SC Chuah | Covid-19 |

Kita mulai dengan membaca nas yang terkenal dari Filipi 4:6-7,

Janganlah khawatir tentang apa pun juga. Namun, dalam segala sesuatu nyatakan keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan serta ucapan syukur. Damai sejahtera Allah yang melampaui segala pengertian akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Yesus Kristus. (AYT)


KONTEKS NAS INI: TUHAN SUDAH DEKAT!

Untuk melihat urgensi dari nas ini, kita hanya perlu membaca satu kalimat sebelumnya di ayat 5, yaitu “Tuhan sudah dekat.” Dengan kata lain, nas ini sebaiknya dibaca seperti ini,

“Tuhan sudah dekat. Janganlah khawatir tentang apa pun juga. Namun ….”

Ketika membaca firman Tuhan, kita harus selalu mengingat bahwa Alkitab asli tidak mengandung sistem penomoran pasal dan ayat. Itu ditambahkan kemudian hari untuk mempermudahkan kita mengacu kepada ayat tertentu. Namun kelemahannya ialah, kita mengotak-ngotakkan firman Tuhan sehingga kita melewatkan konteknya.

Himbauan supaya tidak khawatir diberikan mengingat dekatnya kedatangan Tuhan yang kedua. Hal ini mirip dengan himbauan rasul Petrus di 2 Petrus 3:14,

Saudara-saudara yang kukasihi, karena kita menantikan hal ini, maka berusahalah dengan giat supaya Allah mendapati kamu tidak berdosa, tidak bernoda, dan berdamai dengan Allah.

Konteksnya juga tentang kedatangan Tuhan yang kedua. Justru karena kita menantikan-nantikan langit dan bumi yang baru (ayat 13), kita harus berusaha dengan giat supaya didapati-Nya dalam keadaan tertentu, yaitu dalam keadaan tidak berdosa, tidak bernoda, dan dalam keadaan damai. Para rasul dalam Perjanjian Baru tidak pernah mengajarkan tentang kedatangan yang kedua secara sistematis. Pengajaran seperti itu merupakan fenomena yang modern. Para rasul hanya menyinggung tentang hal itu di sana sini, tetapi semuanya diikuti dengan sebuah pesan penting yang urgen dan mendesak, yaitu supaya kita ditemukan pada kedatangan-Nya dalam keadaan siap. Seluruh dunia akan ditemukan dalam keadaan tidak siap, jangan kita. Pesan tentang kedatangan yang kedua jika diberitakan dan dipahami dengan benar akan menghasilkan “usaha yang lebih giat” untuk mengejar kekudusan hidup, bukan hanya rasa ingintahu yang lebih besar. Setiap kalimat dalam Perjanjian Baru ditulis dalam bayangan kedatangan Tuhan yang kedua. Itu sebabnya pembaca PB akan merasakan “deep sense of urgency” (keterdesakan) dalam nada penulis.   


KRISTEN MAKSIMUM DAN KRISTEN MINIMUM

Supaya kita lebih menghargai Filipi 4:6-7 tentang doa, saya akan menggambarkan kepada saudara dua macam orang Kristen, yang disebut, “Kristen maksimum” dan “Kristen minimum”. Pada dasarnya, setiap orang Kristen termasuk salah satu golongan.

Filsafah hidup seorang Kristen maksimum adalah kira-kira seperti ini: bagi dia hidup ini hanya satu kali saja dan tidak ada kesempatan yang lain, dan karena itu dia ingin menjalani kehidupan yang terbaik mungkin. Sebagai seorang pengikut Kristus, dia tahu bahwa yang terbaik ialah kehendak Bapa. Oleh karena itu, dia menanggapi setiap firman dengan serius karena dia tidak ingin melewatkan apa pun yang baik.

Sebagai contoh, seorang Kristen maksimal akan membaca nas seperti Filipi 4:6-7 dan berkata kepada diri sendiri, “Wow, hidup bebas dari kekhawatiran itu sesuatu yang mungkin!  Bukan hal mustahil!  Kata firman Tuhan, ‘Janganlah kamu khawatir tentang apa pun!’”. Dia akan membatin, “Jika kita tidak perlu khawatir tentang apa pun juga, bukankah itu juga berarti sebagai orang percaya, aku tidak perlu mengalami depresi satu hari pun dalam hidupku? Wow!” Orang Kristen seperti ini akan melihat itu sebagai kehendak Bapa bagi kehidupannya dan dia akan berusaha mewujudkannya. Ia percaya bagi Allah tidak ada yang mustahil. Setiap kali hatinya merasa gelisah dan tidak tenang, akan dipandangnya sebagai lampu merah yang menyala, sebagai alarm yang berbunyi, untuk mengadap Bapa. Orang Kristen maksimum ialah orang yang menanggapi firman Tuhan dengan serius. Di Matius 6, Yesus sampai berkata “Janganlah kamu khawatir” sebanyak tiga kali. Jadi, bukan saja dia percaya kepada kuasa Allah, tetapi juga kasih Bapa kepadanya. Orang Kristen seperti ini akan melihat setiap kekhawatiran dalam hatinya seperti asap yang keluar dari mesin mobil. Dia harus berhenti dan berbuat sesuatu.

Orang Kristen minimum pula, bukannya tidak pernah mendengarkan atau membaca nas-nas ini, tetapi mereka menanggap diri mereka orang Kristen “praktis”. “Ah, biasalah masalah kekhawatiran itu… kita kan manusia… manusia mana yang tidak pernah khawatir? Memangnya kamu tidak pernah khawatir?” Kita bahkan tidak dapat berdebat dengan mereka. Jujur saja, orang Kristen maksimum akan kalah debat dengan orang Kristen minimum. Dalam hal debat, mereka cukup lihai dan lantang.  

Orang Kristen maksimum akan menanggapi ayat seperti Efesus 4:31 dengan serius:

Buanglah segala macam kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan perkataan fitnah, juga semua kejahatan, jauhkanlah itu dari padamu.

Bagi dia kata “segala” artinya “segala”. Dia akan menganggap semua itu seperti sampah “organik” yang perlu segera dibuang. Sampah “organik” adalah sampah yang segera membusuk; makin lama disimpan makin busuk sampai tercium dari seluruh kepribadian kita. Orang Kristen maksimal akan tidur setiap malam tanpa mempunyai kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dengan siapa pun. Dia juga tidak akan memfitnah siapa pun.

Orang Kristen minimal pula tidak terlalu serius menanggapi firman Tuhan, bukan karena mereka tidak tahu atau tidak pernah dengar atau baca. “Apa salahnya sedikit marah, apa salahnya sedikit geram? Memang orangnya goblok kok!” Namun orang Kristen minimum seperti ini tidak sadar mereka berada dalam posisi yang sangat bahaya karena mereka dengan tepat dapat digambarkan sebagai orang yang, “melihat tetapi tidak melihat, mendengar tetapi tidak mendengar.” (Matius 13:13)


MENAGIH JANJI ALLAH DENGAN SERIUS

Orang Kristen maksimum juga seperti seorang anak kecil, akan menagih janji Allah dengan serius. Bagi dia, Allah adalah Bapanya, dan Bapanya tidak pernah berbohong. Ia tidak akan mengizinkan satu pun janji Allah yang tersedia umum bagi semua orang melewatinya. Di dalam firman Tuhan, ada banyak janji yang dijanjikan kepada orang tertentu atau bangsa tertentu. Namun ada banyak yang dimulai dengan “siapa saja” atau “barangsiapa”. Contohnya:

Kata Yesus kepada mereka, “Akulah roti kehidupan; siapa saja yang datang kepadaku, ia tidak akan pernah lapar lagi, dan siapa saja yang percaya kepadaku, ia tidak akan pernah haus lagi.  (Yohanes 6)

Pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru, “Siapa saja yang haus, baiklah ia datang kepadaku dan minum! 38  Siapa saja yang percaya kepadaku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.”  (Yohanes 7)

Tidak akan pernah lapar lagi? Tidak akan pernah haus lagi? Aliran-aliran air hidup? Yesus menjanjikan kepuasan batin yang abadi? Orang Kristen maksimal tidak akan membiarkan hari demi hari berlalu tanpa mengalami realita dari janji-janji ini. Dia tidak akan puas jika kehidupannya tidak sesuai janji Allah; dia tidak akan tenang menjalani kehidupan yang gitu-gitu saja. Dia tidak akan berhenti meminta.

Ada banyak cara kita dapat membedakan kedua jenis orang Kristen ini. Yang satu akan bertanya, “apa lagi yang dapat kulakukan?”, yang lain, “apa lagi yang dapat dikurangi?” Yang satu bertanya, “ berapa nilai maksimalnya?”, yang lain, “berapa nilai minimum untuk lulus? Berapa banyak dosa yang dapat kulakukan sebelum… ” Pokoknya, seorang Kristen minimum itu seperti seorang karyawan upahan, banyak hitung-hitungan dengan majikannya.

Sayangnya cara para penginjil memberitakan Injil lebih banyak menghasilkan orang Kristen minimum hitung-hitungan seperti yang saya gambarkan. Kita memberitakan keselamatan sebagai sebuah rumus masuk surga. Itulah caranya kita memikat dan mengumpan orang. Namun dalam Perjanjian Baru, keselamatan berkaitan dengan kelahiran kembali, dan kelahiran kembali adalah tentang hubungan dan relasi, secara khusus hubungan Bapa-anak. Tidak ada orang di dunia ini menghargai hubungan yang hitung-hitungan, apatah lagi Bapa di surga. Sayangnya cara kita memberitakan Injil menyebabkan orang “lahir kembali” sebagai karyawan upahan, bukannya anak!


SEGALA SESUATU DIPERBOLEHKAN, TETAPI BUKAN SEMUANYA BERGUNA DAN MEMBANGUN

Ada satu cara yang alkitabiah untuk membedakan orang Kristen maksimum dan orang Kristen minimum. Paulus berkata dua kali dalam suratnya kepada orang Korintus:

“Segala sesuatu halal bagiku,” tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak mau membiarkan diriku diperhamba oleh apa pun. (1 Korintus 6:12)

“Segala sesuatu diperbolehkan,” tetapi tidak semuanya berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan,” tetapi tidak semuanya membangun. (1 Korintus 10:23)  

Orang Kristen minimal hidupnya terfokus kepada apa yang halal dan diperbolehkan. Pertanyaan mereka selalunya berputar di sekitar, “Orang Kristen nonton TV boleh tidak? Ke bioskop boleh tidak? Main game boleh tidak? Minum alkohol boleh tidak? Liburan, jalan-jalan boleh tidak? Hobi ini hobi itu, salah tidak?” Mereka ini bukan orang jahat seperti pencuri dan perampok, tetapi hidup mereka dipenuhi dengan 1001 hal yang diperbolehkan, tetapi tidak berguna atau membangun. Mereka suka hidup di tebing jurang. Mereka ini orang yang “baik-baik” saja, tetapi “tidak berguna” kepada Tuhan.

Orang Kristen maksimum pula jarang sekali (bukan tidak pernah) menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Mereka lebih terfokus kepada apa yang berguna dan membangun. Mereka memaksimalkan hidup mereka dengan apa yang berguna dan membangun.


SEGALA SESUATU DALAM DOA?

Nah, setelah memahami perbedaan antara dua macam orang Kristen ini, kita berada di posisi yang lebih baik untuk memahami Filipi 4:6-7. Tema pesan saya hari ini ialah, “Segala Sesuatu dalam Doa” yang diambil dari Alkitab FAYH.

Janganlah kuatir akan suatu apa pun, melainkan bawalah segala sesuatu dalam doa. (FAYH)

Jika ada satu ayat yang dapat disebut sebagai kunci untuk membuka harta karun surgawi, inilah ayatnya. Ayat ini harus menjadi batu penjuru setiap jemaat, dan terpahat dalam hati setiap pengerja di jemaat, dari pengkhotbah, pemusik, guru sekolah minggu… sampai usher. Segala sesuatu harus dikerjakan dalam doa. Tidak seorang pun harus terlibat dalam pekerjaan Tuhan  dalam bentuk apa pun sebelum dia menjadi seorang pendoa. Umat Allah adalah umat yang berdoa.

Pertanyaan pertama ialah, mengapa harus demikian? Mengapa perlu membawa segala sesuatu dalam doa? Pada dasarnya, dunia ini terdiri dari dua kerajaan yang sangat berbeda: yang pertama disebut kerajaan manusia, yang lain adalah Kerajaan Allah. Ini merupakan dua kerajaan yang sangat berbeda dengan nilai yang berseberangan, bertentangan dan bertolak belakang. Yang satu, baru lahir satu kali; dan yang lain, telah lahir dua kali. Itulah sumber yang membedakan kedua kerajaan itu. Kita tidak perlu berbicara banyak tentang kerajaan manusia karena kita cukup akrab dengan nilai-nilai dari kerajaan itu.


CIRI-CIRI KERAJAAN ALLAH

Terpancang di tengah-tengah Kerajaan Allah ialah salib Kristus, yang menjadi jantung kepada setiap detak kehidupan dalam Kerajaan itu. Itulah pesan yang diberitakan, dan itulah kebanggaan dan kemegahan dalam Kerajaan Allah. Sebaliknya dalam kerajaan manusia, salib ialah sesuatu kebodohan dan kelemahan. Kerajaan manusia menghargai yang bijak, yang kuat seperti atlet, selebriti, politisi, yang kaya… mereka-mereka inilah yang disanjung tinggi.

Dalam Kerajaan Allah, salib menjadi fokus yang mengatur kehidupan dalam Kerajaan. Orang yang berada dalam Kerajaan Allah telah mati bersama Kristus, tetapi justru karena itu dialah paling hidup. Dia memperoleh dengan cara kehilangan; dia naik ke atas dengan cara turun ke bawah; dia ditinggikan dengan cara merendahkan diri. Dia paling kuat bila dia lemah, dan paling lemah bila merasa paling kuat. Dia miskin tetapi memperkaya banyak orang. Salib membawa paradoks yang luar biasa dalam kehidupan umat Kerajaan Allah.

Namun dua perbedaan yang paling utama ialah: pertama, Kerajaan Allah terdiri dari anak-anak kerajaan yang merupakan pelaku kehendak Allah Bapa mereka (Matius 12:50). Kerajaan manusia pula terdiri dari orang-orang yang melakukan kehendak manusia. Kedua, anak-anak Kerajaan tidak menaruh percaya pada hal-hal yang lahiriah, pada diri sendiri atau pada daging (Filipi 3:3). Sebaliknya, anak-anak manusia melakukan kehendak diri dan menaruh percaya pada diri sendiri.

Dengan kata lain, Kerajaan Allah terdiri dari para pelaku kehendak Allah yang hidup dalam ketergantungan kepada Allah. Sebaliknya, kerajaan manusia terdiri dari para pelaku kehendak manusia yang bergantung kepada diri sendiri. Itu sebabnya motto dalam Kerajaan Allah adalah, “Segala Sesuatu dalam Doa”. Dalam kerajaan manusia pula, “Segala Sesuatu Dengan Uang”. Dengan uang semuanya beres, semuanya jalan. Dalam Kerajaan Allah pula, yang menggerakkan segala sesuatu ialah doa. “Manusia tidak dapat menerima apa pun, kecuali hal itu diberikan kepadanya dari surga.” (Yoh. 3:27)


DUA HAL YANG TAK TERPISAHKAN

Inilah dua hal yang tak terpisahkan yang hanya dapat dimengeri oleh orang Kristen maksimum, yaitu kehendak Allah dilakukan dalam ketergantungan total kepada Dia. Orang Kristen minimum tidak akan pernah memahaminya. Orang Kristen minimum tidak akan pernah mengerti mengapa segala sesuatu harus dalam doa. Mereka bahkan tidak tertarik untuk berdoa.

Untuk memahaminya dengan tepat kita hanya perlu memandang kepada Yesus, sang Manusia Sempurna. Yesus adalah Manusia Sempurna justru karena dia adalah pelaku kehendak Bapa yang sempurna. Akan tetapi, dia jugalah yang mengatakan kalimat-kalimat seperti berikut:

Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya… Yohanes 5:19

Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri… Yohanes 5:30

Yang diakui Yesus di sini ialah ketidakberdayaan total yang membawa kepada ketergantungan total. Kehidupan Yesus ialah sebuah kehidupan yang dijalankan dalam ketergantungan total kepada Bapa, “Aku hidup oleh Bapa” (Yoh 6:57). Inilah yang menjadikan Yesus pelaku kehendak Bapa yang sempurna.


PARADOKS PERTUMBUHAN ROHANI

Ini membawa kita ke salah satu paradoks yang paling luar biasa  dalam kehidupan Kerajaan: pertumbuhan rohani adalah pertumbuhan dalam ketergantungan. Hal ini bertolak belakang dengan pertumbuhan lahiriah. Secara lahiriah, seorang bayi lahir dalam ketergantungan. Semakin dewasa bayi itu, semakin dia bebas dari ketergantungan itu. Tujuan pertumbuhan adalah kemandirian total! Anak yang masih bergantung pada orangtua pada usia 30 tahun besar kemungkinan ada yang kurang beres.

Sebaliknya, dalam Kerajaan Allah, pertumbuhan rohani  ialah pertumbuhan dalam ketergantungan. Semakin dewasa, semakin dekat kita dengan Bapa. Berdoa menjadi semakin mudah, justru karena kita semakin sadar akan ketidakberdayaan kita dalam melakukan kehendak-Nya. Saya dapat mengatakan tanpa merasa rasa sombong sama sekali bahwa semakin tua saya, semakin mudah saya berdoa kepada Bapa. Bukan karena saya lebih disiplin, atau banyak latihan, atau lebih kudus, tetapi justru karena saya merasa makin lemah dan tidak berdaya.  Hanya orang kuat yang tidak perlu berdoa; orang kuat bahkan tidak mengerti mengapa mereka harus meminta kekuatan.

Saya harus bergantung kepada Dia untuk hidup tidak khawatir; untuk hidup tidak marah-marah; untuk tidak kecewa; untuk hidup kudus di hati dan pikiran; untuk tidak menengking orang di jalan; terkadang bahkan untuk tidur… daftarnya tak akan pernah berhenti. Siapa di antara kita berdoa dulu sebelum bicara dengan suami atau istri ketika terjadi konflik? Cobalah, hasilnya sangat berbeda! Allah akan menjadi sangat nyata! Saya harap suatu hari saya dapat berkata seperti Yesus, “aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri.”


KONTRAS DI TAMAN GETSAMANI

Di Taman Getsamani kita melihat kontras yang tajam antara Yesus, sang pelaku kehendak Bapa dengan murid-muridnya. Yang satu berdoa sampai berkeringat darah, yang lain ketiduran sekalipun disuruh berdoa oleh Yesus! Itulah kenyataannya, orang yang tidak aktif melakukan kehendak Allah pasti ketiduran kalau disuruh berdoa, sekalipun yang menyuruhnya Yesus sendiri. Kita bahkan tidak tahu apa yang harus didoakan.

Sebaliknya Yesus, ketika bersungguh-sungguh ingin menggenapi rencana dan maksud Bapa, dalam ketidakberdayaannya didorong ke Getsamani, untuk berlutut kepada Bapa. Dalam melakukan kehendak Bapa, kita akan sering didorong hati untuk berlutut di hadapan Bapa tanpa perlu disuruh siapa pun.

Banyak yang sudah mencatat bahwa Yesus menghadapi cawan kematiannya dengan tenang sekali. Namun kemenangan itu terjadi di Getsamani dahulu. Di Getsamanilah doanya berubah dari “ambillah cawan ini dariku” menjadi “jadilah kehendak-Mu.” Kalah menangnya kita dalam kehidupan rohani  terjadi di tingkat doa terlebih dulu.


DAMAI SEJAHTERA ALLAH

Kiranya damai sejahtera Allah memelihara hati dan pikiran saudara semua, khususnya di masa pandemi ini. Inilah masanya untuk kita belajar bergantung kepada Allah dalam segala hal. Kata “memelihara” yang dipakai di Filipi 4:7 aslinya adalah bahasa militer. Damai sejahtera Allah akan menjadi seperti garnisun atau benteng kota yang melindungi hati dan pikiran kita. Di luar benteng kota, keadaan bisa babak belur, berdarah-darah, chaos dan kacau; tetapi isi kota berada dalam perlindungan. Demikian pula dengan hati dan pikiran kita.

Ini adalah damai yang melampaui segala pengertian; bukan seperti damai yang dunia berikan. Jangan salah, dunia juga banyak berbicara tentang damai dan amat menghargai damai. Namun damai yang dunia berikan sangatlah rapuh dan mudah terganggu oleh masalah-masalah kecil yang sepele.  Yang kita bicarakan di sini ialah Damai Sejahtera dari Allah.

  

Berikan Komentar Anda: