John Teo | Natal 2018 |

Sekali lagi musim Natal telah tiba. Bagi umat Kristen, kita merayakan saat ini dengan sukacita karena adalah saat kelahiran Yesus. Kita mengingat kasih Allah kepada kita dalam mengaruniakan anak-Nya yang tunggal. Kita juga mengingat Yesus yang dengan sukarela menyerahkan nyawanya demi dosa-dosa kita, agar kita memperoleh kehidupan yang kekal. Dalam suasana perayaan ini, kita ingin merenungkan tentang hal mengingat ini, khususnya mengingat Yesus dan maknanya dari sudut pandangan Alkitab.

Mengingat atau kemampuan untuk mengingat merupakan aspek kehidupan yang sangat penting bagi semua orang. Bagi yang mempunyai orang-orang terkasih, keluarga atau sahabat yang menderita demensia akan tahu dan menghargai pentingnya memiliki daya ingatan yang sehat. Demensia adalah penyakit otak yang bersifat jangka panjang dan seringkali terjadi secara berangsur-angsur dan menyebabkan kemerosotan dalam kemampuan berpikir serta mengingat. Hal ini sangat mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang kita anggap biasa.

Tante saya yang menderita penyakit demensia tidak bisa lagi ditinggal sendiri. Dia membutuhkan pengawasan 24 jam sehari. Pernah sekali ketika dia baru mengalami penyakit ini, dia berangkat sendiri ke warung makan yang berdekatan dengan rumah dan tidak menemukan jalan pulang. Polisi terpaksa dihubungi untuk bantu mencari dia. Selang beberapa jam yang menegangkan, akhirnya, dia ditemukan. Tanpa daya ingatan yang sehat, pada kenyataannya kita akan nyasar.

Kamus Merriam Webster memberitahu kita bahwa mengenang adalah tindakan mengingat kembali sesuatu di pikiran kita, apakah itu seseorang, sesuatu benda, maupun kejadian. Jadi ketika Natal tiba, kebanyakan orang Kristen akan mengingat kembali Yesus yang telah lahir, telah mati demi menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. Hal ini memunculkan rasa syukur yang tulus dan sepenuh hati karena kasih Allah dan Yesus kepada kita. Sebagian orang bahkan melangkah lebih jauh dengan semangat memberi, dan membelikan kado-kado untuk orang-orang yang mereka kasihi serta sahabat-sahabat pada kesempatan ini. Namun apakah pemahaman Alkitabiah tentang mengingat? Apakah sekadar mengingat kembali sesuatu? Adakah makna yang lebih dari itu?

Ketika Yesus mau disalibkan oleh penguasa-penguasa pada zaman itu, dia mengumpulkan murid-muridnya untuk makan bersama, umumnya dikenal sebagai Perjamuan Terakhir. Dia memerintahkan mereka, “perbuatlah ini menjadi peringatan akan aku.” Oleh sebab itu, sebagai orang Kristen, kita memiliki kewajiban moral kepada yang telah mengorbankan dirinya bagi kita agar kita terus memperingati dia. Namun apa artinya mengingat Yesus?

Seperti contoh tante saya, jika kita tidak bisa ingat, maka kita akan menderita akibat yang serius. Jika kita tidak mengingat apa yang dipelajari di kelas, maka kita tidak dapat lulus ujian sekolah. Jika kelupaan tentang suatu temujanji, maka kita mungkin kehilangan kesempatan yang bisa mengubah hidup. Jika tidak mengingat di mana kita meletakkan kunci rumah, maka kita tidak dapat keluar atau masuk rumah dengan tepat waktu. Ketika terjadi keadaan darurat, kita mungkin kehilangan sesuatu yang tak tergantikan. Berapa kali kita pergi mengurus sesuatu dan lupa bahwa kita sedang memasak air di panci. Demikian juga, Alkitab berbicara tentang pendengar firman Allah yang pelupa.

Di Yakobus 1:22-25, Yakobus menasehati orang-orang Kristen supaya tidak menjadi pendengar firman Allah yang pelupa. Ketika kita mendengar dan kemudian lupa, Yakobus mengatakan bahwa kita berada dalam keadaan menipu diri. Jadi kegagalan untuk mengingat, terutama apa yang sudah diajarkan Yesus, akan mendatangkan akibat yang sangat buruk bagi kita. Untuk mengingat Yesus, pertama-tama berarti kita mengingat apa yang dia telah ajarkan kepada kita.

Di perikop yang sama di surat Yakobus, Yakobus menghubungkan hal mengingat dengan hal melakukan. Dengan kata lain, mengingat sesuatu, harus diikuti dengan tindakan yang sesuai. Jika tidak demikian, kita sama seperti tidak mengingat sama sekali. Bayangkan jika kita tiba-tiba mengingat air sedang mendidih di panci, tetapi kita tidak mengambil tindakan langsung untuk memadamkan api. Tentu saja sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi di rumah kita. Jadi, tidak ada gunanya untuk mengingat Yesus di waktu Natal, tetapi tidak ada tindakan untuk meresponi hal yang kita ingat mengenai dia.

Pernahkah kita merenungkan kenapa Yesus merekrut dua belas murid dan menghabiskan paling sedikit satu setengah tahun untuk melatih mereka sebelum dia menuju ke salib? Jika tujuannya hanyalah untuk menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita, Yesus bisa saja melewatkan tiga tahun pelayanannya di bumi ini dan langsung menghadap kematiannya. Apakah menjadi masalah jika misalnya Yesus tidak pernah mengajar sama sekali? Dia menghabiskan seluruh 30 tahunnya di bengkel kayunya dan kemudian langsung menuju ke salib tanpa mengumpulkan murid seorangpun, tanpa mengajar dan melatih mereka. Dia langsung pergi untuk mati. Apa bedanya buat kita?

Jika kita mengingat seseorang, tentu saja itu berarti kita mengingat kehidupan orang tersebut, bagaimana dia menjalani hidupnya, pengalaman dalam berinteraksi dengannya. Muridnya, Petrus, menulis bahwa Yesus “telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejaknya.” (1 Petrus 2:21). Dengan kata lain, ini berarti cara hidup Yesus bermaksud untuk menunjukkan cara hidup yang harus kita miliki. Untuk mengikuti jejak Yesus, kita terlebih dulu harus belajar tentang kehidupan Yesus dan kemudian mengingatnya dengan baik, hanya dengan cara ini kita dapat “mengikuti jejaknya.” Dari hal ini kita perhatikan bahwa pertama-tama kita harus mengingat apa yang diajarkan Yesus sebagaimana yang telah dicatatkan dalam kitab-kitab injil. Kita juga harus mengingat cara hidupnya, untuk memahami mengapa Yesus membuat keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan tertentu. Bukanlah sekadar meniru tindakan-tindakan Yesus yang tertentu, tetapi apa yang ada dalam hatinya, yang memotivasi dia dalam cara dia berinteraksi dengan orang lain.

Dalam pokok yang ketiga tentang mengingat Yesus, jika kita memahami apa yang disebut sebelumnya, sebuah pertanyaan pasti akan timbul: bagaimana kita dapat mengingat semua yang telah Yesus ajarkan serta cara hidupnya? Lebih dari itu, bagaimana kita tahu aspek ajaran Yesus yang mana untuk diterapkan dalam situasi yang tertentu? Keempat injil begitu luas. Mayoritas orang tidak memiliki daya ingatan fotografik. Kebanyakan dari kita memiliki kemampuan untuk mengingat kembali sesuatu yang begitu terbatas, dan semakin berkurang dengan usia. Sekalipun kita sudah mempelajarinya, bagaimana kita dapat mengingat begitu banyak?

Untuk ini Yesus dalam kemurahannya telah mengaturnya bagi kita. Di Yohanes 14:26, Yesus berkata,

“Penghibur, yaitu Roh Kudus, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”  

Yesus sudahpun mengajarkan kepada kita segala yang perlu kita ketahui dan dia juga telah menunjukkan melalui hidupnya bagaimana menjalani hidup Kekristenan ini. Di sinilah Roh Kudus masuk ke dalam gambarannya. Dia akan “mengingatkan kamu” akan semua yang Yesus telah katakan kepada kita. Ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kita pertama-tama harus membiasakan diri dengan ajaran Yesus. Kita tidak mungkin mengingat sesuatu yang tidak kita kenal sebelumnya. Kita harus terlebih dulu dengan rajin, mendengar atau membaca firman Allah, maka Roh Kudus baru bisa mengingatkan kita dan dengan tiba-tiba kita akan mengalami kata-kata Yesus dengan cara yang penuh kuasa dan tak dapat dilupakan, yang sebelumnya kita tidak sadari. Dengan kata lain, kata “mengingat” membawa arti lebih dari sekadar menyegarkan ingatan kita.

Hal Roh Kudus mengingatkan kita akan sesuatu seharusnya bukan suatu pengalaman yang tidak biasa dalam hidup Kekristenan kita. Dengan tiba-tiba, suatu ayat di dalam Alkitab menjadi sangat berharga bagi kita sehingga kita tergerak untuk menggaris-bawahi atau mewarnainya dengan pena di Alkitab kita. Pengalaman ini cukup umum karena saya sering melihat Alkitab-alkitab orang dengan ayat-ayat yang diwarnai dengan berbagai warna. Beberapa ayat pasti sangat indah diwarnai (ditonjolkan) oleh Roh Kudus sehingga kita tidak akan pernah mau melupakannya. Dalam kenyataannya, ini hanyalah permulaan dari sebuah hubungan indah bersama Allah. Inilah caranya Allah berkomunikasi dengan kita.

Akhirnya, kita bisa lihat Yohanes 16:12-13,

“Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya, tetapi Roh kebenaran akan memimpin kamu… dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.”  

Semoga mulai dari sekarang Natal akan memiliki arti yang baru bagi kita. Bukan lagi momen untuk kita sekadar mengingat tentang kelahiran Yesus, suatu anugerah dari Allah. Namun, Natal menandai permulaan dari suatu hubungan indah kita bersama Allah. Kita akan mengalami Allah sebagai Allah yang hidup yang berkata-kata kepada kita melalui suatu komunikasi batin; di mana Dia mengkomunikasikan kepada kita apa yang telah Dia katakan melalui Yesus tetapi yang belum  kita pahami sepenuhnya. Dia membukakan Alkitab kepada kita dengan cara yang berlaku bagi situasi kita sekarang.

Ketika kita membiasakan diri untuk mengalami Allah dengan cara ini, Roh Kudus akan menyatakan kepada kita tentang hal-hal yang tidak ada dalam Alkitab, tetapi tentang sesuatu yang akan datang. Ketika kita membaca kejadian-kejadian di Perjanjian Lama dan juga kejadian-kejadian di Kisah Para Rasul, di mana Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya tentang hal-hal yang akan datang dan menunjukkan kepada mereka apa yang harus mereka lakukan. Pengalaman-pengalaman seperti ini tidak akan lagi menjadi sesuatu yang aneh atau asing bagi kita.

Dalam suasana Natal ini, mari kita mengingat Yesus dengan cara yang penuh rasa kagum dan pengertian, berjalan dan hidup dalam hubungan intim bersama Allah. Allah telah membuka jalan bagi kita untuk masuk ke dalam hubungan yang indah bersama Dia melalui Yesus.

 

Berikan Komentar Anda: