewan korban. Sekalipun Dia membuat ketetapan mengenai ritual penghapusan dosa, Dia sendiri tidak terikat oleh aturan tersebut dalam memberi pengampunan. Hal ini memperlihatkan kemerdekaan Yahweh dalam bertindak. Hal ini menjadi pokok yang problematis bagi mereka yang berkeras menyatakan bahwa tanpa pencurahan darah, maka tidak ada pengampunan. Mereka tidak bisa menjelaskan hubungan antara ayat-ayat di atas dengan pernyataan di Ibrani 9:22 yang berkesan mutlak di mata mereka. Mari kita lihat Keluaran 34:6-7.

6 Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: “TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,  7 yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.”

Ayat-ayat ini adalah penjelasan tentang makna kebaikan Yahweh. Kebaikan-Nya mencakup, “penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya.” Yahweh memang Maha Penyayang dan Pengasih. Ini adalah bagian pertama yang Dia ungkapkan tentang diri-Nya kepada Musa, dan belakangan, kepada bangsa Israel.

Masalahnya adalah kita cenderung memusatkan perhatian kita pada bagian yang kedua. Di bagian kedua ini ada pernyataan, “tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.” Masalah dalam diri kita adalah bahwa kita cenderung tidak teliti dalam mempelajari sesuatu hal dan memusatkan perhatian pada satu bagian saja. Sebagian orang Kristen begitu terpaku pada urusan rasa bersalah sehingga terdorong untuk mematikan langkah orang lain sebelum orang yang ditekan itu bertobat. Dosa-dosa orang lain dijadikan alasan untuk menghakimi. Mereka merasa berhak untuk bertindak keras, menyinggung perasaan, merendahkan, bahkan kasar! Pemahaman yang diambil bersifat berat sebelah dan tidak proporsional lagi. Kita menjalankan keadilan Allah secara keliru, dan belas kasihan-Nya menjadi tak terlihat.

Faktanya adalah Dia itu Maha Pengasih dan Penyayang. Inilah pokok yang ditekankan, bahkan di dalam Perjanjian Lama. Bahkan upacara pengorbanan hewan mencerminkan kasih sayang Yahweh kepada umat. Kita sudah membahas pokok ini dalam khotbah tentang penyembahan, bahwa persembahan hewan korban kepada Yahweh adalah cara bangsa Israel untuk mensyukuri apa yang sudah Dia karuniakan kepada bangsa ini. Dengan kata lain, Yahweh memang berniat untuk mengampuni mereka, dan Dia memberi jalan bagi mereka untuk mendapatkan pengampunan itu. Bahkan upacara pengorbanan itu sendiri merupakan cermin dari kasih karunia Yahweh kepada mereka. Dia memberi mereka hidup, dan Dia juga ingin membersihkan serta mengampuni dosa-dosa mereka. Segala sesuatu adalah pemberian-Nya. Bahkan penebusan dosa juga berasal dari Dia. Hal ini seharusnya membuat bangsa Israel tidak berani berpikir, “Aku orang kaya. Kalau aku mempersembahkan lembu, maka Yahweh harus mengampuni aku.” Ini adalah pemikiran yang salah karena lembu itu sendiri adalah pemberian dari Yahweh. Upacara pengorbanan hewan, berikut hewan korbannya, ini adalah wujud dari kepedulian Yahweh kepada bangsa Israel. Jalan ini Dia berikan supaya mereka dapat menerima pengampunan. Dengan kata lain, penebusan bukanlah suatu transaksi. Entah lembu, domba, kambing, tekukur atau bahkan tepung, semua itu berasal dari Yahweh. Ini adalah cara Yahweh untuk memberitahu umat, “Aku sudah menyediakan semua untukmu, pakailah sebagian dari itu sebagai persembahanmu.”

Demikianlah, ketika kita masuk ke dalam Perjanjian Baru, Yahweh juga yang menyediakan kebutuhan penebusan kita. Siapa yang Dia sediakan? Yesus! Dia adalah anugerah Allah bagi kita. Yesus adalah jalan yang Yahweh siapkan bagi kita agar kita bisa disucikan, diampuni, dan diperdamaikan dengan Yahweh. Mari kita lihat 2 Korintus 5:18-19

18 Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.  19 Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami.

Dapatkah anda memahami hal yang disampaikan oleh Paulus ini? Semuanya ini dari Allah. Yahweh sudah menyediakan sgalanya bagi keselamatan dan penebusan kita. Inilah kasih karunia Allah. Dalam kutipan ini disebutkan bahwa Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya di dalam Kristus. Semua yang diperbuat oleh Yesus adalah wujud dari karya Yahweh melalui dirinya. Yahweh ada di dalam Yesus, mendamaikan dunia dengan diri-Nya. Di sini kita melihat kemurahan dan kasih karunia Allah.

Kasih karunia-Nya selalu berlimpah, bahkan sejak zaman mula-mula ketika Adam dan Hawa berbuat dosa. Pasangan ini seharusnya menghadapi kematian jasmani ketika memakan buah terlarang itu. Akan tetapi, Yahweh menyediakan suatu cara, suatu jalan bagi Adam dan Hawa. Dalam generasi yang berikutnya, Kain, saudara sulung, membunuh Habel, saudara muda. Kain seharusnya membayar darah dengan darah, nyawa untuk nyawa, mata bagi mata, gigi buat gigi, tetapi Kain tetap diberi kesempatan. Kesempatan ini diberikan berdasakan tanggapan Kain kepada Yahweh. Kain menyesali perbuatannya. Banyak orang Kristen yang mengira bahwa ketika Adam dan Hawa berbuat dosa, mereka terpisah dari Allah. Kejadiannya tidak seperti itu. Allah tetap berkomunikas dengan Adam dan Hawa. Dalam hal hukuman, bentuk hukuman itu adalah pengusiran mereka dari Taman Eden. Akan tetapi, Yahweh terus berkarya dalam hidup mereka; jika tidak, Kain dan Habel tidak akan memiliki inisiatif untuk memberikan persembahan kepada-Nya. Fakta bahwa di dalam keluarga itu ada satu orang yang saleh, yakni Habel, menunjukkan bahwa Yahweh terus berkarya dalam hidup keluarga itu.

Mari kita kembali ke Perjanjian Baru. Baptisan dari Yohanes Pembaptis adalah baptisan pertobatan dan pengampunan dari dosa-dosa (Markus 1:4). Camkanlah fakta bahwa Yohanes Pembaptis masih mewakili Perjanjian Lama. Markus 1:5 menyatakan bahwa orang-orang datang kepada Yohanes Pembaptis untuk mengakui dosa-dosa mereka, dan kemudian mereka menerima pengampunan dari Yahweh. Ketika Yesus tampil, pelayanannya mencakup hal yang lebih besar dari pelayanan Yohanes Pembaptis. Yahweh memberinya otoritas untuk mengampuni dosa-dosa. Mari kita lihat Matius 9:6-8

6 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu :”Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” 
7 Dan orang itupun bangun lalu pulang. 
8 Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.

Orang-orang itu tahu bahwa ini adalah kewenangan milik Yahweh yang diberikan kepada manusia, Yesus. Yesus sendiri mengatakan hal itu serta membuktikannya melalui mukjizat. Harap camkan bahwa Yesus sudah menerima kewenangan untuk mengampuni dosa sebelum dia mati di kayu salib. Hal ini menguatkan fakta bahwa pencurahan darah korban tidak merupakan persyaratan yang mutlak. Kenyataan bahwa Yohanes Pembaptis dan Yesus boleh menyatakan pengampunan dosa, tanpa melibatkan Bait Allah dan ritual pengorbanan, menunjukkan bahwa pencurahan darah bukan merupakan persyaratan mutlak.

Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan adalah: Mengapa ada ritual pengorbanan? Ibrani 10 memberitahu kita bahwa hal itu untuk mengingatkan kita akan dosa-dosa kita dari tahun ke tahun. Setiap kali seorang Israel mempersembahkan hewan korban, hal itu akan mengingatkan dia bahwa dosa adalah kekuatan yang sangat besar di dalam hidupnya, dan dia menyadari kenyataan itu dalam kesedihan dan pemahaman bahwa dia membutuhkan pengampunan. Dalam Perjanjian Lama, dan juga Perjanjian Baru, syarat mutlak bagi pengampunan adalah pertobatan. Kita harus merendahkan diri di hadapan Yahweh, dan senantiasa memohon kasih karunia Yahweh.

Itu sebabnya Yesus mengajarkan bagian berikut: “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami,” dalam doa Bapa Kami. Pengampunan dari Yahweh sudah tersedia sebelum Yesus sampai di kayu salib. Lebih dari itu, Yesus juga menginginkan agar para murid mengampuni dosa orang lain, berdasarkan pengampunan yang sudah mereka dapatkan dari Yahweh di dalam pengalaman mereka. Selama mereka mengikuti jejak Yesus, mereka akan selalu mengalami kebaikan dan kemurahan Yahweh. Kita dapat melihat hal yang sama di Matius 18:21-22

21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” 
22 Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Ada banyak pendapat mengenai makna dari angka tujuh puluh kali tujuh, tetapi kita tidak boleh terikat dengan makna harafiah. Salah satu terjemahan Inggris bahkan sekadar menyebutkan tujuh puluh tujuh kali. Persoalannya adalah, apakah kita siap untuk senantiasa mengampuni? Pengampunan jenis ini menjadi mungkin berdasarkan pengalaman yang dialami oleh para murid akan pengampunan dari Yahweh. Dengan kata lain, dari hari ke hari, kita hidup dengan mengandalkan kasih karunia dari Allah.

Namun, banyak orang yang salah paham tentang kasih karunia Allah. Apa arti hidup oleh kasih karunia Allah? Kebanyakan orang berpandangan bahwa hidup oleh kasih karunia Allah berarti mereka mendapat jaminan keselamatan, bahwa sekalipun mereka berbuat dosa, Allah akan mengampuni mereka. Hasil dari mentalitas semacam ini adalah banyaknya oang Kristen yang tidak takut berbuat dosa. Oleh karena mereka beranggapan bahwa mereka berada di dalam kasih karunia Allah, maka Allah akan tetap mengampuni mereka. Kita perlu pahami bahwa di dalam Perjanjian Lama, ada satu jenis dosa yang tidak akan mendapatkan pengampunan, dan dosa itu dijelaskan dalam Bilangan 15:30

Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista Yahweh, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya,

Tindakan menista Yahweh tidak harus ditunjukkan melalui ucapan. Anda hanya perlu melakukannya dengan sengaja, dan anda sudah menista Allah. Terjemahan bahasa Inggris versi Common English Bible memakai ungkapan, “acts deliberately (dengan sengaja).” Anda sudah tahu bahwa tindakan yang akan anda lakukan itu salah, tetapi anda tetap melakukannya. Apakah anda akan berpikir, “Oh! Allah itu baik; Dia akan mengampuni saya. Saya hanya perlu mempersembahkan hewan korban.” Apakah persembahan anda akan menyelesaikan urusannya? Ini adalah pemahaman yang sesat karena Bilangan 15:30 jelas mengatakan, “Orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya”. Dia dikeluarkan dari hubungan perjanjian Allah dengan umat-Nya. Pokok ini disampaikan dalam Perjanjian Lama, lalu bagaimana dengan Perjanjian Baru? Bukankah Yesus telah mati bagi dosa-dosa kita? Mari kita lihat Ibrani 10 26-31; kita akan baca sampai ayat 29 dulu.

26 Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. 
27 Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. 
28 Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. 
29 Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?

Ayat 26 memberitahu kita bahwa jika kita berbuat dosa dengan sengaja, tentu saja tak ada lagi korban persembahan yang bisa menghapuskan dosa itu. Lalu ayat 29 mengatakan betapa beratnya hukuman terhadap mereka yang berada di dalam Perjanjian Baru, yang dengan sengaja terus berbuat dosa. Perhatikan ungkapan ‘betapa lebih beratnya’, ungkapan ini menunjukkan bahwa hukuman yang lebih berat itu disebabkan oleh keunggulan perjanjian yang diteguhkan oleh Yesus. Sama seperti berkat yang lebih besar di dalam Perjanjian Baru, penghakiman yang menyertainya juga menjadi lebih besar. Semakin besar kasih karunia yang duanugerahkan, semakin besar pula tanggung jawab yang harus dipikul. Jika di dalam Perjanjian Lama, sampai dengan tampilnya Yohanes Pembaptis, pengampunan tersedia bagi umat Allah, Israel, tentu jauh lebih besar lagi jaminan pengampunan untuk seluruh dunia melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus!

Apa arti hidup di dalam kasih karunia Allah? Artinya adalah mengalami karya kuasa-Nya dalam mengatasi kekuatan dosa. Dalam kehidupan sehari-hari, salah satu dosa yang harus kita atasi setiap hari adalah dosa tidak mengampuni. Dengan berkata, “Aku hidup oleh kasih karunia,” berarti menjalani hidup oleh kasih karunia sebagaimana yang disebutkan dalam Keluaran 34:6-7. Kita kita ikut ambil bagian dengan hati dan pikiran Yahweh, menjalankan belas kasihan dan kasih-Nya kepada umat-Nya. Ini adalah aspek yang sangat penting untuk dicamkan. Mari kita baca kitab Ibrani lagi, yakni Ibrani 12:15

Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.

Jika anda tidak menjalani hidup dalam kasih karunia Allah, akan muncul “akar yang pahit di dalam hati kita.” Saya rasa kita harus menghadapi kenyataan bahwa di dalam hubungan kita dengan semua orang, akan selalu ada orang yang akan menyakiti anda. Masalah yang berat terletak di sini. Jika anda merasa tersinggung, kepahitan itu mendekam di dalam hati anda. Dapatkah kita mengalami kasih karunia Allah untuk mengatasinya? Banyak orang yang bergumul dengan masalah ini, terutama jika sakit hati itu sangat mendalam. Salah satu persoalan yang harus dihadapi oeh masyarakat adalah perzinahan dan perceraian. Rasa dikhianati merupakan emosi yang sangat kuat, dan jenis emosi ini bertahan kuat di dalam hati. Hal yang sama juga berlaku di antara teman dekat. Kita tahu bahwa semakin akrab anda dengan orang lain, semakin besar sakit hatinya. Itu sebabnya kita perlu hidup oleh kasih karunia Allah. Ayat ini mengatakan bahwa jika anda berada dalam kasih karunia Allah, kasih karunia-Nya itu akan menolong anda untuk mengatasi semua kepahitan.

Sebelum ayat ini ada uraian lain di Ibrani 12:14. Penulis berkata, “Berusahalah hidup damai dengan semua orang.” Mengejar suasana damai dengan semua orang adalah hal yang berat. Kita bisa berusaha hidup damai dengan beberapa orang, tetapi dengan semua orang bukan hal yang mudah. Bagaimana anda bisa berusaha hidup damai dengan orang lain jika anda tidak dapat memaafkan dan menyimpan kekesalan? Pada dasarnya, ada aspek kesehatan dari tindakan memaafkan ini, tetapi sumber informasinya bukan dari Kitab Suci. Saya membaca dari website Mayo Clinic tentang masalah pengampunan ini. Masalah yang dikuatirkan adalah jika anda tidak memaafkan, kesehatan mental dan jasmani anda akan terganggu. Oleh karenanya, pihak klinik ini sangat menganjurkan orang-orang untuk belajar saling memaafkan. Alasannya adalah, jika anda sudah memaafkan, kepahitan itu tidak lagi menguasai hidup anda. Dengan demikian, maka anda bisa berhubungan dengan orang lain secara lebih positif. Anda tidak akan menarik diri dari masyarakat dan menjadi anti-sosial. Anda juga tidak akan menjadi orang yang kasar. Ini semua adalah demi kebaikan anda sendiri.

Alasan kedua adalah jika anda sudah memaafkan, orang yang sudah menyakiti hati anda tidak akan bisa mempengaruhi hidup anda lagi. Dengan kata lain, kuasa orang itu atas hidup anda, mungkin dalam tingkatan mental, akan tersingkir, dan anda akan benar-benar merdeka.

Namun, masih ada alasan yang ketiga. Pihak klinik itu menyatakan bahwa pengampunan akan membantu anda memahami, bersimpati dan berbelas kasihan. Ini adalah poin yang menarik untuk diketahui, sekalipun bersumber dari sudut pandang sekular, bahwa simpati, belas kasihan dan pengertian bersumber dari pengampunan. Ini adalah pandangan yang cukup mendalam. Penulis di website itu melanjutkan bahwa sekalipun si pelaku tidak mengaku salah, dan tidak berubah, anda tetap perlu memaafkan. Ini adalah prestasi yang sukar dicapai! Tentu saja, semua latihan ini bertujuan demi kebaikan anda sendiri.

Uraian dalam tulisan itu sangat berbeda dengan uraian di dalam Alkitab. Perbedaan itu terletak pada penekanan dalam Alkitab bahwa kita memaafkan orang lain dalam kaitannya dengan pengampunan yang kita terima dari Allah. Anda mengampuni orang lain karena anda mengalami pengampunan dari Allah. Saya tidak perlu berusaha untuk memaafkan orang lain. Walaupun nasehat dari klinik tersebut sangat bagus, saya ragu ada berapa banyak orang yang bisa menjalankannya? Di sini, kita hanya membicarakan prinsip umum yang memang mungkin dijalankan dalam kehidupan Kristen. Itu sebabnya saya berkata bahwa kita hidup oleh kasih karunia Allah. Artinya, kita hidup oleh belas kasihan Allah.

Terlebih lagi, hal pengampunan ini bukan sekedar demi kebaikan kita sendiri. Paulus berkata di 2 Korintus 5:18, Allah sudah mempercayakan pelayanan pendamaian ini kepada kita. Dengan kata lain, pengampunan ini terkait dengan hal membawa orang masuk ke dalam Kerajaan Allah, agar mereka juga bisa mengalami pengampunan dan belas kasihan Yahweh bagi kita semua.

Faktanya adalah, kita tidak bisa mengampuni jika kita tidak tahu apa arti menjalani hidup di bawah kasih karunia Allah, mengalami kuasa-Nya yang memampukan kita untuk memaafkan orang lain. Saya mendapati bahwa jika kita menjalankan pelayanan Firman Allah, dan selalu hidup dalam sikap hati yang benar terhadap Dia, anda akan melihat kuasa dari Firman yang bisa mengubah orang lain. Mereka juga akan mengalami kasih karunia Allah untuk mengatasi kepahitan terhadap orang lain. Ada sesuatu di dalam Injil yang menyingkirkan permusuhan dan menggantinya dengan kasih Allah.

Jadi pertanyaannya sekarang adalah: Berapa banyak dari kita yang benar-benar mengalami makna dari hidup dalam kasih karunia Allah? Dalam koran kemarin, ada satu artikel tentang sebuah gereja di Afrika Selatan. Di gereja ini ada perselisihan tentang posisi kepemimpinan dalam gereja, dan salah satu kelompok kemudian pergi meninggalkan gereja, tetapi mereka kembali lagi dengan membawa senjata api. Korban yang jatuh, seingat saya, ada lima orang meninggal dan enam yang terluka, dan polisi menangkap 40 orang sebagai tersangka. Tentu saja, ini adalah kasus yang ekstrim. Kebanyakan dari kita tidak akan mau bertindak sampai sejauh itu. Akan tetapi, kita semua tahu bagaimana cara menyakiti hati orang, terutama melalui kata-kata. Itu sebabnya kita membutuhkan kasih karunia Allah untuk menolong kita mengatasi sikap kritis dan kecenderungan menghakimi di dalam hati kita.

Sebagai tambahan, beberapa minggu belakangan, sebagaimana yang kita baca di koran dan saksikan di TV, gerakan “Black Lives Matter (Hargai Nyawa Orang Kulit Hitam)” di AS. Mengapa orang kulit hitam cenderung dilecehkan oleh polisi? Masalahnya adalah pembentukan pandangan masyarakat. Hanya karena ada beberapa orang kulit hitam yang melakukan kejahatan, kita lalu memandang itu sebagai ciri watak semua orang kulit hitam! Hal ini tampaknya menjadi masalah di setiap lingkungan masyarakat di semua tempat. Kita memandang orang-orang dari ras atau budaya tertentu sebagai orang-orang yang berwatak buruk. Saat kita bertemu dengan orang-orang dari ras atau budaya tersebut, tak peduli bagaimanapun dia berusaha, kita akan tetap menilai orang itu jahat.

Ada orang yang pernah bertanya, “Berapa persen dari hidup anda yang baik dan berapa persen yang tidak baik?” Berdasarkan cara kita menilai diri sendiri, hanya 10% yang tidak baik karena kita tidak berani memandang diri sendiri bersih dari dosa. Nah, 90% sisanya kita yakini sudah baik. Namun jika kita, dengan memakai cara pandang sendiri, mengamati seseorang yang dipandang baik, akan tiba harinya ketika “orang baik” itu menunjukkan sisi 10%-nya. Dan kita secara mendadak mengubah yang 10% dalam diri orang itu menjadi 90%. Kesalahan orang itu kemudian kita besar-besarkan, dan dia mendapat cap di sepanjang hidupnya. Demikianlah, walaupun orang lain berusaha menceritakan hal-hal yang baik tentang orang itu, di dalam hati dan pikiran kita, kita akan mengabaikan itu semua karena kita sudah melihat kesalahannya. Dapatkah anda memberitahu saya bagaimana caranya kita akan memaafkan orang lain? Kita tidak bisa, ini karena setiap orang memang memiliki kelemahan. Sekarang anda bisa memahami standar yang ditetapkan oleh Allah bagi kita, terutama karena Dia telah menganugerahkan Putera-Nya bagi kita. Tujuan Allah ialah untuk menjadikan kita serupa dengan gambaran Putera-Nya.

Sebagai penutup, mari kita baca Kolose 3:12-14

12 Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. 
13 Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. 
14 Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.

Anda bisa lihat tentang belas kasihan, kebaikan, kerendahan hati, dan semua hal yang baik itu, dirangkum dalam tindakan memaafkan. Jika anda tidak memaafkan, anda tidak akan bisa berbelas kasihan, dan anda juga tidak akan bisa menjadi baik. Inilah ‘perintah’ dari Paulus. Dia memberitahu jemaat di Kolose tentang makna dari hdiup yang baru.

Saya harap kita semua mau merenungkan lagi arti dari salib Kristus. Jika kita menderita oleh sakit hati, kita perlu mengingat akan Yesus. Apakah kita pernah dikhianati? Yesus juga pernah dikhianati. Dia tahu bagaimana rasanya dikhianati. Salah satu murid utamanya, Yudas, mengkhianati dia. Salah satu murid dekatnya sudah mengecewakan dia dan memilih untuk memusuhi dia. Pernahkah kita mengalami perlakuan tidak adil? Anda harus menanggung akibat dari hal-hal yang tidak anda perbuat? Lihatlah Yesus. Dia dipaku di kayu salib. Ini adalah ketidakadilan terbesar yang dia alami. Apakah anda diremehkan orang lain? Apakah mereka melecehkan anda? Mereka mungkin tidak meludahi atau memukuli anda, tetapi mereka memfitnah anda. Yesus mengalami hal itu. Dengan kata lain, adakah penderitaan yang sedang kita alami yang lebih berat dari penderitaan Yesus? Hal yang penting adalah, tak ada orang yang pernah menderita seberat Yesus, tetapi dia masih bisa berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

 

Berikan Komentar Anda: