Pastor Eric Chang | Matius 23:34 |

Hari ini, kita lanjutkan penelaahan ajaran Yesus di Matius 23:34. Di ayat ini, Yesus mengecam kemunafikan orang-orang Farisi dengan sangat keras. Dan di bagian pengajaran Yesus yang lainnya, tidak kita temukan kecaman yang sedemikian keras terhadap kemunafikan dan terhadap orang-orang yang hidup di dalam kemunafikan semacam ini. Kita akan baca dari ayat 34-36:

Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!

Kita akan pusatkan perhatian kita pada ayat 34: Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota.

Nah, saya ingin agar anda perhatikan secara khusus tiga kategori orang yang akan dikirimkan pada hari-hari akhir zaman ini. Untuk khotbah ini, segenap konsentrasi kita arahkan pada para nabi. Para nabi ini tentu saja adalah para nabi Perjanjian Baru. Yesus berkata, “Aku mengutus,” bukannya, “Nabi-nabi yang telah diutus sebelumnya,” melainkan, “Aku mengutus kepadamu.” Kalimat ini diucapkan dalam present continuous tense (bentuk kalimat masa sekarang yang berkelanjutan). “Aku akan terus menerus mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat. Mereka akan terus berdatangan kepadamu untuk menyampaikan Firman Allah kepadamu, untuk menegurmu dalam setiap kemunafikan yang kau perbuat, sama seperti yang sedang kulakukan ini, mereka akan menegurmu dengan firman tentang pertobatan.”


Nabi-nabi, orang-orang bijaksana, ahli-ahli Taurat di zaman Perjanjian Baru?

Nah, pertama-tama, perhatikan tiga pembagian ini: nabi-nabi dan orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat. Masalahnya adalah bahwa, ketiga unsur ini: nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat, kita asosiasikan dengan tugas dan fungsi di masa Perjanjian Lama. Ini adalah kejutan pertama dari ayat ini. Kita beranggapan bahwa nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat sudah tidak ada lagi di masa Perjanjian Baru. Mereka adalah bagian dari masa Perjanjian Lama. Namun yang mengejutkan kita, Yesus berkata, “Tidak, Aku akan mengirimkan nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat kepadamu.”

Nah, Alkitab di dalam bahasa Ibrani disebut Tanakh. Tanakh terdiri dari tiga bagian: Torah, Nevi’im dan Ketuvim. Jika anda ambil huruf-huruf pertama dari ketiga kata tersebut (T, N dan K), gabungan dari ketiga huruf tersebut membentuk kata Tanakh, atau Alkitab. Apakah arti dari kata Torah, Nevi’im dan Ketuvim? Torah berarti Hukum Taurat, Nevi’im berarti Nabi-nabi, dan Ketuvim berarti Tulisan-tulisan. Kata berarti menulis, dan Ketuvim berarti tulisan-tulisan. Jadi, Alkitab Perjanjian Lama terdiri dari tiga bagian. Bahkan di dalam bahasa Ibrani, kata yang berarti Alkitab itu sendiri merupakan singkatan dari ketiga kata yang bermakna: Hukum Taurat, Nabi-nabi, dan Tulisan-tulisan. Yang termasuk Hukum Taurat adalah kelima kitab Musa. Yang termasuk Tulisan-tulisan adalah bagian yang bersifat sejarah dan juga ‘kitab-kitab puitis’ – demikianlah kitab-kitab itu disebut – yang termasuk kitab Ayub, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung dan Mazmur. Semua itu disebut Tulisan-tulisan. Dan yang termasuk Nabi-nabi, tentu saja, adalah tulisan-tulisan yang berhubungan dengan nabi-nabi tertentu, mulai dari Yesaya sampai Maleakhi, di dalam barisan ini terdapat berbagai nabi besar dan kecil. Disebut ‘besar’ atau ‘kecil’ bukan karena besar atau kecilnya peranan mereka, melainkan yang besar adalah mereka yang menyusun kitab kenabian yang panjang dan yang kecil adalah mereka yang kitab kenabiannya singkat saja. Ada beberapa nabi yang kitab kenabiannya hanya mencakup satu atau dua pasal saja.


Yesus menempatkan nabi pada urutan yang pertama

Jadi, pertama-tama, ketiga jabatan tersebut bukan saja tidak dibatasi pada Perjanjian Lama, malahan Yesus memasukkan ketiga jabatan ini ke dalam Perjanjian Baru. Dan kejutan yang kedua adalah bahwa dia mengubah urutannya. Perhatikan, Torah atau Hukum Taurat, merupakan unsur yang pertama di dalam pemikiran orang Yahudi: Taurat, Nabi-nabi, Tulisan-tulisan. Yesus mengubah urutan tersebut dan menempatkan nabi pada urutan yang pertama. “Aku akan mengutus kepadamu nabi-nabi.” Nah, Tulisan-tulisan disebut juga Kitab-kitab Kebijaksanaan atau Hikmat. Oleh karena itu, Kitab Amsal disebut juga Kitab Kebijaksanaan, demikian pula halnya dengan kitab Pengkhotbah. Mereka semua disebut Tulisan-tulisan mengenai Kebijaksanaan. Demikianlah, Yesus menempatkan orang-orang bijaksana pada urutan kedua, dan Hukum Taurat – Torah – diletakkannya pada urutan ketiga.

Nah, mengapa dia menempatkan nabi-nabi pada urutan pertama? Mengapa dia mengubah urutannya? Sangatlah penting bagi kita untuk memahami hal ini.

Hari ini, saya ingin membahas beberapa poin yang sangat penting, yang jika kita terapkan, akan mengubah wajah gereja secara keseluruhan. Saya tidak bermaksud membuat pernyataan yang berlebihan. Tidak ada hal yang dibesar-besarkan. Jika kita menerapkan ajaran Yesus, kita benar-benar akan merevolusi wajah, tampilan dan bahkan struktur gereja. Dan justru hal inilah yang sedang kita kejar, yakni merevolusi gereja yang ada sekarang ini kembali menjadi sama seperti yang diharapkan oleh Tuhan.


TIGA KELOMPOK ORANG YANG DIUTUS KEPADA JEMAAT

Nah, mari kita lanjutkan sejenak untuk meneliti ketiga bagian tersebut. Mengenai ahli-ahli Taurat, saya sudah menguraikannya beberapa waktu yang lalu, jadi saya tidak akan menghabiskan waktu lagi untuk membahas bagian yang ini. Namun anda bisa segera melihat betapa Yesus telah mengubah urutannya dan menempatkan nabi-nabi sebagai bagian yang lebih dipentingkan.

Saya bacakan bagi anda Yeremia 18:18. Di ayat ini, kembali kita lihat ketiga bagian tersebut, jadi anda bisa lihat bahwa ketiga bagian tersebut bukanlah sesuatu yang dikarang oleh Yesus. Di Yeremia 18:18, kita lihat adanya penentangan yang keras terhadap para nabi. Perhatikan, penolakan terhadap para nabi. Tidak ada jenis orang di Israel yang menghadapi penolakan yang lebih keras dibandingkan para nabi. Hukum Taurat tidak ditentang. Tulisan-tulisan Hikmat juga tidak ditentang. Sedangkan nabi-nabi, mereka menghadapi penolakan yang sangat keras. Di Yeremia 18:18, kita temukan adanya rencana untuk menentang dan membunuh Yeremia. Sudah seringkali mereka berupaya untuk membunuh Yeremia, sang nabi besar Tuhan ini.

Kemudian mereka berkata, “Datang dan marilah kita membuat rencana melawan Yeremia. Sebab torat tidak akan hilang dari imam, dan nasihat tidak akan hilang dari orang bijaksana, serta firman tidak akan hilang dari seorang nabi. Datang dan marilah kita berbantah dengannya, dan janganlah kita mengindahkan sedikit pun dari apa yang dikatakannya.” (ILT)

Mereka sedang berkata, “Tidak usah kita dengarkan omongan Yeremia. Dia itu gila, dan orang seperti dia tidak ada gunanya bagi kita. Para nabi seharusnya berada di pihak kita.” Nah, jika anda baca Perjanjian Lama, anda akan melihat bahwa mayoritas rombongan nabi berseberangan posisi dengan para nabi besar. Yeremia selalu saja berhadap-hadapan dengan kumpulan besar para nabi. Dia sendirian melawan rombongan besar para nabi zaman itu. Anda hanya perlu membaca kitab Yeremia untuk melihat pergulatan yang terus menerus yang berlangsung di antara mereka. Sebagai contoh, bacalah pasal 28, di mana terjadi pergulatan hebat antara nabi sejati dengan nabi-nabi palsu. Para nabi sejati selalu berada di pihak yang minoritas, dengan perbandingan bukan sekedar satu banding lima atau sepuluh, melainkan satu lawan semua. Seperti itulah biasanya statistik yang harus dihadapi para nabi sejati.

Nah, saya harap anda dapat lihat adalah adanya pembagian tiga lapis di dalam ayat ini, dan di dalam alam pikiran orang Yahudi. Hukum Taurat diasosiasikan dengan para imam, nasihat dengan orang-orang bijaksana, dan firman dengan para nabi. Ini adalah hal yang sangat menarik karena di sini kita dapati ketiga lapis pembagian itu urutannya berbeda dengan yang disampaikan oleh Yesus. Yesus menempatkan nabi sebagai urutan yang pertama. Namun di sini, nabi ditempatkan pada urutan terakhir. Lalu, ayat di kitab Yeremia ini menempatkan hukum Taurat sebagai yang pertama, sedangkan di dalam ajaran Yesus, Taurat ditempatkan pada bagian yang terakhir. Urut-urutannya saling berlawanan. Namun perhatikan adanya pembagian yang tiga lapis ini. Hukum dihubungan dengan imam. Nasihat dihubungkan dengan para pemimpin atau tua-tua, atau para raja. Dan, hal yang cukup menarik adalah bahwa kitab-kitab hikmat pada umumnya ditulis oleh para raja. Mazmur oleh Daud, Amsal dikatakan ditulis oleh Daud dan juga Salomo, lalu Pengkhotbah oleh Salomo, dan sebagainya. Para raja sangat peduli dengan hikmat karena tanpa hikmat, seorang raja tidak bisa memerintah. Dan anda tentu ingat ketika Salomo naik takhta, hal yang dia minta, jauh mengatasi yang lainnya, adalah hikmat. Dia lalu memperoleh hikmat, tetapi dia ternyata tidak hidup sesuai dengan hikmat tersebut.

Di sini kita dapati bahwa ajaran Yesus mengatakan, “Aku akan mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana (ini merujuk kepada para tua-tua atau para pemimpin jemaat, karena hikmat adalah hal yang paling penting bagi kepemimpinan di dalam jemaat) dan ahli-ahli Taurat (yang ini adalah rujukan kepada Hukum yang memiliki kaitan dengan para imam).” Dan tentu saja, kita sekarang adalah bangsa imamat, sepertI yang kita ketahui dari Perjanjian Baru. Kita telah ditahbiskan menjadi imam-imam bagi Allah yang hidup. Hal ini tidak sekedar mencakup kami, bukan sekedar para pendeta dan penginjil, melainkan setiap orang Kristen, semuanya adalah imam.

Salah satu doktrin besar dari masa reformasi, yang diperjuangkan oleh kaum reformis, adalah menyingkirkan imamat khusus – sebagaimana yang dipraktekkan di kalangan tertentu– dengan dasar bahwa imamat berlaku bagi setiap orang percaya. Imam bukan kelompok khusus di tengah masyarakat yang berjalan berkeliling dengan mengenakan jubah hitamnya. Setiap orang Kristen adalah imam. Dan ini adalah salah satu doktrin penting yang diperjuangkan oleh kaum reformis agar berlaku lagi di dalam gereja, yaitu pengajaran alkitabiah bahwa setiap orang Kristen adalah imam Allah. Kita tidak membutuhkan orang lain untuk menjadi pengantara kita dengan Allah karena kita semua memiliki akses langsung kepada Allah. Demikianlah, dari sini kita bisa lihat ketiga lapis pembagian itu.

Kita bisa lihat juga di Yehezkiel 7:26,

“Bencana demi bencana akan datang, kabar demi kabar akan tersiar. Mereka akan menginginkan suatu penglihatan dari nabi, pengajaran hilang lenyap dari imam, dan nasihat dari tua-tua.”

Sekali lagi, di sini, anda lihat bahwa nasihat (hikmat) dikaitkan dengan para tua-tua yang merupakan pemimpin masyarakat. Namun Yehezkiel berkata bahwa para nabi mengalami kesulitan untuk mendapatkan penglihatan, mereka sedang mencari penglihatan; para imam tidak lagi memahami hukum; dan para tua-tua tidak lagi memiliki hikmat, tak punya nasihat lagi. Demikianlah, di sini kembali kita temukan tiga lapis pembagian itu.

Pokoknya Yesus sedang mengatakan bahwa di dalam gereja nantinya akan ada nabi-nabi, akan ada para pemimpin – orang-orang yang dilengkapi dengan hikmat rohani yang berasal dari atas, yang sangat berbeda dari hikmat manusia. Dan akan ada hukum baru, hukum Allah yang akan diajarkan dan dipelihara oleh segenap imamat umat Allah. Ini semua baru bahan bahasan pengantar. Saya akan segera masuk ke dalam pokok tentang nabi-nabi.


AH, KALAU SAJA SELURUH JEMAAT TUHAN MENJADI NABI!

Di mana ada nabi sekarang ini? Bagaimana mungkin Yesus berkata, “Aku akan mengutus kepadamu nabi-nabi,” tetapi kita tidak menemukan adanya nabi? Mungkin kita bisa bertemu dengan beberapa tua-tua. Mungkin kita bahkan bisa menemukan beberapa orang Kristen yang berperilaku seperti imam, walaupun orang-orang seperti ini sangat sulit didapatkan. Namun bagaimana dengan nabi? Adakah nabi di sekitar anda? Bisakah anda sebutkan nama seorang nabi di tengah generasi sekarang ini? Atau dari generasi yang sebelumnya? Atau dari generasi yang sebelumnya lagi? Siapa, dan di mana, adanya nabi-nabi Allah ini? Begitu parah keadaannya, dan kita perlu merenungkan hal ini. Nah, jika tidak ada nabi lagi, lalu siapakah yang akan dikirimkan oleh Tuhan kepada bangsa Israel? Siapa yang akan Dia utus kepada dunia? Di mana adanya nabi-nabi yang akan Dia utus, yang ditaruhnya di urutan pertama dari ketiga golongan tersebut? Para nabi, terutama, adalah orang-orang yang akan Dia utus. Lalu di mana para nabi ini?

Orang-orang datang kepada Musa dan berkata kepadanya, “Kau tahu, ke-70 orang tua-tua itu telah mendapat urapan. Mereka juga bernubuat sekarang. Engkau bukan lagi satu-satunya nabi. Kau tahu, orang-orang itu telah berani bernubuat dan menjalankan fungsi kenabian, dengan demikian engkau, Musa, bukan lagi satu-satunya nabi di tengah Israel.” Mereka mengira bahwa dengan menjadi banyaknya jumlah nabi, maka hal ini telah menurunkan derajat Musa. Mereka berpendapat bahwa tugas dan jabatan sebagai nabi Allah seharusnya dijaga agar tetap ada di pundak Musa saja. Sekarang semua tua-tua malah ikut-ikutan bergumam seperti nabi yang sedang kepenuhan dan mengeluarkan nubuatan-nubuatan, dan hal ini tampaknya menguatirkan banyak orang karena mereka mengira status Musa akan turun karenanya. Namun, di Bilangan 11:29, kita menemukan jawaban yang indah dari Musa, “Ah, kalau saja seluruh jemaat TUHAN menjadi nabi.” Anda lihat cara berpikir hamba Allah yang besar ini. Bukan saja dia tidak cemburu melihat orang lain bernubuat, dia justru berharap agar semua umat-Nya bisa bernubuat, agar mereka semua menjadi nabi, dengan demikian akan terbentuk komunitas para nabi.


PAULUS MEMILIKI VISI YANG SAMA SEPERTI MUSA

Saat saya meneliti Perjanjian Baru, saya juga melihat visi yang sama di Perjanjian Baru. Saya bahkan melihat visi ini disampaikan dengan sangat jelas. Di 1 Korintus 14:1, Paulus mendorong jemaat di Korintus agar mereka semua mengejar karunia nubuat. “Kiranya engkau semua menjadi nabi.”

“Berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat.”

Kemudian dia ulangi lagi hal ini di ayat 39 di pasal yang sama. Dia berkata, “berusahalah memperoleh karunia bernubuat.” Hal ini dikatakannya bukan sekedar sebuah anjuran. Dia berkata, “Kejarlah karunia nubuatan ini dengan sepenuh hati.”

Mengapa nubuatan lenyap dari gereja? Ini adalah pertanyaan yang sangat menarik. APa yang terjadi dengan nubuatan? Saya ingin tanyakan hal ini kepada anda: kalau tidak dipenuhi oleh catatan para nabi, seperti apa isi Alkitab yang akan kita miliki? Tokoh pertama yang disebut nabi adalah Abraham. Dari Abraham di kitab Kejadian sampai dengan Maleakhi, yakni kitab terakhir di dalam Perjanjian Lama, kita temukan sebuah aliran para nabi. Dan di setiap generasi, Alkitab memberi kesaksian bahwa Allah telah mengutus hamba-hamba-Nya, para nabi, untuk berbicara pada setiap angkatan. Namun di mana adanya nabi sekarang ini? Suara Tuhan, sudah menjadi bisu? Apakah Dia tidak lagi berbicara kepada kita melalui para hamba-Nya sehingga kita terpaksa harus mendengarkan omongan orang-orang yang tidak punya visi? Sekumpulan orang yang telah takluk sepenuhnya pada cara berpikir dunia? Apa yang telah terjadi dengan para nabi sekarang ini? Di manakah para nabi itu?

Benar, kita punya nabi pada abad pertama, para nabi Perjanjian Baru. Namun semenjak abad ke-2, para nabi ini telah menjadi punah. Mereka telah tersapu bersih dari gereja. Apa yang telah terjadi dengan mereka? Para nabi yang tersisa pada abad ke-2 hanyalah nabi-nabi sesat. Tak ada lagi nabi sejati yang bisa ditemukan. Apa yang telah terjadi dengan para nabi Allah? Ke mana perginya mereka?

Akan  tetapi rasul Paulus menilai karunia nubuatan in sedemikian pentingnya sehingga dia menyuruh jemaat di Korintus, setiap orang Kristen, untuk mengejar karunia nubuatan karena dia memiliki visi yang sama seperti Musa: Ah, kalau saja seluruh jemaat TUHAN menjadi nabi.

Saya juga memiliki visi bahwa seluruh umat Allah seharusnya menjadi nabi, bahwa setiap orang dari anda semua menjadi nabi, setiap orang menyampaikan Firman Allah bagi generasi ini. Saya tidak akan merahasiakannya. Alasan mengapa kami memiliki program pelatihan di sini, pelatihan bagi jemaat awam, pelatihan tingkat lanjutan, dan sebagainya, semua itu adalah cara sistematis untuk melangkah maju mengejar tujuan agar setiap umat Allah menjadi nabi. Sebagaimana yang anda tahu, anda tidak akan bisa menjadi nabi tanpa adanya pelatihan. Anda tidak bisa begitu saja bangkit dan langsung berbicara. Memang benar, ini adalah suatu karunia dari Roh, akan tetapi ada langkah-langkah dan prosedurnya. Itulah sebabnya mengapa Paulus memberitahu jemaat di Korintus tentang cara untuk mendapatkan karunia nubuatan. “Akan kutunjukkan hal yang lebih utama kepadamu,” demikian katanya, dan dia lalu mulai mengajari mereka akan hakekat dari kasih sebagai langkah yang paling dasar, hal yang akan kita lihat sesaat lagi.


KETIKA TERJADI KEMUNDURAN ROHANI, MAKA LENYAP PULALAH NUBUATAN

Jika anda perhatikan sejarah kerohanian dari umat Allah di dalam Alkitab, anda akan melihat bahwa nubuatan selalu menurun sejalan dengan penurunan kehidupan rohani umat Allah. Setelah Maleakhi, tidak ada lagi nabi untuk waktu 400 tahun. Anda bisa baca hal itu di kitab Makabe. Nubuatan telah berhenti di Israel. Selama 400 tahun itu tidak ada lagi nabi. Tidak ditemukan nabi di mana-mana. Kegelapan melanda umat Allah. Suara Allah tidak lagi terdengar melalui para nabi di Israel. Dengan terjadinya kemunduran rohani, secara mendadak pula nabi-nabi menghilang.

Namun dengan adanya kebangkitan rohani, para nabi lalu muncul lagi. Sungguh mengesankan bahwa dengan kedatangan Yesus, tiba-tiba saja terjadi lonjakan aktivitas kenabian, yang bisa anda lihat di dalam Perjanjian Baru. Tiba-tiba saja muncul banyak nabi yang tampil menjelang kedatangan Kristus. Ada nabiah Ana, nabi Simeon, bahkan Zakharia yang adalah seorang imam juga mulai bernubuat di dalam Bait Allah. Saat itu juga tampil Yohanes Pembaptis. Tiba-tiba saja muncul sekumpulan nabi sebelum datangnya sang Mesias. Dan tentu saja, Yesus sendiri disebut sebagai nabi di dalam Perjanjian Baru. Malahan dia sendiri mengklaim dirinya sebagai nabi. Saat mereka menganiayanya, dia berkata,

“Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” (Matius 13:57).

Yang tidak mau mendengarkan sang nabi biasanya justru umatnya sendiri. Dan perhatikan juga prinsip yang penting ini, jika terjadi kemunduran rohani, maka nubuatan juga ikut lenyap. Dan dengan prinsip ini, kita bisa segera katakan bahwa sejak abad ke-2 di dalam sejarah gereja, keruntuhan rohani datang seperti kabut yang melanda jemaat Kristen, dan nubuatan juga lenyap.


JEMAAT LEBIH MEMILIH PARA CENDEKIAWAN DIBANDINGKAN NABI

Apa yang terjadi di dalam sejarah gereja? Sejak abad ke-2, siapakah yang menjadi pimpinan jemaat? Para cendekiawan. Para cendekiawan ini datang dan mengambil alih pengurusan gereja dan mendesak keluar para nabi, dan lenyaplah nubuatan. Hal ini sangat berbahaya. Sejak abad ke-2, mulailah tradisi kepemimpinan gereja di bawah pengelolaan kaum cendekiawan: Origen, Clement di Alexandria dan seterusnya, mereka semua adalah para cendekiawan yang terlatih dalam pemikiran Yunani. Pada dasarnya, mereka adalah para teolog filsuf. Mereka masuk dan mendominasi kehidupan gereja. Mereka membangun aliran-aliran mereka sendiri. Aliran yang dikembangkan oleh Clement dari Alexandria terkenal sampai cukup lama, menjadi yang paling berpengaruh di tengah gereja. Secara berangsur-angsur, para cendekiawan mulai mengambil alih. Yang kami maksudkan sebagai cendekiawan di sini adalah mereka yang ahli dalam bidang filsafat Yunani, karena pada zaman itu kecendekiawanan itu berarti keahlian dalam bidang filsafat, secara khusus filsafat Yunani. Dan anda cukup membaca sejarah gereja untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Mereka mulai memperlakukan Injil menurut cara berpikir filsafat Yunani, hal ini bahkan sudah dilakukan oleh Justin sang Martir sejak abad pertama. Justin Martir adalah seorang ahli filsafat Yunani. Hal ini bukan berarti bahwa para cendekiawan ini tidak mengasihi Tuhan. Anda jangan salah sangka. Mereka mengasihi Tuhan. Jadi tidak bisa diartikan bahwa mereka memiliki hati yang tidak tulus kepada Tuhan. Hanya saja, orang-orang seperti mereka ini yang dijunjung tinggi oleh jemaat. Justin Martir, sebagaimana ditunjukkan oleh namanya, adalah seorang martir. Dia mati karena membela Injil. Masalahnya adalah, justru dia orang pertama yang mengambil langkah menafsirkan Injil berdasarkan filsafat Yunani.

Dan segera saja, sejak abad ke-2, generasi demi generasi, apa yang kita lihat kemudian? Para cendekiawan kemudian menjadi para pemimpin di gereja-gereja. Mereka mendominasi gereja dengan pemikiran Yunani dan juga filsafat Yunani mereka. Mereka membuat penafsiran Injil di dalam bahasa Yunani bagi masyarakat Yunani. Mereka tampaknya seperti sangat berjasa kepada gereja. Memang tidak bisa diragukan bahwa mereka memang berjasa. Namun yang terjadi selanjutnya adalah masuknya keduniawian. Pola pikir yang duniawi mulai mendominasi gereja. Dan begitu anda masuk ke dalam Abad Pertengahan, tak banyak lagi hal kristiani yang tersisa di tengah gereja. Anda cukup melihat perilaku dan tindak-tanduk mereka yang hidup di Abad Pertengahan, yang juga disebut sebagai Abad Kegelapan. Dan di sana juga, kembali kita melihat betapa para cendekiawan telah mendominasi segala sesuatunya. Bahkan sampai ke abad reformasi, siapakah yang mendominasi arena? Erasmus adalah seorang cendekiawan filsafat Yunani. Luther, seorang pakar filsafat Yunani, demikian seterusnya. Mereka semua adalah para pakar filsafat Yunani, mereka semua didominasi oleh aliran pemikiran tersebut. Hal ini bukan berarti bahwa mereka memang dengan sengaja menyimpang dari Firman Allah. Sama sekali tidak. Uraian ini bukan merupakan penghakiman terhadap mereka. Jemaatlah yang menempatkan mereka ke panggung utama. Jemaatlah yang menghendaki orang-orang seperti mereka untuk mengelola gereja bagi mereka.


GEREJA ZAMAN INI JUGA MENGINGINKAN CENDEKIAWAN MENJADI GEMBALA

Dan di zaman sekarang ini, kita juga melakukan hal yang sama. Ada banyak majalah Kristen yang saya terima. Dan di dalam majalah-majalah tersebut, anda bisa lihat iklan lowongan bagi gembala dan pelayan gereja lainnya. Terjadi kekurangan pendeta dan pelayan-pelayan gereja di mana-mana. Nah, hal apakah yang menjadi persyaratan mereka? Para calon pendeta harus punya gelar ini dan itu. Selalu saja gelar, gelar, gelar. Anda lihat? Kita menghendaki cendekiawan, setidaknya orang yang bisa disebut cendekiawan. Mempunyai gelar tidak lantas membuat anda menjadi cendekiawan. Namun setidaknya, mereka akan berpikir bahwa anda ini termasuk intelektual. Mereka ingin orang intelektual yang menjadi pendeta! Mereka tidak mempersoalkan apakah orang tersebut saleh atau tidak. Hal tersebut tidak mereka pedulikan. Kita tidak butuh rekomendasi dari seorang abdi Allah untuk memastikan apakah seorang calon itu adalah abdi Allah atau bukan. Tak ada rekomendasi yang diperlukan. Yang ingin mereka lihat hanyalah gelar anda dan dari mana ijazah anda berasal. Nah, jika ijazah anda nilainya tinggi dan asalnya dari kampus ternama, beres sudah. Ada apa ini? Kita tidak menghendaki nabi. Kita menghendaki cendekiawan bagi gereja.

Ada sebagian gereja yang terlalu kecil untuk bisa membiayai gaji pendeta bergelar, karena gaji bagi para pendeta semacam ini terlalu tinggi. Mereka tidak bisa membayarnya. Jadi, ada juga gereja yang tidak menuntut gelar kesarjanaan, dan biasanya ini adalah gereja-gereja yang tidak sanggup membayar gaji pendeta bergelar. Oleh karena itu, mereka cukup puas mendapatkan pendeta tanpa gelar. Namun bagi gereja-gereja besar, saya berani pastikan kepada anda, tak ada gereja besar yang saya ketahui di negeri ini – kecuali yang benar-benar rohani, dan dalam kasus ini, saya ingin tahu adakah gereja besar yang semacam itu supaya saya bisa bersekutu dengan mereka – tak ada gereja besar di negeri ini yang tidak meneliti ijazah anda. Jika anda tidak meletakkan ijazah anda di atas meja, maka tidak akan ada pekerjaan pastori bagi anda. Taruh dulu ijazah anda di atas meja. Selanjutnya kita bisa membahas gaji anda sebagai langkah lanjutannya.

Lalu sang pendeta akan berkata, “Berdasarkan ijazah saya, maka gaji yang anda tawarkan itu terlalu rendah. Naikkanlah bayarannya dan saya mungkin akan mempertimbangkan untuk menggembalai jemaat anda.” Jika anda ikut hadir di dalam rapat semacam ini, anda akan bertanya-tanya apakah ini rapat gereja atau rapat bisnis. Anda akan lupa sedang berada di tengah rapat macam apa begitu tawar menawar gaji ini dimulai. Demikianlah, wakil jemaat akan berkata, “Baiklah, kami tawarkan $2,000 buat anda.” Lalu sang pendeta akan berkata, “Terlalu sedikit. Dengan ijazah saya, seharusnya $2,500.” Dan wakil jemaat akan menawar, “Bagaimana kalau $2,300?” Demikianlah, tawar menawar itu terus berlangsung dan akhirnya mereka sepakat pada angka $2,350. Baiklah, sudah beres. Bagus. Sekarang kita bisa lanjutkan dengan urusan jemaat.

Seperti itulah kekristenan zaman sekarang. Mengapa? Karena orang-orang semacam inilah yang kita inginkan. Jika orang-orang semacam ini yang kita inginkan, maka gelar itu harus dibayar menurut harga tertentu. Dan semakin banyak gelar, semakin mahal pula harganya. Gelar doktor kehormatan bisa menambahkan beberapa dolar. Dengan dasar seperti ini, berlangsunglah tawar menawar tersebut. Tak heran jika gereja yang kita miliki adalah gereja di mana suara Allah tidak terdengar. Apakah saya berbicara apa adanya atau saya berbohong? Silakan periksa sendiri ke gereja-gereja yang ada. Apakah saya membesar-besarkan masalah? Silakan anda sendiri yang menilai. Silakan pergi dan bertanya pada gereja-gereja tersebut, “Bagaimana cara anda menerima pendeta untuk bekerja di sini? Apakah persyaratan yang anda ajukan bagi calon pendeta?” Silakan anda tanya mereka dan lihat sendiri apakah saya menyampaikan kebenaran atau tidak. Saya tidak sedang mengolok-olok gereja. Sekedar menyampaikan hal ini saja sudah sangat menyedihkan hati saya. Kita harus kembali pada pola-pola yang alkitabiah jika kita ingin bertahan di zaman sekarang ini.


NUBUATANLAH YANG MEMBANGUN GEREJA

Mengapa nubuatan menjadi sangat penting? Tanyakan saja kepada rasul Paulus. Mengapa dia ingin agar semua orang di gereja bernubuat? Dia jelaskan sendiri hal tersebut di 1 Korintus 14. Mari kita baca 1 Korintus 14 untuk melihat mengapa Paulus begitu menghargai nubuatan. 1 Korintus 14:1-4,

1 Kejarlah kasih itu dan berusahalah memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat. Siapa yang berkata-kata dengan bahasa lidah, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengertinya, oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia. Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur. Siapa yang berkata-kata dengan bahasa lidah, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun jemaat.

Jadi, demikianlah katanya, aku ingin agar kamu semua bernubuat. Mengapa? Karena hanya dengan bernubuat maka kamu bisa membangun jemaat. Namun kita sudah tidak mendengarkan nubuat lagi untuk sekitar 2.000 tahun. Lalu bagaimanakah seharusnya cara jemaat dibangun? Saya ingin bertanya kepada anda. Paulus memberitahu kita bahwa nubuatanlah yang membangun jemaat. Dan sekarang ini kita justru berpandangan bahwa para cendekiawanlah yang membangun jemaat. Namun, lihat saja apa yang telah mereka dirikan bagi kita! Nubuat, kata Paulus di ayat 3, membangun, menasehati dan menghibur. Nubuat melakukan tiga hal. Sebaliknya, tanpa nubuat, maka anda akan mengalami kesukaran membangun jemaat. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa hanya nubuat yang membangun jemaat, tetapi tanpa adanya nubuat yang merupakan alat utama, berarti anda telah kehilangan alat yang utama itu. Saya sampaikan sekali lagi, nubuat, ditempatkan oleh Yesus di urutan pertama, anda telah kehilangan alat utama yang, pertama-tama, membangun, kedua, menasihati, dan ketiga memberi penghiburan. Anda telah kehilangan alat yang dipakai untuk melakukan semua itu. Tidak heran jika para pendeta cendekiawan tersebut mengalami kesulitan di dalam membangun gereja secara rohani sekarang ini. Tanpa nubuatan, gereja Kristen secara rohani telah runtuh ke tingkatan moral yang memalukan. Para nabi di setiap generasi, para hamba Allah yang hebat itulah, seperti Elia dan Elisa yang untuk sesaat bisa menarik Israel dari tepi jurang kebinasaan, walau akhirnya dari nabi Yesaya sampai Maleakhi mengecam Israel karena mereka tidak mau mendengarkan, sebagaimana yang bisa kita lihat di dalam firman yang ditujukan kepada Yeremia. Mereka tidak akan mau mendengarkan-Nya (Yer 7:25, 25:4-5, 29:19, 35:14b-15, 44:4-5)

Nah, jika memang demikian halnya, saya harap anda juga perhatikan 1 Korintus 14:6. Di sini Paulus sedang menjadikan dirinya sebagai contoh,

“Jadi, saudara-saudara, jika aku datang kepadamu dan berkata-kata dengan bahasa lidah, apa gunanya itu bagimu, jika aku tidak berbicara kepadamu dengan penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?”

Tentu saja, kata penyataan ini dikaitkan dengan hal apa? Nubuat. Di pasal yang sebelumnya, pengetahuan dan penyataan dihubungkan secara erat, hal yang bisa anda lihat di 1 Korintus 13:8 yang menyebutkan bahwa bahasa lidah akan berakhir, pengetahuan akan lenyap, nubuatan juga akan lenyap. Nubuatan dan pengetahuan dikaitkan dengan erat. Dan selanjutnya, Paulus berkata, “Kalau aku datang kepadamu, bagaimana aku bisa membangun kamu, bagaimana aku bisa memberimu sesuatu yang bernilai kecuali jika aku memberikan penyataan dari Allah? Dengan cara apa selain melalui nubuat atau melalui pengetahuan rohani? Bagaimana hal itu bisa diwujudkan?” Lalu dia secara khusus menyebutkan lagi tentang nubuat dan pengetahuan.

Namun ingatlah bahwa selama 2.000 tahun gereja telah berjalan tanpa nubuatan. Sebagai akibatnya lihatlah sejarah gereja yang begitu memalukan. Perhatikanlah sejarah! Lihat apa yang terjadi pada gereja jika kita serahkan gereja ke tangan para cendekiawan. Lihat apa yang terjadi? Dan di zaman sekarang ini, gereja bukan hanya berada di tangan para cendekiawan saja, gereja juga masuk ke dalam genggaman tangan para pengusaha. Lihat saja anggota dewan pimpinan di gereja-gereja pada umumnya. Mereka semua terdiri dari para pengusaha, akuntan dan manajer, karena gereja zaman sekarang menguasa begitu banyak properti sehingga anda tidak akan bisa mengurusnya tanpa melibatkan para pengusaha. Demikianlah, bukannya  para nabi, justru para cendekiawan dan pengusaha yang mengurus gereja. Bagaimana kita akan melanjutkannya dengan cara ini?


NUBUATAN SUDAH BERAKHIR, ATAU AKAN BERAKHIR?

Akan tetapi, gereja bukan saja buta terhadap realitas bahwa kita tidak memiliki nabi-nabi lagi di tengah jemaat sejak abad ke-2, gereja bahkan membenarkan keadaan ini.

Saya sempat membaca sebuah artikel di jurnal terbitan Westminter Theological Seminary, salah satu seminari yang terpandang di Amerika. Dan di dalam jurnal tersebut ada artikel yang menjelaskan bahwa nubuatan sudah tidak ada lagi karena kita tidak membutuhkannya. Astaga! Para cendekiawan itu telah melakukan jasa besar! Mereka tidak saja telah menghalau keluar para nabi, mereka bahkan berkata kepada kita bahwa kita tidak membutuhkan lagi nubuatan karena, syukur kepada Allah, sudah ada para cendekiawan! Siapa yang membutuhkan nabi? “Anda sudah memiliki kami. Anda sudah memiliki para cendekiawan lulusan Wesminter Theological Seminary, dan dari seminari-seminari yang lainnya juga. Siapa yang membutuhkan nabi?” Lagi pula, para nabi itu tidak lain dari kumpulan orang fanatik yang tidak memiliki keseimbangan mental, aneh dan sebagainya. Anda sudah memiliki cendekiawan, orang-orang terhormat yang berbicara secara teratur dalam segenap kepandaian mereka. Tidak masalah jika anda kurang mengerti apa yang mereka sampaikan karena semakin sedikit yang bisa anda pahami, maka akan semakin kagum anda pada kelihaian mereka. Mereka begitu terpelajar sehingga anda tidak bisa mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Namun ciri khas dari para nabi di dalam Perjanjian Lama adalah mereka berkomunikasi. Anda bisa memahami apa yang sedang mereka sampaikan. Nah, mungkin sekarang ini anda tidak bisa memahaminya, tetapi saya beritahu anda, orang-orang pada zaman dahulu yang mendengarkan ucapan mereka sangat mengerti apa yang sedang mereka sampaikan. Itulah sebabnya mengapa mereka begitu berat menganiaya para nabi. Tidak ada hal yang disampaikan oleh para nabi yang tidak dipahami bahkan oleh orang-orang di jalanan, saya berani pastikan kepada anda akan hal ini. Mereka tahu apa yang sedang dibicarakan oleh sang nabi. Mereka tahu keadaan yang sedang dihadapi. Ketika pertama kali saya membaca kitab Yehezkiel, saya tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Yehezkiel. Namun setelah saya membaca latar belakang sejarah di zaman Yehezkiel, kemudian saya baca lagi kitab Yehezkiel itu, saya bisa memahaminya dengan sangat baik. Begitu saya telah membaca latar belakang sejarah zaman Yehezkiel, saya bayangkan diri saya sebagai salah satu pendengar saat itu yang tahu keadaan yang sedang terjadi, dan para pendengar Yehezkiel tentunya akan sangat mengerti apa yang sedang disampaikan oleh Yehezkiel. Jangan beranggapan bahwa para nabi adalah orang-orang yang menggumamkan ucapan-ucapan yang tidak jelas, seperti yang kadang dilakukan oleh para cendekiawan. Para nabi saat itu adalah komunikator yang ulung, pengkhotbah yang hebat, yang ucapan-ucapannya sangat mudah dipahami oleh para pendengar mereka saat itu. Seperti itulah para nabi zaman dahulu. Mereka bahkan memakai lambang-lambang, perumpamaan-perumpamaan, untuk memastikan bahwa masyarakat mengerti dengan baik dan bisa mengingat dengan baik pula akan hal yang mereka sampaikan. Mereka adalah para komunikator yang paling unggul pada zaman itu, tidak seperti para gembala cendekiawan kita di zaman sekarang ini.

Selanjutnya, saya akan tunjukkan kepada anda apa yang menjadi argumen mereka, yakni argumen dari artikel di dalam jurnal Westminter Theological Seminary itu. Saya satukan saja mereka di dalam satu nama. Semua seminari lainnya kemungkinan besar akan mendukung apa yang disampaikan oleh artikel di dalam jurnal Westminter ini. Argumen mereka pada dasarnya diambil dari ayat yang sedang kita bahas di 1 Korintus 13:8. Dan inilah pendapat para cendekiawan kita.

Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa lidah akan berhenti; itu dia! Nubuat akan berakhir. Ini dia kalimatnya! Mengapa nubuat berakhir? Karena di sini dikatakan bahwa nubuat memang akan berakhir. Anda lihat? Oleh karena itu, nubuat memang telah berakhir. Dan terlebih lagi, kita bahkan tidak membutuhkan nubuat. Mengapa? Ah, karena di ayat 9-10 disebutkan: Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. Anda lihat? Nubuat itu tidak sempurna. Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap. Nah, jika anda adalah orang rata-rata seperti saya, orang awam, anda tentunya akan mengartikan bahwa kalimat ‘jika yang sempurna tiba’, bahwa yang sempurna itu datangnya di masa depan nanti. Ini karena Paulus melanjutkan memberitahu kita di ayat 12:  Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti (pada Hari itu, ketika yang sempurna itu datang) kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti (pada hari itu) aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. Saya akan tahu sepenuhnya pada Hari itu. Namun para cendekiawan lebih paham daripada Paulus: yang sempurna itu menurut mereka sudah datang.

Lalu anda mungkin berkata, “Maaf, tapi saya rasa uraian anda tidak berkaitan di sini.” Maka mereka akan berkata, “Yah, itu karena anda tidak intelektual seperti saya. Artinya, anda agak bodoh. Saya akan jelaskan kepada anda. Anda tahu, Alkitab itu sempurna.”

Anda mungkin berkata, “Ya, benar.” Lalu mereka berkata, “Oleh karenanya, yang sempurna itu sudah datang karena Alkitab sudah lengkap. Alkitab itu sempurna. Dan ketika penyusunan kanon Alkitab sudah selesai dengan dituliskannya kitab Wahyu, kita tidak membutuhkan nubuatan lagi. Yang sempurna itu sudah datang, oleh karena itu yang tidak sempurna telah berlalu.” “Oh!” anda mungkin berkata, “Pemahaman semacam itu tidak pernah saya miliki! Maafkan kebodohan saya. Saya tidak pernah menyadarinya.”

Anda mungkin berkata, “Benarkah Alkitab itu sempurna?” “Oh ya, jelas sekali. Alkitab itu sempurna. Jadi anda bisa pahami sekarang, yang sempurna sudah datang, oleh karenanya yang tidak sempurna itu telah berlalu.”

Oh! Dengan logika seperti itu, anda tidak akan bisa membantah. Anda akan pergi dengan tersipu-sipu, dan bertanya-tanya bagaimana anda menjadi demikian bodoh dan tidak memiliki pemahaman yang luar biasa dari para cendekiawan ini.

Pertanyaan anda selanjutnya, tentu saja, bagaimana dengan Perjanjian Lama? Apakah Perjanjian Lama ini juga sempurna? Ya, Perjanjian Lama juga sempurna. Benarkah? Dalam pengertian yang bagaimana Perjanjian Lama anda artikan sempurna? Jika anda maksudkan bahwa Perjanjian lama ini adalah Firman Allah juga, dan ia adalah Firman yang diilhamkan Allah, tentu saja Perjanjian Lama itu sempurna.

Nah, apakah Perjanjian Lama itu ada ketika Paulus sedang menuliskan surat-suratnya? Tentu saja. Oleh karena itu, yang sempurna itu sudah datang ketika Paulus sedang menulis ayat tersebut. Lalu mengapa kita memiliki nabi-nabi? Dan yang paling aneh, para nabi itulah yang mengisi sebagian besar dari hal yang disebut sempurna ini.

Oh! Saya membayangkan Paulus ketika sedang menuliskan 1 Korintus 3, Tuhan telah menangkap orang-orang bijak degan jerat mereka sendiri. Orang-orang bijaksana itu terjerat oleh kecerdikan mereka sendiri. Menurut anda, apakah konteks dari ayat-ayat tersebut? Kita telah kehilangan eksegese di zaman sekarang ini. Cendekiawan yang ada pada kita tidak punya eksegesis. Tentu saja, setiap orang yang meneliti ayat ini, yang tahu dasar-dasar eksegese, akan mengerti bahwa kata sempurna dan tidak sempurna di ayat-ayat ini berada dalam konteks pewahyuan di masa depan, di mana kita akan melihat Dia sebagaimana adanya Dia, seperti yang dikatakan oleh Paulus, muka dengan muka. Namun tentu saja para cendekiawan itu tidak peduli dengan eksegese. Mereka tidak butuh eksegese semacam ini karena menurut mereka, mereka punya argumentasi yang cerdik.

Dengan selesainya penyusunan kanon Perjanjian Baru, maka kita tidak membutuhkan nubuatan lagi? Kita tidak membutuhkan bahasa lidah lagi? Saya bertanya kepada anda, apakah bahasa lidah masih ada sekarang ini? Apakah keberadaan bahasa lidah di zaman sekarang ini memang merupakan realitas? Ada beberapa orang di dalam gereja kita yang berbahasa lidah. Apakah mereka sekedar berkhayal saja? Jika memang nyata, berarti bahasa lidah memang masih ada di zaman sekarang ini, hal yang bisa dibuktikan oleh kaum Pantekosta kepada anda. Dengan mengatakan hal ini, bukan berarti bahwa saya menyetujui semua ajaran Pantekosta. Namun faktanya adalah bahwa bahasa lidah itu memang masih ada sampai dengan sekarang ini. Di zaman sekarang ini masih ada orang yang berbahasa lidah. Bahasa lidah belum berlalu.

Izinkan saya menunjukkan kepada anda kebodohan dari argumen yang mereka pakai, atau yang ditulis oleh ‘cendekiawan’ ini di dalam jurnal terbitan Westminster. Perhatikan kembali ayat tersebut. Perhatikan lagi apa yang dikatakan oleh ayat tersebut. Ayat itu mengatakan bahwa bukan nubuatan dan bahasa lidah saja yang akan berlalu, anda hanya perlu melihat baris selanjutnya untuk mengetahui hal apa lagi yang akan berlalu. “Pengetahuan juga akan berlalu.” Adakah ‘cendekiawan’ ini mencoba memberitahu kita bahwa pengetahuan juga telah berlalu? Jika memang demikian halnya, lalu untuk apa kita memiliki Alkitab? Dengan selesainya penyusunan kanon Perjanjian Baru, kita tentunya sudah boleh membuang Alkitab ke tong sampah karena pengetahuan juga telah berlalu. Dan anda tidak perlu menjadi seorang pakar eksegese Perjanjian Baru untuk bisa mengetahui bahwa ketika Paulus berbicara tentang pengetahuan di sini, yang dia maksudkan adalah pengenalan akan Tuhan, pengetahuan rohani. Dia menegaskan semua ini di 2 Korintus 2:14, yakni bahwa yang dia bicarakan adalah pengenalan akan Tuhan. Tentu saja, pengenalan kita akan Kristus tidaklah sempurna. Paulus tidak bermaksud mengatakan bahwa karena yang kita lihat ini hanya sebagian saja maka bisa dianggap sebagai tidak melihat sama sekali. Walaupun kita hanya seperti melihat dari cermin [cermin logam pada jaman dulu] bukan berarti bahwa kita tidak melihat. Hal ini masih bisa disebut sebagai melihat sekalipun tidak sejelas jika bertemu muka dengan muka. Pengetahuan belum berlalu, jadi siapa bilang bahasa lidah telah berlalu? Siapa bilang nubuatan telah berlalu? Di mana logika para ‘cendekiawan’ itu?

Namun masalahnya tidak berhenti di sini saja. Paulus, setelah mengatakan semua itu, kemudian melanjutkan di 1 Korintus 14:6, dan berkata, “Apakah gunanya itu bagimu, jika aku tidak menyampaikan kepadamu penyataan Allah atau pengetahuan atau nubuat atau pengajaran?” Pengetahuan sekarang merupakan bagian dari keseluruhannya. Memang masih belum sempurna, akan tetapi bukan alasan untuk dibuang. Juga bukan karena Alkitab – setelah Paulus sendiri selesai menuliskan Perjanjian Baru – lalu pengetahuan boleh dibuang. Cara penalaran semacam ini bahkan terlalu konyol untuk dibayangkan, bahwa setelah mencampakkan nubuatan, kita bahkan membenarkan tindakan tersebut.


SEORANG NABI MENEGUR TANPA PANDANG BULU

Saya beritahu anda alasan lain mengapa nubuatan dibuang. Di kebanyakan gereja, jika ada orang yang mulai bernubuat, hal ini akan membuat pendeta di sana menjadi sangat gugup karena dia tidak berpikiran seperti Musa. Musa berbahagia jika semua orang bisa bernubuat. Akan tetapi kebanyakan pendeta akan berpikir, “Tunggu dulu. Aku satu-satunya orang yang menyampaikan Firman Allah di sini. Kamu sedang berbuat apa?” Saya sudah pernah terlibat dalam pengurusan banyak gereja dan tahu jika ada dua atau tiga nabi di dalam sebuah gereja, pendeta di sana benar-benar akan berkeringat dingin karena merasa bahwa otoritasnya sedang ditantang. Ada orang lain yang mengaku menyampaikan Firman Allah selain dirinya. Dan nabi tidak hanya menguraikan isi Alkitab, karena hal itu tidak akan ditentangnya.

Akan tetapi seorang nabi berbicara tentang keadaan gereja pada saat tersebut. Dia mungkin bahkan berkata kepada pendeta, “Engkau sendiri tahu akan hal ini, bahwa apa yang sedang kau perbuat itu tidak benar.” Karena salah satu tugas kenabian adalah menegur hal-hal yang salah. Ketika raja Daud berbuat dosa, datanglah nabi Natan menjumpai raja Daud. Nabi tidak peduli apakah anda seorang raja atau apapun anda. Natan datang kepada raja dan berkata, “Engkaulah orangnya. Engkaulah orang yang berbuat dosa itu.” Seorang nabi bahkan berani menegur raja. Dia menegur semua orang. Oleh karenanya, anda bisa lihat mengapa sang pendeta mulai berkeringat dingin karena adanya tiga atau empat orang yang menguji ucapannya setiap kali dia berbicara. Atau, ketika dia berbuat salah, orang ini datang dan berkata, “Maaf, pak gembala, anda telah berbuat dosa.” “Oh! Tunggu dulu! Akulah orang yang berhak menentukan siapa yang telah berdosa di sini.” Jika anda tidak percaya, silakan anda coba sendiri. Jika anda mengunjungi sebuah gereja, silakan bernubuat di sana dan lihat apa yang akan dilakukan pendeta di sana terhadap anda. Saya jamin, tidak berapa lama, pendeta akan berusaha membungkam anda. Dia akan menutup mulut anda.

Seperti itulah keadaan gereja zaman sekarang. Kita hidup di tengah angkatan di mana cendekiawan yang berbicara, di mana semua orang mengagungkan cendekiawan. Kita tidak hidup di zaman para nabi. Dan jika anda mulai bernubuat, orang akan berkata, “Apa yang kamu perbuat?” Dia bahkan tidak tahu anda sedang melakukan apa. Anda mungkin berkata, “Aku sedang bernubuat. Aku sedang menyampaikan Firman Allah.” Dan dia akan berkata, “Diamlah! Aku orang yang berhak berbicara di sini. Nubuatan sudah tidak ada lagi di zaman sekarang ini, tidakkah kamu baca jurnal terbitan Westminster Seminari? Tidakkah kamu baca artikel di sana? Kalau kamu tidak tahu tentang artikel itu, tentunya masih banyak artikel lain yang isinya sama.”


NUBUATAN BELUM BERAKHIR

Demikianlah, tanggapan pertama saya terhadap para cendekiawan tersebut adalah, “Eksegese anda keliru.” Dan saya akan menjelaskan lebih jauh akan hal ini.

Yang kedua, apakah kita juga akan mengartikan bahwa jabatan-jabatan yang telah diberikan oleh Allah bagi pembangunan jemaat juga telah dibatalkan? Mari kita baca 1 Korintus 12:28 –

Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh.

Jika anda perhatikan ayat ini, bidang penugasan yang mana yang masih ada sekarang? Kita tidak lagi memiliki rasul. Kita tidak punya nabi . Mungkin kita masih punya pengajar, tetapi persoalannya adalah: kalau jabatan nabi dihapuskan sesuai dengan penalaran mereka, bukankah kita juga seharusnya menghapuskan jabatan para pengajar? Jika anda ikuti secara konsisten logika tersebut, jika anda hapuskan keberadaan nabi, maka anda juga perlu menghapuskan keberadaan para pengajar. Belum lagi tentang penghapusan keberadaan para penyembuh, mereka yang melayani, mereka yang berbahasa roh, pihak-pihak yang sekarang ini tidak sempat kita bahas. Jadi, kalau kita ingin menyingkirkan rasul, mungkin tidak menyingkirkan mereka melainkan membiarkan mereka punah, dan para nabi juga punah karena kita tidak membutuhkan mereka – tak banyak yang bisa kita lakukan dalam hal para rasul ini, karena 12 rasul yang ada telah lama mati, dan menurut pemahaman modern, para rasul hanya mereka yang 12 orang itu. Karena mereka sudah mati semua, maka habislah sudah keberadaan mereka. Sedangkan para nabi, kita tidak membutuhkan keberadaan mereka. Jadi yang tersisa adalah para pengajar. Kita juga tidak membutuhkan mereka yang melakukan mukjizat. Jadi, dari semua jabatan yang ada di daftar itu, yang ada tinggal pengajar. Saya ingin tahu mengapa setelah menghapuskan jabatan yang lainnya, kita tidak boleh sekaligus menghapuskan pengajar? Mungkin karena ini pasti akan mencederai kepentingan para cendekiawan kita.

Mari kita baca ayat yang lainnya, Efesus 4:11-14. Sekarang anda bisa mulai memahami mengapa saya begitu prihatin dan terbakar oleh persoalan ini – panas secara jasmani dan rohani. Saya akan bacakan semuanya sampai ayat 14.

11  Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, 12  untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, 13  sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, 14  sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.

Perhatikan bahwa seperti di 1 Korintus 12, kita dapati bahwa jabatan-jabatan tersebut, semuanya sangat penting bagi pembangunan jemaat. Siapakah para rasul itu? Nah, anda tentunya ingat mengapa saya berbicara tentang rasul pada waktu yang lalu. Kata ‘rasul’ pada dasarnya berarti utusan. Mereka yang diutus untuk memberitakan Injil ke tempat lain, untuk menyampaikan Firman Allah dengan kewenangan dan kuasa-Nya, para pendiri jemaat, mereka adalah para rasul di setiap generasi. Peserta tim pelatihan yang pertama adalah para rasul. Peserta tim pelatihan yang kedua adalah para rasul. Mereka adalah para rasul jemaat Perjanjian Baru. Mereka adalah orang-orang yang membangun jemaat di mana-mana, yang membuat jemaat muncul di mana-mana, jika tidak, maka jemaat bahkan tidak akan ada. Mereka itulah para rasul. Kemudian ada jajaran nabi. Kembali kita bertemu dengan jajaran nabi. Paulus memasukkan lagi mereka di dalam daftar. Apakah para nabi hanya perlu ada untuk waktu sekitar 50 tahun pertama kehidupan gereja? Kemudian untuk 2.000 tahun selanjutnya kita tidak lagi membutuhkan keberadaan nabi? Itu memang hal yang diharapkan oleh para cendekiawan untuk kita percayai, akan tetapi itu bukanlah hal yang disampaikan oleh Alkitab. Mereka semua sangatlah penting, semuanya sangatlah penting karena jika kita singkirkan nabi, maka hal yang sama juga bisa terjadi pada pemberita Injil. Hal yang sama juga bisa terjadi pada para gembala dan pengajar juga. Anda tidak bisa membuang yang satu tanpa membuang yang lainnya. Semua jabatan itu sangatah penting bagi pembangunan jemaat sampai kita mencapai kepenuhan dan kedewasaan Kristus. Tak heran jika kita tidak bisa mencapai kepenuhan kedewasaan Kristus karena di zaman sekarang ini kita tidak memiliki bidang-bidang pelayanan tersebut.


VISI PERJANJIAN BARU: JEMAAT DI MANA SETIAP ORANG ADALAH NABI

Namun yang terutama, kita ingin bertanya: apakah ciri khas Perjanjian Baru yang terlihat dari pasal-pasal pembukaan di Kisah Para Rasul? Di Kisah 2:17-21, ketika rasul Petrus harus menjelaskan hal yang terjadi pada hari Pantekosta, tentang apa yang terjadi setelah Roh turun pada hari Pantekosta, dia menjelaskan peristiwa ini dengan menggunakan Yoel 2:28. Apa isi Yoel 2:28? Inilah isinya:

Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan.

Nah, mimpi dan penglihatan di dalam Perjanjian Lama selalu berkenaan dengan nubuatan. Para nabi mendapat penglihatan, mereka mendapat mimpi-mimpi. Dan sekarang Roh akan dicurahkan ke semua orang, perhatikan hal ini, kepada semua orang! Semua manusia berarti setiap orang. Jadi, setiap orang akan bernubuat, laki-laki dan perempuan sama saja, anak-anakmu laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan, setiap orang akan bernubuat. Itulah makna dari Perjanjian Baru: datangnya Roh Kudus. Untuk apa? Petrus memberitahu kita akan hal ini di Kisah 2:17, bahwa ini adalah penggenapan dari Yoel pasal 2. Itulah hal yang sedang terjadi. Roh dicurahkan kepada setiap orang, bukan hanya kepada para rasul – yang sedang berbicara dalam bahasa roh dan bernubuat pada saat itu – melainkan setiap orang dalam Perjanjian Baru diharapkan agar menjadi nabi, menggenapi harapan dan impian Musa, dan juga Paulus. Itulah sebabnya mengapa Paulus berkata kepada mereka, “Kejarlah karunia nubuat karena sekarang ini Roh telah dicurahkan kepada setiap orang. Kamu semua bisa bernubuat.” Malahan, di dalam perincian petunjuknya di 1 Korintus 14, dia memberitahu mereka bahwa mereka boleh bernubuat satu persatu secara bergiliran. Berilah setiap orang di dalam jemaat kesempatan untuk bernubuat karena anda semua adalah nabi jika anda gigih mengejar karunia nubuatan tersebut. Dapatkah anda menangkap visi ini? Saudara-saudari, dapatkah anda menangkap visi ini? Dapatkah anda menangkap visi tentang jemaat yang semua anggotanya adalah nabi atau nabiah?


SETIAP JEMAAT BERPARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN GEREJA

Apakah manfaatnya? Di zaman sekarang ini, pembangunan jemaat biasanya menjadi tanggung jawab satu orang yaitu pendeta. Dia diharapkan mengemban semua tanggung jawab untuk membangun jemaat. Jika dia kewalahan untuk menanganinya, bisa saja dia mencari “Direktur Pendidikan Kristen (perhatikan kata pendidikan itu)”. Indah sekali! Kita kembali ke urusan intelektual lagi. Kita kembali ke urusan pendidikan lagi. Segala sesuatunya menjadi urusan pendidikan. Sungguh ajaib! Kita sudah singkirkan rasul dan nabi, lalu sekarang kita memiliki direktur pendidikan Kristen. Kita telah berjasa besar bagi gereja Allah, bukankah begitu? Mengapa Paulus ingin agar mereka bernubuat? Karena jika anda baca terus ayat-ayat itu, maka anda akan tahu. Dia menginginkan pelayanan di mana setiap orang berpartisipasi saling membangun satu sama lain. Anda tidak bergantung kepada saya untuk membangun kerohanian anda semua karena, jika anda memiliki karunia bernubuat – hal yang sangat saya harapkan agar anda semua miliki – maka anda semua akan mampu saling membangun. Seberapa jauh perbedaan kecepatannya jika kita membangun jemaat Kristus dengan setiap orang bersikap aktif dan tidak sekedar duduk menunggu? Inilah pernyataan Paulus di 1 Korintus 14. Dia berkata, “Biarlah dua atau tiga orang berbicara dan biarkan yang lainnya mendengarkan apa yang disampaikan oleh dua atau tiga nabi tersebut dan mempertimbangkan dengan akal budi mereka, menimbang hal-hal yang telah disampaikan itu.”

Pakailan akal budi dan nurani anda, hal yang wajib anda lakukan dalam menimbang ucapan saya. Anda perlu bertanya pada diri anda sendiri, “Apakah hal yang dia sampaikan itu alkitabiah? Atau dia sekedar berputar-putar dan lagi-lagi menjatuhkan gereja?” Sebagian orang mengira bahwa saya ini kurang pekerjaan, bahwa saya memiliki semacam hobi yaitu ‘menjatuhkan gereja’. Niat dan harapan yang membara di dalam diri saya adalah membangun kembali gereja Kristus menjadi seperti yang diniatkan oleh Yesus melalui kematiannya. Ketika Allah mencurahkan Roh-Nya, tujuan-Nya adalah agar semua anak-anak-Nya laki-laki dan perempuan bisa bernubuat. Hal itulah yang saya cita-citakan. Biarlah jemaat mengatakan apapun yang ingin mereka katakan. Saya berjuang untuk membangun gereja tersebut sampai dengan nafas terakhir saya. Kalau saya tidak bercita-cita untuk menggenapi Firman Allah, maka saya tidak akan ada di dalam pelayanan ini. Saya akan mencari pekerjaan lain. Namun selama Allah masih memberi saya tugas ini, saya akan berjuang untuk memastikan bahwa semua itu terlaksana, sampai semua umat-Nya, setiap orang dari antara kita menjadi nabi-Nya, dan menyampaikan Firman-Nya dengan kuasa dan otoritas-Nya di zaman sekarang ini. Saya tidak mau memiliki TK rohani di mana saya harus menjadi juru rawat sampai seumur hidup saya; mengurusi bayi-bayi rohani di mana saya harus menjaga agar setiap mulut terisi botol susu. Dan jika ada mulut yang mulai menjerit, maka saya harus memasukkan botol di sana. Lalu mengganti popok jika ada dari antara mereka yang berbuat dosa dan mengotori ruangan, dan berarti saya harus membersihkan semuanya. Saya harus mengurusi semacam tempat penampungan bayi rohani. Tentu saja tidak, sebaliknya, tempat ini akan menjadi sekolah para nabi seperti Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama, para nabi juga memiliki sekolahnya.


NABI DIBENTUK MELALUI PELATIHAN PEMURIDAN

Mari kita lanjutkan. Kita telah melihat betapa pentingnya urusan ini, jadi izinkan saya untuk memakai waktu yang tersisa untuk membahas tentang bagaimana cara mendapatkan nabi. Nah, saya sudah memberi sedikit petunjuk, yakni bahwa para nabi juga memerlukan pelatihan. Di dalam Perjanjian Lama, sekolah untuk para nabi itu memang ada. Kita bisa baca salah satu rujukannya di 1 Samuel 19:10, ini adalah sekolah nabi yang dijalankan oleh nabi besar Samuel, salah satu abdi Allah yang besar, salah satu nabi awal Israel. Di sana disebutkan bahwa dia memimpin sekolah nabi. Tak heran jika mereka ingin belajar kepada abdi Allah yang besar ini, belajar tentang bagaimana untuk bisa menjadi nabi Tuhan.

Di 2 Raja-raja 6:1, kita lihat bahwa Elisa juga memimpin sekolah nabi pada zamannya. Para nabi ini dilatih oleh abdi Allah yang besar, Elisa, di mana dia sendiri tadinya dilatih oleh Elia, abdi Allah besar lainnya.

Anda lihat, salah satu alasan penting bagi nubuat adalah karena karunia ini juga menuntut adanya pemuridan. Di dalam Perjanjian Lama, satu-satunya tempat di mana anda bisa melihat pola pemuridan adalah di sekolah para nabi.

Dan Yesus dengan sengaja meniru pola-pola para nabi di dalam membentuk pola bagi Perjanjian Baru. Itulah sebabnya mengapa ada pemuridan. Para nabi memiliki murid. Dan Yesus sendiri, tentu saja, melatih beberapa orang yang nantinya akan menjadi jurubicara baginya.


TANDA-TANDA KENABIAN

Saya akan membahas dengan singkat beberapa poin mengenai tanda dari seorang nabi. Dan saya harap agar anda semua merenungkan serta mempertimbangkannya, apakah yang saya katakan ini Firman Allah atau bukan, di saat menyimak uraian ini. Karena, apakah saya akan berdiri atau jatuh, saya berharap agar saya dihakimi berdasarkan satu poin saja, yakni apakah saya ini nabi Allah yang sejati atau bukan. Jika bukan, maka sudah menjadi tanggung jawab anda untuk tidak mendengarkan satu katapun yang saya sampaikan, karena saya adalah nabi palsu. Apakah di dalam kehidupan atau ucapan saya ini, saya menunjukkan tanda sebagai seorang nabi atau tidak, bagi saya adalah hal yang paling penting. Dan apakah nantinya anda akan menunjukkan tanda sebagai seorang nabi atau bukan, bagi saya juga merupakan hal yang paling penting. Karena, jika anda tidak menunjukkan tanda-tanda tersebut, berarti pelayanan saya telah gagal. Mungkin saya akan lebih berguna di bidang pekerjaan lainnya. Berarti saya telah menyia-nyiakan waktu saya. Seperti yang dikatakan Paulus, “Sia-sia saja aku bekerja keras,” ketika dia menyatakan keprihatinannya akan jemaat di Galatia.


1.  Seorang nabi dibungkus oleh kuasa Roh Allah

Tanda pertama dari seorang nabi, di atas segala tanda yang lain, adalah bahwa dia dipenuhi oleh Roh. Roh Allah menyelubungi dia. Itulah hal yang diinginkan Yesus bagi para rasulnya, agar mereka diselubungi kuasa dari atas. Di dalam pelatihan yang diberikan oleh Yesus kepada murid-muridnya, dia melatih mereka untuk menjadi para nabi. Karena itu diselubungi atau dibungkus oleh Roh dan kuasa ilahi adalah tanda pertama dari seorang nabi. Di dalam Perjanjian Lama, kita bisa lihat hal itu di 1 Samuel 10:6 atau 23:2.

Karena ketika anda dipenuhi oleh Roh, saat anda diselubungi oleh kuasa dari atas, maka bukan anda lagi pribadi yang berbicara. Allahlah yang sedang berbicara melalui anda. Anda tidak lagi menyampaikan ide-ide anda, tidak lagi menyampaikan pemikiran pribadi anda. Anda harus belajar, dalam rangka menjadi hamba-hamba Allah, untuk tidak menyampaikan pendapat pribadi anda, ide pribadi anda tidak ada artinya, anda hanya menyampaikan Firman Allah. Bukankah hal ini yang seharusnya dipelajari oleh setiap orang Kristen? Nah, dengan menjalankannya, berarti anda sedang belajar untuk menjadi seorang nabi. Nabi menyampaikan Firman Allah, bukan pendapatnya pribadi. Dia bisa saja memiliki pendapat pribadi tetapi dia singkirkan pendapat pribadinya itu supaya dia bisa menyampaikan Firman Allah. Hebatnya, di Matius 10:20, Yesus memberitahu para muridnya bahwa inilah persisnya hal yang akan terjadi. Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Kalau kamu dihadapkan pada para penguasa, saat kamu diadili dan ditangkap, janganlah takut. Bukan kamu yang akan berbicara nanti melainkan Roh Bapa yang akan berbicara melalui kamu.” Ini berarti bahwa anda semua adalah para nabi. Itulah tanda seorang nabi. Semua muridnya akan menjadi nabi. Dan ketika anda diperiksa, saat anda diadili, berdirilah di sana dan janganlah kuatir akan apa yang harus anda katakan. Bukalah hati anda kepada Allah, bersekutulah dengan-Nya dan Dia akan berbicara melalui anda.


2.  Dia menyampaikan kabar baik dari Allah kepada orang miskin

Tanda kedua dari seorang nabi adalah, dan ini sangat penting, yakni dia memberitakan kabar baik dari Allah (Yes 61:1). Namun kepada siapa dia menyampaikan kabar baik tersebut? Dia memberitakannya kepada orang miskin dan yang lemah. Kiranya Allah membangkitkan hati gereja sehingga kembali menghormati orang-orang miskin dan lemah. Kasihilah orang miskin dan orang-orang yang lemah. Kecamlah yang kaya. Saya menyatakan hal ini. Firman Allah menyatakan hal ini. Kecamlah mereka yang kaya. Berbicaralah dengan keras terhadap mereka yang kaya. Berbicaralah yang lembut terhadap mereka yang miskin.

Roh Tuhan ALLAH ada padaku… untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara (Yes 61:1).

Di zaman sekarang ini gereja ingin bergaul dengan orang-orang kaya! Mereka ingin menikmati kemuliaan orang-orang kaya. Lihat saja para penatua di gereja. Dia adalah direktur ini dan itu di sebuah perusahaan. Dan penatua yang satunya, apa pekerjaannya? Dia adalah professor ini dan itu. Dan yang satunya lagi entah apa lagi jabatannya. Kita menghormati orang-orang besar dalam dunia ini. Di mana mereka yang miskin? Seorang nabi Allah, saya beritahu anda, memberitakan Firman Allah, kabar baik kepada orang miskin. Dan Yesus mengutip kalimat ini di Lukas 4:18 ketika dia membuka pelayanannya. Apakah anda mengasihi orang miskin? Apakah anda mengasihi mereka yang terpinggirkan? Apakah anda mengasihi mereka yang hina? Jika demikian, anda memiliki tanda seorang nabi.

Nabi tidak berlembut hati kepada orang kaya, tidak bersikap sabar terhadap kaum yang kuat. Dia mengasihi orang miskin. Yesus selalu mengasihi kaum lemah, mereka yang bukan siapa-siapa. Ketika raja Herodes ingin berbicara dengannya, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Herodes tidak mendapatkan satu patah kata pun darinya. Dia tidak mau menghormati Herodes walau dengan satu patah kata saja. Tidak satupun pertanyaan Herodes yang dia jawab. Anda ingat akan hal itu? Namun ada satu perempuan miskin di dekat sumur di sekitar Samaria, orang yang bukan siapa-siapa bagi dunia ini, seorang yang berdosa, tetapi Yesus duduk di samping sumur itu dan bercakap-cakap dengannya. Kita tidak tahu seberapa lama mereka bercakap-cakap – mungkin satu jam, atau mungkin dua jam, Dia bercakap-cakap dengan orang yang bukan siapa-siapa ini. Dia mengasihi orang yang bukan siapa-siapa, orang-orang miskin, yang terpinggirkan, mereka itulah orang-orang yang dia kasihi. Itulah tanda seorang nabi. Namun orang-orang yang menjilat orang besar, yang mengejar pergaulan dengan orang-orang kaya, mereka bukanlah nabi. Palingkanlah diri anda dari mereka. Bukan maksud saya untuk berkata bahwa kita harus menjauhi mereka. Namun saya selalu menjadikan hal ini sebagai tujuan saya, dan akibatnya menjadi orang yang sangat tidak disukai di kalangan gereja, di mana jika saya berbicara dengan orang-orang kaya, saya berbicara dengan keras terhadap mereka. Jika saya berbicara dengan orang-orang miskin, maka saya berbicara dengan lemah lembut. Hati saya memihak pada mereka. Saya belajar melangkah bersama Tuhan juga melalui cara ini.


3.  Seorang nabi mengecam dosa

Tanda ketiga dari seorang nabi: dia mengecam dosa. Dia tidak berkompromi dengan dosa. Dia tidak akan bertoleransi dengan dosa. Bacalah tentang nabi-nabi di dalam Perjanjian Lama. Teliti di sana dan lihat sendiri. Para nabi mengecam dosa. Saya juga mengecam dosa. Saya mengecam dosa di tengah gereja. Kemudian mereka berkata, “Ah! Anda menghakimi orang lain! Anda sangat gemar menghakimi!” Syukur kepada Allah! Saya tidak akan diberangus. Jika terdapat dosa di dalam gereja, jika gereja hidup tidak sejalan dengan Firman Allah, dengan pertolongan Allah, saya tidak akan berhenti mengecamnya. Dan jika ada orang yang berbuat dosa di dalam jemaat, maka dia tidak akan luput dari teguran. Itulah tanda seorang nabi. Di dalam Perjanjian Lama, anda bisa melihat bahwa hal ini terus menerus terjadi.

Saya bacakan Mikha 3:8 bagi anda, supaya anda tidak beranggapan bahwa saya mengarang sendiri semua ini. Saya ingin agar anda bisa memastikan bahwa saya menyampaikan Firman Allah.

“Tetapi aku ini penuh dengan kekuatan, dengan Roh TUHAN, dengan keadilan dan keperkasaan,…”

Untuk apa? Mengapa aku dipenuhi dengan keadilan dan kekuatan? Perhatikan kalimat lanjutannya,

“Untuk memberitakan kepada Yakub pelanggarannya dan kepada Israel dosanya.”

Itulah sebabnya mengapa saya dipenuhi oleh Roh Allah, yakni untuk menentang dosa umat Allah. Dan nabi tidak akan mau disuruh diam. Ingatkah anda ketika Amazia berusaha membungkam nabi Amos, “janganlah berbicara apa-apa tentang dosa Israel. Diamkan sajalah dosa Israel. Kamu tidak boleh berbicara menentang Israel. Kamu jangan berbicara menentang umat Allah.” Amos menjawab, “Aku beritahu kamu sesuatu. Bukan saja aku akan berbicara menentang umat Allah. Aku akan memberitahumu hal ini: Umat Allah akan benar-benar dihancurkan!” Wah! Seperti itulah tanggapan yang dia dapat dari Amos. Pelajari baik-baik hal ikhwal nabi Allah yang besar ini (Amos 7:10-17).

Dan selanjutnya mereka akan mengutipkan hal ini pada anda, “Akan tetapi Yesus berkata di Matius 7:1, bahwa anda tidak boleh menghakimi.” Kami tidak menghakimi. Para nabi, ingatlah, tidak menyatakan pendapat pribadinya. Dia menyampaikan Firman Allah. Saya tidak meghakimi siapapun. Saya tidak punya hak untuk menghakimi orang. Yesus berkata, “Secara pribadi, kamu tidak boleh menghakimi.” Tak ada hamba Allah yang membuat penghakiman pribadi. Akan tetapi ketika terjadi pelanggaran terhadap Firman-Nya, itu bukan lagi persoalan penghakiman pribadi. Yang terjadi adalah pelanggaran terhadap Firman-Nya, itulah intinya, dan di sini kita tidak boleh diam. Jangan ada orang yang salah mengutip Matius 7:1 lagi. Hal ini tidak ada kaitannya dengan penghakiman pribadi. Saat nabi-nabi besar mengecam dosa-dosa Israel, dan juga individu-individu yang merupakan bagian dari Israel, mereka sering menyebut nama orang-orang tertentu dan mengecam secara langsung. Hal ini bukan karena sang nabi itu punya masalah pribadi dengan orang yang dikecamnya. Mereka sendiri tidak punya rasa sakit hati terhadap orang-orang yang sedang dikecamnya. Mereka tidak sedang melontarkan penghakiman pribadi. Mereka sekedar menyampaikan Firman Allah ketika Firman Allah dilanggar.

Jika anda tidak puas dengan Mikha 3:8, saya akan bacakan bagi anda Yesaya 58:1. Nabi besar Yesaya menyampaikan hal yang persis sama. Inilah pelayanan seorang nabi:

“Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka!”

Itulah tugas kenabian, untuk mengecam dosa di mana pun ditemukan.

Dan saya akan sangat bersyukur kepada anda jika anda melihat adanya dosa di dalam hidup saya, nyatakanlah itu kepada saya, karena tidak ada hal yang lebih menolong bagi saya selain hal tersebut. Jika anda melihat adanya kesombongan di dalam diri saya, datanglah kepada saya dan berkata, “Saya melihat ada kesombongan di dalam diri anda, dan saya tidak suka dengan apa yang saya lihat ini.” Saya akan bersyukur kepada anda dari dalam lubuk hati saya jika saya mencintai kebenaran, jika saya mencintai kekudusan. Tegurlah dosa saya, agar saya bisa mengetahui dosa saya dan membenahinya dan meluruskan lagi jalan saya dengan kemurahan Allah. Jangan pernah berkata,  “Oh! Saya tidak boleh menghakimi.” Saya mohon agar anda menghakimi saya. Saya mohon supaya anda mengecam dosa-dosa saya. Hanya dengan cara demikianlah saya dilindungi dalam kasih karunia Allah dan luput dari kebinasaan.


4.  Kekudusan

Tanda berikutnya dari seorang nabi adalah kekudusan. Bagaimana saya bisa menegur dosa jika saya sendiri tidak kudus? Kekudusan adalah tanda pokok dari seorang nabi. Kata ‘kudus’, ‘benar’, selalu terkait dengan nabi. Silakan buka konkordansi dan mencari kata ‘kudus’ dan kata ‘benar’, dan lihat uraiannya. Para nabi selalu berbicara tentang keadilan dan kasih yang tak berkesudahan. Semua ini berkenaan dengan kekudusan dan kebenaran. Dan itulah sebabnya mengapa rasul Petrus, di 2 Petrus 3:2, bisa berbicara tentang nabi-nabi kudus. Itulah tanda dari seorang nabi, yakni kekudusan hidup mereka.


5.  Persekutuan yang karib dengan Allah

Tanda berikutnya dari seorang nabi adalah persekutuan yang karib dengan Allah. Itulah sebabnya mengapa mereka disebut ‘man of God’ (‘manusia Allah’) yakni karena mereka berada dalam hubungan yang akrab dengan Allah. Mereka selalu disebut ‘manusia Allah, atau ‘abdi Allah’. Dan karena kedekatan hubungan mereka dengan Allah, Amos membuat pernyataan yang luar biasa. Apakah yang dikatakan Amos di Amos 3:7-8? Amos berkata bahwa Allah tidak akan melakukan sesuatu sebelum mewahyukan hal tersebut kepada para nabi. Setinggi itulah kemuliaannya. Jika anda bergaul akrab dengan Allah, maka anda akan tahu kehendak-Nya, sehingga anda dapat memberikan instruksi kepada jemaat. Itulah sebabnya mengapa anda bisa membangun jemaat. Bagaimana anda akan membangun jemaat jika anda bahkan tidak tahu apa kehendak Allah? Bagaimana anda bisa saling membangun jika anda tidak tahu apa kehendak Allah? Bangunlah persekutuan yang akrab dengan Allah.


6.  Kasih

Para nabi itu kudus akan tetapi mereka adalah orang-orang yang penuh kasih. Jika anda pernah bertemu nabi Allah, maka anda akan melihat kasih mereka. Dia mengasihi Allah lebih daripada yang lainnya. Dia mengasihi umat Allah, itulah sebabnya mengapa dia mengecam dosa mereka, karena dia tidak ingin mereka musnah. Itulah sebabnya mengapa seorang ayah menghajar anaknya. Amsal mengatakan, tongkat didikan mengusir kebodohan. Anda tidak boleh menyingkirkan tongkat didikan. Memang menyakitkan hati anda ketika sedang memukul anak anda, tetapi jika anda tidak memukulnya, maka anak itu akan berpikir, “Berbuat dosa ternyata tidak apa-apa. Aku akan melanjutkannya.” Kasih adalah ciri khas seorang nabi. Lihat betapa mereka meratapi Israel. Mereka mengecam dosa-dosa Israel karena kasih mereka pada Israel. Dan ketika Israel tidak mau mendengar, mereka meratapinya. Lihat saja isi kitab Ratapan. Lihat betapa Yeremia meratapi Israel:

“Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang terbunuh! Aku yang menubuatkan kehancuran mereka tetapi mereka tidak mau mendengarkanku, mereka tidak mau bertobat.” (Yer 9:1).

Segenap isi kitab Ratapan sangat menyayat hati. Sang nabi meratap habis-habisan karena Israel tidak mau mendengarkannya.

Kami tidak mengecam dosa karena kami tidak menyukai orangnya. Hal itu tidak boleh kami perbuat. Tak ada nabi Allah yang boleh melakukan hal ini. Dia harus menyampaikan Firman Allah dan dia harus berbicara dengan digerakkan oleh kasih. Ini adalah salah satu hal paling mendasar yang harus dipahami oleh setiap orang. Itulah sebabnya mengapa Paulus berkata,

“Aku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi.” (1 Kor 12:31).

Karena, jika anda tidak dikuasai oleh kasih, apakah anda akan peduli untuk membangun orang lain? Dan jika anda tidak peduli untuk membangun dia, buat apa anda peduli dengan hal nubuatan karena nubuatan itu dipakai untuk membangun orang lain. Dan jika anda tidak peduli dengan orang di sekitar anda, maka anda juga tidak akan peduli dengan nubuatan. Tak ada gunanya memiliki nubuatan.


KESIMPULAN

Kita telah menelaah satu ayat, Matius 23:34, di mana Yesus berkata, “Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota.” Dan kita telah melihat bahwa sebenarnya yang disampaikan Yesus adalah, “Aku akan terus menerus mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat. Mereka akan datang secara terus menerus untuk memberitakan Firman Allah kepadamu, untuk menegurmu setiap kali kamu berpaling pada kemunafikan sama seperti yang sedang kuperbuat sekarang ini, yakni untuk menentangmu dengan pesan pertobatan.”

Di antara tiga kelompok tersebut: nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat, Yesus menempatkan para nabi di urutan pertama. Para nabi, di atas yang lainnya, adalah orang-orang yang akan diutus. Namun di mana nabi-nabinya sekarang ini? Siapa nabi-nabi itu? Yesus mati supaya Roh dicurahkan pada semua orang, bukan hanya kepada para rasul yang sedang berbahasa lidah dan bernubuat di hari Pantekosta itu, melainkan kepada setiap orang di zaman Perjanjian Baru agar mereka semua menjadi nabi, menggenapi Yoel pasal 2 (Kisah 2:17). Bisakah anda menangkap visi Allah bagi gereja di mana setiap anggotanya adalah nabi atau nabiah? Apakah anda benar-benar menginginkan karunia Roh yang berupa nubuatan? Apakah anda memiliki tanda-tanda seorang nabi?

Saudara-saudari, berusahalah untuk terus membangun jemaat sampai dengan nafas terakhir kita. Milikilah hasrat dan niat yang membara di dalam diri saya untuk membangun kembali gereja Kristus sampai menjadi seperti yang Yesus niatkan lewat kematiannya, supaya setiap jemaatnya bisa bernubuat, supaya setiap orang bisa menyampaikan Firman Allah.

 

Berikan Komentar Anda: