Oleh Greg Deuble, Australia 

Lalu Yesus berseru, “Siapa saja yang percaya kepadaku, ia bukan percaya kepadaku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus aku” (Yohanes 12:44)

Perhatikan bahwa Yesus “berseru” atau “berteriak keras”, “Siapa saja yang percaya kepadaku, ia bukan percaya kepadaku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus aku.” Fakta bahwa ia menyerukan kata-kata tersebut dengan suara keras hampir seminggu sebelum penyalibannya, tentu saja menunjukkan bahwa hal ini penting dan sebaiknya kita mendengarkan!

Sebelum melanjutkan untuk membuka kata-kata yang mendalam dari Yesus ini, saya akan menebak bahwa ayat ini bukan salah satu ayat memori favorit Anda! Besar kemungkinan Anda belum pernah merenungkan ayat ini! Mungkin jika Anda jujur, Anda bahkan tidak sadar ayat ini ada di dalam Alkitab, apatah lagi dari bibir Yesus sendiri. Namun, saya akan membuktikan kepada Anda bahwa ayat ini merupakan kunci master untuk membuka pemahaman kita akan Yesus, relasinya dengan Allah, dan signifikansi dari seluruh pribadi dan karyanya bagi kita. Sebuah pernyataan yang besar tentunya! Jadi, mari kita menyelidikinya.

Yesus “menyerukan” kata-kata ini setelah bangsa itu, melalui para pemimpin religius dan politik mereka, menolak klaimnya sebagai Mesias mereka. Mereka bukan saja telah menyaksikan kredensial penyembuhan dan pengajarannya menggenapi segala yang telah diumumkan oleh para nabi, tetapi di dalam konteks langsung, mereka telah menyaksikan Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Penulis Injil Yohanes memberitahu kita bahwa bahkan musuh-musuh Kristus mengakui bahwa Yesus telah “membuat banyak mukjizat” (11:47). Yohanes sendiri mengatakan bahwa kebangkitan Lazarus merupakan sebuah “tanda mukjizat” (12:18). Sebuah tanda adalah sebuah mukjizat pembuktian. Mukjizat-mukjizat Yesus yang ajaib merupakan bukti bahwa Allah telah mengutus dia. Jadi, dengan menolak Yesus, mereka telah berdosa terhadap terang dan mematikan hati nurani mereka sendiri.

Dalam konteks ini Yesus “berteriak keras”. Ia ingin mereka mendengar bahwa ia benar-benar telah “diutus” oleh Allah mereka. Dengan kata lain, Yesus sedang membuat klaim menakjubkan bahwa ia adalah duta besar bone fide dari Allah Israel yang Esa itu. Pekerjaan dan perkataannya telah dilakukan karena ia telah “ditugaskan”, dan karena itu adalah wakil atau agen Allah yang sejati.


The Principle of Agency
 

Oleh karena kita berasal dari budaya dan generasi yang sangat berbeda dan jauh dari Yesus, sangat mudah untuk kita melewatkan dampak dari teriakan Yesus ini. Sebenarnya, sangat sedikit pembaca Kitab Suci yang mengetahui signifikansi dari prinsip keagenan (The Principle of Agency) yang dipakai Yesus di sini. Oleh karena itu, untuk memahami klaim Yesus, kita terlebih dulu harus memahami budaya dan mindset audiens Yesus yang asli.

Dinyatakan secara sederhana, dalam pemikiran Ibrani dan Timur Tengah purba, orang yang “diutus” (agen) diperlakukan seolah-olah dia adalah sang prinsipal (pengutus/komisaris) itu sendiri. Walaupun sang prinsipal dan agennya merupakan dua pribadi berbeda, mereka diperlakukan sebagai ‘satu’, tidak secara harfiah tentunya, tetapi secara fungsional. Hal ini dinyatakan secara akurat dalam The Encyclopedia of the Jewish Religion,

Agen (Ibr. Shaliah): Poin utama dari hukum keagenan Yahudi diungkapkan oleh ungkapan, ‘agen seseorang dianggap sebagai orang itu sendiri’ [Ned. 72B; Kidd, 41b]. Oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang agen yang ditunjuk dianggap telah dilakukan oleh sang prinsipal sendiri, yang oleh karena itu memikul tanggung jawab penuh atas tindakan itu…” (1)

Jangan lewatkan fakta penting ini: “Agen seseorang dianggap sebagai orang itu sendiri.” Lagi pula,

“Dalam pemikiran Ibrani kepribadian seorang patriark diperpanjang ke seisi rumahnya [dan] …  ketika seorang patriark sebagai kepala rumah tangga mewakilkan hamba yang dipercayanya sebagai malak-nya (utusan atau malaikatnya) orang itu diberkahi dengan kewenangan dan sumber daya dari tuannya untuk mewakilinya sepenuhnya dan melakukan transaksi busines atas namanya. Dalam pemikiran Semit, utusan-wakil ini dipandang sebagai sang pengutus itu sendiri yang hadir secara pribadi dan dalam perkataan. (2)

Jadi, ketika agen itu bertindak atas nama orang yang mengutusnya, itu seolah-olah sang principal atau tuan itu sendiri berada di situ secara pribadi berbicara dan bertindak. Memahami prinsip ini akan membantu kita menghindar apa yang tampak bertentangan dalam Kitab Suci. Saya akan menunjukkan kepada Anda satu atau dua contoh bagaimana memahami “hukum keagenan” ini akan menjauhkan kita dari kesalahan dan membuka pemahaman yang baru terhadap Yesus — sebagai agen — dan hubungannya dengan Allah Bapanya — sebagai Prinsipal.


Perwira dan tua-tua Yahudi mengilustrasikan keagenan manusia

Dalam pengisahan Matius tentang penyembuhan hamba seorang perwira, perwira itu sendiri yang datang kepada Yesus dan memohon atas nama hambanya yang sedang sakit…

Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan dia dan memohon kepadanya, “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita.” Yesus berkata kepadanya, “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi jawab perwira itu kepadanya, “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi! maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Kemari! maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini! maka ia mengerjakannya.”(Matius 8:5-9)

Pembaca modern sangat yakin bahwa perwira itu sendiri yang membuat permohonan ini sambil berdiri di hadapan Yesus. Perwira itu “datang” kepada Yesus dan berbicara dengan kata ganti orang pertama, “hambaku… rumahku… aku juga… aku sendiri… aku berkata…” Yesus juga berbicara secara langsung kepada perwira itu dan “berkata kepadanya”.

Namun, ketika kita membuka pengisahan paralel di Lukas dari cerita yang sama, sebuah masalah timbul kepada pembaca modern…

Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah ia ke Kapernaum. Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepadanya untuk meminta, supaya ia datang dan menyembuhkan hambanya. Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongannya, katanya, “Ia layak engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang membangun rumah ibadat untuk kami.” Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepadanya, “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepadamu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” (Lukas 7:1-7)

Tanpa pengetahuan tentang prinsip keagenan Yahudi ini — bahwa yang diutus adalah seperti sang pengutus itu sendiri — para pembaca modern berpikir ia telah menemukan sebuah kontradiksi. Karena dalam pengisahan Lukas, perwira itu tidak secara harfiah berdiri di hadapan Yesus memohon penyembuhan bagi hambanya. Sebaliknya, “ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi” untuk menyampaikan permohonan itu. “Mereka” yang membawa permohonan perwira itu. Lalu Yesus “pergi bersama-sama dengan mereka” ke rumah perwira itu. Ketika tidak jauh dari rumah, perwira itu dari dalam rumahnya menyuruh sahabat-sahabatnya keluar untuk memberitahu Yesus, “aku menganggap diriku tidak layak untuk datang kepadamu…”

Cara yang Alkitabiah untuk mendamaikan dua pengisahan yang tampak bertentangan ini adalah dengan mengetahui bahwa perwira itu (prinsipal) mengutus (menugaskan) beberapa tua-tua Yahudi tertentu untuk bertindak atas namanya sebagai agen. Tidak ada kerancuan dalam pikiran Matius atau Lukas, karena di dalam Alkitab yang diutus “dianggap sebagai pengutus itu sendiri”. Prinsipal dan agen tidak selalunya dibedakan dengan jelas, dan dapat diperlakukan seolah-oleh mereka adalah satu dan pribadi yang sama! Pengisahan Matius hanya menyebut sang prinsipal (perwira) tanpa membedakan agen-agennya (tua-tua Yahudi dan sahabat-sahabatnya). Lukas menyebutkan keduanya sang prinsipal dan agen-agennya secara terpisah. Mendengarkan tua-tua Yahudi adalah mendengarkan perwira itu sendiri. Sesungguhnya, para agen bahkan berbicara dengan kata ganti orang pertama! (Bukankah semua ini mulai membuka Yohanes 12:44 di mana Yesus berkata, “Siapa saja yang percaya kepadaku, ia bukan percaya kepadaku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus aku”?) (3.)


Tongkat Musa mengilustrasikan keagenan ilahi dan manusia

“Prinsip keagenan” ini tersebut tersebar di seluruh Alkitab. Mari kita mengambil satu contoh dari Perjanjian Lama.

Berfirmanlah Yahweh kepada Musa: “Lihat, Aku mengangkat engkau sebagai Allah (Ibr. Elohim) bagi Firaun, dan Harun, abangmu, akan menjadi nabimu” (Kel 7:1). Ketika Musa berdiri di hadapan Firaun, itu seperti Allah Sendiri yang berdiri di situ berbicara dan bertindak. Sebagai agen, Musa diutus untuk berbicara dan bertindak, seolah-olah ia adalah Allah Sendiri. Seorang agen dianggap sebagai sang prinsipal!

Kemudian dalam pasal yang sama ini, Allah berkata kepada Musa, “Dari hal yang berikut akan kauketahui, bahwa Akulah Yahweh. Lihat, dengan tongkat yang di tangan-Ku ini akan Kupukul air yang di sungai Nil dan air itu akan berubah menjadi darah” (ay.17).

Berikutnya, Allah memerintahkan Musa untuk memberitahu Harun, “Ambillah tongkatmu, ulurkanlah tanganmu ke atas segala air orang Mesir… supaya semuanya menjadi darah” (ay.19). Sebagai agen Allah, Harun atas perintah Musa mengulurkan tongkat di tangannya di hadapan Firaun ke atas air, tetapi Allah mengatakan bahwa Dialah yang memukul air dengan tongkat yang ada “di tangan-Ku”. Tangan Harun adalah Tangan Allah! Tindakan Harun adalah tindakan Allah. Musa dan Harun berdiri di hadapan Firaun tepatnya di tempat Allah Sendiri. Dalam pikiran Ibrani mereka berdua adalah Allah di Mesir! Apa yang mereka lakukan adalah apa yang dilakukan Allah Sendiri. Akan tetapi, dalam pikiran Yahudi tidak ada kerancuan tentang identitas yang sebenarnya dari siapa Sang Prinsipal dan siapa agen-Nya.


Keagenan Malaikat

“Prinsip keagenan” Yahudi ini juga berlaku ketika Allah menugaskan malaikat-malaikat-Nya. Para malaikat dapat dibicarakan seolah-olah mereka adalah Allah dan bahkan dapat berbicara dengan kata ganti orang pertama seolah-olah mereka sendiri adalah Allah di hadapan orang yang mendengarkan mereka.

Sebuah contoh klasik adalah semak yang menyala (yang tidak terbakar!) di Keluaran 3. Siapakah yang menampakkan dirinya kepada Musa dari semak dan berbicara kepadanya dalam kata ganti orang pertama, “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub” (Kel 3:6)? Mayoritas dari penafsir Alkitab Injili menjawab, “Tentu saja Allah Yehovah.” Bahkan setelah mencatat bahwa ayat 2 secara spesifik menyatakan, “malaikat Yahweh menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri” mereka terburu-buru membuat kesimpulan bahwa malaikat Yahweh ini pasti pribadi Allah sendiri, atau bahkan Anak Allah yang praeksis, karena ia berbicara dengan kata ganti orang pertama seolah-olah dia adalah Allah.

Ini merupakan satu contoh jelas dari kegagalan untuk menghayati pemikiran Yahudi tentang “prinsip keagenan”. Yang sedang terjadi adalah malaikat di semak itu telah diutus oleh Allah untuk mewakili diri-Nya. Ingat bahwa agen dianggap sebagai sang prinsipal itu sendiri, jadi malaikat itu adalah seperti Allah Sendiri di hadapan Musa.

Ketika kita membaca komentar Stefanus tentang peristiwa semak yang menyala, semua perselisihan atas hal ini harus berakhir. Stefanus adalah seorang yang “penuh dengan Roh Kudus”, “penuh hikmat”, dan “penuh iman” (Kis 6:3,5). Jadi, saya tidak ingin berselisih dengan orang ini! Dengarkanlah penjelasan Stefanus,

Sesudah empat puluh tahun tampaklah kepadanya seorang malaikat di padang gurun Gunung Sinai di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Musa heran tentang penglihatan itu, dan ketika ia pergi ke situ untuk melihatnya dari dekat, datanglah suara Tuhan kepadanya: Akulah Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Musa pun gemetar dan tidak berani lagi melihatnya. Lalu firman Tuhan kepadanya: Tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri adalah tanah yang kudus. Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir dan Aku telah mendengar keluh kesah mereka, dan Aku telah turun untuk melepaskan mereka; sekarang marilah, engkau akan Kuutus ke tanah Mesir. Musa yang telah mereka tolak dengan mengatakan, ‘Siapa yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim?’  —  dialah juga yang telah diutus oleh Allah sebagai pemimpin dan pembebas oleh malaikat yang telah menampakkan diri kepadanya di semak duri itu. (Kisah 7:30-35)

Siapakah yang tampak di semak duri yang menyala? Siapakah yang berbicara dalam kata ganti orang pertama seolah-olah dia adalah Allah? Siapakah yang berkata, “Akulah Allah” jadi “tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri adalah tanah yang kudus”?

Stefanus adalah seorang Kristen yang berpikiran Yahudi, yang dibesarkan dalam budaya itu dan dalam Kitab Suci, dan ia yakin bahwa malaikat itu adalah seperti sang Pengutus Allah Sendiri. Dalam pemikiran Yahudi, memberi hormat kepada malaikat yang ditugaskan oleh Allah adalah memberi hormat kepada Allah. Malaikat  yang diutus itu berbicara dalam kata ganti orang pertama seolah-olah ia benar-benar adalah Allah di hadapan Musa!

Sebagai agen dari Dia yang mengutusnya kepada Musa, malaikat Tuhan itu diidentifikasikan dengan Prinsipalnya sehingga kita mengalami kesulitan untuk membedakannya dari Allah!

Kita dapat menunjukkan bahwa hal ini berlaku untuk setiap kunjungan malaikat dalam Perjanjian Lama. (Bahkan pada kesempatan ketika Abraham makan siang dengan Allah di Kejadian 18 cocok dengan pola ini. Anda dapat membaca penjelasan saya atas peristiwa yang luar biasa ini di artikel saya yang berjudul, “Anyone Round here Seen God?”) Kita tahu hal ini benar karena Alkitab mengatakan dengan tegas, “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah” (Yoh 1:18, 1Yoh 4:12, 1Tim 6:16). Akan tetapi, manusia pernah melihat malaikat-Nya, agen-agen-Nya yang bertindak dan berbicara seolah-olah mereka adalah Allah Sendiri. Inilah “prinsip keagenan”, di mana seorang agen adalah seperti prinsipal itu sendiri. (4)


Yesus sang Mesias adalah Agen Allah yang Tertinggi!

Sekarang kita mulai memahami Yohanes 12:44 dan klaim Yesus sebagai agen dari Allah Israel yang Esa.

Salah satu argumentasi popular bahwa Yesus adalah Allah Sendiri adalah teks-teks yang dikaitkan dengan Allah Mahakuasa dalam Perjanjian Lama, telah dikaitkan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru. Oleh karena itu, Yesus pasti adalah Allah, bukan? Jika Allah sendiri adalah Penyelamat (Yes 43:11) dan Yesus adalah Penyelamat kita, Yesus pasti adalah Allah, bukan? Jika Allah adalah Gembala (Mzm 23; Yeh 34:11) dan Yesus adalah “Gembala yang baik”, Yesus pasti adalah Allah Israel, bukan? Jika setiap lutut akan bertekuk dan setiap lidah mengaku bahwa Yahweh adalah Allah, dan karena setiap lutut dan lidah akan berbuat demikian di hadapan Yesus, tentu saja Yesus adalah Allah Sendiri, bukan? Jika Allah adalah Hakim segenap bumi (Kej 18:25) dan setiap orang akan satu hari berdiri di hadapan Yesus sebagai Hakim (2Kor 5:10), tentu saja Yesus adalah Allah, bukan?

Dan bagaimana dengan semua ayat Perjanjian Lama yang memberitahu kita bahwa Allah Sendiri akan datang pada “Hari itu” untuk memerintah atas seluruh bumi, tetapi ketika kita membaca Perjanjian Baru, ayat-ayat tersebut sekarang diterapkan kepada Yesus pada Kedatangannya yang Kedua? Sebagai contoh, nabi Zakaria mengumumkan,

“Pada waktu itu kaki-Nya akan berjejak di bukit Zaitun yang terletak di depan Yerusalem di sebelah timur. Bukit Zaitun itu akan terbelah dua dari timur ke barat…” (14:4)

Tentu saja, jika “kaki-Nya” di Zakaria 14 adalah kaki TUHAN, Yesus pasti adalah Allah, bukan? Nah, sebelum kita melompat ke kesimpulan itu, bagaimana kalau kita membandingkan Kitab Suci dengan Kitab Suci dan menerapkan prinsip keagenan? Ingat bagaimana tangan Harun disebutkan sebagai Tangan TUHAN (Kel 7:17-19)? Kita perlu memahami bahwa dalam cara yang sama kaki Yesus dapat disebut sebagai kaki Allah, karena ia juga telah “diutus” sebagai agen ultimate dari Allah yang Esa. “Prinsip Keagenan” menyediakan sebuah jawaban yang sangat masuk akal dan memuaskan kepada persoalan ini.

Hal yang sama berlaku perihal Yesus yang disebut sebagai Penyelamat kita. Musa juga disebut sebagai ‘penyelamat’, dan Yosua adalah ‘penyelamat’ dan semua hakim Israel setiap satunya disebut ‘penyelamat’ (Kis 7:35; Hak 3:9,15; Neh 9:27, dll.). Ketika Allah mengutus seseorang untuk menyelamatkan umat-Nya, agen tersebut disebut ‘penyelamat’. Fakta bahwa Yesus disebut “Penyelamat” tidak membuktikan dia adalah Allah sama seperti Musa yang disebut ‘penyelamat’ tidak membuktikan dia adalah Allah.

Prinsip ini sangat jelas ketika Yesus disebut sebagai hakim dunia. Yesus dengan jelas mengeklaim keagenan ketika dia mengatakan bahwa Bapanya Allah telah “memberikan” kepadanya seluruh wewenang untuk menghakimi. Paulus juga mengatakan bahwa Allah,

“telah menetapkan suatu hari ketika Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan [ditugaskan, diutus, sebagai agen]-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu jaminan tentang hal itu dengan membangkitkan dia dari antara orang mati” (Kisah 17:31).

Tentu saja, hanya ada Satu Penyelamat ultimate dari semua manusia, Satu Hakim ultimate atas semua manusia, Satu Wewenang ultimate atas seluruh alam — Allah dan Bapa Yesus (Ef 4:6). Yesus adalah agen-Nya yang sempurna yang akan menghakimi atas nama Satu Allah yang telah menentukannya untuk pekerjaan ini. Atau, dalam kata-kata yang diserukan Yesus,

“Siapa saja yang percaya kepadaku, ia bukan percaya kepadaku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus aku” (Yohanes 12:44)


Raja Israel disebut ‘Allah’

Mazmur 45 dianggap sebagai Mazmur Mesianik. Mazmur ini diberi judul “Nyanyian pada waktu pernikahan raja” (LAI), atau “Nyanyian Perayaan Pernikahan Raya” (ILT). Di dalam Mazmur ini, raja Israel disebut sebagai Elohim (Allah) di ayat 7 oleh penerjemah ILT.

“Takhta-Mu, ya Elohim, kekal selama-lamanya.”

Apakah raja Israel tiba-tiba menjadi Yang Mahakuasa karena dia disebut “Allah”? Sama sekali tidak, karena justru di ayat berikutnya raja ini yang disebut “Allah” memiliki satu Allah di atasnya yang disebut, “Allah, Allahmu” (ay.8). Terjemahan Inggris NAB menangkap jalur pikiran ini dengan tepat dengan menerjemahkan gelar raja God dengan ‘g’ kecil,

“Thy throne O god, is forever and ever.”

“Takhtamu, ya allah, kekal selama-lamanya.”

Di sini kita lihat satu “allah” yang memiliki satu Allah di atasnya! Demikian Allah semesta langit memberikan kepada raja Israel gelar “allah” dan dia diberikan “tongkat kebenaran” untuk memerintah kerajaan itu (ay.7).

Dengan demikian, sebagai agen Allah, raja Israel mewakili Allah dalam pemerintahannya di hadapan umat. Seorang agen adalah seperti principal itu sendiri.

Menurut Perjanjian Baru, mazmur ini digenapi di dalam pribadi dan pelayanan Yesus (Ibr 1:8-9). Sebagai Anak yang telah dimuliakan, Yesus berfungsi sebagai Allah kepada umatnya, tetapi tanpa melupakan bahwa ia memiliki satu Allah di atasnya. Allah telah memberikan “allah” tugas untuk membangun langit yang baru dan bumi yang baru. Tidak seperti langit dan bumi yang lama yang dikutuk dosa, Kerajaan Anak ini kekal selama-lamanya (ay.10-12. Haleluyah!

Yesus tahu dia “diutus” untuk berdiri tepatnya di tempat di hadapan kita seolah-olah dia adalah Allah, tetapi tidak pernah mengeklaim sebagai Satu Allah itu, dan tidak pernah membayangkan kalau para pengikutnya akan membingungkan identitasnya sebagai tidak lain dari agen Allah yang diurapi. Ya, Yesus adalah secara fungsional Allah bagi kita. Jadi, ketika dia berbicara, Allah berbicara kepada kita. Ketika ia bertindak, Allah bertindak bagi kita. Meskipun satu dalam misi, Alkitab tidak pernah merancukan identitas pribadi mereka. Tidak seorang pun pada masa-masa Alkitab untuk sejenak pun membayangkan kalau Yesus adalah Yahweh Allah sendiri. Tentu saja, Yesus tidak pernah! Ingat. Ulangi: Seorang agen adalah seperti sang prinsipal sendiri.


Yohanes 10:30

Ini membawa kita pada kata-kata Yesus yang sering dikutip, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Saya sudah mendengar ayat ini dikutip puluhan kali sebagai teks-bukti fire proof bahwa Yesus adalah Allah. Nah, pegang dulu kudamu itu! Adakah orang yang berhenti untuk mempertimbangkan konteks dari pernyataan ini?

Subjek yang sedang dibahas adalah apakah Yesus benar-benar adalah Mesias yang diutus oleh Allah. Orang Yahudi berkata kepada Yesus, “Berapa lama lagi engkau membiarkan kami dalam kebimbangan? Jikalau engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami” (ay.24). Yesus menjawab dengan mengeklaim bahwa dia melakukan pekerjaannya atas Nama atau di bawah wewenang dari Bapa Allah, yaitu Dia yang mengutusnya.

Yesus selanjutnya menjelaskan bahwa semua domba yang percaya padanya tidak akan binasa karena mereka aman di dalam tangannya. Yesus menjelaskan alasan bagi keamanan mutlak mereka adalah karena Bapa “yang memberikan mereka kepadaku” itu “lebih besar daripada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (ay.28-29) … jadi, dalam cara ini, “Aku dan Bapa adalah satu”.

“Si Buta” pun dapat melihat bahwa konteksnya adalah mengenai “pekerjaan-pekerjaan” Yesus dalam misinya untuk melindungi umat Allah. Untuk membuat Yesus berbicara tentang “hakikat” atau “zat” merupakan sebuah pengenaan atas teks yang tak beralasan. Bukan itu maksudnya sama sekali!  Subjeknya adalah kesatuan pelayanan, yaitu kesatuan misi antara Bapa yang mengutus Mesias-Nya untuk menjadi agen-Nya dalam pekerjaan ini. Ini merupakan sebuah contoh klasik dari prinsip keagenan, karena kuasa Yesus untuk melindungi domba-domba berasal dari penugasan yang diberikan kepadanya oleh Bapa.

Ah, ada yang akan membantah, bahwa orang Yahudi ingin melempari Yesus “karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan dirimu dengan Allah” (ay.33). Akan tetapi, tolong jangan berhenti membaca di situ. Yesus sekali lagi mengoreksi tuduhan mereka yang keliru dan sesat. (Seberapa sering orang Yahudi salah memahami Yesus?) Ia menjelaskan bahwa bahkan para hakim dalam Perjanjian Lama yang diangkat oleh Allah disebut “allah” (sama seperti Musa disebut Allah di Keluaran 7:1, dan sama seperti raja di Mazmur 45!), sehingga masuk akal kalau Yesus disebut “Anak Allah” [yaitu sang Mesias] karena ia mencerminkan sang Prinsipal, yaitu Allah yang “mengutus” dia, dengan cara yang belum pernah dilakukan agen-agen sebelumnya.

Tidak ada agen yang diutus Allah sebelum dia, dapat mendekati status superior Yesus sebagai Anak Allah. Dia sepenuhnya diberikan kuasa, sepenuhnya diberdayakan untuk melakukan pekerjaan Allah dan melaksanakan misinya kepada domba-domba Bapanya. Perikop ini merupakan satu lagi contoh klasik dari prinsip keagenan yang baru kita pelajari.

Ini membawa kita kembali ke Yohanes 12:44. Kesaksian Yesus yang “keras” ini menyatakan bahwa jika kita percaya kepada dia, kita sebenarnya bukan percaya pada dia, tetapi pada Satu Allah yang mengutusnya sebagai agen-Nya yang sempurna.

Sebagai Mesias yang ditentukan Allah, Yesus menggantikan semua agen lain yang pernah datang sebelumnya. Ia lebih besar dari Musa, lebih besar dari malaikat mana pun. Sebagai agen model dari Allah, Yesus merupakan refleksi sempurna dari Sang Prinsipal, yaitu Allah. Mendengarkan dan melihat Yesus adalah mendengarkan dan melihat Bapanya. Inilah klaim dari seruan Yesus sendiri. Tentu saja, “prinsip keagenan” merupakan satu kunci master untuk memahami Satu Allah yang mengutus Anak-Nya. Dan sekarang kita adalah agen-agan Yesus di hadapan dunia. Wow!

  1. Werblowsky, R.J.Z., Wigoder, G. The Encycopedia of the Jewish Religion. New York: Adama Books, 1986, p. 15.
  1. Johnson, R.A. The One and the Many in the Israelite Conception of God. (Sebagaimana dikutip dalam buku saya They Never Told Me This in Church! dengan izin dari Juan Baixeras, 65).
  1. Anda mungkin ingin melihat bagaimana kunci ini membuka dua pengisahan yang tampak bertentangan dari peristiwa yang sama, seperti Matius 20:21 dan Markus 10:35-37. Siapa sebenarnya yang datang memohon kepada Yesus, anak-anak Zabedeus, atau ibu mereka? Anda sudah memiliki kuncinya!
  1. Di Kejadian 32 Yakub bergulat dengan “seorang laki-laki” dan melaporkan, “Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!” Daripada melompat pada kesimpulan yang dibuat banyak penafsir yang mengatakan Yakub bergulat secara fisik dengan Allah Sendiri (sebuah kemustahilan karena Yesus berkata, “Allah adalah Roh” di Yohanes 4:24, dan selain itu Allah adalah Mahakuasa), atau bahkan dengan “Allah Anak” sebelum dia berinkarnasi sebagai Yesus, mengapa tidak menerima penjelasan nabi Hosea sendiri bahwa Yakub bergulat dengan agen malaikat Allah … “ia bergumul dengan Malaikat dan menang (Hos.12:4-5)? Jika Anda berminat, berikut adalah sampel ayat-ayat Kitab Suci lain yang menunjukkan kesaksian Alkitab akan “prinsip keagenan” … Hak.4: 15-16; Kel. 13: 21 dengan Kel. 14: 19; Kel. 23:21-23, 30- 31; I Sam. 13: 3 & 4 di mana Yonatan sebagai anak dan agen Saulus yang melakukan pembunuhan, tetapi raja Saul sebagai prinsipallah yang akhirnya dikaitkan dengan kemenangan. 2 Sam. 3:18; 2 Raj. 14:27; 1 Taw. 11:14. Bandingkan juga 2 Taw. 4:11 di mana Huram menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan raja Salomo kepadanya, tetapi di ayat 18-19 pekerjaan itu dikaitkan dengan Salomo seolah-olah raja itu sendiri yang melakukan semua pekerjaan itu! Dll., dll.

Untuk membaca lebih banyak artikel dari Greg Deuble, silakan mengunjungi http://www.thebiblejesus.org/home.html

Berikan Komentar Anda: