Pastor Eric Chang | Matius 24:48 |

Mari kita melanjutkan pengajaran Yesus dalam Matius 25 mulai dari ayat 1. Sebelumnya perlu diketahui bahwa ayat-ayat terakhir yang terdapat dalam pasal 24 memiliki kaitan dengan pasal 25. Dalam pasal ini, kita akan pusatkan perhatian pada perumpamaan 10 gadis-gadis yang bijaksana dan bodoh atau dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai perumpamaan tentang 10 perawan.

Sebagai pengenalan akan perumpamaan ini, mari kita melihat Roma 8:5-6 di mana Rasul Paulus berbicara tentang perbedaan antara keinginan daging dan keinginan Roh:

“Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.”

Dalam ayat 5, kata “memikirkan” adalah dalam tensa masa kini(present tense) atau sesuatu sedang berlangsung (present continuous tense);  ini memberikan arti “sedang terus-menerus dipikirkan”. Rasul Paulus berkata barangsiapa yang hidup menurut daging maka pikiran mereka akan terus-menerus dipenuhi oleh hal-hal yang bersifat kedagingan yaitu sesuatu yang berasal dari dunia ini. Tetapi barangsiapa yang hidup sesuai dengan keinginan Roh maka pikirannya akan dipenuhi dengan hal-hal yang bersifat rohani. Pokok ini berhubungan dengan perumpamaan yang akan kita bahas di bawah ini.

Anda mungkin menemukan kesulitan di sini. Bagaimana kita dapat memikirkan sesuatu yang rohani seandainya kita sedang sibuk oleh pekerjaan yang lain? Mustahil rasanya untuk memikirkan hal-hal rohani di kala kita sedang menekuni suatu pelajaran atau pekerjaan. Rasul Paulus menekankan pentingnya kita untuk mengerti hal ini atau kita akan berkata, “Sulit sekali melaksanakan hal ini. Mana mungkin saya bisa memikirkan hal-hal rohani sepanjang hari sedangkan saya sendiri juga memiliki kesibukan lainnya.” Namun bukankah pikiran kita dapat berfungsi di tahap yang berbeda-beda,  terdapat hal yang kita pikirkan secara aktif dan di waktu yang bersamaan terdapat sesuatu di balik pemikiran kita.

Untuk lebih mudahnya, mari kita ambil contoh saat kita sedang dimabuk cinta. Saat itu kita akan selalu memikirkan sang kekasih kita. Di sini, kita tidak selalu secara aktif memikirkan sang kekasih.  “Dia” memang sering kita pikirkan namun di balik pemikiran kita. Kesimpulannya, saat ada sesuatu yang di balik pemikiran kita, hal itu akan tetap ada walaupun kita sedang sibuk. Oleh sebab itu, jika kita sedang mabuk oleh cinta, pikiran tentang sang kekasih akan selalu berada di benak kita. Tak peduli apakah kita sedang serius memusatkan mata Anda dalam mikroskop di laboratorium atau sedang asyiknya membaca buku di ruang baca. Aktivitas apapun yang kita lakukan dengan konsentrasi penuh di otak Anda, si dia tidak akan terlepas dari benak kita.

Inilah yang Rasul Paulus hendak sampaikan kepada kita. Contohnya, seorang yang rohani boleh saja membaca buku-buku yang berkaitan dengan ilmu teknik, hukum, atau ekonomi di perpustakaan tetapi seluruh dasar pemikirannya akan terpusat pada hal-hal yang bersifat rohani. Dengan kata lain, hal-hal yang rohani tetap ada di balik pemikiran seorang yang rohani tidak kira apa yang sedang dikerjakan pada saat itu. Sangat penting saya menjelaskan hal ini atau kita kembali beralasan, “Mana mungkin saya memikirkan 2 hal yang berbeda sekaligus.” Tentu saja tidak mungkin kita memikirkan 2 hal yang berbeda pada waktu yang sama. Sungguh sesuatu yang mustahil Anda dapat berkonsentrasi memikirkan 2 hal yang berbeda sekaligus dalam waktu yang sama. Tetapi,  seorang yang rohani, pikirannya akan selalu disibukkan oleh nilai-nilai rohani. Nilai-nilai tersebut akan menjadi latar belakang pikirannya setiap saat walaupun ia sedang secara aktif mengerjakan dan memikirkan sesuatu pada saat yang bersamaan.

Dengan pengertian dasar ini, marilah kita berpindah ke perumpamaaan yang sesungguhnya. Perhatikan kata “Then” yang diterjemahkan sebagai “pada waktu itu” dalam pembukaan Matius 25:1: “Pada waktu itu Kerajaan Sorga…” Kata “Then” menghubungkan ayat 1 dengan ayat sebelumnya dalam Matius 24:50-51. Ayat ini berkata:

Maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang yang munafik.

Kemanakah orang-orang munafik pada akhirnya?

Dari Matius 24 kita ketahui bahwa mereka akan diadili di Gehenna, sebuah nama untuk neraka. Kita diberitahu bahwa “di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.” Oleh sebab itu, kata “pada waktu itu” menunjukkan masa Penghakiman seperti yang dijelaskan dalam ayat-ayat sebelumnya.

Perumpamaan ini berkata, pada waktu itu (yaitu, masa Penghakiman) hal Kerajaan Sorga akan seumpama sepuluh gadis yang membawa pelitanya dan menyongsong mempelai laki laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh membawa pelitanya tapi tidak membawa bekal minyak. Ini tidak berarti pelitanya tidak diisi minyak. Mereka memiliki minyak dalam pelitanya namun tidak membawa persediaan lebih. Sebaliknya, lima gadis yang bijaksana masing-masing membawa persediaan minyak (ayat 4). Pada waktu mempelai laki-laki terlambat datang, mereka semua tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah orang berseru, “Mempelai datang! Songsonglah dia!” Gadis-gadis itupun bangun dan segera membereskan pelita mereka. Para gadis yang bodoh berkata kepada yang bijaksana, “Berikanlah kami sebagian dari minyakmu agar pelita kami tidak padam,” Lalu para gadis yang bijaksana menjawab, “Jangan, nanti persediaan minyak kami tidak cukup. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan membelinya.”

Waktu mereka sedang pergi membeli, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Lalu datanglah gadis-gadis yang lain itu dan berkata: “Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu.” Tetapi ia menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Aku tidak mengenal kamu.”

Saya rasa semua yang pernah ke Sekolah Minggu telah mengenal perumpamaan ini dengan baik. Apakah maksud dari perumpamaan ini? Telah disebutkan sebelumnya bahwa perumpamaan ini berhubungan dengan Penghakiman yang akan datang. Kerajaan Allah yang akan datang ini dikaitkan dengan ke sepuluh gadis. Apakah yang dilambangkan oleh gadis-gadis? Mereka melambangkan orang-orang Kristen.

Sebagai contoh, Rasul Paulus melambangkan jemaat di Korintus seperti seorang perawan suci:

“Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus” (2 Korintus 11:2).

Terjemahan bebas dari  Revised Standard Version Bible (RSV)  yang berarti “pengantin wanita” sepertinya tidak tepat. Dalam bahasa Yunani aslinya, penggunaan kata ini juga dipakai dalam Matius 25:1, yang jika diterjemahkan sebagai “perawan suci.” Secara literal, kata sesungguhnya adalah ‘gadis.’ Kata gadis itu sendiri adalah perawan suci. Dan, dalam Wahyu 14:4, ke 144.000 pengikut-pengikut Kristen yang saleh ini disebut sebagai perawan suci. Jadi mudah untuk mengerti kata ‘perawan suci’ dalam Alkitab karena memberikan gambaran yang sesungguhnya tentang orang Kristen. Jadi secara Alkitabiah, ke sepuluh gadis tersebut semuanya adalah orang-orang Kristen. Tidak benar lima gadis yang lainnya bukan orang-orang Kristen.

Semua gadis-gadis tersebut mempunyai pelita yang menyala. Perbedaan yang utama terletak pada siapa yang membawa persediaan minyak dan siapa yang tidak. Gadis-gadis yang bijaksana membawa persediaan minyak sedangkan yang bodoh tidak. Membawa persediaan minyak berarti menambah biaya. Lebih daripada itu, mereka membebani diri karena tangan yang satu membawa pelita sedangkan tangan yang lain membawa persediaan minyak. Di lain pihak, gadis-gadis yang bodoh mempunyai satu tangan yang tidak terpakai – artinya, tangan tersebut bebas untuk melakukan pekerjaan apa saja – karena mereka berpikir tidak perlu untuk membawa minyak lebih.

Seringkali, sekelompok orang Kristen mengerjakan sesuatu yang menurut kelompok Kristen lainnya dianggap berlebihan atau tidak perlu. “Kita sudah punya pelita dan minyak. Untuk apa lagi mesti bersusah-susah membawa persediaan? Bukankah hal itu menambah beban dan biaya? Belum lagi repotnya!” Berapa kali pikiran tersebut terlintas dalam benak kita waktu melihat orang lain melakukan sesuatu yang lebih ketimbang kita? Mungkin kita berpikir, “Perlukah itu?” Di sini kita akan mempelajari perlukah mengambil langkah tambahan dalam hidup kekristenan kita


Kedatangan-Nya mungkin tertunda

Hal lain di sini dikatakan bahwa pengantin pria terlambat datang (ayat 5). Seandainya ia tidak terlambat maka para gadis yang bodoh tersebut tidak akan kekurangan minyak. Mereka sama sekali tidak memikirkan kemungkinan ini. Sangat menarik Yesus memberikan indikasi bahwa mungkin kedatanganNya akan tertunda. Kata “tidak datang-datang” juga dipakai dalam ayat sebelumnya (Matius 24:48): “Tuanku tidak datang-datang.” Sekali lagi, Yesus memberikan indikasi bahwa mungkin kedatanganNya tertunda. Lalu pada waktu tengah malam, terdengar teriakan tentang kedatangan mempelai.

Sebelum mempelai itu datang, para gadis dalam keadaan mengantuk. Dalam bahasa Inggris terjemahannya menggunakan kata “tidur.” Sebenarnya kata dalam bahasa Yunani jauh lebih deskriptif dari itu. Kata yang diterjemahkan sebagai “tidur” ini secara harfiah berarti orang yang hampir tertidur. Kita sering melihat orang di bis atau keretapi yang kepalanya terkantuk-kantuk tapi coba untuk tetap tidak tertidur. Ke sepuluh gadis dalam perumpamaan ini dalam keadaan terkantuk-kantuk – yaitu mereka di tahap pra-tidur, sebelum mereka betul-betul tertidur.

Mengapa semua gadis tersebut akhirnya tertidur tetapi lima diantaranya masih dianggap bijaksana? Sepertinya mereka semua bersalah karena Yesus sudah mengingatkan agar tidak jatuh tertidur. Haruskah kita ganti perumpamaan ini dengan judul 10 gadis yang bodoh?

Apakah artinya tidur? Mengapa ke lima gadis tersebut tetap dianggap bijaksana walaupun mereka ikut tertidur dengan yang lainnya? Mari kita mempelajari 2 arti kata “tidur” yang dipakai dalam kitab Perjanjian Baru. Tidur rohani dan tidur jasmani, yang secara harfiah berarti “mati”.

Ketika kita mempelajari perumpamaan ini secara lebih mendalam, kita menemukan kata “tidur” di sini diartikan dengan kematian jasmani. Ke sepuluh gadis tersebut sudah mati. Pada waktu kedatangan Yesus tertunda, secara jasmani mereka telah mati. Mereka ikut mati bersama-sama dengan orang-orang Kristen lainnya selama masa 2000 tahun ini. Kedatangan Yesus belum tiba semasa hidup mereka. Mereka menunggu KedatanganNya namun belum tergenapi karena kedatangan-Nya tertunda.

Dalam 1 Tesalonika 4:13, kita akan menemukan kesinambungan yang luar biasa antara pasal ini dengan perumpamaan yang dibahas bahkan sampai pemakaian kata-katanya. Pasal ini berbunyi:

“Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang mati (atau tertidur), supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang yang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah mati (baca: tertidur) dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia. Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-sekali tidak akan mendahului mereka yang telah mati (sekali lagi, baca: tertidur). Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari Sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama dengan Tuhan. Karena itu hiburkanlah semua orang akan yang lain dengan perkataan ini.”

Terlepas dari kata “tidur”, ada 2 hal lainnya yang perlu diperhatikan. Pertama, “Pada waktu penghulu malaikat..” berseru dalam 1 Tesalonika 4:16 dan kedua, kata “bangkit” (ayat 16) dan “menyongsong” (ayat 17). Ide yang disampaikan oleh kata-kata ini juga dapat ditemukan di dalam perumpamaan ini. Ke 10 gadis tersebut telah jatuh tertidur (Matius 25:5) dan pada waktu tengah malam datanglah penghulu malaikat berseru (Matius 25:6). Suara malaikatlah yang telah membuat mereka terbangun.

Lalu, perhatikan kata “bangkit” dalam 1 Tesalonika 4:16 – “mereka …. akan lebih dahulu bangkit.” Kata “bangkit” di sini memiliki arti yang sama digunakan dalam perumpamaan ini. Pada waktu tengah malam dan seluruh gadis terbangun (Matius 25:7). Dalam Alkitab, kata “bangkit” seringkali digunakan untuk 2 pengertian: bangun dari tidur atau bangun dari kematian. Jadi terdapat seruan yang membuat semuanya terbangun. Hal ini persis sama dengan yang tertulis dalam 1 Tesalonika 4:16-17, dimana yang telah mati bangun dari kematiannya ketika mereka mendengar suara dari penghulu malaikat dan bertemu dengan Tuhan. Dalam suratnya kepada Jemaat di Tesalonika Rasul Paulus seakan-akan dengan sengaja merujuk kepada perumpamaan tentang 10 gadis ini. Anda dapat melihat kemiripan dalam pemakaian kata demi kata di antara kedua perikop ini. 1 Tesalonika 4:15 Paulus menjelaskan bahwa tulisannya dikutip dari “firman Tuhan”. Bagian firman Tuhan manakah yang dimaksud oleh Paulus? Tiada yang lain lagi yaitu perumpamaan ke 10 gadis ini.

Di bagian terakhir dari Matius 24, Yesus memberikan perumpamaan tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat. Di sini, para hamba – baik yang setia maupun yang jahat – semua terjaga dari tidur ketika tuannya datang. Artinya mereka semuanya masih hidup. Sama seperti para gadis yang bijaksana dan bodoh yang telah tertidur, hal ini harus diartikan secara jasmani bahwa mereka tidak lagi hidup. Setelah kita mengerti hal ini, dengan mudah kita dapat menangkap arti dari perumpamaan ini.

Perumpamaan ini berkaitan dengan orang-orang Kristen yang telah mati waktu kedatangan Yesus tiba. Suara penghulu malaikatlah yang membangunkan mereka. Bukan rohani mereka yang bangun karena suara malaikat tidak membangunkan mereka secara rohaniah. Tubuh merekalah yang terbangun ketika kedatangan Yesus tiba. Sebelumnya mereka mati/tidur tetapi terbangun pada kedatangan Yesus. Pada saat itu, yang mati akan bangkit.


Bersiaplah untuk kedatangannya yang kedua kali

Kita harus memiliki kesiapan waktu Yesus datang. “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Ia datang” (lihat Matius 24:42). Bagaimana Anda melakukannya? Kita tidak dapat berjaga-jaga kalau kita tertidur, tapi Anda dapat berjaga-jaga dengan selalu dalam keadaan siap. Perumpamaan ini juga mengatakan bahwa hanya mereka yang telah siap sedia diperbolehkan masuk ke perjamuan kawin (Matius 25:10). Para gadis yang bijaksana telah siap bukan dengan tidak tertidur, tapi mereka siap karena mempunyai persediaan minyak yang ekstra.

Sekarang, segala sesuatunya bergantung pada apakah yang dilambangkan sebagai persediaan minyak di sini. Menurut saya, banyak komentator, kalau boleh saya simpulkan, telah keluar dari jalur kebenaran pada saat melambangkan arti minyak sebagai Roh Kudus.  Banyak orang yang telah membaca buku-buku tentang lambang-lambang Roh Kudus akan dengan begitu saja membuat asumsi bahwa minyak di sini menunjuk kepada Roh Kudus. Sebagai contoh, Watchman Nee mendasari eksposisi tentang perumpamaan ini dengan melambangkan minyak sebagai Roh Kudus. Pada akhirnya, kesimpulannya menjadi jauh menyimpang dari arti sesungguhnya.

Mengapa minyak di sini tidak menunjuk kepada Roh Kudus? Pertama-tama, bilamana minyak digunakan untuk melambangkan Roh Kudus dalam Perjanjian Baru, minyak itu tidak pernah minyak yang dipakai untuk pelita tetapi minyak urapan. Kesalahan ini terjadi pada waktu Watchman Nee yang mengikuti para komentator dari negara barat, telah sepenuhnya menyimpang dari arti yang sebenarnya. Referensi kepada Roh Kudus, umpamanya yang terdapat dalam 1 Yohanes 2:27, disebut sebagai “pengurapan” yang menunjuk kepada minyak urapan. Minyak ini adalah sejenis wewangian yang dipersiapkan untuk upacara pengurapan; bukan yang digunakan untuk menyalakan pelita.

Referensi yang mungkin kepada Roh Kudus terdapat dalam Ibrani 1:9 dimana Yesus disebutkan sebagai

“…mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan.”

Sekali lagi kita mempelajari bahwa jika minyak dilambangkan sebagai Roh Kudus, pemakaiannya selalu untuk urapan dan bukan minyak untuk pelita.

Kedua, minyak ini tidak memiliki hubungan sama sekali dengan lambang atau kepenuhan Roh Kudus. Bukan para gadis yang dipenuhi dengan minyak, tetapi pelita merekalah yang dipenuhi dengan minyak. Jika kita berbicara tentang dipenuhi Roh Kudus dalam pengertian minyak di sini, maka akan timbul kesalahpengertian menyeluruh dari perumpamaan ini. Yang dipenuhi minyak disini adalah pelita mereka dan bukanlah para gadis itu. Jadi, bagaimana pengertian dipenuhi Roh Kudus dapat diterapkan ke dalam bagian ini?

Ketiga, hal penting di sini bukan bahwa pelita-pelita itu dipenuhi minyak.  Itu bukan pokok dari perumpamaan ini. Yang penting adalah persediaan minyak yang dibawa, hal ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemenuhan pelita. Tidak masuk akal jika kita mengatakan persediaan minyak ini diartikan sebagai Roh Kudus.

Penting untuk mengetahui bagaimana cara kerja pelita pada zaman dahulu. Umumnya, sebuah pelita berbentuk seperti tongkat dimana di atasnya terpasang sebuah mangkuk yang terbuat dari perunggu atau besi. Di dalam mangkuk ini ada sepotong kain atau tali panjang yang berfungsi sebagai sumbu. Sebagian dari sumbu ini dicelupkan ke dalam minyak yang ditampung di dalam mangkuk tersebut dan kita menyalakannya seperti pelita minyak. Pada saat api mulai dinyalakan, ujung sumbu tersebut akan terbakar karena minyak yang disalurkan melalui batang tali atau kain tersebut. Jika terang pelitanya mulai meredup, bagian sumbu yang hangus terbakar harus dipotong sehingga bagian yang baru dapat menghasilkan cahaya yang lebih terang.

Ketika para gadis yang bodoh mulai memotong sumbu yang hangus tersebut, mereka sadar bahwa minyak di dalam pelitanya mulai menipis. Mereka memang  belum kehabisan minyak. Tetapi, pas di waktu itu mereka mulai kehabisan minyak. Struktur tata bahasa dari kata-kata itu penting sekali. Pelita mereka terus menyala saat mereka tertidur dan juga sebelumnya. Waktu mereka terbangun karena mendengar suara penghulu, mereka bersiap-siap membuat agar pelita nya menyala lebih terang. Di waktu itu barulah mereka menyadari bahwa minyak di pelita sudah hampir habis.

Bagaimana kita menerjemahkan semuanya ini? Kita telah melihat bahwa ke sepuluh gadis ini mewakili orang-orang Kristen yang telah mati jasmaninya. Dan pelita mereka telah menyala semasa hidup mereka di dunia. Andaikata ke sepuluh gadis ini mewakili Anda dan saya, sebagai orang Kristen maka pelita kita telah menyala. Seperti yang dikatakan Yesus, tidak ada seorangpun yang menyalakan pelita dan meletakkannya di bawah gantang (Matius 5:15). Jika Anda menyalakan pelita, maka pelita tersebut harus bercahaya. Di dalam Alkitab, pelita seringkali dijadikan sebagai lambang keselamatan. Di dalam Yesaya 62:1 berbicara tentang pelita keselamatan yang menyala dan keselamatan bangsa Israel itu seperti sebuah pelita yang bercahaya.

Pelita juga dipakai untuk melambangkan Firman dari Tuhan. Dalam Mazmur 119:105, Firman dari Tuhan itu dibandingkan dengan sebuah pelita. Dalam Amsal 6:23, perintah dan ajaran Tuhan adalah seperti pelita yang menyala. Bagaimana caranya kita menerima keselamatan? Melalui iman yang datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Dengan demikian, firman Tuhan dan keselamatan adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan.

Di dalam perumpamaan ini terang rohani atau keselamatan dilambangkan sebagai sebuah pelita yang telah dinyalakan. Dan Amsal 13:9 dengan persis berbicara tentang hal ini:

Terang orang benar bercahaya gemilang, sedangkan pelita orang fasik akan padam.

Pelita itu tidak padam sekarang (perhatikan ketepatan kata-katanya); ia akan padam.

Sekarang kita telah memperoleh gada api keselamatan yang telah dinyalakan dan sedang menyala. Semasa hidup kita api ini akan terus menyala sampai kita mati, jika kedatangan Yesus belum tiba. Lalu pada hari Penghakiman dimana Yesus datang, akan ada suara dari penghulu malaikat yang membangunkan kita. Kita akan bangun dan bangkit dari kematian – dan dihadapkan pada penghakiman Kristus. Apakah yang terjadi jika pelita kita mendadak kehabisan minyak pada hari yang sangat penting tersebut? Kita akan menghadapi situasi yang gawat dan pada waktu tersebut akan terlambat jika berkata, “Celaka! Aku tidak memiliki minyak yang cukup!”

Lukas 16:8 mengatakan: Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang. Ini berarti anak-anak dunia – non- Kristen – akan lebih bijaksana dalam mempersiapkan masa depan mereka daripada anak-anak terang, yang memiliki cahaya. Sesungguhnya, merekalah yang paling tidak siap dengan masa depannya. Orang-orang non-Kristen akan lebih bijaksana dalam mengumpulkan uang mereka untuk memastikan agar masa depan mereka terjamin.

Bagaimanakah sikap orang-orang Kristen dalam hal ini? Sebagian besar mereka hanya peduli dengan masa sekarang ini. Di dalam perumpamaan, para gadis yang bodoh itu hanya cukup mempedulikan pelitanya menyala untuk  masa sekarang saja. Mereka tidak peduli apa yang akan terjadi jika kedatangan Yesus tertunda, dan minyak mereka jadi tidak cukup. Mereka tidak pernah khawatir atau berusaha sama sekali. Minyak yang mereka miliki memang cukup untuk masa sekarang ini (waktu mereka hidup), tetapi persediaan ini tidak akan cukup bagi zaman yang akan datang. Inilah maksud dari perumpamaan ini.


Hidup untuk zaman yang akan datang

Orang bijaksana adalah mereka yang mempunyai persiapan untuk hari yang akan datang. Orang yang bodoh, sebaliknya, tidak mempedulikan hal itu. Mereka cukup puas dengan keadaan mereka sekarang ini. “Aku cukup menjadi orang Kristen yang biasa-biasa saja; selama hidupku cukup baik, pergi ke gereja…” Yang dipikirkan hanyalah masa sekarang ini. Mereka hidup untuk zaman ini dan belum mempelajari untuk hidup bagi zaman yang akan datang. Bagaimana dengan Anda sendiri?

Di sini kita melihat perbedaan antara orang yang berpikiran rohani dan orang yang berpikiran duniawi. Menurut Rasul Paulus, orang yang berpikiran rohani, karena imannya, mengetahui zaman yang akan datang adalah kenyataan hidup yang sebenarnya. Di lain pihak, orang yang berpikiran duniawi hanya tertarik untuk memikirkan masa hidup yang sekarang ini walaupun mereka mengakui dirinya juga sebagai orang Kristen. Baginya, zaman yang akan datang adalah suatu bayangan yang kabur dan tidak realistis. Di sinilah iman kita yang sebenarnya mulai terlihat. Sudahkah engkau memiliki masa depan itu atau belum? Atau,  mautkah yang menjadi pengakhiran Anda nanti?

Banyak orang Kristen tidak begitu peduli dengan hidup setelah kematian. Mereka menyerahkan seluruh perkara ini kepada Tuhan. “Semoga Tuhan akan membawaku naik ke Surga – dimanapun saja – tidak apa-apa. Dan tugas saya sekarang hanyalah mengurus hal-hal di zaman ini. Menjadi orang Kristen itu baik untuk moral saya. Sangatlah baik membawa anak-anak saya mengikuti Sekolah Minggu supaya mereka tumbuh menjadi orang-orang yang bertanggung jawab. Menjadi orang Kristen itu baik karena semua orang yang saya temui di gereja adalah orang-orang yang baik semuanya. Dan, saya tahu jika ada  kesulitan, mereka akan membantu saya.

Kelihatannya semua pemikiran kita berpusat pada hidup untuk masa sekarang ini. Masa yang akan datang itu terletak jauh dari kenyataan hidup sekarang ini. Masa depan dimana kita akan bangkit dari kematian – dimana kita memasuki kekekalan – semuanya ini masih terlalu jauh untuk dipikirkan. Saya ragu berapa banyak orang Kristen yang sungguh-sungguh memikirkan hal ini. Apakah kita memikirkan hal-hal itu? Jika kita hanyalah orang Kristen biasa-biasa saja, kita tidak akan memikirkan hal-hal tersebut. Semua yang kita pikirkan adalah yang berhubungan dengan masa sekarang ini karena bermegah bahwa kita adalah orang Kristen yang realistis.

Andaikata kita adalah orang Kristen duniawi yang sama sekali tidak membuat persiapan untuk hari esok. Lalu apa yang akan terkumpul nanti? Dapatkah kita menyisakan sesuatu pada hari itu nanti?  Atau, kita hanya cukup hidup sebagai orang Kristen yang biasa-biasa saja pada masa sekarang ini? Ketika Yesus berkata, “Jangan kumpulkan harta benda di dunia ini tetapi yang di Surga,” Dia menunjuk kepada hal ini. Lalu pertanyaan kita adalah: berapa pentingkah mengumpulkan harta benda bagi zaman yang akan datang? Bagi kita itu hal yang tidak wajib. “Kita tidak perlu mengumpulkan apa-apa sekarang ini karena kita hanya hidup hanya untuk hari ini.” Jika kita berpikir seperti ini maka kita akan mendapat kesulitan. Disinilah perbedaan antara orang Kristen yang duniawi dengan orang Kristen yang rohani.

Orang Kristen rohani hidup untuk mendapatkan kekekalan. Dia memiliki masa depan yang sangat baik sekali. Terlebih lagi, dia memiliki hidup yang kekal. Dan pikirannya akan selalu tertuju kepada masa akan datang. Sayang sekali banyak orang Kristen yang belum memiliki masa depan. Bagi mereka, masa depan merupakan sesuatu yang kabur dan tidak memiliki kepastian. Beberapa ahli filsafat mengatakan hidup yang kita miliki hanya ada di masa sekarang ini. Mereka menambahkan pula untuk menikmati hidup ini sebaik-baiknya seakan-akan tiada hari esok lagi karena mereka sendiri tidak tahu dengan pasti.

Namun sebagai orang yang beriman, kita bukan saja tahu masa depan tapi juga siap untuk menghadapinya. Disinilah letak perbedaan manusia Allah. Tuhan berkata betapa pentingnya memperoleh kekayaan di Surga. Dari mana kita tahu apakah kita ada masa depan atau tidak? Semuanya itu tergantung pada kerohanian Anda. Dengan kata lain, Alkitab berkata jika seorang Kristen meninggal, hasil pekerjaannya akan mengikuti mereka. Sama seperti persediaan minyak yang dibawa itu tidak dipakai pada masa sekarang. Mereka belum memerlukannya karena mereka masih memiliki minyak yang cukup. Persediaan itu baru digunakan waktu mereka terbangun dari tidurnya saat kedatangan Tuhan tiba. Di waktu itu persediaan minyak sudah tersedia.

Pesan yang terkandung dalam perumpamaan ini menjadi unik karena berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab di pengajaran Yesus yang lainnya. Perumpamaan ini bukan satu lagi perumpamaan tentang selalu berjaga-jaga, jangan tertidur; pada kenyataannya 10 gadis tersebut malahan semuanya tertidur. Perumpamaan ini juga bukan hanya mengajarkan kita untuk berhati-hati dan berjaga-jaga. Perumpamaan ini mengajarkan kita tentang perintah yang jelas dan tepat bahwa hanya mereka yang telah membuat persiapan untuk masa yang akan datang yang diperbolehkan masuk dalam perjamuan kawin.

Persiapan apakah yang telah kita buat untuk menyambut masa depan? Apakah kita sudah menyiapkan sesuatu? Bagaimana saldo rekening rohani Anda saat Anda tiba di seberang sana nanti? Apakah yang akan kita bawa saat kita menyeberang perbatasan untuk masuk ke Kerajaan Surga nanti? Pentingkah kita mempunyai rekening di sana? Jika kita adalah warganegara surgawi, seperti kata Rasul Paulus, maka sudahkah kita mempunyai rekening di sana? Apakah kita akan menjadi orang bangkrut setibanya di sana? Banyak orang Kristen berpandangan bahwa asalkan masuk ke Kerajaan Surga sudah bagus walaupun dalam keadaan tanpa uang sepeserpun tidak apa-apa. Pokoknya yang penting sudah masuk ke Surga.

Yesus tahu bahwa banyak orang hanya peduli untuk masuk ke Surga saja. Melalui perumpamaan ini, Yesus berusaha menjelaskan bahwa kita tidak akan dapat masuk Kerajaan Allah tanpa memiliki persediaan minyak! Kita tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan-Nya, jika pada waktu hidup kita tidak membuat persiapan untuk zaman yang akan datang. Dengan kata lain, hanya orang yang rohani yang akan diselamatkan pada akhirnya, bukan orang yang masih hidup dalam daging. Kita harus menjadi orang Kristen yang rohani untuk bisa diselamatkan. Pokok yang dimaksudkan oleh Yesus sesungguhnya sangat menantang kita.


Iman apakah yang Anda miliki?

Mari kita teliti lebih mendalam tentang para gadis yang bodoh itu. Pelita mereka tetap menyala sampai titik yang tertentu. Kemudian mereka menemukan bahwa mereka sudah mulai kehabisan minyak. Setelah itu, pelita mereka sudah mulai padam. Bayangkan jika kita seolah-olah dapat mempertahankan keselamatan kita hingga ke kebangkitan namun setelah itu menyadari bahwa kita tidak memiliki iman yang dapat membawa kita ke dalam Kerajaan Allah. Tidakkah ini hal yang sangat tragis!

Para gadis yang bodoh itu merupakan sebuah contoh bagi mereka yang mengalami nasib yang seperti itu. Ketika mereka akan memasuki perjamuan kawin, mereka mendapatkan bahwa pintunya telah tertutup. Pintu sudah terkunci dan mereka berada di luar. Mereka berteriak-teriak sambil menggedor pintu keras-keras, “Tuanku, Tuanku, bukakan kami pintu!” (Matius 25:11). Perhatikan mereka tetap memanggil Dia “Tuan.” Seorang yang bukan Kristen tidak akan memanggil Yesus “Tuan (Lord).” Tetapi, jawaban Tuannya sungguh menakutkan. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, Aku tidak mengenal kamu.” (Matius 25:12). Inilah pernyataan penolakan. Para gadis yang bodoh itu tidak dapat masuk ke dalam perjamuan kawin, yang dalam hal ini melambangkan Kerajaan Allah (Matius 7:23).

Perumpamaan ini sangat mirip dengan pengajaran Yesus yang terdapat di dalam Lukas 13:23-29. Bahkan pasal ini dapat dikatakan sebagai cara lain untuk menyampaikan pesan yang sama. Lukas 13:23-29 berkata:

“Dan ada seorang yang berkata kepadaNya, “Tuan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan bukakanlah kami pintu! Dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana engkau datang. Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapanMu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah daripada hadapanKu, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar! Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah.

Kita tidak boleh berkata bahwa selama kita adalah orang Kristen itu sudah cukup. Dan sudah selesai urusan kita. Menurut ajaran Alkitab, pembenaran (justification) tidak bisa dipisahkan dari pengudusan (sanctification) dalam kehidupan kita seharian. Dalam pengertian teologisnya, keselamatan tidak dapat dipisahkan dari cara kita berpikir, cara kita menjalankan hidup, dan siapa diri kita. Sangat sulit untuk membedakan di antara ke-10 gadis tersebut. Semuanya memiliki pelita dan kelihatannya hampir tidak ada perbedaannya. Mereka juga semuanya masih perawan suci. Saat yang menentukan adalah saat Yesus duduk di kursi penghakiman-Nya. Pada saat itu, suara penghulu akan terdengar, kelima gadis tersebut juga akan bangun. Seperti Paulus katakan, kita semua – termasuk dirinya sendiri – akan berdiri menghadapi kursi penghakiman. Pada waktu tersebut, para gadis yang bodoh tidak kuat untuk menghadapi Penghakiman. Saat itulah iman mereka terbukti tidak cukup. Minyak mereka telah habis pada saat-saat yang genting dan mereka tidak dapat mempertahankannya karena mereka tidak memiliki persediaan minyak yang cukup.

Dalam perumpamaan ini, Yesus mengingatkan kita. Bukan saja penting untuk menyimpan kekayaan surgawi, tetapi penting pula untuk mempunyai simpanan lebih. Penting sekali untuk menjalankan hidup kita di masa sekarang sedemikian rupa sehingga kita hidup dengan kekekalan di dalam pikiran kita. Lima gadis yang bodoh itu tidak hidup dengan memikirkan tentang kekekalan. Mereka telah menjadi orang Kristen yang berkecukupan untuk melewati hidup di dalam dunia ini. Namun cukup itu sendiri sesungguhnya tidaklah cukup. Kita harus hidup – baik di dalam pekerjaan atau studi kita – dengan tujuan memperoleh kekekalan dalam pikiran kita.

Apakah kita sungguh-sungguh telah hidup dengan mempertimbangkan kekekalan? Inilah sebuah ujian buat kita, apakah kita telah memiliki iman dan percaya bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang hidup. Apapun yang kita katakan, cara hidup kita akan menunjukkan apakah kita hidup seperti orang yang percaya kepada Allah kita yang kekal yaitu Allah yang hidup yang telah memberikan kita masa depan yang sedang kita persiapkan dari sekarang. Dan akhirnya kita akan mengkreditkan – harta milik dan jerih payah kita – ke dunia yang baru – hanya melalui karunia dari Allah, kita dapat memperoleh minyak yang lebih dari yang kita butuhkan.

 

Berikan Komentar Anda: